
کمالوندی
Putriki Dunia Tidak ada Salahsatu Tempat Kehidupaan Untukmu!
Nabi Muhammad Saw adalah seorang pekerja keras. Terkadang beliau keluar dari kota hanya untuk memperbaiki pekerjaan Muslimin. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, beliau kembali ke kota dan rumahnya. Sesuai dengan kebiasaannya, Nabi Saw ketika kembali dari luar kota, beliau mengunjungi rumah putrinya dan untuk beberapa waktu beliau berada di sana.
Suatu kali, Nabi Muhammad Saw bersama menantunya, Ali as pergi keluar kota. Setelah beberapa hari, mereka kembali ke kota dan langsung menuju rumah Fathimah Zahra as. Nabi Saw baru menyadari bahwa putrinya baru membeli sejumlah perhiasan yang terdiri dari dua gelang, kalung dan dua anting-anting untuk dirinya.
Ketika pandangan Nabi Saw terbentur pada perhiasan itu, dengan wajah berubah beliau langsung keluar dari rumah.
Sayidah Fathimah az-Zahra as dengan segera memahami mengapa ayahnya bersikap demikian. Dengan cepat beliau keluar dari rumah dan bertanya kepada masyarakat yang ada tentang keberadaan ayahnya. Seseorang menjawab, "Rasulullah Saw wajahnya terlihat marah dan pergi menuju masjid."
Sayidah Fathimah as kembali ke rumah dan mulai menanggalkan perhiasan yang dipakainya. Setelah itu beliau kembali keluar dari rumah dan kepada pria yang ditemuinya tadi beliau berkata, "Berikan ini kepada ayahku dan sampaikan kepada beliau bahwa saya menyerahkan perhiasan ini di jalan Allah."
Sesuai dengan pesan yang disampaikan Sayidah Fathimah as, pria itu pergi menemui Nabi Saw. Ketika Rasulullah Saw menerima pesan Sayidah Fathimah as dari pria itu, wajah beliau tampak berseri-seri dan terlihat gembira dan tiga kali beliau berkata, "Fathimah melakukan apa yang kuharapkan. Ayahnya menjadi tebusannya."
Setelah itu beliau bersabda, "Gemerlapan dunia tidak diciptakan untuk Nabi dan keluarganya."
Setelah itu, Rasulullah Saw kembali menemui putrinya di rumahnya dan tinggal selama beberapa waktu di sana. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Sayidah Fathimah Zahra as.
Dakwah Nabi Muhammad Saw
Ketika Muhammad Saw diangkat sebagai nabi dan utusan Allah Swt, beliau mulai berdakwah kepada manusia. Seorang anak berusia 8 tahun (Imam Ali as) dan seorang perempuan berusia 40 tahun (Sayidah Khadijah as) beriman kepadanya. Tidak ada yang beriman kepada beliau, kecuali dua orang ini.
Semua tahu bahwa betapa warga musyrik Mekah begitu mengganggu Rasulullah Saw. Mereka berusaha merusak apa yang dilakukan oleh beliau dan menentangnya, tapi Nabi Saw tidak berputus asa dan beliau tidak mengatakan, "Saya tidak memiliki siapapun!"
Beliau tegar menghadapi segalanya dan dengan kekuatan jiwa dan tekad yang kuat beliau mengantarkan risalah ilahi dari titik nol hingga yang bisa disaksikans aat ini. Sekarang sekitar 700 juta orang berada di bawah bendera risalahnya.
(Velayat Faqih, hal 136)
Nabi Muhammad Saw dengan al-Quran yang berada di satu tangannya dan di tangannya yang lain ada pedang sebagai simbol bahwa pedang itu untuk menumpas para pengkhianat dan al-Quran untuk memberi hidayah manusia.
Mereka yang layak untuk diberi hidayah, al-Quran akan menjadi pembimbing mereka, tapi mereka yang tidak bisa diberi hidayah, bahkan berusaha melakukan konspirasi menentang kebenaran, maka pedang dipersiapkan untuk mereka.
(Sahifah Imam, jilid 9, hal 340)
Sumber: Sire-ye Nabavi; Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.
