
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 154-156
Ayat ke 154
Artinya:
Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya. (7: 154)
Dalam ayat-ayat sebelumnya, telah disinggung ketika Musa as kembali dari bukit Thur, beliau menyaksikan kaumnya sedang sibuk melakukan penyembahan patung anak sapi. Saking marahnya menyaksikan perbuatan mereka, beliau melemparkan lempengan-lempengan Taurat yang diterimanya dari Tuhan, lalu mencela perbuatan mereka. Ayat ini menyebutkan, Nabi Musa as menenangkan diri, dan sewaktu beliau berhasil meredakan amarahnya, beliau segera mengambil kembali lempengan-lempengan Taurat itu, dan pergi menuju kaumnya. Beliau kemudian menjelaskan hukum-hukum dan pengetahuan yang ada padanya kepada masyarakat. Sebab, sama seperti kitab-kitab samawi lainnya, Taurat adalah sumber petunjuk dan rahmat. Hanya mereka yang beriman kepada Allah dan tidak menentangnya, yang dapat memanfaatkan kitab petunjuk dan rahmat ini.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Takut kepada Allah dapat membuka pintu-pintu rahmat bagi manusia.
2. Tidak ada yang harus ditakuti dan diagungkan selain dari Allah Swt.
Ayat ke 155
Artinya:
Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya". (7: 155)
Dengan semua mukjizat yang ditunjukkan Nabi Musa as kepada umatnya, tapi kebanyakan mereka justru malah meminta agar dapat melihat Allah atau mendengar suara Tuhan. Karena itu Nabi Musa as memilih 70 orang di antara umatnya dan mengajak mereka naik bukit Thur untuk menyaksikan kemuliaan Allah di bukit itu. Setelah mendengar suara panggilan dari Tuhan, mereka meminta kepada Nabi Musa supaya beliau memohon kepada Allah Swt agar menampakkan diri. Maka saat itu bukit tersebut langsung bergetar dan mereka semua mati karena dicekam ketakutan.
Peristiwa ini amat menyakitkan bagi Nabi Musa as. Beliau termenung memikirkan apa yang mesti dikatakannya ketika kembali kepada kaumnya, saat mereka menyaksikan bahwa 70 pemuka Bani Israil yang pergi ke bukit Thur bersama Musa, semuanya telah binasa. Karena itu dengan kekuasaan-Nya, Allah menghidupkan mereka kembali, sehingga mereka dapat kembali kepada Bani Israil. Peristiwa ini terjadi setelah para pemuka bani Israil itu menyampaikan permohonan yang tidak pada tempatnya, yaitu keinginan melihat Allah. Peristiwa ini sekaligus menjadi cobaan Ilahi, yang karenanya satu kelompok akan mendapat petunjuk dan kelompok yang akan tersesat.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para Nabi Ilahi memperlakukan kaumnya layaknya manusia biasa tanpa menyertakan ilmu gaib. Karena itu orang-orang yang dipilih oleh Musa as ternyata orang-orang yang tidak sepantasnya mendapat kehormatan miqat di bukit Thur.
2. Berbagai ujian, musibah dan becana, merupakan ujian Allah untuk memisahkan orang-orang yang baik dari yang tidak baik.
Ayat ke 156
Artinya:
Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami". (7: 156)
Pada pelajaran yang lalu, kami telah singgung kemarahan Nabi Musa as terhadap beberapa orang dari kaumnya, yang menyampaikan permintaan yang tidak wajar yaitu melihat Allah. Akibatnya mereka ditimpa kemurkaan Allah. Nabi Musa lalu memohon ampunan bagi mereka. Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, dimana Nabi Musa as berdoa kepada Allah agar mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Dalam menjawab permohonan Nabi Musa untuk mengampuni orang-orang yang berdosa itu, Allah Swt berfirman, rahmat Allah mencakup dan meliputi segala sesuatu. Namun syarat untuk mendapatkannya haruslah dengan iman dan ketakwaan, serta memperhatikan orang-orang lemah dan fakir miskin. Karena itu, apabila sifat-sifat tersebut tidak dimiliki oleh seseorang, maka dia akan dijauhkan dari rahmat Allah, dan akan mendapatkan azab dan siksa-Nya.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa sewaktu ayat ini turun, setan merasa senang dan mengatakan, "Aku juga termasuk yang mendapatkan rahmat Allah, karena Allah mengatakan bahwa rahmat-Nya meliputi segala sesuatu." Padahal sebenarnya untuk mendapatkan rahmat Allah yang luas ini ada syaratnya, yaitu; iman dan ketakwaan, sementara setan dan para pengikutnya tidak memiliki iman dan ketawaan tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Selayaknya kita meneladani para nabi dalam berdoa. Para nabi dalam doa mereka memohon kebaikan dunia dan akhirat, serta tidak merasa cukup dengan kebaikan salah satunya.
2. Rahmat Allah melampaui kemurkaan-Nya. Karena itu para pendosa akan mendapatkan ampunan Allah bila mereka taubat dan kembali kepada Allah, sehingga mereka terbebas dari azab Ilahi karena dapat jangkauan rahmat Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 150-153
Ayat ke 150
Artinya:
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim" (7: 150)
Pada pembahasan ayat sebelumnya telah dijelaskan bahwa Bani Israil berpaling dari ajaran Ilahi dikarenakan selama empat puluh hari ditinggal nabi mereka Musa as bermunajat dan melakukan miqat (pertemuan) dengan Tuhan. Mereka menyembah patung anak sapi yang dibuat oleh Samiri. Mereka tidak menggubris nasehat dan peringatan yang diberikan Nabi Harun as yang oleh Musa ditunjuk untuk memimpin umat menggantikan beliau.
Ayat ini menyebutkan bahwa setelah tiba kembali di tengah kaumnya dan menyaksikan penyelewengan dan penyembahan patung anak sapi oleh Bani Israil, Nabi Musa marah besar dan sangat menyesalkan ketipisan iman kaumnya. Kepada kaumnya, Musa mengatakan, "Hai kaumku, alangkah buruk perbuatan penyelewengan yang kalian lakukan. Mengapa kalian tidak bersabar menungguku yang kini datang dengan membawa petunjuk dan hukum-hukum dari Tuhan."
Sebagai bentuk memuncaknya amarah Musa, Nabi pilihan Allah itu terkesan menyalahkan saudaranya, Harun. Harun dalam membela diri menyatakan bahwa umat tidak mengindahkan nasehatnya dan menganggapnya sebagai orang lemah yang tidak perlu digubris kata-kata dan nasehatnya. Lebih dari itu, mereka juga mencoba membunuh Harun as.
Ungkapan yang disampaikan Nabi Harun as dalam ayat ini juga pernah diucapkan oleh Imam Ali as. Setelah menyaksikan bahwa umat tidak mempedulikan imamah dan kepemimpinan yang oleh Rasul telah ditetapkan untuk Imam Ali as, di pusara Rasulullah Saw, beliau mengulang kata-kata Nabi Harun, "Sesungguhnya kaum ini menganggapku lemah dan hampir membunuhku,"
Dari ayat tadi terdapat dua belas poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menghadapi penyelewengan pemikiran, kita harus menunjukkan sikap tegas seperti yang ditunjukkan Nabi Musa menyaksikan penyelewengan umat.
