کمالوندی

کمالوندی

Ada dua berita tentang Mesir yang menarik untuk diamati lebih dalam. Pertama, terkait dengan aksi kekerasan mahasiswa pro-IM di kampus-kampus, terutama Al Azhar. Mereka menghalangi proses perkuliahan, merusak gedung-gedung kampus, termasuk membakar dan mencoret-coret dindingnya. Beberapa mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Al Azhar menyatakan kekecewaaan mereka terhadap aksi ini di facebook. Ungkapan seperti atau "Kalau ingin meraih kekuasaan kembali, mengapa kampus dan proses perkuliahan yang diganggu?" atau "Katanya pejuang syariah, tapi mengapa perilakunya jauh dari syar'i?"

 

Sikap anarkhis aktivis IM, baik saat mereka berdemo di Rabaa (dokumentasi kekerasan mereka bisa dilihat di sini[1] maupun di kampus Al Azhar (videonya bisa dilihat di sini[2]), seolah membuat sebagian pihak menjustifikasi kekerasan militer terhadap mereka, sehingga muncul kalimat semaacam ini, "Pantas saja militer turun tangan membubarkan para demonstran IM karena perilaku mereka yang anarkhis!"

 

Para mahasiswa pro-IM membalas kecaman ini, "Yang dilakukan aktivisi IM itu masih belum seberapa dibanding kejahatan kudeta, pembunuhan, dan penangkapan para pemimpin IM yang dilakukan militer!" Meskipun ini adalah jawaban yang tidak logis karena menggunakan kaidah tabrir (menjustifikasi perilaku salah dengan menyebutkan kesalahan pihak lain), namun bukan berarti ini jawaban yang perlu diabaikan dalam analisis psikologi politik. Jawaban justifikasi ini justru menunjukkan apa yang ada dalam benak terdalam para aktivis IM.

 

Berita keduaadalah sebuah tulisan di The Guardian[3] (dan sejalan isinya dengan tulisan di beberapa blog orang Mesir): tentang naik daunnya Jenderal El Sisi. (Sebagian) rakyat Mesir diberitakan mengelu-elukan El Sisi dan mengharapkan dia jadi presiden dalam pemilu mendatang. Berita ini benar-benar mengacaukan logika demokrasi. Hampir tiga tahun yang lalu, rakyat Mesir berdemo massal di Tahrir Square untuk menggulingkan pemerintahan korup Mubarak; pemerintaan despotik yang sangat didukung militer (bahkan militerlah tulang punggung rezim ini). Banyak demonstran yang menjadi korban kekerasan militer waktu itu. Lalu, bagaimana mungkin kini mereka malah menganggap militer sebagai pahlawan? Bagaimana mungkin, sosok El Sisi yang jelas-jelas dididik oleh AS dan bahkan ternyata keturunan Yahudi, dan punya paman yang anggota teroris Israel, Haganah; bahkan ketahuan berkomunikasi langsung dengan Israel menjelang masa penggulingan Mursi, tiba-tiba jadi pahlawan?Apa yang sebenarnya terjadi? Untuk mencari jawabannya, analisis psikologi politik agaknya menarik untuk digunakan.

 

Prof. Ian Robertson, pakar psikologi politik, menulis analisisnya hanya sehari setelah Mursi dikudeta, dan memprediksikan hal yang hari ini tengah terjadi: balas dendam IM [[4],[5]]. Balas dendam ini lahir dari rasa sakit hati yang sangat dalam, akibat kehilangan sesuatu yang sangat berharga dan telah sangat lama didambakan, yaitu power (kekuasaan). Menurut Robertson, tidak ada kampanye politik, propaganda, pendidikan, atau obat yang bisa sedemikian membentuk-ulang pikiran puluhan juta manusia dalam waktu yang bersamaan, selain rasa sakit hati akibat kudeta tersebut. Robertson menyebut kondisi ini ‘endowment effect', yaitu situasi alami yang dialami manusia: terluka ketika kehilangan sesuatu yang sudah pernah mereka miliki.

 

Tentu saja, tidak bisa dipungkiri, perilaku Mursi-IM yang saat berkuasa selama setahun telah menjadi bensin yang sangat efektif membakar kemarahan massa non-IM sehingga mereka berdemo besar-besaran menuntut lengsernya Mursi (selengkapnya bisa baca di ‘Pemetaan Konflik Mesir'[6]). Bila dilihat betapa banyak massa demo anti-Mursi (media memberitakan jumlah bervariasi, antara 17-20 juta), bisa disimpulkan betapa besar rasa ‘eneg' massa terhadap Mursi dan IM.

 

Secara psikologis, kesalahan politik Mursi-IM selama setahun itu lahir dari ketidakmampuannya ‘bermain' dalam atmosfer euforia demokrasi. Selama 30 tahun rakyat Mesir berada dalam cengkeraman sebuah rezim yang diktator, lalu tiba-tiba ‘lepas' dan mereka bebas mengungkapkan apa saja. Dan sebagaimana kita saksikan juga di Indonesia pasca reformasi, semua orang tiba-tiba menjadi pakar politik, bebas berkomentar, dan apa saja yang dilakukan pemerintah selalu disalahkan. Komedi macam Sentilan-Sentilun yang menyindir pemerintah pun menjadi bagian dari demokrasi. Sayangnya Mursi-IM terlihat gamang menghadapi debat, oposisi, bahkan juga ejekan-ejekan dalam siaran komedi di televisi. Kultur pendidikan politik IM adalah kultur antikritik yang yang sangat menjunjung tinggi patronase (antara lain dengan istilah doktrinasi ‘tsiqah', percaya saja pada apa yang dilakukan pemimpin, umat manut saja, pasti hasilnya akan baik) sulit bernegosiasi dengan kultur eforia demokrasi. Dan terjadilah apa yang terjadi: IM yang selama puluhan tahun dibungkam penguasa, justru melakukan upaya-upaya pembungkaman suara oposisi, termasuk menangkap Dr Bassem Youseff, komedian televisi yang dituduh menghina presiden.

 

Yang paling fatal adalah Dekrit November 2012 yang dikeluarkan Mursi, yang menyatakan bahwa semua produk hukum yang dihasilkan anggota parlemen (yang didominasi Ikhwanul Muslimin) tidak bisa dibatalkan pengadilan. Argumen yang diberikan aktivis IM atas dekrit ini adalah: kalau parlemen terus-terusan diganggu oposisi dan keputusannya bisa dibatalkan, kapan pemerintahan akan jalan? Tapi apapun juga argumennya, yang jelas dekrit ini semakin menambah masif gelombang demo anti-Mursi.

 

Di sini pula kita bisa menganalisis, apa yang sebenarnya terjadi dalam benak para demonstran anti-Mursi. Menurut Prof. Robertson, power (kekuasaan) bisa mendistorsi pikiran dan emosi massa. Ketika mereka berdiri dalam jumlah jutaan di Tahrir Square muncul rasa solidaritas, sekaligus power, yang sangat besar. Sayangnya, pada saat yang sama, muncul pula keinginan yang lebih besar untuk melihat orang di luar kelompok mereka menderita. Situasi ini menunjukkan bahwa kekuatan massa pun ternyata bisa menjadi kekuatan korup (perusak).

