کمالوندی
Surah al-Mumtahina 7-13
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً وَاللَّهُ قَدِيرٌ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (7) لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (60: 7)
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (60: 8)
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (60: 9)
Dalam episode sebelumnya dibahas mengenai pemutusan hubungan persahabatan dan persaudaraan karena kekufuran dan sikap keras kepala untuk berdiri bersama barisan musuh agama. Ayat ini kepada umat Muslim yang hijrah dari Mekah ke Madinah mengatakan, Orang-orang musyrik di Makkah yang ada di antara saudara-saudaramu diharapkan masuk Islam dan permusuhan berubah menjadi persahabatan.
Namun kini mereka tidak beriman, tapi jika mereka tidak melakukan langkah permusuhan terhadap muslimin, maka mencintai dan membantu mereka tidak dilarang, serta diperbolehkan menjalin hubungan dengan mereka berdasarkan prinsip akhlak. Namun mereka tidak boleh menebar pengaruh di antara muslimin dan juga hubungan tersebut tidak membuat iman orang-orang muslim lemah.
Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Tolok ukur kecintaan atau permusuhan antara muslimin dan orang lain adalah ajaran agama. Non-Muslim yang tidak melakukan tindakan melawan Muslim dan tidak membuat rencana jahat harus diperlakukan dengan baik, tetapi mereka yang mencari permusuhan dan membuat rencana jahat terhadap orang-orang beriman dianggap musuh dan muslim harus berlepas diri dari mereka (Baraah).
2. Perilaku buruk orang kafir terhadap Muslim di masa lalu dapat dimaafkan dengan syarat mereka tidak lagi memusuhi orang muslim.
3. Islam agama kebaikan dan keadilan, bahkan terhadap orang kafir.
4. Dalam perbuatan baik, orang kafir yang membutuhkan juga dimasukkan dan jangan segan-segan berbuat baik kepada mereka.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآَتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (10) وَإِنْ فَاتَكُمْ شَيْءٌ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ إِلَى الْكُفَّارِ فَعَاقَبْتُمْ فَآَتُوا الَّذِينَ ذَهَبَتْ أَزْوَاجُهُمْ مِثْلَ مَا أَنْفَقُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (11)
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (60: 10)
Dan jika seseorang dari isteri-isterimu lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu mengalahkan mereka maka bayarkanlah kepada orang-orang yang lari isterinya itu mahar sebanyak yang telah mereka bayar. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya kamu beriman. (60: 11)
Melanjutkan ayat sebelumnya terkait bentuk hubungan muslim dan non-muslim, ayat ini membahas hubungan keluarga antara suami dan istri, jika salah satunya muslim dan yang lain non-muslim. Terkait hal tersebut, ayat ini menyatakan, "Jika seorang wanita dari kalangan kafir masuk Islam dan mencari perlindungan kepada Anda, maka jangan kembalikan dia kepada orang-orang kafir setelah Anda yakin akan keimanannya. Dalam kasus seperti ini, jika suami (yang tidak beriman) dari wanita tersebut telah membayar maharnya, maka penguasa Islam harus mengembalikan mahar tersebut kepadanya."
Misalnya, jika istri salah seorang muslim mencari suaka kepada orang kafir, maka ia akan keluar dari ikatan suami istri dengan priamuslim tersebut. Dalam hal ini, orang kafir harus mengembalikan mahar yang telah dibayarkan oleh laki-laki muslim tersebut kepadanya. Jika mereka tidak melakukannya, maka kaum Muslimin harus memberikan sebagian rampasan perang yang mereka ambil dari orang-orang kafir itu kepada orang Muslim itu sebagai ganti kerugiannya.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik:
1. Istri tidak harus mengikuti suaminya dalam memilih agama. Ia harus mandiri dari keyakinan suaminya dan memilih sendiri keyakinannya.
2. Seorang pria atau wanita Muslim tidak dapat terus hidup bersama setelah pasangannya menjadi kafir. Mereka dipisahkan secara paksa satu sama lain dan tidak perlu bercerai atau meminta bercerai.
3. Ketika seorang wanita kafir masuk Islam, alasan dan cara dia berpindah agama harus diselidiki untuk memperjelas bahwa motifnya melakukan hal tersebut bukanlah sesuatu seperti spionase atau perselisihan dengan mantan suaminya atau ketertarikan pada seorang pria Muslim.
4. Menghormati hak-hak keuangan masyarakat tidak tergantung pada status Islam atau kekafiran mereka. Hak-hak masyarakat, baik Muslim maupun kafir, harus dilindungi dan dihormati secara adil.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (12) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ قَدْ يَئِسُوا مِنَ الْآَخِرَةِ كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُورِ (13)
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (60: 12)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (60: 13)
Menyusul ayat-ayat sebelumnya tentang status perempuan muhajirin, ayat-ayat ini berbicara tentang perempuan musyrik yang memeluk Islam pada masa penaklukan Mekah oleh umat Islam dan ingin bersumpah setia (baiat) kepada Rasulullah Saw. Syarat-syarat baiat perempuan yang disebutkan dalam ayat-ayat ini juga berlaku untuk baiat kaum pria, namun kondisi budaya pada masa jahiliyah sedemikian rupa sehingga hal-hal ini lebih banyak terjadi di kalangan perempuan dan harus dilawan dengan tegas.
Mencuri harta suami untuk dibawa ke rumah orang tuanya, perzinahan dan hubungan haram terutama saat suami tidak ada, aborsi terhadap bayi sah atau haram dan membesarkan bayi orang lain serta menisbatkannya kepada suaminya sendiri adalah beberapa di antara persoalan yang perlu diperketat oleh Rasulullah untuk membersihkan masyarakat dari polusi seksual dan finansial terkait mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Perempuan adalah makhluk yang mandiri, pemilih dan mempunyai hak pribadi atau organisasi. Oleh karena itu, perempuan mengambil keputusan dalam permasalahan politik dan sosial atas kemauannya sendiri, tidak bergantung pada laki-laki dan tidak tunduk pada suaminya. Seperti pada awal Islam, perempuan langsung berbicara kepada Nabi dan mengutarakan pendapatnya.
2. Keberadaan perempuan yang bersih dari kemungkaran memberikan dasar bagi kesehatan dan kebersihan masyarakat dari banyak kerusakan. Jika perempuan suci dan tidak memperlihatkan diri mereka kepada laki-laki yang penuh nafsu dengan menggoda, masyarakat akan dibersihkan dari sejumlah besar hubungan terlarang dan perselingkuhan pasangan. Hasilnya, banyak kerusakan sosial yang disebabkan oleh hubungan moral yang tidak terkendali dan tidak sehat dapat dihilangkan.
Surah al-Mumtahina 1-6
سورة الممتحنة
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (1) إِنْ يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ (2)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (60: 1)
Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. (60: 2)
Surat al-Mumtahina diturunkan di Madinah dan terdiri dari 13 ayat. Poin penting surat ini terkait larangan untuk bersahabat dengan musuh Tuhan, dan dalam hal ini Nabi Ibrahim as disebutkan sebagai teladan bagi mukminin.
