Sayidah Zainab as; Perempuan Pemberani

Rate this item
(0 votes)
Sayidah Zainab as; Perempuan Pemberani

“Ketika bulan Muharram tiba, kami biasa mengikuti majelis duka dan menggambarkan di benak bagaimana bila kami hadir di peristiwa Karbala. Seandainya kami berada di sisi Imam Husein as dan bertempur melawan para pezalim. Kini saat kami mengikuti berita regional dan dunia Islam, waktu itu pula kami merasa tiba waktunya. Kondisinya sama dan makam suci Sayidah Zainab as dalam kondisi bahaya.

Sekalipun tidak hidup dalam periode Imam Husein as, tapi kini kami menyaksikan segala bentuk kezaliman, penindasan, peperangan, kemunafikan dan penyimpangan. Lalu bagaimana kami dapat memahami kondisi ini? Oleh karenanya, kami memutuskan untuk bangkit membela kebenaran. Pembelaan ini tidak terbatas hanya pada satu makam suci, tapi pembelaan terhadap kemanusiaan dan kebebasan. Hal yang telah dibangun oleh Imam Husein dan Sayidah Zainab as dalam sejarah kemanusiaan.”

Ucapan sebelumnya berasal dari seorang syuhada pembela makam suci Ahlul Bait as dan pendukung makam suci Sayidah Zainab as. Perempuan agung yang telah melewati satu periode sejarah dengan metode dan gaya hidupnya. Kemampuannya melihat kondisi zamannya yang penuh dengan kezaliman memaksanya bangkit melawan semua itu. Sayidah Zainab as dengan bijak terlibat langsung dengan kebangkitan Imam Husein as dan tegar menghadapi kezaliman.

Partisipasi Sayidah Zainab as dalam kebangkitan ini untuk mencegah Yazid dan para pengikutnya menghitamkan sejarah kemanusiaan. Kini para pemuda pencari kebenaran dan keadilan bangkit mempersiapkan dirinya dengan menapaki nilai-nilai yang ditorehkan perempuan agung ini. Karena setiap harinya mereka menyaksikan para pemuda dari Lebanon, Irak, Suriah, Afghanistan dan Iran yang mereguk cawan syahadah membela Ahlul Bait di Suriah. Banyak dari mereka yang mengorbankan nyawanya saat berperang melawan teroris Takfiri di sana.

Posisi perempuan dalam agama-agama memiliki pengaruh besar dalam akidah, perilaku sosial, tradisi dan budaya di sekitarnya. Islam yang memuliakan perempuan pada hakikatnya melindungi pribadinya baik secara alami maupun dalam hukum. Kesetaraan perempuan dan pria sebagai manusia dalam Islam menunjukkan keduanya merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah masyarakat dan pelengkap manusia. Keberadaan perempuan dan pria menjadi jaminan keselamatan masyarakat dan pelindung nilai-nilainya. Setiap dari keduanya memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri dalam sebuah masyarakat dan ini menunjukkan derajat pribadi perempuan dan kesamaannya dengan pria.

Ini merupakan keniscayaan sosial bahwa perempuan memahami tanggung jawab sosialnya dan melaksanakan peran utamanya di tengah masyarakat. Perempuan muslim harus memainkan peran aktif dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya lalu melaksanakan peran hakikinya. Dalam hal ini, Sayidah Zainab as merupakan contoh perempuan teladan dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya.

Sayidah Zainab as merupakan perempuan pemberani yang menjadi pengawal dan penyampai pesan Asyura sepeninggal Imam Husein as. Beliau meninggal dunia saat melakukan perjalanan menuju Syam bersama suaminya Abdullah bin Jakfar. Kemudian jasad beliau dikebumikan di tempat tersebut. Sayidah Zainab as berhasil mencerahkan jalan yang diperjuangkan kakeknya Rasulullah Saw. Beliau mewarisi semangat melawan kezaliman dari ibunya, Fathimah dan ayahnya Imam Ali as. Kefasihannya mampu mengungkap kebenaran dan membongkar kezaliman.

