کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 113-118
Ayat ke 113-114
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (114)
Artinya:
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (9: 113)
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (9: 114)
Permohonan ampun atau istighfar merupakan sebuah ungkapan cinta. Dalam dua ayat ini, Allah Swt melarang orang mukmin untuk memohon ampunan bagi orang-orang Musyrik, meskipun mereka adalah kerabat dan sanak saudara. Karena orang yang mati dalam keadaan musyrik akan dimasukkan ke dalam neraka tidak ada harapan pengampunan baginya. Ayat-ayat berikutnya mengisahkan kesediaan Nabi Ibrahim as untuk memohon ampunan bagi pengasuh beliau dengan syarat ia menerima petunjuk beliau. Namun Nabi Ibrahim berlepas diri dari pengasuh beliau yang tetap mempertahankan kesyirikannya.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Syirik adalah dosa yang tak terampuni meskipun yang memohon ampunan bagi orang musyrik adalah para nabi. Satu-satunya jalan bagi mereka adalah bertaubat.
2. Ikatan keagamaan lebih mulia daripada ikatan darah. Karena itu kita tidak boleh menilai suatu ajaran agama dengan perasaan dan hubungan darah serta sanak famili.
Ayat ke 115-116
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (115) إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (116)
Artinya:
Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (9: 115)
Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (9: 116)
Allah Swt telah membuka pintu hidayah bagi manusia melalui akalnya dan wahyu Ilahi. Allah Swt tidak akan pernah mengazab atau membiarkan hamba-Nya, kecuali jika manusia itu tidak mengerjakan kewajibannya dan tidak menghindari apa yang dilarang oleh Allah. Salah satu ancaman bagi orang-orang yang beriman adalah bahwa mereka yakin akan menjadi penghuni surga dan tidak merasakan adanya bahaya yang mengancam mereka. Padahal tidak ada jaminan apapun bahwa seorang mukmin tidak terjebak kekufuran.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penentangan secara sadar terhadap perintah Allah akan menutup pintu hidayah, dan bahaya ini mengancam semua orang yang beriman.
2. Balasan dan siksa Allah akan dilaksanakan setelah adanya penjelasan hukum dan penyempurnaan hujjah.
3. Seseorang harus lebih memikirkan hubungannya dengan Allah Swt, daripada memperkokoh hubungan kekeluargaan orang-orang Musyrik.
Ayat ke 117
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117)
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. (9: 117)
Ayat ini menyinggung kondisi sulit yang dialami oleh kaum Muslimin dalam perang Tabuk yang disebabkan oleh jauhnya jarak perjalanan dan sengatan matahari di musim panas saat itu. Sebagian sahabat Nabi menolak ikut dalam perang tersebut dengan mengemukakan berbagai macam alasan agar mereka bisa tetap tinggal di kota dan melanjutkan rutinitas mereka di ladang perkebunan. Namun, berkat anugerah Allah, sebagian sahabat setia Nabi yang bukan termasuk orang-orang munafik, mematuhi seruan Rasulullah dan mereka tidak tergolong orang-orang yang sesat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tanda-tanda iman sejati adalah mengikuti bimbingan para pemimpin agama dalam kondisi sulit bukan hanya dalam kondisi normal saja.
2. Seluruh umat manusia bahkan para Nabi as mengharapkan anugerah Ilahi dan terkabulnya taubat bagi para pendosa merupakan salah satu bukti rahmat Allah Swt.
Ayat ke 118
وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (118)
Artinya:
Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (9: 118)
Berdasarkan riwayat dalam sejarah Islam, tiga sahabat nabi yang tidak ikut dalam perang Tabuk, menghadap Rasulullah untuk menyatakan penyesalan mereka. Namun, Rasulullah Saw tidak menghiraukan mereka. Bahkan, Rasulullah memerintahkan para sahabat beliau dan istri ketiga orang itu tidak berbicara dengan mereka. Ketiga orang itu keluar dari kota Madinah dan untuk memohon ampunan dari Allah Swt. Setelah taubat mereka diterima oleh Allah Swt, Rasulullah menyampaikan kabar gembira itu kepada ketiga sahabat beliau.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satu cara untuk menindak orang-orang yang menentang hukum-hukum sosial adalah dengan memboikot mereka.
2. Setelah tahap pemboikotan tadi, kita harus membuka peluang bagi mereka untuk membenahi diri dan kembali ke jalan yang lurus.
Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 104-107
Ayat ke 104
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (104)
Artinya:
Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? (9: 104)
Menyusul perintah Allah dalam ayat sebelumnya tentang zakat, ayat di atas menyinggung bahwa, kendati Rasulullah Saw yang mengambil zakat kalian dan membagi-bagikannya kepada kaum fakir miskin, pada hakikatnya yang menerima zakat kalian adalah Allah Swt dan Rasulullah Saw hanya melakukan perintah Allah untuk mengumpulkan zakat kalian.
Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa sebelum sedekah atau zakat itu sampai ke tangan kaum fakir miskin, telah terlebih dahulu diterima oleh Allah Swt. Jelas bahwa barangsiapa yang menentang perintah Allah ini dan perintah-perintah-Nya yang lain, maka mereka harus bertaubat dan tidak ada satu pihakpun yang dapat mengabulkan taubat mereka kecuali Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam bertaubat kepada Allah, manusia tidak cukup dengan sekedar menyatakan penyesalan, akan tetapi harus dibarengi dengan bukti nyata penyesalan mereka dengan penebusan dosa dan melakukan mengintrospeksi diri.
2. Zakat bukanlah sejenis pajak dalam agama, karena yang menerima zakat adalah Allah yang sama sekali tidak memerlukan sesuatu apapun.
Ayat ke 105
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)
Artinya:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (9: 105)
Ayat ini merupakan ancaman bagi para Munafikin dan penentang perintah Allah Swt bahwa, "Janganlah pernah kalian menyangka kalian dapat menyembunyikan seluruh perbuatan kalian dari pantauan Allah dan Rasul-Nya serta kaum Mukminin. Karena dalam waktu dekat perbuatan cela kalian akan terungkap, di dunia ini. Selain itu, pada Hari kiamat kelak kalian akan berurusan dengan Allah Swt yang mengetahui batin dan seluruh perbuatan yang kalian lakukan secara sembunyi-sembunyi.
Berdasarkan riwayat yang ada, pengetahuan Rasulullah terhadap amal perbuatan umatnya tidak terbatas pada masa hidup beliau saja, melainkan saat ini pun beliau tengah memantau amal perbuatan umatnya. Begitu pula dengan orang-orang mukmin, berikhlas, serta para wali Allah yang suci dan maksum juga memiliki kemampuan yang sama, bahkan setelah mereka meninggal, dengan izin Allah Swt, mereka dapat mengetahui amal perbuatan manusia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengingat seluruh amal perbuatan kita senantiasa di awasi Allah Swt, langkah terbaik adalah menjauhkan diri dari dosa dan menjaga jiwa dan takwa kita.