Imam Khomeini: Kebebasan dalam Islam
Fitrah Kebebasan
Manusia menyukai kebebasan berdasarkan fitrahnya. Dengan kebebasan ini apa yang diinginkan manusia akan dilakukannya, bahkan kehendaknya sangat berpengaruh sehingga tidak ada kekuasaan yang dapat membela diri dan mengganggunya. Tentu saja di alam ini, tidak ada kekuasaan dan kehendak yang semacam ini. Setidaknya, model alam yang ada ini menolak berada di bawah kehendak manusia, sebagaimana dengan jelas hal ini dapat disaksikan. Kekuasaan mutlak dari kebebasan ini hanya didapatkan di alam akhirat bernama surga tempat orang-orang yang menaati Allah Swt.
(Syarh Hadis Junud Aql wa Jahl, hal 102)
* * *
Termasuk nikmat tertinggi di alam ini adalah kebebasan manusia. Manusia bersedia mengorbankan segalanya demi kebebasannya.
Diutus Sebagai Nabi
Tuhan dunia di masa itu, di mana saja manusia hidup, menilai kebesaran dan kejayaannya bila tempat pemujaan apinya lebih besar dari yang lain dan lebih menyala atau tempat sesembahannya lebih megah dan berhala yang ada di dalamnya lebih besar dari yang lain dan dibuat dari besi yang mahal. Tuhan mereka adalah emas yang lebar dan panjangnya lebih dari yang lain dan itu petanda penting dan kejayaannya lebih besar. Bahkan mereka membawa tuhan-tuhan ini dalam perang. Sebagaimana mana penduduk Mekah membawa Hubal, patung paling besar untuk berperang dengan umat Islam.
Dalam kondisi yang demikian, Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt dengan membawa risalah. Hal pertama yang dipersembahkan kepada manusia waktu itu adalah menghancurkan tuhan-tuhan yang kalian buat dan menerima tauhid agar menjadi manusia yang selamat. "Quuluu Laa Ilaaha Illallaah Tuflihuu" (Ucapkan tidak ada tuhan selain Allah, maka kalian akan selamat).
Setelah itu secara bertahap beliau membawakan kepada manusia aturan langit yang prinsipnya berdasarkan akal yang mampu membidas semua pandangan dan anggapan bodoh mereka.
(Kasyf al-Asrar, hal 106)
* * *
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt, setan paling besar berteriak dan mengumpulkan setan-setan di sekitarnya lalu berkata kepada mereka bahwa pekerjaan kita akan semakin sulit.
(Sahifah Imam, jilid 10, hal 489)
* * *
Masalah pengutusan sebagai nabi pada dasarnya sebuah perubahan prinsip keilmuan dan irfan di alam ini. filsafat kering Yunani yang dibangun oleh para pemikir Yunani, tentu saja memiliki nilai, tapi telah diubah dengan diutusnya Rasulullah Saw menjadi sebuah irfan nyata dan sebuah penyaksian hakiki bagi mereka yang memiliki kemampuan.
Sumber: Sire-ye Nabavi; Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.
Sumber: Gozideh-i az Asar va Sireye Imam Khomeini ra; Azadi, Tehran, 1383 Hs, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini.
110 Keutamaan Imam Ali as: Lautan Ilmu
Lautan Ilmu
Nersisan, seorang tokoh Kristen mengatakan, "Bila orator besar ini (Ali as) hidup di masa kita dan saat ini juga menjejakkan kakinya di mimbar Kufah, maka kalian akan menyaksikan masjid yang seluas ini akan dipenuhi oleh para tokoh Eropa. Mereka berdatangan untuk menghilangkan dahaga ilmu dan ruhnya. (Hassastarin Faraz az Tarikh Ya Dastan Ghadir, hal 300)
Peringatan Buat Fathimah!
Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt mewahyukan kepada Rasul-Nya, ‘Katakan kepada Fathimah, ‘Jangan sampai menentang Ali. Karena bila Ali as marah, maka Aku juga akan marah." (Atsar as-Shadiqin, jilid 1, hal 253)
Air Mata dan Munajat Ali
Perawi mengatakan, "Saya melihat Ali mengangis dan air matanya menetes ke tanah. Dalam kondisi seperti itu, beliau berkata, ‘Mati bagi Ali sangat manis. Wahai orang-orang pengecut! Mengapai kalian tidak menolong Ali, sehingga kezaliman dapat dimusnahkan? Saya mendengar ada yang merenggut gelang kaki dari kaki seorang perempuan Yahudi yang mendapat perlindungan umat Islam dan ia berteriak, ‘Wa Islama! Dan tidak ada seorangpun yang menolongnya!" (Tarbiyat Farzand, hal 237)
Keikhlasan Ali
Imam Jawad as di hari Ghadir Khum pergi menziarahi makam suci Imam Ali as dan berkata, "Saya bersaksi bahwa engkau pujian Allah dan orang yang ikhlas dalam menaati-Nya." (Payam Ghadir, hal 46)
Malam-Malam Ali
Ibnu Abbas mengatakan, "Imam Ali as tidur di sepertiga pertama dari malam dan dari dua pertiga sisanya dipenuhi dengan ibadah dan membaca al-Quran. Setiap malam beliau mengerjakan shalat sebanyak 70 rakaat sambil membaca al-Quran dan menjelang Subuh beliau berzikir." (Manhaj as-Shadiqin, jilid 9, hal 36)
Makanan Sederhana
Imam Shadiq as berkata, "Imam Ali as adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Saw dalam jenis makanannya. Beliau sendiri makan roti, cuka dan minyak zaitun, sementara kepada orang lain beliau memberikan roti dan daging." (Sire-ye Ali, hal 56)
Mengamalkan Sebelumnya
Imam Ali as berkata, "Wahai manusia! Demi Allah! Saya tidak akan mendorong kalian untuk berbuat ketaatan bila tidak melakukannya lebih dahulu. Dan saya tidak akan melarang kalian akan perbuatan maksiat, sebelum menjauhinya terlebih dahulu." (Tafsir Nahjul Balaghah, jilid 1, hal 250)
Sebagian Amalan Hari Ied Ghadir Khum
1. Berpuasa yang mengampuni 60 tahun dosa.
2. Mandi.
3. Membaca ziarah Imam Ali as.
4. Melaksanakan shalat dua rakaat.
5. Membaca doa Nudbah.
6. Membaca doa:
الحمدُ للهِ الذی جَعَلنَا مِنَ المُتَمَسِّکِینَ بِوِلایَتِ اَمیرِالمُؤمِنین وَ الاَئِمَّةِ عَلَیهِمُ السلام
7. Memakai pakaian yang indah.
8. Gembira dan menggembirakan pengikut Imam Ali as.
9. Memaafkan orang lain.
10. Bersilaturahmi.
11. Memberi hadiah.
12. Membantu orang lain.
13. Menemui orang mukmin dan teman.
14. Banyak mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw dan keluarganya.
Tidak Tertarik dengan Dunia
Suatu hari ada yang membawa dua onta sebagai hadiah kepada Rasulullah Saw. Beliau berkata, "Barangsiapa yang melaksanakan shalat dua rakaat dan ketika shalat ia tidak memperhatikan sedikitpun urusan dunia, satu dari onta ini menjadi miliknya."
Tidak ada seorangpun yang menyanggupi untuk melakukan shalat yang seperti diminta Nabi Saw, kecuali Ali bin Abi Thalib as. Setelah itu Rasulullah Saw menghadiahi dua onta kepada Imam Ali as. (Mizan al-Hikmah, jilid 5, hal 391)
Suara "Ya Ali!"
Nabi Muhammad Saw bersabda, "Di pintu surga ada cincin emas yang dihiasi yakut merah. Ketika cincin ini diketukkan ke pintu surga terdengar suara ‘Ya Ali!'." (Payam Ghadir, hal 110)
Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.
Nasihat Imam Husein as: Belajar dari Nasib Orang Lain
Belajar dari Nasib Orang Lain
Imam Husein as berkata:
"Wahai anak Adam! Berpikirlah dan katakan kepada dirimu sendiri, kemana perginya para raja dan pengumpul harta dunia? Mereka telah memakmurkan dunia, menggali sungai, menanam pohon dan membangun kota. Pada akhirnya mereka berpisah dengan semua itu dalam kondisi yang tidak baik. Sementara sekelompok yang lain mencengkeram dan menguasai semuanya. Kita dengan segera akan bergabung dengan mereka.
Wahai anak Adam! Ingatlah akan kematianmu. Lihatlah tempatmu di kuburan. Perhatikan tempat persinggahanmu di sisi Allah Swt. Pada waktu itu anggota badanmu akan bersaksi yang merugikanmu. Hari ketika langkah manusia tergelincir, jiwa manusia telah sampai di tenggorokannya, ada wajah yang putih dan bercahaya dan ada yang kelihatan kelam. Segala yang batin dan tersembunyi menjadi tampak dan timbangan keadilan Allah telah ditegakkan.