 

Distorsi pikiran dan emosi massa yang merasa memiliki kekuasaan ini pula agaknya yang membuat mereka mengambil keputusan irrasional, yaitu menyerahkan kedaulatan kepada pihak yang sebelumnya telah merepresi kedaulatan itu sendiri: militer. Mereka membiarkan militer menangkap presiden yang mereka pilih sendiri dalam pemilu dan memaafkan pembunuhan yang dilakukan militer terhadap para aktivis IM. Mereka membiarkan media-media IM dibredel dan membiarkan media massa pro-militer mencekoki rakyat dengan narasi-narasi versi mereka. Akibatnya, tak heran bila dukungan terhadap militer semakin besar.

 

Inilah kondisi rusaknya kemampuan abstraksi rakyat Mesir terkait demokrasi. Dalam alam demokrasi ada pola pikir abstrak yang seharusnya dimiliki semua pihak: saya tidak suka kalah, tapi saya menghormati proses demokrasi. Menurut Robertson, fitur utama demokrasi adalah bahwa ego individual dan ego massa harus tunduk pada prinsip hukum dan prinsip demokrasi. Inilah yang akan menjinakkan ‘angkara murka' psikologis manusia, yaitu nafsu untuk mencapai kekuasaan yang dibarengi dengan keyakinan bahwa kekerasan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan itu. Artinya, setiap faksi politik punya nafsu untuk berkuasa dan secara psikologis ada potensi untuk meyakini bahwa kekuasaan bisa dicapai dengan kekerasan. Demokrasilah yang dianggap bisa menghalangi perilaku seperti ini.

 

Sayangnya, situasi di Mesir memperlihatkan penurunan kemampuan berpikir abstrak-demokrasi telah melanda hampir setiap elemen yang berseteru: pemerintah interim yang di-backing militer terus merepresi aktivis IM dan pihak anti-IM yang kehilangan orientasi: mendukung militer, membiarkannya (dan membenarkan) melakukan apa saja terhadap IM, dan melupakan apa yang mereka perjuangkan tiga tahun sebelumnya (penggulingan Mubarak yang didukung militer selama puluhan tahun). Di saat yang sama, IM terus melakukan aksi-aksi pembangkangan terhadap pemerintah interim walau itu berujung pada semakin kerasnya represi militer terhadap mereka; dan memunculkan antipati massa yang lebih besar.

 

Perdamaian di Mesir tampaknya masih lama akan terwujud. Perseteruan masih akan terus berlanjut, selain karena kemampuan berpikir massa yang terdistorsi, juga karena menyembuhkan luka di hati jutaan orang yang merasa ‘barang berharga'-nya telah dirampas bukanlah pekerjaan mudah.



[1]
. http://opegypt.wordpress.com/2013/07/25/pro-morsi-peacefulness/

[2]. http://www.youtube.com/watch?v=KBQ3QiWsskY&feature=youtu.be

[3]. http://www.theguardian.com/world/2013/oct/20/egypt-general-sisi-mania

[4]. http://professorianrobertson.wordpress.com/2013/07/04/mob-power-can-corrupt-too-bad-news-for-egypts-future/

[5]. http://professorianrobertson.wordpress.com/2013/08/16/egypts-psychological-furies/

[6]. http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/07/28/pemetaan-konflik-mesir/

alt

پرتال پورتال سازمانی بایگانی اسناد پورتال جامعه مجازی پورتال شبکه اجتماعی

Senin, 11 November 2013 16:48

Penyakit yang Merusak Acara Ratapan Duka

Penyakit utama yang merusak bahkan menghilangkan pengaruh penting dan konstruktif sebuah perbuatan baik adalah mengubahnya menjadi sekadar kebiasaan. Hal yang sama juga dapat menimpa penyelenggaraan acara ratapan duka Imam Husein as. Bila pelaksana acara ini tidak mengenal secara khusus apa yang tengah dilakukannya dan tidak mengetahui filosofi apa yang sedang dikerjakannya, maka pada dasarnya mereka lemah dan acara yang diselenggarakan juga akan kehilangan ruh dan semangatnya. Ketidakmampuan ini akan membuat acara yang dilakukan tidak lagi memperhatikan aturan yang semestinya. Acara ratapan duka Imam Husein as perlahan-lahan akan menjadi kebiasaan dan tradisi yang memiliki sedikit kandungan, atau tidak memiliki substansi sama sekali, bahkan acara ini bisa merugikan.

 

Imam Ali as menilai penyakit utama sebuah pekerjaan yang dilakukan atas dasar kebodohan adalah berubahnya pekerjaan itu menjadi sekadar kebiasaan.

 

Bila acara ratapan duka Imam Husein as berubah substansi menjadi hanya sekadar kebiasaan dan tradisi, maka tidak akan ada yang peduli kualitas, tujuan dan mengapa Ahlul Bait as memerintahkan kita untuk menyelenggarakan peringatan acara ratapan duka Imam Husein as. Di sini, acara ratapan duka akan kehilangan substansi dan dampak konstruktifnya.

 

Acara ratapan duka Imam Husein as yang semula merupakan gerakan revolusioner, membentuk jiwa resistensi dan menyempurnakan serta menyadarkan jiwa manusia menjadi kehilangan substansinya. Acara ratapan duka yang seharusnya merupakan alat, kini berubah menjadi tujuan!

 

Dalam kondisi yang seperti ini, sebuah pahala, ibadah dan tujuan penting akan tetap dinilai sebagai satu nilai, sekalipun bercampur dengan pelbagai kebohongan, penyimpangan, dosa dan perselisihan, bahkan dalam banyak kasus justru bertentangan dengan shalat dan kewajiban yang lain. Bagi penyelenggaranya sudah cukup ketika bentuk lahiriah dari sebuah acara ratapan duka diselenggarakan dengan baik.

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan buruk dan tidak benar, maka yang didapatkannya adalah semakin jauh dari Allah."

 

Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang melaksanakan sebuah pekerjaan tanpa pengetahuan dan kesadaran, maka ia akan semakin jauh dari tujuan sesuai dengan seberapa cepat ia melakukan perbuatannya."

Dalam pelaksanaan acara ratapan duka Imam Husein as biasanya muncul hal-hal yang tidak baik dan bahkan berbahaya bagi agama. Hal ini harus disikapi dengan tegas.

 

Sering kali terjadi saat menyampaikan kisah-kisah sejarah dalam acara ratapan duka terjadi penambahan, pengurangan atau penyimpangan. Sebagian syair-syair yang dibacakan melenceng dari akidah Islam.

 

Benar, cinta dan kesedihan yang ada dalam peristiwa Asyura sedemikian dalamnya, sehingga siapapun yang mendengarnya akan meratapi semuanya. Tapi ini tidak menjadi pembolehan atas penambahan, pengurangan atau penyimpangan kisah Asyura. Apa lagi dalam membacakan syair-syair yang yang terlalu berlebihan tentang Imam Husein as, sehingga bertentangan dengan akidah Islam. Semua bentuk penyimpangan ini dilarang oleh para marji Syiah.

 

Para ulama melarang membacakan syair-syair yang memiliki kandungan ekstrim dan lemah, apalagi yang bertentangan dengan pribadi Imam Husein as dan revolusinya. Mereka yang mengikuti acara ratapan duka hendaknya tidak melakukan gerakan-gerakan atau perbuatan yang akan disalahgunakan oleh musuh-musuh Islam.

 

Penyimpangan dan bidah dalam penyelenggarakan acara ratapan duka Imam Husein as adalah sesuatu yang berbahaya. Begitu juga dengan membawa bendera dan simbol-simbol yang tidak memiliki rujukan dalam Islam dan perbuatan lain yang dapat membuat orang salah paham tentang substansi acara ratapan duka Imam Husein as.

