کمالوندی

کمالوندی

Kamis, 15 November 2012 10:01

Apa Gunanya Kalung ini?

Rasulullah Saw setiap hari menjenguk putrinya Sayidah Fathimah as dan menanyakan kondisi beliau, suami dan anak-anaknya.

Suatu hari ketika Rasulullah Saw pergi berperang di jalan Allah, Sayidah Fathimah membeli kalung dan gelang perak untuk dirinya dan korden baru untuk rumahnya dari uang yang ditabungnya.

Saat Rasulullah Saw kembali dari perang, beliau langsung menuju rumah putrinya. Di sana beliau melihat kalung dan gelang putrinya serta korden rumah.

Kali ini Rasulullah Saw hanya sebentar tinggal di rumah putrinya dan segera pergi tidak seperti biasanya berlama-lama tinggal di sana.

Sayidah Fathimah tahu dan memahami apa sebabnya ayahnya tidak senang. Akhirnya beliau segera melepas korden rumahnya dan memberikannya kepada seseorang sekaligus kalung dan gelangnya seraya berkata, "Serahkan dan katakan kepada ayahku hendaknya menjual semua ini dan gunakan uangnya di jalan Allah!"

Rasulullah benar-benar gembira, karena beliau berharap putrinya melakukan hal ini seraya berkata, "Putriku melakukan sesuatu yang membuat aku dan Allah senang. Dia tahu bahwa kemewahan dan kilauan dunia hanya sementara. Muhammad dan keluarganya tidak memerlukannya." (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.

Gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir Rabu (14/11) mengutuk serangan udara Rezim Zionis Israel ke Jalur Gaza dan pembantaian warga tak berdosa Palestina serta meminta Kairo memutus hubungannya dengan Tel Aviv.

Menurut laporan IRNA mengutip Russia today, Ikhwanul Muslimin kemarin merilis statemen yang meminta Otorita Ramallah mengakhiri kerjasamanya dengan Rezim Zionis Israel.

Di statemen ini disebutkan bahwa Israel melakukan serangan ke Gaza dengan dukungan Amerika Serikat serta akibat dari kebungkaman negara-negara Arab dan Barat.

Ikhwanul Muslimin menyebut serangan Israel ke Gaza sebagai agresi yang brutal dan ancaman nyata bagi keamanan regional. Di statemen ini juga ditandaskan bahwa AS memilih bersikap keras menghadapi usaha Palestina mencari pengakuan di tingkat internasional dan kebungkaman negara Barat telah mendorong Tel Aviv semakin brutal menyerang warga Palestina.

Ikhwanul Muslimin menyebut negara-negara Arab pantas untuk dikecam karena mereka menyaksikan pembantaian warga Palestina namun tidak melakukan tindakan apapu serta memilih bungkam.

Ikhwanul Muslimin meminta Liga Arab dan Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk Persia (P-GCC) mengambil sikap yang pantas menyikapi serangan Israel ke Jalur Gaza.

Kelompok ini juga meminta pemerintah Palestina menghentikan kerjasama militernya dengan Israel dan membebaskan tahanan Palestina termasuk anggota Hamas dan Jihad Islam serta memberi kebebasan penuh kepada warga Palestina untuk menyuarakan perasaan mereka. Tak hanya itu, Ikhwanul Muslimin meminta Otorita Ramallah berusaha mensukseskan rekonsiliasi nasional.

Ikhwanul Muslimin menyeru pendukungan di Mesir dan seluruh eleman masyarakat neagra ini menggelar aksi demo hari Kamis (15/11) selepas shalat Ashar di depan Masjid Agung Kairo serta kota-kota lain dan di usai shalat Jumat di al-Azhar mengutuk brutalitas Israel ke Jalur Gaza.

Sementara itu, Presiden Muhammad Mursi hari Rabu telah memanggil dubesnya dari Tel Aviv dan menuntut sidang darurat Dewan Keamanan PBB mengkaji serangan terbaru Israel ke Gaza.

