کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 4-6
Ayat ke 4
Artinya:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (4:4)
Surat Nisaa menjelaskan banyak tentang hukum dan masalah keluarga. Satu persoalan yang dibahas terkait pembentukan sebuah keluarga adalah mahar. Tapi yang terjadi di kalangan bangsa Arab di masa Rasulullah Saw, pihak pria tidak bersedia membayar mahar, atau bila mereka membayarnya, mahar itu diambil kembali secara paksa.
Al-Quran dalam surat Nisaa ini berusaha membela kaum perempuan dengen memerintahkan kaum lelaki untuk membayar mahar. Pembayaran yang dilakukan harus dilakukan atas kehendak dan keinginan, bukan karena takut atau terpaksa. Selanjutnya, kaum lelaki diingatkan bahwa mereka tidak berhak mengambil seluruh atau sebagian dari mahar yang telah diberikan kepada wanita. Karena mahar itu milik isteri, bila ia menginginkan untuk mengembalikannya kepada kalian, di saat itu mahar itu menjadi halal bagi kalian.
Beralih dalam penggunaan kata "Nihlah" dalam ayat ini. Oleh pakar bahasa Arab, Raghib Isfahani menyebut kata Nihlah berasal dari Nahl yang berarti lebah madu. Lebah memberikan madu kepada manusia tanpa pernah mengharapkan apapun dari manusia. Al-Quran menyerupakan mahar seperti lebah madu, dimana ia merupakan pemberian dari suami kepada isterinya dan menjadi pemanis kehidupan rumah tangganya. Oleh karenanya, suami tidak boleh berharap mahar yang telah diberikan untuk diminta kembali, sama seperti lebah madu yang tak pernah mengharap apapun dari manusia.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mahar bukan berarti harga wanita, melainkan hadiah lelaki dan petanda ketulusan lelaki dalam merefleksikan cintanya. Kata "Shadaq" berarti mahar yang berasal dari kata shidq yang artinya kejujuran. Berarti mahar itu sendiri simbol dari kejujuran.
2. Mahar merupakan hak perempuan dan milik isteri yang harus diberikan oleh suami dan tidak boleh diambil darinya.
3. Kerelaan secara zahir saat memberi tidaklah cukup, tapi perlu kerelaan hati juga. Bila, wanita menghalalkan maharnya atas dasar terpaksa dan keberatan, maka pengembalian itu tidak sah sekalipun ia rela secara zahir.
Ayat ke 5
Artinya:
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (4: 5)
Dari ayat-ayat sebelumnya dan selanjutnya menjelaskan bahwa maksud ayat ini memerintahkan agar kalian jangan menyerahkan harta anak-anak yatim kepada mereka selagi belum dewasa dari segi akal dan ekonomi. Selain itu, apabila anak-anak yatim itu bodoh, maka jangan sekali- kali kalian serahkan hartanya kepada mereka. Harta anak yatim harus dijaga dan boleh diniagakan, kemudian keuntungan yang diperoleh dari harta anak-anak yatim itu dibelanjakan untuk keperluan hidup mereka, seperti makanan dan pakaian.
Setelah itu Allah Swt menyinggung nilai etik yang sangat penting, "Bahkan berbicaralah dengan orang-orang yang bodoh dengan baik, bukannya perkataan buruk. Jika kalian tidak memberikan harta kalian kepada mereka, hendaknya kalian harus menghormati mereka dengan lisan dan perilaku".
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Harta dan kekayaan merupakan sarana dinamis masyarakat, dengan syarat diberikan kepada orang-orang yang bersih dan saleh.
2. Dalam masalah ekonomi, keluarga dan masyarakat hendaknya memperhatikan maslahat individu dan sosial.
3. Menurut Islam, harta dan kekayaan dunia bukan hanya tidak buruk dan tercela, melainkan penyebab kekokohan sistem ekonomi, dengan catatan tidak ada di tangan orang-orang yang bodoh.
Ayat ke 6
Artinya:
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (4: 6)
Ayat ini menerangkan secara terperinci metode pemeliharaan harta anak-anak yatim,metodeuntuk membelanjakan harta itu untuk kepentingan mereka dan membuat rancangan kerja untuk melindungi orang lemah dalam masyarakat. Syarat penyerahan harta anak yatim kepada mereka adalah kedewasaan pemikiran yang dapati dibuktikan lewat pengamatan.
Hal lain yang disebutkan dalam ayat ini, sebelum diserahkan kepada mereka, harta anak yatim harus dijaga oleh yang diberi amanat untuk itu, bukannya dibelanjakan sebelum mereka dewasa. Persoalan lainnya, orang yang mengasuh anak yatim, tidak bolehmenggunakanharta anak yatim itu, kecuali bila ia sendiri hidup dalam kemiskinan. Ia hanya diperbolehkan menggunakan uang anak yatim sekadar upah dari jerih payahnya menjaga harta anak yatim itu, tidak lebih.
Masalah penting lainnya, saat melakukan penyerahan harta anak yatim, hendaknya disertai dengan kesaksian orang yang dapat dipercayai. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari segala bentuk sengketa dan konflik yang bakal muncul di kemudian hari.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk menggunakan hartanya, anak yatim disyaratkan sudah dewasa dalam berpikir. Itulah mengapa seorang remaja boleh menggunakan hartanya dengan syarat sudah dewasa secara ekonomi.
2. Perlu keseriusan dalam masalah keuangan dan ekonomi. Selain seseorang harus memperhatikan perintah Allah, ia harus menjaga kehormatannya di tengah masyarakat.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 1-3
Surat an-Nisaa memiliki 176 ayat dan diturunkan di Madinah. Dikarenakan sebagian besar ayat dari surat ini berkaitan dengan persoalan-persoalan keluarga, hak wanita dalam keluarga, surat ini dinamakan Surat an-Nisaa yang artinya wanita.
Ayat ke 1
Artinya:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (4:1)
Nama surat yang berkaitan dengan persoalan keluarga ini dimulai dengan anjuran takwa dan dalam ayat pertama anjuran ini, dinyatakan dua kali. Karena kelahiran dan pendidikan setiap individu terjadi di dalam keluarga. Bila pondasi urusan ini bukan perintah Tuhan, maka tidak ada jaminan untuk kesehatan ruhani dan mental individu dan sosial. Untuk menafikan segala bentuk keinginan untuk unggul sendiri, Allah Swt mengingatkan bahwa semua kalian diciptakan dari satu jenis, maka bertakwalah dan jangan berfikir bahwa keturunan, warna kulit dan bahasa dapat menjadi faktor keunggulan.
Bahkan wanita dan lelaki dengan semua perbedaan-perbedaan yang dimiliki baik dari segi jasmani dan ruhani, tetapi tidak satupun yang lebih unggul dari lainnya. Karena keduanya dari satu jenis dan akar semuanya adalah seorang ayah dan ibu. Pada ayat al-Quran yang lain, Allah Swt menempatkan berbuat kebajikan kepada orang tua dari sisi ketaatan kepada-Nya dan dengan demikian, memandang posisi mereka begitu tinggi dan mulia. Namun dalam ayat ini, bukan hanya orang tua, melainkan setelah nama-Nya Allah Swt menyebut perlu pemeliharaan hak semua keluarga (famili) dan kerabat serta memperingatkan masyarakat agar menjauhi perilaku zalim terhadap mereka.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam adalah agama sosial. Oleh karenanya ia menaruh perhatian tentang hubungan manusia antara satu dengan lainnya dalam keluarga dan masyarakat. Kelaziman takwa dan tauhid adalah menjaga hak orang lain.
