کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 7-11
Ayat ke 7
Artinya:
Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu). (5: 7)
Allah Swt telah menjelaskan dalam ayat-ayat yang lalu sebagian dari hukum berbagai bahan makanan, masalah rumah tangga, hukum beribadah dan shalat. Kemudian ayat ini juga mengatakan, bahwa petunjuk Ilahi ini merupakan nikmat Allah yang terbesar bagi kalian kaum Mukminin. Lalu sadarilah kadar itu dengan mengingat nikmat tersebut. Dan tentu kita masih ingat bahwa dalam ayat ke-3 surat ini, telah dipaparkan peristiwa pengangkatan Imam Ali bin Abi Thalib as untuk jabatan Khalifah, yang merupakan penyempurnaan agama serta pelengkap nikmat Ilahi. Ayat ini juga menyeru kaum Mukminun agar bersyukur dan menghargai nikmat besar kepemimpinan Ilahi, sekaligus juga memberi peringatan kepada mereka, bahwa kalian yang berada di Ghadir Khum, yang menerima dan mendengarkan pidato Nabi Saw mengenai kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib as harus berpegang teguh dan komit terhadap perjanjian Ilahi ini, dan jangan menentangnya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nikmat Islam dan Kepemimpinan Ilahi lebih baik daripada seluruh nikmat materi manapun dan harus senantiasa diperhatikan serta diingat.
2. Allah Swt melalui jalan akal dan fitrah, serta bahasa lisan telah mengikat suatu perjanjian dengan seluruh kaum Muslimin, agar senantiasa komitmen melaksanakan perintah Allah dan setiap bentuk penyimpangan dalam hal ini dianggap merusak perjanjian.
Ayat ke 8
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (5: 8)
Ayat ini memiliki kemiripan dengan ayat 135 surat an-Nisa. Perbedaannya, dalam surat an-Nisa Allah Swt memesankan umat Islam menegakkan keadilan, sekalipun itu merugikan diri sendiri atau orang-orang terdekat. Sementara dalam ayat ini dikatakan bahwa sekalipun terhadap para musuh-musuh kalian juga harus bersikap adil dan janganlah kalian keluar dari garis hak dan keadilan. Dasar-dasar dendam dan permusuhan akan dapat menciptakan suatu pembalasan, sehingga hak-hak orang lain diabaikan. Dalam pergaulan kemasyarakatan baik terhadap kawan maupun lawan, maka senantiasa ingatlah kepada Tuhan dan bertindaklah adil meski terhadap diri kalian sendiri, lalu sadarilah bahwa Allah Swt mengetahui semua pekerjaan kalian, dan berdasarkan keadilan-lah Allah memberikan pahala dan siksa.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keadilan kemasyarakatan hanya dapat diterima dalam naungan iman kepada Allah dan pelaksanaan perintah-perintah-Nya.
2. Keadilan bukan hanya sebuah nilai dan norma akhlak, tetapi ia merupakan sebuah perintah Ilahi dalam semua urusan kehidupan dalam rumah tangga, dalam masyarakat baik terhadap kawan maupun terhadap lawan.
3. Kelaziman Takwa ialah keterjauhan dari segala bentuk diskriminasi, dan tidak memberi peluang bagi timbulnya dendam dan permusuhan.
Ayat ke 9-10
Artinya:
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (5: 9)
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka. (5: 10)
Kedua ayat ini mirip dengan ayat-ayat al-Quran lainnya, dimana banyak disebutkan, mengenai balasan di akhirat, baik berupa siksa atau pahala dari Allah Swt. Balasan bisa dikarenakan kekufuran dan keimananan atau perbuatan buruk dan baik. Dalam masalah balasan ini, Allah Swt tidak membedakan kaum dan kelompok manapun, mereka yang beriman akan dimasukkan kedalam surga, sementara musuh-musuh-Nya dimasukkan kedalam neraka.
Pada ayat sebelumnya beberapa kali telah dipesankan agar menjaga keadilan dan takwa. Ayat-ayat ini juga mengatakan, selama dua masalah ini kalian jaga, maka kalian termasuk orang-orang Mukmin yang sebenarnya, dan akan dimasukkan kedalam surga. Dan jika tidak,maka kalian akan masuk ke dalam barisan orang-orang Kafir serta akan dimasukkan ke dalam neraka.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Surga dan neraka adalah janji Allah kepada orang-orang Mukmin dan Kafir. Sedangkan Allah Swt tidak akan pernah mengingkari janji-janji-Nya.
2. Perbuatan-perbuatan yang baik juga bisa menutupi dan mengapuskan kesalahan-kesalahan pada masa lalu, sekaligus merupakan jalan untuk memperoleh pahala dan balasan Allah Swt.
Ayat ke 11
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal. (5: 11)
Dalam sejarah Islam telah tercatat berbagai peristiwa, dimana musuh-musuh bermaksud dengan konspirasinya menciptakan bentrokan dan peperangan untuk menghapuskan nama Islam. Tetapi Allah Swt dengan kelembutan dan rahmat-Nya menjaga kaum Muslimin dan konspirasi musuh-musuh mengalami kegagalan. Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang Mukmin senantiasa harus mengingat pertolongan Allah ini dan harus menyadari bahwa jalan untuk bersyukur atas nikmat-nikmat ini. Sikap bersyukur harus ditunjukkan dengan bertakwa kepada Allah yang juga dapat menyebabkan berlanjutnya bantuan-bantuan gaib ini.
Orang-orang Mukmin harus mengetahui untuk semata-mata bersandar kepada kekuasaan Allah, dan bukan kepada kekuatan manusia. Bahkan hanya kepada Allah saja orang mukmin harus takut. Bila mereka hanya bersandar kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya, maka mereka akan tetap tegar dan kokoh menghadapi segala kekuasaan manusia yang temporal.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ingat kepada nikmat dan pertolongan Allah Swt dapat menjauhkan manusia dari sifat berbangga dan lupa diri, serta menambah kecintaan manusia kepada Allah.
2. Termasuk nikmat Allah yang terpenting ialah mencegah musuh dan membela kaum Muslimin ketika menghadapi musuh. Nikmat ini harus disyukuri melalui lisan dan perbuatan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 4-6
Ayat ke 4
Artinya:
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya. (5: 4)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah diterangkan mengenai makanan-makanan yang haram. Ayat ini juga menyatakan, daging setiap binatang yang telah dijelaskan sebelumnya adalah halal, baik daging tersebut kalian ambil sendiri maupun melalui penyembelihan dan bahkan melalui pemburuan yang dilakukan oleh Anjing pemburu, dan dengan gigitannya diberikan kepada kalian.
Sangat menarik sekali bahwa dalam ayat ini Allah Swt menyinggung kedudukan latihan yang dilakukan terhadap hewan, di antaranya adalah anjing pemburu. Ayat ini menyebutkan, pemburuan semacam ini, yang kalian ajarkan kepada binatang-binatang, sesungguhnya Allah Swt telah mengajarkan kepada kalian, dan bukan kalian sendiri yang mengerti pekerjaan semacam ini. Lalu Allah menjadikan seekor anjing liar, dapat menjadi jinak dan dibawah perintah kalian, sehingga apa saja yang kalian surukan dapat ia laksanakan untuk kalian.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ada aturan umum bahwa memakan daging secara alami dan bersih itu hukumnya halal. Karena pengharaman daging tersebut telah dijelaskan dengan gamblang.