2. Kemurkaan para wali Allah adalah karena kasih sayang mereka yang dalam kepada umat.
3. Problema yang dihadapi oleh setiap revolusi dan gerakan reformasi adalah penyelewengan dan pengkhianatan.
4. Dalam tatanan sebuah masyarakat yang buruk dan rusak, terkadang upaya para nabi tidak membuahkan hasil. Seperti upaya pencegahan yang dilakukan oleh Nabi Harun as.
5. Dalam setiap urusan kita tidak boleh mendahului keputusan dan titah Ilahi.
6. Setiap kali prinsip-prinsip agama terancam bahaya, cabang-cabang agama harus ditinggalkan. Ketika Nabi Musa as menyaksikan syirik dan penyembahan patung anak sapi, beliau menyampakkan lempengan berisi taurat, lalu terjun langsung menangani masalah pokok agama yang tak lain adalah tauhid.
7. Untuk menciptakan kejutan di tengah kaum yang menyeleweng, harus ada tindakan yang mendasar. Dalam hal ini, Nabi Musa menarik kepala saudaranya, Harun as untuk menciptakan kejutan tersebut.
8. Dalam menghadapi orang yang sedang marah kita harus bersikap lemah lembut. Kepada Nabi Musa, Harun menyebutnya dengan kata-kata, "Wahai anak ibuku."
9. Bani Israil yang tertindas di bawah kekuasaan Fir'aun, setelah terbebas malah menindas salah satu pemimpin mereka.
10. Dekandensi moral, penyimpangan dan kecintaan kepada dunia dapat menyeret manusia kepada perbuatan dosa yang sangat besar seperti membunuh para nabi.
11. Dalam menasehati jangan sampai merendahkan seseorang, sehingga musuh bisa menyalahgunakan.
12. Sikap bungkam terhadap penyimpangan dapat membuat manusia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berbuat zalim. Dengan kata-katanya Nabi Harun menegaskan bahwa beliau tidak bungkam menghadapi penyimpangan karena itu beliau tidak termasuk ke dalam golongan kaum zalim.
Ayat ke 151
Artinya:
Musa berdoa: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang". (7: 151)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa setelah kemarahan Musa as reda, beliau memohon ampunan untuk dirinya dan saudaranya. Tindakan Nabi Musa ini adalah sebagai balasan atas sikap lemah lembut yang ditunjukkan Harun dengan menyebutnya sebagai "anak Ibuku."
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sudah sewajarnya kita saling mendoakan saudara-saudara seiman dan teman-teman kita.
2. Di tengah badai penyelewengan dan penyimpangan, para pemuka agama lebih memerlukan doa dan kemurahan Ilahi dibanding orang-orang lain.
3. Sikap memaafkan merupakan awal bagi tercurahnya rahmat Allah kepada hamba-Nya.
4. Setiap kali berdoa hendaknya kita memuji Tuhan dengan sifat-sifat mulia-Nya. Dalam ayat ini Nabi Musa menyebut Allah "Arhamur Rahimin" atau yang paling penyayang dari semua penyayang.
Ayat ke 152
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. (7: 152)
Meski Nabi Musa as telah kembali dari Bukit Thur dan mencela umatnya yang telah meninggalkan ajarannya, namun masih ada sekelompok orang yang tetap menyembah patung anak sapi tersebut. Dalam ayat ini Allah Swt berfirman bahwa kelompok ini telah mendapat murka, sehingga mereka hidup terhina. Hal itu telah disebabkan karena mereka meski menyaksikan hakikat dan kebenaran, tetapi tetap membohongkannnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kemurkaan wali Allah merupakan implikasi dari kemurkaan Allah. Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan kemarahan Nabi Musa as, sedang dalam ayat ini disebutkan kemurkaan Allah Swt.
2. Meninggalkan ajaran nabi dan wali Allah dan menggantinya dengan ajaran selain mereka, hanya akan menghadiahkan kehinaan di dunia dan kerugian yang nyata.
Ayat ke 153
Artinya:
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (7: 153)
Ayat ini berhubungan dengan orang-orang yang telah menyimpang dan menyembah patung anak sapi. Namun setelah kemarahan Nabi Musa as dan celaan beliau atas perbuatan itu, mereka sadar lalu menyesali perbuatan mereka. Sekaitan dengan golongan ini, Allah Swt mengatakan, apabila kalian melakukan taubat, kemudian menghentikan perbuatan syirik dan kembali menjadi ahli iman, maka Allah Swt akan menerima taubat kalian dan memberi rahmat kepada kalian.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pintu dan jalan bertaubat senantiasa terbuka dan tidak ada batas waktu tertentu.
2. Kita tidak boleh berputus asa terhadap ampunan dan rahmat Allah, karena Allah Swt mengampuni dosa-dosa yang besar sekalipun.
3. Allah Swt selain memberi ampunan kepada orang yang berbuat dosa, juga meliputinya dengan rahmat-Nya yang luas.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 143-146
Ayat ke 143
Artinya:
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (7: 143)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa Allah Swt telah memerintahkan kepada Nabi Musa as agar pergi ke sebuah miqat (tempat pertemuan) yang terletak di bukit Thur untuk bermunajat kepada-Nya selama 40 hari, guna memperoleh kitab suci Taurat. Ayat ini menceritakan saat-saat ketika Musa as telah tiba di miqat dan berbicara dengan Tuhannya. Salah satu permintaan Bani Israil kepada Nabi Musa adalah melihat Tuhan dengan mata mereka. Karena itu Nabi Musa as menyampaikan permintaan kaumnya ini kepada Tuhan dengan mengatakan, "Ya Allah, tunjukkanlah diri-Mu kepadaku, sehingga aku dapat melihat-Mu dengan kedua mataku, dan akupun akan dapat mengatakan kepada kaumku bahwa aku telah melihat Tuhanku."
Kemudian terdengar jawaban, "Wahai Musa! Engkau tidak akan bisa melihat-Ku, karena Aku bukanlah Zat yang bisa dilihat dengan mata kasar, namun Aku tetap bisa kalian saksikan melalui sifat kekuasaan dan keagungan-Ku. Karena itu lihatlah gunung ini bagaimana ia hancur bertantakan dengan kehendak-Ku." Kejadian itu sedemikian dahsyatnya, sehingga Nabi Musa as pun terjatuh dan tak sadarkan diri. Sewaktu beliau sadar kembali, Nabi Musa as berkata, "Ya Allah, Ya Tuhanku! Aku adalah orang pertama yang menyaksikan kekuasaan, kedahsyatan dan kebesaran-Mu, karena itu aku mohon ampun atas permintaanku yang tidak pada tempatnya itu. Engkau Sungguh Maha Suci dari segala pandangan mata."
Imam Ali bin Abi Thalib suatu hari ditanya oleh seseorang, "Apakah engkau melihat Tuhan sehingga kau beribadah sedemikian tekun dan khusyuk kepada-Nya?"
