کمالوندی

کمالوندی

Ayat ke 194

Artinya:
Bulan Haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum Qishaash. Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

Dalam Islam perang diharamkan dalam 4 bulan. Bulan-bulan tersebut adalah Rajab, Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram. Orang-orang Musyrikin ingin menyalahgunakan hukum ilahi ini dan hendak memperdayakan Muslimin dengan menyerang mereka secara mendadak. Mereka tahu bahwa dalam bulan-bulan tadi, Muslimin tidak diijinkan berperang, namun mereka lalai bahwa kehormatan darah Muslimin lebih dari kehormatan bulan-bulan tadi dan siapa saja yang memecah kehormatan itu, maka harus diqishash dan dibalas dengan serupa.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Pihak musuh senantiasa menanti kesempatan. Maka kita tidak boleh membiarkan mereka menyalahgunakan kesempatan.
2. Perjanjian-perjanjian dan kontrak sosial, harus dipelihara selagi pihak lain konsekuen dengan perjanjian itu, bukannya bermaksud menyalahgunakannya.
3. Dalam menghadapi musuh sekalipun, kita harus menjaga keadilan dan obyektif serta tidak melanggar batas-batas ilahi.

 

Ayat ke 195

Artinya:
Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah, menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Ayat sebelumnya mengeluarkan perintah jihad dan menyikapi musuh dengan perbuatan serupa, namun jelas sekali, setiap perang tidak akan memungkinkan tanpa dukungan uang dan jika Muslimin tidak bersedia melepaskan harta dan jiwanya di jalan Allah, maka akan mengalami kekalahan dan binasa.

Di dalam keadaan aman dan damai sekalipun, jika orang-orang kaya tidak peduli dengan orang-orang tertindas dan lemah, dan tidak membayar khumus, zakat dan infak, maka sewajarnyalah bila kesenjangan sosial akan semakin melebar dan akan tercipta pelbgai bentuk ketidakamanan dan ketidakadilan dalam masyarakat.

Oleh yang demikian, infak dan ihsan kepada orang lain akan melahirkan keseimbangan kekayaan, atau bisa disebut dengan pemelihara kekayaan dan modal. Ali bin Abi Talib AS berkata, "Peliharalah harta kekayaan kalian dengan memberikan zakat".

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Setiap kali kebatilan telah menguasai, maka kehidupan dan kemuliaan masyarakat berada dalam ancaman bahaya dan kebinasaan.
2. Setiap pekerjaan yang membahayakan jiwa manusia, identik dengan sumber kebinasaan.



Ayat ke-196:

Artinya:
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang) oleh musuh atau karena sakit, maka sembelihlah korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah merasa aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji di dalam bulan haji, wajiblah ia menyembelih korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Demikian itu kewajiban membayar fidyah bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di sekitar Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah), dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaannya.

Sebagaimana yang telah diketahui, pengasas ibadah haji adalah Nabi Ibrahim as dan di tengah-tengah bangsa Arab, sejak zaman beliaulah, ibadah haji mulai membudaya. Islam juga mendukung tradisi tadi, maka dari itulah, wajib bagi setiap Muslim sekiranya mampu sekali dalam umurnya, pergi menunaikan ibadah haji.

Namun, umrah yang artinya ziarah, hanya wajib bagi orang yang masuk ke Mekah dan ia diwajibkan melakukan beberapa perbuatan ringan termasuk melakukan tawaf mengelilingi rumah Allah dan melaksanakan solat.

Melanjuti perintah pelaksanaan haji dan umrah, berangkat dari masalah ada kemungkinan di sepanjang perjalanan ibadah ini, pihak yang terkait mengalami kesulitan, ayat tersebut menjelaskan sebagian dari hukum untuk mereka agar jelas bahwa kewajiban-kewajiban Allah adalah di dalam batas kemampuan manusia dan Allah Swt tidak menginginkan dari hambanya sesuatu yagn ada di luar kemampuannya.

Islam tidak mengenal jalan buntu dan memiliki berbagai hukum yang sesuai dengan berbagai kondisi dan keadaan. Seseorang yang berhalangan melanjutkan amalan-amalan haji, maka sebagai gantinya, ia dapat melakukan puasa atau memberikan sedekah atau mengenyangkan fakir miskin dengan cara menyembelih kambing.

Ayat ke 188

Artinya:
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

Ayat ini berbicara tentang dosa besar penyebab ketidakadilan dan ketidakamanahan dalam ekonomi masyarakat. Dan kaum Muslimin sangat dilarang melakukan; satu, perlakuan yang tidak pantas terhadap harta milik orang lain. Dua, menyuap hakim supaya dapat menguasai harta orang lain.

Al-Quran menyebutnya dengan istilah "batil" dan "dosa". Perbuatan yang menurut akal tidak patut dan menurut syariat dosa dan haram. Ada sebagian orang demi supaya perbuatan itu tidak dianggap buruk, memberi nama "suap" dengan hadiah. Disebutkan dalam sejarah ada seorang "Tawwabi" datang ke rumah Ali as membawa sesuatu atas nama hadiah agar nanti di pengadilan hukum yang dijatuhkan bermanfaat bagi dirinya. Imam Ali mengatakan: "Demi Allah, seandainya diberikan langit kepadaku agar aku mengambil sebutir gandum dari mulut semut, sama sekali aku tidak akan melakukannya."