2. Saat memakan daging harus dilandasi ketakwaan agar terjauhkan dari hal-hal yang haram. Karena Allah sangat cepat perhitungan-Nya terhadap siapa saja yang makan barang haram.
Ayat ke 5
Artinya:
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (5: 5)
Ayat ini telah menyinggung dua hal yang berhubungan Ahlul Kitab; pertama mengenai makan makanan mereka dan kedua menikahi perempuan mereka. Untuk masalah pertama, dengan mencermati hukum dan kondisi yang dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya, umat Islam tidak diperbolehkan memakan makanan Ahli Kitab yang berasal dari daging. Sementara selain daging, umat Islam diperbolehkan memakannya.
Adapun mengenai nikah dengan perempuan Ahli Kitab, umat Islam diperbolehkan melakukannya, tapi kita tidak diperbolehkan menikahkan perempuan muslim dengan mereka. Hal ini dikarenakan biasanya istri mengikuti keyakinan suaminya. Betapa banyak kita saksikan perempuan Ahli Kitab yang menjadi istri seorang muslim akhirnya memeluk agama Islam. Hal itu dipilihnya lewat kehidupan suaminya yang mengamalkan ajara Islam. Lewat suaminya mereka mengenal Islam dan beriman pada agama universal ini.
Ayat ini juga memberikan dorongan kepada umat Islam untuk menikah, ketimbang melakukan hal yang haram dengan seorang perempuan Ahli Kitab. Artinya, bila seorang muslim mencintai perempuan Ahli Kitab, maka hendaknya ia menikahinya, ketimbang melakukan hubungan secara sembunyi-sembunyi. Bukankah dengan ayat ini berarti Allah memberikan jalan pilihan yang lebih baik? Bukannya ketika kalian telah memperoleh seorang perempuan Ahli Kitab sebagai istri, kemudian kalian melepaskan keimanan dan menjadi kafir mengikuti keyakinannya!
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap agama menyebut kesucian jiwa perempuan sebagai suatu nilai. Tapi kebersihan jiwa yang dituntut dalam Islam adalah menjauhkan perbuatan yang tidak diinginkan oleh Allah.
2. Menurut pandangan al-Quran tolok ukur dalam memilih isteri kembali pada dua hal; iman dan kesucian.
Ayat ke 6
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (5: 6)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan makanan yang halal dan haram, ayat ini menjelaskan tentang bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah kepada kalian. Ayat ini mengatakan, hendaknya kalian bersyukur kepada Allah Swt atas semua nikmat yang diberikan kepada kalian semua, bahkan kebutuhan naluri dan biologis juga diberikan kepada kalian. Bersyukur dan lakukanlah shalat. Adapun syarat untuk bisa masuk pintu gerbang Ilahi ini ialah kesucian jiwa dan raga, lahir dan batin. Oleh karenanya, sebelum melakukan shalat berwudhulah, dengan membasuh muka dan tangan, kemudian usaplah kepala dan kaki. Bersihkanlah badan kalian dari kotoran-kotoran. Apabila janabah atau hadas besar, maka bersihkanlah dengan melakukan mandi.
Dalam lanjutan ayat ini juga disebutkan, sekalipun kewajiban kalian secara syar'i dengan berwudhu' atau bermandi, namun Allah Swt tidak memberikan jalan buntu kepada kalian semua. Apabila dengan alasan seperti sakit atau bepergian dan kalian sangat memerlukan air atau untuk mendapatkan air sangat sulit sekali, maka sebagai ganti air bertayammumlah kalian dengan menggunakan debu atau tanah yang bersih. Setelah itu lakukan shalat dengan khusyu. Ketahuilah bahwa kalian berasal dari tanah dan akan kembali pula kedalam tanah.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kekotoran tubuh dan jiwa menjadi penghalang mendekatkan diri kepada Allah Swt, sedang kesucian dan thaharah merupakan syarat dalam penghambaan kepada Allah.
2. Dalam Agama Islam tidak terdapat jalan buntu atau sempit yang menyusahkan. Hukum Agama tidak kaku dan meringankan.
3. Hukum syariat senantiasa relevan. Wudhu dan mandi dengan air, sementara tayammum dengan tanah dalam kondisi tidak menemukan air.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 3
Ayat ke 3
Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5: 3)
Ayat ini sebenarnya menjelaskan dua hal yang berbeda tapi dikumpulkan dalam satu ayat. Bagian pertama ayat ini merupakan kelanjutan ayat pertama surat ini, yang menyebutkan makanan-makanan haram, dan menerangkan sepuluh hal dari daging-daging yang telah diharamkan. Sebagian dari masalah ini menyangkut binatang-binatang, yang secara alami tertimpa suatu kejadian yang tidak disangka-sangka dan mendadak, sehingga mati terbunuh. Padahal ia termasuk binatang yang dagingnya halal, dan karena mereka tidak disembelih secara syar'i, maka dagingnya menjadi haram. Sebagian yang lainnya juga demikian, yaitu binatang-binatang yang dagingnya halal juga sudah disembelih, tetapi mereka disembelih tidak dijalan Allah artinya disembelih dengan tidak menyebut nama Allah, maka dagingnya haram.
Ayat ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dihalalkan atau diharamkan oleh Allah Swt, semata-mata bukan berdasarkan manfaat atau bahaya yang terkandung di dalam sesuatu itu terhadap tubuh manusia. Karena secara lahiriah daging binatang yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah tidak ada bedanya dengan daging binatang yang disembelih dengan menyebut nama Allah. Tetapi diyakini penyebutan nama Allah akan memberikan pengaruh psikologi kepada manusia itu, dimana Allah Swt juga melarang memakan daging binatang semacam ini, yang mati dengan sendirinya atau disembelih tetapi tanpa menyebut nama Allah.
Sekalipun dalam ayat-ayat al-Quran yang lainnya telah disinggung juga bahwa dalam kondisi dimana manusia berada dalam keadaan darurat dan terpaksa, karena kelaparan, maka seseorang dibolehkan memakan daging atau bahan-bahan makanan yang diharamkan. Namun kita diperintahkan hanya secukupnya saja yakni supaya dapat bertahan hidup. Dengan demikian, Islam telah memberikan jalan keluar kepada manusia bahwa kondisi darurat dan keadaan terjepit tidak boleh membuat manusia mendapat alasan untuk melakukan perbuatan dosa.
Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa ayat tersebut memiliki dua bagian. Yang pertama telah dijelaskan, sedang yang kedua ayat ini sepenuhnya tidak ada hubungannya dengan bagian ayat pertama tersebut. Yaitu, mengenai pengenalan sebuah hari besar, yang merupakan nasib baik dalam sejarah kaum Muslimin, yang menurut ungkapan al-Quran bahwa orang-orang Kafir tidak berhasil menguasai kaum Muslimin. Pada suatu hari agama Islam akan disempurnakan dan Allah Swt juga akan menuntaskan nikmat-nikmat-Nya kepada kaum Mukminin. Hari tersebut yang bagaimana? Hari yang mana dalam sejarah Islam ataupun dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw yang begitu istimewanya, yang hanya terkait dengan peribadi seseorang!? Apakah ia adalah hari pengangkatan Nabi yang memiliki kepentingan dan keistimewaan terhadap semuanya, dan merupakan hari penyempurnaan agama? Atau hari hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah yang juga memiliki keistimewaan seperti itu?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita harus mengerti bahwa ayat tersebut kapan diturunkan, sehingga menjadi jelas berkenaan dengan hari apa? Menurut keyakinan para mufassir, ayat-ayat tersebut diturunkan di akhir usia Nabi dan pada perjalanan haji Nabi Muhammad Saw tahun ke 10 Hijriah, yang terkenal dengan haji Wada (haji perpisahan). Karena ternyata merupakan perjalanan haji Nabi yang terakhir. Sebagian ayat itu menyebutkan hari Arafah tanggal 9 Dzulhijah, dan sebagian yang lain diturunkan pada hari sesudahnya, yakni tanggal 18 Dzulhijah di suatu tempat yang bernama Ghadir Khum.
Berdasarkan riwayat-riwayat yang mutawatir, Nabi Saw di tempat ini berkhutbah secara terperinci kepada para jamaah haji dengan menjelaskan berbagai poin yang sangat penting. Masalah paling penting yang dibicarakan beliau adalah posisi pengganti atau khalifah setelah beliau. Rasulullah dalam hal ini, melalui pernyataannya mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib as tinggi-tinggi dan bersabda, "Ayyuhal Mu'minun! Man Kuntu Maulahu fahaadza Aliyyun Maulahu." Artinya, "Wahai orang-orang Mukmin! Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali juga sebagai pemimpinnya."
Setelah terealisasinya perkara penting tersebut, maka turunlah ayat ini yang merupakan bagian dari ayat ke 3 dari surat al-Maidah, dimana orang-orang Kafir hingga saat itu berharap dengan meninggalnya Nabi Muhammad Saw yang tidak memiliki anak laki-laki, sehingga dapat menggantikan kedudukan beliau. Begitu juga belum ditentukannya seseorang sebagai khalifah beliau, maka mereka akan dapat mengalahkan kaum Muslimin dan pada gilirannya dapat melenyapkan Islam dari akarnya. Tetapi dengan diturunkannya ayat ini, semua angan-angan mereka hancur lebur.
Dari sisi lain, agama merupakan seperangkat undang-undang dan hukum-hukum Ilahi, tapi agama tetap kurang tanpa memiliki pemimpin yang adil. Sehingga dengan ditentukannya khalifah atau pemimpin setelah beliau Saw, maka agama akan menjadi sempurna. Allah Swt telah menjadikan nikmat hidayah kepada manusia yaitu dengan diutusnya Nabi yang membawa al-Quran. Kemudian dengan perintah-Nya telah menetapkan Ali bin Abi Thalib as sebagai khalifah, maka sempurnalah agama ini yang menjadi keridhaan Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perwujudan pemimpin agama yang adil merupakan sesuatu yang penting, dimana agama tanpa yang demikian itu tidak sempurna. Karena tanpa adanya kepemimpinan, semua nikmat dan kekuasaan akan rusak berantakan sehingga tidak sempurna.
2. Kekokohan dan kesinambungan ajaran Islam dengan menerima kepemimpinan yang benar. Yakni, Imamah dan Wilayah terhadap 12 Imam setelah Nabi Muhammad, dimana Imam yang terakhir adalah Mahdi af yang saat ini hidup dalam keadaan gaib.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 1-2
Surat ini turun di akhir-akhir umur Nabi Muhammad Saw. Penyebutan surat ini dengan al-Maidah yang berarti hidangan dikarenakan doa dari Nabi Isa as yang memohon agar diturunkan hidangan dari langit. Permintaan diturunkannya hidangan ini disebutkan dalam ayat 114.
Ayat ke 1
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (5: 1)
Ayat ini diturunkan sebelum Nabi Muhammad Saw pergi melakukan haji. Karena itulah dalam ayat ini dijelaskan mengenai hukum haji yang disampaikan kepada kaum Muslimin. Dalam ayat ini disinggung mengenai haramnya hukum berburu binatang dalam keadaan berihram. Tetapi poin yang utama dan penting ayat ini terletak di permulaan yang justru juga merupakan permulaan surat ini. Poin itu menyebutkan tentang pesan untuk menunjukkan komitmen terhadap perjanjian yang dilakukan. Perjanjian ini maknanya sangat luas mencakup perjanjian tertulis maupun lisan, perjanjian dengan orang kuat atau lemah, perjanjian dengan kawan atau lawan dan perjanjian dengan Tuhan atau manusia.
Menurut Islam dan berdasarkan ayat ini, seorang muslim harus komitmen dengan perjanjian yang dilakukannya. Mereka harus setia pada isi perjanjian sekalipun dengan orang musyrik atau jahat sekalipun. Komitmen ini harus ditunjukkan oleh seorang muslim, pihak lain yang menandatangani perjanjian itu juga menaati isi perjanjian. Ketika mereka melanggar perjanjian, maka tidak ada komitmen bagi seorang muslim untuk menaati isi perjanjian.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaum Muslimin harus berpegang teguh dan komitmen terhadap semua perjanjian yang mereka lakukan dengan siapapun. Karena menaati perjanjian merupakan syarat Iman kepada Allah Swt.
2. Pada musim haji, tidak hanya orang yang berhaji dijamin keamanannya, tapi di kawasan Mekah binatangpun dijamin keamanannya. Islam mengharamkan berburu atau membunuh binatang di sekitar Mekah.
Ayat ke 2
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (5: 2)
Setelah ayat sebelumnya menerangkan perincian hukum-hukum haji, ayat ini mengatakan, "Apa saja yang ada hubungannya dengan ibadah haji harus dihormati, dan suci. Oleh karenanya, orang yang berhaji harus menghormati kehormatannya. Binatang kurban dan tempat-tempat suci merupakan syiar dan tanda-tanda kebesaran Allah. Waktu pelaksanaan ibadah haji juga harus harus dilakukan pada bulan-bulan haram. Mereka yang datang melakukan ibadah haji dan menziarahi Kabah masuk dalam pusaran kedamaian ilahi. Semuanya terhormat dan harus terhitung sebagai orang-orang yang terhormat."
Ayat ini juga menyinggung peristiwa-peristiwa bersejarah tahun ke 6 Hijrah, dimana pada tahun itu kaum Muslimin bersama Nabi Muhammad Saw bergegas dari Madinah menuju ke Mekah untuk melaksanakan haji. Tapi di tengah perjalanan, kaum Musyrikin Mekah tidak mengizinkan mereka memasuki Mekah. Kedua belah pihak berusaha untuk mencegah timbulnya peperangan. Akhirnya di suatu kawasan bernama Hudaibiyah mereka menandatangani sebuah surat perdamaian dan perjanjian yang dinamai perjanjian Hudaibiyah.
