کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 92-94
Ayat ke 92
Artinya:
Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (5: 92)
Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan perintah Allah agar manusia menjauhkan dirinya dari judi dan minuman keras. Sebagai kelanjutannya, ayat ini mengatakan, taatilah perintah Allah. Karena ketaatan kepada-Nya memberikan manfaat bagi diri kita. Selain itu kita harus takut kepada-Nya atas akibat perbuatan kita. Ayat ini menyebutkan kita jangan menyangka bawa mengabaikan hukum Allah berarti kita telah memukul telak Allah dan Rasul-Nya. Karena pertama, Rasulullah Saw hanya penyampai risalah Allah. Sementara melakukan perintah Allah tidak memberikan manfaat kepada-Nya dan dengan meninggalkannya tidak akan mendatangkan kekuaran pada Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas para nabi adalah menyampaikan risalah dengan tidak memaksa manusia menerima dan mengikutinya. Tugas mereka adalah memahamkan manusia dan setiap orang bebas memilih jalan hidupnya.
2. Taat kepada Allah harus terlihat pada ketaatan kepada nabi-Nya. Oleh karenanya, al-Quran memerintahkan kita untuk mengikuti perintah nabi.
Ayat ke 93
Artinya:
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (5: 93)
Kendatipun dalam riwayat disebutkan bahwa setelah turunnya ayat-ayat yang mengharamkan minuman keras, sebagian orang yang pernah meminum minuman keras masih bertanya-tanya. Ayat ini diturunkan sebagai jawaban atas mereka dan menjelaskan bahwa mereka yang sebelum turunnya ayat ini telah meminum minuman keras tersebut, tidak mendapat hukuman, tapi dengan syarat setelah ini mereka tidak lagi menyentuh minuman terkutuk itu. Mereka senantiasa harus bertakwa dan sebagai ganti dari berjudi dan minuman keras, mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan baik dan terpuji, sehingga mereka tercatat di jalan ini. Dalam ayat ini kata takwa dan iman disebutkan ulang sebanyak tiga kali yang menunjukkan betapa pentingnya peranan dua kata ini dalam berbagai bidang kehidupan. Meresapnya iman di dalam hati serta menjaga takwa dalam tingkah laku akan menjamin kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berbuat baik kepada orang lain merupakan tahap tertinggi iman dan menjadi penyebab dicintainya orang tersebut disisi Allah Swt.
2. Iman dengan sendirinya tidak cukup, tapi harus diiringi dengan amal.
3. Iman sesaat bukan hal yang baik. Karena kelanjutan iman di sepanjang kehidupan manusia yang akan mengantarkannya kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
Ayat ke 94
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih. (5: 94)
Ayat ini dan ayat-ayat sesudahnya berhubungan dengan hukum-hukum haji dan orang-orang yang akan masuk Mekah untuk melaksanakan manasik haji. Pada musim haji, seorang jamaah haji tidak berhak memburu binatang dalam keadaan berihram, dan yang sangat mengherankan ialah pada saat-saat musim haji tersebut sering sekali binatang buruan itu datang mendekat pada jamaah haji, sehingga mereka dengan mudah dapat menangkap binatang-binatang tersebut. Namun itu ujian Allah Swt untuk mengetahui dengan jelas, siapa diantara kalian yang menerima dan menjunjung tinggi perintah Allah dan siapa diantara kalian yang tunduk kepada perintah hawa nafsu.
Dalam al-Quran al-Karim dapat dibaca mengenai banyak contoh akan ujian Allah Swt dan yang terpenting adalah peristiwa Nabi Adam as dan Hawa di surga. Dalam peristiwa itu sangat disayangkan mereka tidak berhasil menghadapi ujian tersebut, yaitu dengan memakan buah sebuah pohon terlarang. Sudah barang tentu Allah Swt dengan ilmu gaib-Nya telah mengetahui amal perbuatan kita, adapun ujian-ujian Allah tidak saja untuk mengetahui amal perbuatan kita, tetapi untuk menyiapkan lahan agar manusia dapat mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. Tujuan ujian ilahi agar manusia dapat mengenal dirinya sendiri.
Karena itu, balasan pahala atau siksa sesuai dengan amal perbuatan manusia, dan bukan tindakan Allah Swt. Oleh sebab itu, seseorang yang melakukan perbuatan baik dengan sendirinya ia berhak mendapat pahala dari Allah Swt. Banyak orang mukmin yang mengaku telah menaati perintah Allah, tapi bila perbuatan itu belum dikonfirmasikan dengan ujian Allah, maka belum bisa dipastikan kebenarannya. Bila Allah memberikan perintah yang menentang keinginan seseorang dan orang itu menerimanya, maka dapat diketahui bahwa orang itu tunduk dan menyerahkan dirinya kepada Allah Swt. Ketundukan yang dilakukan bukan karena hawa nafsu, tapi benar-benar karena Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ujian merupakan salah satu dari sunnatullah yang berlaku pada setiap manusia, khususnya orang-orang Mukmin yang mengaku beriman kepada Allah.
2. Standar takwa dan iman adalah takut yang muncul dari batin, bukannya sikap lahiriah saja.
3. Dalam ibadah haji, Allah mengharamkan banyak perbuatan yang di luar itu halal bagi manusia. Hal itu dilakukan demi membina semangat ketundukan kepada Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 89-91
Ayat ke 89
Artinya:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (5: 89)
Pada ayat-ayat sebelum ini telah dijelaskan mengenai sekelompok umat Islam yang mendengarkan penjelasan Nabi Muhammad Saw tentang Hari Kiamat. Ketika mendengar penjelasan itu, mereka memutuskan untuk tidak tidur dan makan serta menjauhkan istri mereka. Mendapat kabar tentang perbuatan mereka yang berlebihan, Nabi Muhammad Saw mengingatkan mereka bahwa Islam bukan agama pertapa. Mendengar itu mereka lantas bertanya kepada Nabi Saw, lalu bagaimana dengan sumpah yang terlanjur mereka sampaikan? Ayat ini diturunkan sebagai jawaban atas pertanyaan mereka itu. Ayat ini mengatakan, karena sumpah kalian berkaitan dengan perkara yang tidak pantas, maka sumpah itu tidak sah. Artinya, kalian tidak perlu mengeluarkan denda atas sumpah yang seperti itu.
Tapi pada saat yang sama al-Quran mengingatkan mereka untuk tidak melakukan sumpah tanpa tujuan yang logis. Karena jika sumpah ini kalian lakukan dan ternyata kalian tidak mampu melaksanakannya, maka selain telah melakukan perbuatan haram, kalian juga harus membayar denda (kaffarah). Salah satu keistimewan Islam ketika menjatuhkan hukuman kepada seseorang yang melanggar ajaran agama dengan memberi makan atau sedekah kepada orang miskin. Hal itu harus dilakukan bila ia sendiri tidam mampu melakukan puasa. Di sini, bila seseorang tidak bisa melaksanakan sumpahnya, maka ia diwajibkan memberi makan dan pakaian kepada orang-orang yang tidak mampu, atau membebaskan budak.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus memaafkan kesalahan orang lain dengan mengikuti sikap Allah ketika mengampuni kesalahan manusia saat bersumpah.
2. Dalam menjatuhkan hukumanpun, Islam masih memikirkan upaya pengentasan kemiskinan.
3. Hukuman yang bersifat uang harus disesuaikan dengan kondisi keuangannya, sedang seseorang bebas memilih jenis hukuman yang ada.