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Islam sangat menghormati harta milik pribadi dan tidak mengizinkan menguasai harta orang lain.
2. Kepemilikan harus didapatkan dengan jalan yang halal. Menguasai harta orang lain dengan jalan tidak benar, sekalipun ada hukum hakim tetap tidak menjadi miliknya.
3. Menyuap dan disuap adalah haram, dengan nama apapun baik, hadiah, maupun upah.

 

Ayat ke 189

Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Salat satu keistimewaan Islam adalah hukum-hukum dan peraturannya diatur berdasarkan hukum alami dan universal. Waktu shalat diatur berdasarkan terbit, terbenam dan bergesernya mataharidi tengah hari. Waktu bulan puasa Ramadhan, atau ibadah haji bulan Dzulhijjah, ditetapkan berdasarkan hilal, yaitu penanggalan bulan yang menyeluruh. Demikian pula manusia sangat memerlukan penanggalan hari-hari dan tahun dalam kehidupan pribadinya. Tibanya hilal, bulan baru merupakan acuan tanggalan bagi urusan dunia dan sekaligus sebagai saran untuk menentukan urusan-urusan ibadah mereka.

Sisi lain yang dipaparkan bersama dengan penentuan waktu-waktu haji, yaitu amalan-amalan khurafat kaum Musyrik sebelum Islam yaitu dikarenakan mereka mengira pakaian ihram adalah simbol pelepasan semua kebiasaan hidup, maka dalam suasana ihram, mereka tidak masuk rumah lewat jalan biasa, dan mereka menganggap itu sebagai perbuatan luhur.

Al-Quran menanggapi bahwa itu perbuatan khurafat yang kamu masukkan dalam urusan ibadat. Kalau kamu benar-benar mencari kebajikan, maka bertakwalah dan lakukanlah segala sesuatu dengan jalannya.

Seperti halnya untuk menentukan waktu dan tibanya musim haji kita memanfaatkan hilal bulan, demikian juga untuk melaksanakan peraturan-peraturan Tuhan, kita harus merujuk kepada para ulama, karena mereka adalah pintu-pintu pengenalan kebenaran dari kebatilan dan pintu rahmat Allah, dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu dan selera pribadi, karena kebahagiaan dan kesejahteraan terletak dalam menjauhi perintah hawa nafsu.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Manusia harus menyusun program usianya berdasarkan waktu, sebagaimana Allah membagi masa dalam urusan ibadah manusia.
2. Perbuatan baik adalah perbuatan yang diperintahkan oleh akal dan syariat dan berdasarkan takwa, bukannya berlandaskan tradisi dan kebiasaan nenek moyang.
3. Perbuatan khurafat tidak boleh kita anggap sebagai perbuatan baik.

 

Ayat ke 190

Artinya:
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Membela diri di hadapan musuh merupakan hak utama manusia. Al-Quran selain menekankan untuk menghadapi segala bentuk arogansi, menyeru Muslimin sebelum peperangan agar mengajak musuh untuk memeluk Islam dan Muslimin tidak diperbolehkan memulai perang. Di dalam perang, Muslimin tidak boleh melukai anak-anak, wanita dan orang tua yang tidak terlibat langsung dalam peperangan dengan Muslimin. Mereka diwajibkan untuk menjaga perasaan dan kehormatan manusia.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Jihad harus di jalan Allah dan untuk Allah bukan untuk perluasan negarajajahan, ataupun berdasarkan pertikaian etnis.
2. Bahkan dalam perang, pemeliharaan keadilan tetap diperlukan dan tidak boleh melampaui batasan-batasan ilahi.

 

Ayat ke 191-192

Artinya:
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.

Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ayat tadi memerintahkan kepada Muslimin agar memperlakukan orang-orang Musyrik Mekah sebagaimana Musyrikin tersebut memperlakukan Muslimin. Sebelum itu kaum Musyrikin Mekah telah mengusir Muslimin dari kota dan tanah arinya, serta memerangi Muslimin dengan begitu kejam dan dengan ungkapan al-Quran lebih buruk dari pembunuhan.

Namun demikian, guna menjaga kehormatan Masjidul Haram, Allah Swt tidak mengijinkan perang di sana, kecuali Musyrikin yang memulai perang di tempat suci tersebut, dan Muslimin diwajibkan membela diri di manapun tempatnya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Muslimin harus melawan dan membela diri terhadap pihak-pihak yang ingin memukul Islam dalam berbagai peluang , dan janganlah kalian ijinkan mereka membuat segala makar dan konspirasi.
2. Kendati rumah Allah adalah terhormat, namun penghormatan orang Muslimin adalah lebih besar dan diperlukan penjagaannya.
3. Menghadapi dengan serupa adalah salah satu dasar Islam yang penting dalam kaitan dengan menghadapi musuh-musuh agama.

 

Ayat ke 193

Artinya:
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.

Tujuan perang dan Jihad dalam Islam bukanlah penjajahan, pengkultusan kaum ataupun untuk memperoleh pampasan perang. Akan tetapi sebaliknya, tujuannya adalah menghapus kezaliman dan ekspansi serta menafikan simbol-simbol kekafiran, syirik dan khurafat supaya perwujudan keadilan dan pengarahan rakyat menuju Allah Swt dapat dicapai dan diwujudkan.