Menurut sejarah, ketika Rasulullah Saw dan umat Muslim hidup di Mekah, mereka selalu dianiaya dan diganggu musyrikin supaya mereka meninggalkan agama Islam. Akhirnya Rasulullah Saw hijrah ke Madinah, dan muslimin kemudian menyusul beliau dan hijrah ke Madinah sehingga terbebas dari penyiksaan kaum musyrikin.
Setelah peristiwa hijrah tersebut, kaum musyrikin Mekah beberapa kali menyerang Madinah dan melancarkan konspirasi terhadap Rasulullah Saw, tapi mereka gagal meraih tujuannya yakni menghancurkan Islam dan umat Muslim. Pada tahun kedelapan Hijriah, Rasulullah Saw memutushkan untuk menaklukkan kota Mekah dan membebaskan kota ini dari keberadaan kaum musyrik. Kemudian beliau bersama umat muslim saat itu bergerak ke arah kota Mekah.
Salah satu muslim yang keluarga dan kerabatnya tinggal di Mekah, mengirim surat kepada mereka tengang rencana Nabi dan mengirimnya melalui seorang perempuan secara rahasia untuk disampaikan kepada musyrikin Mekah. Rasulullah Saw mendapat berita tersebut melalui Malaikat Jibril. Rasul kemudian memanggil orang yang menulis surat tersebut. Rasul juga mengirim sekelompok orang untuk menangkap perempuan pembawa surat. Akhirnya perempuan tersebut ditemukan dan suratnya disita.
Ayat ini mencela dan melarang perbuatan seperti ini yang dilakukan pelaku karena persahabatannya dengan musyrikin. Ia rela mengirim berita rahasia muslimin kepada mereka dan menyangka orang musyrik juga menyukai orang seperti ini. padahal mereka mengeluarkan kata-kata buruk terhadap muslimin, dan jika mereka berkuasa, pasti akan menganiaya dan menyiksa orang mukmin.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Dua kecintaan tidak bisa cocok dalam satu hati. Tidaklah mungkin mencintai Allah dan Nabi-Nya serta mencintai orang-orang yang bersekongkol melawan agama Allah.
2. Musuh agama memusuhi orang-orang mukmin karena imannya kepada Tuhan. Mereka menginginkan orang mukmin meninggalkan imannya kepada Tuhan, dan kafir seperti mereka.
3. Agama tidak berpisah dari politik. Dalam kebijakan luar negeri, menjalin hubungan atau memutus hubungan dengan negara lain harus didasarkan pada tolok ukur agama.
4. Menjalin hubungan persahabatan dengan musuh akan membuat manusia menerima akibat buruk, dan menyeretnya ke arah kekufuran dan kesesatan.
لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (3)
Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-sekali tiada bermanfaat bagimu pada Hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (60: 3)
Saat menjelaskan ayat sebelumnya, kami telah sebutkan bahwa sejumlah orang mukmin karena kerabat dan kaumnya tinggal di Mekah, ingin membagikan rahasia kaum muslim kepada mereka. Ayat ini lebih lanjut menyatakan, keluarga dan anak yang bukan kaum beriman, tidak dapat menyelamatkan kalian dari kemurkaan Tuhan di dunia. Sementara di akhirat mereka juga akan terpisah dari kalian dan masuk ke neraka. Oleh karena itu, jangan membuat diri kalian menjadi ahli neraka karena mereka.
Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Hubungan agama lebih penting dari hubungan keluarga. Kita harus berhati-hati supaya perasaan kita tidak mengalahkan keyakinan kita.
2. Kita harus memutus harapan kepada orang kafir, dan jangan menjadikan mereka sebagai sandaran, meski mereka adalah famili dan kerabat dekat kita.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (4) رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (5) لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (6)
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali". (60: 4)
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (60: 5)
Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji. (60: 6)
Salah satu metode pendidikan al-Quran adalah mengenalkan teladan yang benar. Para nabi ilahi selain bertanggung jawab menyampaikan risalah Tuhan kepada masyarakat, juga setiap tindakan dan perilakunya harus menjadi teladan yang pantas dan baik bagi masyarakat. Mereka harus menyampaikan risalah ilahi kepada masyarakat dengan penjelasan yang jelas dan mudah, serta mengamalkannya dalam setiap tindakan mereka.
Nabi Ibrahim as yang dikenal sebagai bapak seluruh agama besar ilahi seperti Yahudi, Kristen dan Islam, dalam ayat ini disebut sebagai teladan perlawanan dengan musuh Tuhan, dan berlepas diri dari mereka (musuh Tuhan). Ibrahim adalah teladan yang harus dijadikan teladan oleh orang-orang beriman pada masanya dan umat beriman pada periode sejarah berikutnya dan dijadikan teladan dalam kehidupan mereka.
Nabi Ibrahim as juga memberi janji kepada walinya (pengasuhnya), jika ia beriman maka Ibrahim akan memohonkan ampun kepada Tuhan, tapi karena ia menolak beriman, maka Ibrahim menyatakan berlepas diri (baraah) darinya.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Perkataan dan perbuatan para nabi hujjah bagi masyarakat. Mereka teladan nyata dan praktis bagi masyarakat, sehingga mereka menyadari apa yang diucapkan para nabi, juga dipraktekkan dalam perbuatannya.
2. Persahabatan dan permusuhan harus berdasarkan tolok ukur agama dan ilahi, bukan pada kesukaan dan ketidaksukaan serta selera pribadi.
3. Berlepas diri (baraah) dan kebencian terhadap kesyirikan dan musyrikin harus dinyatakan dengan ucapan, dan tidak cukup hanya dengan kebencian dalam hati.
Surat al-Hashr 20-24
لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ (20)
Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung. (59: 20)
Ayat ini melanjutkan pembahasan ayat sebelumnya dengan membandingkan nasib orang bertakwa dan kelompok yang lalai. Ayat ini menyatakan, Jangan hanya melihat kelompok mana yang telah mencapai keinginan duniawinya dan kelompok mana yang tersisih dari dunia; Sebaliknya, lihatlah akhir pekerjaan mereka, siapa di antara mereka yang masuk neraka pada hari kiamat dan siapa di antara mereka yang masuk surga!
Dari satu ayat ini terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Dalam memilih jalan kehidupan, jangan menganggap kematian sebagai akhir, sehingga kalian hanya berusaha meraih hal-hal duniawi, tapi lihatlah dunia sebagai ladang untuk akhirat, dan dengan menjaga takwa di dunia, kalian akan meraih surga di akhirat nanti.
2. Tidak ada jalan ketiga setelah kebenaran dan kebatilan. Oleh karena itu, nasib manusia adalah surga atau neraka, dan tidak ada tempat ketiga di hari kiamat.
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (21)
Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (59: 21)
Salah satu metode pendidikan al-Quran adalah menjelaskan masalah secara tidak langsung dan dalam bentuk perumpamaan. Al-Quran terkait berbagai masalah juga memanfaatkan metode ini. Ayat ini untuk menjelaskan kekuatan pengaruh al-Quran menggunakan perumpamaan bahwa jika kalam ilahi diturunkan di atas gunung yang keras dan kokoh, niscaya gunung tersebut akan terbelah dan hancur.