Sepanjang hidupnya, Sayidah Zainab as dipanggil dengan banyak sebutan seperti Aqilah Bani Hasyim, Umm al-Mashaib, Arifah, Amilah, Zahidah, Bakiyah dan Shiddiqah Shugra. Sementara dari sisi keilmuwan beliau sempat mengajari tafsir al-Quran para perempuan muslim selama ayahnya tinggal di Kufah. Begitu juga selama Imam Zainal Abidin as sakit, beliau menjadi rujukan masyarakat dalam masalah syariat. Sejatinya, salah satu keutamaan beliau adalah ketinggian derajat keilmuwannya.

Sayidah Zainab as selama hidupnya dikenal sebagai cendekiawan, orator dan wakil khusus Imam Husein as dalam menjelaskan hukum halal dan haram. Pesan Asyura yang dibawa beliau telah disampaikan kepada seluruh perempuan muslim. Tidak hanya menyampaikan, tapi beliau menjelaskan dengan seksama dan detil risalah Imam Husein as. Selama hidupnya, Sayidah Zainab as menjadi pendukung para pejuang Islam dan senantiasa melakukan upaya-upaya sosial guna mendidik para calon pejuang Islam disertai dengan sikap menjaga kehormatan diri dan agama.

Keberanian merupakan satu karakter kuat yang ada dalam diri Sayidah Zainab as. Beliau begitu tegar saat menghadapi musuh dan bangkit melawan kezaliman dengan segala apa yang dimilikinya, bahkan nyawanya sekalipun. Itulah mengapa beliau juga dipanggil dengan sebutan ”Singa Bani Hasyim”. Karena beliau dengan gagah berani meneriaki musuh dan mencela perbuatan mereka tanpa takut sedikitpun. Pedang yang masih mengalirkan darah tidak dapat menakutinya.

Zainab tidak menghiraukan kekuasaan Ibnu Ziyad, Gubernur Kufah saat memasuki ruangannya dan lebih memilih duduk di sudut ruangan. Tanpa memperhatikan pertanyaan yang diajukan Ibnu Ziyad, beliau menyebutnya sebagai orang fasik dan fajir. Beliau berkata, “Segala puji kepada Allah yang memuliakan kami dengan kenabian Muhammad Saw dan mensucikan kami dari kotoran. Sesungguhnya yang fasik bakal terungkap, para pelaku keburukan adalah pembohong dan ia bukan dari kami.”

Begitu pula ketika mendengar umpatan Yazid, Sayidah Zainab as kembali menunjukkan keberaniannya. Beliau mengatakan, “Saya melihatmu sangat kecil untuk menjadi lawan bicaraku. Tapi saya tidak dapat menolak kenyataan bahwa masyarakat telah melenceng dari kebenaran dan memberikanmu kekuasaan. Dengan kekuasaan ini, engkau mendapat kesempatan untuk menggugursyahidkan putra Nabi Allah Saw. Begitu juga engkau berkesempatan menjadikan keluarganya sebagai tawanan dan mendudukkannya di majelis ini.”

Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menilai pribadi Sayidah Zainab as sangat agung dan tepat dalam melakukan manajemen krisis. Beliau berkata, “Nilai dan keagungan Sayidah Zainab as dikarenakan sikap dan gerakan agung kemanusiaan yang dilakukan berdasarkan kewajiban ilahi. Perbuatan dan bentuk gerakannya yang memberikan keagungan kepada pribadinya. Beliau bukan perempuan yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, bahkan Sayidah Zainab as telah mencapai puncak keimuwan.

Ketika krisis tengah mencapai puncaknya, dimana orang terkuatpun tidak memahami apa yang harus dilakukan, Sayidah Zainab as memahami apa yang harus dilakukan. Beliau mendukung Imamnya dan mempersiapkan dirinya untuk syahid. Pasca kesyahidan Imam Husein as, ketika dunia dipenuhi kezaliman dan jiwa manusia dalam kegelapan, perempuan agung ini bak cahaya yang bersinar terang. Sayidah Zainab as telah sampai pada derajat, dimana hanya manusia-manusia agung dalam sejarah kemanusiaan, yakni para nabi, yang telah sampai ke sana.”(

Read 1508 times