 

Hal ini dilarang oleh para ulama agar jangan sampai menjadi tradisi. Perilaku yang salah ketika dibiarkan perlahan-lahan akan menjadi kebiasaan dan bila telah menjadi demikian, maka akan sangat sulit untuk menghilangkannya. Bahkan bisa jadi sedemikian kuatnya tradisi ini membuat mereka yang melakukannya menganggap bagian dari agama, dan siapa saja yang memberikan pencerahan akan masalah ini dianggap tidak mengenal agama, bahkan kafir!

 

Para penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as harus berusaha sedemikian rupa sehingga jangan ada yang punya anggapan dikarenakan untuk Imam Husein as, maka pasti akan diberi pahala dan menggembirakan beliau. Padahal, pemberian pahala dari Allah dan kegembiraan beliau hanya akan terjadi bila perbuatan yang dilakukan sesuai dengan perintah agama.

Tidak Berilmu

 

Prasyarat utama untuk melakukan sebuah perbuatan adalah memiliki ilmu dan informasi terkait aturan, adab dan perilaku yang menjamin dampak positif dari perbuatan itu. Poin penting yang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan acara ratapan duka Imam Husein as adalah segalanya bukan merupakan tujuan, tapi sarana untuk menjadi lebih sempurna dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

 

Bila kita meyakini acara ratapan duka Imam Husein as merupakan sarana, maka setiap sarana hanya dalam kondisi khusus dapat mengantarkan manusia kepada tujuannya. Artinya, tidak benar bahwa setiap perbuatan baik, apakah itu wajib atau sunnah, dalam segala kondisi dapat mengantarkan manusia kepada kesempurnaan.Di sini, sebuah perbuatan yang disertai ilmu dapat meninggikan derajat manusia di sisi Allah.

 

Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt tidak akan menerima sebuah perbuatan tanpa makrifah."

 

Dalam sebuah hadis yang lain dari Imam Husein as disebutkan, "Allah Swt menciptakan manusia agar dapat mengenal diri-Nya. Setelah mereka mengenalnya baru melakukan penghambaan kepada-Nya.

Pembaca Kidung Duka dan Tafsir Birrayu atas Sejarah, Hadis dan Maqtal

 

Sebagian pembaca kidung ratapan duka Imam Husein as melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan agama. Semua itu dinisbatkan kepada Imam Husein as bahwa apa saja yang dilakukan demi beliau sudah pasti diterima oleh Allah Swt.

 

Berangkat dari pemahaman semacam ini sebagian dari pembaca kidung ratapan Imam Husein asi ada yang memaknai sendiri apa saja terkait hukum Islam. Ada juga yang menyampaikan sejarah sesuai dengan yang diinginkannya. Bahkan sebagian mereka menjelaskan riwayat-riwayat secara serampangan akibat ketidakmampuannya di bidang Hadis. Sementara yang lain menambahkan sendiri cerita-cerita tambahan di luar yang dinukil oleh buku-buku maqtal yang mengisahkan peristiwa pembantaian Karbala.

 

Tapi perlu dipahami bahwa mereka yang melakukan ini kebanyakan dikarenakan cintanya kepada Ahlul Bait as, khususnya Imam Husein as. Oleh karenanya, apa yang mereka lakukan ini tidak boleh disikapi dengan keras, tapi perlu dikontrol dan dinasihati. Mereka diberi arahan mengenai mana yang seharusnya mereka lakukan dan mana yang tidak.

 

Kita harus melihat mereka sebagai orang-orang yang perlu diperkaya mengenai ajaran Islam, khususnya terkait acara ratapan duka Imam Husein as. Bukan sebaliknya, kita mencaci mereka dan menjauhkan mereka. Jangan sampai kita melihat orang yang berada di bibir jurang dan ingin menolongnya, tapi bukan menolong, justru kita mendorongnya ke dalam jurang. Dengan kata lain perlu pembinaan khusus kepada mereka yang terlibat dalam acara ratapan duka agar tidak terjatuh pada pemaknaan, penambahan dan penjelasan yang keluar dari pesan Asyura itu sendiri.

Menurut al-Quran, ratapan duka memiliki akar dalam Islam. Bahkan yang melakukan ratapan duka pertama kalinya adalah Allah Swt. Dalam al-Quran surat al-Buruj ayat 4-8 Allah Swt berfirman, "Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman."

Ayat selanjutnya menyebutkan alasan mengapa mereka disiksa seperti itu. Allah Swt berfirman, "Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji."

Peristiwa Asyura dan Karbala harus senantiasa dihidupkan. Allah Swt dalam surat Maryam ayat 41 berfirman, "Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al-Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi." Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi Ibrahim as telah melakukan pengorbanan dan engkau wahai Nabi Saw harus terus menghidupkan pengorbanan yang telah dilakukan itu.

Begitu juga dalam ayat 16 disebutkan, "Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam al-Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur." Nabi Muhammad Saw diperintahkan menyebut nama Maryam dan menjelaskan kesulitan yang dialaminya dan semua ini harus dipertahankan serta disampaikan kepada generasi yang akan datang.

Dengan demikian, ratapan duka banyak ditemukan dalam al-Quran dan menjadi satu hal prinsip dalam Islam untuk tetap mempertahankan pengorbanan dan perjuangan mereka. Ini menjadi pelajaran berharga bagi generasi yang akan datang.

Penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as yang baik dan benar adalah setiap kali masuk waktu shalat, maka shalat yang harus didahulukan. Sebagaimana diketahui bahwa bila shalat seseorang diterima oleh Allah Swt, maka seluruh amalnya akan diterima. Sebaliknya, bila shalatnya tidak diterima, maka seluruh amalnya tidak diterima.

Imam Shadiq as berkata, "Termasuk ucapan Luqman kepada anaknya adalah ‘Anakku! Jangan sampai ayam jantan lebih cerdas darimu. Apakah engkau tidak melihat bagaimana ia mengeluarkan suaranya ketika suara azan terdengar?"

Dalam riwayat yang lain Imam Shadiq as mengatakan, "Ada tiga amal yang paling baik dan yang terbaik dari ketiganya adalah shalat."

Panitia penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as juga harus berasal dari orang yang takut kepada Allah. Karena mereka juga menjadi penyelenggara shalat di awal waktu. Itulah yang dikerjakan Imam Husein as di hari Asyura

Bila penyelenggaraan acara ratapan duka di rumah, maka rumah itu semestinya menjadi tempat pelaksanaan shalat di awal waktu. Tapi jangan sampai melupakan shalat awal waktu di masjid. Karena bila terjadi shalat awal waktu di masjid menjadi lemah, maka para penyelenggara acara ratapan duka Imam Husein as harus semakin takut kepada Allah. Masjid adalah pusat aktivitas keagamaan dan begitulah seterusnya hingga Huseiniyah dan gedung atau rumah.

 

Berpakaian Hitam

Menurut ilmu fiqih, makruh hukumnya memakai pakaian berwarna hitam, tapi memakainya dalam memperingati syahadah Imam Husein as dan para Imam Maksum as yang lain telah dikecualikan. Itulah mengapa mereka yang menghadiri acara ratapan duka Imam Husein as berpakaian hitam-hitam. Pakaian hitam sendiri menunjukkan kesedihan, semangat perjuangan dan simbol agama bila dipakai pada waktu-waktu tertentu, seperti di hari-hari bulan Muharram.