Namun firman Tuhan yang kuat ini tidak berpengaruh pada hati sebagian manusia, dan seakan-akan hati mereka lebih keras dari batu. Mereka cenderung membangkang dan mengingkari, ketimbang tunduk dihadapan Tuhan, serta melawan perintah-Nya. Dalam ayat 74 Surat al-Baqarah juga diisyaratkan masalah ini dan ditegaskan bahwa manusia seperti ini lebih rendah dari batu dan benda-benda padat.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Dalam pendidikan Islam, terkadang metode tidak langsung digunakan untuk mempengaruhi orang, seperti perumpamaan dan menceritakan beberapa kisah sejarah yang bersifat mendidik.
2. Sebagian manusia bukan hanya lebih rendah dari binatang, tapi juga lebih rendah dari benda-benda padat atau benda mati.
3. Di antara tanda kekerasan hati adalah tidak memikirkan firman Tuhan dan tidak menerima nasihat darinya.
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (22) هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (23) هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (24)
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (59: 22)
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (59: 23)
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (59: 24)
Ayat-ayat ini yang merupakan ayat terakhir Surat al-Hashr membahas sebagian sifat Tuhan. Allah adalah nama khusus Tuhan, di mana ketiga ayat ini dimulai dengan nama tersebut, serta kemudian disusul dengan penyebutan 15 sifat lain Tuhan. Pertama dan hal paling penting yang ditekankan ayat ini adalah tidak ada sekutu dan keesaan Tuhan dalam dzat dan sifat.
Tuhan adalah pencipta alam semesta dan melingkupi segala urusan dunia dan manusia yang tampak maupun yang tersembunyi. Rahmat-Nya pun luas dan meliputi segalanya. Dialah penguasa dan pemilik serta penguasa dunia; Dia suci dan terbebas dari segala cacat dan kebodohan; Dia tidak menindas siapa pun dan semua orang aman dari-Nya. Nama dan mengingat-Nya akan membuat aman dan tenang.
Dia mendominasi dan meliputi segala sesuatu; Dia tidak terkalahkan dan tidak ada yang bisa melawan-Nya. Kehendak-Nya menguasai dan menembus segalanya; Keagungan adalah hal yang layak bagi-Nya, dan Dia lebih tinggi dan lebih unggul dari segalanya; Dalam sifat-sifat ini, tidak ada padanannya.
Dialah pencipta yang menciptakan semua ciptaan-Nya dan merupakan perwujudan dari fenomena; Dalam menciptakan makhluk, Dia tidak meminta bantuan siapapun, juga tidak meniru siapapun dan dimanapun. Ia memiliki semua kebaikan dan kesempurnaan. Semua makhluk di alam semesta memberikan kesaksian akan hal ini dan menyucikan-Nya dari segala kekurangan dan cacat.
Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Ilmu dan rahmat Tuhan tidak ada batasnya, dan mencakup zahir dan batin segala sesuatu. Jika ilmu dan pengetahuan Tuhan membuat kita takut, maka rahmat-Nya memberikan harapan pengampunan kepada manusia.
2. Hanya ada satu Tuhan, yang merupakan penguasa absolut dunia dan memiliki kendali penuh atas seluruh dunia.
3. Pemerintahan dan kepemimpinan Allah jauh dari penindasan dan kekurangan apa pun, dan yang datang dari Allah adalah kesejahteraan, keselamatan dan kebaikan, bukan keburukan dan kerusakan.
4. Yang layak dimuliakan dan disucikan adalah yang memiliki segala kesempurnaan, bebas dari segala cacat, dan darinya tidak ada apa-apa selain keselamatan dan keamanan yang sampai kepada hamba-Nya.
Surat al-Hashr 14-19
لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ (14) كَمَثَلِ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَرِيبًا ذَاقُوا وَبَالَ أَمْرِهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (15)
Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (59: 14)
(Mereka adalah) seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih. (59: 15)
Dalam pembahasan sebelumnya dibicarakan mengenai konspirasi kaum Yahudi Madinah terhadap muslimin, serta kerja sama rahasia mereka dengan kaum munafikin. Ayat kali ini melanjutkan pembahasan tersebut dan menyatakan, "Musuh kalian di luarnya bersatu, tapi sejatinya tidak demikian, dan masing-masing mengejar kepentingannya sendiri; Hati mereka tidak bersatu, apalagi mereka juga memiliki konflik yang parah."
Kengerian dan ketakutan yang ditimpakan Allah ke dalam hati orang-orang Yahudi dari kalian, orang-orang yang beriman di Madinah, telah menyebabkan mereka tidak keluar dari balik tembok rumah dan istana mereka dan tidak muncul di medan perang secara langsung, sehingga dengan kehendak Tuhan kamu dapat mengalahkannya. Oleh karena itu, mereka merasakan pahitnya akibat mempercayai orang-orang munafik di dunia, dan azab yang berat menanti mereka di akhirat.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Jika orang mukmin melawan musuh agama dengan bertawakkal kepada Tuhan, maka Tuhan akan menempatkan ketakutan dan kengerian di hati musuh, sehingga mereka terpaksa mundur dan menyerah.
2. Aliansi palsu dan pura-pura berbagai kelompok tidak akan bertahan lama. Aliansi dan persatuan sejati didasarkan pada nilai-nilai ilahi dan kemanusiaan yang akan langgeng.
3. Masa lampau adalah penerang masa depan. Nasib umat terdahulu harus menjadi bahan pelajaran generasi mendatang.
كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (16) فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ (17)
Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam". (59: 16)
Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim. (59: 17)
Seperti dijelaskan dalam Surat al-Anfal ayat 48, di perang Badr yang merupakan konflik pertama antara Muslimin dan musyrikin, setan mendiktekan di hati orang musyrik bahwa jumlah orang muslim sedikit, dan kalian akan menang melawan mereka. Setan mendorong orang musyrik untuk berperang, tapi ketika menyaksikan kekuatan orang Muslim dalam pertempuran, setan mulai mundur dan meninggalkan orang musyrik.
Ayat ini juga membicarakan penipuan setan yang mendiktekan orang-orang yang tengah kesusahan dan kesulitan bahwa dia tidak ada hubungannya dengan Tuhan, maka tinggalkanlah Tuhan agar masalahmu terselesaikan. Namun ketika dia melupakan Tuhan, setan meninggalkannya sendirian dan membuatnya putus asa.
Orang-orang munafik juga menipu orang-orang Yahudi di Madinah seperti ini, dan merekan mengatakan kami mendukung kalian dan yakinlah bahwa kalian akan menang melawan muslimin. Tapi ketika konflik dengan muslimin, mereka membiarkan dan meninggalkan orang Yahudi. Mereka di dunia kalah dari orang mukmin, dan juga di hari kiamat akan mendapat siksa Tuhan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting dapat dipetik.
1. Kemunafikan akan membuat manusia memiliki sifat setan, senantiasa menipu orang lain dan melarikan diri dari pertempuran ketika orang lain terjebak di dalamnya.
2. Orang munafik menggunakan takut kepada Tuhan sebagai alasan untuk meninggalkan kerja sama dengan sahabat dan rekannya, serta tidak menolong mereka, dengan harapan dapat menyelamatkan diri saat berbahaya.
