کمالوندی
Dunia Lisan: Menanyakan Rahasia
Menanyakan Rahasia
Dunia lisan memiliki peran yang sangat halus antara lain mencari-cari kabar. Mencari-cari kabar ini memiliki dua sisi; positif dan negatif.
Bila mencari-cari kabar ini tidak dikontrol dan digunakan di jalan yang benar, maka ia tak lebih seperti banjir yang tidak hanya melanda dunianya sendiri, tetapi akan melanda dan merusak dunia orang lain.
Mencari-cari kabar dan semacamnya pada hakikatnya adalah banjir lisan yang bersumber dari otak dan mengalir melalui lisan. Bila firman Allah yang berbunyi "Laa Tajassasu" (QS. Hujurat: 12) tidak bisa membendung aliran banjir dan tidak mampu mengarahkan dan menggunakannya di jalan yang benar, maka lisan akan menjadi faktor penghancur yang akan mengancam keberadaan alam. (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)
Sumber: Donya-ye Zaban; 190 Gonah Zaban, Kareem Feizi, Qom, Tahzib, 1386, cetakan ke-4.
Nasihat Imam Husein as: Sabar Melawan Hawa Nafsu
Sabar Melawan Hawa Nafsu
Imam Husein as berkata:
"Bersikap yang sabar ketika engkau harus melakukan kebenaran, tapi tidak menyukainya. Begitu juga bersabarlah ketika hawa nafsu mengajakmu dan engkau menyukainya." (Halwani, Nuzhah an-Nazhir wa Tanbih al-Khatir, Qom, Moasseseh al-Imam al-Mahdi af, 1408 Hq, jilid 1, hal 85, hadis 18)
Bersikap sabar menghadapi tuntutan hawa nafsu dan berbuat dosa merupakan ciri khas orang yang beriman. Al-Quran juga menyebut keteguhan untuk tidak berbuat dosa sebagai ciri-ciri seorang muslim yang hakiki, "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (1)
Di dunia modern saat ini, simbol-simbol dosa dan perangkap setan untuk menyimpangkan pemikiran dan moral manusia sudah semakin banyak dan beragam. Satu-satunya cara untuk menghadapi godaan ini adalah kesabaran. Karena sekalipun seorang manusia memiliki kesempurnaan, tapi tidak sabar dalam menghadapi kecenderungan dan ajak hawa nafsu, maka dengan mudah ia akan kehilangan imannya hanya dengan sedikit menunjukkan kelemahan. Dengan sedikit kelezatan yang didapatkan dari berbuat dosa, ia harus melewati seluruh usianya dalam penyesalan. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Catatan:
1. QS. Fusshilat: 30
Pengaruh Iman Kepada Hari Akhir bagi Akhlak Manusia
Keyakinan akan Hari Kiamat termasuk salah satu dari tiga prinsip utama Islam. Hari Kiamat di sampingkeyakinan terhadap Keesaan Tuhan (Tauhid) dan kenabian (nubuwah) tercatat sebagai pilar utama agama samawi. Maad (Kiamat/Kebangkitan) bermakna kembali. Seluruh agama Ilahi mengajarkan bahwa sumber wujud adalah Tuhan dan seluruh makhluk pada akhirnya akan kembali kepada-Nya. Maad juga berarti kembalinya seluruh makhluk ke asalnya (Tuhan).
Proses kembalinya makhluk kepada Tuhannya dijelaskan Allah Swt melalui surat Rum ayat 11 yang artinya, "Allah menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali; kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." Uniknya lagi Allah Swt menempatkan keinginan makhluk untuk kembali kepada penciptanya ini di setiap fitrah mereka. Seluruh makhluk bergerak menuju kesempurnaan sejati berdasarkan kerinduan dan fitrah mereka.
Keyakinan akan Hari Kiamat memiliki pengaruh besar bagi perilaku manusia. Mereka yang meyakini akan adanya hari Kiamat dan kehidupan setelah mati, akan senantiasa berhati-hati dalam bertindak karena ia dengan baik mengetahui bahwa setiap perilakunya di dunia pasti dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Sejatinya seluruh perbuatan manusia terjaga dan nanti di akhirat amal tersebut akan menemani tuannya.
Pastinya mereka yang meyakini akan adanya Hari Kiamat senantiasa berusaha memperbaiki perbuatannya. Serta akan berhati-hati dalam setiap perbuatan. Imam Ali bin Abi Talib as dapat dijadikan teladan dalam hal ini. Ketika saudara beliau, Aqil bin Abi Talib dalam keadaan sangat miskin mendatangi Imam Ali dan meminta bagian lebih dari harta Bautil Mal (Kas Negara). Imam Ali ketika mendengar permintaan Aqil, langsung membakar besi hingga membara dan didekatkan ke mata saudaranya. Ketika Aqil berteriak karena kepanasan, Imam Ali berkata kepadanya, "Bagaimana kamu berteriak ketika besi panas ini belum menyentuh tanganmu, namun kamu telah menyeretku ke arah api neraka jahanam yang dipersiapkan Allah bagi mereka yang memakan harta orang lain?"
Iman dan keyakinan terhadap Tuhan yang dimiliki manusia merupakan kekuatan yang menjaganya dari ketergelinciran dalam perbuatan maksiat dan kejahatan. Terkait hal ini Syahid Murtadha Mutahhari mengatakan,"Semakin besar keimanan seseorang maka ia semakin mengingat Tuhan dan semakin manusia mengingat Tuhan, semakin kecil pula ia melakukan maksiat. Perintah ibadah diturunkan untuk membuat manusia senantiasa mengingat Tuhan sehingga mereka semakin berpegang teguh pada akhlak mulia serta hukum Tuhan."