4. Untuk mensucikan nama Allah Swt hendaknya menjaga sumpah kita, atau tidak melakukan sumpah apapun. Atau melaksanakan apa yang menjadi sumpah kita, jika tidak maka kita diwajibkan membayar kaffarah.
Ayat ke 90
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (5: 90)
Islam muncul di lingkungan yang subur dengan fenomena penyembahan berhala, perjudian dan mabuk-mabukan. Al-Quran menyebut lingkungan ini sebagai Jahiliah Pertama. Dewasa ini, perjudian, minuman keras menjadi hal jamak terjadi di dunia, bahkan penyembahan berhala pun tumbuh dengan subur dalam bentuknya yang lain. Islam menyebut syarat keimanan adalah menjauhkan diri dari simbol-simbol setan. Setiap perbuatan yang menyebabkan timbulnya sikap tidak wajar dicela dalam Islam, seperti minum minuman keras, berjudi dan mencari uang dengan tanpa berusaha dengan menggunakan tenaga dan fikiran. Karena itu hal tersebut sangat dilarang dalam Islam.
Orang Arab yang sangat gemar melantunkan syair dan meminum minuman keras menjadi sangat sulit menerima pengharaman minuman keras secara sekaligus. Karena itu, hukum Islam menurunkan hukum pengharaman minuman keras dilakukan secara bertahap hingga empat tahap. Dalam ayat ini, seorang peminum minuman keras disebutkan posisinya masih di bawah penyembah patung.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Filsafat dilarangnya minuman keras karena dampaknya yang merusak akal dan jiwa manusia.
2. Syarat iman ialah menjauhkan diri dari pekerjaan-pekerjaan setan. Ibadah semata-mata tidaklah cukup, namun perlu mengontrol atas perut dan syahwat.
3. Seluruh ajaran Islam bertujuan untuk menyampaikan manusia kepada kemuliaan dan kejujuran, sekalipun untuk melaksanakan sebagian dari hal tersebut sulit bagi kita.
Ayat ke 91
Artinya:
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (5: 91)
Pada ayat sebelumnya Allah Swt menyebutkan berjudi dan meminum minuman keras merupakan perbuatan setan. Ayat ini mengatakan, setan melalui dua perbuatan ini, dapat menciptakan hubungan kalian dengan anggota masyarakat lainnya menjadi pincang dan mengobarkan kedengkian dan permusuhan dalam masyarakat. Sementara itu, minuman keras membuat hubungan kalian terputus dengan Allah yang pada gilirannya membuat shalat dan zikir kepada-Nya lenyap dari ingatan kalian! Adapun minuman keras, ia dapat menimbulkan berbagai penyakit baik fisik maupun jiwa. Namun al-Quran al-Karim justru menjelaskan filsafat pelarangan tehadap dua hal tersebut; bahaya sosial dan bahaya spiritual
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap unsur yang dapat menciptakan kedengkian dan permusuhan di tengah-tengah masyarakat adalah setan, sekalipun kadang-kadang dalam bentuk manusia.
2. Shalat merupakan ibadah terbaik untuk mengingat Allah. Segala sesuatu yang bisa menyebabkan kita lupa mengingat Allah Swt adalah perkara yang tidak patut dan harus dijauhi, sekalipun hal itu merupakan pekerjaan biasa seperti berdagang atau menuntut ilmu.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 84-88
Ayat ke 84-86
Artinya:
Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?". (5: 84)
Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya). (5: 85)
Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. (5: 86)
Telah disebutkan sebelumnya bagaimana sekelompok orang Kristen meneteskan air mata ketika mendengarkan ayat-ayat al-Quran. Hanya dengan mendengar ayat-ayat al-Quran mereka justru menemukan kebenaran. Tiga ayat ini mengatakan, mereka sedemikian komitmen dengan al-Quran sampai-sampai mereka mengatakan kepada dirinya sendiri, "Kenapa kami tidak beriman kepada kalimat hak, firman Allah yang diturunkan kami? Apakah kami tidak berharap bahwa bisa masuk ke dalam surga bersama orang-orang yang saleh?
Allah Swt dalam ayat-ayat ini juga menyebutkan pahala dari pernyataan dan pengakuan semacam ini yaitu masuk kedalam surga Aden yang abadi. Surga Aden tempat yang dikhususkan bagi orang-orang suci dan saleh. Dalam lanjutan dari ayat-ayat ini dikatakan, ada sekelompok orang yang tidak siap menerima hakikat ini, lalu mengingkarinya, maka tempatnya adalah di neraka.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika seseorang mengetahui kebenaran, maka tidak ada alasan untuk menolaknya.
2. Iman dan keyakinan akan wujudnya Allah Swt tidak terpisah dari iman kepada wahyu. Oleh karenanya, tidak ada artinya percaya adanya Allah, tapi tidak percaya Dia memberikan hidayah kepada manusia.
3. Bertanya pada diri sendiri merupakan satu jalan untuk mengetahui hakikat menuju kepada kesempurnaan.
Ayat ke 87
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (5: 87)
Sejarah menulis bahwa suatu hari Rasulullah Saw berbicara kepada masyarakat mengenai apa yang terjadi pada Hari Kiamat. Mendengar itu, sebagian dari mereka mengalami perubahan drastis dan hanya menangis. Sebagian lagi memutuskan hanya akan memakan makanan yang baik. Ada yang mengharamkan ketenangan dan kesejahteraan bagi dirinya. Mereka memutuskan untuk melaksanakan ibadah saja sepanjang malam dan siangnya melakukan puasa. Sebagian dari mereka berusaha untuk menjauhi dari isteinya dan tidak bergaul dengannya.
Ketika Nabi Muhammad Saw mendengar berita tentang perilaku sebagian sahabatnya, beliau lalu mengumpulkan kaum Muslimin dan berkata, "Agama kita adalah Islam, bukan agama yang memerintahkan umatnya mengucilkan diri dan bertapa. Aku adalah Nabi utusan Allah dan aku tidak pernah meninggalkan rumah dan rumah tangga. Aku senantiasa makan bersama keluarga dan bergaul dengan istri-istriku. Ketahuilah bahwa barangsiapa yang menentang cara-caraku ini mereka bukan Muslim. Ayat ini menyinggung keseimbangan dalam kehidupan dan mengatakan, tidak boleh melakukan perkara yang telah diharamkan oleh Allah Swt, dan jangan juga mengharamkan perbuatan yang dihalalkan oleh Allah Swt kepada kalian.
Orang Mukmin adalah orang yang menerima firman Allah dan selalu menjaga dan mengamalkan batasan dari undang-undang Allah dengan tepat. Dalam artian, orang Mukmin melakukan perintah Allah tidak berlebihan dan tidak kurang. Barangsiapa yang mengharamkan terhadap dirinya atas hal-hal yang dihalalkan, maka ia telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang Allah. Sedang mencegah terhadap hal-hal tersebut dengan semangat iman termasuk tidak bijaksana dan tidak benar.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Banyak kenikmatan yang dihalalkan oleh Allah Swt kepada orang-orang Mukmin, maka menjauhinya berarti tidak peduli dengan anugeran Allah.
2. Undang-undag Islam sesuai dengan fitrah manusia. Meninggalkan kebaikan yang dianugerahkan Allah berarti tidak konsisten dengan fitrah manusia.
3. Berbuat lebih dan kurang dalam masalah ini dilarang oleh agama. Melarang yang halal dan melakukan yang haram bukan di tangan manusia, tapi di tangan Allah.