Di sisi lain, reaksi rakyat Mesir terhadap serangan Israel ke Gaza telah memaksa dubes rezim ini Rabu malam meninggalkan Kairo. (IRIB Indonesia/MF/PH

Hari Mubahalah adalah hari dimana Nabi Muhammad Saw mengajak unsur manusia terbaiknya. Poin penting dalam masalah Mubahalah adalah kata "Wa Anufusana Wa Anfusakum", begitu juga "Wa Nisaana Wa Nisaakum". Nabi Muhammad Saw memilih manusia yang paling mulia di matanya. Beliau membawa mereka untuk menjadi bukti dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan serta parameter yang jelas bagi semua.

Ini satu peristiwa yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dimana dalam urusan tabligh dan menjelaskan hakikat, Nabi Muhammad Saw membawa orang-orang yang paling dicintainya; anak perempuannya, dua cucunya dan Imam Ali as sebagai saudara dan penggantinya. Ciri khas Mubahalah ada pada masalah ini.

Hal ini menunjukkan betapa dalam menjelaskan dan menyampaikan hakikat begitu pentingnya sampai beliau membawa orang-orang yang paling dikasihinya. Karena beliau menghadapi tantangan dari Kristen Najran untuk bermubahalah. Siapa yang benar akan tetap hidup dan siapa yang salah akan musnah atau terkena azab ilahi.

 

Peristiwa ini juga terjadi di Karbala dan benar-benar terlaksana. Imam Husein as dalam menyampaikan hakikat dan melakukan pencerahan sepanjang sejarah membawa keluarganya yang dicintai. Imam Husein as jelas mengetahui apa yang akan terjadi. Beliau mengajak Sayidah Zainab as, begitu juga istrinya, anaknya, dan saudaranya.

 

Apa yang terjadi di Karbala juga merupakan masalah tabligh agama. Tabligh dengan makanya yang hakiki. Menyampaikan pesan dan memberikan pencerahan. Dengan cara ini dapat dipahami tentang dimensi masalah tabligh. Betapa pentingnya tabligh itu.

Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei

Dalam khutbahnya Imam Husein as berkata:

 

من رأى سلطانا جائرا مستحلّا لحرم اللَّه ناكثا لعهداللَّه... و لم‌يغيّر عليه بفعل و لا قول كان حقّا على اللَّه ان يدخله مدخله


"Barangsiapa yang melihat penguasa zalim menghalalkan apa yang diharamkan Allah Swt dan melanggar janji Allah ... Dan ia tidak melakukan perubahan dengan perbuatan atau ucapan, maka Allah berhak untuk memasukkannya ke tempat layak baginya."

Yakni, ketika seorang penguasa sedang berusaha untuk merusak agama, maka harus melakukan pencerahan baik dengan ucapan atau perbuatan. Imam Husein as melakukan upaya pencerahan itu. Biaya yang ditanggung juga sangat besar. Beliau membawa keluarga, istri, orang-orang yang dicintainya, keturunan Imam Ali as dan Sayidah Zainab as. Beliau membawa mereka di tengah-tengah upaya menjelaskan hakikat agama. (Pidato dalam pertemuan dengan santri dan ulama, 22/9/1388) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Rusia menentang intervensi asing di Suriah dan bersama Cina hingga kini telah tiga kali memveto resolusi anti-Suriah di Dewan Keamanan PBB. Dalam perkembangan terbaru, Moskow mengecam ultimatum yang ditentukan oleh teroris Suriah kepada para dubes asing untuk segera meninggalkan Damaskus.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Alexander Lukashevich Senin (12/11) menyatakan, "Ultimatum kelompok bersenjata terhadap para diplomat asing dan pegawai lembaga-lembaga internasional untuk meninggalkan Damaskus itu, tidak dapat ditolerir."