2. Manusia harus bersatu. Karena segala bentuk diskriminasi antara mereka berdasarkan warna, etnis, bahasa dan kawasan adalah dilarang Allah Swt. Allah menciptakan semua manusia dari satu jenis.
3. Semuan anak Adam adalah satu keluarga. Karena semua dari satu ayah dan satu ibu. Untuk itu semuanya harus saling menghormati seperti keluarga sendiri.
4. Tuhan mengetahui niat kita. Kita tidak patut mempraktikkan diskriminasi terhadap sesama manusia mekipun dalam hati.
Ayat ke 2
Artinya:
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (4: 2)
Ayat ini menyinggung salah satu topik yang menimpa semua masyarakat manusia yaitu anak-anak yatim. Anak-anak yang tak punya pengasuh dan tak mampu menjaga harta warisan. Oleh karenanya mereka diasuh oleh seorang pengasuh yang berpeluang menyalahgunakan harta anak yatim itu.
Pesan penting ayat ini adalah anak-anak kecil yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya seringkali hak-hak mereka terabaikan. Harta waris yang semestinya milik mereka diambil oleh orang lain, atau diberi sesuka hati sang pengasuh, tidak seperti yang ditentukan oleh Allah dalam hukum warisan. Ayat ini melarang segala bentuk penyalahgunaan harta anak-anak yatim. Barang siapa melakukannya berarti ia telah jatuh ke dalam dosa besar. Karena tugas mengasuh anak yatim, adalah memegang amanah dan menyerahkannya kepada anak-anak itu ketika mereka sudah besar kelak, bukannya harta itu dibelanjakan untuk kepenntingan sendiri.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Harta anak-anak yatim harus diserahkan kepada mereka, meskipun mereka tidak tahu ataupun lupa.
2. Anak-anak juga pemilik harta, namun selagi mereka belum mencapai usia dewasa, mereka tidak berhak memegangnya.
3. Islam menaruh perhatian kepada orang-orang tertindas dan anak-anak yang tidak memiliki pengasuh dalam masyarakat dan membela mereka.
Ayat ke 3
Artinya:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (4: 3)
Ayat ini berkaitan dengan anak-anak gadis yatim yang selalu menjadi obyek kesewenang-wenangan. Oleh karenanya, Allah Swt berbicara mengenai mereka secara tersendiri dan terpisah serta melarang keras tindakan zalim terhadap mereka ini.
Betapa banyak orang yang meminang anak-anak yatim dengan tujuan menguasasi harta gadis-gadis yatim tersebut. Untuk tujuan ini mereka menggunakan segala cara. Namun al-Quran menyatakan, bila kalian ingin mengawini gadis-gadis yatim dan berniat menzalimi mereka, maka urungkanlan niat tersebut.
Dalam riwayat disebutkan, sebagian orang yang mengangkat anak dari gadis-gadis yatim, namun tidak berapa lama mereka mengawininya dengan niat menguasai hartanya. Bahkan yang lebih buruk lagi, mas kawinnya diberikan di bawah standar. Ayat ini dan ayat 127 turun dan melarang segala bentuk ketidakadilan terhadap mereka. Dikarenakan anak-anak gadis yatim tersebut pada umumnya dijadikan isteri kedua, ketiga atau keempat. Untuk memelihara kehormatana mereka, al-Quran menyatakan, jika kalian berniat kawin lagi, mengapa kalian memilih anak-anak gadis yatim? Carilah wanita lain atau paling tidak kalian mencukupkan diri dengan budak-budak wanita yang kalian miliki.
Meskipun ayat ini mengizinkan kepada lelaki untuk menikah dengan empat wanita, namun perlu diketahui bahwa perkara ini bukan inisiatif Islam. Tapi ini sebuah solusi dari masalah sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Karena Islam selalu berusaha untuk memelihara kehormatan keluarga, menetapkan syarat yang berat baginya. Dengan kata lain, Islam tidak memerintahkan poligami, keduali setelah melihat kondisi realistis dari masyarakat. Untuk itu Islam mengontrolnya dan meletakkan undang-undang yang khas.
Pada kenyataannya, kaum lelaki tidak lebih terjamin keselamatan nyawanya ketimbang kaum wanita. Dalam peperangan, kaum lelaki yang mati, sementara isteri mereka menjadi janda. Dalam kegiatan sehari-hari, kaum lelaki senantiasa menjadi obyek ancaman dan jumlah korban jauh yang jatuh lebih besar dari wanita. Oleh karena itulah, dalam semua masyarakat, usia pertengahan di kalangan wanita lebih banyak dari kaum lelaki. Pertanyaannya, apakah para janda dan wanita itu harus tetap dalam kondisnya hingga akhir usianya?
Di sisi lain, apakah mudah memerintah para pemuda untuk mengawini para janda yang memiliki anak? Lebih buruk adalah kondisi yang berlaku di Barat, dimana tidak ada batasan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. Islam tidak ingin mengingkari kebutuhan timbal balik ini. Untuk itu Islam menetapkan hukum yang khusus dan membatasi jumlah isteri. Tapi yang terpenting dalam hubungan ini adalah menjaga keadilan antara isteri.
Apakah ini bertentangan dengan hak wanita? Sementara di masyarakat yang tidak memberikan batasan bagi hubungan laki-laki dan wanita telah mengizinkan segala bentuk hubungan bahkan dengan isteri orang lain. Semua ini disosialisasikan dengan isu-isu kebebasan yang menipu. Apakah hal yang seperti ini menghormati hak perempuan? Al-Quran dalam ayat ini dengan jelas mengatakan, jika kalian tidak dapat membagi keadilan terhadap isteri, maka kalian tidak berhak berpoligami!
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk memelihara kehormatan dan kemuliaan anak-anak gadis yatim dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan harta dan kehormatan mereka, Islam menjadikan keadilan sebagai tolak ukur bagaimana bersikap dengan mereka.
2. Salah satu dari syarat memilih isteri adalah cinta. Tidak boleh seseorang dikawinkan secara paksa.
3. Bila muslimin menyalahgunakan poligami, bukan berarti poligami itu sendiri yang buruk. Sebaliknya, masyarakat yang memerlukan poligami, tapi harus diatur undang-undang yang jelas.
Mengenal Surat An-Nisaa
Surat keempat dalam Al-Quran adalah surat an-Nisaa yang berdasarkan urutan, surat ini diturunkan setelah surat Mumtahanah. Surat ini dinamakan an-Nisaa karena mengandung berbagai hukum dan hak-hak perempuan. Kata Nisaa dalam surat ini disebut 20 kali dan secara keseluruhan 50 kali dalam al-Quran. Di antara ayat-ayat surat ini, terdapat berbagai masalah lainnya seperti hukum shalat, jihad, syahadah, perdagangan dan sedikit penjelasan tentang ahli kitab. Dari kandungan makna ayat-ayatnya dapat dengan mudah dipahami bahwa surat ini diturunkan pasca hijrah Rasulullah ke Madinah.