 

Ucapan Belasungkawa

Disunnahkan dalam Islam mengucapkan belasungkawa kepada orang yang terkena musibah kehilangan orang yang dicintai atau keluarganya.

 

Cara Mengucapkan Belasungkawa

Imam Baqir as berkata:

 

أَعْظَمَ اللهُ اُجُورَنَا بِمُصَابِنَا بِالْحُسَیْنِ(عَلَیْهِ السلَامِ)، وَ جَعَلَنَا و اِیّاکُمْ مِنَ الطّالِبِیْنَ بِثَارِهِ مَعَ وَلِیّهِ الْاِمَامِ الْمَهْدِیِّ مِنَ آلِ مُحَمَّدٍ عَلَیْهِمِ السلَام

 

A'zhamallahu Ujurana Bimushabina bi al-Husein alaihi as-Salam, wa Ja'alana wa Iyyakum Mina at-Thalibina bi Tsarihi ma'a Waliyyihi al-Imam al-Mahdi min Ali Muhammad alaihim as-Salam

Semoga Allah Swt menambahkan pahala kita dengan ratapan duka akan musibah yang menimpa Imam Husein as dan menjadikan kita dan kalian sebagai penuntut darahnya bersama walinya al-Imam Mahdi af dari keluarga Muhammad as.

Pertalian kejiwaan dengan kebangkitan Imam Husein as membuat manusia hidup dengan perasaan. Nikmat besar ini bila dirangkaikan dengan akal memberi kesempatan manusia meraih kesempurnaan dan mengaktualisasikan segala potensinya. Pada waktu itu manusia akan terbebaskan dari segala batasan duniawi.

Kehidupan manusia yang semata-mata rasional akan terasa kering. Orang yang hidup dengan cara ini, maka kehidupannya tidak sehat. Hal yang sama juga dengan manusia yang hidup hanya mengandalkan perasaan. Ia tidak dapat melakoni kehidupannya dengan benar.

Dengan demikian, hanya manusia yang mampu mengkombinasikan antara akal dan afeksi yang dapat hidup sehat. Manusia hanya dapat terbang dengan dua sayap; akal dan emosi baru dapat mengarungi kehidupan yang tak bertepi. Di sini, revolusi Asyura memperkaya kehidupan manusia dari sisi rasionalitas dan afeksi secara bersamaan.

Orang Mukmin dan Cobaan

 

Sejumlah sahabat Imam Husein as bertanya kepada beliau tentang falsafah bencana, cobaan dan masalah yang menimpa pengikut Ahlul Bait.

 

Imam Husein as menjawab:

 

"Demi Allah! Bencana, kemiskinan, kefakiran dan pembunuhan dengan cepat menimpa para pecinta kami seperti larinya kuda di tempat perlombaan, atau pergerakan cepat banjir ke dataran rendah." (Mustadrak al-Wasail, jilid 2, hal 431)

 

Salah satu falsafah penting adanya cobaan, bencana dan masalah yang menimpa manusia adalah ujian bagi manusia demi meraih keikhlasan, mensucikan niat yang tidak benar dan motivasi yang tidak ilahi. Secara umum, bencana dan masalah yang menimpa manusia itu pada dasarnya merupakan anugerah Allah Swt kepada para hamba-Nya. Sikap manusia menanggung bencana itu menunjukkan cinta dan keimanan mereka kepada Allah.

 

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa manusia yang dekat kepada Allah adalah orang-orang yang lebih banyak mendapat cobaan dan bencana. Sementara bagi sebagian orang yang memiliki kapasitas kurang dari mereka, maka cobaan dan bencana menjadi perusak keimanan mereka. Cobaan itu dapat mengeluarkan mereka dari jalan kebenaran. Mereka ini adalah orang-orang yang motivasi keberagamaan mereka lebih kepada dunia dan bersifat materi.

 

Sementara orang-orang yang beriman mendapatkan keimanannya lewat pengetahuan dan pengenalan yang benar. Bukan saja keimanan mereka tidak goyah dengan datangnya cobaan dan bencana, tapi juga menjadi sarana untuk membersihkan ruh dan jiwa mereka sekaligus mensucikan amalnya. Karena menurut mereka, cobaan itu sendiri merupakan anugerah ilahi.

 

Dalam banyak hadis disebutkan bahwa cobaan dan bencana yang seperti ini pada intinya untuk mengangkat derajat manusia di sisi Allah dan tingkat bencana itu sendiri menimpa seseorang akan sesuai dengan kekuatan atau kelemahan imannya.

 

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Senin, 11 November 2013 16:42

Peran Ibu Saat Ayah Tiada

Anak yang kehilangan ayah dan ibu dalam agama disebut yatim. Namun dari sisi lain harus diketahui bahwa tidak hanya anak yang kehilangan ayah disebut yatim, tapi setiap anak, dengan alasan apapun bila kehilangan kasih sayang ayah dan ibu, atau tidak dapat berhubungan secara kontinyu dengan kedua orang tuanya juga disebut anak yatim.

 

Ayah atau ibu yang tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengurusi anaknya berarti orang tua yang memiliki anak yatim. Sebagai contoh seorang anak yang tidak melihat ayahnya di pagi atau malam hari, karena ayahnya pergi ke tempat kerjanya saat anaknya tidur dan kembali malam hari dimana anaknya sudah tidur. Anak yang orang tuanya bercerai dan tidak lagi mengurusinya juga tergolong anak yatim.

 

Kenyataan pahit yang terjadi dalam kehidupan adalah meninggalnya ayah dan anak kecil yang menjadi yatim. Menghadapi anak yang kehilangan ayah seperti ini membuat kewajiban seorang ibu lebih berat dari sebelumnya. Tanggung jawabnya menjadi lebih luas. Ia dapat menyelamatkan anaknya dari masalah yang dihadapi, tapi pada saat yang sama bila ia melukai hati anaknya, maka luka hati anaknya menjadi berkali lipat.

 

Dalam kondisi yang seperti ini seorang ibu memiliki dua kewajiban. Yang pertama mencakup kewajiban pribadinya sebagai seorang ibu dan menjadi teladan kasih sayang, emosi dan cinta. Sementara yang kedua mencakup kewajiban sebagai seorang ayah dari sisi disiplin dan aturan. Kombinasi antara emosi dan disiplin merupakan satu hal yang sulit. Seorang ibu saat menghadapi anaknya memainkan dua kepribadian. Tentu saja ibu membutuhkan ketrampilan khusus untuk mengkombinasikan dua tugas berat ini dalam dirinya.

 

Menyampaikan kematian ayah

Anak yang ditinggal mati ayahnya dan disebut anak yatim tentu berada dalam kondisi sedih. Dalam kondisi yang demikian, apa yang harus dilakukan oleh ibunya dan bagaimana caranya ia menyampaikan berita kematian ayahnya? Reaksi dan keputusan seorang ibu dalam kondisi yang demikian berbeda-beda. Ada yang berusaha menjelaskan bahwa ayahnya melakukan perjalanan jauh, sebagian ada yang mengatakan ayahnya ada di rumah sakit dan lain-lain.