Imam Ali as menjawab, "Aku tidak akan menjadi hamba dari Tuhan yang tidak bisa aku lihat, namun bukan Tuhan bisa dilihat dengan mata kepala, akan tetapi Tuhan yang dapat dirasakan dengan mata hati." Dilain kesempatan Imam Ali as juga mengatakan, "Aku tidak pernah melihat sesuatupun kecuali sebelum dan sesudahnya, senantiasa bersama Tuhan."
Dalam al-Quran al-Karim surat al-An'am ayat 103 dengan tegas disebutkan artinya, "Semua mata tidak akan bisa menyaksikan Dia, akan tetapi Dia bisa melihat semua mata makhluk-Nya."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Guna mengenal Allah Swt, kita harus memperhatikan berbagai segala ciptaan dan makhluk yang di alam semesta ini. Karena segala sesuatu di alam merupakan manifestasi dari perwujudan dan keagungan Allah Swt.
2. Segala bentuk pemikiran atau permohonan yang tidak pada tempatnya harus ditebus dengan taubat. Karena itu, ketika manusia memiliki segala bentuk keraguan yang batil dan tidak pada proporsinya terhadap Tuhan Pencipta alam semesta, maka dia harus bertaubat.
Ayat ke 144-145
Artinya:
Allah berfirman: "Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". (7: 144)
Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (7: 145)
Ketika Nabi Musa as telah melewati waktu 40 hari bermunajat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt di bukit Thur, Allah menurunkan kitab suci Taurat dalam bentuk lempengan-lempengan batu kepada Nabi Musa as. Lalu Tuhan meminta kepada Musa agar hukum-hukum yang terdapat pada kitab itu dilaksanakan dengan tegas, kemudian menyeru kaum Bani Israil agar melaksanakan ajaran kitab suci ini.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setelah hancurnya system pemerintahan Fir'aun yang tiran dan terbentuknya pemerintahan Ilahiah yang adil, maka undang-undang dan hukum-hukum Allah harus dilaksanakan secara penuh.
2. Diturunkannya kitab suci dari Allah kepada manusia merupakan sebuah nikmat besar yang harus disyukuri oleh umat manusia. Syukur terhadap berbagai nikmat Allah merupakan perintah Ilahi, bukan hanya sekedar nasihat dan pesan moral.
Ayat ke 146
Artinya:
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya. (7: 146)
Setelah dalam ayat sebelumnya menekankan mengenai pentingnya berpegang teguh pada hukum-hukum Allah dan melaksanakan segala perintah Tuhan dengan penuh inisiatif dan sungguh-sungguh, ayat 146 tadi mengatakan, orang-orang yang tidak mau tunduk di hadapan hukum Allah, sombong, berbesar diri, tidak mau menerima kebenaran, meskipun mereka telah memahami berbagai ayat dan jalan lurus yang diajarkan oleh nabi utusan Allah, sesungguhnya mereka sedang berjalan semakin jauh dari kebenaran dan tengah menuju jalan kesesatan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sombong dan arogan adalah akar utama keingkaran terhadap ayat-ayat Allah serta kekufuran kepada Allah Swt.
2. Berbesar diri dan arogan di hadapan Allah adalah penyebab utama terjauhnya seseorang dari petunjuk Allah, sedang Allah Swt tidak akan menarik anugerah-Nya dari seseorang tanpa ada alasan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 141-142
Ayat ke 141
Artinya:
Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu". (7: 141)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa setelah selamat dari cengkeraman dan kejaran Fir'aun dan kaumnya, dalam perjalannya, Bani Israil berjalan melalui sebuah kaum yang menyembah berhala. Saat itu mereka meminta Nabi Musa untuk membuatkan Tuhan yang bisa mereka raba, seperti berhala.
Ayat ini mengingatkan bani Israil apakah secepat itu mereka melupakan Tuhan, lalu mencari Tuhan dari kayu atau batu lantaran menyaksikan sekelompok orang yang menyembahnya? Apakah kalian lupa bahwa Tuhan Musa-lah yang menyelamatkan kalian dari cengkeraman dan kezaliman Fir'aun lalu menjadikan kalian sebagai kaum yang terhormat? Lupakah kalian akan apa yang diperbuat Fir'aun terhadap anak-anak kalian? Lupakah kalian bahwa Firaun dengan berbagai macam alasan membunuh laki-laki dari kalian dan membiarkan perempuan-perempuan kalian hidup untuk diperbudak? Di akhir ayat ini, Allah Swt mengingatkan bahwa meskipun pedih, tetapi penyiksaan yang dilakukan Fir'aun terhadap kalian adalah sebuah cobaan besar dari Tuhan untuk kalian.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Lalai akan nikmat dan karunia Tuhan adalah penyebab munculnya penyelewengan di tengah masyarakat. Para nabi dan wali Allah selalu mengingatkan umat akan nikmat Tuhan demi mencegah mereka dari kekafiran dan keingkaran.
2. Peristiwa pahit yang ada dalam kehidupan adalah bagian dari cobaan dan ujian Tuhan, demikian juga kenikmatan dan kenyamanan hidup.
Ayat ke 142
Artinya:
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan". (7: 142)
Musa telah berhasil menyelesaikan tugas pertamanya yaitu menyelamatkan Bani Israil dari cengkeraman Fir'aun, meski untuk itu, Bani Israil harus melalui berbagai kesulitan yang besar. Selanjutnya setelah berhasil lepas dari Fir'aun, Bani Israel memerlukan adanya aturan-aturan untuk kehidupan individu dan sosial bangsa ini. Karena itu, Allah memanggil Musa as untuk menerima Taurat yang berisi aturan-aturan tersebut yang bisa menyejahterakan Bani Israil di dunia dan akhirat. Untuk itu, Musa harus pergi meninggalkan kaumnya selama empat puluh hari. Selama kepergiannya, Harun, saudara Musa menjadi penggantinya dalam memimpin umat.
Mungkin penekanan al-Quran pada kata malam, bukan hari, disebabkan karena malam adalah waktu yang paling baik untuk bermunajat, menerima kemurahan dan rahmat khusus dari Allah. Di dalam kitab keluaran yang merupakan bagian dari kitab Perjanjian Lama disebutkan bahwa Musa berada di gunung Thur selama empat puluh hari, empat puluh malam untuk menerima Taurat. Nabi Muhammad Saw juga meninggalkan istri dan keluarganya selama empat puluh hari dan tinggal di gua Hira untuk melakukan ibadah dan meraih rahmat khusus ilahi.
Ada satu hal menarik dalam ayat ini yang mengusik pernyataan kita. Musa as saat berpisah hanya untuk masa empat puluh hari menunjuk Harun untuk menggantikan posisi kepemimpinannya atas umat. Masuk akalkah jika Nabi Muhammad yang meninggalkan umat untuk selamanya tidak menunjuk seseorang untuk menggantikan posisi kepemimpinan beliau atas umat, tetapi menyerahkan kepada umat untuk memilih sendiri pemimpin mereka?
Ketika memimpin sebuah pasukan besar menuju Tabuk, Nabi Muhammad Saw menunjuk Ali bin Abi Thalib as untuk menggantikan posisi beliau di Madinah. Beliau Saw bersabda, "Wahai Ali, kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku."