Ayat pertama dalam surat an-Nisaa ditujukan kepada seluruh umat manusia dan menyeru mereka untuk bertakwa kepada Allah Swt. Dalam ayat ini disebutkan satu poin sosial penting yaitu bahwa setiap orang diciptakan dari satu jiwa dan berpasang-pasang serta tidak ada yang lebih unggul dari lainnya. Allah Swt berfirman:
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."
Ayat ini membuktikan bahwa al-Quran menafikan segala bentuk pengunggulan diri dalam masyarakat. Baik perempuan, laki-laki, besar, maupun kecil, semua manusia memiliki satu kedudukan dalam masyarakat dan tidak ada yang berhak menzalimi lainnya. Pada ayat berikutnya, masalah tersebut tetap disinggung dan kemudian dilanjutkan dengan pembahasan kelangsungan masyarakat yaitu pernikahan dan warisan.
Dijelaskan pernikahan yang benar guna mencegah pernikahan yang fasid. Dalam masalah ini dijelaskan beberapa jumlah isteri yang diperbolehkan, dan siapa saja yang tidak dapat menjalin ikatan pernikahan. Adapun dalam masalah warisan dijelaskan secara terperinci soal pembagian warisan dan perbandingan jumlah antara hak laki-laki dan perempuan.
Termasuk dalam masalah yang dibahas dalam surat ini adalah persatuan dan persahabatan antarumat Islam, dan Allah Swt menyeru mereka untuk memegang erat tali Allah Swt. Dan masih banyak lagi berbagai masalah yang dijelaskan dalam surat ini.
Surat an-Nisaa termasuk surat yang diturunkan di Madinah dan memiliki 176 ayat. Termasuk pembahasan hukum-hukum pernikahan yang disebutkan dalam surat ini adalah haramnya pernikahan antarmuhrim. Muhrim yakni orang yang tidak dapat dinikahi karena faktor kehormatan hubungan keluarga.
Keluarga sangat dimuliakan dalam Islam dan memiliki nilai kesucian tersendiri. Oleh karena itu, Islam dalam mencegah terjadinya penyelewengan dalam ikatan keluarga. Termasuk dalam penyelewegan itu adalah pernikahan sesama muhrim. Adapun muhrim itu sendiri dibagi dalam dua kelompok, muhrim nasabi dan sababi. Muhrim nasabi adalah hubungan kerabat yang berdasarkan keturunan, adapun muhrim sababi adalah hubungan kerabat berdasarkan pernikahan.
Larangan pernikahan antarmuhrim ini kurang lebih juga terdapat dalam agama lain dan adat-istiadat berbagai bangsa. Bahkan di sebagian bangsa, pernikahan dengan kerabat dekat hanya diperbolehkan guna menghindari penyusupan orang asing dalam kelompok mereka. Selain itu, hasil penelitian modern membuktikan bahwa pernikahan antara kerabat akan menimbulkan perpindahan unsur-unsur genetika yang merusak.
Tafsir Al-Quran, Surat Ali Imran Ayat 196-200
Ayat ke 196-197
Artinya:
Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. (3: 196)
Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah jahannam dan jahannam itu adalah tempat yang seburuk buruknya." (3: 197)
Terkadang muncul pertanyaan saat melihat orang kafir yang bergelimang kemewahan, sementara orang mukmin justru hidup dalam kesulitan. Mengapa mereka bisa hidup mewah, padahal kafir, sementara seorang mukmin hidup dalam penderitaan?
Pertanyaan ini juga ada di benak orang-orang mukmin di awal Islam. Karena orang-orang musyrikin Mekah dan orang-orang Yahudi Madinah sibuk dengan perdagangan yang akhirnya mereka hidup berkecukupan. Sementara orang muslinm yang hijrah dari Mekah ke Madinah hidup dalam kesulitan. Terlebih lagi, mereka telah meninggalkan harta bendanya saat pergi berhijrah.
Al-Quran dalam menjawab pertanyaan ini, pertama mengingatkan bahwa kondisi material orang-orang kafir jangan sampai menipu kalian. Karena penghasilan dan fasilitas tersebut adalah temporal dan bakal sirna. Sebaliknya, kesulitan hidup yang kalian alami juga hanya sementara. Kedua, kesejahteraan duniawi yang dibangun atas dasar kufur akan berlanjut dengan siksaan akhirat yang pedih. Jika kalian ingin membandingkan kondisi kalian dengan kondisi mereka, maka kalian hendaknya juga melihat kesudahan kerja mereka.
Satu poin yang tidak boleh dilupakan bahwa barang siapa yang dalam kehidupan dunia bersikap serius dan istiqomah disertai ilmu pengetahuan, maka ia akan sukses. Tidak ada bedanya, apakah ia seorang kafir atau mukmin. Sementara siapa saja yang malas, maka dia akan menderita dalam hidupnya, baik dia itu mukmin ataupun kafir.
Oleh karenanya, akar kesuksesan orang kafir adalah kerja keras mereka, bukannya kekufuran mereka. Sebagaimana juga, akar kesengsaraan mukminin, adalah kemalasan mereka. Hendaknya perkara ini diperhatikan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kekayaan dan kehidupan orang-orang kafir jangan sampai membuat mata orang orang mukmin gelap dan terpedaya. Sehingga karena tamak terhadap dunia, kalian melepaskan iman.
2. Dalam membandingkan kondisi orang, maka hendaknya kita melihat kondisi di dunia dan di akhirat.
3. Kesejahteraan dunia, seperti kehidipan dunia, akhirnya akan berakhir. Oleh karenanya, hendaknya kita lebih fokus kepada kesejahteraan yang abadi.
Ayat ke 198
Artinya:
Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka syurga yang mengalir sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti." (3: 198)
Mengikuti ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan kondisi orang-orang kafir pada Hari Kiamat, ayat ini menyinggung kesudahan baik orang-orang yang saleh dan menyatakan, " Meskipun ketakwaan dan memelihara hukum dan aturan agama menyebabkan keterbatasan-keterbatasan di dunia dan mencegah penumpukan harta dan monopoli, namun, Allah Swtpada Hari Kiamat menjamu orang-orang yang dikasihinya dengan sebaik-baiknya jamuan.
Hidup di akhirat dan tinggal di istana surga yang di sekeliling pepohonan dan hutan belukar serta di sisi mata air mengalir, merupakan jamuan pendahuluan dari Tuhan bagi orang-orang mukmin. Jamuan yang penting dan tinggi, adalah nikmat spiritual yang diperoleh oleh Mukminin dari sisi Tuhannya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1 Syarat diterimanya iman dan amal perbuatan, adalah takwa. Amal saleh dari orang yang tidak bertakwa mendatangkan manfaat bagi masyarakat, namun tidak bagi dirinya sendiri.