2. Semakin banyak jumlah orang mengawasi amal perbuatan seseorang semakin besar pula rasa malunya, apalagi jika yang mengawas amal perbuatannya adalah Allah, Rasulullah dan para wali Allah.
Ayat ke 106
وَآَخَرُونَ مُرْجَوْنَ لِأَمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (106)
Artinya:
Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima taubat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (9: 106)
Setelah diketahui bersama berbagai kriteria sebagian kelompok orang-orang Munafik pada ayat-ayat sebelumnya, pada ayat ini kita akan membahas kriteria kelompok lain dari orang-orang Munafik. Dalam ayat tadi disebutkan bahwa, berbeda dengan mereka yang selalu mempertahankan kemunafikannya, dan mereka yang telah bertaubat dan menyesali perbuatannya, ada kelompok yang tidak enggan melakukan penyimpangan. Namun pada saat yang sama mereka juga enggan bertaubat. Nasib kelompok tersebut ada di tangan Allah Swt, apakah Allah akan menyiksa atau mengampuni mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hanya Allah Swt yang berhak memberikan ganjaran atau pengampunan kepada para pendosa, dan tidak ada yang dapat mencampuri keputusan Allah.
2. Kemurkaan dan atau kasih sayang Allah berdasarkan pada ilmu dan hikmah Allah, dan sekali-kali bukan karena balas dendam atau mencari kepuasan.
Ayat ke 107
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107)
Artinya:
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (9: 107)
Ayat ini menyinggung kisah masjid Dhirar, yang ringkasannya sebagai berikut, "Orang-orang Munafik dengan alasan membantu orang-orang yang tidak mampu dan sakit, mereka membangun masjid di depan masjid Quba. Masjid tersebut dibangun dengan maksud agar mereka bisa berkumpul dan mengubah masjid tersebut sebagai pangkalan mereka. Menjelang terjadinya perang Tabuk orang-orang Munafikin meminta Rasulullah Saw meresmikan masjid tersebut dengan shalat di dalamnya.
Akan tetapi Allah Swt menurunkan ayat-Nya yang berisi pemberitahuan untuk Rasulullah tentang niat busuk kaum Munafikin, bahwa masjid itu dibangun bukan untuk tujuan beribadah, akan tetapi untuk dijadikan sebagai pangkalan dalam melakukan konspirasi dan perpecahan di antara kaum Muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah memerintahkan para sahabat beliau untuk menghancurkan masjid tersebut, dan kemudian tempat itu dijadikan tempat pembuangan sampah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang Munafik dan musuh-musuh Islam menggunakan masjid dan sebagai tempat untuk menghancurkan agama Islam. Oleh karena itu kita harus mewaspadai seruan yang mengatasnamakan Islam.
2. Upaya penghancuran persatuan masyarakat Islam dan perpecahan dalam barisan kaum Muslimin, termasuk kekufuran kepada Allah, meskipun masjid sebagai faktor perpecahan tersebut.
Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 100-103
Ayat ke 100
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)
Artinya:
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (9: 100)
Sebelumnya telah disinggung kondisi orang-orang Munafik Madinah serta ketidaksopanan mereka terhadap Nabi dan kaum Mukmin. Ayat tadi menyatakan bahwa Allah Swt rela terhadap orang-orang Mukmin di Madinah. Para Muhajirin yang sebelumnya telah memeluk Islam di Mekah diperintahkan oleh Nabi untuk berhijrah ke Madinah. Sementara kaum Anshar di Madinah memberikan sebagian tempat tinggal mereka kepada kaum Muhajirin, serta membantu Nabi Muhammad Saw dalam menghadapi kaum Musyrik Mekah. Wanita muslim pertama, Sayidah Khadijah as, istri Nabi, meski telah menanggung berbagai kesulitan dan melepaskan status sosialnya yang tinggi, namun beliau tetap komitmen dan tidak pernah lengah dalam membantu Nabi dan kaum Mukminin. Begitu pula dengan laki-laki muslim pertama, Ali bin Abi Thalib as, yang selalu menyertai Nabi dan bersedia tidur di pembaringan Nabi, sehingga musuh tidak menduga Rasulullah keluar dari Mekah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berlomba-lomba dalam perbuatan baik merupakan kemuliaan, dan para pelopor perbuatan tersebut harus dihormati.
2. Berhijrah, menolong, dan mengikuti perbuatan baik, akan mendatangkan keridhaan dan pahala dari Allah Swt.
Ayat ke 101
وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (101)
Artinya:
Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.
Ayat ini kembali menyinggung bahaya orang-orang Munafik dalam masyarakat Islam. Dengan kata lain, di antara kaum Muslimin kota Madinah dan sekitarnya, terdapat orang-orang yang mengklaim beriman kepada Allah dan dikenal sebagai orang-orang Mukmin. Namun pada hakikatnya, mereka adalah orang-orang Munafik, mereka tidak beriman kepada Allah dan Hari kiamat. Meski tidak ada yang menyadari hal itu, namun Allah Swt mengetahui batin mereka. Allah akan menjerumuskan mereka ke jurang kehinaan dan musibah di dunia, dan di akhirat nanti mereka akan menerima azab yang amat pedih.
Penjelasan dari dua azab tersebut; pertama adalah terungkapnya kemunafikan mereka dan keterhinaan mereka di tengah masyarakat. Dan yang kedua adalah kesulitan dahsyat sewaktu ajal menjemput mereka, seperti yang telah disebutkan dalam surat al-Anfal ayat 50.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kemunafikan memiliki beberapa tahap. Ada yang bersifat sederhana dan lahiriah saja, dan ada yang sangat pelik dan telah mengakar. Semakin lama seseorang bergelut dengan kemunafikan tersebut, maka bahaya dan siksaannya juga semakin besar dan pedih.
2. Meski berprasangka buruk kepada orang lain dilarang. Akan tetapi waspada dan berhati-hati juga perlu dilakukan, karena orang-orang Munafik menyamar sebagai orang-orang Mukmin.
Ayat ke 102
وَآَخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآَخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (102)
Artinya:
Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. (9: 102)
Berdasarkan beberapa riwayat sejarah, sebagian sahabat Rasulullah menolak untuk berpartisipasi dalam perang Tabuk karena mereka telah tergiur oleh gemerlap dunia. Kemudian turunlah ayat-ayat yang mengecam mereka dan akhirnya mereka menyesali perbuatan mereka serta bertaubat kepada Allah. Taubat dan permohonan ampun mereka ungkapkan dengan mengikat tubuh mereka ke tiang-tiang masjid Nabawi. Allah Swt pun menerima taubat mereka dan Rasulullah membuka tali pengikat tubuh mereka seraya menyampaikan kabar gembira atas dikabulkannya taubat mereka oleh Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam introspeksi diri, kita jangan hanya melihat sisi positif pada diri kita, melainkan kita juga berusaha mengoreksi sisi negatif dan kesalahan yang telah kita perbuat.