Nabi Musa ketika hendak meninggalkan kaumnya berpesan kepada Harun untuk mengawasi gerak-gerik orang-orang yang berbuat kerusakan dan tidak membiarkan mereka memegang kendali atas umat. Musa juga berpesan agar Harun tidak mengikuti jalan mereka. Sepeninggal Musa, Bani Israil meninggalkan Harun dan tidak mempedulikannya. Mereka berpaling kepada seorang bernama Samiri. Samiri membuat patung anak sapi dari emas dan menyebutnya sebagai tuhan Musa.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ibadah dan munajat pada malam hari merupakan penopang dan penguat seseorang dalam memikul tanggung besar. Aktifitas seseorang di tengah masyarakat tidak semestinya menjadi penghalang dalam menjalankan ibadah.
2. Sebuah masyarakat memerlukan adanya pemimpin. Ketika Musa mendapat perintah untuk pergi ke gunung Thur, dia menunjuk saudaranya untuk menggantikan posisi kepemimpinannya atas bani Israil.
3. Tugas utama para nabi dan wali adalah memperbaiki masyarakat dan mengikis kerusakan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 136-140
Ayat ke 136
Artinya:
Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu. (7: 136)
Pada pembahasan sebelumnya, telah disebutkan bahwa Nabi Musa as dengan mengetengahkan berbagai Mukjizat, Fir'aun dan para pengikutnya tetap tidak mau menerima seruan dan nasehat Nabi Musa, bahkan pengikut Nabi Musa as menjadi sasaran tuduhan dan ancaman. Al-Quran al-Karim pada ayat ini menyatakan, dikarenakan sikap keras kepala dan acuh tak acuh, akhirnya di dunia inipun mereka merasakan siksaan. Yaitu sewaktu mereka hendak melewati sungai Nil, mereka semua ditenggelamkan oleh Allah Swt dalam air sungai itu. Sementara bagi Nabi Musa as dan pengikutnya, dengan perintah Allah air sungai tersebut terbelah menjadi jalan, sehingga mereka bisa lewat dengan aman disungai tersebut.
Memang demikianlah balasan Allah kepada orang-orang kafir, dan itu tidak lain merupakan suatu balasan dan siksaan Allah Swt. Karena itu dendam kusumat yang merupakan sumber kejelekan dan balas dendam yang dilakukan oleh ummat manusia, tidak terdapat didalam kamus Allah Swt. Oleh sebab itu pada kelanjutan ayat tadi disebutkan bahwa perkara ini merupakan balasan dan siksa atas pendustaan, acuh tak acuh mereka terhadap hakikat yang sebenarnya telah mereka pahami dengan baik, namun mereka mengabaikan dan tidak memperdulikannya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sesungguhnya Allah Swt sangat kasih sayang, namun disisi lain Dia juga Zat yang memberi sangsi dan balasan yang sangat pedih, rahmat-Nya tetap tidak menghilangkan kemurkaan-Nya.
2. Nasib umat manusia dan berbagai kaum tetap di tangan mereka sendiri. Akan tetapi kehancuran dan kebinasaan mereka disebabkan oleh kekufuran dan dan kezaliman yang mereka lakukan.
Ayat ke 137
Artinya:
Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka. (7: 137)
Setelah dijelaskan balasan dan siksaan terhadap kaum Fir'aun, lalu Allah Swt juga menjelaskan pahala dan ganjaran Bani Israil yang dengan sabar dan komitmen mengikuti Nabi Musa as dengan mengatakan, "Negeri Palestina dan Syam merupakan sebuah kawasan yang subur dan hijau, penuh berkah Kami berikan kepada mereka, dan mereka Kami jadikan sebagai pewaris dan penguasa ditanah dan negeri tersebut. Meski orang-orang tersebut sebelumnya telah menjadi sasaran eksploitasi kaum Fir'aun, sehingga mereka menjadi lemah dan terhina, tetapi sekembalinya mereka dari sungai Nil dan memasuki tanah Palestina, mereka memiliki kemampuan dan berkuasa menjalankan pemerintahan
Lanjutan dari ayat tadi menyebutkan, tidak hanya Fir'aun dan bala tentaranya yang Kami tenggelamkan kedalam air. Tetapi juga istana dan taman-taman kebanggaan mereka Kami hancurkan. Tanah kekuasaan mereka begitu luas, sebagaimana yang telah disebutksan oleh al-Quran, "Kami telah berikan belahan bumi bagian Timur dan Barat kepada Bani Israil."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemerintahan para Nabi as merupakan pemerintahan kaum Mustadhafin, yakni bukan pemerintahan adidaya dan arogan, namun justru dibawah naungan ajaran para Nabi utusan Allah Swt kaum Mustadhafin telah diselamatkan dari cengkeraman kaum Arogan dan Mustakbirin, lalu menghantarkan mereka pada kekuasaan dan pemerintahan adil dan jujur.
2. Berdasarkan janji Allah Swt yang pasti, orang-orang Mukmin yang telah menanggung kesabaran dan komitmen akan mendapatkan kemenangan.
Ayat 138-140
Artinya:
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". (7: 138)
Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan. (7: 139)
Musa menjawab: "Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat. (7: 140)
Telah disinggung sebelumnya bahwa Allah Swt dengan anugerah-Nya yang luas telah menyelamatkan Bani Israil dari cengkraman Fir'aun, kemudian mereka dihantarkan kekawasan Syam untuk mengendalikan tampuk pemerintahan. Nabi Musa as yang telah menyiapkan kondisi sedemikian rupa buat kaum ini, namun pikiran mereka mengalami perubahan sedemikian jauh. Di antaranya mereka mengembangkan pemikiran dan keyakinan kaum ini mengenai penyembahan terhadap patung-patung berhala, karena itu mereka selalu memberi hormat terhadap berhala-berhala itu.
Oleh sebab itulah masyarakat awam dan sederhana Bani Israil meminta kepada Nabi Musa as agar diijinkan untuk membikin patung-patung peribadatan yang terbuat dari batu atau dari kayu. Mereka seperti kaum ini melakukan penyembahan terhadap patung-patung arca, sehingga mereka dapat melakukan munajat dan ibadat dalam upacara harian atau mingguan dihadapan arca berhala itu, bahkan dapat mengirimkan nazar dan kurban bagi mereka.
Di sinilah teriakan Nabi Musa as mulai menggema, permintaan apa dan tidak layak ini!? Apakah dengan secepat itu kalian telah melupakan anugerah Allah Swt yang luas ini ? Dan dengan melihat beberapa buah arca berhala ini kalian telah menjadi pengikut tuhan-tuhan bikinan kalian sendiri ini? Tidakkah kalian mengerti bahwa patung-patung berhala itu adalah benda yang fana dan hancur?! Apakah betul Allah Swt yang telah menganugerahkan berbagai kemenangan dan kelebihan kepada kalian, lalu kalian lupakan begitu saja! Kemudian kalian mencari tuhan-tuhan berhala yang tidak abadi lainnya? Betapa bodoh dan jahilnya permohonan ini!?
Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Beberapa lingkungan yang rusak dan menyimpang dalam masyarakat dapat memberi pengaruh yang negatif. Sehingga mengakibatkan kita tidak bisa meresapi iman dan keyakinan. Karena itu kita harus menjauhkan diri dari lingkungan dan kebudayaan-kebudayaan yang rusak ini.