Iman kepada Tuhan dan Hari Kiamat termasuk metode ideologi yang digunakan Islam serta menyebutnya sebagai faktor penting dalam mencegah kejahatan dan perbuatan dosa. Yang dimaksud beriman kepada Tuhan adalah beriman kepada Tuhan pemilik manusia dan alam semesta serta satu-satunya sesembahan yang layak, Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Manusia dengan keimanannya senantiasa bersama Tuhan. Dunia dalam pandangan mereka yang beriman merupakan bukannya sekumpulan anasir yang mati dan tidak memiliki tujuan, namun merupakan sekumpulan sistem yang terencana dan memiliki tujuan.
Mereka yang meyakini Tuhan tidak akan terbelenggu pada kehidupan yang sia-sia. Iman kepada Tuhan menumbuhkan pandangan positif dalam diri manusia dan pandangan positif ini mendorong mereka untuk melakukan perbuatan baik serta menjauhi perbuatan buruk. Iman kepada Tuhan ibarat pohon bagi tumbuhnya ruh para ahli tauhid. Ketika manusia menanamkan benih penghambaan dalam dirinya maka ia akan menanti buah indah dari usahanya tersebut. Buah dari penghambaan kepada Tuhan adalah kejujuran, keadilan, keikhlasan, pengorbanan dan sifat memaafkan. Ini merupakan ciri-ciri dari kesehatan mental dan keseimbangan perilaku.
Keistimewaan seperti ini tentu akan mencegah manusia dari perbuatan buruk dan jahat. Iman kepada Tuhan dan mengingat-Nya merupakan kebutuhan fitrah manusia serta tumbuh dari rasa manusia untuk mencari Tuhan. Ketika manusia lalai dari kebutuhan dasar (fitri) tersebut dan lupa mengingat Tuhan maka ia akan menderita ketidakseimbangan dalam dirinya. Kondisi ini menjadi peluang bagi manusia untuk melakukan tindak kriminal dan kejahatan. Oleh karena itu, salah satu dampak paling nyata dari keimanan kepada Tuhan adalah keselamatan jiwa dan keseimbangan dalam berperilaku yang mencegah manusia melakukan perbuatan dosa.
Iman kepada Hari Akhir dan pembalasan merupakan bagian dari ideologi agama yang mampu membantu manusia untuk menghindari perbuatan dosa. Arti dari iman kepada Ma'ad (Hari Akhir) adalah keyakinan bahwa setelah mati, manusia dengan izin Tuhan akan dibangkitkan kembali dan menghadapi pengadilan Ilahi. Kitab catatan perbuatan manusia dibentangkan dihadapan mereka. Manusia saat itu akan menyaksikan seluruh perbuatan baik dan buruknya, yang besar maupun kecil sepanjang hidupnya.
Allamah Tabatabai, filosof dan ahli tafsir Iran terkait hal ini mengatakan,"Manusia yang meyakini Hari Akhir senantiasa menyadari bahwa setiap perbuatannya di bawah pengawasan Tuhan Yang Maha Mengetahui. Ia mengetahui bahwa suatu hari akan datang saat di mana seluruh amal perbuatannya diperhitungkan dengan adil. Keyakinan akan proses pengadilan yang adil ini tidak akan mampu dilakukan oleh ratusan ribu polisi maupun agen rahasia, kerena mereka ini melakukan pekerjaan dari luar, namun pengawasan Tuhan adalah kontrol internal di mana tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari pengawasannya."
Ketika seseorang meyakini akan hari akhir dan memandang dirinya harus bertanggung jawab nanti dihadapan Tuhan, ia senantiasa akan menjaga setiap amal perbuatannya. Dalam kondisi seperti ini ia tidak membutuhkan polisi untuk mengawasi setiap tindakannya. Perbuatan terang-terangan atau rahasia baginya sama saja dan ia selalu menjaga hak masyarakat demi kerelaan Tuhan serta tidak melampaui hak dalam bertindak.
Di Islam setiap perbuatan ibadah merupakan kinerja yang mampu mencegah manusia untuk melakukan perbuatan maksiat. Kewajiban seperti shalat, haji, khumus, puasa, zakat dan amar makruf dan nahi munkar mampu menjauhkan manusia dari perbuatan buruk. Di surat Ankabut ayat 45 Allah Swt berfirman,"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Peran lain Hari Akhir bagi akhlak dan keyakinan seseorang sangat jelas, karena manusia yang yakin akan adanya Hari Kiamat memandang dunia sesuai dengan realitanya dan menyakini dirinya tidak kekal di dunia. Dunia hanya tempat berteduh sementara, karena perjalanan sebenarnya manusia adalah menuju akhirat. Di sana kehidupan abadi manusia yang sejati. Berbeda dengan klaim kaum materialis yang menilai keyakinan terhadap Hari Kiamat telah membelenggu manusia, padahal iman kepada Hari Akhir menciptakan semangat tersendiri bagi manusia dan memiliki dampak positif yang besar.
Manusia yang beriman kepada Hari Akhir memiliki kemampuan untuk mengontrol berbagai kecenderungan negatif seperti egoisme, cinta harta, kekuasaan, hawa nafsu dan rasa marah. Sosok seperti ini melewati masa-masa sensitif kehidupannya dengan mengingat Hari Kiamat. Kepercayaan seperti ini akan memberinya keberanian dan rela berkorban, sehingga terciptalah pribadi yang meyakini syahadah sebagai puncak kemuliaan serta tujuan suci kehidupan.