2. Penyesalan adalah satu-satunya jalan untuk memperoleh ampunan Ilahi, dan Allah selalu membuka pintu taubatnya bagi para hamba-Nya.
Ayat ke 103
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103)
Artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (9: 103)
Islam bukanlah agama ibadah, zikir dan doa saja melainkan agama kepedulian terhadap fakir miskin dan pendanaan kepentingan-kepentingan sosial. Bahkan salah satu dari kewajiban setiap orang muslim adalah membagikan sebagian dari harta kekayaan mereka kepada fakir miskin atau yang dikenal dengan zakat. Mengeluarkan zakat hukumnya wajib, selain itu bersedekah juga merupakan perbuatan mustahab yang berulang kali ditekankan oleh para nabi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengeluarkan zakat, merupakan bukti kejujuran seseorang atas pengakuan imannya kepada Allah Swt.
2. Dalam menilai perbuatan baik orang lain, kita dituntut untuk bersyukur kepada Allah dan termotivasi untuk melakukan perbuatan yang baik. Bahkan Rasulullah Saw mengucapkan salam dan mendoakan orang-orang mengeluarkan zakat.
Persaingan Iran-Arab Saudi di OPEC
Sidang ke-164 Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dibuka pada hari Rabu (4/12) di Wina, Austria. Agenda pertemuan itu adalah untuk menentukan kebijakan produksi OPEC dan memilih sekjen baru organisasi.
Pertemuan tersebut dinilai sangat penting dan sensitif mengingat digelar di tengah transformasi politik dan geopolitik di wilayah Timur Tengah, khususnya setelah tercapainya kesepakatan nuklir antara Iran dan kelompok 5+1 di Jenewa, Swiss.
Keputusan untuk mempertahankan tingkat produksi anggota OPEC, laporan sekjen organisasi mengenai perkembangan pasar minyak global, laporan komisi ekonomi sidang OPEC, dan laporan produksi minyak OPEC, termasuk isu-isu yang akan dibahas dalam sidang ke-164 organisasi itu.
Iran, Irak, Arab Saudi, Kuwait, Venezuela, Qatar, Libya, Uni Emirat Arab, Aljazair, Nigeria, Angola, dan Ekuador, adalah negara-negara anggota OPEC.
OPEC sejak Desember 2011 hingga sekarang mempertahankan target produksinya sebesar 30 juta barel per hari, dengan harapan bisa menjaga harga minyak tetap stabil dan relatif tinggi untuk saat ini.
Akan tetapi dengan memperhatikan prospek kembalinya minyak Iran ke pasar dunia dan meningkatnya produksi minyak Irak dalam beberapa bulan terakhir, maka penting bagi negara-negara anggota OPEC untuk mendiskusikan masalah pagu produksi mereka.
Iran menekankan akan mempertahankan sahamnya dalam masalah produksi minyak di OPEC. Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh telah mengambil bagian dalam pertemuan tingkat menteri OPEC pada hari Rabu (4/12).
Zanganeh mengatakan, "Industri minyak Iran – setelah kesepakatan Jenewa – sedang bersiap untuk kembali secara penuh ke pasar minyak global." Dia juga menyeru negara-negara anggota OPEC untuk membuka ruang bagi kapasitas produksi minyak Iran.
Dia menuturkan, Iran akan segera meningkatkan ekspor minyak mentah ke empat juta barel per hari setelah sanksi dicabut. "Kami tidak punya kesulitan teknis untuk meningkatkan ekspor dan kembali ke empat juta barel per hari," jelasnya.
Zanganeh memperkirakan bahwa produksi minyak Iran akan disesuaikan dengan kesepakatan nuklir antara Republik Islam dan kelompok 5+1. Dia juga mengkonfirmasikan dimulainya pembicaraan kontrak minyak dengan beberapa perusahaan besar asing seperti, Total Perancis, Shell Belanda, PB Inggris, dan Exxon AS.
Pernyataan itu dianggap sebagai tantangan potensial bagi Arab Saudi. Menteri Perminyakan Saudi, Ali al-Naimi berusaha untuk meredakan kekhawatiran, dan mengatakan bahwa ia tidak melihat perang harga di pasar. "Saya berharap Iran kembali dan memproduksi semua yang mereka bisa," ujarnya. Tapi ia menolak mengurangi tingkat produksi.
Sebelum sanksi minyak berlaku hampir setahun lalu, Iran adalah produsen terbesar kedua minyak OPEC setelah Saudi. Selama masa sanksi, Saudi telah meningkatkan produksinya untuk menggantikan pasokan minyak dari Iran.
Upaya Mencairkan Ketegangan AS-Cina
Para pejabat Cina memanfaatkan kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden ke negara itu untuk menjelaskan kondisi baru dalam hubungan bilateral kedua negara.
IRNA melaporkan, Joe Biden pada hari Rabu (4/12) tiba di Beijing dan langsung bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping.
Pengumuman Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) oleh Cina telah mengundang Biden ke wilayah Asia Timur untuk membicarakan masalah tersebut. Sumber-sumber resmi Cina mengatakan, pertemuan Xi dan Biden membahas masalah hubungan Cina dan AS serta isu-isu lain yang menjadi perhatian kedua negara.
Dalam pertemuan itu, Presiden Cina menekankan masalah pembangunan model hubungan baru antara Beijing dan Washington, yang disepakati dengan Barack Obama dalam pertemuan Juni lalu. Hubungan kedua negara harus jauh dari konfrontasi serta mengedepankan sikap saling menghormati dan kerjasama berdasarkan kepentingan kolektif.
Xi telah menjelaskan kebijakan utama Cina mengenai sejumlah isu yang mengundang campur tangan AS seperti, masalah Taiwan, Tibet, dan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) di Laut Cina Timur.
Bersamaan dengan kunjungan Biden, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina dalam satu pernyataannya, mengharapkan pemahaman Washington tentang keputusan Beijing untuk menciptakan zona udara dan menghormati langkah itu.
Dua hari setelah pengumuman ADIZ, AS langsung menerbangkan dua pesawat pembomnya di atas wilayah tersebut. Aksi itu mengundang protes dari Beijing dan kemudian militer Cina mengerahkan jet-jet tempur dan pesawat peringatan dini ke ADIZ untuk melakukan patroli.