Setelah Fathu Mekah (pembebasan kota Mekah), sebagian Muslimin datang dengan maksud untuk melakukan pembalasan, dimana ayat ini melarang mereka. Ayat ini mengatakan, "Daripada kalian melakukan pembalasan dan penyerangan, maka perbaiki niat kalian. Berusahalah dan bekerjasama di antara kalian untuk mengajak mereka menuju jalan Allah dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Dengan demikian, kalian telah menyiapkan lahan yang kondusif bagi masyarakat untuk melakukan hal-hal yang baik.Itu yang harus kalian lakukan bukan menggalang persatuan untuk melakukan penyerangan dan kejahatan terhadap mereka. Kalian harus menghidupkan budaya yang baik.
Sekalipun ayat ini menjelaskan masalah kerjasama dalam haji, tapi tentu saja ayat ini khusus menyinggung masalah ini. Benar, kerjasama merupakan prinsip penting dalam Islam yang mencakup semua masalah kemasyarakatan, kekeluargaan dan politik. Oleh karenanya, kerjasama merupakan fondasi persatuan yang mampu membuat kaum Muslimin dapat saling berinteraksi demi melakukan perbuatan baik dan memupuk takwa, bukannya berbuat zalim, aniaya dan dosa. Berbeda dengan tradisi mayoritas masyarakat yang menyebutkan persaudaraan dan persahabat menjadi landasan membela saudara setanah air, sekalipun berbuat zalim.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Aturan ilahi pasti suci dan kita harus menghormatinya, sekalipun terhadap binatang.
2. Permusuhan dengan seseorang tidak boleh menjadi kesempatan bagi kita untuk menzaliminya.
3. Kerjasama apapun bentuknya harus berdasarkan keadilan, kebaikan dan takwa. Tolok ukurnya bukan etnis, bahasa dan hal-hal sektarian.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa ayat 171-176
Ayat ke171
Artinya:
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara. (12: 171)
Doktrin Trinitas hingga kini masih dipegang sebagai keyakinan para pemeluk Kristen. Doktrin ini meniscayakan adanya Tuhan Bapak, Anak dan Ruhul Qudus. Dalam pandangan Islam, keyakinan ini dikategorikan syirik. Karena Tuhan anak yang dikenal, juga dalam Islam sebagai Nabi Isa as adalah sama seperti ciptaan Allah Swt yang lain. Nabi Isa as adalah makhluk dan hamba Allah Swt. Sudah jelas bahwa seorang hamba tidak akan pernah mencapai derajat Tuhan, sekalipun penciptaannya berbeda dari manusia lainnya.
Jika kelahiran Isa as yang hanya melalui ibunya Maryam, yang mengandungnya tanpa memiliki seorang suami, dianggap sebagai tanda ketuhanannya, maka Nabi Adam as, yang lahir kedunia tanpa Ayah dan Ibu, tentu lebih dekat kepada kedudukan ketuhanan. Selain itu, Tuhan tidak memiliki istri dan sekutu, sehingga Nabi Isa a dapat dianggap sebagai anak-Nya. Kelahiran Nabi Isa melalui seorang perawan suci, yang tidak pernah tersentuh seorang lelaki pun, tak lain merupakan tanda dan bukti kekuasaan Allah. Dengan kehendak-Nya Allah menciptakan Nabi Isa dalam perut ibunya, Sayidah Maryam, lalu lahir ke dunia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berlebih-lebihan dalam urusan Agama akan membuat manusia tergelincir dari jalan lurus dan tersesat.
2. Semua nabi adalah manusia, sama dengan manusia yang lain, sekalipun kita meyakini mereka memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah.
Ayat ke 172
Artinya:
Al Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya, dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya. (12: 172)
Ayat ini berbicara kepada orang-orang Kristen dengan mengatakan, "Mengapa kalian membawa Isa as pada kedudukan yang tinggi sebagai Tuhan! Padahal Isa sendiri tidak pernah merasa hina dengan menjadi hamba Allah. Sebagaimana para malaikat, meskipun memiliki kedudukan yang amat dekat di sisi Allah, mereka tidak pernah menolak bahkan merasa bangga dalam kedudukan sebagai hamba. Pada dasarnya, siapakah yang mampu menunjukkan kebesaran dirinya di hadapan keagungan Allah dan menolak kedudukan sebagai hamba-Nya?!
Dalam riwayat-riwayat sejarah disebutkan bahwa Imam Ali Ridha as berkata kepada pemimpin orang-orang Kristen pada waktu itu, "Nabi Isa as memang sempurna dalam segala hal. Tetapi ia bukan ahli ibadah." Mendengar ucapan beliau ini pemimpin Kristen itu marah dan mengatakan, "Isa lebih banyak beribadah dibanding dengan siapa pun." Imam Ridza as berkata kepadanya, "Beribadah kepada siapa dan siapakah yang disembah olehnya?" Pemimpin Kristen itu tertegun karena memahami tujuan pertanyaan Imam Ridha as yaitu, bahwa seorang abid (hamba yang beribadah) tidak mungkin menjadi ma'bud (sesuatu yang disembah).
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam urusan agama tidak boleh ekstrim. Nabi Isa as sendiri mengaku bahwa ia adalah seorang hamba Allah. Lalu mengapa kita menyebutnya sebagai anak Tuhan?
2. Akar penyebab utama seseorang meninggalkan ibadah dan penghambaan diri kepada Allah ialah watak takabur yang membuat manusia akan terjauh dari seluruh berkah maknawi.
Ayat ke 173
Artinya:
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah. (12: 173)
Ayat ini melanjutkan penjelasan tentang sesatnya keyakinan orang-orang Kristen mengenai Nabi Isa as. Disebutkan, "Orang Yahudi dan Kristen yang tetap beriman dan beramal saleh tetap mendapat pahala dari Allah. Tetapi barangsiapa yang enggan menerima kebenaran dan menyombongkan diri di hadapan Allah, maka kelak pada Hari Kiamat Allah akan memberi azab dan siksaan yang pedih. Karena pada hari itu hanya iman dan amal saleh yang diterima dan dapat menyelamatkan. Sedang sekadar mengaku beragama atau menerima seorang nabi tanpa iman dan amal saleh tidak akan menolong manusia dari azab Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1.Iman yang benar harus diaktualisasikan dengan amal. Sementara amal tanpa iman tidak akan diterima Allah.
2.Tanpa iman dan amal perbuatan, kita tidak dapat mengharapkan syafaat, sekalipun para nabi memiliki kemampuan untuk memberikan syafaat.