3. Bukan hanya setan yang membisikkan bujukannya di hati manusia, tapi orang munafik adalah setan dalam wujud manusia yang menipu orang lain dengan kata-kata manis.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (19)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (59: 18)
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (59: 19)
Di akhir ayat yang berkaitan dengan orang Yahudi dan munafik Madinah, al-Quran kepada orang mukmin mengatakan, kalian harus mengambil pelajaran dari nasib mereka, dan jangan melupakan Tuhan sehingga Tuhan akan meninggalkan kalian serta kalian melupakan nilai-nilai kemanusiaan kalian. Jika demikian, kalian akan terjebak di dunia dan hawa nafsunya, di mana akhirnya adalah kerusakan dan maksiat.
Oleh karena itu, perhatikan Tuhan dalam setiap saat. Hindari ketidaktaatan kepada Tuhan pada saat berbuat dosa dan ketahuilah bahwa Tuhan hadir dan mengawasi kalian. Setiap amal kebaikan yang kamu lakukan, ketahuilah bahwa Allah mengetahuinya dan menyimpannya untuk hari kiamat (kebangkitan kalian).
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran berharga yang dapat dipetik.
1. Keharusan dari iman adalah takwa. Tanpa takwa praktis, keyakinan saja tidak cukup.
2. Setiap orang harus memikirkan hari kebangkitannya, dan jangan hanya berharap ahli waris akan melakukan perbuatan baik untuknya.
3. Pikirkan dengan baik amal saleh yang kita persiapkan untuk akhirat kita.
4. Beriman akan ilmu dan pengetahuan Tuhan, serta kehadiran dan pengawasan-Nya adalah sumber takwa. Dan akan mendorong manusia untuk berbuat baik dan menghindari hal-hal yang tidak pantas.
5. Orang yang melupakan Tuhan sejatinya telah melupakan tujuan bijak Tuhan dalam menciptakan manusia. Dan siapa saja yang melupakan tujuan dari penciptaannya akan menjauh dari rasa kemanusiaannya. Manusia seperti ini telah mensia-siakan umur dan potensinya.
Surat al-Hashr 8-13
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (8) وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9) وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (10)
(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (59: 8)
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung (59: 9)
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (59: 10)
Dalam program sebelumnya dibahas mengenai ghanimah atau rampasan perang yang didapat muslimin tanpa perang, pertumpahan darah dan setelah musuh menyerah. Ayat kali ini menyatakan, rampasan perang ini bukan milik pejuang, karena mereka tidak menderita kerugian, tapi wewenangnya diserahkan kepada Rasulullah untuk membagikannya sesuai dengan prioritas.
Prioritas pertama adalah kelompok Muhajirin yang hidup di Mekah dan memiliki rumah di sana, dan karena hijrah ke Madinah, mereka kehilangan harta dan rumahnya, serta mereka kini tidak memiliki tempat tinggal dan hidup penuh kesulitan. Prioritas kedua adalah warga Madinah atau kelompok Ansar yang membutuhkan, meski mereka hidup kekurangan tapi tetap mendahulukan Muhajirin. Mereka memberi tampat saudaranya ini di rumah mereka dan menjamunya.
Prioritas kedua adalah mereka yang bukan dari Muhajirin atau Ansar, serta beriman setelah dua kelompok ini. Mereka dikenal sebagai Tabi'in. Berdasarkan ayat ini, Rasulullah Saw harus berpikir untuk mengentas kemiskinan dari masyarakat Islam, dan ia melakukan upaya yang diperlukan di jalan ini. Seluruh mukminin tanpa berharap para rampasan perang, juga harus memiliki kesiapan untuk membaginya kepada orang-orang miskin.
Dari tiga ayat tadi terdapat enam pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Tinggal di tanah air adalah hak alami setiap orang, dan pengusiran dari tanah air jelas menghapus hak alami manusia.
2. Orang miskin yang beriman berharap akan kemurahan Allah Swt dan tidak mengulurkan tangannya kepada orang lain, tapi kewajiban orang beriman adalah membantu mereka dan memberikan manfaat kepada mereka.
3. Mereka yang jujur dalam keimanannya adalah yang tidak henti-hentinya mendukung dan membantu agama Tuhan meski di tengah puncak kesulitan dan tekanan.
4. Mencintai orang beriman dan berkurban terhadap mereka merupakan salah satu ciri orang mukmin yang sejati.
5. Manjauhi tamak, hasud, kikir dan dengki termasuk kesempurnaan manusia dan faktor kebahagiaan mereka.
6. Tidak ada batasan negara, tanah, waktu, tempat, dan ras dalam persaudaraan umat beragama.
أَلَمْ تَر إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (11) لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ (12) لَأَنْتُمْ أَشَدُّ رَهْبَةً فِي صُدُورِهِمْ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (13)
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: "Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu". Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (59: 11)
Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (59: 12)
Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (59: 13)
Dalam ayat sebelumnya dijelaskan mengenai karakteristik tiga kelompok mukminin; Muhajirin, Ansar dan Tabi'in, serta ditekankan keikhlasan, kejujuran dan pengorbanan mereka. Ayat kali ini menyinggung kebalikan dari kelompok ini yang hidup di antara umat Muslim Madinah, serta mencitrakan dirinya sebagai orang beriman. Kelompok ini adalah kelompok munafik yang memiliki hubungan rahasia dengan Yahudi Madinah serta berkonspirasi melawan Rasulullah dan umat Islam.
Setelah pelanggaran perjanjian oleh orang Yahudi dan aksi mereka melawan keamanan umat Muslim, Rasulullah memerintahkan pengusiran mereka dari Madinah, tapi pemimpin orang munafik mengatakan kepada pembesar Yahudi, "Jangan keluar dari Madinah dan tetap tinggallah di kota ini, kami akan melindungi kalian, dan jika terjadi perang, maka kami akan bangkit membela kalian."
Namun dalam prakteknya, ketika orang Yahudi yang melanggar perjanjian dikepung muslimin, orang munafik masih merasa ketakutan dan tidak melakukan apa pun untuk mendukung orang Yahudi, oleh karena itu, mereka terpaksa menyerah dan keluar dari Madinah.
Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Menurut pandangan Islam, orang mukmin bersaudara, namun orang munafik mempunyai persahabatan dan persaudaraan dengan orang kafir dan musuh, dan ini merupakan salah satu cara membedakan mukmin dengan munafik.
2. Berbohong, menipu dan takut merupakan karakteristik orang munafik. Mereka dengan berbagai cara akan lari dari tempat-tempat berbahaya.
3. Kita tidak takut dengan perkataan orang-orang munafik yang menipu, mengecewakan dan menakutkan, namun dengan perkataan dan tindakan kita, kita harus menakut-nakuti mereka sedemikian rupa sehingga mereka meninggalkan panggung dan menghindari mengambil tindakan terhadap umat Islam.
4. Takut kepada masyarakat ketimbang takut kepada Tuhan adalah tanda-tanda lemahnya iman dan akar kemunafikan di hati serta jiwa manusia.
Surat al-Hashr 1-7
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (1) هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ (2)
Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (59: 1)
Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (59: 2)
Surat al-Hashr diturunkan di Madinah dan terdiri dari 24 ayat. Ayat-ayat Surat al-Hashr lebih banyak berbicara mengenai kerja sama orang-orang munafik dengan Yahudi Madinah untuk melancarkan konspirasi terhadap umat Muslim. Namun menurut ayat-ayat ini, rencana mereka gagal, dan mereka malah menuai kehinaan dan kekalahan.