2. Orang-orang mukmin pada Hari Kiamat adalah tamu Allah dan Tuhan adalah penjamu mereka, dan syurga adalah jamuan yang pertama dari Tuhan. Apa yang di sisi Tuhan, adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Ayat ke 199
Artinya:
Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat- ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungannya. (3: 199)
Setelah Rasul Saw hijrah dari Mekah ke Madinah, orang-orang Yahudi dan Kristen yang berada di Madinah dan sekitarnya mengenali Islam. Sebagian dari mereka beriman kepada Rasul Saw dan meninggalkan fanatisme buta. Bahkan raja Habasyi Ethiopia juga beriman kepada Islam. Ketika beliau meninggal, Rasul beserta muslimin menghadiahkan shalat mayit untuknya dari jarak jauh serta memohon ampunan baginya. Sebagian orang munafik mengatakan, Rasul shalat mayit untuk orang kafir yang bahkan tidak dikenalinya. Kemudian ayat ini turun untuk menjawab pernyataan orang orang kafir itu.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menghadapi orang-orang non muslim, kita harus memelihara sikap obyektif dan memuji orang-orang yang baik dari mereka.
2. Iman akan bernilai, bila disertai kerendahan hati dan khusyu dan jauh dari segala bentuk kesombongan.
Ayat ke 200
Artinya:
Hai orang orang yang beriman bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga ( di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (3: 200)
Ayat ini adalah ayat paling akhir dari surah Ali Imran, yang meliputi 4 perintah beruntun. Isi semuanya adalah ketabahan dan istiqomah dalam melaksanakan tugas personal dan sosial serta menanggapi dengan serius perintah-perintah Tuhan. Beranjak dari ayat ini ditujukan kepada orang-orang Mukmin, kita memahami bahwa syarat iman adalah sabar dan istiqomah.
Istiqomah di hadapan peristiwa-peristiwa pahit dan kesulitan pribadi serta keluarga, dan bertahan di hadapan musuh-musuh luar yang berupaya menghancurkan Muslimin. Lebih penting dari semuanya adalah tabah dalam menjaga perbatasan pemikiran dan idiologi denikian pula territorial bumi dan perlawanan ini dapat bermanfaat bila disertai takwa. Hanya dengan cara ini, muslimin akan mencapai kemenangan dunia dan akhirat.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jika musuh bertahan di jalan kesesatannya, kita harus tetap bersikukuh di jalan kebenaran.
2. Perlawanan akan bernilai bila untuk Tuhan dan di jalan takwa. jika tidak, hanya akan menyebabkan fanatisme.
Tafsir Al-Quran, Surat Ali Imran Ayat 191-195
Ayat ke 191
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (3: 191)
Telah disebutkan sebelumnya bahwa langit dan bumi dan semua makhluk, merupakan petanda akan keberadaan Tuhan. Ayat ini mengatakan, orang-orang yang berakal adalah mereka yang senantiasa memikirkan alam semesta. Memahami tujuan alam dan menyadari bahwa dunia ini tidak dicipta tanpa pencipta membuat kita memahami bahwa penciptaan ini berdasarkan tujuan tertentu. Adakah dapat diterima bahwa pencipta alam mendirikan alam semesta ini tanpa didasari tujuan dan program?
Pertanyaan selanjutnya, bila kita terima bahwa dunia punya tujuan, haruslah kita lihat, apakah peran kita?Sejauh manakah kita dapat memanfaatkan alam semesta dan sejauh manakah kita melakukan kewajiban yang diperintahkan sang pencipta? Al-Quran menyatakan, orang-orang yang berakal, selalu memikirkan tentang perkara ini. Oleh sebab itu, mereka memohon maaf dari kekhilafan dan kekurangan dan mereka meminta dari Allah keterbebasan dari siksa neraka.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tanda ketinggian akal adalah mengingat Tuhan di semua tempat. Sejatinya, ahli pikir juga ahli zikir.
2. Iman akan bernilai bila berlandaskan pikiran. Zikir juga demikian menjadi bernilai dengan disertai pemikiran.
3. Alam semesta berlandaskan tujuan dan tujuan finalnya mendekatkan diri kepada Allah. Semakin kita jauh dari tujuan ini, kita akan lebih dekat dengan neraka.
Ayat ke 192
Artinya:
Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolongpun. (3: 192)
Ayat ini menyinggung siksa Allah di lisan mereka dengan menyebutkan, meskipun api neraka itu panas membakar, namun apa yang lebih menyebabkan kesedihan dan kemurungan pada Hari Kiamat tatkala semua keburukan terbuka. Padahal semua orang berakal takut terbukanya rahasia dirinya pada Hari Kiamat. Karena orang-orang yang berakal memahami bahwa terbukanya rahasia di depan mata orang-orang saleh adalah lebih sulit dari merasakan api neraka yang membakar.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pandangan salah terhadap alam semesta menyebabkan kezaliman terhadap diri.
2. Orang-orang yang zalim pada Hari Kiamat tidak mendapatkan syafaat ilahi.
Ayat ke 193-194
Artinya:
Sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu) Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (3: 193)
Ya Tuhan kami, berikanlah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." (3: 194)
Orang-orang yang berakal bukan hanya mengucapkan labbaik kepada seruan akal dan fitrah, tapi sampai kepada Allah dengan renungan akan alam semesta. Merekamemberikanjawaban positif terhadap seruan Allah yang menyeru manusia untuk beriman kepada Allah dan menyatakan keimanannya.
Mereka meminta ampunan dari dosa kecil dan besar dan akhirnya meminta kebaikan dari Tuhan dalam kehidupannya. Orang-orang yang berakal tahu bahwa mereka tidak mendapatkan pahala lantaran perbuatan baik mereka. Oleh karenanya, mereka senantiasa meminta Allah agar memenuhi janji-Nya untuk menganugerahkan pahala, dan Tuhan tidak sekali-sekali mengingkari janji.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menerima kebenaran dan mendengar ayat-ayat al-Quran merupakan indikasi akal.
2. Kelaziman iman dan akal adalah mengingati dosa dan segera bertaubat ketika melakukan dosa.
3. Memikirkan masa depan merupakan tanda-tanda berakal.
Ayat ke 195
Artinya:
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): Sesungguhnya, Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, karena sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain, maka orang-orang yang berhijraj, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiri pada jalan Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan, Ku hapuskan kesalahan-kesalahan ke dalam syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi Nya pahala yang baik. (3: 195)
Pada ayat ini Allah Swt memberikan jawaban positif terhadap keinginan mereka dan menjawab hajat mereka. Setelah itu Allah menjelaskan satu kaidah umum, tidak satupun perbuatan baik di alam ini yang akan sia-sia dan tidak ada perbedan pelakunya pria atau wanita. Karena hanya takwalah yang menjadi keutamaan seseorang. Kemudian al-Quran menyatakan bahwa iman dengan sendirinya tidak cukup, karena akal dan ilmu bila tidak disertai amal tidak akan berguna. Tapi semua itu harus dengan syarat bahwa dikerjakan dengan niat hanya untuk Allah.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam pandangan hidup ilahi, tidak satupun amalan yang tanpa balasan, tapi dengan syarat dilakukan di jalan Allah bukan untuk diri sendiri.