Ayat ke 174-175
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran). (12: 174)
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (12: 175)
Ayat ini masih berbicara secara khusus kepata orang-orang Ahli Kitab dan mengatakan, "Allah Swt dengan mengutus Nabi Muhammad Saw telah menyempurnakan hujjah-Nya atas kalian semua. Karena pengetahuan-pengetahuan yang tinggi dan mulia semacam ini, yang keluar dari seorang yang tidak pernah belajar, bahkan lahir dan hidup di tengah masyarakat yang amat terkebelakang, merupakan sebaik-baik bukti bahwa kitab suci yang ia sampaikan itu benar-benar firman ilahi. Suatu kitab yang menjadi pencerah jalan kalian, juga petunjuk bagi kalian yang sekaligus menjadi bukti yang jelas bahwa ia datang dari sisi-Nya. Barangsiapa yang memanfaatkan ajaran kitab ini dan mengamalkan semua perintah Allah, maka kitab ini akan menghantarkannya kepada kebahagiaan yang merupakan rahmat dan anugerah Allah. Dengan mengikutinya manusia di dunia dan di akhirat akan senantiasa di arahkan kepada Allah.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pesan-pesan Islam bersifat universal. Ia berbicara kepada seluruh umat manusia di setiap zaman dan setiap generasi.
2. Pahala ilahi merupakan kemuliaan dan rahmat Allah, bukan hak dan permintaan kita kepada Allah. Sebagaimana dasar hidayah, juga merupakan rahmat dari Allah Swt.
Ayat ke 176
Artinya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (12: 176)
Surat an-Nisaa ini diakhiri dengan ayat yang berbicara tentang hukum warisan bagi kaum perempuan. Yaitu warisan saudara perempuan dari saudara lelaki, dimana cara pembagiannya akan berbeda, jika terdapat saudara-saudara perempuan dan lelaki lain. Sebagaimana yang telah dijelaskan berkenaan dengan ayat 11 surat ini, Allah Swt sangat menekankan pemberian hak-hak ahli waris, baik anak perempuan maupun lelaki. Allah meminta kepada Mukminin agar berhati-hati dan teliti dalam melaksanakan hukum-hukum warisan dan wasiat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Agama bukan semata-mata untuk kebahagiaan ukhrawi, tetapi ia juga memiliki program untuk kebahagian hidup manusia di dunia. Masalah warisan, dari satu sisi merupakan masalah ekonomi, dan dari sisi lain merupakan masalah kekeluargaan dan Islam telah menjelaskan hukum-hukum berkenaan dengan semuanya itu.
2. Saham warisan saudara lelaki dua kali lipat dari saham saudara perempuan dan itu ditentukan berdasarkan ilmu Allah. Penentuan ini bukan karena kondisi khusus pada zaman Nabi Muhammad Saw, dimana kaum perempuan dianggap sebagai kaum yang lemah. Karena itu kita harus menerima ketetapan hukum-hukum Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 166-170
Ayat ke 166
Artinya:
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al Quran yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya. (12: 166)
Bila ayat-ayat sebelumnya menyinggung orang Kafir dan Ahli Kitab yang menentang dan tidak mau menerima agama Islam, ayat ini justru memberikan semangat kepada Nabi Muhammad Saw untuk mendakwahkan Islam. Ayat ini menyebutkan, "Apabila masyarakat mengingkari risalah yang kamu emban dan meremehkannya malah menjadi bukti kuat akan kebenaran al-Quran berasal dari Allah Swt. Karena kandungan ilmiah al-Quran bak lautan tak bertepi. Isinya merupakan bukti-bukti gamblang yang menunjukkan kitab ini bukan hasil pemikiran manusia.
Pada dasarnya, bagaimana mungkin seseorang yang tidak pernah belajar, dan tinggal di kawasan yang penuh dengan kesyirikan, kebodohan dan khurafat dapat memberikan pelajaran kepada masyarakat. Belum lagi manusia dewasa ini masih dapat menikmati nilai dan pentingnya ajaran itu setelah melewati 14 abad? Ajaran Islam mampu mengubah masyarakat dari umat yang tercerai berai menjadi umat yang satu, dari syirik menjadi tauhid, dari bodoh menjadi pandai, dari hina menjadi terhormat dan begitulah seterusnya hingga menjadi sebuat umat Islam yang besar
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Wahyu merupakan sumber ilmu pengetahuan ilahi yang tak terbatas. Karena itu, dengan majunya ilmu pengetahuan, banyak hal yang terungkap.
2. Dalam agama Islam, sandara yang kokoh itu sendiri adalah Allah Swt. Pengingkaran manusia tidak akan mempengaruhi Allah Swt.
Ayat ke 167-169
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. (12: 167)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka. (12: 168)
Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (12: 169)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disinggung sejumlah poin mengenai orang-orang yang tidak beriman, serta sikap mereka terhadap Islam. Dalam ayat-ayat ini juga diterangkan mengenai satu kelompok orang-orang kafir yang tidak hanya tersesat, tapi juga berusaha membuat orang lain tersesat sama seperti mereka. Mereka menganiaya diri mereka sendiri dan juga terhadap orang lain. Mereka tersesat dan juga menyebabkan kesesatan orang-orang di sepanjang sejarah. Dengan alasan inilah nampaknya sangat jauh sekali bila mereka dapat sadar atas kesalahan jalan yang mereka ditempuh. Oleh sebab itu tidak ada harapan bagi mereka untuk mendapat rahmat dan pengampunan Allah Swt, bahkan jalan penyelamatan merekapun telah terutup. Karena mereka sendiri telah menggali jalan masuk ke neraka.
Pada hakikatnya, banyak orang Kafir telah menganggap remeh ancaman-ancaman Allah tersebut. Mereka tidak memandang penting dan serius, padahal pada Hari Kiamat nanti mereka bakal menyaksikan betapa pedihnya siksaan ini yang bagi Allah hal itu sangat mudah.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Siksaan merupakan balasan atas kezaliman terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Kezaliman di sini lebih umum dari pemikiran, budaya, dan lain-lain.
2. Segala bentuk kejahatan dan kezaliman merupakan penyebab dijauhkannya pengampunan dan hidayah Allah Swt serta merupakan penyebab terjerumusnya kedalam api neraka.
Ayat ke 170
Artinya:
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (12: 170)
Berdasarkan data-data sejarah, para Ahli Kitab khususnya orang Yahudi menanti kemunculan nabi dari keturunan Arab, berdasarkan berita-berita gembira yang terdapat didalam Kitab Suci mereka. Demi menyambut kemunculannya, mereka kemudian berhijrah ke Madinah. Orang-orang Musyrik pun telah mendengar berita ini dan mereka juga menunggu kehadiran beliau.
Oleh karena itu al-Quran dalam ayat ini menyatakan, "Justru nabi yang kalian tunggu telah datang kepada kalian dengan kalimat yang hak dan berdasarkan hak pula. Ketahuilah, apabila kalian beriman kepada nabi tersebut dan melaksanakan kata-kata beliau, hal ini bermanfaat bagi kalian. Tetapi bila kalian mengingkarinya, maka hal itu tidak berbahaya sedikitpun bagi Allah. Karena Allah Swt pemilik seluruh yang ada di langit dan bumi. Allah Swt tidak membutuhkan shalat dan ibadah kalian. Segala perintah yang diberikan kepada kalian, semuanya berdasarkan ilmu pengatahuan dan hikmah-Nya yang tidak terbatas, yang justru memperhatikan kemaslahatan kalian.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keistimewaan ajaran-ajaran para nabi kembali pada kebenaran yang dibawanya.