Iman kepada Hari Kiamat dapat memberangus rasa putus asa dan pesimisme seseorang serta menjadikannya manusia yang penuh dengan optimisme dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana ini. Seorang mukmin memiliki keyakinan kuat bahwa kehidupannya tidak terbatas di dunia saja, namun setelah kematian masih ada kehidupan lain yang abadi. Di sanalah seluruh keinginan manusia yang ketika di dunia tidak terpenuhi akan ia dapatkan.
Menurut al-Quran, kehidupan abadi dan penuh kebahagiaan hanya kehidupan ukhrawi. Allah Swt di surat Ghafir ayat 39 berfirman, "Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." Kesenangan dan kebahagiaan sejati hanya ada di surga. Di sana manusia tidak akan merasa kekurangan dan putus asa, karena di surga apa yang diharapkan manusia semuanya tersedia.
Risalah Huquq; Hak Muazin
Setiap aliran dan kepercayaan pasti punya syiar tersendiri. Kaum Yahudi, Nasrani dan para pemeluk agama-agama yang lain mengajak orang untuk melaksanakan ritual dan menghadiri upacara keagamaan. Di Islam, syiar keagamaan dikemas dalam bentuk yang indah yang salah satunya dalam bentuk ibadah yang agung bernama shalat.
Syiar keagamaan menunjukkan arah jalan menuju puncak yang menjadi tujuan semua agama. Saat ini ada sekitar satu setengah miliar di dunia yang memeluk agama Islam. Di waktu-waktu yang telah ditentukan, ketika suara azan mengumandang umat Islam mendatangi masjid-masjid dan mushalla untuk melaksanakan shalat dalam suasana khusyuk penuh cinta kepada Allah. Shalat membawa mereka menuju kebahagiaan yang hakiki.
Dalam Islam, azan adalah seruan yang menjadi awal dari ibadah shalat. Seruan ini memiliki sisi pengumuman dan panggilan kepada umat untuk melaksanakan shalat. Orang yang mendengar adzan seakan menerima kabar gembira panggilan menghadap Allah. Ia mesti bersiap-siap untuk memenuhi panggilan Sang Maha Agung. Karena itulah azan dengan kalimat-kalimatnya yang pendek meninggalkan kesan mendalam di kalbu manusia. Mary, wanita warga Inggris yang kini telah mengubah nama menjadi Zahra menceritakan kisahnya memeluk agama Islam. Dia mengatakan, "Akupertama kali mengenal Islam setelah terkesima mendengar suara azan. Suara itu sedemikian merasuk ke dalam hati sehingga menarikku ke arah Tuhan semesta alam."
Adzan dimulai dengan takbir yang berarti menyebut kebesaran Allah Swt. Lalu muazin melanjutkan dengan kesaksikan akan keesaan Allah dan bahwa semua yang ada di dunia ini berasal dariNya dan akan kembali kepadaNya. Dialah yang mengatur segala sesuatu dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Tak ada yang menyamai-Nya dan tak ada sekutu bagi-Nya. Kemudian, muazin menyuarakan kesaksian akan kenabian Muhammad Saw. Beliaulah utusan Allah kepada umat manusia dengan membawa wahyu Ilahi. Selanjutnya a-dzan mengikrarkan bahwa shalat adalah amalan terbaik yag menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Untuk itu, masyarakat diseru untuk bersegera melaksanakan ibadah ini.
Azan pertama kali dikumandangkan di zaman Nabi Muhammad Saw. Setelah hijrah ke Madinah, para sahabat membicarakan masalah shalat dan bagaimana caranya mengumumkan bahwa sudah tiba waktu shalat. Masing-masing menyampaikan usulannya yang kebanyakan meniru apa yang dilakukan agama-agama yang lain. Tak lama, malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw dan memerintahkan untuk mengajarkan azan kepada umat. Nabi Saw lalu mengajarkannya kepada Ali bin Abi Thalib dan menyuruhnya untuk mengajarkan azan kepada Bilal. Sejak saat itu, Bilal bekas budak berkulit hitam asal negeri Habasyah secara resmi menjadi muazin kaum muslimin.
Sejak awal Islam, azan dipandang sebagai salah satu syiar penting agama Islam. Azan sarat dengan zikir dan ikrar tauhid yang merasuk ke kalbu yang paling dalam. Karena itu, Islam juga menghormati para muazin. Dalam sebuah riwayat Imam Ali Ridha as berkata, Rasulullah Sawbersabda, "Di hari kiamat nanti, para muazin punya kedudukan yang lebih tinggi di antara semua orang. Muazin adalah sahabat setia bagi setiap orang yang mengingatkannya akan kewajibannya."
Kehidupan manusia tak bisa dilepaskan dari kesibukan dan urusan materi yang terkadang membuatnya lupa akan kewajiban yang mesti dijalankan. Dalam kondisi seperti ini, tentunya ia akan sangat berhutang budi kepada orang yang menyadarkan akan kewajibannya. Karena itu orang tersebut memiliki hak yang besar di atas pundaknya. Dalam Risalatul Huquq Imam Sajjad as menyebutkan adanya sejumlah hak bagi muazin. Beliau berkata, "Hak muazin atas dirimu adalah hendaknya kau menyadari bahwa dialah yang mengingatkanmu akan Tuhanmu. Dialah yang menyerumu kepada kebaikanmu. Dia adalah sebaik-baik yang memberi pertolongan kepadamu dalam menjalankan kewajiban yang telah Allah pikulkan atas dirimu. Maka berterimakasihlah kepadanya sebagaimana kau berterima kasih kepada orang yang berbuat baik kepadamu di hadapan Allah. Engkau harus menyadari pula bahwa dia adalah anugerah dan nikmat dari Allah yang harus kau perlakukan dengan baik dan dalam segala keadaan syukurilah nikmat Allah."