Pasukan Bebas Suriah (FSA) yang selalu mendapat bantuan logistik dan finansial dari negara-negara asing regional dan trans-regional, pada hari yang sama memberi waktu tiga hari kepada para diplomat asing untuk meninggalkan Damaskus.

Lukashevich menegaskan bahwa masa depan Suriah tidak boleh ditentukan oleh kelompok-kelompok teroris yang mengandalkan senjata dan kekerasan. Tidak ada solusi yang lebih tepat dalam hal ini kecuali perundingan damai tanpa campur tangan asing.

Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad menyatakan bahwa masalah Suriah tidak dapat diselesaikan dengan perang dan bentrokan, melainkan dengan kesepahaman dan pemilu yang bebas.

Ahmadinejad menegaskan bahwa Barat sedang mengupayakan solusi Suriah dengan perang, karena kontinyuitas hegemoninya sangat bergantung pada berlanjutnya permusuhan dan bentrokan di Suriah. Disayangkan sekali sebagian pihak mengiringi langkah tersebut.

Sejumlah negara sekitar Teluk Persia termasuk Arab Saudi, Qatar dan Turki, mengiringi langkah Barat untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan perang dan instabilitas.

Arab Saudi, Turki, rezim Zionis Israel, Amerika Serikat, Inggris dan Perancis yang telah menyalurkan berbagai bantuan logistik, finansial dan diplomatik, mendukung serangan militer ke Suriah.

Jenderal Sir David Richards, Kepala Staf Gabungan Militer Inggris, menyatakan kesiapan negaranya untuk terjun ke Suriah. Philip David Hammond Menteri Pertahanan Inggris, tidak menolak kemungkinan serangan militer ke Suriah akan tetapi dia berpendapat bahwa Rusia dan Cina harus dibujuk untuk menyetujui resolusi terkait intervensi militer di Suriah.

Pengumuman kesiapan Inggris untuk melancarkan serangan ke Suriah itu terjadi setelah untuk pertama kalinya sejak tahun 1973, rezim Zionis Israel menembakkan mortir ke wilayah pendudukan Dataran Tinggi Golan dan militer Suriah membalas serangan tersebut.

Juru bicara Sekjen PBB, Martin Nesirky Ahad (11/11) mengatakan, Ban Ki moon menyampaikan kekhawatirannya atas kemungkinan eskalasi friksi dan ketegangan antara Israel dan Suriah.

Nesirky menambahkan, ia meminta kedua belah pihak mengedepankan persahabatan dan komitmen dengan perjanjian tahun 1984 terkait pembukaan jalur gencatan senjata dan wilayah sipil yang berada di jangkauan patroli pasukan PBB.

Di lain pihak, Presiden Suriah, Bashar al-Assad menegaskan, "Dampak dan imbas jika serangan ke Suriah terjadi, sangat lebih besar dari yang dapat ditahan oleh dunia karena masalah yang muncul di Suriah akan berefek domino ke kawasan hingga Atlantik dan Pasifik."(IRIB Indonesia/MZ)

Rabu, 14 November 2012 20:11

Harapan Afghanistan Kepada Jerman

Thomas de Maiziere, menteri pertahanan Jerman secara mendadak berkunjung ke Afghanistan. Menurut laporan Kantor Berita AFP, Senin (12/11) setelah tiba di kota Mazar-i-Sharif dan bertemu dengan serdadu Jerman, Thomas de Maiziere langsung bertolak ke Kabul guna berdialog dengan petinggi keamanan Afghanistan.

Saat bertemu dengan sejawatnya dari Afghanistan, Bismillah Mohammadi, Maiziere menandaskan, pemerintah Jerman selama beberapa hari mendatang akan mengambil keputusan terkait langkah-langkah penarikan pasukannya dari Afghanistan. Ini merupakan lawatan kedua de Maiziere ke Afghanistan selama menjabat menteri pertahanan Jerman.