2. Lelaki dan wanita sama dalam mencapai kesempurnaan spiritual.
3. Selagi manusia tidak bersih dari dosa, maka ia tidak punya kelayakan tinggal di surga.
Tafsir Al-Quran, Surat Ali Imran Ayat 196-200
Ayat ke 196-197
Artinya:
Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. (3: 196)
Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah jahannam dan jahannam itu adalah tempat yang seburuk buruknya." (3: 197)
Terkadang muncul pertanyaan saat melihat orang kafir yang bergelimang kemewahan, sementara orang mukmin justru hidup dalam kesulitan. Mengapa mereka bisa hidup mewah, padahal kafir, sementara seorang mukmin hidup dalam penderitaan?
Pertanyaan ini juga ada di benak orang-orang mukmin di awal Islam. Karena orang-orang Musyrikin Mekah dan orang-orang Yahudi Madinah sibuk dengan perdagangan yang akhirnya mereka hidup berkecukupan. Sementara orang muslinm yang hijrah dari Mekah ke Madinah hidup dalam kesulitan. Terlebih lagi, mereka telah meninggalkan harta bendanya saat pergi berhijrah.
Al-Quran dalam menjawab pertanyaan ini, pertama mengingatkan bahwa kondisi material orang-orang kafir jangan sampai menipu kalian. Karena penghasilan dan fasilitas tersebut adalah temporal dan bakal sirna. Sebaliknya, kesulitan hidup yang kalian alami juga hanya sementara. Kedua, kesejahteraan duniawi yang dibangun atas dasar kufur akan berlanjut dengan siksaan akhirat yang pedih. Jika kalian ingin membandingkan kondisi kalian dengan kondisi mereka, maka kalian hendaknya juga melihat kesudahan kerja mereka.
Satu poin yang tidak boleh dilupakan bahwa barang siapa yang dalam kehidupan dunia bersikap serius dan istiqomah disertai ilmu pengetahuan, maka ia akan sukses. Tidak ada bedanya, apakah ia seorang kafir atau mukmin. Sementara siapa saja yang malas, maka dia akan menderita dalam hidupnya, baik dia itu mukmin ataupun kafir.
Oleh karenanya, akar kesuksesan orang kafir adalah kerja keras mereka, bukannya kekufuran mereka. Sebagaimana juga, akar kesengsaraan Mukminin, adalah kemalasan mereka. Hendaknya perkara ini diperhatikan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kekayaan dan kehidupan orang-orang kafir jangan sampai membuat mata orang orang mukmin gelap dan terpedaya. Sehingga karena tamak terhadap dunia, kalian melepaskan iman.
2. Dalam membandingkan kondisi orang, maka hendaknya kita melihat kondisi di dunia dan di akhirat.
3. Kesejahteraan dunia, seperti kehidipan dunia, akhirnya akan berakhir. Oleh karenanya, hendaknya kita lebih fokus kepada kesejahteraan yang abadi.
Ayat ke 198
Artinya:
Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka syurga yang mengalir sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti." (3: 198)
Mengikuti ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan kondisi orang-orang Kafir pada Hari Kiamat, ayat ini menyinggung kesudahan baik orang-orang yang saleh dan menyatakan, " Meskipun ketakwaan dan memelihara hukum dan aturan agama menyebabkan keterbatasan-keterbatasan di dunia dan mencegah penumpukan harta dan monopoli, namun, Allah Swtpada Hari Kiamat menjamu orang-orang yang dikasihinya dengan sebaik-baiknya jamuan."
Hidup di akhirat dan tinggal di istana surga yang di sekeliling pepohonan dan hutan belukar serta di sisi mata air mengalir, merupakan jamuan pendahuluan dari Tuhan bagi orang-orang mukmin. Jamuan yang penting dan tinggi, adalah nikmat spiritual yang diperoleh oleh Mukminin dari sisi Tuhan-Nya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Syarat diterimanya iman dan amal perbuatan, adalah takwa. Amal saleh dari orang yang tidak bertakwa mendatangkan manfaat bagi masyarakat, namun tidak bagi dirinya sendiri.
2. Orang-orang Mukmin pada Hari Kiamat adalah tamu Allah dan Tuhan adalah penjamu mereka, dan syurga adalah jamuan yang pertama dari Tuhan. Apa yang di sisi Tuhan, adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Ayat ke 199
Artinya:
Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat- ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungannya. (3: 199)
Setelah Rasul Saw Hijrah dari Mekah ke Madinah, orang-orang Yahudi dan Kristen yang berada di Madinah dan sekitarnya mengenali Islam. Sebagian dari mereka beriman kepada Rasul Saw dan meninggalkan fanatisme buta. Bahkan raja Habasyi Ethiopia juga beriman kepada Islam. Ketika beliau meninggal, Rasul beserta Muslimin menghadiahkan shalat mayit untuknya dari jarak jauh serta memohon ampunan baginya. Sebagian orang munafik mengatakan, Rasul shalat mayit untuk orang kafir yang bahkan tidak dikenalinya. Kemudian ayat ini turun untuk menjawab pernyataan orang orang kafir itu.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menghadapi orang-orang non muslim, kita harus memelihara sikap obyektif dan memuji orang-orang yang baik dari mereka.
2. Iman akan bernilai, bila disertai kerendahan hati dan khusyu dan jauh dari segala bentuk kesombongan.
Ayat ke 200
Artinya:
Hai orang orang yang beriman bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga ( di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (3: 200)
Ayat ini adalah ayat paling akhir dari surah Ali Imran, yang meliputi 4 perintah beruntun. Isi semuanya adalah ketabahan dan istiqomah dalam melaksanakan tugas personal dan sosial serta menanggapi dengan serius perintah-perintah Tuhan. Beranjak dari ayat ini ditujukan kepada orang orang mukmin, kita memahami bahwa syarat iman adalah sabar dan istiqomah.
Istiqomah di hadapan peristiwa-peristiwa pahit dan kesulitan pribadi serta keluarga, dan bertahan di hadapan musuh-musuh luar yang berupaya menghancurkan muslimin. Lebih penting dari semuanya adalah tabah dalam menjaga perbatasan pemikiran dan idiologi denikian pula territorial bumi dan perlawanan ini dapat bermanfaat bila disertai takwa. Hanya dengan cara ini, muslimin akan mencapai kemenangan dunia dan akhirat.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jika musuh bertahan di jalan kesesatannya, kita harus tetap bersikukuh di jalan kebenaran.
2. Perlawanan akan bernilai bila untuk Tuhan dan di jalan takwa. Jika tidak, hanya akan menyebabkan fanatisme.
Tafsir Al-Quran, Surat Ali Imran Ayat 187-190
Ayat ke 187
Artinya:
Dan (ingatlah), Ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu):" Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan jangan kamu menyembunyikan kalau mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit, amatlah buruk tukaran yang mereka terima. (3: 187)
Di setiap kaum, ada kalangan masyarakat menengah yang mengikuti para pembesar dan ilmuwan. Oleh karenanya, ilmuwan saleh dapat memperbaiki masyarakat dan ilmuwan fasid yang ingin merusak masyarakat. Salah satu tugas besar pemikiran dan ulama adalah menjelaskan hakikat dan kebenaran.