Surat ini diawali dengan tasbih dan pujian kepada Tuhan, serta menekankan dua sifat Tuhan, agung dan murah hati (عزیز) dan bijaksana (حکیم), yang menunjukkan kemenangan kehendak Tuhan atas rencana musuh, sebagaimana disyaratkan oleh ilmu dan hikmah-Nya yang luas.
Berdasarkan bukti sejarah, ada tiga kabilah Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitaranya: Yahudi Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qainuqa. Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw menandatangani perjanjian damai dan tidak saling serang dengan mereka atau dikenal dengan Piagam Madinah. Namun setelah perang Badr dan Uhud, sejumlah dari orang Yahudi ini melancarkan konspirasi dan diam-diam menjalin perjanjian dengan orang Musyrik Mekah melawan umat Muslim, dan dalam kesempatan yang tepat, mereka akan memberi pukulan telak terhadap umat Muslim.
Rasulullah Saw mendapat wahyu yang dibawa Jibril dan mengetahui pelanggaran perjanjian oleh orang Yahudi. Kemudian Rasulullah memerintahkan muslimin untuk bersiap-siap melawan Yahudi Bani Nadhir. Kabilah Yahudi ini berlindung di benteng mereka di sekitar Madinah, tapi Muslimin mengepung benteng mereka. Suku Yahudi ini kemudian ketakutan dan akhirnya menyerah. Dengan demikian perang ini berakhir tanpa pertumpahan darah.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik:
1.Dunia yang diciptakan berdasarkan kekuasaan dan kebijaksanaan Tuhan, senantiasa mensucikan penciptanya dari segala kelemahan, ketidakmampuan dan kecacatan.
2. Jika kita adalah hamba Tuhan, maka pertolongan Tuhan akan diturunkan tepat waktu, dan konspirasi musuh akan dipatahkan.
3. Musuh yang melanggar janji harus dihadapi dengan tegas, supaya mereka tidak mengulang pelanggarannya, serta tidak menusuk muslimin dari belakang.
4. Dalam menghadapi musuh, jangan terkecoh dengan kekuatan, peralatan dan fasilitas materi mereka. Melangkahlah dengan iman kepada Tuhan dan bertawakallah dengan bantuan-Nya.
وَلَوْلَا أَنْ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَلَاءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ (3) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِّ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (4) مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ (5)
Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. (59: 3)
Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (59: 4)
Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. (59: 5)
Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini menyatakan, penyerahan Yahudi Bani Nadhir dan pengusiran mereka dari Madinah telah mencegah perang yang memicu kematian dan tawanan. Mereka selamat, tapi kekufuran mereka di hari kiamat akan tetap, karena mereka tetap memusuhi Rasulullah Saw, yang sejatinya mereka memusuhi Tuhan.
Dalam budaya Islam, penebangan pohon dan hutan dilarang, kecuali untuk hal-hal yang penting. Misalnya ada sebuah pohon yang menghalangi pergerakan para pejuang. Dalam hal ini, penebangan pohon harus dengan izin Rasulullah Saw atau sosok yang layak, serta dilakukan karena hal-hal urgen. Selama penaklukan benteng Yahudi, atas izin Rasulullah, sejumlah pohon kurma di sekitar benteng ditebang, supaya nyawa para prajurit dapat dilindungi dan terbuka peluang untuk menaklukkan benteng.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran berharga yang dapat dipetik:
1. Pengasingan dan pengusiran dari kota dan tempat tinggal adalah hukuman paling minim yang ditetapkan Islam bagi para konspirator dan penyebar fitnah.
2. Pengusiran sebuah kelompok Yahudi dari Madinah karena pelanggaran perjanjian dan penyebaran fitnah, bukan karena status Yahudi mereka.
3. Penebangan pohon hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat dan untuk hal-hal yang lebih penting serta urgen.
وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (6) مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (7)
Dan apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (59: 6)
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (59: 7)
Di ayat sebelumnya kita mengetahui bahwa Yahudi Madinah menyerah dan diusir dari kota ini tanpa perang dan pertumpahan darah. Sejumlah muslimin meminta pembagian harta dan tanah pertanian yang ditinggalkan kaum Yahudi ini sebagai rampasan perang dan dibagi diantara mereka, tapi Allah Swt dalam ayat ini berfirman, "Karena Muslimin tidak berperang, dan tidak mengeluarkan biaya atau menderita kerugian, maka mereka tidak memiliki hak terhadap harta benda kabilah Yahudi ini. oleh karena itu, yang berhak mengurus dan membagikan harta tersebut adalah Rasulullah Saw."
Menurut riwayat sejarah, Rasulullah Saw membagikan harta tersebut di antara kaum Muhajirin yang meninggalkan rumah dan harta mereka di Mekah, dan datang ke Madinah untuk membantu Rasulullah dengan tangan kosong, serta kepada kaum Ansar yang membutuhkan.
Kelanjutan ayat ini menyinggung prinsip umum dan menyatakan, perintah dan larangan Rasulullah Saw adalah hujjah bagi kalian, dan perbuatan kalian harus dilakukan berdasarkannya, baik itu dalam urusan agama, ekonomi, sosial atau urusan lainnya.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik:
1. Dengan tawakkal kepada Tuhan serta turunnya pertolongan ilahi dan menciptakan ketakutan di hati musuh, kemenangan dapat diraih tanpa perang dan pertumpahan darah.
2. Musuh yang meninggalkan rumah dan harta bendanya, serta keluar dari negara muslim, maka harta mereka harus diserahkan kepada pemimpin agama sehingga harta tersebut dibagi sesuai dengan maslahat dan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
3. Sistem ekonomi Islam menekankan pada penyesuaian kekayaan dan distribusinya yang adil sehingga kekayaan tidak terkonsentrasi di tangan sekelompok orang tertentu dalam masyarakat.
4. Perintah dan larangan Rasulullah dan sunnah serta sirah beliau adalah hujjah, dan tidak ada bedanya dengan perintah Tuhan di al-Quran.
Surat al-Mujadila 18-22
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَمَا يَحْلِفُونَ لَكُمْ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ عَلَى شَيْءٍ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُونَ (18) اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ (19)
(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan musyrikin) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. (58: 18)
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi. (58: 19)
Pada pembahasan sebelumnya kita telah mengkaji salah satu karakteristik orang munafik, yaitu mereka menyalahgunakan kesucian agama seperti bersumpah atas nama Tuhan. Al-Quran dalam ayat ini menyatakan bahwa sumpah palsu bukan saja di dunia, bahkan di akhirat juga menjadi metode mereka.
Orang munafik menyangka bahwa di hari Kiamat mereka dapat menyelamatkan diri dari pengadilan ilahi dengan bersumpah palsu, oleh karena itu mereka berusaha mengingkari perbuatan dosanya dengan mengucapkan sumpah. Sejatinya mereka menganggap memiliki kekuatan yang mampu menipu Tuhan, dan ini adalah puncak dari kebodohan dan kedunguan.