2. Kadang-kadang teman dan pengikut yang tidak mengerti apa-apa itu lebih tahu dari para musuh, mereka menganggu dan menyiksa para pemimpin dan para nabi Ilahi.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 132-135
Ayat ke 132
Artinya:
Mereka berkata: "Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu". (7: 132)
Ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya di dalam al-Quran menunjukkan bahwa penyebab keingkaran kaum Kafir bukan terbatas pada ketidaktahuan mereka akan kebenaran dan hakikat, tetapi juga kecongkakan dan ketakaburan. Dengan kata lain, banyak orang yang mengetahui kebenaran tetapi tidak bersedia mengikutinya karena kesombongan yang menguasai diri mereka. Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa kaum Kafir dengan congkak mengatakan kepada Nabi Musa as, "Hai Musa, apapun juga bukti kenabian dan kebenaran yang engkau tunjukkan, tidak akan bisa membuat kami beriman kepadamu.
Namun tidak sedikit pula orang-orang yang memiliki pandangan yang berseberangan dengan kelompok yang congkak tadi. Mereka umumnya meminta didatangkannya bukti untuk bisa membuat mereka beriman. Contoh kelompok kedua ini adalah para penyihir istana Fir'aun. Ketika dengan mata kepala sendiri menyaksikan mukjizat Musa as yang bukan termasuk kategori sihir dan sulap, mereka langsung bersimpuh dan menyatakan menerima ajakan Musa. Sementara Fir'aun dan orang-orangnya tetap menuduh Musa sebagai penyihir dan mengatakan tidak akan beriman meski Musa mendatangkan sihir sehebat apapun juga.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tuduhan sihir adalah tuduhan yang paling sering sering dilontarkan oleh umat kepada nabi mereka. Tetapi tuduhan itu tidak melemahkan semangat para nabi untuk terus menyampaikan amanat ilahy dan mengajak umat kepada kebenaran.
2. Penyakit spiritual seperti kesombongan dan kecongkakanlah penghalang utama untuk bisa menerima kebenaran.
Ayat ke 133
Artinya:
Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (7: 133)
Sikap keras kepala dan penentangan kaum Kafir terhadap ajakan kebenaran telah menyebabkan turunnya berbagai bencana kepada mereka. Akibatnya mereka yang umumnya bertani menghadapi kesulitan besar. Sebagai bentuk peringatan kepada mereka Allah menurunkan banjir yang menghancurkan sebagain ladang pertanian mereka. Allah juga mengirimkan belalang dalam jumlah besar yang menyerang hasil tanaman mereka. Air yang mereka gunakan untuk minum dan mencuci pakaian dan badan mereka berubah menjadi darah. Semua itu karena keangkuhan mereka yang tidak bersedia tunduk kepada ajakan Nabi Musa as.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Binatang-binatang adalah utusan Allah. Terkadang mereka datang membawa rahmat dan tak jarang membawa petaka.
2. Dosa dan sikap congkak membuka jalan bagi keingkaran terhadap kebenaran.
Ayat ke 134-135
Artinya:
Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu". (7: 134)
Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya. (7: 135)
Bencana yang turun atas Fir'aun dan kelompoknya bukanlah bencana yang alami. Semua itu turun sebagai peringatan kepada mereka untuk sadar dan tunduk kepada ajakan Nabi Musa as. Ketika merasa tidak mampu lagi bertahan dengan kondisi yang ada, mereka mendatangi Musa dan memintanya untuk menyingkirkan semua bencana tersebut. Mereka bahkan berjanji akan beriman dan membebaskan Bani Israil jika Allah menyingkirkan azab dari mereka.
Sebelum itu, Nabi Musa telah mengingatkan kepada Fir'aun dan kaumnya bahwa Allah akan menurunkan berbagai macam azab akibat keingkaran mereka. Musa bahkan memberitahu mereka kapan bencana itu akan berakhir. Semua itu menunjukkan bahwa apa yang dialami oleh Fir'aun dan kaumnya ada di tangan Musa dan Tuhannya, bukan murni bencana yang ditimbulkan oleh alam.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tawasul dengan para wali allah dan orang-orang yang dikasihi Tuhan dapat menghilangkan bencana dan kesusahan. Kaum Kafir meminta Nabi Musa as untuk memohon supaya Allah menyingkirkan azab dari mereka.
2. Peristiwa pahit dan manis dalam kehidupan tidak terjadi secara kebetulan. Tetapi mengikuti kaedah tertentu yang telah diterangkan dalam al-Quran al-Karim.
3. Salah satu tujuan kenabian adalah membebaskan umat manusia dari cengkeraman kekuasan taghut dan penguasa zalim.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 129-131
Ayat ke 129
Artinya:
Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu. (7: 129)
Bani Israil berharap, setelah kebangkitan Nabi Musa as dan kemenangan beliau atas para penyihir, mereka akan terbebas dari belenggu kekuasaan Fir'aun, lalu hidup dengan damai dan sejahtera. Akan tetapi sebaliknya, para pendukung Fir'aun kian meningkatkan aksi mereka, sehingga Bani Israel mengatakan kepada Nabi Musa as, bahwa kebangkitanmu tidak ada gunanya. Sebab, sebelum dan sesudah engkau bangkit melakukan perlawanan kami tetap teraniaya.
Nabi Musa as dalam menjawab pernyataan mereka mengatakan, "Kemenangan terhadap musuh tidak akan bisa diperoleh dengan singkat dan tanpa pengorbanan. Tetapi apabila kalian bangkit melakukan perlawanan, kami berharap Allah akan menghancurkan musuh-musuh kalian dan memberikan kekuasaan mereka kepada kalian. Tentunya, kalian juga tidak bebas melakukan apa saja yang kalian inginkan setelah kalian berhasil merebut kekuasaan. Ketahuilah bahwa Allah selalu mengawasi kalian, apakah kalian akan meniru perbuatan Fir'aun ataukah kalian akan berbuat demi tegaknya keadilan."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1.Ambisi untuk mencari kesenangan merupakan bencana yang mengganjal para pengikut agama Ilahi untuk bisa sampai kepada kedudukan mulia. Loyalitas kepada agama penuh dengan pengorbanan. Mereka yang hanya mengharapkan kesenangan tidak akan sanggup melaksanakan perintah agama.
2.Kekuasaan dan kekuatan merupakan ujian dan cobaan dari Allah, bukan merupakan kesempatan untuk berlomba memuaskan nafsu.
Ayat ke 130-131
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. (7: 130)
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (7: 131)
Allah Swt dalam dua ayat ini menjelaskan bahwa bukan hanya Bani Israil saja yang ditimpa kesulitan dan kemalangan, sementara kelompok Fir'aun selalu berada dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Ayat ini mengungkapkan bahwa Fir'uan dan pengikutnya juga mengalami kesulitan dan paceklik, yang menjadi peringatan bahwa semua hal tidak berada dalam kekuasaan mereka, dan mereka bukanlah Tuhan di muka bumi. Akan tetapi kesulitan itu tidak menyadarkan mereka. Mereka menyebut Musa dan para pengikutnya sebagai biang kesialan dan kemalangan. Mereka menyebut Bani Israil sebagai bangsa pembawa sial dan petaka.