Oleh yang demikian, kita hanya akan berjihad melawan orang-orang yang bertujuan memerangi Islam dan melakukan gangguan terhadap Muslimin, sekiranya mereka tidak lagi mengganggu Muslimin, maka kita tidak akan memulai perang dan pada dasarnya, seseorang tidak akan mendapat gangguan semata-mata memiliki akidah selain Islam.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Untuk mendudukkan agama Allah di bumi, Muslimin harus berjihad melawan para penguasa zalim yang menyebarkan akidah batil.
2. Jalan taubat tidaklah tertutup bagi siapapun dan dalam kondisi apapun. Bahkan musuh kafir sekalipun, jika di tengah-tengah peperangan, ia bertaubat, maka Allah Swt akan memaafkannya.

Brigade al-Quds berterimakasih kepada Republik Islam Iran, karena negara ini tidak pernah menutup mata atas ketertindasan bangsa Palestina, dan karena Republik Islam gerakan perlawanan Islam Palestina mampu meluluhlantakkan jaringan komunikasi Tel Aviv.

Sayap militer Jihad Islam itu dalam konferensi persnya mengatakan, "Kemenangan yang diraih gerakan perlawanan Islam Palestina hari ini, pada kenyataannya adalah kemenangan para syuhada dan bangsa tegar berdiri mendukung gerakan perlawanan." Al-Alam (22/11) melaporkan.

"Tel Aviv hari ini sudah bukan benteng perkasa lagi bagi warga Zionis, akan tetapi sudah seperti mainan anak-anak di tangan gerakan perlawanan. Brigade Quds melesakkan 620 rudal dan roket ke distrik-distrik Israel dan mampu menghancurkan jaringan komunikasi kota itu."

"Kami berterimakasih kepada Republik Islam Iran karena dukungan finansial dan persenjataannya untuk gerakan perlawanan di Gaza. Iran tidak pernah menutup mata atas ketertindasan bangsa Palestina dalam membela tanah airnya," tegas al-Quds.

Kemenangan ini tercapai karena persatuan seluruh elemen perlawanan Palestina dalam menghadapi musuh. 10 pejuang terbaik Brigade AL-Quds gugur syahid. (IRIB Indonesia/HS)

Persepakbolaan Iran memiliki wakil di enam kategori nominasi pemain terbaik Asia 2012.

Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) mengumumkan nama-nama kandidat pemain terbaik Asia dan Iran memiliki wakil di enam kategori. Demikian dilaporkan Fars News.

Di kategori anggota terbaik AFC, federasi sepak bola Iran akan bersaing dengan federasi sepak bola Jepang, Korea Selatan dan Qatar untuk memperebutkan gelar federasi Asia terbaik tahun 2012.

Di kategori permainan sportif, federasi sepak bola Iran bersama federasi sepak bola Australita dan Uzbekistan menjadi kandidat utama.

Alireza Faghani termasuk tiga kandidat peraih hadiah wasit terbaik tahun 2012 dan akan bersaing dengan Ravshan Sayfiddinovich Irmatov dari Uzbekistan dan Yuichi Nishimura dari Jepang.

Adapun timnas Futsal Iran bersama Jepang dan Thailand masuk sebagai nominasi peraih hadiah timas terbaik Asia 2012. Muhammad Keshavarz, pemain futsal Iran akan bersaing dengan Katsutoshi Rafael Henmi dari Jepang dan Suphawut Thueanklang dari Thailand.

Sebelumnya Ali Karimi dilaporkan masuk nominasi peraih hadiah pemain terbaik Asia tahun ini bersaing bersama Zheng Zhi dari China dan Lee Keun-ho dari Korea Selatan.

Pemain terbaik Asia tahun 2012 akan diumumkan Kamis depan (29/11) di Kuala Lumpur, Malaysia. (IRIB Indonesia/MF)

Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius mengatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui nasib seorang warga Perancis yang diculik oleh sekelompok teroris di barat Mali.

Menurut situs koran Le Journal du Dimanche, Fabius dalam wawancara dengan sebuah jaringan televisi pada Kamis (22/11) menyatakan bahwaGilberto Rodriguez, 61 tahun, masih hidup, tetapi ia mengaku tidak mengetahui kelompok mana yang menculiknya.

Ia menambahkan, ada kemungkinan Rodriguez diserahkan kepada milisi yang berkuasa di utara Mali.

Rodriguez diculik oleh enam orang bersenjata pada Selasa di dekat perbatasan Sinegal di Mali. Dengan demikian, jumlah warga Perancis yang diculik di kawasan ini mencapai tujuh orang.

Milisi bersenjata mengancam pemerintah Perancis akan membunuh semua sandra jika Paris melanjutkan dukungannya kepada operasi militer negara-negara Afrika di utara Mali. (IRIB Indonesia/RA)

Nouri Maliki, Perdana Menteri Irak menegur PM Turki, Recep Tayyip Erdogan lebih baik mengurusi masalah negaranya yang semakin menumpuk daripada ikut campur urusan dalam negeri Irak.

Maliki mengatakan, "Kondisi dalam negeri Turki dari hari ke hari semakin buruk, hak-hak minoritas dilanggar di negara itu, dan untuk menutupi krisis dalam negeri yang mengarah ke perang saudara itu, Erdogan menuduh Irak."