Wahai anak Adam! Ingatlah akan kematian ayah dan anakmu. Bagaimana mereka sebelum ini dan sekarang berada di mana. Seakan-akan engkau juga akan segera berada di tempat mereka dan dengan itu, engkau menjadi pelajaran bagi orang lain." (Hassan bin Mohammad Dailami, Irsyad al-Qulub, Qom, Entesharat Sharif Razi, 1305 Hq, jilid 1, hal 29) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.
Dunia Lisan: Memberikan Semangat
Memberikan Semangat
Salah satu aktifitas lisan adalah memberikan semangat. Memberikan semangat sama seperti kebanyakan anasir dunia lisan, yakni perkara yang memiliki dua sisi; baik dan buruk.
Memberikan semangat yang bersifat baik ada manfaatnya dan berpengaruh bahkan bisa memberikan jalan keluar. Akan tetapi memberikan semangat yang bersifat buruk selain membayakan juga merusak dan dilarang.
Dalam sebuah riwayat, memberikan semangat yang bersifat buruk disebut dengan "Qaul Zuur".
Muhaddis Nouri menukil sebuah riwayat dengan topik "Shahihah Himad". Hadis itu berbunyi demikian:
Dia berkata, "Saya bertanya kepada Abu Abdillah tentang apa itu Qaul Zuur?" Beliau menjawab, ‘Satu di antaranya adalah memberikan selamat dan semangat kepada penyanyi."
Dari sini jelas bahwa memberikan semangat harus dilihat dan diteliti terlebih dahulu akhir akibat dan dampaknya. (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)
Sumber: Donya-ye Zaban; 190 Gonah Zaban, Kareem Feizi, Qom, Tahzib, 1386, cetakan ke-4.
Nasihat Imam Husein as: Hakikat Kematian
Hakikat Kematian
Imam Husein as berkata:
"Kematian tidak lebih dari sebuah jembatan yang mengantarkan kita dari segala kesulitan menuju surga dan nikmat yang abadi. Siapa dari kalian yang tidak ingin dipindahkan dari penjara ke gedung yang indah? Sementara kematian bagi musuh-musuhmu sama seperti orang yang dipindahkan dari gedung ke penjara dan tempat penyiksaan. Karena ayahku meriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, ‘Dunia merupakan penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.' Dan kematian merupakan jembatan yang membawa orang mukmin ke surga dan orang kafir ke neraka." (Shaduq, Ma'ani al-Akhbar, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, 1361, cet 2, hal 288)
Setiap manusia akan merasakan kematian dan meninggal dunia yang fana ini menuju tempat tinggal abadi. Kematian merupakan sebuah tahapan dari pengaturan ilahi dan gerak perpindahan manusia ke dunia akhirat. Dunia yang ditinggali saat ini bukan tempat asli dan abadi manusia, tapi hanya tempat ujian besar yang segera berakhir. Setelah berakhirnya ujian itu, manusia akan menuju akhirat dan mendapatkan tempatnya di sana sesuai dengan yang telah dilakukannya selama di dunia.
Dengan melihat dunia sebagai tempat ujian dan persinggahan sementara, ketakutan akan kematian berasal dari dua hal; tidak mengenal dengan benar hakikat kematian dan kebergantungan manusia dengan dunia. Dua sebab ini membuat manusia kesulitan untuk memisahkan dirinya dari dunia.
Tapi tidak demikian dengan orang-orang yang menjalani jalur kebenaran dan hakikat di dunia yang terbatas ini, dan tidak pernah lupa mengingat Allah dan menaatinya, maka mereka tidak pernah merasakan takut menghadapi kematian. Bahkan dalam banyak kasus mereka menyongsong kematian, sehingga ruh dan jiwa mereka yang terpenjara di dunia ini bebas terbang ke alam Malakut dan berada di surga yang abadi.
Bersegera Mencari Kebahagiaan
Imam Husein as berkata:
"Hiduplah dengan nilai-nilai akhlak dan bersegera meraih modal bagi kebahagiaan. Jangan menghitung-hitung perbuatan yang tidak dilakukan dengan segera." (A'lam ad-Din, hal 298, Bihar al-Anwar, jilid 75, hal 121) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.