 

Buat anak yang usianya lebih dari tujuh tahun, ia sudah memahami apa itu kematian dan berita kematian ayahnya dapat disampaikan kepadanya, tapi harus memberikan rasa optimis kepadanya bahwa ibu akan berusaha untuk membesarkannya. Beri penjelasan agar kepercayaan anak kepadanya tidak sampai hilang. Tidak boleh menggambarkan kematian sebagai sesuatu yang menakutkan, sehingga anak menganggap ibunya telah berbohong kepadanya. Di usia ini, anak harus mengetahui apa itu kematian dan begitu juga tentang kehidupan. Berbeda dengan anak yang usianya di bawah tujuh tahun. Menjelaskan masalah ini sangat sulit baginya, tapi dengan cepat kasih sayang ibu akan mengambil tempat ayahnya yang baru meninggal dan membuat anak mampu menghadapi kenyataan.

 

Memperkuat jiwa anak

Memperkuat jiwa anak merupakan kewajiban penting yang harus dilakukan oleh seorang ibu kepada anak yatimnya. Berusaha menyenangkannya bahwa ia sudah besar dan dapat menyelesaikan pekerjaannya sendiri dengan bantuannya. Ibunya harus meyakinkannya dengan penuh kesabaran dan keteguhan bahwa dirinya dapat melindunginya dan dengan perbuatannya harus mengajarkan anak menjadi lebih sabar. Anak harus diajarkan ketegaran dan istiqamah di samping tidak lupa mengambil langkah-langkah bahwa ia memikirkan apa yang dirasakan anaknya.

 

Seorang ibu pasca kematian atau perceraian dengan suaminya harus memperkenalkan anaknya dengan keluarga ayahnya dan berusaha menciptakan kondisi agar anaknya dapat berhubungan lebih baik dan luas dengan mereka, sehingga ia dapat membiasakan dirinya dengan lingkungan mereka dan tetap riang.

 

Tidak berlebihan menyayangi anak

Anak yatim tentu membutuhkan kasih sayang dan kedisiplinan agar tetap terkontrol. Tak syak bahwa bila ayahnya masih hidup ia pasti melakukan aturan yang telah ditetapkan. Sekarang, ketika ayah telah tiada, ibunya yang melakukan kewajiban itu. Dalam menjalankan kewajiban ini, ibu harus memperhatikan bahwa jangan sampai berlebih-lebihan dalam menyayanginya, sehingga kehilangan sarana untuk mengontrolnya.

 

Anak yang kehilangan ayahnya dari satu sisi merasa lebih bebas dan ingin melepaskan dirinya dari segala bentuk kewajiban. Bila ibunya tidak bersikap tegas terkait aturan keluarga yang ada bagi anaknya, maka hal ini bisa membuat anak itu tidak lagi taat kepada peraturan dan merasa bebas. Ibu harus teliti dalam pelaksanaan aturan dan melaksanakan kewajiban. Bersikap keras dan kaku atau membiarkan anak begitu saja akan menyulitkan ibu untuk merealisasikan tujuan pendidikan anak. Bahkan dalam sebagian kasus justru memberikan kesempatan anak untuk melawan orang tuanya.

 

Benar, di sini ibu memainkan peran ayah sebagai teladan disiplin bagi anak, tapi dalam melaksanakannya ibu harus memperhatikan perasaan dan emosi anak. Mengikuti keingin anak atau tidak boleh dikritik merupakan satu hal yang tidak baik dalam mendidik anak. Ibu harus mengingatkan perbuatan baik dan buruk kepada anak dan melaksanakan aturan yang ada. Dalam kondisi ini, ibu harus menghilangkan sementara perasaan dan kasih sayangnya, tapi pada saat yang sama tidak boleh melupakan bahwa sebagian kesalahan yang dilakukan anak dapat ditolerir, khususnya ketika anak melakukan kesalahan untuk pertama kalinya.

 

Satu kewajiban penting lainnya yang harus dilakukan ibu untuk anaknya pasca meninggalnya ayah adalah menentukan kewajiban dan tanggung jawab bagi anak. Sebagian pekerjaan rumah harus dilimpahkan kepada anak. Ibu harus berusaha agar anak menerima kewajiban itu dan dengan penuh rasa tanggung jawab melakukannya. Bila hal itu dilakukannya, maka ibu harus memujinya.

 

Ibu juga punya kewajiban mengontrol pekerjaan rumah anaknya. Hal ini harus terus dilakukan ketika anak tidak memperhatikannya, tapi bila anak memberikan perhatian untuk melakukan pekerjaan rumahnya, maka ibu tidak terlalu ketat lagi dalam mengontrolnya. Ibu harus menghormati sikap anak yang ingin merasa independen, selama tidak merugikan orang lain dan melalaikan aturan. Ibu harus menghormati sikap anak dalam mengelola uang sakunya, tapi penggunaanya perlu mendapat bimbingan ibu, bukan perintahnya. Artinya, ibu lebih bersifat mengontrol dan bukan memerintah.

Senin, 11 November 2013 16:41

110 Keutamaan Imam Ali as: Puncak Kefasihan

Puncak Kefasihan

 

Ibnu Abi al-Hadid tentang Imam Ali as dan Nahjul Balaghah mengatakan, "Ali pemimpin orang-orang fasih dan tuan ahli sastra. Ucapannya di bawah firman Khaliq dan di atas Makhluq, dimana masyarakat belajar berbicara dan menulis darinya."[1]

 

Ayah Umat

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Hak Ali as ke atas umat Islam seperti hak seorang ayah ke atas anaknya."[2]

 

Hidup Sederhana

 

Imam Shadiq as berkata, "Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as membebaskan seribu budak dan tawanan dengan bayaran yang didapat setelah bekerja. Tapi bila engkau melihat Imam Ali as, makanannya hanya kurma kering, susu dan pakaiannya sangat sederhana."[3]

 

Ali Pasangan Fathimah

 

Rasulullah Saw bersabda, "Jibril turun dan menjumpaiku lalu berkata, "Wahai Muhammad! Allah Swt berfirman, ‘Bila Aku tidak menciptakan Ali, maka tidak ada anak Adam yang dapat menjadi pasangannya."[4]

 

Alasan Tersenyum

 

Ibnu Saman dalam buku al-Muwafaqah menukil dari Qais bin Abi Hazim, "Suatu hari Abu Bakar dan Imam Ali as berhadap-hadapan. Ketika Abu Bakar melihat wajah Imam Ali as, ia langsung tersenyum. Ali as bertanya, ‘Apa yang menyebabkan engkau tersenyum?' Abu Bakar menjawab, ‘Saya mendengar dari Rasulullah Saw, ‘Tidak ada seorangpun yang dapat melewati Shirat al-Mustaqim, kecuali mendapat izin dari Ali as."[5]

 

Ilmu Ali as

 

Para sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw tentang ilmu Ali as. Beliau menjawab, "Hikmat dibagi sepuluh dan sembilannya diberikan kepada Ali as dan satunya dibagikan kepada seluruh manusia, termasuk Ali as dan ia yang paling alim dari mereka semua."[6]

 

Kulit dan Inti

 

Khathib Kharazmi, seorang ahli fiqih, sastrawan dan orator terkenal bermazhab Hanafi ketika sampai pada nama Ali as, ia mengatakan, "Ketika membahas tentang Ali as, mataku sakit seakan-akan ada tanah di dalamnya. Bagaiman tidak, beliau tidak memiliki apa-apa, di balik kekayaan Baitul Mal yang ada. Seakan-akan semua orang seperti kulit dan intinya adalah Ali as, pemimpin kita."[7]

 

Bendera Hidayah

 

Rasulullah Saw bersabda, "Ali as adalah bendera hidayah dan pemimpin para waliku. Ia menjadi cahaya siapa saja yang menaatiku. Ali merupakan nama yang kuwajibkan kepada orang-orang bertakwa untuk mengikutinya. Barangsiapa mencintainya, berarti ia mencintai aku dan barangsiapa yang menaatinya, berarti ia menaatiku."[8]

 

Berjabat Tangan dengan Malaikat

 

Imam Ridha as berkata, "Bila manusia mengetahui nilai hari ini, Hari Ghadir, maka di setiap kesempatan para malaikat berjabat tangan dengan mereka 10 kali setiap hari."[9]

 

Sumber Keutamaan

 

Seorang penyair Kristen mengatakan, "Saya menggubah sebuah puisi untuk Ali as. Bila ada yang protes dan mengatakan, ‘Semestinya engkau menggubah puisi untuk Paus, Isa dan Maryam?' Saya akan menjawab, ‘Saya mencintai keutamaan dan ketika mencarinya di dunia ini saya menemukan sumber keutamaan dan saya menyaksikan Ali as sumber keutamaan itu. Itulah mengapa saya menggubah puisi untuk Ali as."[10]

 

Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.