Nilai-nilai agung yang ada dalam azan menunjukkan bahwa Allah pasti akan memberi pahala yang besar disisi-Nya kepada orang yang mengumandangkan syiar tauhid dan penghambaan ini. Imam Sajjad as menyebut orang memanfaatkan suara indahnya untuk mengumandangkan azan sebagai nikmat dari Allah. Imam Jafar Shadiqas dalam sebuah hadis juga menjelaskan fadhilah muazin dan kedudukan maknawiyahnya di sisi Allah. Beliau berkata, "Selama suaranya masih mengumandang Allah mengampuni dosa muazin sejauh matanya memandang…Allah juga akan memberikan pahala dan kebaikan kepada siapa saja yang memerhatikan azan itu dan melaksanakan shalat setelah mendengarnya."
Azan adalah syiar Islam yang kaya akan makrifat. Alangkah baiknya jika kita bisa merenungkan manka-makna agung tauhid dan penafian syirik yang terkandung di dalamnya. Dengan merenungkannya, keimanan kita akan bertambah dan semakin bersemangat untuk memasyarakat dan menyebarkan syiar Islam ini.
Risalah Huquq; Hak Tetangga
Salah satu hal yang mendapat perhatian besar dalam Islam adalah masalah emosi, gotong royong dan upaya saling membantu. Masalah-masalah ini semakin menemukan tempatnya saat manusia memasuki era seperti sekarang ini, yaitu era modern yang menjerumuskan manusia ke dalam kehidupan mesin. Islam berusaha membangun tatanan dan kehidupan sosial yang baik dan sehat dengan hubungan yang hangat dan saling percaya di antara semua elemen masyarakatnya. Untuk itu, Islam menekankan semua hal yang bisa memperkuat hubungan sosial di antara anggota masyarakat serta melarang apa saja yang bisa melemahkannya.
Dalam perspektif Islam, hubungan di antara manusia harus tercipta dengan landasan ketulusan dan kejujuran tanpa ada noda tipu daya dan kecurangan. Pergaulan yang baik akan melahirkan keamanan dan ketenangan hati sementara penyalahgunaan kepercayaan akan memicu kemerosotan akhlak dan menimbulkan banyak dilema sosial lainnya. Menurut para ahli, kemunduran dan dekandensi akhlak di tengah masyarakat biasanya disebabkan oleh kesalahan individu yang lantas menemukan bentuknya dalam hubungan sosial. Fenomena itu secara perlahan akan menggerus tatanan sosial dan membawanya kearah penyimpangan.
Untuk mempererat hubungan di antara manusia, agama menganjurkan kita untuk berbuat baik kepada sejumlah kelompok, diantaranya tetangga. Berbuat baik kepada tetangga sangat berkesan dalam menciptakan ketenangan dan mendatangkan rasa aman bagi anggota keluarga. Limpahan berkah akan datang ketika orang-orang yang bertetangga menjalin hubungan yang baik di antara mereka. Salah satu berkahnya adalah kian menguatnya jiwa kebersamaan dan rasa saling menolong untuk menciptakan lingkungan yang baik dan sehat. Hal itu akan menimbulkan kesan yang baik pada jiwa dan memperpanjang usia. Tetangga yang baik adalah nikmat Ilahi yang sangat berharga. Hati akan tertambat saat hubungan antartetangga terbina dengan penuh kasih sayang. Karena itu, Islam menekankan hubungan baik ini. Imam Ali as berkata, "Tetangga yang baik akan memakmurkan negeri dan memperpanjang usia."
Bersikap baik, menolong kala diperlukan, mengunjungi saat sakit, mengulurkan bantuan keuangan dan berbagi rasa, adalah tanda-tanda bagi hubungan cinta sesama di antara manusia dan tugas yang diemban masing-masing orang terhadap tetangganya. Rasulullah Saw dalam sebuah hadisnya bersabda, bahwa banyak sekali perintah Allah untuk menjaga hak tetangga sampai-sampai muncul anggapan bahwa tetangga akan saling mewarisi.
Dalam sebuah hadis yang lain, Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berbuat baik kepada tetangganya." Berbuat baik dalam hadis itu memiliki makna yang luas. Menurut beliau, seseorang yang ingin meninggikan atap rumahnya supaya meminta persetujuan tetangganya agar peninggian atap rumah itu tidak menghalangi tiupan angin atau masuknya cahaya ke dalam rumah tetangganya. Jika tetangga mendapat suatu anugerah hendaknya ia datang untuk mengucapkan selamat. Ucapan itu akan menyenangkan hati tetangganya.