110 Keutamaan Imam Ali as: Puasa Ghadir
Puasa Ghadir
Imam Shadiq as berkata, "Berpuasa di hari Ied Ghadir Khum dapat menjadi penghapus dosa 60 tahun." (Misbah al-Mutahajjid, hal 736)
Hari Gembira
Imam Shadiq as berkata, "Hari Ghadir merupakan hari besar yang harus diperingati dan dihormati oleh orang-orang mukmin. Hari itu adalah hari gembira dan berpuasa syukur untuk Allah Swt." (al-Ghadir, jilid 1, hal 286)
Hari Raya Tuhan
Imam Shadiq as berkata, "Berpuasa di hari Ghadir Khum sama dengan berpuasa sepanjang usia dunia." Setelah itu beliau berkata, "Ied Ghadir Khum merupakan hari besar ilahi ... Melaksanakan setiap shalat di hari Ied Ghadir Khum sama dengan 100 ribu shalat. Sementara berinfak satu dirham di hari itu di jalan Allah sama dengan berinfak satu juta dirham." Imam kemudian dengan nada bertanya mengatakan, "Mungkin kalian beranggapan bahwa Allah Swt telah menciptakan hari yang dari sisi kebesaran dan kehormatan lebih dari hari Ied Ghadir Khum?" Imam Shadiq as sendiri menjawab, "Demi Allah! Tidak demikian." (Wasail as-Syiah, Alu al-Bait, jilid 8, hal 89)
Ali as Yadullah dan Ainullah
Allamah Amini dalam sebuah perjalanan, di sebuah pertemuan yang dilakukan bersama ulama Ahli Sunnah, beliau berdialog dan membahas masalah dengan mereka. Seorang dari ulama Ahli Sunnah mengatakan, "Kalian orang Syiah telah berlebih-lebihan tentang Ali as dan bersikap ghuluw terkaitnya. Sebagai contoh kalian menyebutnya sebagai "Yadullah".
Allamah Amini menjawab, "Kebetulan kami memiliki bukti dari dokumen dan buku-buku kalian bahwa pribadi yang kalian yakini seperti Umar bin Khatthab yang menyebut Imam Ali as dengan "Yadullah" dan "Ainullah".
Ulama Sunni itu berkata, "Di mana?"
Allamah Amini dengan segera mengatakan, "Tolong bawakan buku ini kepadaku."
Mereka membawakan buku yang disebutkannya. Allamah kemudian mengambilnya lalu membukanya. Beliau membuka sebuah halaman dan menunjukkannya kepada orang yang bertanya tadi dengan ucapannya, "Ini dan bacalah!"
Pada halaman itu diriwayatkan:
"Suatu hari Imam Ali as sedang melakukan thawaf di Ka'bah. Pada waktu itu beliau melihat seseorang yang juga tengah melakukan thawaf tapi tengah memandang seorang perempuan non muhrim. Setelah thawaf, Imam Ali as memanggil orang itu dan dengan niat menegurnya, beliau menampar wajahnya.
Orang itu langsung memegang wajahnya sambil berteriak kesakitan. Ia lalu pergi menemui Umar bin Khatthab untuk mengadukan perbuatan Imam ali as. Ia berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin! Ali as menampar wajahku dan aku harus mengqishasnya. Mengapa ia memukulku?'
Umar bin Khatthab kemudian memerintahkan untuk menghadirkan Ali as dan kepadanya Umar berkata, ‘Mengapa engkau menampar orang ini?'
Imam Ali as berkata, ‘Saya menyaksikan orang ini memandang perempuan non muhrim.'
Umar kemudian berkata kepada orang itu, ‘Ainullah telah melihat dan Yadullah telah memukul.' Dengan ucapan ini Umar memastikan yang salah adalah orang itu.