Kesombongan dan keangkuhan Fir'aun dan kelompoknya sedemikian besar sehingga mereka menyebut diri mereka sebagai sumber segala kebaikan dan merekalah yang memang berhak untuk mendapatkan segala kebaikan ini. Dalam menjawab mereka, Allah Swt berfirman, "Bani Israil bukanlah sumber keburukan dan kaum Fir'aun juga bukan sumber segala kebaikan. Semua itu ada di tangan Allah, tetapi mereka tidak mengetahui."
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1.Tatanan alam berjalan atas kehendak Allah. Karena itu jangan sampai kita menisbatkan segala sesuatu kepada Alam. Sebab mungkin saja munculnya kesulitan seperti paceklik adalah karena hukuman yang Allah timpakan atau sebuah peringatan bagi kita.
2.Jangan sampai kita keliru dalam menafsirkan peristiwa alam baik yang kita sukai atau tidak. Untuk itu, tidak selayaknya kita mencari kambing hitam jika terjadi peristiwa yang tidak kita kehendaki. Siapa tahu peristiwa itu terjadi karena kesalahan kita.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 124-128
Ayat ke 124
Artinya:
Demi, sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kamu semuanya". (7: 124)
Ahli-ahli sihir itu menjawab: "Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. (7: 125)
Telah disinggung sebelumnya bahwa sewaktu para tukang sihir dari berbagai kota di Mesir datang menyaksikan mukjizat Nabi Musa as, mereka memahami bahwa pekerjaan Nabi Musa bukanlah sihir atau sulap. Akhirnya, para tukang sihir itu menyatakan beriman kepada Allah dan menerima Musa as sebagai utusan Tuhan semesta alam. Hal ini membuat Fir'aun marah besar dan menuduh tukang-tukang sihir itu telah bersekongkol dengan Musa dan melakukan konspirasi terhadap dirinya.
Ayat 124 dan 125 ini menyatakan bahwa selain Fir'aun melemparkan berbagai tuduhan terhadap para tukang sihir itu, raja zalim ini juga memberi ancaman serius kepada mereka dengan mengatakan, "Aku akan memberikan sangsi yang paling berat kepada kalian, aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan cara silang; tangan kanan dan kaki kiri, atau sebaliknya, tangan kiri dan kaki tangan kalian akan aku potong, kemudian setelah itu kalian akan kusalib di pintu gerbang, sehingga menjadi pelajaran bagi orang-orang lain."
Tetapi para tukang sihir yang telah mengenal dan memahami kebenaran ajaran Nabi Musa as, tidak gentar terhadap ancaman-ancaman semacam ini, bahkan mereka mencibir Fir'aun dan mengatakan, "Apabila engkau melakukan pekerjaan itu, dan engkau benar-benar menyalib kita di atas pintu gerbang itu, maka kami akan gugur di jalan Tuhan, dan berarti kami gugur syahid di jalan Tuhan. Apakah engkau akan menakut-nakuti kami dengan syahadah, padahal syahadah bagi orang-orang Mukmin merupakan suatu kebahagiaan."
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cara yang dipakai oleh para penguasa yang zalim adalah penyiksaan, pelecehan, dan pembunuhan. Mereka lupa bahwa orang-orang Mukmin akan senantiasa menantikan kesempatan untuk mati syahid dan menemui Tuhannya.
2. Manusia bukan diciptakan untuk menjalani hukuman para penguasa zalim dan berada di lingkungan yang rusak. Karena itu, manusia akan mampu melawan semua kejahatan dan kekejian itu dengan berbekal iman kepada Allah Swt serta kehendak dan upaya yang keras
3. Kita tidak boleh membanggakan dan menyombongkan iman kita dan kita juga tidak boleh berputus asa untuk mengajak orang-orang Kafir agar beriman. Para tukang sihir kafir yang dalam waktu singkat berubah keyakinan dan menjadi mukmin yang teguh, merupakan bukti bahwa kita tak boleh putus asa dalam mendakwahkan ajaran tauhid.
Ayat ke 126
Artinya:
Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (7: 126)
Untuk membalas dan menutupi kekalahannya di hadapan Musa a.s., Fir'aun malah menuduh Nabi Musa as dan para tukang sihirnya melakukan konspirasi untuk merebut kekuasaan raja zalim itu. Pada ayat ini, para tukang sihir menjawab tuduhan Fir'aun itu dengan menyatakan, "Wahai Fir'aun engkau sendiri telah mengetahui, bahwa kami tidak bermaksud seperti itu dan apabila saat ini engkau berpikir untuk membunuh dan menyiksa kami serta menuntut balas terhadap kami, itu tak lain karena kami menyatakan beriman kepada Tuhannya Musa." Lalu para penyihir itu berdoa kepada Tuhan, "Yaa Allah! Berilah kesabaran dan ketegaran kepada kami, sehingga kami dapat menghadapi segala tuduhan dan ancaman ini, lalu kami dapat pergi dari dunia ini dengan membawa iman."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hanya menyatakan iman kepada Tuhan tidaklah cukup, tetapi juga harus dibuktikan dengan tetap kukuh berdiri di jalan Allah dalam menghadapi ancaman dan rintangan.
2. Orang-orang Mukmin selain harus berusaha dan berupaya, juga harus berdoa dan merendahkan diri di hadapan Allah Swt. Melakukan salah satunya saja, yaitu berusaha saja atau berdoa saja, tidaklah cukup.
Ayat ke 127
Artinya:
Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun (kepada Fir'aun): "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". Fir'aun menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka". (7: 127)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa Fir'aun memberikan ancaman hukuman kepada para tukang sihir yang telah beriman kepada Allah, namun mereka tetap teguh pada iman mereka dan tidak takut pada ancaman Fir'aun. Dalam ayat ke 127 ini, disebutkan bahwa pendukung Fir'aun melihat Nabi Musa as sebagai sebab utama dari berpalingnya para tukang sihir itu. Para pembesar di istana Fir'aun menganggap Musa as akan mengancam kepentingan mereka. Oleh karena itulah mereka berkata kepada Fir'aun, "Apabila engkau membiarkan Musa bebas melakukan segala kehendaknya, akan timbul semangat pemberontakan di kalangan Bani Israil sehingga negeri ini akan kacau balau."
Fir'aun yang menyaksikan Nabi Musa as telah mendapatkan kedudukan yang terhormat di tengah masyarakat, berfikir bahwa bila ia membunuh Musa as, pastilah akan menimbulkan dampak yang sangat berat bagi kerajaan Fir'aun. Karena itu, Fir'aun tidak langsung menyerang Nabi Musa melainkan berencana untuk melakukan penyiksaan yang sangat berat terhadap para pengikut Musa. Firaun berkata, "Siapapun dari kalangan pemuda Bani Israil yang tetap gigih menentang kami, kami akan bunuh mereka, sedang para anak perempuan dan wanita mereka akan kami biarkan hidup dan kami jadikan sebagai tawanan dan pelayan-pelayan kerajaan. Kami akan melakukan hal itu karena kamilah yang berkuasa atas mereka sepenuhnya."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para penguasa zalim selalu menyebut para pembaharu dan pencerah seperti para nabi atau pejuang kebenaran, sebagai orang yang merusak, padahal sesungguhnya justru merekalah sumber kesesatan, kejahatan, dan kerusakan.