Jerman saat ini menempatkan sekitar 4800 pasukannya di Afghanistan dan menempati urutan ketiga setelah Amerika Serikat dan Inggris yang paling banyak mengirim pasukan ke Kabul. Meski Jerman terhitung sekutu ketiga AS di Afghanistan, namun di operasi militer anti Taliban di Kabul, Berlin tidak memainkan peran mencolok. Tentara Jerman ditempatkan di wilayah yang relatif aman di kawasan utara Afghanistan. Sementara bentrokan selama ini yang terjadi antara pasukan asing dan Taliban terjadi di wilayah selatan.

Proses transisi tanggung jawab keamanan dari pasukan asing ke militer Afghanistan menjadi isu utama perundingan antara para petinggi Barat dan Afghanistan. Berdasarkan kesepakatan pemimpin NATO di sidang Lisbon, bertepatan dengan penarikan bertahap pasukan asing dari Afghanistan di akhir tahun 2014, seluruh pasukan AS dan NATO akan meninggalkan Kabul. Proses transisi tanggung jawab keamanan dimulai sejak tahun 2011 dan diharapkan proses ini berakhir di pertengahan tahun 2013 mendatang.

Menurut keterangan Sekjen NATO, Anders Fogh Rasmussen mulai tahun 2014 dan seiring dengan berakhirnya misi militer organisasi ini di Afghanistan, maka kami memiliki misi baru di Kabul yaitu melatih serta menjadi penasehat tentara Afghanistan. Sejak satu tahun lalu ketika tiga tahap penyerahan tanggung jawab keamanan dari pasukan asing kepada militer Afghanistan, indek keamanan di negara ini mengalami peningkatan signifikan.

Pengamat meyakini bahwa penarikan pasukan asing dari Afghanistan akan membuka peluang kerjasama antara rakyat dan pemerintah guna menjamin keamanan nasional. Rakyat Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir tidak bersedia bekerjasama dengan pemerintah di bidang keamanan mengingat kinerja buruk pasukan asing di negara mereka. Namun setelah proses transisi tanggung jawab keamanan dimulai, mereka menyambut upaya pemerintah untuk memulihkan kemanan dan stabilitas nasional.

Oleh karena itu, Presiden Afghanistan beberapa waktu lalu menilai penarikan pasukan asing dari negaranya menjadi faktor stabilitas di Afghanistan. Pemerintah Kabul optimis bahwa setelah tahun 2014, negara-negara Barat khususnya Jerman yang telah menandatangani kerjasama strategis dengan Afghanistan tetap komitmen terkait pelatihan dan perlengkapan kemampuan pertahanan pasukan Afghanistan serta bantuan di bidang pembangunan negara ini. (IRIB Indonesia/MF)

Perdana Menteri Hamas di Jalur Gaza, Ismail Haniyeh mengatakan jika rezim Zionis Israel berkomitmen pada kesepakatan gencatan senjata, maka faksi-faksi Palestina juga akan mematuhinya.

Israel dan Palestina siap melakukan gencatan senjata yang dapat mencegah perang baru di Gaza setelah terjadi bentrok senjata selama lima hari. Kesepakatan yang diprakarsai Mesir itu, berisi peringatan yang disampaikan kedua belah pihak bahwa mereka siap melakukan perang lagi jika mereka diserang.

Haniyeh saat melakukan kunjungan rahasia ke sebuah rumah sakit untuk melihat warga Palestina yang luka-luka, mengatakan pejuang Palestina menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan akan menghormati kesepakatan gencatan senjata jika Israel juga mematuhinya. Dia juga menegaskan hak kelompok pejuang Palestina untuk membalas serangan brutal Israel ke Gaza.

Pada kesempatan itu, Haniyeh menginformasikan beberapa upaya regional untuk mengakhiri serangan Israel, namun ia tidak merinci upaya itu. Seraya mengutuk serangan Zionis ke Gaza, Haniyeh menandaskan serangan pasukan penjajah tidak akan memadamkan tekad bangsa Palestina dan juga tidak akan mematahkan perjuangan dan perlawanan untuk mencegah serangan brutal Zionis.