Imam Sajjad dalam Risalatul Huquq menyebutkan beberapa hak bagi tetangga. Beliau mengatakan, "Hak tetangga adalah hendaknya engkau menjadi penjaga baginya saat ia tidak ada. Saat ia ada hendaknya engkau menghormatinya dan membantunya dalam semua hal. Jangan memata-matainya untuk mengetahui rahasia dan kejelekannya. Jika mengetahui keburukannya maka jadilah engkau benteng atau tabir yang menutupinya. Jangan engkau dengarkan kata-kata yang menyudutkannya. Jangan biarkan ia sendirian mengatasi kesulitan. Janganlah iri saat melihat ia mendapat kesenangan. Maafkanlah jika ia melakukan kesalahan. Perlakukanlah ia dengan lemah lembut meski ia melakukan tindakan bodoh terhadap dirimu. Jangan pernah engkau mencemoohnya dengan kata-kata. Dan perlakukanlah ia dengan penghormatan."
Sejatinya, gesekan adalah satu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika sekelompok manusia hidup bersama dalam sebuah lingkungan mungkin ada sejumlah oknum yang tidak mengindahkan prinsip pergaulan dan hubungan yang baik. Tindakan itu akan menghilangkan kenyamanan dan membuat banyak orang terganggu. Kondisi itu memicu munculnya ketidakharmonisan dan kekeruhan hubungan di tengah masyarakat. Imam Sajjad mewanti kita untuk tidak mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain serta selalu berusaha menjaga keamanan mereka. Rumah adalah tempat berlindung yang aman bagi semua orang. Beliau juga menekankan bahwa semua orang hendaknya memerhatikan ketegangan dan kenyamanan anggota masyarakat lainnya, terutama tetangga. Jangan sampai mengganggu dan jika ada kesalahan kita diimbau untuk berlapang dada dan memaafkan.
Risalah Huquq; Hak Harta
Imam Sajjad mengatakan, "Hak harta dan kekayaan adalah hendaknya ia tidak diperoleh kecuali melalui jalan yang halal dan jangan digunakan kecuali untuk keperluan yang halal. Jangan engkau belanjakan harta bukan pada tempatnya dan jangan engkau alihkan kepada orang lain melalui jalan yang tidak benar. Karena harta itu engkau dapatkan dari Allah maka jangan engkau gunakan kecuali untuk mendekatkan dirimu kepada Allah. Jangan engkau dahulukan orang yang tidak berterima kasih kepadamu dari dirimu dengan hartamu, sebab bisa jadi ia akan menggunakannya di jalan yang tidak diridhai Tuhanmu."
Kali ini kita akan menyimak penjelasan tentanghak harta kekayaan sebagaimana yang diajarkan Imam Ali Zainal Abidin as dalam Risalatul Huquq. Mencari harta, beraktivitas ekonomi, bekerja untuk memenuhi keperluan hidup adalah sebuah keniscayaan bagi manusia untuk hidup terhormat. Nabi Saw dan Ahlul Bait as mendorong umat untuk giat bekerja dan mencari nafkah guna menghidupi keluarga. Aktivitas ekonomi dalam persepsi insan-insan agung itu adalah aktivitas yang membuat manusia menjadi terhormat dan tidak memerlukan uluran bantuan orang lain. Bekerja akan menyalurkan energi dan kekuatan yang tersimpan pada tubuh dan jiwa manusia lewat cara yang baik. Ketika seseorang aktif bekerja, maka pikirannya akan terfokus dan kepribadiannya akan semakin kokoh.
Bekerja mencari rezeki adalah aktivitas yang membuat keceriaan dan menjadi tonggak penopang kehidupan. Dengan bekerja orang akan terhindar dari keterhinaan di depan orang lain. Al-Quran al-Karim menyebut harta sebagai hiasan kehidupan dunia. Dalam pandangan Islam, orang yang memiliki harta berlimpah tetap tidak boleh bermalas-malasan. Islam mengimbau umatnya untuk tetap bekerja sampai detik-detik akhir kehidupannya. Suatu hari, Rasulullah Saw mengangkat tangan seorang buruh yang tangannya bengkak karena terlalu banyak bekerja, lalu bersabda, "Tangan ini tak akan pernah tersentuh api neraka. Inilah tangan yang dicintai oleh Allah dan RasulNya. Orang yang menghidupi diri dengan kerja kerasnya akan ditatap oleh Allah dengan pandangan penuh rahmat."
Dalam Risalatul Huquq, Imam Sajjad as bahwa harta dan kekayaan adalah milik Allah. Karena itu, harta hendaknya didapat dari jalan yang halal dan diridhai Allah. Dari sisi lain, manusia adalah makhluk yang rakus dan sangat mencintai harta. Banyak orang yang gemar menumpuk harta. Manusia gemar berbangga-bangga dengan kekayaan. Semakin banyak kekayaan yang ditimbun orang akan merasa memiliki kekuasaan yang lebih besar. Banyak orang yang berambisi meraih kekuasaan lewat kekayaan yang berlimpah. Mereka berharap harta bisa membuat seseorang lebih berpengaruh di depan masyarakat. Orang-orang yang seperti ini tak akan menikmati ketenangan hidup. Sebab, berapapun banyaknya harta yang telah dikumpulkan, mereka tetap tak merasakan kepuasan.
Dikisahkan bahwa suatu hari seseorang yang gemar mengumpulkan harta mengeluhkan kondisinya tak pernah tenang. Dia mendatangi Imam Jafar Shadiq as dan berkata, "Aku selalu sibuk mencari harta tapi tak pernah merasa puas. Hawa nafsu selalu mendorongku untuk lebih banyak mengejar harta. Ajarilah aku satu hal supaya aku bisa meraih manfaat spiritual dan keluar dari kondisiku ini." Imam mengajaknya untuk mengubah cara pandang terhadap kehidupan. Beliau berkata, "Jika engkau merasa cukup dengan apa yang memenuhi keperluan hidup, maka harta yang sedikit akan membuatmu puas. Tapi jika engkau tidak merasa cukup maka seluruh harta di dunia ini tak akan pernah bisa memuaskan jiwamu yang serakah."