Ia juga meminta pemerintah Ankara menjauhi urusan yang tidak menguntungkan pihaknya, karena masyarakat Turki berharap perubahan politik di negara itu.

"Di Irak baru, fitnah mazhab tidak akan pernah ada lagi, dan minyak negara ini yang diklaim Erdogan berubah menjadi senjata dalam perang saudara adalah milik seluruh rakyat Irak," tegas Maliki.

Menurut Maliki, Turki lebih baik mengurus masalah dalam negerinya sendiri daripada mengintervensi perang saudara di dalam negaranya.

Kemarin Rabu (21/11) Erdogan menuduh pemerintahan Maliki telah berperan meningkatkan fitnah mazhab dan etnis di Irak.

Dibentuknya badan-badan operasi di sejumlah wilayah utara Irak yang berdekatan dengan wilayah Kurdi, kata Erdogan justru akan menambah masalah bagi negara itu. (IRIB Indonesia/HS)

Imam Ali al-Hadi as dengan Ziarah Jamiah Kabirah telah mengenalkan kepada umat Islam tentang budaya dan ajaran Islam. Dalam ziarah ini dijelaskan tentang tauhid dan wilayah yang sangat mendalam dan penjelasan tentang keutamaan manusia. Beliau juga menerangkan kedudukan sosial dan bimbingan Aimmah as serta penjelasan tentang keutamaan mereka sebagai keturunan suci Nabi Muhammad Saw.

Imam Hadi as lahir pada tanggal 15 Dzulhijjah tahun 212 Hijriah di desa Shariyya dekat kota Madinah al-Munawwarah. Kelahiran beliau menjadi penerang kegelapan akibat kebodohan dan kekafiran. Ayah beliau, Imam Muhammad Jawad as, memberikan nama Ali kepadanya supaya menghidupkan kembali peran ayahnya. Imam Hadi as dipanggil dengan berbagai julukan, antara lain al-Murtadha, al-Hadi, an-Naqi, al-Alim, al-Faqih, al-Mutaman, at-Thayyib.Namun julukan yang palingterkenaladalah al-Hadi dan an-Naqi.Beliau juga dipanggil dengan sebutan Abul Hasan. Pasca Imam Jawad as gugur syahid pada tahun 220, Imam Hadi as memegang amanah Imamah (kepemimpinan Ilahi atas umat manusia) menggantikan ayahnya.

Dalam riwayat hidup para Maksumin as terdapat berbagai perbedaan sesuai dengan kondisi di zamannya masing-masing. Di masa Imam Ali bin Abi Thalib, Imam Hasan dan Imam Husein as untuk menegakkan kebenaran Islam dan menghidupkan kembali agama suci ini, mereka berperang melalui jalur politik terbuka dan terkadang mengangkat senjata. Namun di periode kepemimpinan Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad dan Imam Jafar Shadiq as, kondisi telah berubah sehingga cara-cara tersebut tidak digunakan dan lebih berkonsentrasi melalui jalur dakwah dan penyebaran ajaran-ajaran Islam yang benar.

Periode Imam Musa Kazem, Imam Ali ar-Ridha, dan Imam Jawad as dibandingkan dengan masa tiga imam sebelumnya berbeda, karena perjuangan di masa ketiga imam ini lebih cenderung menggunakan jalur politik sesuai dengan kondisi di zaman itu. Imam Musa Kazem as dijebloskan ke dalam penjara oleh Harun al-Rashid, penguasa di masa itu. Sementara putra beliau, Imam Ali ar-Ridha as, dengan berat hati menerima Wali Ahd (putra mahkota) Makmun, anak Harun al-Rashid.

Imam Jawad as gugur syahid ketika masih berusia muda. Setelah itu, Imam Hadi as menggantikan keimamahan beliau. Periode kehidupan Imam Hadi as berada di masa pemerintahan tirani dan otoriter. Beliau berusaha menjelaskan ajaran Islam yang benar melalui berbagai cara seperti dialog, tulisan atau surat menyurat dan menjawab berbagai pertanyaan dan keraguan masyarakat. Selain itu, beliau juga mendidik para ahli hadist, perawi, dan mencetak murid-murid handal.

Salah satu langkah istimewa Imam Hadi as adalah memperluas lembaga-lembaga advokasi atau perwakilan. Beliau mengirimkan wakil-wakilnya ke berbagai penjuru dunia Islam untuk dapat berkoordinasi dengan para pengikut Ahlul Bait as yang tinggal di berbagai kota yang jauh. Pengiriman wakil-wakil tersebut juga bertujuan supaya ikatan antara beliau dan pengikutnya tidak terputus. Dengan cara ini, pesan-pesan beliau dengan cepat, mudah dan teratur akan sampai kepada pengikut Ahlul Bait as melalui jalur yang dipercaya.

Melalui perwakilannya,Imam Hadi as dapat menjawab pertanyaan dan permasalahan fiqih dan akidah kepada para pengikutnya sehingga dapat membimbing mereka kepada ajaran-ajaran suci Islam. Dengan demikian, lembaga-lembaga perwakilan tersebut sangat efektif dalam membantu tugas-tugas beliau.