4. Meskipun kita tidak dibolehkan menjauhkan diri dari hal-hal yang dihalalkan, namun kita juga tidak boleh memanfaatkan hal-hal yang halal tersebut dengan berfoya-foya, sehingga mengakibatkan perbuatan berlebih-lebihan.
Ayat ke 88
Artinya:
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (5: 88)
Setelah ayat sebelumnya melarang masyarakat Islam meninggalkan kenikmatan dunia yang halal, ayat ini justru memerintahkan penggunaan nikmat-nikmat yang halal dan bersih. Ayat ini mengatakan, janganlah kalian menyangka bahwa memanfaatkan dunia adalah perkara yang tidak baik dan tercela, tetapi justru semua nikmat-nikmat duniawi merupakan rizki yang diciptakan oleh Allah Swt untuk kalian semua. Karena itu kalian diwajibkan untuk memanfaatkan fasilitas-fasilias ini, tetapi masalah yang penting adalah menjaga takwa dan keadilan dalam memanfaatkan anugerah ini. Karena hal ini juga merupakan tujuan mengenai bagaimana memanfaatkannya! Oleh sebab itu, di dalam ayat-ayat lainnya Allah Swt berpesan, makan dan minumlah, tapi berlebih-lebihan. Di dalam ayat yang lainnya pun dikatakan, makan dan berbuat yang baik! Begitu juga, maka dan berilah makan orang lain.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemanfaatan terhadap fasilitas duniawi, tidak hanya tidak bertentangan dengan Iman, tetapi justru merupakan kelaziman iman.
2. Takwa bukan membiarkan dunia, tetapi memanfaatkan yang benar akan dunia untuk tujuan Akhirat.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 81-83
Ayat ke 81
Artinya:
Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik. (5: 81)
Pada ayat sebelumnya (80), Allah Swt berfirman kepada Nabi Muhammad Saw bahwa sebagian besar orang Yahudi bersahabat dengan orang-orang Kafir, yang mengakibatkan kemurkaan Allah kepada mereka. Dalam konteks ini, ayat ini mengatakan, persahabatan orang-orang Yahudi dengan orang-orang Kafir, sekaligus menerima kepemimpinan mereka menunjukkan orang-orang Yahudi itu pada dasarnya tidak beriman kepada Allah, nabi dan kitab samawi. Karena tidak mungkin bisa bercampur antara iman kepada Allah Swt dengan menerima persahabatan dan kepemimpinan orang-orang Kafir.
Ayat ini pada dasarnya merupakan kritikan terhadap orang-orang Yahudi dan mengatakan, mereka bukan saja tidak beriman kepada Nabi Muhammad Saw, kitab samawi dan al-Quran, namun mereka juga tidak beriman dengan sebenarnya terhadap kitab suci mereka sendiri yaitu Taurat. Bahkan amal perbuatan mereka bertentangan dengan kitab sucinya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jalan untuk membebaskan diri dari dominasi orang-orang Kafir, serta memperoleh kebebasan yang sebenarnya ialah iman kepada Allah Swt dan kitab samawi.
2. Menerima dominasi dan berdamai dengan orang-orang Kafir merupakan pertanda tidak beragama dan fasik.
Ayat ke 82
Artinya:
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri. (5: 82)
Berdasarkan berbagai riwayat sejarah, pada tahun ke 5 pengangkatan Nabi Muhammad Saw, sekelompok kaum Muslimin melakukan hijrah dari Mekah ke Habasyah untuk menyelamatkan akidah dan jiwa mereka dari siksaan kaum Musyrikin. Najasyi, Raja Habasyah saat itu adalah pemeluk Kristen yang taat. Karena itu raja menyambut kedatangan kaum Muslimin tersebut dengan hangat dan tidak bersedia menyerahkan mereka kepada wakil orang-orang Musyrik Mekah. Selain itu, ketika melihat Raja Najasyi menangis saat mendengarkan ayat-ayat suci al-Quran yang dibacakan oleh Jakfar bin Abi Thalib as, selaku ketua rombongan, para pendeta akhirnya ikut mendukung dan melindungi umat Islam.
Setelah Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Madinah dan orang-orang Yahudi kota ini yang pada awalnya berdamai dengan kaum Muslimin, mulai melakukan konspirasi anti Islam. Mereka mulai melanggar perdamaian dan bergandeng tangan dengan orang-orang Musyrik untuk memerangi umat Islam. Karena itulah, al-Quran al-Karim dalam ayat ini, dengan membandingkan dua sikap yang bertolak belakang, mengarahkan pembicaraan kepada Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin mengatakan, orang-orang Kristen telah menjalin hubungan yang lebih dekat dengan kalian. Hal itu bisa terjadi karena di kalangan mereka masih terdapat orang-orang yang alim dan abid. Mereka selalu tunduk dan tawadhu di hadapan Allah Swt. Berbeda dengan orang-orang Yahudi. Bukan saja mereka tidak membiarkan kalian, justru bekerjasama dengan orang-orang Musyrik melawan kalian.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Permusuhan Yahudi terhadap kaum Muslimin memiliki akar yang panjang. Bila dewasa ini orang-orang Israel menduduki Palestina dan mengusir penduduknya, maka mereka telah melakukannya di awal Islam. Waktu itu mereka berusaha mengusir kaum Muslimin dari Madinah, namun tidak berhasil.
2. Para ulama dan abid memegang peran kunci terhadap pembentukan sikap sosial sebuah kaum. Bila mereka baik, maka masyarakat juga akan baik. Sebaliknya, bila mereka rusak maka masyarakat akan ikut rusak.
3. Islam mengajarkan sikap tegas pada tempatnya. Islam mengajak umatnya bergaul dengan pemeluk agama lain dengan adil dan bijaksana. Karena itu Allah Swt dalam ayat ini memuji para pendeta Kristen dan abid.
Ayat ke 83
Artinya:
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad saw). (5: 83)
Pada ayat sebelumnya, telah diceritakan saat Jakfar bin Abi Thalib as membacakan ayat-ayat surat Maryam kepada orang-orang Kristen, mereka menangis histeris dan melampiaskan kerinduannya. Ketika kaum Muslimin dari Habasyah, maka sekelompok orang kristen berkunjung ke Mekah untuk bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Saat dibacakan ayat-ayat suratYasin, mereka langsung meneteskan air mata. Al-Quran dalam ayat-ayat ini memuji jiwa menerima dan hati yang bersih kelompok Kristen ini. Karena setiap kali mereka mendengar ayat-ayat suci ini, jiwa mereka tergoncang dan hal ini merupakan modal positif untuk menerima ajaran-ajaran Qurani.
Air mata dalam urusan ini punya nilai dan arti. Karena tetesan air mata itu diiringi oleh makrifat dan keyakinan. Bila tidak didasari oleh dua faktor ini, maka al-Quran tidak mungkin memuji mereka. Ayat ini menjelaskan dengan gamblang betapa manusia yang cinta pada hakikat, apabila jiwa mereka suci, maka pasti manusia itu mengetahui kebenaran. Sama halnya seorang anak yang setelah bertahun-tahun jauh dari ibunya, pasti dia rindu dan meneteskan air mata.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kesempurnaan manusia berada dalam makrifat yang diiringi dengan kecintaan, pemahaman dan penerimaan.