Kelompok-kelompok pejuang di Jalur Gaza dalam sebuah pertemuan juga menilai resistensi sebagai hak legal bangsa Palestina dan mereka menuntut setiap kesepakatan gencatan senjata dengan Israel harus menghentikan secara penuh serangan Zionis ke wilayah blokade itu.

Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh Sami Abu Zuhir, juru bicara Hamas, kelompok pejuang menegaskan bahwa Tel Aviv harus bertanggung jawab atas seluruh kejahatan rutin mereka terhadap warga Palestina dan dampak-dampak akibat serangan itu. Pejuang Palestina akan terus membalas sampai Israel menghentikan agresinya. Mereka juga menyerukan kepada masyarakat internasional agar mengambil langkah-langkah serius dan segera guna menghentikan manuver-manuver Zionis.

Kelompok pejuang Palestina beberapa hari lalu telah memberi respon mematikan terhadap aksi brutal Israel. Selama ini, Israel dikenal tidak pernah komitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata dan senantiasa menilai langkah itu sebagai strategi untuk menyusun kekuatan baru guna menyerang kembali bangsa Palestina. Oleh karena itu, Tel Aviv tidak pernah mematuhi setiap kesepakatan yang telah mereka tandatangani sendiri.

Saat ini, Israel melihat posisinya dalam bahaya setelah menerima tembakan ratusan roket dari pejuang Palestina. Beberapa pejabat Zionis bahkan bersedia membahas masalah gencatan senjata sekaligus tidak mengesampingkan serangan menyeluruh ke Gaza.

Sikap kontrakdiktif para pejabat Israel semakin memperjelas inkonsistensi mereka terhadap mekanisme untuk menciptakan perdamaian dan keamanan di kawasan. Mereka hanya memanfaatkan isu perdamaian untuk tampil sebagai rezim cinta damai.

Meski demikian, para analis menilai kesediaan kelompok pejuang Palestina untuk gencatan senjata dan itupun di tengah kesiapan mereka untuk bertempur sebagai indikasi dari itikad baik Palestina terkait upaya-upaya regional dan internasional untuk mewujudkan perdamaian. (IRIB Indonesia/RM/NA)

Ketika para tokoh aliansi oposisi Suriah optimis Uni Eropa akan mengakui eksistensi mereka, Perancis dan Inggris justru menyatakan ragu untuk mengakui oposisi Suriah yang akhirnya menimbulkan berbagai pertanyaan.

Senin (12/11) Liga Arab dan negara-negara sekitar Teluk Persia dalam sebuah sidang di Doha, Qatar, mengakui aliansi oposisi Suriah yang diketuai oleh Maadz al-Khatib. Mereka juga meminta lembaga internasional dan Barat untuk mengakui keberadaan aliansi tersebut sehingga dapat meningkatkan tekanan terhadap pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Dengan demikian, setelah lebih dari satu setengah tahun sejak krisis di Suriah, kelompok-kelompok oposisi dengan upaya tanpa henti dan penggelontoran dana besar-besaran dari Arab Saudi dan Qatar, akhirnya mereka siap untuk berkoalisi dalam satu barisan menentang Bashar al-Assad.

Paramenteri negara-negara Arab anti-Suriah mengklaim bahwa mulai sekarang, al-Khatib menjadi delegasi resmi dan perunding utama terkait Suriah. Akan tetapi, keputusan para pejabat Liga Arab, Dewan Kerjasama Teluk Persia, dan para tokoh oposisi itu tidak mendapat restu dari Barat.

Setelah sepekan mengadakan perundingan dan pembahasan secara ketat, Sekjen Dewan Kerjasama Teluk Persia, Abdul Latif al-Ziyani mengatakan, "Kami berharap masyarakat internasional mengakui kelompok oposisi ini dan mengakhiri peperangan dan pertumpahan darah di Suriah."