Periode kepemimpinan Imam Hadi as mempunyai ciri khusus mengingat di masa beliau terdapat berbagai kecenderungan keyakinan dan ilmu yang muncul. Selain itu, faham-faham teologi menyimpang mulai menjangkiti masyarakat dan terjadi transformasi budaya. Meluasnya berbagai faham akidah memunculkan berbagai ide, pandangan dan keyakinan yang bermacam-macam sehingga budaya masyarakat mengalami kekacauan dan perpecahan. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh para penguasa zalim untuk menggapai ambisi-ambisi mereka.

Kewaspadaan Imam Hadi as dalam mengenali garis propaganda musuh dan perlawanan beliau, telah menggagalkan semua upaya busuk musuh. Beliau dalam periode kritis keimamahannya di mana dari sisi ilmu amat penting bagi dunia Islam, telah mengorganisir dan mengokohkan pondasi ajaran Ahlul Bait as sehingga di masa mendatang dapat menjawab kebutuhan pemikiran dan politik masyarakat Islam, khususnya para pengikut keluarga suci Nabi Muhammad Saw.

Salah satu pelajaran yang diberikan oleh Imam Hadi as kepada umat Islam adalah Ziarah Jamiah Kabirah yang sebenarnya merupakan penjelas tentang kedudukan manusia sempurna dan kesempurnaan manusia. Dalam ziarah ini dijelaskan tentang tauhid dan Wilayah yang mendalam serta keutamaan manusia. Ziarah Jamiah Kabirah merupakan ucapan Imam Hadi as dan sebagai jawaban atas tuntutan salah satu pengikutnya. Meski ziarah ini berupa perkataan dan ucapan namun pada dasarnya ziarah ini menjelaskan tentang kedudukan Imamah dalam Islam.

Imam Hadi as telah menjelaskan tentang kedudukan sosial dan bimbingan Aimmah as serta menerangkan keutamaan mereka dalam Ziarah Jamiah Kabirah. Beliau juga menolak pemikiran yang berlebihan tentang Imamah dari kelompok-kelompok sesat dan menyimpang, karena di masa kepemimpinan beliau terdapat kelompok-kelompok menyimpang yang disebut dengan kelompokGhullat (berlebih-lebihan). Kelompok ini mempunyai akidah yang salah dan tak berdasar. Mereka mengklaim sebagai pengikut Ahlul Bait as dan menilai kedudukan para Imam as dengan sangat berlebihan, bahkan mereka mengagungkan Maksumin as hingga pada derajat Tuhan.

Imam Hadi as berlepas tangan dengan kelompok Ghullat seperti yang dilakukan oleh ayahandanya. Beliau dengan keras memerangi kelompok menyimpang tersebut. Dalam Ziarah Jamiah Kabirah beliau bersaksi atas Keesaan Tuhan dan dengan tegas menafikan penyerupaan terhadap Zat suci-Nya. Imam Hadi as ketika menjelaskan kedudukan Aimmah as dan sekaligus menjawab pemikiran kelompok menyimpang tersebut, mengatakan, الْمُخْلِصِینَ فِی تَوْحِیدِ اللَّهِ وَ الْمُظْهِرِینَ لِأَمْرِ اللَّهِ وَ نَهْیِهِ (orang-orang mukhlis berada dalam Ketauhidan Allah Swt dan penjelas perintah dan larangan-Nya).

Ziarah Jamiah Kabirah mempunyai isi yang sangat berharga dan dapat memperkuat pemikiran serta mencegah penyimpangan masyarakat dari lampu penerang Maksumin as. Ziarah ini juga menjelaskan tentang kedudukan Aimmah as di muka bumi. Imam Hadi as mengemas penjelasannya tentang Aimmah as dengan berbagai penerangan yang menarik sehingga para peziarah dapat melihat perilaku mereka dari berbagai sudut yang berbeda dan menjadikannya sebagai tauladan dalam kehidupan.

Salah satu keistimewaan Ziarah Jamiah Kabirah adalah mengajari umat Islam tentang adab berbicara kepada para Imam as ketika berziarah. Ziarah ini dimulai dengan salam kepada para Imam as dan kemudian peziarah menyebutkan keutamaan dan sifat agung mereka. Dalam Ziarah Jamiah Kabirah juga disinggung tentang hubungan Maksumin as dan pendekatan mereka dalam menegakkan ajaran Islam. Penjelasan penting Imam Hadi as dalam Ziarah Jamiah Kabirah adalah kebenaran selalu bersama para Imam as dan tidak akan pernah terpisah dari mereka. Aimmah as adalah panduan petunjuk dan para saksi dalam agama.

Imam Hadi as dalam Ziarah Jamiah Kabirah mengenalkan kepada umat Islam bahwa Maksumin as adalah para pemberi petunjuk, lentera kegelapan, pemilik ilmu dan hikmah, pelindung masyarakat dan hujah-hujah Allah Swt di muka bumi. Mereka adalah pembimbing dan tanda untuk mengenal Tuhan serta pewaris nabi. Para Imam Maksum as adalah para penyeru kebenaran dan pemberi petunjuk ke jalan keridhaan Allah Swt.

Dalam Ziarah Jamiah Kabirah disebutkan bahwa Allah Swt menciptaan Aimmah as dalam bentuk cahaya dan mengutus mereka ke dunia sebagai anugerah bagi umat manusia. Keberadaan Maksumin as sangat berharga dan ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah Swt. Keberadaan mereka telah menyinari dunia dan menyelamatkan manusia dari jurang kebinasaan dan api neraka serta menunjukkan jalan kebahagiaan abadi bagi manusia.