2. Kesiapan hati manusia mampu mempercepat dirinya menemukan kebenaran. Sebagaimana orang-orang Kristen yang menemukan kebenaran dengan mendengar bacaan ayat-ayat al-Quran. Sementara betapa banyak umat Islam yang mengiringi Nabi Muhammad Saw, tapi mereka tidak mengenal kebenaran.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 76-80
Ayat ke 76
Artinya:
Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (5: 76)
Sebelumnya telah dibahas ayat-ayat yang berbicara mengenai keyakinan orang-orang Kristen yang menuhankan Nabi Isa as. Ayat ini dalam melanjutkan pembahasan tersebut dan mengatakan, bagaimana kalian menjadikan Isa al-Masih as sebagai sesembahan? Padahal beliau as tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat bagi kalian. Sewaktu seorang nabi tidak mampu tanpa seizin Allah berperan dalam menentukan kehidupan manusia, maka kewajiban semua manusia terhadapnya benar-benar jelas dan gamblang. Yaitu, ia tidak mungkin dianggap sebagai Tuhan yang disembah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kesesatan ajaran syirik akan dapat diketahui dengan jelas dengan sedikit merenung menggunakan akal sehat dan fitrah. Karena itu, Allah Swt menghadapkan manusia pada pertanyaan, apakah hal-hal yang tidak memiliki peran apa pun dalam kehidupan kalian, pantas kalian jadikan sebagai sesembahan?
2. Sesembahan selain Allah bahkan tidak mampu mendengar dan mengetahui kebutuhan-kebutuhan manusia, apalagi memenuhinya.
Ayat ke 77
Artinya:
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". (5: 77)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah dijelaskan juga mengenai sikap berlebihan Ahli Kitab berkenaan dengan para nabi mereka. Ayat ini sekali lagi menegur sikap keterlaluan mereka dalam agama dan mengatakan, penjelasan mengenai kesempurnaan para nabi, tidak boleh menyebabkan kalian terkena sifat berlebihan, sehingga mendudukkan mereka di tempat yang tidak semestinya.
Sejarah manusia penuh dengan sikap berlebihan atau kurang. Sebagian orang merendahkan para nabi lebih rendah daripada manusia biasa dan menyebut mereka sebagai gila, tak berakal dan sebagainya. Sementara kelompok lain, mendudukkan para nabi lebih tinggi daripada tingkat manusia dan mendudukkan mereka sejajar dengan Tuhan. Padahal para nabi adalah orang-orang seperti manusia lainnya, yang disebabkan kesucian dan kemuliaan, mereka mempunyai kelayakan untuk menerima wahyu Ilahi.
Lanjutan ayat ini menjelaskan bahwa sikap keterlaluan Yahudi dan Kristen ini mirip dengan keyakinan orang-orang Musyrik sebelum mereka yang meyakini adanya sifat-sifat Rububiyyah pada benda-benda materi dan alami. Mereka juga menilai semua itu memiliki peran di dalam urusan kehidupan alam raya ini.
Dari ayat di atas dapat kita peroleh pelajaran bahwa agama berdiri di atas dasar keadilan dan sifat seimbang. Segala bentuk sikap keterlaluan baik berlebihan atau kurang dalam memandang tokoh-tokoh agama, tidak sejalan dan dasar-dasar agama.
Ayat ke 78-79
Artinya:
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (5: 78)
Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (5: 79)
Meskipun para nabi merupakan penyebab turunnya rahmat dan petunjuk Allah Swt itu, akan tetapi mereka bukanlah orang-orang yang rasialis dan nasionalis, sehingga tidak mempedulikan kejahatan kaumnya sendiri. Mereka tidak diam melihat kejahatan kaumnya itu yang berarti setuju bahkan mendukungnya.
Dalam riwayat-riwayat sejarah disebutkan, sewaktu Bani Israil tidak mengabaikan ketetapan Allah Swt mengenai libur hari Sabtu, maka mereka terkena kutukan dan cacian Nabi Dawud as. Begitu juga sewaktu para pembesar mereka meminta kepada Nabi Isa as agar diturunkan hidangan dari langit dan Isa as mengangkat tangannya untuk memanjatkan doa, sehingga turunlah hidangan dari langit. Akan tetapi sebagian dari mereka tidak mengakui kebenaran mukjizat Ilahi ini, maka Nabi Isa as pun mengutuk mereka. Lanjutan ayat tersebut menyinggung sebuah poin penting mengenai hubungan kemasyarakatan dan mengatakan, bukan hanya orang-orang jahat yang berbuat dosa, akan tetapi orang-orang yang baik pun turut berdosa dengan bersikap bungkam dan tidak berbuat apa-apa untuk mencegah kejahatan para penjahat itu. Sikap diam mereka inilah yang membuat para penjahat itu merasa mendapat peluang untuk berbuat dosa.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1.Para nabi selain merupakan manifestasi kasih sayang, kadang-kadang juga menunjukkan sikap benci, marah dan tidak menolerir orang-orang yang melanggar batas-batas hukum Allah.
2. Melanggar dan merusak hukum merupakan watak Bani Israil sepanjang sejarah.
3. Mereka yang memberikan peluang kepada para pendosa dengan sikap diam dan senyuman juga terhitung berbuat dosa dan mendapat murka Allah.
4. Nahi mungkar atau pencegahan kemungkaran merupakan tugas sosial setiap orang mukmin.
Ayat ke 80
Artinya:
Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. (5: 80)
Ayat ini dalam kelanjutan pembahasan sejarah Bani Israil, berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, "Bani Israil tidak pernah mencintai Muslimin apakah itu sebelum atau sesudah kedatangan Islam. Kebencian itu justru mendekatkan mereka ke jalan kekufuran. Sikap mereka ini menjadi penyebab murka Allah Swt."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menerima kepemimpinan orang-orang Kafir, dalam bentuk apa pun merupakan penyebab kemurkaan Allah Swt.
2. Hari Kiamat merupakan hari untuk panen hasil perbuatan manusia di dunia. Neraka Jahanam adalah api yang dinyalakan sendiri oleh manusia.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 72-75
Ayat ke 72
Artinya:
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (5: 72)
Sebelumnya sudah disebutkan bahwa al-Quran telah menyinggung adanya penyelewengan pemikiran dan ajaran di kalangan kaum Yahudi, al-Quran mengingatkan masa lalu mereka sebagai peringatan agar mereka membuang sikap keras kepala dan bersedia menerima kebenaran. Ayat ini dan ayat-ayat berikutnya berbicara kepada orang-orang Kristen mengatakan, kenapa Nabi Isa as yang merupakan nabi utusan Allah kalian sejajarkan dengan Tuhan? Selain itu, mengapa kalian meyakininya memiliki sifat-sifat ketuhanan? Apakah Nabi Isa sendiri mengaku yang demikian itu? Atau apakah kalian bermaksud meninggikan agama kalian di hadapan orang-orang Yahudi dengan mengetengahkan keyakinan semacam itu?!
Al-Quran menyinggung bahaya keyakinan semacam ini dan mengatakan, "Sikap keterlaluan kalian berkenaan dengan Nabi Isa as bukan hanya tidak akan menambah kemuliaan kalian. Bahkan hal itu merupakan sumber syirik dan keterjauhan dari tauhid. Dengan pengakuan semacam ini, kalian bukan hanya tidak akan mendekat kepada Tuhan, bahkan kalian akan semakin menjauh dari Nabi Isa as. Karena mendudukan beliau sebagai tuhan. Keterjauhan yang kalian peroleh di dunia ini, akan menyebabkan pula keterjauhan dari surga dan rahmat Ilahi.