2. Menghancurkan generasi muda dan menawan kaum perempuan merupakan sebuah politik Fir'aun yang dewasa ini pun masih terus dilakukan oleh para penguasa zalim di muka bumi. Para pemimpin negara-negara adidaya dalam rangka menghancurkan kaum Muslimin telah menggiring para pemuda dan pemudi muslim untuk bersikap bebas tanpa batas, menjadi pencandu narkotika, dan menjadi pelaku kejahatan.
Ayat ke 128
Artinya:
Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa". (7: 128)
Sebelumnya telah disinggung bahwa sesudah kemenangan Nabi Musa as atas para penyihir raja zalim itu, akhirnya Fir'aun memutuskan untuk melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap para pengikut Musa as. Tujuannya agar jumlah mereka semakin berkurang dan orang-orang lain akan takut untuk mengikuti ajaran Musa. Kerena itu Fir'aun memerintahkan untuk membunuh para pemuda Bani Israil dan menawan wanita mereka.
Menghadapi tindakan Fir'aun ini, Nabi Musa as menyeru umatnya agar bersabar dan tabah menghadapi berbagai kesulitan akibat perbuatan Fir'aun. Musa mengatakan, "Wahai umatku! Bumi adalah kepunyaan Allah dan Dia-lah penguasa mutlak di muka bumi. Apabila kalian tegar menghadapi Fir'aun dan hanya meminta pertolongan kepada Allah, maka Dia berjanji akan menjadikan kalian sebagai pewaris bumi ini. Hari ini Fir'aun dengan congkaknya mengaku sebagai tuhan di atas bumi. Jika kalian bangkit berjuang di jalan Allah, kalian pasti akan memperoleh kemenangan. Kalian akan memperoleh akhir yang baik jika kalian bertakwa."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1.Untuk memperoleh kemenangan terhadap penguasa zalim, ada tiga hal yang perlu kita perhatikan; kesabaran dan ketabahan, tawakal dan istiqamah, serta ketakwaan dan kesucian.
2.Orang-orang yang bertakwa akan mendapatkan akhir yang baik, di dunia dan di akhirat.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 117-123
Ayat ke 117-118
Artinya:
Dan Kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!". Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. (7: 117)
Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. (7: 118)
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mengalahkan Musa AS, Fir'aun mengundang para tukang sihir terkemuka dari berbagai penjuru Mesir. Mereka diundang untuk bertanding ilmu sihir melawan Musa. Fir'aun beranggapan bahwa para ahli sihirnya dapat mengalahkan Musa, sementara para penyihir mengharapkan imbalan yang besar dari Fir'aun.
Setelah tiba hari yang dijanjikan, mereka membawa berbagai peralatan sihir yang mereka miliki, lalu memamerkan kebolehan dan kepiawaian mereka di hadapan masyarakat. Tali-tali yang mereka lemparkan, tiba-tiba berubah menjadi ular-ular besar dan kecil. Masyarakat yang menyaksikan dibuatnya ketakutan. Akan tetapi Nabi Musa as, dengan berbekal tawakal kepada Allah Swt tidak gentar dan berdiri tegar menyaksikan berbagai atraksi para penyihir itu. Lalu dengan perintah Allah, beliau melemparkan yang ada di tangannya. Ayat 117 dan 118 ini menceritakan bahwa tongkat Musa as setelah dilemparkan berubah menjadi ular raksasa yang sesungguhnya yang lalu menelan habis ular-ular besar dan kecil hasil sihiran para penyihir Fir'aun. Dengan demikian kebenaran seruan Musa akan menjadi nyata dan kebatilan takluk.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebatilan dengan berbagai coraknya, selalu bertujuan menipu. Tetapi seberkas sinar kebenaran, akan melenyapkan ribuan tipuan kebatilan.
2. Pada akhirnya, kebenaranlah yang akan muncul sebagai pemenang dan kebatilan akan hancur dan sirna.
Ayat ke 119-120
Artinya:
Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. (7: 119)
Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. (7: 120)
Dengan kemenangan Nabi Musa as atas para penyihir Fir'aun ini, penguasa zalim ini menderita pukulan yang sangat telak. Pertandingan sihir yang diadakan oleh Fir'aun untuk mencegah keimanan masyarakat kepada Musa as, ternyata malah menjadi pukulan berat baginya, dengan berimannya para penyihir kepada Nabi Musa as. Setelah menyaksikan kebenaran, para penyihir yang datang ke istana Fir'aun untuk mendapatkan hadiah, kini melupakan segalanya dan tunduk kepada Nabi Musa as.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jika tidak arena keingkaran dan kecongkakan, manusia pasti akan tunduk saat menyaksikan kebenaran.
2. Sujud merupakan simbol penyerahan dan ketundukan yang paling nyata.
Ayat ke 121-123
Artinya:
Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam. (7: 121)
"(yaitu) Tuhan Musa dan Harun". (7: 122)
Fir'aun berkata: "Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?, sesungguhnya (perbuatan ini) adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya; maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini). (7: 123)
Telah kami sebutkan bahwa saat menyaksikan keagungan dan kebesaran mukjizat Nabi Musa as, para penyihir bersimpuh dan bersujud. Mereka menerima bahwa apa yang dilakukan Musa as bukanlah sihir yang membalik mata orang. Tetapi dengan mukjizatnya Musa merubah tongkat menjadi ular yang sesunguhnya. Karena itulah setelah mereka mengangkat kepala dari sujud, lalu menyatakan ikrar bahwa mereka menerima ajaran Musa. Di hadapan Fir'aun dan para hadirin yang menyaksikan pertandingan itu, mereka menyatakan bahwa Musa as adalah Nabi utusan Tuhan, dan kami para penyihir beriman kepada Tuhan Musa yang menciptakan jagat raya ini.
Sementara itu Fir'aun yang tidak menyangka akan menyaksikan keimanan para penyihir, menuduh mereka telah bersekongkol dengan Musa. Fir'aun mengatakan, "Kalian sebelumnya telah menjalin persekongkolan dengan Musa untuk mementaskan pertunjukan ini. Karena itu kalian ikut berdosa bersama Musa. Semua merupakan suatu konspirasi yang telah dirancang sebelumnya."
Lebih jauh Fir'aun menuduh mereka berusaha merebut kekuasaan di negeri ini. Fir'aun mengatakan, "Kalian ingin menjatuhkan kekuasaanku untuk kemudian berkuasa di sini dengan mengusir kami dari negeri kami? Ketahuilah bahwa kalian berhadapan dengan Fir'aun. Aku tidak akan mengijinkan kalian melaksanakan rencana itu. Aku akan menghukum kalian untuk menjadi pelajaran bagi orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama."
Dari tiga ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia memiliki kehendak atas diri sendiri. Tidak ada yang bisa memaksa seseorang untuk mengikuti suatu keyakinan tertentu, bahkan lingkungan dan pemerintahan. Contohnya, para penyihir yang berada di bawah kekuasaan Fir'aun, bahkan istri Fir'aun, beriman kepada ajaran Musa.