Di zaman ini, banyak orang memandang harta dan kekayaan sebagai segala-galanya. Di sejumlah masyarakat harta telah menggeser nilai-nilai etika dan spiritualitas dan menjadi acuan dalam menilai seseorang. Imam Sajjad as menyeru manusia untuk memikirkan pekerjaan dan pendapatan yang layak dan sesuai baginya. Beliau juga mengimbau supaya memperhatikan kenetralan dalam membelanjakan harta. Harta bukanlah untuk berbelanja lebih banyak. Sebab, manusia tak akan pernah puas dengan pembelanjaan hartanya sebesar apapun uang yang sudah ia keluarkan.
Topik lain yang disinggung Imam Sajjad as sebagai hak harta adalah orang hendaknya membelanjakan hartanya di jalan yang baik. Ia juga mesti memerhatikan harta yang ia tinggalkan untuk orang lain setelah ia meninggal. Orang yang memiliki kekayaan harus menyadari bahwa harta punya hak lain yaitu hak untuk dibelanjakan demi kebaikan masyarakat. Setiap orang bisa menggunakan harta yang ia miliki untuk kebaikan demi membangun kehidupan akhirat yang lebih baik. Menyantuni orang lain, membayar zakat dan khumus, memberi pinjaman kepada orang lain yang tertimpa masalah keuangan, membangun pusat-pusat pendidikan dan layanan medis, serta hal-hal yang seperti itu, adalah amalan-amalan yang bisa dilakukan harta dan memberikan kesenangan maknawiyah. Amalan inilah yang termasuk amal saleh yang pahalanya akan dilipatgandakan di sisi Allah.
Makna Tawakal Kepada Allah Swt
Al-Quran di banyak tempat menyebut tawakal kepada Allah sebagai ciri khas orang beriman. Allah swt berfirman, "... Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman." (QS. al-Maidah: 23)
Dalam tafsir al-Mizan karya Allamah Thabathabai istilah tawakal didefinisikan sebagai berikut:
"Pengaruh kehendak dan sampainya sesuatu yang dimaksud di alam materi membutuhkan mata rantai sebab dan faktor alami serta silsilah faktor kejiwaan. Ketika manusia memasuki medan amal dan telah menyiapkan seluruh faktor alami yang dibutuhkan dan satu-satunya yang berada antara dirinya dan tujuan adalah sejumlah faktor kejiwaan seperti lemahnya kehendak, keputusan, takut dan lain-lain.
Dalam kondisi yang demikian, bila seseorang bertawakal kepada Allah Swt, maka kehendaknya menjadi kuat dan tekadnya semakin besar. Ketika hal itu terjadi maka segala bentuk rintangan dan gangguan kejiwaan akan terkalahkan. Karena manusia dalam posisi bertawakal menyambungkan dirinya dengan penyebab segala sesuatu dan ikatan ini tidak memberikan kesempatan adanya kekhawatiran dan ketakutan.
Selain itu, ada poin penting lain tentang tawakal, yaitu dimensi gaib dan metafisika. Artinya, Allah Swt membantu orang yang bertawakal dengan dan bantuan ini lebih tinggi dari sebab alami dan berada di atas tingkat sebab materi. Lahiriah ayat al-Quran yang menyebutkan, "... Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya ..." (QS. At-Talaq: 3) menunjukkan bantuan gaib dari Allah Swt."
Imam Ali as tentang tawakal berkata, "Barang siapa yang bertawakal kepada Allah Swt, maka setiap kesulitan akan menjadi kemudahan, segala sebab terpenuhi baginya dan senantiasa merasa tenang, lega dan mulia."
Tawakal sangat berpengaruh dalam kehidupan individu dan sosial manusia, termasuk kemampuan manusia dalam mengambil keputusan. Yakni, ketika manusia bertawakal kepada Allah, maka ia akan dapat melanjutkan pekerjaannya dengan tekad yang kuat dan berdasarkan keputusan yang pasti. Ayat-ayat al-Quran banyak berbicara tentang hal ini.
Keberanian merupakan pengaruh lain bagi manusia yang bertawakal dan banyak disebutkan dalam ayat-ayat al-Quran. Yakni, ketika manusia bertawakal kepada Allah Swt, berarti ia memasuki satu medan dimana ia tidak takut akan terhadap seseorang dan sesuatu.
Pengaruh ketiga dari tawakal adalah meninggalkan dosa dan tidak dikuasai oleh setan. Allah Swt dalam surat Yunus ayat 85 berfirman, "Lalu mereka berkata: "Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim."
Dengan demikian, seberapa besar manusia bertawakal kepada Allah Swt, maka sebesar itu pula ia keluar dari kendali setan dan akhirnya ia akan terjaga dari penyesatan yang dilakukan setan.
Pengaruh tawakal juga disebutkan dalam hadis-hadis seperti kekuatan dan keberanian. Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa yang ingin dirinya menjadi orang yang paling kuat, maka hendaklah ia bertawakal kepada Allah Swt."
Cita-cita yang tinggi juga merupakan pengaruh dari tawakal kepada Allah Swt. Pengaruh ketiga dari tawakal kepada Allah Swt yang disebutkan dalam hadis adalah pentingnya bekerja dan beraktivitas. Sebagai contoh, dalam riwayat disebutkan Rasulullah Saw melihat sebuah kelompok yang tidak bekerja. Beliau kemudian bertanya, "Apa yang kalian kerjakan?"
Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang yang bertawakal kepada Allah Swt."
Nabi Saw bersabda, "Kalian tidak termasuk orang-orang yang bertawakal, tapi bergantung kepada orang lain."
Sesuai dengan doa Imam Sajjad as menyebut manusia mukmin menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah Swt dan di seluruh tahapan kehidupannya menilai Allah sebagai pendukungnya. Imam Sajjad as dalam doanya berkata, "Ya Allah! Saya hanya memohon kepada-Mu dan Engkau sumber harapanku. Saya hanya meminta dan berlindung kepada-Mu. Saya percaya kepada-Mu dan Engkau adalah pendukungku. Saya beriman kepada-Mu dan hanya bertawakal kepada-Mu.
24 Shafar, Ibnu Durustuwiyah, Ahli Nahwu Meninggal
Ibnu Durustuwiyah, Ahli Nahwu Meninggal
Abu Muhammad, Abdullah bin Jakfar bin Muhammad bin Durustuwiyah, ahli nahwu, bahasa dan sastra Arab lahir di kota Baghdad tahun 258 Hq. Ia juga menguasai ilmu hadis dan dalam ilmu nahwu Ibnu Durustuwiyah mengikuti Ali bin Isa Rummani dan Mubarrad.
Ibnu Durustuwiyah banyak meninggalkan karya seperti al-Irsyad, al-Kuttab, Akhbar an-Nahwiyyin dan Ma'ani Syi'r. Ia meninggal dunia di Baghdad pada 24 Shafar 347 Hq dalam usia 88 tahun.
Shahib bin Ibad Meninggal
Tanggal 24 Shafar tahun 385 Hijriah, Shahib bin Ibad, seorang sastrawan Persia pada masa pemerintahan Dinasti Dailami, meninggal dunia. Kehebatan Shahib bin Ibad membuatnya diangkat sebagai menteri oleh Dinasti Dailami, namun jabatan itu tidak mengubah sikapnya yang selalu rendah hati.
Karya Shahib bin Ibad yang paling terkenal berjudul al-Muhith yang berisi tentang ilmu bahasa dan terdiri dari tujuh jilid. Karya-karya lain Shahib bin Ibad berjudul Imamat, al-Anwar, dan al-A'yad wa Fadhaailun.
Untaian Ayat-Ayat Al-Quran yang Dibaca Imam Husein as dalam Peristiwa Karbala
Nabi Muhammad Saw telah meninggalkan dua pusaka abadi kepada umat Islam; al-Quran dan Ahli Bait, sembari menegaskan bahwa dua pusaka ini tidak akan terpisah hingga Hari Kiamat.
Ahli Bait merupakan penafsir al-Quran dan pada saat yang sama perilaku dan ucapan mereka menjadi penjelas ayat-ayat al-Quran.
Imam Husein as dan rombongan sejak bergerak dari Madinah hingga Karbala dalam pelbagai kesempatan membacakan ayat-ayat al-Quran dan pasca syahadah beliau ketika kepala suci beliau berada di ujung tombak musuh, masih juga membacakan ayat-ayat al-Quran.
Ketika Imam Husein as akan keluar dari Madinah, beliau membaca ayat, "Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu"." (QS. al-Qashas: 21)
Ketika Imam Husein as tiba di kota Mekah beliau membaca ayat yang berhubungan dengan Nabi Musa as ketika tiba di kota Madyan, "Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar"." (QS. al-Qashas: 22)
Imam Husein as saat mendengar berita syahadah Muslim bin Aqil, air matanya telah menggenangi pelupuk matanya, tapi dengan segera beliau membaca ayat, "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)." (QS. al-Ahzab, 23)
Ali Akbar as ketika mendekati Karbala sempat mendengar Imam Husein as membaca ayat, "... Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun." (QS. al-Baqarah: 156)
Diriwayatkan bahwa ketika Ubaidillah bin Hur al-Ju'fi tidak menerima ajakan Imam Husein as, ia mengatakan akan menghadiahkan kudanya kepada beliau, tapi Imam Husein as memalingkan wajahnya dari Ubaidillah dan berkata, "Ketika engkau tidak ingin mengorbankan jiwamua di jalan kami, maka kami juga tidak membutuhkan hartamu." Setelah itu Imam Husein membaca ayat, "... Dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong." (QS. al-Kahfi: 51)
Para ahli sejarah dan ulama menukil bahwa pada saat-saat terakhir ketika pasukan musuh menyerang Imam Husein as, Sinan bin Anas memenggal kepala Imam Husein as dan setelah itu Khauli membawa kepala suci Imam Husein as kepada Ubaidillah bin Ziyad. Beberapa hari berlalu dan kepala syuhada Karbala bersama para tawanan di Kufah, Ubaidillah bin Ziyad memerintahkan agar 500 tentara menyertai para tawanan dan kepala syuhada ke Syam menemui Yazid bin Muawiyah. Kepala-kepala yang berada di atas tombak memasuki Syam dan dibawa ke hadapan Yazid bin Muawiyah.
Syeikh Mufid mengatakan, pagi-pagi keesokan harinya Ubaidillah bin Ziyad mengambil sebuah kepala dan memerintahkan agar kepala suci Imam Husein as dengan kepala syuhada Karbala dibawa keliling mengitari jalan-jalan kota Kufah.