Pada akhirnya di akhirat kelak kalian akan dimasukkan ke dalam neraka dan merasakan azab Allah. Suatu azab yang tak tertahankan oleh siapa pun dan tidak akan ada samasekali bantuan dan perolongan buat kalian. Yang mengherankan ialah, bahkan di dalam kitab-kitab Injil yang ada di zaman kita sekarang ini, tidak ada satu ayat pun yang mendakwakan pengakuan Nabi Isa as semacam itu. Bahkan di dalam Kitab Injil Markus bab 12 ayat 29 disebutkan, Tuhan kita adalah Tuhan Yang Esa.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagaimana kekurangan di dalam iman dan kerendahan amal perbuatan, tidak dapat diterima, demikian pula keterlaluan dan kelebihan batas dalam memandang para pemimpin agama tidak diperbolehkan. Sikap berlebihan adalah sejenis syirik dan kufur, sekalipun orang yang berlebihan itu mengaku beriman kepada Tuhan.
2. Tak seorang pun, bahkan Nabi Isa as yang mampu menyelamatkan orang-orang yang mendapatkan azab Allah Swt di neraka. Oleh sebab itu, tidak usahlah kalian berpikir tentang pengorbanan Nabi Isa dengan disalib, untuk menyelamatkan kalian.
Ayat ke 73-74
Artinya:
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (5: 73)
Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya?. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5: 74)
Dalam ayat yang lalu, telah dijelaskan keyakinan orang-orang Kristen mengenai Nabi Isa a yang mendudukkan beliau as di atas kedudukan manusia dan menyejajarkannya dengan Tuhan. Ayat ini menerangkan keyakinan mereka mengenai Allah pencipta jagat raya dan bahwa mereka mendudukkan Allah Swt ke tingkat yang lebih rendah, yaitu memasukkan-Nya sebagai salah satu dari tiga tuhan. Padahal Ketuhanan atau Uluhiyah, tidak terpisah dari "kemaha-penciptaan" atau Kholiqiyah. Apabila pencipta jagat raya ini satu, maka Zat yang disembah juga satu atau esa.
Seraya mengancam orang-orang yang bersikeras bertahan di dalam pikiran yang melenceng ini, lanjutan ayat ini mengatakan, "Barangsiapa tidak bersedia memperbaiki akidahnya, maka dia akan mendapatkan siksaan Allah yang pedih. Namun apabila dia bertaubat, dan kembali kepada Tuhan Yang Esa dengan penuh keyakinan, maka dia akan memperoleh rahmat Allah dan keselamatan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran bukannya menolak agama dan para nabi terdahulu, bahkan sebaliknya menerima dan membenarkan semua itu. Akan tetapi al-Quran menjelaskan penyimpangan-penyimpangan dari kitab-kitab dan ajaran para nabi terdahulu, seraya mengajak semuanya untuk kembali ke ajaranyang lurus.
2. Kufur bukan hanya ingkar terhadap Tuhan, tetapi keyakinan yang mengandung ajaran syirik atau menyekutukan Tuhan merupakan sejenis kufur.
3. Allah Swt mengampuni dosa-dosa masa lalu, juga dengan kelembutan dan kasih sayang-Nya Allah menjamin masa depan, tentu saja dengan syarat bertaubat dari dosa.
Ayat ke 75
Artinya:
Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). (5: 75)
Setelah pada ayat-ayat sebelumnya telah diterangkan mengenai keyakinan orang-orang Kristen tentang Nabi Isa as dan Allah, maka di dalam ayat ini al-Quran menunjukkan 3 dalil bahwa Nabi Isa as bukan Tuhan. Pertama, dia dilahirkan dari seorang ibu. Sementara Allah Swt tidak dilahirkan dari siapa pun. Kedua, sebelum beliau juga diciptakan nabi seperti Nabi Adam as yang tidak melalui proses ayah dan Ibu, namun tak seorang pun yang menyebutnya sebagai Tuhan. Ketiga, kalaupun Nabi Isa as menjadi Tuhan setelah dilahirkan, mengapa Nabi Isa dan ibunya sebagaimana manusia-manusia lainnya, hingga akhir umurnya membutuhkan makanan dan lainnya sebagaimana lazimnya manusia biasa. Tuhan miskin dan lemah macam apakah yang kalian terima dan yakini ini?
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Adanya beberapa keistimewaan pada seseorang, bukan merupakan dalil ketuhanannya. Bahkan mukjizat para nabi bukan merupakan dalil ketuhanan mereka.
2. Jujur dalam berbicara dan jujur dalam tingkah laku, termasuk di antara kebaikan tertinggi manusia di sisi Allah Swt. Allah Swt memuliakan dan mengangkat derajat Sayidah Maryam as dengan sifat-sifat ini.
3. Sayidah Maryam dan putranya Isa as adalah manusia, meskipun mereka memiliki kesempurnaan yang sangat besar.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 69-71
Ayat ke 69
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (5:69)
Sebelumnya, pada ayat, 68 telah disinggung bahwa pengikut agama manapun tidak memiliki suatu kedudukan di sisi Allah Swt, kecuali dengan melaksanakan kandungan dan ajaran kitab samawi dan membangun masyarakat dengan landasan kitab tersebut. Sedangkan ayat 69 ini menyebutkan, pemeluk agama samawi manapun antara yang satu dan yang lainnya tidak ada yang lebih utama, baik Muslimin, Yahudi, Nasrani dan Shabiin (sisa pengikut para nabi terdahulu seperti Nabi Nuh, Yahya dan sebagainya). Jumlah pengikut yang lebih besar atau usia yang sudah lama, juga banyaknya nabi di kalangan satu agama tidak menjadi ukuran keutamaan dan kelebihan agama itu.
Orang yang paling dekat dengan Allah Swt dan memiliki kedudukan paling mulia adalah dari sisi akidah ia mengimani Tuhan dan hari kebangkitan, sedang dari sisi perbuatan, melakukan amal saleh dan berbuat baik untuk masyarakatnya. Tentunya, dengan datangnya nabi yang baru, para pengikut semua agama Allah harus beriman kepada nabi itu dan mengamalkan syariat yang ia bawa. Jika tidak, maka pengutusan nabi yang baru tidak berguna dan sia-sia belaka. Mengingat nabi terakhir adalah Nabi Muhammad Saw, maka keimanan yang sebenarnya kepada Allah, harus ditunjukkan dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kunci kebahagiaan pada semua agama samawi adalah iman dan amal saleh, bukan pengakuan dan pernyataan lisan.
2. Ketenangan manusia yang sebenarnya pada Hari Kiamat nanti hanya bisa didapatkan melalui iman kepada Allah Swt.
Ayat ke 70
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. (5: 70)
Setelah Nabi Musa as berhasil menyelamatkan kaum Bani Israil dari cengkeraman Firaun dan kaki tangannya, beliau diperintahkan untuk mengambil sumpah dari Bani Israil yang isinya memerintahkan mereka untuk selalu menjaga dan komitmen terhadap ajaran-ajaran Allah Swt. Mereka menerimanya. Namun, tak berapa lama kemudian mereka melanggar janji itu, seperti yang disinggung dalam banyak ayat al-Quran. Mereka bukan saja menginjak-injak hukum Allah, membohongkan para nabi dan utusan-utusan Allah, dan memutar balikkan perintah-perintah agama menurut hawa nafsu mereka, bahkan mereka juga membunuh para nabi. Ayat ini memberikan peringatan kepada kaum Muslimin agar selalu menjaga wasiat Nabi Muhammad Saw, yaitu jangan mengabaikan para washi beliau Saw, dan supaya mereka loyal terhadap sumpah setia Ghadir yang telah dua kali disinggung dalam surat ini.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1.Ingkar atau membohongkan risalah para nabi oleh orang-orang Kafir, tidak memiliki dasar akal dan logika. Sumber penentangan ini ialah keinginan manusia untuk bebas dan melakukan apa saja sesuai dengan hawa nafsunya. Sedangkan agama samawi datang untuk mengontrol hawa nafsu manusia, sehingga dimensi kejiwaan manusia tumbuh sempurna.