Para ilmuwan bukan saja bertanggung jawab atas dirinya, melainkan bertanggungjawab memberi petunjuk masyarakat. Dengan demikian, menyembunyikan ayat-ayat ilahi dan pemahamannya adalah dosa besar dalam al-Quran.
Sebagaimana disaksikan dewasa ini ilmuwan Ahlul Kitab menutup-nutupi berita gembiraTaurat dan Injil dalam soal kemunculan Nabi Muhammad Saw. Mereka tidak menjelaskan hakikat kepada masyarakat. Untuk memelihara kedudukannya, mereka bersedia menjual ayat-ayat Allah demi imbalan duniawi.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bukan saja ucapan batil, tapi diam tidak pada tempatnya juga ada hukumannya. Menyembunyikan kebenaran adalah perbuatan dosa yang mengancam para ahli ilmu dan dampaknya terasa hingga berabad-abad.
2. Para ilmuwan bertanggung jawab menunjuki dan menyadarkan masyarakat.
3. Para ahli ilmu pecinta dunia menyebabkan penyelewengan masyarakat bila tidak menyampaikan kebenaran kepada mereka.
Ayat ke 188
Artinya:
Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. (3: 188)
Masyarakat ada tiga kelompok. Kelompok pertama, orang-orang yang bekerja dan tidak ingin ada selain Tuhan yang memahaminya. Ketika berinfak atau sedekah kepada orang lain, mereka berusaha agar tidak diketahui orang lain. Kelompok kedua, orang-orang yang bekerja keras dengan motifasi mendapat pujian. Mereka ini adalah orang-orang riya. Kelompok ketiga, orang-orang yang berharap untuk mendapat pujian atas apa yang bahkan tidak diperbuatnya atau perbuatan-perbuatan orang lain diajukan atas nama mereka.
Kelompok yang disinggung oleh ayat ini bagaikan orang buta huruf yang tidak ingin disebut atau dipanggil cendikiawan atau orang-orang penakut yang bahagia apabila disebut pemberani. Mereka merasa bangga bila mampu menipu orang lain.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menunggu pujian tanpa melakukan pekerajaan adalah harapan yang sia-sia yang menyebabkan kebinasaan manusia.
2. Lebih berbahaya lagi bila menanti pujian tanpa berbuat apa-apa. Orang seperti ini merasa bahagia dan selamat dengan sebutan besar, tapi kosong isinya.
3. Perilaku menjilat orang lain dilarang dalam agama. Karena akan membuat pelakunya senang dipuji tanpa melakukan pekerjaan.
4. Orang yang berdosa mungkin saja menyesal dan bertaubat. Namun orang yang sombong dan banyak berharap, tidak berupaya bertaubat. Karenanya tidak ada yang dapat menyelamatkannya.
Ayat ke 189-190
Artinya:
Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (3: 189)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (3: 190)
Salah satu kekhususan al-Quran adalah mengajak Muslimin berpikir dan merenungkan ciptaan Tuhan. Meskipun setiap orang menyakini al-Quran pada hakikatnya ia menerima keberadaan Tuhan, namun keimanan akan bernilai apabila disertai makrifat dan pengetahuan.
Seorang muslim bukan hanya mesti melihat ke tanah dan bawah kakinya, melainkan ia mesti melihat juga ke langit dan atas kepalanya lalu memikirkan struktur alam yang menakjubkan. Fenomena alam yang paling sederhana dan terulang-ulang bahkan bergantinya siang dan malam di sepanjang tahun dan perputaran keduanya secara teratur, tidak semestinya dibiarkan begitu saja. Tapi harus dijadikan pelajaran. Melalui cara ini ia dapat menyedari kekuasaan mutlak Tuhan dan juga memahami bahwa selain Tuhan, tidak seorangpun yang berkuasa di alam semesta.
Dalam tafsir disebutkan bahwa Rasul Saw suatu malam beristirahat di rumah. Kemudian beliau mengambil wudhu dan berdiri hendak melaksanakan shalat. Dalam shalat,beliaumenangis sehingga pakaian dan tanah basah oleh tangisannya. Ketika ditanya mengapa ia menangis, beliau berkata, "Semalam telah turun ayat untukku, yang mendorongku untuk berpikir dalam penciptaan Tuhan. Celaka bagi orang yang membaca ayat ini, namun tidak berpikir." Oleh karenanya dianjurkan bahwa ayat ini yaitu ayat 190 dan 194 surah Ali Imran setiap malam dibaca sebelum shalat malam.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Masalah duniawi janganlah sampai membutakan mata kita.
2. Mengenali alam dan rahasianya merupakan pendahuluan mengenali Tuhan secara mendalam dan kekuasaan-Nya. Ilmu alam sangat berkesan dalam mengokohkan pengetahuan dan keimanan masyarakat.
3. Merenungkan alam semesta untuk mengenal Tuhan menunjukkan kearifan akal. Memanfaatkan alam tanpa mengetahui penciptaan menunjukkan ketidakarifan.
Tafsir Al-Quran, Surat Ali Imran Ayat 183-186
Ayat ke 183
Artinya:
Yaitu orang-orang (yahudi) yang mengatakan: Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada seorang Rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami korban yang dimakan api, katakanlah, "Sesungguhnya telah datang kepada kamu, beberapa orang Rasul, sebelum ku, membawa keterangan-keterangan yang nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, maka mengapa kamu membunuh mereka jika kamu orang-orang yang benar." (3: 183)
Sekelompok orang Yahudi selalu mengajukan pelbagai alasan untuk tidak beriman kepada Rasulullah. Ayat ini menukil alasan mereka ketika berkata, kami beriman kepada nabi yang mengorbankan binatang dan membakar petir langit di hadapan mata masyarakat. Karena hal ini menjadi petanda diterimanya korban seperti yang terjadi pada peristiwa Habil dan Qabil, anak-anak Nabi Adam.Tuhan menerima korban Habil dengan menurunkan petir dan membakarnya dan merusak korban Qabil.
Allah Swt sebagai jawaban atas alasan yahudi ini menyatakan, pertama, tidak semestinya mukjizat semua nabi itu sama. Setiap nabi memiliki mukjizat sesuai dengan kondisi zamannya. Kedua, banyak nabi yang mengeluarkan mukjizat tidak kalian terima, bahkan kalian membunuh mereka, seperti yang disebutkan Taurat
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jangan kita menjustifikasi perbuatan untuk lari dari kebenaran. Apa lagi perbuatan atas nama agama.
2. Mengorbankan binatang di jalan Allah memiliki latar belakang panjang dan adakalanya digunakan sebagai mukjizat para nabi.
Ayat ke 184
Artinya:
Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. (3: 184)
Ayat ini menyatakan kepada Nabi, mengingkari kebenaran adalah cara para penentang para nabi di sepanjang sejarah. Janganlah berpikir bahwa engkau saja yang ditentang. Karena semua nabi sebelum engkau juga didustakan, sekalipun memberikan dalil-dalil yang jelas.