 



[1]
. Nahjul Balaghah az Kist?, hal 17.

[2]. Yanabi' al-Mawaddah, jilid 1, hal 287, bab 41, hadis 1.

[3]. Tarjomeh al-Gharat, hal 31-32. Bihar al-Anwar, jilid 8, hal 739.

[4]. Imam Ali as dar Ahadis-e Ghodsi, hal 49.

[5]. Yanabi' al-Mawaddah, jilid 2, hal 335.

[6]. Ibid, jilid 1, hal 161, bab 14, hadis 9.

[7]. Hassastarin Faraz-e Tarikh Ya Dastan-e Ghadir, hal 286.

[8]. Nur ats-Tsaqalain, jilid 5, hal 73.

[9]. Payam Ghadir, hal 45. Tahdzib al-Ahkam, jilid 6, hadis 52.

[10]. Tarbiyat-e Farzand, hal 235.

© Indonesian Radio. All rights reserved.

alt

پرتال پورتال سازمانی بایگانی اسناد پورتال جامعه مجازی پورتال شبکه اجتماعی

Senin, 11 November 2013 16:39

Kerugian Akibat Jauhnya Anak dari Ibu

Anak harus hidup bersama ibunya dan setidaknya sampai akhir tahapan masa kanak-kanaknya. Pentingnya masalah ini dapat dirasakan dari pelbagai sudut pandang, utamanya dari sisi pendidikan anak. Karena ibu merupakan pemuas dan pembentuk kepribadian anak dari sisi emosi dan akhlak, dimana sebagian besar mempengaruhinya di masa kanak-kanak. Bila ibu terpaksa harus bekerja di luar rumah atau bepergian, hendaknya memilih baby sitter yang akrab dengan anak-anak dan melewati sebagian besar waktunya bersama anak dengan penuh kasih sayang.

 

Di masyarakat yang tidak memiliki prinsip untuk menjalani kehidupannya atau tidak memiliki pemikiran yang jelas, semua urusan termasuk masalah pendidikan tidak jelas, bahkan carut marut. Betapa banyak ibu-ibu yang lebih suka melakukan aktifitas di pelbagai tempat dan menyerahkan anaknya kepada pembantu atau bila beruntung kepada baby sitter. Bagi mereka tidak penting apa yang terjadi pada anaknya dan akan menjadi pribadi seperti apa di masa mendatang. Berpisah dari anak jangan dipandang sebagai perbuatan kecil atau sederhana. Tapi bila hal itu harus terjadi, ibu harus memikirkan jaminan dan keamanan yang diperlukan bagi si anak.

 

Anak yang hidup jauh dari ibu

Anak kecil sangat sensitif berpisah dari ibunya dan sangat sedikit dari mereka yang dapat menerima kondisi barunya, sekalipun ada yang menyayanginya, tapi tetap saja itu tidak enak baginya. Anak kecil yang berpisah dengan ibunya akan merasa tidak enak. Dunia dianggapnya gelap, asing, tanpa cinta, bahkan telah kehilangan keramahan dan keamanan.

 

Anak yang jauh dan terpisah dari ibunya senantiasa sedih dan tertekan. Ia tidak tertawa dari batinnya dan kondisinya secara umum tidak begitu baik, bahkan tidak ada nafsu makan. Wajahnya pucat dan senantiasa gelisah. Terkadang ia terbangun di malam hari dan seringnya mencari alasan.

 

Anak kecil bisa menerima ketidakhadiran ibunya bila mengetahui bahwa ibunya akan kembali ke rumah setelah beberapa waktu bepergian. Tapi ketika ada yang mengabarkan kepadanya bahwa ibunya tidak pulang seperti biasanya, penyampaian berita ini terkadang dapat membuatnya shock. Bila seorang ibu terpaksa harus berpisah dengan anaknya, setidaknya ia harus memastikan dirinya akan segera kembali dan melihatnya.

 

Salah bila menganggap anak kecil tidak dapat membedakan mana ibunya dan yang bukan, sehingga menyimpulkan anak itu dapat menanggung perpisahan dengan ibunya. Hasil penelitian membuktikan bahwa anak berusia satu setengah bulan akan memberi reaksi bila dipisahkan dari ibunya, sekalipun masalah gizinya dapat dipenuhi. Anak seusia itu sudah merasakan kesakitan dengan perpisahan itu.

 

Terpisahnya anak dari ibunya akan menyebabkan gangguan dalam diri dan perilaku anak. Riset yang dilakukan dalam masalah ini menunjukkan sebagian anak kecil justru menjadi keras, suka menyerang, tidak seimbang, tidak berempati dan berbuat seenaknya sendiri. Ia suka mengisolasi diri dan tidak ingin bersosialisasi. Sebagian lainnya keras kepala dan suka mencari alasan. Mereka menjadi mengerti bagaimana lari dari rumah, merasa tidak ada yang menyayanginya dan dari sisi psikologis ia tidak pernah merasa puas.

 

Anak membutuhkan belaian dan kasih sayang yang hakiki. Apa yang dilakukan oleh seorang baby sitter tidak dapat memenuhi kebutuhan ini sepenuhnya. Sekaitan dengan masalah pertumbuhan anak, telah dilakukan penelitian yang hasilnya menyebutkan anak yang tumbuh dalam kondisi demikian mengalami keterlambatan pertumbuhan dan selama jarak perpisahan ini semakin lebar, maka pertumbuhan anak juga semakin lambat. Khususnya bagi anak yang memiliki kecerdasan otak. Kepribadian anak yang seperti ini dari sisi moral dan emosi tidak cepat berkembang, bahkan masalah ini akan mempengaruhinya ketika telah besar. Hal ini mencakup masalah pertumbuhan psikologis anak dan boleh dikata anak menderita keterlambatan pertumbuhan psikologis.

 

Ketiadaan ibu di sisi anak bila terjadi berulang-ulang akan membuat anak itu dari sisi emosi menjadi orang yang tidak peduli dan ini sangat merugikan anak itu. Anak juga tidak mau menerima orang lain sebagai ibunya dan senantiasa melawan.

 

Sebagian dampak dari ketidakhadiran ibu di sisi anaknya sangat merugikan terkait dengan:

 

1. Lama ketidakhadiran ibu. Semakin lama seorang ibu berpisah dengan anaknya, maka kerugian yang diderita oleh anak akan semakin besar pula.

 

2. Usia anak ketika ibu tidak hadir di sisinya. Semakin kecil usia anak sewaktu berpisah dengan ibunya, maka dampak buruk perpisahan itu semakin besar.