2. Orang-orang Mukmin seharusnya memanfaatkan ajaran para nabi dengan keimanan yang dimilikinya.
3. Pengingkaran terhadap Allah tidak akan mendatangkan bahaya kepada-Nya. Sementara keimanan kepada akan memberi manfaat kepada pemiliknya.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 162-165
Ayat ke 162
Artinya:
Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar. (12: 162)
Dalam sejumlah pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai sikap penentangan serta dosa para pembangkang kaum Yahudi. Tetapi di tengah-tengah kaum ini juga masih terdapat beberapa orang yang saleh, bahkan orang-orang Mukmin yang sebenarnya dan taat sepenuhnya kepada Tuhan. Al-Quran menerangkan kondisi beberapa kaum terdahulu yang senantiasa menjaga kejujuran yang sempurna, juga menyinggung kelompok ini.
Al-Quran mengatakan, "Mereka yang telah meresapkan keimanan kepada Allah di dalam hatinya, kepada sesuatu yang telah diturunkan dari sisi Allah baik mereka Yahudi maupun Mukmin, dan dalam amal perbuatan mereka juga ahli shalat dan ibadah. Mereka bahkan mengeluarkan zakat kepada orang-orang miskin. Oleh karenanya, Allah Swt menyempurnakan balasan mereka dengan memberikan kemuliaan dan kehormatan secara sempurna.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman kepada Allah dan hakikat tidak mengenal batas teritorial. Setiap orang yang beriman kepada Allah dari ras dan golongan manapun, pasti akan mendapatkan anugerah dan bantuan Allah yang khusus.
2. Shalat dan zakat terdapat di seluruh agama ilahi. Tetapi ibadah tanpa berkhidmat tidak ada artinya. Karena khidmat tanpa ibadah juga akan mendatangkan sifat sombong dan bangga diri.
Ayat ke 163
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (12: 163)
Ayat ini menyinggung proses pengutusan dan risalah para nabi sepanjang sejarah. Disebutkan, "Mengapa orang-orang Yahudi dan Kristen sebagai Ahli Kitab merasa heran bahwa al-Quran telah diturunkan kepadamu. Apakah mereka tidak tahu dan paham bahwa Allah Swt sepanjang sejarah telah memilih berbagai manusia sebagai nabi. Di antara para nabi itu adalah Musa dan Isa yang diberikan kepada mereka al-Kitab. Lalu kenapa mereka tidak bersedia menerima kebenaran wahyu dan beriman kepada risalah-mu?!
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan seluruh Agama Samawi adalah satu, karena semua itu datang dari satu sumber, yaitu Allah Swt.
2. Perhatian kepada perjalanan Nabi-nabi sepanjang sejarah, akan membantu menciptakan peluang bagi seseorang menerima kebenaran risalah Nabi Islam Saw.
Ayat ke 164-165
Artinya:
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (12: 164)
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (12: 165)
Setelah menyebut nama beberapa nabi dalam ayat yang lalu, dalam ayat ini disebutkan, "Jangan menyangka nabi-nabi hanya terbatas pada nama-nama yang telah Kami sebutkan tadi! Tetapi masih ada beberapa nabi yang nama mereka tidak disebutkan di dalam al-Quran. Penyebutan mereka hanya lewat peristiwa yang berhubungan dengan mereka." Setelah itu, ayat ini menyinggung risalah dan tugas para nabi dan mengatakan, "Tugas utama para rasul ialah menyampaikan berita gembira dan ancaman. Risalah yang disampaikan oleh para nabi ini, tak lain merupakan hujjah bagi Allah atas semua hamba-Nya. Sehingga di hari perhitungan kelak, manusia tidak akan dapat lagi menyampaikan alasan dengan mengatakan, saya tidak mengetahui baik dan buruk, sehingga saya tidak dapat beramal sesuai dengannya."
Alasan mereka yang demikian ini tidak akan diterima. Karena pada kenyataannya para rasul Allah telah menjelaskan kepada mereka semua perintah dan larangan Allah Swt. Tentu saja akal manusia pun merupakan hujjah Allah. Akan tetapi, kekuatan pemahamannya hanya terbatas pada sebagian masalah-masalah duniawi. Oleh karenanya, di Hari Kiamat, Allah akan mengazab mereka yang telah mendengar seruan para nabi, tetapi menolaknya dengan kesadaran.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Umur manusia tidak cukup untuk mendengarkan seluruh kejadian-kejadian sejarah dan tidak pula memerlukan untuk mendengar seluruh peristiwa sejarah. Jika seseorang memiliki kesadaran untuk menerima kebenaran, maka satu saja peristiwa sejarah yang mengandung pelajaran akan cukup baginya. Karena itu al-Quran menjelaskan hanya sebagian yang mengandung contoh dari sejarah para nabi, bukannya menukil sejarah seluruh nabi.
2. Hakikat adalah sesuatu yang pada dasarnya sudah jelas. Tugas para nabi hanya memberikan peringatan dengan cara memberikan berita gembira dan ancaman.
3. Sekalipun seluruh nabi mendapatkan wahyu dan menjadi lawan bicara Allah, tetapi Nabi Musa as, termasuk nabi yang paling banyak berbicara langsung dengan Allah Swt. Hal itu dikarenakan risalah yang diembannya lebih sulit. Hal itu membuat beliau disebut sebagai Kalimullah.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 156-161
Ayat ke156-158
Artinya:
Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina). (12: 156)
Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (12: 157)
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (12: 158)
Pada pembahasan yang lalu telah disebutkan beberapa ayat yang menjadi penyebab turunnya kemurkaan dan azab Allah kepada Bani Israil. Ayat-ayat ini menjadi kelanjutan pembahasan sebelumnya yang menyebutkan, orang-orang Yahudi telah menuduh Maryam yang berjiwa suci dengan tuduhan keji, yaitu melakukan perzinaan, dan dengan kemukjizatan Isa as segala ketidaklurusan dan ketidakberesan dapat diatasi. Karena tidak sepantasnya beliau yang diutus untuk memberi hidayah dan menyampaikan risalah dituduh dengan tuduhan ini. Di sini, Nabi Isa as sebagai argumentasi jawaban atas tuduhan mereka.
Mereka tidak saja menjelaskan pembicaraan yang tak senonoh semacam itu, tetapi mereka juga melakukan konspirasi untuk membunuh Nabi Isa as. Mereka menyangka bahwa yang mereka salib adalah Nabi Isa as. Oleh karenanya dengan nada sombong mereka berkata, "Kami yang membunuh Isa." Tapi al-Quran mengatakan, "Salah seorang diserupakan dengan Isa, lalu mereka salib dan perkara ini menjadi samar bagi mereka. Karena itu Allah Swt mengangkat Isa as ke langit, sehingga terselamatkan dari konspirasi mereka.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terkadang orang mengejek manusia paling suci, seperti yang dilakukan terhadap Sayidah Maryam as.
2. Sedemikian rendahnya akhlak sehingga manusia sampai hati membunuh utusan Allah Swt dan merasa bangga dengan perbuatan itu.