Lebih lanjut al-Quran mengungkapkan, masalah utama orang munafik adalah setan menguasai mereka, dan mereka juga menerimanya. Jelas tempat di mana setan bersarang, maka tidak ada tempat bagi Tuhan dan mengingat-Nya. Hasilnya adalah orang munafik mencapai titik di mana mereka menjadi anggota kelompok setan dan mempertimbangkan untuk mengikutinya daripada mengikuti Tuhan sebagai nilai bagi diri mereka sendiri.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran berharga yang dapat dipetik.
1. Siapa saja yang mengikuti setan pasti rugi. Kerugian ini baik di dunia dan juga di akhirat, tapi di akhirat kerugiannya lebih nyata dan lebih besar.
2. Jika berbohong menjadi sebuah kebiasaan manusia, maka di hari Kiamat ia akan berani berbohong kepada Tuhan dan menganggapnya sebagai sebuah kecerdikan.
3. Kerugian sejati adalah mengikuti setan yang menghancurkan kemanusiaan manusia, bukan kerugian harta benda.
إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ فِي الْأَذَلِّينَ (20) كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ (21)
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina. (58: 20)
Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (58: 21)
Dalam ayat sebelumnya telah dibahas mengenai kesombongan dan rasa superioritas orang munafik terhadap orang beriman, dan ayat ini menyatakan, dihadapan Tuhan orang seperti ini adalah orang paling hina, dan mereka tidak akan pernah mampu mengalahkan kekuasaan Tuhan.
Kemenangan pengikut agama ilahi terhadap aliran sesat dan palsu memiliki dua aspek: Salah satunya adalah jika para nabi dibantu oleh orang mukmin, maka kemenangan ini akan terealisasi. Yang lainnya adalah aspek intelektual dan logis. Dari sudut pandang ini, kebenaran selalu menang atas kebatilan, dan kemenangan ini terus meluas.
Menurut ayat ini dan ayat-ayat al-Quran lainnya, salah satu janji pasti Tuhan dalam al-Quran adalah kemenangan final kebenaran atas kebatilan dan kemenangan ajaran para nabi terhadap aliran manusia yang berujung pada kekalahan dan kehinaan front kebatilan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran berharga yang dapat dipetik.
1. Akibat kemunafikan dan bermuka dua dalam urusan agama adalah terperosok ke dalam lembah kekafiran dan mengingkari perintah dan ajaran Allah dan Rasul.
2. Melawan kebenaran akan membuat ahli kebatilan hina.
3. Janji ilahi terkait kemenangan final kebenaran atas kebatilan sampai saat ini belum terealisasi. Menurut riwayat dari Rasulullah, janji ini akan terwujud saat kemunculan Imam Mahdi as.
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (22)
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (58: 22)
Ini ayat terakhir Surat al-Mujadila dan mengisyaratkan sebuah prinsip umum, serta menyatakan, cinta kepada Allah dan wali Allah tidak dapat berdampingan dalam satu hati dengan cinta kepada musuh agama Tuhan. Dan jika seseorang mengatakan bahwa ia beriman kepada Tuhan dan rasul-Nya, tapi dalam hatinya juga ada rasa cinta kepada kerabat dan teman-teman yang memusuhi agama Tuhan, maka ia bukan mukmin sejati.
Wajar jika seseorang karena Tuhan menyatakan berlepas diri dari sebagian kerabatnya yang menjadi musuh Tuhan dan memperioritaskan agama dari perasaan kekeluargaan, mendapat keridhaan dan dukungan Tuhan, serta ia terus meraih bantuan ilahi.
Orang-orang munafik yang menyatakan keimanan mereka dengan lidah mereka, tapi dihatinya mencintai musuh Tuhan, dalam ayat ke-19 surat ini dinyatakan sebagai anggota kelompok setan. Ayat terakhir Surat al-Mujadila ini menyatakan orang mukmin yang berlepas diri dari musuh Tuhan sebagai anggota kelompok Tuhan (Hizbullah), dan memberi janji kemenangan atas musuh.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga pelajaran berharga yang dapat dipetik.
1. Syarat dari iman sejati adalah mencintai orang-orang beriman dan berlepas diri dari musuh Tuhan. Seperti Nabi Ibrahim as yang berlepas diri dari pamannya yang kafir.
2. Dalam satu hati, tidak ada tempat untuk dua rasa cinta, dan Tuhan tidak memberikan dua hati kepada manusia sehingga dua kecintaan yang saling bertentangan dapat eksis. Oleh karena itu, kecintaan kepada Tuhan tidak dapat digabungkan dengan kecintaan terhadap musuh agama Tuhan.
3. Dalam agama Islam, ikatan iman dan agama didahulukan dari ikatan keluarga, etnis dan bahkan ikatan nasional serta tanah air.
Surat al-Mujadila 12-17
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً ذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمْ وَأَطْهَرُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (12) أَأَشْفَقْتُمْ أَنْ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا وَتَابَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (13)
Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (58: 12)
Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (58: 13)
Pembahasan sebelumnya mengenai keburukan berbisik-bisik. Ayat ini menyatakan, "Beberapa orang biasa berbisik kepada Nabi di hadapan orang lain. Hal ini membuat Nabi dan orang lain yang hadir di tengah keramaian tidak nyaman. Oleh karena itu, Allah memerintahkan siapa pun yang memiliki hal penting yang harus berbicara secara pribadi dengan Nabi, harus bersedekah kepada orang miskin sebelum itu."
Perintah ini sangat cepat efektif sehingga orang yang tidak memiliki sesuatu yang penting tidak akan mengambil waktu Nabi dan tidak akan mengganggunya. Tentu saja perintah ini juga membantu orang-orang miskin.
Kelanjutan ayat ini menunjukkan bahwa rencana ini efektif. Selanjutnya tidak ada yang mengganggu Nabi dan meminta hal yang tidak masuk akal. Tentu saja berdasarkan riwayat, orang yang mengamalkan perintah ini adalah Ali bin Abi Thalib as yang memberikan sedekah dan infak sebelum bertemu dengan Rasulullah Saw, dan kemudian berbicara secara pribadi dengan Nabi.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran berharga yang dapat dipetik.
1. Islam memanfaatkan berbagai jalan dan metode untuk mengentas kemiskinan dan membantu lapisan masyarakat yang membutuhkan, dan dengan berbagai alasan merekomendasikan sedekah.
2. Sedekah memiliki dua sisi: Salah satunya adalah berbuat baik dan membantu orang yang membutuhkan, dan yang kedua, membersihkan ruh orang kaya dari kekikiran dan ketergantungan kepada dunia.
3. Hukum Islam disesuaikan dengan kemampuan finansial dan fisik seseorang, serta tidak pernah membuat kesulitan bagi mereka.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ تَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مَا هُمْ مِنْكُمْ وَلَا مِنْهُمْ وَيَحْلِفُونَ عَلَى الْكَذِبِ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (14) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (15)
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. (58: 14)
Allah telah menyediakan bagi mereka azab yang sangat keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (58: 15)
Ayat ini mengisyaratkan salah satu karakteristik orang munafik, yakni hubungan rahasia mereka dengan musuh. Ayat ini menyatakan, "Orang muslim harus waspada terhadap orang-orang yang menggulirkan persahabatan dengan musuh, dan dengan sumpah mereka menekankan bahwa persahabatan ini dan kunjungan tersebut bukan berarti memisahkan diri dari barisan umat Islam, tetapi untuk selamat dari bahaya musuh.