Dengan demikian, Umar bin Khatthab sendirilah yang memakai istilah ini. (Qatreh-i az Darya, jilid 1, hal 20-21)
Wudhu dengan Air Kautsar
Dalam sebuah riwayat disebutkan, dalam sebuah perang yang diikuti oleh Imam Ali as, tiba waktu shalat. Beliau kemudian ingin berwudhu, tapi tidak menemukan air. Pada waktu itu malaikat Jibril membawa air dan beliau berwudhu dengannya. (al-Fushul al-‘Aliyyah, hal 80)
Habibullah
Rasulullah Saw bersabda, "Keika naik ke langit, saya melihat di surga tertulis ‘Laa Ilaaha Illallaah, Muhammad Rasulullah, Ali Habibullah'." (Imam Ali as dar Ahadis Qodsi, hal 115)
Perumpamaan Indah
Abu Ali Sina tentang Imam Ali as berkata, "Ia di antara makhluk seperti Ma'qul di antara Mahsus." (Tarjomeh va Tafsir Nahjul Balaghah, jilid 1, hal 181)
Tanda Kebohongan
Rasulullah Saw bersabda, "Hari Ied Ghadir Khum merupakan hari terbesar umatku. Pada hari itu Allah Swt memerintahkan aku untuk mengangkat saudaraku Ali bin Abi Thalib sebagai Imam bagi umatku dan pembawa bendera hidayah, sehingga agama ini mendapat bimbingan lewat dia..." Setelah itu beliau berkata, "Wahai manusia! Orang yang mencintai Ali, ia pasti mencintaiku dan setiap yang memusuhinya, pasti memusuhiku. Bohong orang yang menganggap dirinya mencintaiku, sementara ia memusuhi Ali." (Amali, hal 184)
Menghormati Ghadir
Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt tidak mengutus seorang nabi, kecuali nabiitu merayakan hari ini (Ghadir) dan menghormati hari Ghadir." (Asrar al-Ghadir, hal 208-209)
Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.
Nasihat Imam Husein as: Lima Prinsip Penting Kehidupan
Lima Prinsip Penting Kehidupan
Imam Husein as berkata:
"Barangsiapa tidak memiliki lima nikmat besar ini, berarti ia tidak dapat memanfaatkan banyak hal dari kehidupan; akal, agama, adab, rasa malu dan akhlak mulia." (Baqir Syarif Qurasyi, Hayah al-Imam al-Husein as, Qom, Dar al-Kutub al-‘alamiyah, 1398 Hq, cet 1, jilid 1, hal 181)
Semua manusia dengan berpikir dan bekerja berusaha untuk memanfaatkan lebih banyak dari kehidupannya, sehingga meraih kehidupan yang bahagia. Dengan demikian, sudah selayaknya kita melihat ucapan Ahli Bait as tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan manusia dapat memanfaatkan lebih banyak dari kehidupan. Imam Husein as dalam ucapan penuh makna beliau menjelaskan lima nikmat yang harus dimanfaatkan untuk kehidupan yang bahagia:
Pertama adalah akal. Manusia yang hidup dengan memanfaatkan akalnya dapat memilih dan memilah antara kebaikan dan keburukan, serta mengidentifikasi jalur hidayah dari jalur kesesatan. Dengan memanfaatkan akalnya, manusia lebih memikirkan masa depannya dan untuk itu sejak di dunia ia menyusun program yang baik. Semua ini setidak-tidaknya telah membimbingnya kepada kebahagiaan.
Kedua adalah agama. Manusia yang memanfaatkan ajaran-ajaran agama baik terkait masalah pribadi, keluarga dan sosial dapat menjamin kehidupan ukhrawinya yang bahagia.
Ketiga adalah adab. Karena adab membuat setiap orang dalam kehidupan bermasyarakatnya dapat melewati semua kesulitan yang ada dan dapat menjauhkan dirinya dari rasa sombong.
Keempat adalah rasa malu. Orang yang memiliki rasa malu membuatnya menjaga batasan-batasan privasi dan melindungi manusia agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa.
Kelima adalah akhlak mulia. Karena manusia yang berakhlak mulia dapat menciptakan ketenangan jiwa bagi dirinya dan menebarkannya kepada keluarga dan masyarakat.
Dunia Lisan: Mencela Seseorang melalui Aib dan Dosanya
Mencela Seseorang melalui Aib dan Dosanya
Mencela seseorang dengan cara mengungkit dosa dan aibnya jelas merupakan perbuatan haram. Karena hal ini bertentangan dengan cara dan gaya hidup manusiawi Ahlul Bait Rasulullah Saw.
Dalam sebuah riwayat Imam Shadiq as berkata, "Barang siapa yang mencela seorang mukmin dengan cara mengungkit dosanya, maka Allah akan memperlakukannya seperti itu juga baik di dunia maupun di akhirat." (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 73, hal 384. Ushul Kafi, jilid 2, hal 356) (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)
Sumber: Donya-ye Zaban; 190 Gonah Zaban, Kareem Feizi, Qom, Tahzib, 1386, cetakan ke-4.