2. Dalam masyarakat yang bobrok, orang-orang suci dan saleh menjadi sasaran fitnah dan teror.
Ayat ke 71
Artinya:
Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencanapun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan pekak, kemudian Allah menerima taubat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (5: 71)
Seperti yang telah disinggung dalam pembahasan sebelumnya, kaum Yahudi menyebut diri mereka sebagai ras terbaik bila dibandingkan dengan kelompok atau ras lainnya. Mereka merasa sebagai kaum yang paling dicintai dan dekat di sisi Tuhan. Karena itu mereka menyangka tidak akan pernah mengalami ujian dan cobaan dari Allah Swt, ataupun bila diuji atau dicoba, segala amal perbuatan mereka tidak akan mendatangkan siksaan dan sanksi Tuhan, atau ujian itu hanya sebentar saja.
Sifat congkak inilah yang membutakan mata mereka. Sehingga mereka tidak ingin memahami bahwa cobaan, siksa dan pahala adalah sunnah Allah yang tidak mengecualikan siapapun juga. Semua manusia harus melewati tahap cobaan untuk bisa diketahui jatidirinya yang sebenarnya. Allah Swt adalah Tuhan dengan rahmat yang maha luas. Kemurahan Allah ini tidak akan dicabut dari manusia hanya dengan sekali pelanggaran manusia. Allah Swt akan menerima taubat mereka meski berulang-ulang. Namun, sebagian orang tidak mempedulikan hal ini dan melalaikan ayat-ayat Allah, yang tentunya hal ini akan melenyapkan kesempatan mereka untuk memperoleh anugrah dan rahmat Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Prasangka yang tidak pada tempatnya dan berdasarkan pada kesombongan dan bangga diri mengakibatkan manusia dijauhkan hakikat yang sebenarnya.
2. Sekalipun manusia mengingkari Allah dan tidak melihat keberadaan-Nya di muka Bumi, namun Allah Swt senantiasa melihat manusia.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 67-68
Ayat ke 67
Artinya:
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (5: 67)
Ayat ini memiliki keistimewaan yang berbeda dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, dan merupakan sebuah ayat tersendiri yang patut diberi perhatian. Keistimewaan pertama ialah ayat ini menyeru Nabi Muhammad Saw dengan menggunakan lafad (yaa Ayyuharrasul). Bentuk kalimat panggilan seperti ini di dalam seluruh al-Quran digunakan sebanyak dua kali, dan keduanya berada di dalam surat al-Maa-idah. Keistimewaan kedua ialah Rasulullah Saw diperintahkan untuk menyampaikan sebuah masalah yang memiliki nilai dan kedudukan yang sama persis dengan seluruh risalah beliau, dimana seandainya Rasulullah Saw tidak menyampaikan masalah yang satu ini kepada masyarakat, beliau akan dianggap tidak menyampaikan risalah ilahi yang diembannya. Poin ketiga tentang kedudukan Nabi Muhammad Saw yang sedemikian penting di sisi Allah Swt, sehingga Rasulullah Saw merasa khawatir bahwa masyarakat tidak akan mau menerimanya, lalu mengingkarinya. Bagian akhir ayat ini mengancam siapa pun yang menolak masalah ini karena sifat ingkar dan keras kepala, dan mengatakan bahwa orang-orang semacam ini akan dijauhkan dari petunjuk Allah yang khusus.
Dan saat ini pun harus disaksikan, betapa pentingnya perkara ini, sehingga Nabi Muhammad Saw diperintahkan untuk tidak takut dan khawatir dan segera menyampaikannya kepada masyarakat serta tidak boleh gentar terhadap penentangan mereka. Dengan memperhatikan turunnya ayat-ayat surat al-Maidah ini pada tahun-tahun terakhir usia Nabi Saw akan jelas, bahwa perkara ini bukan berkaitan dengan shalat, puasa, zakat, haji, jihad ataupun kewajiban-kewajiban agama lainnya. Karena semua perkara tersebut telah diterangkan dan dikerjakan sepanjang tahun-tahun sebelumnya. Jadi jelasnya perkara penting apa gerangan yang diketengahkan oleh Nabi Muhammad Saw diakhir usia beliau, yang Allah Swt juga menekankan perkara ini dan pada saat yang sama Nabi juga merasa cemas dan khawatir atas penentangan orang-orang Munafik di sekitar beliau ?!
Ternyata masalah tersebut semata-mata menyangkut pengganti Nabi dan nasib masa depan Islam serta kaum Muslimin, yang merupakan realisasi terpenuhinya keistimewaan dan syarat-syarat tersebut? karena itu, para mufassir besar Ahli Sunnah seperti Fakhrur Razi yang mengutip masalah tersebut sebagai salah satu kemungkinan penerimaan ayat ini, dan riwayat-riwayat sejarah yang berhubungan dalam masalah ini dalam tafsir-tafsir beliau.
Kelompok Syiah yang menerima penafsiran dan penjelasan ayat-ayat al-Quran melalui tafsir-tafsir Ahlul Bait Nabi Saw berkeyakinan bahwa ayat ini merupakan mengangkatan Ali bin Abi Thalib as pada jabatan Khalifah, dimana Nabi Muhammad Saw dalam haji terakhir beliau (haji wada) sewaktu hendak pulang ke Madinah mengumpulkan kaum Muslimin di suatu tempat bernama GhadirKhum. Maka saat itu beliau mengambil tempat yang agak tinggi, untuk memberitahukan mengenai dekatnya ajal Nabi, dan menetapkan pengganti beliau Saw yang merupakan sahabat beliau yang paling setia dan komit sepanjang 23 tahun risalah kenabian beliau Saw yakni Ali bin Abi Thalib as, dengan mengatakan :
(Ayyuhan-Nas! Man kuntu Maulahu fahadza Aliyun Maulahu) yang artinya, Wahai Mukminin! Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai wali (pemimpin), maka sesudah aku harus menjadikan Ali sebagai wali atau pemimpinnya. Selanjutnya beliau mengatakan, barangsiapa yang hadir dalam pertemuan besar ini, hendaknya menyampaikan kabar ini kepada yang tidak hadir.
Dengan berakhirnya pidato Nabi Saw, maka para sahabat besar dan kaum mukminin lainnya yang hadir dalam peristiwa bersejarah ini, menyampaikan ucapan selamat kepada Ali bin Abi Thalib as yang memikul tanggung jawab besar dan menjadi pemimpin mereka setelah Nabi Saw. Sayangnya sebagian kalangan mengatakan, bahwa maksud Nabi mengenai "Wilayah" Ali bin Abi Thalib adalah kecintaan dan suka kepada beliau, bukan kepemimpinan. Hal ini sudah jelas bahwa tak seorangpun dari kaum Muslimin yang meragukan hubungan dan kecintaan Nabi terhadap Ali, sehingga Nabi menginginkan dalam pertemuan besar ini, yang juga sebagai hari-hari akhir dari usia beliau menekankan poin ini, sedang para sahabat Nabi menganggapnya sebagai kemenangan dan keberhasilan bagi Ali bin Abi Thalib as.