Al-Khatib kepada Reuters mengungkapkan permintaannya dari Uni Eropa untuk memberikan dukungan finansial dan militer kepada aliansi oposisi dalam perang melawan Damaskus.

Dalam hal ini, Selasa (13/11) digelar sidang yang dihadiri para menteri luar negeri anggota Liga Arab dan Uni Eropa di Kairo, Mesir. Sidang itu bertujuan menyelesaikan kendala yang ada menyangkut pengakuan eksistensi aliansi oposisi Suriah. Namun para pejabat Eropa menunjukkan ketidaktertarikan mereka terhadap pembentukan aliansi tersebut dan tidak memiliki pandangan positif terhadap tuntutan oposisi Suriah.

Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague, seraya menyatakan optimis atas kesepakatan Doha, akan tetapi pada saat yang sama dia menilai masih banyak "PR" yang harus diselesaikan sebelum London mengakui eksistensi mereka. Poin yang menjadi fokus Hague adalah kesepakatan kelompok oposisi untuk mengakhiri friksi dan bergabung di satu front. Dia menilai hal itu sebagai sebuah langkah besar akan tetapi London belum berniat mengakuinya.

Sikap dingin Eropa atas kesepakatan Arab dan aliansi Suriah itu juga dapat terbaca jelas dalam reaksi Perancis. Menteri pertahanan negara itu menyatakan terlalu cepat bagi Paris untuk mengakui aliansi oposisi Suriah.

Reaksi dingin Barat dalam hal ini mengakhiri kegembiraan sesaat aliansi Suriah yang sangat optimis akan mendapat dukungan Barat. Pertanyaannya adalah mengapa Barat menunjukkan sikap yang berbeda?

Masalah yang tidak diperhatikan oleh kelompok oposisi adalah perubahan kondisi regional di bawah bayang-bayang instabilitas yang semakin meningkat di kawasan perbatasan. Saat ini, ketidakamanan di perbatasan Suriah-Turki dan Suriah-Israel sudah melampaui batas yang diinginkan Barat.

Dengan kata lain, instabilitas regional sangat membahayakan kepentingan banyak pihak. Kekhawatiran Barat dalam masalah ini sangat beralasan mengingat ketidakamanan yang diciptakan kelompok pemberontak Suriah sudah sampai pada batas mengancam kepentingan mereka di kawasan. Yang sedang berlangsung saat ini di Suriah sudah tidak sesuai dengan selera Barat.(IRIB Indonesia/MZ)

Hari Kamis tanggal 17 Dzulhijjah, rombongan Imam Husein as sampai di daerah bernama Ajfur untuk meletakkan barang bawaan mereka. Dalam buku Qamus disebutkan bahwa di sini sebuah tempat antara Faid dan Khuzaimiah.(1) Di tempat ini air mengalir ke tempat tinggal orang-orang Arab.

Sekaitan dengan pertemuan Imam Husein as dengan Abdullah bin Muthi' ‘Adwa, para ahli sejarah berselisih pendapat.

Dalam Lisan al-Muarrikhin disebutkan ada pertemuan di Ajfur antara Imam Husein as dan Abdullah bin Abi Muthi', tapi sebelum ini juga disebutkan bahwa pertemuan ini terjadi di pertengahan jalan antara Mekah dan Madinah atau lebih dekat ke Mekah. Thabari dan Muhaddits Qommi dalam Nafas al-Mahmum menyebut tempat pertemuan di Ajfur. Boleh jadi Abdullah bin Muthi' berbeda dengan Abdullah bin Abi Muthi'.(2)

Dengan pertemuannya dengan Imam Husein as, Abdullah akhirnya tahu perjalanan Imam as ke Irak. Untuk itu ia bersumpah agar Imam Husein as mengurungkan niatnya pergi ke Irak. Ketika Imam Husein as belum menjawab permintaannya itu, ia kembali bersumpah agar beliau mengurungkan niatnya. Setelah itu ia menjelaskan mengapa ia bersikeras agar Imam tidak pergi.