Pada dasarnya, pemberian hak pilih oleh Allah kepada manusia melazimkan penentangan dan ingkar semacam ini. Jika semua manusia beriman kepada nabi, maka kita harus meragukan kebenaran mereka. Karena agama ini menjadi hasil kompromi antara segala pemikiran baik dan buruk.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menumbuhkan kesabaran dan kedamaian dengan membaca sejarah orang terdahulu dan perang antara kebenaran dan kebatilan sepanjang sejarah.
2. Langkah para nabi adalah gerakan budaya dengan memanfaatkan ucapan dan al-Quran. Sementara jihad menentang musyrikin dalam tahap berikutnya dan dalam rangka menghentikan mereka berkuasa.
Ayat ke 185
Artinya:
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (3: 185)
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kematian tidak mengenal pengecualian, baik itu nabi maupun seorang kafir.
2. Kematian bukanlah tiada, melainkan pindah ke alam lain. Siapa saja harus pindah baik itu disukai maupun tidak.
3. Jangan sampai kita tertipu harta orang kafir di dunia. Karena nikmat yang abadi berada di akhirat, bukan di dunia.
Ayat ke 186
Artinya:
Kamu sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (3: 186)
Sebagaimana telah disebutkan dalam sejarah, pasca hijrah Muslimin dari Mekah ke Madinah, orang-orang Musyrik menjarah harta Muslimin dan mengganggu mereka. Di sisi lain, warga Yahudi Madinah menghina Muslimah dengan sindirian lisan dan bersikap biadab kepada mereka. Hal ini terus berlanjut sehingga Nabi marah dan mengeluarkan perintah agar para pimpinan makar ini dibunuh.
Ayat ini menyinggung sunnah Tuhan yakni menguji. Kepada Muslimin ayat ini mengatakan, "Janganlah anda mengira dengan masuk Islam, kalian akan terus senang dan bahagia. Kalian harus siap diganggu dan dihujani makar musuh. Bahkan sekiranya kalian tidak mengusik mereka, mereka yang akan mengganggu kalian.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Harta dan jiwa senantiasa diuji. Hendaknya kita hidup sedemikian rupa sehingga siap memberikan jiwa dan harta di jalan Allah.
2. Para penentang Islam kompak menyerang Islam dan muslimin. Lebih mudah pengikut agama lain mengikut orang-orang Musyrik guna melawan Islam.
3.Kesabaran dan takwa merupakan faktor kemenangan. Keteguhan tanpa takwa juga dapat disaksikan pada orang-orang yang keras kepala
Tafsir Al-Quran, Surat Ali Imran Ayat 179-182
Ayat ke 179
Artinya:
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendakkinya, diantara rasul-rasulnya dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar. (3: 179)
Ayat ini merupakan ayat paling akhir mengenai perang Uhud dan menjadi kesimpulan dari peristiwa pahit yang terjadi di perang ini. Ayat menyebutkan, janganlah kalian mengira bahwa barang siapa mengaku beriman, maka Allah Swt pasti menerimanya dan hidupnya akan tenteram. Karena sudah pasti Allah akan mengujinya dengan cobaan sehingga dapat diketahui mana yang berbohong dan jujur dengan keimanannya. Hal itu bukan berarti Allah tidak mengetahui batin manusia, karena tanpa dicobapun Allah mengetahui mana yang baik dan buruk. Nabi juga tidak diberi tahu oleh Allah agar setiap orang akan ketahuan batinnya dan menerima pahala atau siksa atas perbuatan yang dilakukan sesuai pilihannya.
Perang Uhud merupakan media untuk mengenali munafikin dan masyarakat akan menyadari keburukan mereka. Pada dasarnya, jika masyarakat mengenali baik dan buruk satu dengan lainnya, melalui ilmu gaib, maka ikatan sosial akan musnah dan kehidupan akan berantakan. Oleh karenanya, sudah tepat bila manusia tidak mengetahui rahasia batin satu dengan lainnya agar roda kehidupan menggelinding seperti wajarnya.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagaimana telah disebutkan ayat 178, Allah Swt membiarkan orang-orang Kafir tetap dengan kekufurannya agar mereka dihukum pada Hari Kiamat. Sementara di ayat ini, Allah menyatakan tidak akan membiarkan begitu saja orang-orang beriman.
2. Janganlah kita mencari-cari keburukan orang lain, karena Allah Swt tidak menyukai hal itu.
3. Ilmu gaib adalah milik Tuhan dan hanya sebagian nabi yang tahu ilmu gaib, itupun atas izin Allah Swt.
4. Tugas kita adalah beriman dan bertakwa. Bukan berusaha keras untuk mengetahui hal-hal yang gaib lalu disampaikan kepada orang lain.
Ayat ke 180
Artinya:
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunianya menyangka, bahwa kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (3: 180)
Setelah ayat-ayat sebelumnya yang berbicara mengenai perang dan jihad serta berkorban nyawa di jalan Allah, ayat ini dan ayat-ayat berikutnya berbicara mengenai infak dan berkorban harta di jalan Allah. Karena orang mukmin tidak dapat acuh terhadap masyarakatnya yang teraniaya dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Berinfak dengan sendirinya menjadi satu ujian yang dibebankan kepada orang mukmin agar jelas apakah ia seorang yang kikir atau suka menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah bila kita menduga tidak memberi harta kita kepada orang lalu kita akan kaya. Harta adalah dari pemberian Tuhan. Maka harta kita akan bertambah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya, salah satunya dengan jalan berinfak
2. Harta yang tidak dibelanjakan di jalan Allah tidak akan menyebabkan kebaikan, bahkan bisa sebaliknya menjadi faktor keburukan.
3. Segala sesuatu di dunia ini milik Tuhan. Kita datang dengan tangan kosong dan akan pergi dengan tangan kosong pula. Lalu untuk apa kita berlaku kikir?
4. Kiamat adalah tempat menjelmanya amal perbuatan. Terpenjara oleh harta dunia akan menyebabkan keterpenjaraan di akhirat.
Ayat ke 181-182
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya, kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka merka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan kami akan mengatakan (kepada mereka) rasakanlah olehmu azab yang membakar." (3: 181)
Azab yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hambanya. (3: 182)
Dalam tafsir disebutkan bahwa Rasul Saw menulis surat kepada kabilah Yahudi di sekitar Madinah dan mengajak mereka memeluk Islam, menunaikan shalat dan membayar zakat serta berinfak. Pemuka kabilah dengan mengejek berkata, "Dengan ajakan ini, terbukti bahwa Tuhan memerlukan kita sementara kita tidak memerlukan-Nya. Dia meminta uang dari kita dan pada Hari Kiamat Dia berjanji membayarnya lebih."
Ayat ini diturunkan dan kepada Rasul dinyatakan, ucapan tidak pantas ini dan pengakuan mereka akan perilaku kakek mereka dalam membunuh para nabi tidak akan dibiarkan begitu saja. Karena pada Hari Kiamat mereka akan merasakan siksa yang amat pedih.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seruan Tuhan untuk berinfak dan menghutangi orang-orang lemah tidak menunjukkan kebutuhan Tuhan kepada kita. Karena harta yang kita berikan pada dasarnya milik Tuhan yang diamanahkan kepada kita.