Selasa, 20 November 2012 14:31

Manusia dan Fitrah Bertuhan

Salah satu hal yang selalu ada dalam diri manusia adalah kecenderungan untuk mencari Tuhan dan menyembahnya, karena dengan ibadah kepada Tuhan manusia sebenarnya berupaya meninggalkan wujud terbatasnya dan bergabung dengan hakikat yang tidak memiliki cacat, kekurangan, kefanaan dan keterbatasan.

William James, seorang filsuf Amerika dantokoh psikologi modern aliran pragmatisme, melakukan percobaan untuk mengukur jiwa manusia dari sisi kecenderungan spiritualitasnya. Hasil penelitian selama 40 tahun ini menunjukkan bahwa dalam wujud manusia terdapat serangkaian kecenderungan terhadap materi dan serangkaian kecenderungan yang lain tidak ada hubungannya dengan materi. Hal ini membuktikan adanya alam lain di mana rasa ini mengantarkan manusia ke alam lain itu. Inspirasi spiritual, fitrah untuk mencari Tuhan dan cinta akan kebaikan selalu ada dalam jiwa manusia, di mana mayoritas kecenderungan dan harapan manusia berasal dari luar alam materi.

Menurut James, jika kecenderungan manusia tidak dikembangkan dan diarahkan dengan benar maka manusia akan tersesat dan tentunya akan sangat merugikan baginya. Menyembah berhala, manusia dan materi lain serta ribuan penyembahan lainnya merupakan dampak dari penyimpangan terhadap kecenderungan suci manusia. Menurutnya, rasa ingin menyembah Tuhan yang biasanya diartikan sebagai rasa ingin beragama secara alami selalu ada dalam jiwa manusia.

Dalam kedalaman jiwa manusia terdapat kekuatan yang mendorong manusia untuk mencari Tuhan yang memberikan rasa aman dan ketenangan kepada manusia dan membantunya dalam menghadapi kesulitan serta menghilangkan segala bentuk kekhawatiran. Manusia ketika mengalami kebuntuan dan berbagai faktor materi tidak ada yang dapat membantunya maka secara alami akan mencari sumber kekuatan yang lebih besar yang mampu melepaskannya dari kebuntuan tersebut.

Dalam sejarah kehidupan manusia dan peninggalannya di berbagai gua dan gunung menunjukkan bahwa manusia sejak awal mempunyai rasa ingin mengabdi dan menyembah Tuhan. Mereka meyakini akan Keesaan Tuhan meski sebagian lainnya tergelincir ke dalam kebodohan sehingga mereka menyembah batu, kayu, matahari, binatang dan bahkan menyembah penguasa zalim.

AllamahMurtadha Mutahhari, seorang cendekiawan dan peneliti terkemuka Iran, mengatakan, studi terhadap peninggalan manusia di masa lampau menunjukkan bahwa penyembahan telah ada sejak manusia ada. Yang berbeda adalah bentuk ibadah dan siapa yang disembah. Para nabi diutus untuk membimbing fitrah manusia ke jalan yang benar. Allamah Mutahhari meyakini bahwa Anbiya diutus untuk mencegah manusia menyembah selain Tuhan Yang Maha Esa dan membimbing mereka kepada amal dan bentuk pengabdian yang terbaik.

Imam Ali as mengenai pengutusan Nabi Muhammad Saw, berkata, "Allah Swt mengutus Muhammad Saw untuk mengajak manusia meninggalkan penyembahan terhadap berhala dan kemudian menyembah Tuhan."

Max Muller, seorang teolog dan orientalis Jerman meyakini bahwa manusia sejak awal mengesakan Tuhan dan menyembah Tuhan yang sebenarnya dan penyembahan berhala, bulan, bintang dan lain sebagainya merupakan dampak dari penyimpangan selanjutnya.

Al-Quran menjelaskan bahwa sejarah penyembahan berhala terjadi sejak masa Nabi Nuh as, sebab pasca bencana badai di zaman itu semua orang musyrik dan penyembah berhala musnah dan setelah beberapa lama kemudian fitrah untuk menyembah Tuhan kembali diselewengkan oleh sebagian manusia dengan menyembah berhala dan benda-benda lainnya yang tidak ada manfaat bagi mereka, bahkan benda-benda tersebut dibuat oleh mereka sendiri.

Bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia di masa lalu menyembah Tuhan dan bahkan percaya tentang hari kebangkitan. Orang yang meninggal dunia kemudian di kubur bersama barang-barang yang dicintainya karena diharapkan benda-benda itu menjadi bekal di dunia selanjutnya atau memumikan jasad manusia supaya tidak rusak merupakan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa manusia di masa itu meyakini adanya kehidupan setelah kematian ini. Meski perbuatan itu salah dan penuh khurafat, namun hal itu menunjukkan kalau manusia di masa lalu meyakini adanya Sang Pencipta dan mengimani-Nya.

Agama-agama samawi menyebutkan bahwa wujud yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia serta wajib disembah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia adalah sumber rahmat, keagungan, kekuatan, kesempurnaan dan keindahan yang tidak ada habisnya, di mana beribadah kepada-Nya akan menyambungkan manusia kepada sumber abadi dan tanpa akhir ini. Selain itu, hubungan dengan Tuhan mengantarkan manusia kepada kebebasan sejati dan di dalam hatinya tidak ada ketergantungan kepada selain-Nya.