Beijing mengatakan, jet-jet tempur tersebut terbang ke ADIZ untuk memperkuat pengawasan terhadap kepentingan-kepentingan di kawasan. Angkatan Udara Cina menggambarkan misi itu sebagai langkah pertahanan yang sejalan dengan hukum internasional.
Para pejabat politik dan militer Beijing menilai pengumuman zona udara bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan dan keamanan serta menjaga wilayah udara Cina.
Akan tetapi, AS, Jepang, dan Korea Selatan mereaksi negatif terhadap keputusan sepihak Cina. Mereka menuding Cina berupaya menguasai wilayah sengketa dengan mengerahkan kekuatan militer.
Ayatullah Khatami: Kesuksesan di Jenewa Adalah Berkat Muqawama Bukan Kemaslahatan Negara
Khatib shalat Jumat Tehran, Ayatullah Sayid Ahmad Khatami, menilai keberhasilan Iran dalam perundingan nuklir Jenewa adalah berkat muqawama bangsa Iran.
Ayatullah Khatami dalam khutbah Jumatnya (6/12), menyinggung kesepakatan antara Iran dan Kelompok 5+1 di Jenewa, Swiss, dan mengatakan, "Ini merupakan kebanggaan bangsa Iran dalam muqawama, bukan di meja perundingan. Dan kemaslahatan negara serta pemerintah juga berkaitan dengan perluasan budaya muqawama."
Ayatullah Khatami menekankan bahwa musuh terpaksa mundur di hadapan muqawama bangsa Iran.
"Upaya diplomatik bersama dengan semangat revolusioner adalah syarat dalam menghadapi musuh," katanya.
Khatib shalat Jumat Tehran menjelaskan bahwa musuh bangsa Iran sebelumnya bahkan tidak mengijinkan mesin-mesin sentrifugal beroperasi di Iran untuk proses riset ilmiah. Akan tetapi sekarang berkat muqawama bangsa Iran dan kerja keras para ilmuwan Iran, sebanyak 19 mesin sentrifugal telah beroperasi.
Ditujukan kepada tim perunding nuklir Iran, Ayatullah Khatami mengatakan, "Rakyat percaya kepada Anda akan tetapi pada saat yang sama mereka juga tidak percaya kepada Amerika Serikat dan negara-negara Barat dan diharapkan Anda berhati-hati jangan sampai lengah menghadapi makar musuh.
Rahbar: Haji Bisa Satukan Kebutuhan Bersama Dunia Islam
Salam satu problema besar Dunia Islam saat ini adalah masalah perselisihan umat Islam dan isu madzhab yang sengaja ditimpakan dengan tujuan-tujuan yang keji. Hal itu disampaikan Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei hari Senin (11/11) ini dalam pertemuan dengan para pejabat dan penanggung jawab urusan haji.Dalam kesempatan itu, beliau menyebut haji sebagai hadiah Ilahi dengan kapasitas tanpa batas untuk menciptakan kesepahaman terkait kebutuhan-kebutuhan bersama Dunia Islam.
Seraya menekankan untuk memerhatikan kondisi dan tuntutan zaman dalam memaksimalkan pemanfaatan kapasitas haji yang sangat besar, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Kubu arogansi dan imperialis punya pengalaman yang besar dalam menyulut konflik berlatar belakang perbedaan madzhab. Dalam kondisi sekarang, kapasitas haji harus diaktifasi untuk melawan konspirasi ini."
Beliau menambahkan, "Konflik antar madzhab tidak terbatas dalam isu Syiah dan Sunni. Jika musuh berhasil mengobarkan pertikaian ini, maka pada tahap berikutnya mereka akan menyusun agenda menyulut konflik internal antara kelompok di tubuh Sunni dan Syiah."
Lebih lanjut Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa salah satu kapasitas besar haji adalah peluang di sana untuk memupuk kesepahaman terkait kebutuhan dan tuntutan bersama Dunia Islam.
Beliau menandaskan, "Masih banyak kapasitas haji yang belum dikenal, yang untuk bisa mengungkapnya diperlukan tenaga dan pemikiran para pemikir dan cendekiawan."
Seraya mengapresiasi kinerja para petugas dan pengurus pelaksanaan haji tahun ini yang telah memberikan layanan yang baik kepada para jamaah haji, Rahbar berharap supaya anugerah dan kapasitas besar yang ada pada ibadah haji bisa lebih dimanfaatkan untuk kepentingan Dunia Islam.
Di awal pertemuan, Wakil Waki Faqih dan Pimpinan Jamaah Haji Iran, Hojjatul Islam wal Muslimin Qazi Asgar menyampaikan laporannya terkait program yang dilaksanakan Bi'tsah Pemimpin Besar Revolusi Islam selama musim haji yang meliputi berbagai kegiatan budaya, keagamaan, dan kegiatan yang berlevel internasional.
Rahbar: Dalam Membela Hak Nuklirnya, Iran Selangkahpun Tak Akan Mundur
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Rabu (20/11) dalam pertemuan akbar dengan puluhan ribu komandan pasukan relawan Basij, menyebut Basij sebagai manifestasi dari kestabilan, kebanggaan dan wibawa pemerintahan Islam. Seraya menjelaskan beberapa kriteria dan modus-modus penipuan kubu arogansi global, khususnya Amerika Serikat (AS), yang tak bersedia tunduk kepada kebenaran, beliau menegaskan bahwa resistensi dan kekuatan bangsa adalah satu-satunya cara melawan musuh.Ayatollah al-Udzma Khamenei menekankan kembali dukungannya kepada pemerintah dan para pejabat negara seraya menandaskan, "Dalam masalah nuklir, ada beberapa garis merah yang harus dijaga dan jangan pernah mundur walau sejengkal dalam membela hak-hak bangsa."
Menurut beliau, Basij adalah wujud nyata dari kebesaran bangsa Iran dan kumpulan tenaga-tenaga handal di dalam negeri. "Bagi para pendukung pemerintahan, revolusi Islam dan negara ini, Basij adalah kesatuan yang membanggakan, tumpuan harapan dan lembaga yang terpercaya, sementara bagi musuh-musuh pemerintahan Islam ini Basij merupakan lembaga yang menakutkan dan mengecewakan," tambah beliau.
Menyinggung peringatan Pekan Basij yang bertepatan dengan peringatan perjuangan Zainab al-Kubra (as), Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan, "Perjuangan Zainab merupakan kelanjutan dari epik Asyura. Dengan kata lain, perjuangan Syd. Zainab (as) menghidupkan dan menjaga epik perjuangan Asyura."