Wajar bahwa semangat seperti ini membuat bukan saja muslim tidak percaya kepada orang munafik, bahkan musuh juga tidak menganggapnya bagian dari dirinya sehingga mengungkapkan rahasia serta rencana tersembunyinya kepada orang munafik ini.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran berharga yang dapat dipetik.
1. Munafikin senantiasa menyalahgunakan sakralitas dan kesucian. Oleh karena itu penting untuk mengenal karakteristik mereka dan penyalahgunaannya terhadap kesucian agama untuk menipu masyarakat.
2. Hubungan politik dan ekonomi dengan non-muslim tidak boleh membuat orang muslim dikuasai mereka.
اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ (16) لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (17)
Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Allah; karena itu mereka mendapat azab yang menghinakan. (58: 16)
Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikitpun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka, dan mereka kekal di dalamnya. (58: 17)
Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini menekankan penyalahgunaan orang munafik terhadap kesucian agama, dan menyatakan, "Mereka berusaha menampilkan diri mereka dengan penampilan yang religius dan dapat diterima oleh orang-orang beriman, dan selama percakapan, mereka berbicara tentang agama dan Tuhan sedemikian rupa sehingga orang beriman mempercayai mereka sebagai orang yang saleh dan beriman."
Faktanya, untuk menghalangi manusia dari jalan Tuhan, di satu sisi, orang-orang munafik menyalahgunakan nama Tuhan, agama, dan sumpah untuk hal-hal yang suci, dan di sisi lain, mereka menggunakan harta, tenaga, dan fasilitas untuk mencapai kepentingan duniawi dan tujuan jahat mereka, sementara tidak ada yang berguna bagi mereka di hari kiamat.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran berharga yang dapat dipetik.
1. Menggunakan agama untuk melawan agama adalah metode orang munafik. Dengan berpura-pura berpenampilan religius, mereka melalui ucapan dan perilaku berusaha menghalangi masyarakat dari jalan Tuhan.
2. Orang munafik menganggap dirinya cerdik, padahal mereka terhina di dunia dan akhirat adalah hasil dari kemunafikan dan bermuka dua mereka dengan masyarakat.
3. Kekayaan dan kekuasaan mungkin saja berguna di dunia, tapi keduanya tidak akan berguna di akhirat.
Surat al-Mujadila 7-11
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (7) أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نُهُوا عَنِ النَّجْوَى ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَيَتَنَاجَوْنَ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَةِ الرَّسُولِ وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ لَوْلَا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا نَقُولُ حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمَصِيرُ (8)
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (58: 7)
Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri: "Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?" Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (58: 8)
Sebagian besar ayat yang akan kita bahas hari ini terkait dengan berbisik-bisik yang biasanya terjadi di kalangan keluarga atau sahabat. Ketika dua atau beberapa orang berkumpul, dan mereka berbicara pelan-pelan sehingga orang lain tidak mendengarnya.
Dalam budaya Islam, hal ini dinilai sebagai perbuatan tidak terpuji dan Allah Swt melarangnya, karena biasanya berbisik-bisik di tengah kumpulan akan menarik prasangka orang lain. Tentu saja, dalam beberapa kasus, berbisik adalah tentang hal-hal buruk yang ingin dilakukan orang jauh dari pandangan orang lain sehingga tidak ada yang tahu tentang kesalahan mereka.
Al-Quran terkait hal ini mengatakan, "Jangan kalian sangka jika kalian berbisik-bisik, Tuhan tidak mendengar perkataan kalian dan juga tidak mengetahui pekerjaan serta keputusan kalian. Karena pengetahuan Tuhan meliputi segala sesuatu dan tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari-Nya.
Ketika Rasulullah Saw berada di Madinah, kaum munafikin menyatakan keislaman mereka dengan lisan, tapi dalam hatinya, mereka menolak. Mereka mencari muka ketika bertemu dengan Rasulullah Saw dan menyanjung beliau dengan berlebihan. Tapi ketika berada di kalangan mereka sendiri, mereka berbicara menentang Rasulullah dan mengambil keputusan yang bertentangan dengan perintah beliau.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1.Semuanya sama di hadapan Tuhan: Bumi dan langit yang megah, perkataan rahasia dan terang-terangan, semua amal perbuatan manusia dan hal-hal kecil dan besar.
2.Tuhan tidak memiliki tempat dan waktu, tapi mengetahui semua urusan tempat dan waktu, dan pengetahuan-Nya mencakup seluruh alam semesta.
3.Tuhan mengawasi setiap perilaku dan perkataan kita, dan mengetahui secara detail perbuatan kita. Nanti di hari Kiamat kita akan menerima hukuman dan pahala sesuai dengan pengetahuan Tuhan ini.
4.Sanjungan adalah salah satu tanda kemunafikan. Kita tidak boleh mempercayai pemuliaan dan pujian apa pun yang mungkin menipu kita.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلَا تَتَنَاجَوْا بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَةِ الرَّسُولِ وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (9) إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (10)
Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan. (58: 9)
Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal. (58: 10)
Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini masih membahas tentang berbisik, dan menyatakan, berbisik-bisik adalah perbuatan setan, karena tanda dari ketidakpercayaan pembisik kepada mereka yang hadir di perkumpulan, dan akan memicu prasangka orang lain terhadap pembisik tersebut. Tak diragukan lagi ini adalah perbuatan setan untuk menciptakan permusuhan di antara orang-orang mukmin.
Di sebagian kasus, berbisik dan tidak mengeraskan ucapan juga dianjurkan. Misalnya berbisik mengenai perbuatan baik dan membantu orang yang membutuhkan adalah perbuatan baik. Di satu sisi, untuk menjaga nama baik orang yang membutuhkan agar lebih sedikit orang yang mengetahui masalah ini, dan di sisi lain, agar para pelaku kebaikan menghindari kemunafikan dan lebih sedikit mengungkapkan namanya.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran berharga yang dapat dipetik.
1. Dalam prinsipnya, berbisik-bisik adalah haram dan dilarang, kecuali untuk hal-hal yang penting seperti menjaga nama baik orang mukmin atau maslahat keluarga, atau ada maslahat yang lebih penting.
2. Terkadang memberi petunjuk dan nasihat kepada orang lain, atau memperingatkan mereka atas perbuatan buruk lebih efektif dilakukan secara rahasia dan jauh dari pandangan orang lain.
3. Setiap ucapan atau perbuatan yang membuat orang lain ketakutan dan sedih adalah dari setan, dan tidak selaras dengan spirit keimanan.
4. Orang beriman bertawakkal kepada Tuhan dalam menghadapi konspirasi rahasia musuh, dan mereka meyakini bahwa selama Tuhan menghendaki, musuh tidak akan dapat merugikan mereka.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (11)
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (58: 11)
Ayat ini merujuk salah satu adab dan sopan santun dalam sebuah majlis dan pertemuan, serta menyatakan, "Ketika seseorang memasuki majlis, maka berikan jalan dan tempat kepadanya. Hal ini akan menciptakan kasih sayang di antara kalian dan memperkuat hubungan persahabatan, berbeda dengan berbisik-bisik di majlis (pertemuan) yang memicu prasangka buruk dan ketidakpedulian.