Agama Islam mengajarkan kepada manusia bahwa penyembahan kepada selain Tuhan Yang Esa tidak akan memuaskan jiwa manusia dan tidak dapat mengantarkannya kepada kesempurnaan spiritual, namun justru menyebabkan terpenjaranya manusia dalam ketergantungan materi. Penghambaan akan terwujud jika terhubung dengan Tuhan Yang Maha Bijaksana dan melalui jalan ini jiwa manusia akan meraih kebebasan dan ketenangan.

Sahlal-Tustari, seorang Sufi besar, mengatakan, "Aku membeli seorang budak dan membawanya ke rumah. Aku bertanya kepadanya, "Namamu siapa?" Budak itu menjawab, "Sebutan apa saja yang engkau panggil kepadaku." Aku berkata, "Apa yang kamu makan?" Sang budak menjawab, "Makanan apa saja yang engkau berikan kepadaku." Kemudian aku bertanya, "Pakaian apa yang kamu pakai?" Budak tersebut menjawab, "Pakaian apa saja yang engkau berikan kepadaku." Lalu aku bertanya lagi, "Apa yang kamu inginkan? Sang budak menjawab bahwa apa yang engkau berikan maka aku terima. Ketika mendengar semua jawaban budaknya itu, Sahl berkata, "Mendengar jawaban budakku, aku menangis dari malam hingga pagi dan memohon ampun serta bermunajat kepada Allah Swt. Kepada diriku aku mengatakan, jika budak ini mengabdikan dirinya sedemikian rupa kepadaku mengapa aku tidak melakukan hal yang sama kepada Tuhanku."

Abu Ali al-Hussein Ibn Abdullah Ibn Sina, seorang dokter dan filsuf besar Iran meyakini bahwa rasa ingin mengabdikan diri kepada Tuhan harus mendorong manusia untuk mengenal Tuhan dan penciptanya terlebih dahulu. Ia mengatakan, "Manusia dalam kehidupannya harus mengenal Tuhan dan setelah mengenal-Nya ia akan memahami bahwa terdapat aturan yang adil dari Tuhan bagi kehidupan manusia. Selain itu, seorang hamba harus beribadah kepada Tuhan-nya dan ibadah itu diulang hingga manusia selalu ingat bahwa dirinya adalah seorang hamba yang mempunyai Tuhan. Ketika peringatan itu telah masuk ke dalam jiwa manusia dan iman terbentuk dalam dirinya maka iman itu akan menghalanginya untuk berbuat dosa."

Al-Quran dengan terang dan indah menjelaskan bahwa rasa penghambaan tidak terbatas pada manusia saja tetapi semua makhluk di dunia ini mengalaminya. Berbagai ayat al-Quran menjelaskan tentang ibadah makhluk selain manusia. Sebagai contohnya, dalam surat al-Isra ayat 44, Allah Swt berfirman,"Bertasbih kepada-Nyalangit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya. Dan tak adasuatu pun di antara semua makhluk melainkan bertasbih seraya memuji kepada-Nya tetapi kalian tidak mengertitasbih mereka(karena hal itu dilakukan bukan memakai bahasa kalian). Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun."

Dengan demikian tidak hanya manusia saja yang memiliki rasa pengabdian tetapi semua makhluk Tuhan di alam semesta ini. Meski demikian, terdapat berbedaan antara ibadah manusia dan ibadah makhluk lainnya. Manusia menyembah Tuhan dengan pengetahuan dan ihtiarnya. Manusia berdasarkan fitrahnya cenderung kepada kesempurnaan sehingga memahami keagungan dan keindahan Sang Pencipta kemudian menyembah-Nya dengan penuh antusias. Sementara makhluk lainnya tidak mempunyai pengetahuan seperti ini.

Amat disayangkan bahwa sebagian manusia tersesat dan menyembah makhluk lainnya bahkan menyembah setan dan menganggapnya sebagai wujud yang suci. Yang jelas rasa pengabdian dan penghambaan kepada Tuhan selalu ada dalam diri manusia dan tidak dapat diingkari. Will Durant, sejarawan terkenal Barat dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Peradaban" menulis, tidak beragama adalah kasus langka dan sangat sedikit…agama adalah manifestasi yang mencakup manusia.

Ketika manusia memperhatikan kedalaman jiwanya maka ia akan melihat kebenaran dan mendengar panggilan yang mengajaknya menuju kepada Tuhan yang mempunyai kesempurnaan mutlak. Manusia ketika terhubung dengan Tuhan maka ia akan mendapat kesempurnaan dan cinta sejati.

Segelintir orang yang mengingkari fitrahnya untuk menyembah Tuhan pada dasarnya hanya dapat mengingkarinya secara lisan namun ketika mereka berhadapan dengan masalah besar dan menemui jalan buntu, mereka akan mencari sesuatu yang Maha Kuat dan mampu melindunginya serta membebaskannya dari masalah itu.