Seraya menyinggung perjuangan Zainab al-Kubra (as) yang penuh dengan resistensi dan ketabahan saat menghadapi berbagai musibah yang kebesarannya hanya bisa disandingkan dengan kebesaran perjuangan Asyura, beliau menjelaskan khutbah-khutbah Zainab al-Kubra (as) yang tegas di depan warga Kufah, di depan Ibnu Ziyad dan di istana Yazid.
Rahbar menegaskan bahwa resistensi Zainab al-Kubra (as) telah membuahkan gerakan resistensi sepanjang sejarah dalam membela kebenaran. "Karena itu, teladan dan orientasi kita dalam gerakan ini adalah Zainab (as) dan tujuan yang harus dikejar adalah kemuliaan Islam dan masyarakat Islam serta kemuliaan insani," kata beliau.
Dalam pertemuan akbar ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung ungkapan ‘lunak tapi unggul' yang beberapa waktu lalu beliau gunakan, seraya mengatakan, "Sebagian orang menyebut ungkapan ‘lunak tapi unggul' sebagai langkah melepas prinsip dan cita-cita pemerintahan Islam. Atas dasar itu, sebagian musuh kita mengklaim bahwa pemerintahan Islam telah mundur dari prinsipnya. Padahal semua kesimpulan itu tidak benar dan satu pemahaman yang buruk."
Beliau menambahkan, "Sikap lunak yang unggul berarti bermain cantik dengan menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan dan berbagai cita-cita yang didambakan oleh pemerintahan Islam."
Di antara cita-cita revolusi dan pemerintahan Islam yang disinggung Rahbar adalah kemajuan dan membangun peradaban Islam yang agung. Cita-cita ini merupakan gerakan bersama yang dilakukan secara bertahap.
Lebih lanjut beliau mempertanyakan, "Apakah penekanan pemerintahan Islam akan kemajuan berarti kecenderungan pemerintahan Islam kepada perang? Apakah pemerintahan Islam hendak menyulut masalah dengan semua bangsa dan negara di dunia? Dan inilah yang sering kali terdengar dari mulut najis anjing-anjing galak di kawasan ini, yakni Rezim Zionis Israel."
Ayatollah al-Udzma Khamenei menambahkan, "Apa yang diklaim musuh justeru berlawanan dengan pandangan dan perilaku Islam. Sebab, cita-cita pemerintahan Islam sebagaimana yang diajarkan oleh al-Qur'an, Nabi Muhammad Saw dan para Imam Suci (as) adalah keadilan, kebajikan dan sikap baik terhadap semua bangsa."
Menurut beliau, bahaya sesungguhnya yang mengancam dunia adalah kekuatan jahat global termasuk rezim ilegal Zionis dan para pendukungnya.
Pemimpin Besar Revolusi Islam mengungkapkan bahwa pemerintahan Islam selalu mendambakan kasih sayang dan pengabdian kepada semua manusia serta memupuk hubungan persaudaraan dengan semua bangsa.
Ditambahkannya, pemerintahan Islam bahkan tidak bermusuhan sama sekali dengan rakyat Amerika, walaupun pemerintah AS bersikap arogan, memusuhi, keji dan menaruh dendam terhadap bangsa Iran.
"Yang berseberangan dengan pemerintahan Islam dan dilawan oleh pemerintahan Islam adalah arogansi," tegas beliau.
Lebih lanjut di depan puluhan ribu komandan Basij, Rahbar menjelaskan kriteria-kriteria arogansi dan maniferasinya di zaman ini. Seraya menyatakan bahwa arogansi atau istikbar adalah ungkapan yang ada dalam al-Qur'an, beliau menegaskan, "Arogansi selalu ada sepanjang sejarah walaupun modus-modus dan caranya berbeda."
Dalam menghadapi arogansi beliau menekankan untuk bersikap dan bertindak secara logis dan cerdas serta terprogram, sama seperti menangani hal-hal yang lain. Salah satu langkah awal dalam melawan arogansi adalah dengan mengenalnya secara benar.
Mengenai kriteria kubu arogansi, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyatakan bahwa salah satu kriteria utamanya adalah anggapan dirinya sebagai yang lebih unggul di atas yang lain. Ketika sebuah negara atau sistem hegemoni di kancah internasional menganggap dirinya sebagai yang utama, poros, dan di atas yang lain, maka yang akan muncul adalah percaturan global yang membahayakan. Di antara dampak-dampaknya adalah anggapan akan hak mengintervensi urusan negara-negara lain, memaksakan pandangan terhadap bangsa-bangsa lain, dan klaim sebagai penguasa dunia.
"Retorika yang digunakan para petinggi AS saat berbicara memperlihatkan bahwa mereka merasa memegang kendali atas nasib bangsa-bangsa lain dan merekalah yang memiliki dunia dan kawasan ini," kata beliau.
Dampak buruk lainnya dari sikap congkak itu adalah keengganan untuk menerima kebenaran. Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebutkan salah satu contohnya yaitu sikap AS dan kubu arogansi yang tidak bersedia mengakui hak bangsa-bangsa lain. "Isu nuklir Iran adalah satu contoh jelas yang memperlihatkan penolakan kubu hegemoni untuk mengakui hak bangsa lain," tegas beliau.
Padahal, lanjut beliau, setiap manusia atau negara yang menggunakan logika akan tunduk dan menerima kata-kata yang benar. Lain halnya dengan kubu arogansi yang tidak pernah bersedia menerima kata-kata pihak lain yang benar dan jelas. Mereka hanya memikirkan upaya untuk menistakan hak bangsa lain.
Seraya menjelaskan bahwa kriteria lain dari arogansi adalah sikap yang menghalalkan segala bentuk kejahatan terhadap bangsa lain, Rahbar menandaskan, "Di mata kubu hegemoni, bangsa dan orang yang tak bersedia tunduk dan menyerah kepadanya, tidak ada harganya dan mereka bisa diperlakukan dengan cara seburuk apapun."
Menurut beliau, contoh dalam hal ini sangat banyak dan tak terbilang, diantaranya adalah kejahatan keji dan menjijikkan yang mereka lakukan terhadap warga pribumi benua Amerika, kejahatan Inggris terhadap warga pribumi Australia, dan perbudakan paksa orang-orang kulit hitam asal Afrika yang dilakukan oleh orang-orang Amerika. Contoh lain yang merupakan kejahatan di zaman ini adalah tindakan AS yang menjatuhkan bom atom di Jepang.
"Di dunia ini, bom atom hanya digunakan dua kali dan keduanya digunakan terhadap rakyat Jepang dan pelakunya adalah orang-orang Amerika. Meski sudah melakukan kejahatan ini, AS justeru tampil sebagai pihak yang merasa berhak mengambil keputusan dalam masalah nuklir," kata beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei mengingatkan kembali pembantaian dan penyiksaan rakyat Vietnam, Irak, Pakistan dan Afghanistan oleh AS. "Penyiksaan keji yang terjadi di Guantanamo dan Abu Ghraib tak akan pernah terlupakan," ungkap beliau.