Bagaimanpun juga, mengenai turunnya ayat ini serta keistimewaan khususnya, menunjukkan betapa tugas-tugas Nabi lebih luas dan berat dibandingkan perkara mengumumkan mengenai cinta dan suka, bahkan perkara ini lebih luas dari sekedar sebuah masalah perasaan dan naluri. Yaitu, masalahnya berhubungan dengan umat Islam, dan hal itupun merupakan poin terpenting yakni kepemimpinan, memberi petunjuk kepada masyarakat Islam setelah Nabi Muhammad Saw.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Apabila pemimpin umat Islam tidak ditentukan pada orang-orang saleh yang telah diangkat oleh Allah Swt, maka dasar-dasar agama ini dalam bahaya.
2. Hal-hal yang menjadikan Nabi Muhammad Saw memiliki kecemasan dan kekhawatiran, bukan terhadap para musuh dari luar, tetapi justru bahaya yang datang dari dalam berupa penentangan dan tindakan-tindakan agitasi dari dalam kaum Muslimin sendiri.
Ayat ke 68
Artinya:
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu. (5: 68)
Ayat ini isinya sama dengan ayat 66 surat al-Maidah yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, kemudian dijelaskan kembali posisi Ahlul Kitab dihadapan Islam dan Nabi Muhammad Saw, lalu Nabi diperintahkan untuk menyatakan kepada mereka bahwa tidak cukup mereka mendakwakan sebagai pengikut para Nabi seperti Nabi Musa as dan Nabi Isa as, tetapi justru tanda-tanda iman yang sebenarnya adalah melaksanakan hukum-hukum dan perintah-perintah Allah Swt di segala aspek kehidupan baik pribadi maupun masyarakat.
Dari sanalah dapat dipahami bahwa diutusnya para Nabi merupakan sebuah sunnatullah sepenjang sejarah, keras kepala dan tidak menerima para Nabi sesudahnya justru menunjukkan sejenis diskriminasi agama yang dapat mencegah pertumbuhan kemerdekaan manusia, serta menyebabkan keingkaran mereka dalam menerima kebenaran. Karena itulah Allah Swt dalam ayat ini menekankan keimanan mereka terhadap seluruh kitab Samawi. Lalu selanjutnya mengarahkan pembicaraan kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, banyak kalangan Ahlul Kitab yang tidak mau menerima al-Quran, sehingga pemikiran dan penentangan semacam ini menjadi benih kekufuran mereka. Karena mereka mengerti dan sadar melalui ilmu sengaja memilih jalan ini, lalu atas kekufuran mereka hisab mereka menjadi sangat menyedihkan dihadapan Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1.Pengakuan iman tidaklah cukup, maka dari itu berdiri melaksanakan kewajiban merupakan suatu keharusan. Seseorang yang tidak memiliki amal pada dasarnya tidak memiliki agama.
2. Kemuliaan seseorang di sisi Allah didasarkan pada tolok ukur komitmen mereka terhadap ajaran dan perintah agama dan dalam masyarakat juga hendaknya demikian, sikap dan posisi seseorang harus ditentukan pada dasar ini.
3. Kita seharusnya bisa melenyapkan sikap ekstrim yang tidak pada tempatnya dan senantiasa menghormati keyakinan-keyakinan orang lain, di samping kita harus dapat mengetengahkan jalan kita.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 64-66
Ayat ke 64
Artinya:
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. (5: 64)
Sebelumnya sudah dikaji beberapa ayat tentang sebagian kehidupan orang-orang Yahudi dalam urusan keluarga, akhlak dan ekonomi. Ayat ini bercerita tentang salah satu kepercayaan sesat orang-orang Yahudi dan ucapan mereka yang menyesatkan berkenaan dengan Allah Swt. Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mengira tangan Allah di awal penciptaan terbuka; dalam arti bahwa Allah memiliki kebebasan dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Oleh karena itu Allah mampu mengabulkan permintaan siapa saja yang ingin Dia kabulkan. Namun setelah Allah Swt menciptakan segala sesuatu dan memberlakukan ketentuan-ketentuan-Nya sendiri, maka Allah tidak mampu lagi melakukan perubahan-perubahan di dalam ketentuan-ketentuan-Nya itu. Bahkan manusia yang Allah beri kebebasan, ternyata kemudian mampu berbuat apa saja dikehendakinya tanpa kemampuan Allah untuk mencegahnya. Demikianlah secara singkat keyakinan sesat Yahudi berkenaan dengan Allah Swt.
Kepercayaan yang tidak benar ini diterima secara luas dalam masyarakat Yahudi sehingga ketika perintah infak kepada orang-orang yang lemah dan menderita Allah turunkan kepada orang-orang Yahudi, mereka mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa tangan Allah terbelengggu. Sebab kalau tangan Allah tidak terbelengggu dan Dia memiliki kekuasaan, tentu Allah akan mampu memberikan kepada fakir miskin itu apa yang mereka perlukan, dan tidak akan memerintahkan kita untuk memperhatikan orang-orang miskin tersebut.
Dalam menjawab kata-kata yang mengandung kekafiran ini, Allah Swt mengatakan, kekuasan Allah sama sekali tidak terkekang dan tidak akan tertutup. Dia memberikan kepada siapa saja sesuai ukuran dan memberikan infaknya. Perintah untuk berinfak tidak menunjukan bahwa Allah tidak mampu atau menandakan bahwa tangan Allah terikat. Tapi infak adalah tanda ketulusan seorang mukmin dan menunjukkan keimaman yang sejati dari seorang mukmin yang harus senantiasa menerima aturan-aturan Allah.
Selanjutnya Ayat ini mengatakan, kepercayaan yang salah ini membangkitkan kedengkian dan permusuhan Yahudi yang besar terhadap para pengikut umat Islam dan melahirkan keinginan untuk menaklukkan dan memerangi mereka. Namun setiap kali api permusuhan Yahudi di awal Islam menyala, Allah menjadikan akhir dari segalanya ini untuk kemenangan umat Islam. Bukti terbesar dalam hal ini ialah kekalahan umat Yahudi dalam peperangan Khaibar.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menyucikan Allah dari segala cacat, aib dan kekurangan adalah syarat dari iman. Yahudi meyakini wujud Tuhan,namun mereka menyangka bahwa Tuhan itu kikir, lemah, dan tidak mampu mengabulkan permintaan orang-orang miskin. Al-Quran menentang keras cara berpikir seperti ini.
2. Menciptakan fitnah dan pengobaran api peperangan adalah karakter bangsa Yahudi. Tetapi berkat kehendak Allah, mereka tidak pernah mampu mencapai kemenangan dan kekuatan. Tentu saja bantuan Ilahi ini akan diberikan, selama umat Islam mengikuti jalan al-Quran dan Sunah Nabi.