Lebih lanjut ayat ini menyatakan, jika berdiri untuk memberi penghormatan kepada orang yang baru masuk itu diperlukan, maka berdirilah kalian, bukannya kalian tetap duduk dan hanya memikirkan kenyamanan dan kesenangan diri kalian sendiri. Jika kalian berdiri dan memberi tempat kepada orang lain, Tuhan juga akan melapangkan hidup kalian.
Tentunya jika seseorang yang baru masuk adalah ulama dan orang berilmu, penghormatan ini harus dilakukan sehingga keutamaannya akan disadari orang lain, dan posisi ilmiahnya akan dihormati oleh mereka yang hadir di majlis.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Menjaga sopan santun dan tata krama sosial dan menghormati orang lain dalam duduk dan bangun adalah esensi iman kepada Tuhan dan Islam telah menekankannya.
2. Di urusan sosial dan tempat umum, kita tidak boleh monopoli, dan mencegah orang lain menikmati fasilitas tersebut.
3. Mempermudah urusan dan kehidupan orang lain, akan membuat Tuhan melapangkan kehidupan duniawi dan ukhrawi manusia.
4. Dalam masyarakat Islam, orang berilmu dan beriman akan diberi posisi tinggi.
Surat al-Mujadila 1-6
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (1) الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (2)
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (58: 1)
Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (58: 2)
Pada pertemuan hari ini kita akan membahas tafsir Surat al-Mujadila. Surat ini diturunkan di Madinah dan terdiri dari 22 ayat. Mayoritas ayat surat ini berbicara mengenai urusan keluarga dan hubungan sosial. Nama surat ini diambil dari ayat pertama terkait dialog antara seorang perempuan dan Rasulullah Saw.
Salah satu tradisi kaum Arab sebelum Islam adalah ketika seorang suami marah atas istrinya, ia mengatakan kepadanya, Kamu seperti ibuku bagiku. Dengan perkataan ini, ia menceraikan istrinya dengan cara yang tidak tepat. Metode ini membuat perempuan yang ditalak tidak dapat menikah dengan pria lain, dan juga tidak dapat melanjutkan hidup bersama dengan suami sebelumnya. Talak seperti ini dikenal dengan nama talak zihar.
Di zaman awal Islam, salah satu laki-laki Madinah ketika marah berbicara seperti ini kepada istrinya, tak lama kemudian ia menyesal atas perkataannya tersebut. Istrinya mendatangi Rasulullah Saw untuk menyelesaikan masalah, dan berdialog dan berdebat dengan beliau. Rasul kemudian berkata kepadanya, selama belum ada hukum dari Tuhan, kamu tetap menjadi istri dan mahramnya.
Ia mencari perlindungan kepada Tuhan untuk menyelesaikan masalah dan memuliakan Tuhan. Tidak butuh waktu lama sebelum ayat-ayat ini diturunkan dan menyatakan, "Membandingkan seorang istri dengan seorang ibu adalah perumpamaan palsu yang diungkapkan untuk tujuan yang salah, dan Tuhan tidak menerima hal seperti itu. Dengan demikian, Islam melarang jenis perceraian ini dan tidak mengakuinya sebagai salah satu jenis perceraian."
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik:
1. Rasul dan utusan Tuhan berada di tengah masyarakat dan dalam akses mereka. Oleh karena itu, pria dan wanita merujuk kepada Rasul untuk menyelesaikan masalah kehidupan mereka.
2. Di masa jahiliyah, sejumlah tradisi dan adat istiadat masyarakat terkait perempuan adalah zalim, dan Islam memberikan solusi yang tepat bagi masalah ini.
3. Allah Swt Maha Mengetahui hubungan keluarga dan sosial manusia, dan menerapkan hukum dan berdasarkan itu, Allah menetapkan hukum yang adil.
4. Pria dan wanita tidak boleh merusak hubungan keluarga dengan saling menuding atau mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan.
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (4)
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (58: 3)
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (58: 4)
Melanjutkan ayat sebelumnya mengenai talak Zihar, ayat ini mengatakan, "Dengan mengatakan kalimat ini, tidak akan terjadi talak dan perpisahan antara suami-istri, dan metode talak adalah yang dijelaskan oleh Islam. Namun ada seorang suami yang mengatakan kalimat ini kepada istrinya dan ia benar-benar menginginkan talak, maka ia harus dihukum sehingga orang lain tidak akan mengulanginya dan menjadi pelajaran bagi yang lain."
Hukuman bagi orang seperti ini adalah ia harus membeli seorang budak dan membebaskannya karena Tuhan. Jika ia tidak mampu, maka harus berpuasa selama 60 hari. Jika ia tidak memiliki kemampuan untuk berpuasa karana fisiknya lemah, maka setidaknya ia harus memberi makan 60 orang miskin. Setelah ia melakukan salah satu hukuman tersebut, ia dapat berkumpul kembali dengan istrinya dan melanjutkan kehidupan normal suami-istri.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik:
1. Islam memerangi tradisi keliru yang menzalimi perempuan dan telah menetapkan hukuman atau denda bagi suami yang telah melakukan penindasan tersebut terhadap istri mereka.
2. Ucapan dan kata-kata memiliki tanggung jawab, serta tidak semua pembicaraan keliru dapat dikatakan kepada istri.
3. Islam memanfaatkan setiap sarana untuk membebaskan budak, sehingga fenomena ini secara bertahap akan terhapus.
4. Denda harus beragam dan bertingkat serta harus sesuai dan serasi dengan kondisi fisik dan keuangan para pelanggar.
إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ كُبِتُوا كَمَا كُبِتَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَقَدْ أَنْزَلْنَا آَيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ (5) يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (6)
Sesungguhnya orang-orang yang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti nyata. Dan bagi orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan. (58: 5)
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (58: 6)
Melanjutkan ayat sebelumnya yang berbicara mengenai hukuman duniawi terhadap tradisi keliru jahiliyah dan bertentangan dengan hukum ilahi, ayat ini mengisyaratkan hukuman ukrawi pelanggaran terhadap ketentuan ilahi, serta menyatakan, melawan dan menentang hukum serta ajaran ilahi akan berujung pada kekufuran, serta memiliki dampak buruk di dunia, karena sama halnya dengan mengabaikan ayat-ayat jelas ilahi.
Namun hukuman utama berkaitan dengan hari kiamat ketika Tuhan mengingatkan pekerjaan buruk manusia yang telah mereka lupakan. Hal ini membuat mereka terhina dan mendapat azab pedih.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Setelah bukti sempurna dan ajaran serta perintah Tuhan jelas, segala bentuk penentangan terhadapnya akan berakibat buruk bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
2. Melawan para nabi berarti melawan Tuhan, dan Tuhan akan memberi mereka hukuman yang keras dan menghinakan.
3. Pada hari kiamat, para terdakwa dijelaskan dakwaannya sehingga ia akan menyadari apa kesalahan dan hukumannya. Kemudian ia akan dihukum karena kesalahannya tersebut.



