Untuk itu, beliau kembali menekankan keharusan mengenal kriteria kubu arogansi sebagai langkah awal dalam melakukan perlawanan yang arif dan cerdas. Beliau menambahkan kriteria lain kubu arogansi yaitu hipokritas dan kebohongan. Salah satu modus yang biasa digunakan adalah melakukan kejahatan dengan dikemas dalam bentuk pelayanan dan jasa.
Sebagai contohnya, kata beliau, untuk menjustifikasi kejahatan menjatuhkan bom atom di Jepang, para petinggi AS lewat media propagandanya menyatakan, jika 200 ribu orang tidak terbunuh akibat bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Perang Dunia II tak akan berakhir dan akan ada dua juta orang lagi yang terbunuh dalam perang. Karena itu, serangan bom atom ke Jepang pada hakikatnya adalah pengabdian AS kepada umat manusia!
Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan, "Klaim itu terus diulang-ulang padahal data-data yang ada menunjukkan bahwa beberapa bulan sebelum AS melakukan kejahatan besar itu di Jepang, Hitler yang merupakan salah satu penyulut PD II sudah bunuh diri, dan Mussolini pilar lainnya dalam PD II juga sudah ditangkap dalam sebuah serbuan, sementara Jepang sendiri sejak dua bulan sebelumnya sudah mengumumkan kesiapannya untuk menyerah."
Tujuan AS di balik kejahatan itu, kata beliau, adalah untuk mengujicoba senjata barunya, yaitu bom atom, di medan perang yang nyata. Dan itu dilakukan meski harus mengorbankan nyawa rakyat Hiroshima dan Nagasaki yang tak berdosa. Tapi sekarang, kejahatan itu dikemas dalam bentuk sebuah pengabdian kepada umat manusia.
Contoh lainnya adalah hipokritas sikap yang ditunjukkan AS dan kubu hegemoni dalam kasus senjata kimia Suriah. Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Para petinggi AS berulang kali mengaku bahwa penggunaan senjata kimia adalah garis merah bagi mereka. Tapi dulu ketika Saddam menggunakan senjata kimia untuk menyerang rakyat Iran, rezim AS bukan hanya tak menunjukkan penentangan bahkan menyuplai rezim Saddam dengan minimal 500 ton bahan kimia yang sangat berbahaya. Bahan itulah yang digunakan untuk membuat senjata kimia dan menyerang para pejuang Iran."
Contoh lain dari kejahatan AS adalah pembunuhan terhadap sekitar 300 penumpang dan awak pesawat komersial Iran dan bantuan intelijen AS kepada rezim Saddam di Irak.
Di bagian lain pembicaraannya, menyinggung konflik sepanjang sejarah antara kubu kebenaran dan kubu arogansi, Rahbar mengajukan pertanyaan mendasar tentang faktor yang memicu konspirasi dan permusuhan kubu arogansi terhadap Republik Islam Iran? Jawaban pertanyaan ini bisa dilihat dari sejarah terbentuknya revolusi Islam.
"Revolusi Islam rakyat Iran dan berdirinya pemerintahan yang diinginkan bangsa ini adalah gerakan protes dan penentangan terhadap arogansi dan kaki tangannya. Karena itu, kubu arogansi tak bisa menerima keberadaan pemerintahan Islam ini," kata beliau.
Hal itu pula, menurut beliau, yang membuat semua Presiden AS memusuhi Iran sejak kemenangan revolusi Islam dan melakukan berbagai konspirasi terhadap Iran, seperti kudeta, menyulut sentimen etnis, mendorong Saddam untuk menyerang Iran, membantu Saddam sepenuhnya, serta penerapan berbagai sanksi dan intimidasi.
Rahbar juga menyebut Presiden AS saat ini sebagai pihak yang ikut berperan dalam menyulut rangkaian kerusuhan dan fitnah pasca pemilu 2009 di Iran. Saat ini yang dijadikan oleh AS sebagai alat untuk menundukkan bangsa Iran adalah embargo. "Masalah mereka sebenarnya adalah karena mereka tidak mengenal bangsa ini juga iman dan kekompakannya, selain itu mereka juga tak pernah mau belajar dari kesalahan yang lalu," imbuh beliau.
Mengenai perundingan nuklir antara Republik Islam Iran dan enam negara (5+1), beliau menyatakan dukungannya kepada pemerintah dan para pejabat negara, dan ini merupakan satu kewajiban. Meski demikian beliau mengingatkan bahwa hak-hak bangsa Iran termasuk hak mengembangkan dan memanfaatkan teknologi nuklir untuk tujuan damai bukan masalah yang bisa ditawar. "Dalam membela hak bangsa, jangan sampai mundur meski hanya satu langkah," tegas beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan sikapnya yang tidak mencampuri rincian proses perundingan yang ada. Tapi, ada beberapa garis merah yang harus dijaga. Beliau juga berpesan kepada tim perunding untuk tidak takut menghadapi tekanan dan intimidasi apapun.
Mengenai sanksi dan embargo yang dijatuhkan AS dan kubu arogansi terhadap Iran, beliau menegaskan, "Mereka keliru. Bangsa Iran tak akan pernah tunduk kepada siapapun hanya karena tekanan dan intimidasi."
Beliau menambahkan, "Dengan inayah dan taufik Ilahi, bangsa Iran akan berhasil menanggung semua tekanan ini dan akan mengubahnya menjadi peluang."
Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebut sanksi AS terhadap Iran sebagai langkah yang sia-sia. Para petinggi AS juga menyadari bahwa sanksi ini tidak menghasilkan apapun. Karena itu, seiring dengan sanksi mereka juga sering mengumbar ancaman serangan militer, yang membuktikan bahwa sanksi tidak berguna sama sekali.
Beliau menambahkan, "Sebaiknya Presiden dan para petinggi AS memikirkan ekonomi mereka yang ambruk dan utang-utangnya supaya pemerintahan tidak terhenti selama dua pekan, bukan malah mengumbar ancaman militer terhadap bangsa Iran."
Rahbar menyebut bangsa Iran sebagai bangsa yang cinta damai dan menghargai bangsa-bangsa lain. Meski demikian, jika ada yang mencari gara-gara, bangsa ini siap melakukan tindakan yang tak terlupakan yang membuatnya menyesal.
Di akhir pembicaraannya, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa masa depan yang cerah menanti bangsa dan negara ini. Untuk itu beliau berpesan kepada para pemuda yang kelak akan memikul tugas yang berat ini supaya menempa diri dengan ketaatan beragama, ketaqwaan, kesusilaan, dan kebersihan jiwa yang diiringi dengan keilmuan, semangat, amanah, dan pengabdian kepada masyarakat.
Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 95-99
Ayat ke 95
سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (95)
Artinya:
Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka jahannam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (9: 95)
Orang-orang munafik yang enggan untuk hadir dalam perang Tabuk dan memilih tetap tinggal di Madinah datang menyambut Nabi dan pasukan Islam yang kembali dari medan perang. Pada saat itu dengan bersumpah mereka mengajukan berbagai dalih atas ketidakikutsertaan mereka dalam medan jihad. Akan tetapi Allah Swt memerintahkan kaum Muslimin agar mengabaikan sumpah dan dalih-dalih yang diajukan orang-orang Munafik itu. Karena itulah, Nabi Muhammad Saw menyuruh kaum Muslimin agar tidak bergaul dengan orang-orang Munafik yang tidak hadir di medan pertempuran itu dan tidak menaruh kepercayaan kepada mereka. Lanjutan ayat tadi menyebutkan alasan kemurkaan Ilahi terhadap orang-orang munafik, yaitu karena jiwa mereka kotor dan kelak balasan bagi mereka adalah api neraka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita tidak boleh gampang percaya pada sumpah orang-orang Munafik, yang pada umumnya bermaksud menipu kaum Mukminin.
2. Kita harus bisa mengambil jarak terhadap orang-orang dan lingkungan yang sudah rusak. Bahkan, kita harus berani memutus hubungan dengan orang-orang Munafik karena kemunafikan adalah sebuah penyakit yang membahayakan dan akan merusak keimanan kita.
Ayat ke 96
يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (96)
Artinya:
Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu. (9: 96)
Bagi orang-orang Munafik, usaha untuk mengambil hati orang mukmin bertujuan untuk menghindarkan diri dari kemaharan kaum Mukminin atas perbuatan licik mereka dan untuk menguatkan posisi mereka di tengah masyarakat. Meskipun kaum Mukmin ada yang terpedaya oleh usaha kaum Munafik dan menjadi ridha terhadap orang-orang Munafik itu, namun Allah tetap tidak akan ridha terhadap mereka. Keridhaan kaum mukmin itu sama sekali tidak ada artinya bila Allah tidak meridhai.
Terkait dengan masalah ini, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, "Barangsiapa yang berusaha untuk mendapatkan keridhaan Allah, sekalipun akibat usaha itu ia mungkin akan menerima kemarahan dari masyarakat, namun Allah Swt akan membuka jalan agar masyarakat juga akan ridha kepadanya. Akan tetapi sebaliknya, barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan cara melanggar aturan Allah, maka Allah akan memurkainya dan Allah Swt akan membuat masyarakat tidak suka kepada orang itu."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang munafik tidak akan pernah berusaha mencari keridhaan Allah. Mereka hanya mencari kesenangan duniawi dan untuk itu, mereka rela melakukan berbagai tipu daya terhadap kaum Muslimin.
2. Hati dan lisan manusia yang beriman tidak boleh menyatakan persetujuan atas perbuatan orang-orang yang fasik dan pembuat dosa.
Ayat ke 97
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (97)
Artinya:
Orang-orang Arab Badwi itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (9: 97)
Masyarakat pada zaman Nabi Saw terbagi dalam dua kelompok, yaitu mereka yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pedalaman atau pedesaan. Ayat-ayat sebelumnya berbicara mengenai orang-orang Munafik yang tinggal di perkotaan. Sementara itu, ayat ini dan dua ayat sesudahnya membicarakan tentang orang-orang Munafik yang tinggal di pedesaan. Ayat ini mengatakan, "Orang-orang Arab Badui, dikarenakan jauh dari budaya dan adat istiadat Islam, pemahaman mereka terhadap agama Islam menjadi sedikit. Oleh karena itu, mereka menjadi rentan terhadap isu dan fitnah yang dilontarkan oleh musuh."
Poin lain dari ayat ini adalah bahwa kalimat al-A'rab, arti harfiahnya adalah orang Arab Badui yang tinggal di pedalaman dan di desa-desa yang jauh. Namun, dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa kalimat ini memiliki mafhum dan pengertian yang lebih luas, yang tidak terbatas pada geografi. Dengan kata lain, yang dimaksud sebagai Badui dalam ayat ini adalah orang-orang yang pengetahuan agamanya minim, sehingga umumnya akan mudah menerima isu dan fitnah dari musuh.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kehidupan dalam lingkungan yang jauh dari kebudayaan dan keyakinan-keyakinan Islam, serta ketidaktahuan terhadap hukum Allah, dapat menyebabkan kerentanan dari berbagai sifat munafik dan kekafiran.
2. Menurut pandangan al-Quran, orang Badui adalah mereka yang meninggalkan tradisi dan sunnah Islami, lalu menggantikannya dengan tradisi jahiliah. Karena itu, meskipun seseorang tinggal di kota dan punya kehidupan modern, namun berperilaku meninggalkan tradisi Islami, sama saja dengan orang Badui.
Ayat ke 98-99
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (98) وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلَا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (99)
Artinya:
Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (9: 98)
Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (9: 99)
Kedua ayat ini membicarakan tentang adanya dua pandangan yang berbeda mengenai infak atau bantuan di jalan Islam, dengan mengatakan, "Mereka yang jauh dari kebudayaan Islam, ketika menginfakkan sesuatu kepada kaum fakir miskin, yang hanya bisa mendoakan saja, akan memandang infak dan bantuan itu sebagai kerugian belaka. Sebaliknya, orang-orang yang telah memahami kebudayaan Islam dan beriman kepada Hari Kiamat, mengetahui bahwa infak atau bantuan yang dikeluarkan di jalan Allah merupakan tabungan dan investasi kepada Allah yang tidak pernah rugi. Mereka mengetahui bahwa kelak pada Hari Kiamat, Allah akan membalas infak dan sedekah itu dengan pahala yang berlipat ganda. Sementara itu, di dunia, perbuatan mereka ini menggembirakan Rasul sehingga Rasul mendoakan mereka. Doa dari Rasul itu akan menyebabkan keridhaan dari Allah Swt dan mendatangkan rahmat-Nya di dunia dan di akhirat.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang munafik menganggap infak dan mengeluarkan bantuan itu sebagai kerugian, karena di hati mereka tidak tertanam iman kepada Allah dan Hari Kiamat.
2. Kaum Munafikin hanya menginginkan kejelekan dan bencana bagi orang-orang Mukmin, tetapi mereka sendiri yang akan terlilit kesulitan dan keinginan mereka itu tidak akan pernah tercapai.