 

3. Jenis kehidupan pasca ketidakhadiran ibu. Bila kehidupan anak semakin memburukdan membingungkan, maka pengaruh tidak adanya ibu akan semakin merugikan anak.

 

4. Sikap baby sitter di saat tidak ada ibu. Bila baby sitter semakin bersikap keras dampaknya emosi anak semakin tidak baik.

 

5. Pemenuhan kebutuhan anak. Semakin buruk pemenuhan kebutuhan anak seperti air, makanan, istirahat dan lain-lain, maka dampaknya juga akan semakin buruk bagi anak.

 

Dalam situasi ketidakhadiran ibu di sisinya, terkadang anak menangis sendirian. Nah, dalam kondisi ini jangan memaksa anak untuk menghentikan tangisannya, tapi harus duduk di sisinya dan secara perlahan-lahan menenangkannya.

 

Jenis ketidakhadiran ibu

Kembali lagi bahwa semakin lama ibu tidak hadir di sisi anaknya, maka kerugian yang diderita anak juga semakin besar. Bila anak mulai membiasakan diri dengan kondisi ini, di dalam dirinya sifat tidak peduli menjadi dominan dan perlahan-lahan ia tidak mengenal ibunya. Sementara bila kondisi ini tidak dikontrol, anak akan sampai pada satu kesimpulan tidak mau menerima ibunya. Tapi perlu diketahui bahwa ketidakhadiran ibu di sisi anaknya tidak harus lama, karena terkadang ketidakhadiran ibu yang hanya sebentar juga dapat menciptakan kekacauan dalam diri anak.

 

Jangan pernah pergi dari hadapan anak dengan memanfaatkan kesempatan kelalaiannya. Bila setelah anak pergi ke play group atau taman kanak-kanak dan ibu ingin bepergian, maka sejak awal hal ini sudah disampaikan kepada anak. Karena ketika anak kembali dari sekolah, ia mengharapkan sambutan ibunya dan mencari ibunya, sementara bila tidak menemukan ibunya, maka hal itu akan sangat menyakitkan baginya.

Senin, 11 November 2013 16:38

Nasihat Imam Husein as: Syiah Hakiki

Syiah Hakiki

 

Ada seorang yang menemui Imam Husein as dan berkata, "Saya termasuk Syiah Anda."

 

Imam Husein as menjawab, "Takutlah kepada Allah dan jangan mengklaim hal yang demikian! Karena Allah Swt akan berkata kepadamu, ‘Engkau bohong' dan itu berarti engkau telah berbuat dosa atas pengakuanmu. Sesungguhnya Syiah kami adalah orang yang hatinya suci dari segala bentuk dosa, kotoran dan pengkhianatan. Oleh karenanya engkau semestinya mengatakan bahwa engkau termasuk pencinta kami." (Sayid Hasyim Bahraini, Tafsir al-Burhan, Qom, Moasseh Mathbu'at Esmailiyan, 1403 HQ, jilid 4, hal 22)

 

Imam Husein as dalam perkataannya menyebutkan ciri khas orang Syiah agar siapa saja dapat membedakan mana Syiah yang hakiki dan mana yang bukan. Beliau menyebut parameter paling penting Syiah adalah kesucian hati dan bersih dari segala kotoran dan pengkhianatan. Karena bila manusia memiliki hati yang bersih dan jauh dari segala kekotoran, maka kesucian ini akan mempengaruhi lahiriahnya dan akhirnya membentukyna menjadi manusia yang baik. Sementara orang yang tidak memiliki kesucian hati ini, sekalipun ia mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait as, ia tidak tergolong Syiah hakiki.

 

Cinta Ahlul Bait

Imam Husein as berkata:

 

"Barangsiapa yang mencintai kami berarti ia termasuk dari kami, Ahlul Bait." (Nuzhah an-Nazhir wa Tanbih al-Khathir, hal 40)

 

"Cintailah kami Ahlul Bait. Karena siapa saja yang akan menghadap Allah dan dalam keadaan mencintai kami, maka ia termasuk orang yang mendapat syafaat kami." (Ihqaq al-Haq, jilid 11, hal 591)

 

Mencintai tidak sekadar ingin. Terkadang manusia mencintai orang lain karena ada kepentingannya. Tapi ada manusia yang mencintai orang lain dikarenakan dirinya memang benar-benar mencintai, maka dalam kondisi ini ia siap mengorbankan dirinya. Ini model cinta kepada Ahlul Bait yang berujung pada wilayah dan ketaatan. Pada tahapan ini, ketaatan yang dilakukannya membuatnya bersambung dengan Ahlul Bait. Al-Quran menukil dari ucapan Nabi Ibrahim as dan mengisyaratkan hakikat ini, "Barangsiapa yang mengikutiku berarti ia berasal dariku." (QS. Ibrahim: 36)

 

Cinta dengan makna seperti ini memiliki pengaruh yang luas dan syafaat merupakan salah satunya. Dengan demikian, untuk meraih syafaat Ahlul Bait as di Hari Kiamat, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan segala yang diperlukan untuk lebih mengetahui dan mencintai mereka dengan sebenar-benarnya.

 

Memperhatikan ajaran Ahlul Bait

Imam Husein as berkata:

 

"Barangsiapa mendatangi kami, ia tidak akan kehilangan empat sifat; memiliki argumentasi kuat, menghakimi dengan adil, pertemanan yang menguntungkan dan duduk bersama para ilmuwan." (Kasyful Ghummah fi Ma'rifah al-Aimmah, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1401 HQ, cet 3, jilid 2, hal 32)

 

Ahlul Bait merupakan teman terbaik manusia. Karena mereka adalah manusia pilihan Allah. Memperhatikan perilaku mereka dan mengikuti ucapan dan perbuatan mereka akan membuat sifat-sifat utama semakin banyak dalam kehidupan dan akhlak individu dan sosial.

 

Persahabatan dan permusuhan dengan Ahlul Bait

Imam Husein as berkata:

 

"Barangsiapa yang bersahabat dengan kami berarti telah bersahabat dengan Rasulullah dan barangsiapa yang bermusuhan dengan kami berarti telah bermusuhan dengan Nabi Muhammad Saw." (Ihqaq al-Haq, jilid 11, hal 592)

 

Di masa hidupnya, Nabi Muhammad Saw berkali-kali menghimbau umat Islam untuk bersahabat dengan Ahlul Bait dan mengikuti mereka. Allah Swt dalam al-Quran menyebutkan cinta kepada Ahlul Baiat sebagai pahala dari risalahnya. (QS. as-Syura: 23) Semua penekanan ini dimaksudkan agar umat Islam senantiasa berada dalam lindungan cahaya hidayah keluarganya dan bergerak menuju kesempurnaan. Dengan demikian, mencintai Ahlul Bait as berarti mencintai Nabi Saw dan memusuhi mereka adalah memusuhi Nabi Saw.

 

Cinta murni kepada Ahlul Bait

Suatu hari ada sekelompok warga Madinah menemui Imam Husein as. Mereka mengatakan, "Sebagian teman kami pergi menemui Muawiyah, tapi kami mendatangimu dikarenakan agama kami."

 

Imam Husein as berdiam sejenak lalu berkata, "Barangsiapa yang mencintai kami Ahlul Bait dan cintanya kepada kami tidak berdasarkan kekeluargaan atau karena kami telah berbuat baik kepdanya, tapi dikarenakan Allah dan Nabi-Nya, maka di Hari Kiamat ia akan dibangkitkan di padang Mahsyar bersama kami seperti dua jari ini yang berada bersisian." Setelah itu Imam Husein as menjejerkan dua ibu jarinya. (A'lam ad-Din, hal 46).