2. Kehormatan agama harus dijaga, siapa yang melanggarnya mendapat siksa berat.
3. Dosa menyindir orang-orang Mukmin tak lebih kecil dari dosa membunuh nabi.
4. Sanksi Hari Kiamat adalah hasil perbuatan tangan kita bukannya pembalasan atau dendam Tuhan
Tafsir Al-Quran, Surat Ali Imran Ayat 174-178
Ayat ke 174
Artinya:
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (3: 174)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, mereka yang cidera di perang Uhud dimobilisasi untuk ikut mengejar musuh. Sikap ini membuat takut musuh, berpikir dua kali untuk menyerang Madinah dan akhirnya mereka kembali ke Mekah. Ayat ini diturunkan sebagai bentuk penghargaan kepada mereka yang cidera dan masih siap untuk berperang menghadapi musuh.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jika kita melaksanakan tugas, maka rahmat Allah akan menyertai kita. Mengharapkan kemurahan Tuhan harus disertai dengan melaksanakan tugas.
2. Mendapatkan kerelaan Allah merupakan hal paling penting bagi orang mukmin. Apakah itu berakhir pada syahadah atau cidera atau tidak keduanya.
Ayat ke 175
Artinya:
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy) karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (3: 175)
Allah Swt dalam ayat sebelumnya menyatakan bahwa orang muslim yang berupaya mendapat keridhaan-nya, tidak takut kepada siapapun. Dalam keadaan terlukapun mereka tetap siap melaksanakan perintah dan mengejar musuh.
Ayat ini mengisyaratkan kepada orang-orang Muslim yang lemah imannya mengikut setan setelah mendengar bisikan-bisikan yang sampai ke telinga mereka. Setelah mendengar bisikan itu, mereka tidak bersedia berkorban untuk agama. Al-Quran menyatakan kepada muslimin, jika kalian jujur terhadap iman kalian, maka takutlah hanya kepada Allah dan janganlah langgar perintah-Nya. Karena Allah Maha Kuat dan Kuasa.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Segala bentuk propaganda atau isu yang menyebabkan ketakutan dan kebimbangan dalam masyarakat Islam adalah pekerjaan setan.
2. Takut pergi ke medan tempur menunjukkan lemahnya iman dan mengikuti setan.
3. Ancaman dan menakut-nakuti merupakan strategi setan untuk mematikan suara orang-orang teraniaya dan menghancurkan kebangkitan mereka.
Ayat ke 176-177
Artinya:
Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir, sesungguhnya mereka tidak sekali-kali dapat memberi mudarat kepada Allah sedikitpun. Allah berkehendak tidak akan memberi sesuatu bahagian (dari pahala) kepada mereka di hari akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. (3: 176)
Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman dengan kekafiran, sekali-kali mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun; dan bagi mereka azab yang pedih. (3: 177)
Setelah kekalahan Muslimin dalam perang Uhud, sebagian mereka mulai didera rasa takut dan cemas. Mereka saling bertanya mengenai nasibnya kelak.
Ayat ini diturunkan kepada Nabi dan menyatakan kepada beliau, kemenangan orang kafir di perang Uhud tidak membuat mereka bahagia. Karena kemenangan itu justru menyebabkan mereka tenggelam dalam kekafiran. Dan kekafiran akan menjauhkan mereka dari segala keuntungan akhirat.
Selain itu, kekufuran mereka tidak akan pernah merugikan Tuhan. Kerugian seorang yang kafir kembali pada dirinya sendiri. Karena pada Hari Kiamat mereka akan mendapat siksa yang berat. Hal penting yang menarik dalam ayat ini adalah "jual beli" yang dipakai untuk menyebut hilangnya iman dan menjadi kafir. Pada prinsipnya al-Quran memandang dunia sebagai pasar sementara masyarakat adalah penjual. Modal mereka adalah keimanan dan akidah. Penjualan di pasar ini merupakan keharusan, karena usia bukan di tangan manusia. Tapi memilih pembeli ada di tangan kita. Hanya ada dua pembeli dan kita dituntut untuk memilih, apakah kepada Allah atau selain-Nya.
Al-Quran senantiasa memuji orang yang rajin bertransaksi dengan Allah dan memetik keuntungan yang banyak. Keuntungan itu adalah surga. Sementara pada saat yang sama mengritik mereka yang hanya berjual beli dengan usianya. Orang seperti ini tidak akan meraih untung dan hanya mengalami kerugian besar.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt tidak memerlukan perbuatan baik kita. Allah tidak akan dirugikan bila bila ada orang kafir tidak melakukan tugasnya. Agama Allah tidak akan lemah bila ada orang kafir.
2. Kufur dalam akidah dan tidak mensyukuri secara tindakan, menjauhkan manusia dari mendapat rahmat Tuhan di akhirat.
3. Saat membandingkan masyarakat kafir dan muslim, jangan hanya melihat sisi duniawi, tapi juga akhirat.
Ayat ke 178
Artinya:
Dan janganlah sekali-sekali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang menghinakan. (3: 178)
Ayat-ayat sebelumnya menyebut Allah menghibur Mukminin agar tidak khawatir dan sedih dengan kemenangan orang kafir. Pada ayat ini Allah menyatakan bahwamemberikankesempatankepada orang-orang kafir adalah Sunnatullah. Bukan berarti Allah tidak tahu dan tidak mampu untuk menghukum mereka.
Allah Swt memberikan kesempatan yang sama kepada semua manusia, baik Mukmin, Kafir dan orang baik atau buruk untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan kehendaknya sendiri. Sekalipun demikian, sudah sewajarnya bila orang-orang Kafir tidak menyalahgunakan peluang ilahi ini dengan melakukan perbuatan buruk dan tidak terpuji. Karena peluang ini bila tidak dimanfaatkan dengan baik, justru akan menambah dosa pelakunya.
Begitu besarnya perhatian Allah akan perbuatan yang dilakukan dengan kehendak sendiri, sehingga Allah masih memberikan kesempatan kepada manusia untuk berbuata yang diinginkan.
Di sisi lain, orang kafir melihat kebebasan yang diberikan Allah ini sebagai peluang yang menguntungkannya. Tapi mereka lupa bahwa akibat dan kesudahan kekufuran adalah azab dan siksa Allah yang pedih.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kesempatan yang diberikan Allah bukan berarti cita. Oleh karenanya, jangan langgar batasan Allah. Sebelum terlambat bertaubatlah dari kekufuran.
2. Panjang umur tidak penting, karena yang terpenting itu adalah bagaimana mengisinya dengan kebaikan dan mencari kerelaan Allah.
3. Jangan melihat orang kafir di dunia ini saja, tapi lihat nanti kesudahan mereka di akhirat.
4. Janganlah memandang kekuasaan orang zalim sebagai tanda keridhaan Tuhan. Bangkit dan lawat setiap kezaliman.



