3. Hal-hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, tidak lain adalah keikhlasan dan ketulusan kepada Allah Swt. Sebagai contoh, orang munafik bila mengeluarkan infak, maka amalnya itu tidak akan diterima Allah, karena dia melakukannya dengan niat yang busuk.
Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 91-94
Ayat ke 91
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (91)
Artinya:
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (9: 91)
Pada pembahasan lalu telah disebutkan bahwa sebagian orang-orang munafik guna melarikan diri dari kewajiban jihad fi salibillah mereka mengetengahkan berbagai alasan yang dibuat-buat. Sementara Allah Swt telah menganggap perbuatan mereka itu sebagai sumber kekufuran dan keluar dari iman kepada-Nya. Pada ayat ini dan ayat berikutnya al-Quran telah menyinggung beberapa kelompok muslimin yang dimaafkan untuk tidak mengikuti jihad dan perang, sehingga tidak lagi ada kelompok lain yang membuat-buat alasan dan justifikasi untuk tidak berpartisipasi dalam jihad. Kaum wanita dan anak-anak sudah barang tentu diterima alasan mereka tidak mengikuti perang dan jihad fi sabilillah.
Selain kedua kelompok oang itu, disebutkan pula orang-orang yang dari segi fisik tidak mampu, atau dikarenakan sakit sehingga mereka tidak mungkin bisa berperang, atau orang-orang yang tidak memiliki apapun dirumahnya,yang apabila mereka tinggal ke medan tempur pastilah keluarga dan rumah tangga mereka akan kelaparan. Orang-orang semacam ini diampuni untuk tidak mengikuti perang. Tentu dalam hal ini orang-orang semacam tersebut masih bisa diberi tugas dengan sebatas kemampuannya yaitu mereka tinggal di front terbelakang, sehingga tidak menimbulkan iri hati.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam Islam tidak pernah ada perintah yang melampaui batas kemampuan manusia. Karena undang-undang Islam selalu didasarkan pada perasaan dan keadilan. Untuk itu, setiap pekerjaan dan kewajiban yang manusia tidak mampu melaksanakannya, terlepas dari tanggung jawabnya.
2. Mereka yang punya alasan tidak bisa pergi ke medan tempur, meski sebenarnya mereka berkeinginan untuk ikut pergi. Mereka tersebut selalu berdoa kepada Allah Swt dengan hati dan lisannya agar pasukan Islam memperoleh kemenangan, atau mereka memberikan dukungan apapun yang bisa mereka lakukan sebagai perbuatan baik.
Ayat ke 92
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ (92)
Artinya:
Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu". lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (9: 92)
Ayat sebelumnya menyinggung 3 kelompok manusia yang dimaafkan untuk tidak ikuti ke medan pertempuran. Selanjutnya ayat ini menyebut kelompok manusia ke 4, yang bila diperhatikan dari segi pisik, mereka itu sehat, kuat dan mampu, mereka juga tidak memiliki peroblema keluarga, akan tetapi mereka tidak memiliki sarana dan alat untuk berperang seperti senjata atau alat dan sarana lainnya untuk bisa hadir dalam pertempuran. Agama Islam memaafkan kelompok manusia semacam ini, dikarenakan pemerintah Islam tidak bisa menyediakan peralatan dan sarana yang diperlukan bagi mereka. Jelas, bahwa kelompok Muslimin semacam ini juga memiliki hak untuk mendapatkan pahala dan balasan yang diperoleh oleh pasukan Muslimin. Karena mereka telah melangkah untuk bisa berpartisipasi, namun disebabkan oleh tidak tersedianya alat dan sarana, akhirnya mereka tidak bisa hadir. Selain itu, mereka juga bersedih dan menyesal atas ketidak hadirannya.
Dalam hal ini Nabi Muhammad Saw dalam perang Tabuk mengatakan, "Kelompok Muslimin semacam ini yang tinggal di Madinah memiliki hak bersama kalian di medan tempur ini. Karena sesungguhnya mereka sangat ingin pergi ke medan Jihad, akan tetapi mereka tidak bisa pergi dikarenakan tidak tersedianya sarana dan alat-alat untuk berperang."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nilai-nilai kemanusiaan tegak lewat motivasi kejiwaan dan semangat manusia itu, bukan dengan fasilitas. Semangat keagamaan juga merupakan suatu hal yang penting.
2. Orang mukmin yang sebenarnya akan sedih dan menangis bila tidak bisa ikut dan partisipasi dalam Jihad fi sabilillah. Akan tetapi orang-orang Munafik malah bergembira dan senang bila tidak hadir dalam pertempuan dan jihad fi sabilillah.
Ayat ke 93
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ وَهُمْ أَغْنِيَاءُ رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (93)
Artinya:
Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka). (9: 93)
Ayat ini menyinggung mengenai orang kaya dan munafik yang hidup berkecukupan di dalam masyarakat. Mereka ini tidak segan-segan absen dari medan jilida fi sabilillah karena mereka menjaga harta kekayaannya. Untuk itu mereka selalu mencari jalan untuk melarikan diri dari kewajiban Islam. Dalam ayat ini mereka mendapat kecaman keras dan disebutkan, sedemikian hebatnya mereka cinta kepada dunia sehingga membuat hati mereka mati dan sekeras batu. Mereka bahkan tidak bisa memahami hakikat dan tidak malu-malu tinggal bersama orang-orang yang menentang.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaya dan miskin sama dihadapan hukum Allah.
2. Siapa saja tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab melakukan hukum-hukum Islam.
Ayat ke 94
يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (94)
Artinya:
Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami beritamu yang sebenarnya. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (9: 94)
Berdasarkan beberapa riwayat kira-kira 80 orang munafik dengan berbagai alasan enggan berpartisipasi dalam perang Tabuk, bahkan sewaktu Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin kembali dari pertempuran, mereka mengetengahkan berbagai justifikasi atas pekerjaan mereka. Akan tetapi sewaktu ayat ini diturunkan, orang-orang Mukmin justru merasa curiga atas alasan mereka. Sementara mereka merasa dapat mengelabui orang-orang Mukmin supaya bila pasukan Islam memperoleh kemenangan, mereka akan bisa memperoleh bagian dari rampasan perang tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Betapa mudah dan baiknya Islam menerima alasan para pengikutnya dengan syarat tidak mencari-cari alasan. Selain itu, alasan itu juga tidak membahayakan dan menciptakan ketakutkan di kalangan kaum Muslimin.
2. Mereka yang melarikan diri dari melaksanakan tanggung jawab agama dan sosialnya, harus mendapatkan sanksi dari masyarakat berupa pemboikotan dan lain sebagainya, sehingga akan menjadi pelajaran bagi yang lainnya.



