 

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Senin, 11 November 2013 16:36

110 Keutamaan Imam Ali: Manusia Terbaik

Manusia Terbaik

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Ali Khair al-Basyari Faman Abaa Faqad Kafara... Ali merupakan manusia terbaik dan barang siapa yang mengingkari hakikat ini berarti ia telah kafir."[1]

 

Sahabat Orang Miskin

 

Suatu hari Imam Ali as sedang sibuk menggali sumur. Setelah berusaha keras, tiba-tiba air bersumber dari bawah dan beliau berkata, "Aku bersaksi kepada Allah bahwa sumber air ini kujadikan sedekah. Kemudian beliau mengeluarkan kertas dan menulis, "Hamba Allah, Amirul Mukminin menyedekahkan tanah dan sumur ini kepada orang-orang miskin Madinah agar dapat melindungi wajahnya kelak di Hari Kiamat dari api neraka."[2]

 

Beribadah

 

Ada yang bertanya kepada Ummu Said, hamba sahaya Imam Ali as, "Ali as di bulan Ramadhan lebih banyak beribadah atau di bulan-bulan yang lain?" Ummu Said menjawab, "Ali setiap malamnya sibuk dengan munajat kepada Allah dan tidak ada beda baginya apakah itu bulan Ramadhan atau tidak."

 

Begitu juga dalam penjelasan mengenai beliau disebutkan bahwa ketika beliau ditebas pedang dan dibawa dari masjid ke rumah, beliau melihat ke arah tempat terbitnya matahari dan berkata, "Wahai Subuh! Bersaksilah bahwa engkau melihat Ali dalam kondisi berbaring saat ini saja!"[3]

 

Di Pasar

 

Zadzan mengatakan, "Imam Ali as seorang diri melakukan kontrol di pasar. Beliau memberi petunjuk orang yang kehilangan jalan dan membantu orang yang kesulitan. Ketika melewati para pedagang, beliau membacakan ayat al-Quran,[4] "Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa."[5]

 

Peran Imam as

 

Imam Baqir as berkata, "Ketika Rasulullah Saw wafat, masyarakat memilih khalifah selain Ali as. Waktu itu setan memakai mahkotanya dan mengumpulkan pasukannya dan berkata kepada mereka, "Bergembiralah. Karena selama Imam tidak bangkit, maka tidak ada yang menaati Allah secara hakiki."[6]

 

Ketidakmampuan Jahizh

 

Jahizh, seorang orator hebat menyatakan ketidakmampuannya dalam menghadapi ucapan Imam Ali as. Ia mengatakan, "Setelah al-Quran dan ucapan Nabi Muhammad Saw, setiap ucapan, khutbah dan makalah yang pernah saya baca dan dengat tidak dapat mengalahkanku. Tidak ada yang lebih baik dari kemampuanku atau yang sama dengannya, kecuali ucapan Amirul Mukmini Ali as. Karena setiap kali saya berusaha, tetap saja saya tidak mampu menyainginya."[7]

 

Pentingnya Ucapan Imam Ali as

 

Kharazmi dalam buku al-Manaqib mengutip dari Ahmad bin Abi Thahir, teman dekat Jahizh mengatakan, "Ketika Jahizh mengatakan kepada kita, ‘Di antara ucapan Imam Ali as ada 100 kalimat yang setiap satu darinya sama dengan seribu kalimat indah Arab." Setelah itu Ahmad mengatakan, "Sudah lama saya meminta kepada Jahizh untuk memberikan 100 kalimat Imam Ali as barang sebentar untuk kupelajari. Ia sebenarnya juga sudah berkali-kali berjanji untuk memberikannya, tapi tidak dilakukannya, bahkan ia terlihat pura-pura lupa, sehingga di akhir hidupnya ia mengeluarkan "100 Kalimat" itu dan memberikannya kepadaku."[8]

 

Sebutan Khusus

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Ketika saya melakukan Mikraj di langit, Allah Swt menyampaikan segala sesuatu berupa wahyu kepadaku." Setelah itu Allah berfirman, "Wahai Muhammad! Sampaikan salam kepada Ali bin Abi Thalib, Amirul Mukminin. Sebelum ini Aku tidak pernah menyebut seseorang dengan nama Amirul Mukminin dan tidak setelah ini."[9]

 

Emas dan Perak Menurut Imam Ali as

 

Ketika ada seorang Arab Badui meminta sesuatu kepada Ali as, beliau memerintahkan agar memberinya seribu. Wakil beliau bertanya, "Dari emas atau perak, yakni seribu dinar dinar atau seribu dirham?" Beliau berkata, "Keduanya di mataku adalah batu. Berikan kepadanya mana yang lebih bermanfaat baginya."[10]

 

Pelayan Penuh Dedikasi

 

Selama di rumah, Imam Ali as bekerja mengumpulkan kayu bakar, menimba air dan menyapu rumah. Beliau menjahit sendiri sepatunya yang robek dan terkadang membantu mengangkatkan tempat air perempuan tua, bahkan dalam banyak kesempatan beliau mengangkat sendiri kantung makanan dan dibawakannya kepada anak-anak yatim.[11] (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

 

Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.

 



[1]
. Fadhail Amirul Mukminin, hal 42.

[2]. Jauharah, dar Nasab wa Sharh Ahval Ali as va Ale Ou, hal 99-100.

[3]. Ali Kist?, hal 235.

[4]. QS. al-Qashas: 83.

[5]. Sireh Alavi, hal 48.

[6]. Raudhah al-Kafi, jilid 2, hal 186, hadis 542.

[7]. Ba Nahjul Balaghah Ashena Shavim, hal 31.

[8]. Ibid, hal 43.

[9]. Imam Ali as dar Ahadis Ghodsi, hal 67.

[10]. al-Fushul al-‘Aliyyah, hal 100.

[11]. Ibid, hal 103.

Comments

Ali as Parameter Kebenaran dan Kebatilan

Imam Husein as berkata:

"Di masa Rasulullah Saw, mengetahui orang munafik dengan melihat permusuhan dan kebencian mereka kepada Ali as dan keturunannya." (Syeikh Shaduq, Uyun al-Akhbar ar-Ridha as, Beirut, Muassasah al-‘Alami, 1408 HQ, cet 3, jilid 2, hal 72, hadis 305)

Untuk mengenal kebaikan dan keburukan memerlukan paramater yang jelas, sehingga manusia dapat menilai dirinya sendiri. Atas dasar ini, Allah Swt menciptakan manusia-manusia sempurna dan maksum sebagai tolok ukur bagi manusia yang lain untuk mengenal keutamaan dan keburukan. Itulah mengapa Rasulullah Saw berkali-kali menyebut Imam Ali as sebagai parameter untuk mengenal kebenaran dan kebatilan. Dalam ucapan Imam Husein as ini juga disinggung mengenai parameter ini.

Imam Ali as merupakan sumber seluruh kebaikan dan keutamaan. Sementara orang-orang Mukmin senantiasa memiliki kecenderungan kepada kebaikan dan keutamaan. Di sini tanpa disadari hatinya memiliki kecintaan kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Sebaliknya, orang-orang Munafik senantiasa memusuhi dan membenci Imam Ali as dan keluarganya.

 

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.