3. Sebagaimana kelahirannya tidak biasa, kepergian Nabi Isa as juga tidak seperti biasa. Beliau diangkat ke langit olehAllah Swt.
Ayat ke 159
Artinya:
Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (12: 159)
Berdasarkan riwayat-riwayat Islam, Nabi Isa as yang naik ke langit dengan kekuasaan Allah, pada akhir zaman nanti akan turun dari Langit, dan berada dibelakang Imam Mahdi af. Beliau merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw, yang muncul di dunia untuk memerangi dan memberantas kezaliman yang merajalela, dan menegakkan keadilan dan keamanan di atas bumi. Nabi Isa as akan melakukan shalat di belakangnya sehingga waktu itu seluruh orang-orang Kristen akan beriman kepadanya. Tetapi iman yang benar tidak menyebut Nabi Isa as sebagai putra Tuhan, bahkan orang-orang Yahudi juga memberikan persaksian tentang kenabian Isa as.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kematian adalah sebuah sunnah yang bersifat pasti bagi semua manusia, bahkan bagi semua nabi-nabi Allah. Nabi Isa as yang hidup berabad-abad di langit, akan turun kepermukaan bumi dan akan mengalami kematian.
2. Nabi-nabi akan menjadi saksi terhadap amal perbuatan umatnya dan pada Hari Kiamat
kesaksian mereka akan jelas.
Ayat ke 160
Artinya:
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, (12: 160)
Kendatipun dalam Taurat yang ada saat ini juga disebutkan bahwa Allah dalam rangka memberikan sanksi kepada kaum Yahudi yang telah mengharamkan sebagian yang halal, dengan kedatangan Nabi Isa as hal-hal yang diharamkan tersebut dihapuskan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan perbuatan-perbuatan sementara orang serta masyarakat memiliki pengaruh dalam memanfaatkan nikmat-nikmat ilahi. Dalam sebagian ayat-ayat al-Quran lainnya yang kita baca, alasan pengharaman terhadap nikmat-nikmat ilahi, tidak memperhatikan pada kemiskinan dan anak-anak yatim dalam masyarakat, meskipun mereka beriman kepada Tuhan dan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik, bahkan langit tetap menurunkan berkahnya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pengharaman Allah terkadang untuk memberikan sanksi, bukan sebagai sumber bahaya dan malapetaka atau sumber kekotoran.
2. Mencaci kepada orang lain merupakan unsur yang menjadikan tercegahnya kelembutan dan nikmat-nikmat Allah.
Ayat ke 161
Artinya:
Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (12: 161)
Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan saat-saat turunnya kemurkaan dan azab Allah Swt terhadap Bani Israil. Ayat ini menyebutkan, "Padahal mereka melarang mengambil riba, tetapi apabila mereka tidak mengindahkan hukum Allah, dan memakan harta masyarakat dengan cara yang tidak hak, maka Allah akan memberikan sanksi di dunia atas pengharaman terhadap sebagian hal-hal yang dihalalkan. Tapi sebenarnya sanksi dan siksaan yang utama besok pada Hari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Memakan riba diharamkan oleh semua agama ilahi. Semua ajaran samawi sangat sensitif terhadap penjagaan hak-hak manusia dalam hubungan dengan harta kekayaan.
2. Memakan riba sekalipun dalam kenyataannya merupakan sumber pendapatan, tetapi pada kenyataannya akan menjadi sanksi dan azab.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa ayat 153-155
Ayat ke 153
Artinya:
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (12: 153)
Dalam ayat-ayat sebelumnya, al-Quran mengkritik Ahlul Kitab yang membeda-bedakan para nabi dengan menerima yang ini dan menolak yang itu. Ayat ini menyinggung salah satu syarat yang diberikan oleh kaum Yahudi Madinah untuk menerima Islam dan mengatakan, "Mereka meminta kepada Nabi Muhammad Saw bahwa al-Quran, sebagaimana Taurat, hendaknya diturunkan dari langit secara sekaligus. Padahal penurunan wahyu adalah hak Allah, bukan hak nabi. Selain itu diturunkan sekaligus atau bertahap wahyu ilahi tersebut, tidak memiliki pengaruh tentang hak dan bathilnya wahyu, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat al-An'am ayat 7, "Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan diatas kertas, yang dapat mereka pegang dengan tangan, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata, "Iini tidak lain hanyalah sihir yang nyata."
Waktu itu al-Quran sebagai pendorong semangat Nabi Muhammad Saw, mengatakan, "Janganlah engkau wahai Muhammad merasa sedih karena orang-orang Yahudi itu mengajukan syarat atau alasan seperti itu. Karena sebelum ini pun, nenek moyang mereka pernah meminta kepada Musa as untuk dapat melihat Allah dengan mata kepala mereka. Sifat keras kepala itulah yang telah mengakibatkan turunnya azab ilahi terhadap mereka. Meskipun hujjah dan bukti-bukti yang dibawa oleh Musa as sudah sempurna, namun mereka masih saja mau menjadikan patung anak sapi sebagai sesembahan seraya melupakan Allah Swt. Namun dikarenakan mereka bertaubat dan kembali ke jalan lurus, Allah pun mengampuni mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mencari kebenaran berbeda dengan mencari-cari alasan. Orang yang benar-benar mencari hak dan hakikat, akan merasa puas, ketika dalil dan hujjah sudah jelas baginya. Tetapi orang yang hanya mencari-cari alasan, setiap hari akan mengajukan permintaan-permintaan baru.
2. Sifat keras kepala, dan ingkar mendatangkan kemarahan ilahi di dunia ini. Jangan sekali-kali kita mengambil sikap memerangi agama samawi para nabi.
Ayat ke 154
Artinya:
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: "Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud", dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: "Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu", dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. (12: 154)
Ayat ini mirip dengan ayat 63 dan 93 Surat al-Baqarah, berbicara mengenai cara-cara perjanjian Tuhan dengan Bani Israel, mengatakan, "Dengan kehendak Allah Gunung Thur terangkat dari tempatnya dan berada diatas kepala mereka. Waktu itu Nabi Musa as menjelaskan perjanjian-perjanjian Allah dan kaum ini pun menerimanya; yang di antaranya ialah menyembah kepada Tuhan yang Esa, berbuat baik kepada kedua orang tua, membantu orang-orang miskin, mendirikan sholat dan mengeluarkan zakat." Perjanjian-perjanjian ini secara terperinci disebutkan di dalam surat al-Baqarah ayat 40 dan ayat 83.
Ayat ini juga menyinggung dua hal; pertama, sewaktu memasuki Baitul Maqdis untuk bertaubat dari dosa-dosa, mereka harus melakukannya dalam keadaan khusyu dan merendah diri seraya bersujud. Kedua, pada hari Sabtu mereka harus menghentikan segala bentuk usaha dan kerja. Mereka harus menghormati hukum Allah yang melarang penangkapan ikan pada hari itu. Tetapi mereka melanggar hukum-hukum Allah ini dan tidak mentaatinya, meskipun Allah Swt telah mengambil sumpah yang berat terhadap mereka.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menerima suatu agama, tidak hanya dengan akal dan hati, tetapi perjanjian dan hukum-hukum Ilahi pun harus ditaati secara nyata.