Ayat ke 65-66
Artinya:
Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikmatan. (5: 65)
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (5: 66)
Di akhir ayat ini, Allah menyinggung pemikiran serta perilaku sesat dan menyimpang Ahlul Kitab. Ayat ini mengatakan, jalan Allah tidak tertutup. Jika mereka bertaubat dan meninggalkan perbuatan dan kesalahan mereka Allah pasti akan mengampuni dosa-dosa mereka yang lampau dan juga akan menjamin masa depan mereka. Di dunia mereka akan mendapatkan keberkatan dan nikmat Tuhan yang turun dari langit dan dari bumi. Sementara di akhirat mereka akan memperoleh kenikmatan surga. Di akhir Ayat ini juga disinggung tentang bahwa ada diantara kalangan Ahlul Kitab orang-orang mukmin yang selalu berusaha menghindari segala bentuk ekstrimitas, baik dalam amal perbuatan maupun dalam kepercayaan. Tapi kelompok ini sangat sedikit, sementara mayoritas orang Yahudi bersikeras di atas jalan yang sesat mereka.
Sekalipun ayat-ayat ini berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, tapi jelas sekali bahwa bahaya ini bisa juga mengancam umat Islam. Sebab kalau mereka mengamalkan cara seperti itu maka mereka juga akan mendapatkan azab yang sama pula. Seperti halnya juga, kalau mereka berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama, maka mereka akan mendapatkan bantuan dan berkah Allah.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman tanpa ketakwaan sama sekali tidak berguna. Sedangkan ketakwaan akan menjamin keselamatan dan kesempurnaan iman.
2. Selain mengampuni orang-orang berdosa, Allah Swt juga membuka pintu pertolongan dan rahmat-Nya bagi orang-orang yang berdosa.
3. Iman kepada Tuhan dan amal shaleh akan mendatangkan kebahagiaan akhirat dan juga kebahagian duniawi. Agama dan dunia bukan tidak sesuai dengan syarat dunia jangan dipertentangkan dengan prinsip-prinsip agama.
4. Kitab-Kitab Suci bukan untuk dibaca saja. Akan tetapi ajaran-ajarannya harus dilaksanakan dan diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 60-63
Ayat ke 60
Artinya:
Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (5: 60)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa sebagian Ahli Kitab memiliki hubungan yang lebih baik dengan Musyrikin penyembah patung, daripada dengan kaum Muslimin. Bahkan mereka (Ahli Kitab) suka menghina dan mengejek kaum Mukminin yang tengah melakukan shalat dan ibadah. Ayat ini mengatakan, mereka yang menghina dan mengejek agama dan ritual-ritual kaum Muslimin serta mengganggu mereka, mengapa tidak memandang kehidupan masa lalu orang-orang tua mereka yang sangat memalukan. Akibat pengingkaran mereka terhadap perintah-perintah Ilahi dan mempermainkannya, mereka menerima azab Ilahi dan wajah atau tingkah laku mereka berubah menjadi seperti kera dan babi. Mengapa mereka (Ahli Kitab) tidak mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut dan menghentikan perbuatan jahat mereka?
Sudah jelas bahwa Bani Israil pada zaman Nabi Muhammad Saw tidak diberi azab oleh Allah Swt dengan mengubah wajah mereka menjadi babi atau kera. Akan tetapi, karena kaum Yahudi menganggap mereka semua merupakan kaum yang satu, dan memiliki identitas keagamaan yang khusus, bahkan mereka menisbahkan kebanggaan nenek moyang mereka kepada mereka sendiri. Karena itu al-Quran menujukan kata-katanya kepada mereka, sehingga rasa bangga diri mereka yang tidak pada tempatnya dapat dilenyapkan, dan mempermalukan mereka.
Adapun yang dimaksud dengan kutukan dan murka Allah Swt ialah keterjauhan manusia yang berbuat dosa dari kasih sayang dan rahmat Allah, serta ketertimpaan murka dan balasan amal perbuatan jahat yang sesuai dengan perbuatan itu sendiri.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keterjauhan dari kemuliaan manusia, dan perubahan menjadi binatang yang dari segi fisik memiliki kemiripan dengan manusia, merupakan salah satu dari siksaan dan azab Allah Swt.
2. Mereka yang terkena kutukan dan murka Allah Swt tidak seharusnya memperoleh kedudukan di kalangan kaum Mukminin.
Ayat ke 61-62
Artinya:
Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan: "Kami telah beriman", padahal mereka datang kepadamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (daripada kamu) dengan kekafirannya (pula); dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (5: 61)
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. (5: 62)
Setelah menjelaskan sikap Ahlul Kitab terhadap kaum Mukminin, ayat ini mengatakan, meskipun memiliki sikap dan tingkah laku yang tidak layak, mereka mengaku beriman dan menganggap diri mereka sebagai golongkan Mukminin. Padahal sedikitpun mereka tidak beriman dan hati mereka dipenuhi dengan kekafiran dan keingkaran. Mereka menyusup ke dalam kelompok orang-orang beriman dengan semangat kekafiran dan dengan kondisi seperti itu pulalah mereka keluar. Sekalipun mereka menyembunyikan identitas, tetapi Allah Swt mengetahui keadaan mereka.
Sebaik-baik bukti yang menunjukkan kekufuran mereka ialah kehebatan mereka dalam melakukan dosa, memakan barang dan harta haram, kezaliman, dan berbagai pelangaran. Karena semua perbuatan ini tidak pernah cocok dengan iman. Tentu saja al-Quran tidak menuduh seluruh Ahlul Kitab dan Yahudi dengan kejelekan dan keburukan seperti ini. Karena jelas sekali bahwa sebagian dari mereka adalah orang-orang yang beriman dan beramal saleh.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menampakkan iman dengan lisan saja tidak cukup. Amal saleh yang menunjukkan iman yang sebenarnya.
2. Meningkatnya penyelewengan akhlak, sosial dan ekonomi, mengakibatkan jatuhnya agama. Sedang kerusakan-kerusakan tersebut bersumber pada syahwat, kekayaan dan kekuasaan.
3. Ciri khusus masyarakat Islam ialah senantiasa berlomba pada kebaikan, sedang ciri khusus masyarakat Kafir ialah kemunafikan dan berlomba dalam kejelekan dan kerusakan.
4. Sejelek-jelek dosa ialah terang-terangan melakukan dosa dan kejahatan, tenggelam dan sudah terbiasa dengan perbuatan dosa.
Ayat ke 63
Artinya:
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (5: 63)
Ayat ini menjelaskan tanggung jawab besar yang ada di pundak para ulama, cerdik pandai dan para pembimbing masyarakat. Ia mengatakan, jika masyarakat berbuat dosa dan kesalahan, akan tetapi mengapa para tokoh dan ulama itu, diam tidak melarang dan bungkam seribu bahasa? Sekedar menjauhkan diri dari dosa tidaklah cukup. Namun hendaknya para pendosa dicegah dari perbutan-perbuatan dosanya. Karena sikap diam di hadapan perbuatan jahat dan dosa, merupakan sejenis dukungan terhadap dosa tersebut, yang bakal menghantarkan manusia kepada balasan dan siksa.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Diam dan sikap tidak perduli, bukan alasan dan tidak akan melepaskan seseorang dari kewajibannya. Bahkan yang demikian itu akan semakin mendorong dan membuka peluang bagi seseorang untuk semakin berani melakukan dosa.
2. Tanggung jawab amar makruf dan nahi mungkar pada tahap pertama merupakan kewajiban para ulama agama.
3. Ilmu pengetahuan akan berharga jika ia ditampakkan dan diarahkan untuk mencegah tingkah laku dan watak-watak jahil.



