Zaid bin Arqam meriwayatkan, pada hari itu saya melihat kepala-kepala syuhada Karbala dibawa mengelilingi gang-gang kota Kufah dalam kondisi tertancap tombak-tombak. Saya terduduk di sebuah kamar, dimana kepala Imam Husein as berada di sebuah tombak diletakkan di hadapan saya. Pada waktu itu saya mendengar kepala Imam Husein as membaca sebuah ayat dari surat al-Kahfi, "Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?" (QS. al-Kahfi: 9)
Saat mendengar ayat itu, saya berkata, "Demi Allah! Kepalamu, wahai keturunan Rasulullah, lebih mengherankan dari apa yang terjadi pada Ashab Kahfi."
Begitu juga diriwayatkan ketika para tawanan bersama kepala-kepala syuhada Karbala digiring ke arah Syam, di tengah jalan ada seorang Yahudi bernama Yahya Harrani menyambut rombongan itu. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada sebuah kepala yang mulutnya komat-kamit seperti membaca sesuatu. Perawi mengatakan bahwa orang Yahudi itu mengatakan, "Saya semakin mendekati kepala itu dan berusaha ingin mendengar apa yang sedang diucapkannya. Pada waktu itu saya mendengar bibir itu membaca ayat, "... Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali." (QS. as-Syu'ara: 227)
Yahya yang melihat kenyataan itu benar-benar takjub dan bertanya kepala ini milik siapa? Mereka menjawab, "Itu kepala Husein bin Ali dan ibunya adalah Fathimah, anak perempuan Nabi Muhammad Saw." Mendengar penjelasan itu, Yahya langsung memeluk Islam.
Diriwayatkan juga bahwa ketika kepala Imam Husein as ditancapkan di tombak, mulut beliau membaca ayat, "... Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Baqarah: 137)
Imam Husein as adalah hamba Allah Swt yang khusus dan gugur syahid dalam kondisi terzalimi. Tidak aneh bila Allah Swt menunjukkan ayat-ayat al-Quran dan betapa zalimnya musuh-musuh dengan keramat yang dimiliki Imam Husein as ini.
Nasib Musuh Imam Husein as: Asad bin Malik
8. Asad bin Malik
Asad bin Malik adalah manusia bejat dan pembunuh di Karbala. Ia termasuk orang-orang yang loyal Bani Umayah. Ada perbedaan dalam penukilan namanya. Ada yang menyebutnya Asid bin Malik dan ada juga yang menulis Asid bin Malik Hadhrami. Sebagian sejarawan seperti Ibnu Syahrasyub dalam al-Manaqib dan Sayid Mohsen Amin dalam A'yan al-Syiah berserta Qadhi an-Nu'man menyebut Asad bin Malik sebagai pembunuh Abdullah anak Muslim bin Aqil dengan dibantu oleh Amr bin Shabih Shaidawi. Dalam Ziarah Nahiyah Muqaddas Imam Mahdi af disebutkan:
"Assalamu Ala al-Qatiil Ibnu al-Qatil (Abdullah bin Muslim bin Aqil) wa La'ana Allah Qatilahu Amir bin Sha'sha'ah wa Qila Asad bin Malik."
Asad termasuk dari orang-orang yang menginjak-injak badan Imam Husein as pasca syahadahnya dengan kuda yang membuat tulang dada beliau remuk. Mereka kemudian mendatangi Ibnu Ziyad untuk menyatakan telah melakukan ini dan itu guna mendapat hadiah. Ketika berada di hadapan Ibnu Ziyad mereka membaca syair dengan makna seperti ini, "Kami telah menghancurkan dada Husein. Kami telah menginjak-injak kulitnya dengan kuda yang kuat dan perkasa!!"
Mendengar itu, Ibnu Ziyad berkata, "Siapa kalian?"
Mereka menjawab, "Wahai Amir! Kami orang-orang yang telah berbuat baik."
Mendengar itu Ibnu Ziyad tidak menunggu lama dan memerintahkan agar mereka diberi sedikit hadiah.
Ketika dikaji lebih jauh, ditemukan bahwa mereka semua keturunan anak zina.
Nasib Buruk Asad bin Malik
Ketika Mukhtar Tsaqafi bangkit untuk menuntut balas darah Imam Husein as pada 66 Hq, ia mengeluarkan perintah untuk memaku tangan dan kaki mereka di atas tanah, lalu para penunggang kuda menginjak-injak badan mereka sehingga mati. (Malhuf, hal 182, Bihar al-Anwar, 45/59)
Ada yang menyebut bahwa Asad bin Malik ini adalah Asid Hadhrami, suami Tau'ah, seseorang yang berasal dari Kufah dan menyembunyikan Muslim bin Aqil. Ia, ada yang menyebut anaknya, kemudian mengabarkan kepada Dar al-Imarah dan pemerintah Kufah bahwa ada Muslim bin Aqil di rumahnya, sehingga dengan mudah Muslim bin Aqil ditangkap. Tapi mungkin saja ini hanya kemiripan nama. Sementara tidak ada sumber terpercaya yang dapat menguatkan pendapat ini. Namun pastinya, Asad bin Malik ini adalah termasuk salah satu pembunuh Karbala dan darahnya telah terpolusi dengan darah-darah suci. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber:
1. Mausu'ah al-Imam Husein as, mengutip dari Hadaiq al-Wardiyah, al-Abarat dan lain-lain.
2. Nafas al-Mahmum.
3. Ziarah Nahiyah Muqaddas.
4. Tarjamah Abshar al-‘Ain.



