2. Tempat-tempat suci khususnya masjid-masjid memiliki tatakrama khusus yang harus dijaga guna menghormati kemuliaannya.
3. Sibuk bekerja di waktu yang dikhususkan untuk melakukan ibadah, merupakan sejenis pelanggaran terhadap hukum-hukum Ilahi.
Ayat ke 155
Artinya:
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup". Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka. (12: 155)
Sebagai lanjutan ayat sebelumnya yang menyebutkan tentang perjanjian Allah sementara Gunung Thur diangkat di atas kepala Bani Israel, ayat ini mengatakan, meski mereka telah menyaksikan semua tanda-tanda atau ayat-ayat Allah ini, namun mereka kembali mengabaikan perjanjian itu. Mereka bukan bukan hanya melanggar perintah-perintah Allah, tetapi juga mengingkari mukjizat. Lebih buruk lagi, mereka sampai tega membunuh nabi-nabi Allah. Dalam rangka membela sikapnya, mereka seraya mengatakan bahwa hati kami telah terikat kepada perbuatan-perbuatan ini. Kalaupun kami melakukan penyimpangan, maka yyang demikian itu bukan atas kehendak kami.
Al-Quran dalam menjawab pernyataan mereka, mengatakan, kekafiran, sifat keras kepala kalian itulah yang telah menyebabkan hati kalian tertutup. Akhirnya, kalian tidak dapat lagi menemukan jalan keselamatan dan kebahagiaan.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kufur nikmat kadang-kadang membuat mereka yang sesungguhnya telah mendapatkan kemerdekaan berkat perjuangan para nabi mereka, menjadi pembunuh nabi mereka itu.
2. Balasan Allah merupakan hasil dari pemikiran dan perbuatan kita sendiri. Perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan dengan ikhtiar dan keinginan sendiri, mendatangkan balasan-balasan yang bersifat paksaan dan tak dapat ditolak.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 147-152
Ayat ke 147
Artinya:
Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. (4: 147)
Ayat-ayat sebelumnya telah menjelaskan betapa pedihnya siksaan kepada orang-orang Munafik. Sementara ayat ini ingin mengingatkan bahwa ketika Allah menyiksa orang-orang Munafik, itu dilakukan bukan dengan alasan balas dendam atau ada permusuhan dengan mereka. Allah juga menyiksa mereka tidak untuk menunjukkan kekuasaan-Nya. Allah mengingatkan bahwa siksaan yang diberikan itu sesuai dengan perbuatan manusia sendiri selama hidupnya. Karena Allah tidak berkepentingan untuk menyiksa manusia.
Akhir ayat ini menyebutkan bahwa sebagaimana Allah membalas kebaikan kalian dengan pahala yang berlimpah, hendaknya manusia mau mensyukuri nikmat-Nya. Manusia harus memanfaatkan nikmat yang dianugerahkan Allah di jalan yang diridhainya. Karena bila manusia mensyukuri nikmat Allah disertai iman dan amal saleh, maka Allah tidak akan pernah menimpakan azabnya kepada manusia.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman kepada Allah ditandai dengan mensyukuri nikmat-Nya dan mengingkari-Nya dengan mengingkari nikmat-Nya.
2. Mensyukuri nikmat Allah akan menyelamatkan manusia dari kemurkaan Allah.
Ayat ke 148-149
Artinya:
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (4: 148)
Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa. (4: 149)
Ayat-ayat ini menyinggung tentang sebuah prinsip kehidupan sosial yang sangat penting. Al-Quran menyebutkan, daripada kalian mencari-cari kesalahan dan aib orang lain dalam masyarakat, lebih baik kalian berusaha untukmemaafkan kejelekan orang lain. Akan lebih baik bila kalian mengucapkan hal-hal yang baik saja. Karena Allah Swt menutupi aib dan keburukan manusia. Sudah semestinya kita juga mengkuti akhlak Allah yang menutupi keburukan manusia.
Bila seseorang dizalimi tanpa dapat membela dirinya, sementara pada saat yang sama ia tidak dapat menuntut haknya atas orang yang menzaliminya, maka Allah yang Maha Adil akan memberikannya kesempatan di Hari Kiamat untuk menuntut hak-haknya kepada orang yang menzaliminya.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dilarang membuka keburukan orang lain, kecuali perbuatan zalim dan membela hak orang yang dizalimi.
2. Lapang dada dan memaafkan orang yang berbuat salah sangat bernilai di hadapan Allah. Karena sekalipun Maha Kuasa, Allah ternyata juga Maha Pemaaf.
Ayat ke 150-151
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). (4: 150)
Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (4: 151)
Ayat ini menyinggung adanya upaya yang mengancam para pemeluk agama ilahi. Ayat ini mengatakan, ada sekelompok pemeluk agama yang menyebut hanya nabi mereka yang benar, sedang nabi yang lain adalah batil. Oleh karenanya, mereka menolak nabi-nabi yang lain. Allah menyatakan bahwa para nabi itu semua merupakan utusan Allah. Mereka tidak berbeda dari sisi kebenaran. Manusia harus beriman kepada nabi terakhir dan harus melaksanakan ajaran-ajarannya.
Ayat ini pada mulanya ditujukan kepada orang-orang yahudi yang tidak mau beriman ketika diutusnya Nabi Isa as. Begitu juga dengan orang-orang Yahudi dan Kristen yang tidak mau beriman dengan risalah Nabi Muhammad Saw. Padahal mereka mestinya beriman dan menerima serta mengamalkan ajaran-ajaraan agama yang dibawah oleh Nabi Muhammad Saw sebagai nabi terakhir. Pada perinsipnya iman seseorang akan menuntutnya untuk menjadi penyembah Allah, bukan menyembah hawa nafsu. Orang yang mau menerima sebagian hakikat agama dan menolak hakikat yang lain sesungguhnya adalah orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya, bukan ajaran dan perintah Allah Swt.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Wajib mengimani kebenaran semua nabi dan kitab suci yang bersamanya.
2. Agama merupakan kumpulan ajaran yang menyatu dan tak terpisahkan. Seseorang tidak boleh menerima sebagian dan menolak sebagian yang lain.
3. Pengingkaran ajaraan agama meskipun hanya sebagian merupakan sumber kekufuran dan penolakan agama.
Ayat ke 152
Artinya:
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (4: 152)
Ayat ini berbicara tentang ciri-ciri orang mukmin yang sesungguhnya dan menyebutkan, Mukmin yang sesungguhnya adalah orang yang menyakini kebenaran semua nabi dan utusan Allah, bukan orang yang meyakini sebagian tetapi menolak sebagian yang lain. Ia tidak memiliki fanatisme sesat yang menganggap hanya dirinyalah Mukmin dan pengikut agama lain adalah kafir. Jelas sekali bahwa hanya Mukmin sejati seperti inilah yang akan mendapat rahmat dan inayah ilahi di dunia dan di akhirat.



