2. Para penguasa zalim tidak bisa menerima keyakinan yang bertentangan dengan mereka, bahkan beranggapan bahwa rakyat harus meminta izin mereka dalam memilih agama dan keyakinan.
3. Tuduhan merupakan cara paling umum dilakukan penguasa-penguasa zalim. Tanpa menggunakan logika dan argumen, mereka melemparkan tuduhan dan penghinaan terhadap orang-orang yang berpegang teguh kepada kebenaran.
4. Ancaman pembunuhan dan penyiksaan merupakan cara taghut untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 109-116
Ayat ke 109-110
Artinya:
Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: "Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai. (7: 109)
Yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu". (Fir'aun berkata): "Maka apakah yang kamu anjurkan?" (7: 110)
Sebelumnya telah dipelajari bahwa Nabi Musa as telah diutus Allah Swt agar pergi menemui Fir'aun dan menyeru raja zalim itu supaya beriman kepada Allah Swt. Nabi Musa as juga diutus dengan misi menyelamatkan kaum Bani Israil dari cengkraman kezaliman Fir'aun. Dalam usahanya untuk membuktikan kebenaran ajaran tauhid yang dibawanya, Nabi Musa as menunjukkan mukjizat yang menyebabkan Fir'aun dan para pendukungnya tidak berdaya dan tidak mampu melawan. Pada kedua ayat yang baru kita baca tadi, para pembesar dan pendukung Fir'aun menyebut Nabi Musa sebagai penyihir, demi untuk mencegah kaumnya beriman kepada ajaran Nabi Musa.
Pada zaman itu, sihir dan sulap berkembang sangat luas dan masyarakat mengetahui bahwa sihir merupakan suatu pekerjaan berupa tipuan yang tidak ada hakikat atau kenyataannya. Karena itulah Fir'aun dan para pendukungnya menyebut mukjizat Nabi Musa tak lain adalah perbuatan sihir belaka. Selain itu, mereka juga menyebut bahwa tujuan Musa yang sesungguhnya adalah untuk meraih kekuasaan. Para pembesar dalam pemerintahan Fir'aun itu berkata kepada Fir'aun, "Sesungguhnya dia ingin melepaskanmu dari tampuk kekuasaan dan dia akan duduk menggantikanmu sebagai penguasa, sehingga dengan demikian dia dapat berkuasa atas Bani Israil. Kemudian, kita akan diusir dari negeri ini. Karena itu, pikirkanlah sesuatu jalan penyelesaian dari masalah ini."
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menghadapi dalil dan logika cemerlang seorang nabi, orang-orang Kafir melemparkan tuduhan yang mengada-ada dan terus bersikap keras kepala dan acuh tak acuh.
2. Orang-orang Kafir selalu melemparkan berbagai tuduhan dan fitnah kepada para nabi dan orang-orang yang benar. Demi menghalangi tersebarnya kebenaran, orang-orang Kafir menuduh para nabi dan kaum Mukminin sebagai orang yang haus kekuasaan dan harta, padahal sesungguhnya orang-orang Kafir itulah yang demikian.
Ayat ke 111-112
Artinya:
Pemuka-pemuka itu menjawab: "Beri tangguhlah dia dan saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir). (7: 111)
Supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir yang pandai". (7: 112)
Setelah saling bertukar pikiran, para pejabat Istana Fir'aun akhirnya sampai memutuskan untuk tidak menghabisi Musa, tetapi mengambil jalan lain untuk menundukkan Musa, yaitu dengan memanggil para tukang sihir dari berbagai penjuru negeri.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam usaha untuk mengalahkan kebenaran, para penguasa yang arogan dan zalim akan melakukan berbagai perundingan, bahkan bila perlu dalam bentuk konferensi atau seminar-seminar bertaraf internasional.
2. Terkadang ilmu, keahlian, atau bahkan kesenian dimanfaatkan oleh orang-orang penentang kebenaran demi melawan seruan kebenaran.
Ayat ke 113-114
Artinya:
Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir'aun mengatakan: "(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?" (7: 113)
Fir'aun menjawab: "Ya, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)". (7: 114)
Setelah Fir'aun mengeluarkan perintah kepada semua tukang sihir yang hebat dari berbagai penjuru negeri Mesir untuk berkumpul di kerajaannya, para tukang sihir itupun mendatangi Firaun dan berkata, "Ini adalah pekerjaan besar. Jika kami menang melawan Musa, kami harus mendapatkan imbalan yang baik dan pantas." Fir'aun menjawab bahwa selain mendapatkan upah dan imbalan materil yang menggiurkan, para penyihir itu juga akan diberi kedudukan yang terhormat di dalam Istana Fir'aun.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagaimana anggota masyarakat pada umumnya, para tukang sihir meminta imbalan atau upah atas pekerjaan yang mereka lakukan. Hal inilah yang membedakan antara nabi dengan manusia biasa. Para nabi dalam menyeru dan mengajak manusia ke jalan Allah yang lurus dan benar tidak meminta upah apapun dari masyarakat.
2. Dalam usaha untuk mengalahkan kebenaran, para penguasa yang zalim mengeluarkan modal dan investasi, diantaranya dengan membayar para pakar atau seniman untuk membantu mereka dalam menutup-nutupi kebenaran.
Ayat ke 115-116
Artinya:
Ahli-ahli sihir berkata: "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?" (7: 115)
Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena'jubkan). (7: 116)
Setelah para tukang sihir itu datang berkumpul, Raja Fir'aun juga memerintahkan rakyatnya untuk menyaksikan pertandingan besar di lapangan yang luas antara para penyihir melawan Nabi Musa as. Fir'aun meyakini bahwa tukang-tukang sihirnya yang ahli dan piawai akan dapat menundukkan Musa. Sementara itu, para tukang sihir itu pun merasa sangat percaya diri dan yakin bahwa mereka dengan mudah akan berhasil mengalahkan Nabi Musa, sehingga mereka berkata, "Engkaukah dahulu yang mulai menggelar kemampuanmu ataukah kami yang akan menampilkan atraksi-atraksi kami ?"
Nabi Musa as yang beriman teguh kepada kekuasaan Allah Swt, dengan tenang dan mantap menjawab, "Kalian keluarkan dahulu kemampuan yang kalian miliki!" Lalu para penyihir itu pun mengerahkan keahlian mereka dalam bidang sihir dan sulap. Mereka melemparkan tali-tali tambang yang kemudian berubah menjadi ular-ular sehingga menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat yang menjadi penonton.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Panca indra manusia dapat disimpangkan ke arah yang melenceng, sehingga manusia sering salah dalam menilai sesuatu. Sebagai contoh, ketika manusia melihat fatamorgana air, dia tidak melihat air yang sesungguhnya. Pekerjaan tukang sulap dan sihir hanya mencari dan memanfaatkan poin lemah dari panca indera manusia seperti ini.
2. Pekerjaan sihir dan sulap benar-benar ada dan bukan ilusi semata-mata sehingga memberi pengaruh negatif pada jiwa manusia. Karena itulah ajaran Islam mengharamkan pekerjaan ini.