Ia mengatakan, "Bila engkau ingin menuntut apa yang sekarang berada di tangan Bani Umayah, Demi Allah, mereka akan membunuhmu. Bila hal itu terjadi, setelah engkau tidak ada lagi kehormatan yang tertinggal."

Imam Husein as tidak mengikuti permintaannya dan tetap melanjutkan perjalanannya.(3)

Dengan mencermati dialog yang terjadi antara Imam Husein as dan Abdullah bin Muthi' dapat dipahami bahwa tujuan Imam as lebih tinggi dan mulia dari apa yang disebutkan oleh Abdullah. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

 

Catatan:

1. Al-Imam Husein wa Ashabuh, 1/163.

2. Al-Imam Husein wa Ashabuh, 1/163.

3. Al-Irsyad, 2/72, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, 5/395, Nafas al-Mahmum, hal 178.

Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB memprotes kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan terhadap umat Islam Syiah di Indonesia, negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.

Navi Pillay, Selasa (13/11) mengaku telah bertemu dengan pemimpin minoritas umat Islam,Syiah di Indonesia. Press TV (14/11) melaporkan.

Dalam konferensi persnyadi Jakarta,Pillay mengatakan,"Saya khawatir mendengar laporan serangan dengan kekerasan, pengusiranpaksa, dan tidak bisa memperoleh kartu identitas, serta bentuk diskriminasi lain terhadap umat Islam Syiah Indonesia."

Menurut laporan sejumlah lembaga HAM internasional, kekerasan terhadap minoritas Syiah di negara dengan populasi 240 juta jiwa dan 90 persennya muslim itu, sejak tahun 2008 sampai sekarang mengalami peningkatan.

"Jika Jakarta tidak mengambil langkah serius untuk menyelesaikan kekerasan dan kebencian terhadap kelompok minoritas, maka ia terancam kehilangan tradisi menghargai perbedaan serta tenggang rasa," tegas Pillay.

Kekerasan dan diskriminasi terhadap umat Islam Syiah di Indonesia akhir-akhir ini menjadi hal yang biasa. Pada bulan Agustus 2012,setidaknya dua orangmeninggal duniaakibat kekerasan itu. Pada saat yang sama sejumlah kelompok anarkis membumihanguskan puluhan rumah warga muslim Syiah.

KombesPol Hilman Thoyib, Kabid Humas PoldaJawa Timur pada tanggal 27 Agustus 2012 mengatakan, "Dua orang yang diserang dengan celurit itu akhirnya tewas. Salah satunya tewas di tempat kejadian, dan seorang lagi meninggal lewat tengah malam tadi."

Pada 26 Agustus 2012, sekelompok orang menyerang sejumlah mahasiswa muslim Syiah dengan senjata tajam di Sampang, akibatnya enam orang terluka dan 39 rumah dibakar massa.

Menurut keterangan Human Rights Watch, di penghujung bulan Desember 2011, setidaknya 500 muslim Syiah terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka di Nangkernang, Sampang akibat serangan kelompok garis keras. (IRIB Indonesia/HS)

Media massa Irak mengkonfirmasikan penangkapan 21 orang bersenjata menjelang bulan Muharram. Dikabarkan bahwa mereka berniat melancarkan teror terhadap para peziarah Imam Husein as di bulan Muharram.

Mehr News (14/11) melaporkan, pasukan keamanan Irak menangkap 21 oknum yang ketika diinterogasi mereka mengaku merencakanan aksi teror di bulan Muharram.

Sebagian besar mereka mengendarai mobil sewa saat ditangkap. Mereka dibekuk di wilayah al-Qadha.

Diperkirakan menjelang bulan Muharram dan peringatan perjuangan Imam Husein as dan sahabatnya di padang Karbala, para teroris takfiri akan semakin meningkatkan serangan dan aksi-aksi mereka. (IRIB Indonesia/MZ)