Kehidupan manusia berlalu dengan berbagai peristiwa dan fenomena. Akan tetapi, ada sebagian peristiwa yang tidak memudar seiring dengan berlalunya masa, bahkan semakin terang menyinari pemikiran dan pandangan umat manusia. Pada tahun 61 hijriah, sejarah mencatat sebuah peristiwa besar yang meski telah berabad-abad berlalu, namun masih menjadi inspirasi dalam transformasi politik dan sosial sepanjang masa. Kita sedang berbicara tentang kebangkitan epik Imam Husein as di padang Karbala.

Sebuah perjuangan epik yang tidak pernah usang termakan masa, bahkan semakin meluas menembus batas-batas geografi dan menjadi inspirasi untuk semua golongan. Di bulan Muharram ini, kita menyampaikan salam sejahtera kepada Imam Husein as dan para pahlawan Karbala. Salam kepada Imam Husein as yang telah menunjukkan pelajaran hidup yang kekal untuk umat manusia. Salam kepada Imam Husein as dan para sahabatnya yang setia, mereka yang telah mementaskan perjuangan heroik demi Islam.

Imam Husein as memulai gerakannya ketika budaya dan ajaran Islam yang murni sedang terancam penyimpangan. Imam Husein as menyaksikan bagaimana tujuan-tujuan yang diperjuangkan Rasulullah Saw terlupakan secara gradual, serta bagaimana pemerintahan Bani Umayah telah menguasai masyarakat dengan menggunakan uang maupun kekuatan.

Mengingat salah satu tugas dan tanggung jawab pemimpin dalam Islam adalah membimbing, Imam Husein as bangkit melawan penyimpangan untuk mengembalikan umat ke jalan kebenaran. Oleh karena itu beliau mengatakan, "Ketahuilah bahwa mereka (Bani Umayah) selalu bersama setan, meninggalkan perintah Allah Swt dan melakukan kefasadan secara terang-terangan. Mereka telah melanggar batasan Allah dan merampas harta milik masyarakat, mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah dan menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah Swt."

Ucapan Imam Husein as itu menunjukkan bahwa gerakan beliau adalah dalam rangka menghidupkan dan memperkokoh nilai-nilai agama dalam masyarakat. Menyikapi kerancuan dalam masyarakat, Imam Husein as berkata, "Ya Allah! Kau sendiri tahu bahwa apa yang telah kami tunjukkan bukan demi persaingan atau kekuasaan, tidak pula demi duniawi. Melainkan untuk tegaknya agama-Mu, demi mengislah persada bumi-Mu, demi menenteramkan hamba-hamba-Mu yang tertindas sehingga dapat mengamalkan kewajiban dan hukum-hukum agama-Mu."

Ucapan Imam Husein as telah menjelaskan runtuhnya spiritualitas dalam masyarakat Islam di masa itu. Di sisi lain, penimbunan kekayaan oleh para penguasa, perluasan bid'ah, terlupakannya wasiat Rasulullah, dan pengenyampingan Ahlul Bait Nabi as, semua faktor tersebut sedang menyeret masyarakat Islam kembali ke jurang kegelapan era jahiliyah. Pada era pemerintahan Bani Umayah, status kesukuan yang sangat ditentang oleh Rasulullah dihidupkan kembali. Masyarakat dengan cepat sedang membangkitkan budaya-budaya jahiliyah, yang telah dimusnahkan dengan risalah Islam yang disampaikan Rasulullah. Ajaran agama Islam benar-benar sedang terancam.

Sunnah dan agama ditafsirkan dengan penyimpangan, pemalsuan hadis dan berita-berita bohong meluas, bahkan tak jarang masyarakat meragukan nilai-nilai hakiki dalam agama Islam. Bani Umayah menyebarkan hadis-hadis palsu dari Rasulullah Saw dan para sahabat beliau, guna meyakinkan masyarakat bahwa mereka adalah pewaris hak kepemimpinan umat dari Nabi Muhammad Saw. Di sisi lain, kesombongan dan kerakusan Bani Umayah telah menciptakan jurang perekonomian masyarakat yang sangat dalam. Sedemikian rupa sehingga yang tampak dalam masyarakat Islam saat itu adalah makna sejati kekayaan dan kemiskinan. Dengan kata lain, tidak ada kelompok menengah dalam masyarakat. Kondisi tersebut mencapai puncaknya pada era pemerintahan Yazid bin Muawiyah.

Represi politik di era kekuasaan Bani Umayah sedemikian sadis sehingga tidak ada orang yang berani mengemukakan keberatan sedikit pun untuk menuntut haknya. Bahkan banyak tokoh masyarakat dan ulama yang memilih untuk bungkam. Mereka juga mengimbau Imam Husein as untuk berdamai.

Secara lahiriyah semua orang menunaikan shalat, berpuasa, dan melaksanakan haji, akan tetapi mengapa amalan ibadah tersebut tidak berdampak sedikit pun? Mengapa masyarakat tidak menunjukkan reaksi atas perkembangan sosial dan politik di sekitar mereka? Dengan kata lain, mereka telah menjauh dari hakikat agama. Kebodohan dan ketidakawasan masyarakat terhadap perkembangan politik-sosial, telah menyulitkan mereka untuk membedakan antara kebatilan dan kebenaran.

Di sisi lain, materialisme telah membutakan mata masyarakat sampai Imam Husein as mengatakan, "Kalian memperhatikan bagaimana janji-janji ilahi terlanggar, akan tetapi kalian tidak mengatakan sesuatu dan tidak pula merasa takut, sementara kalian mengeluh ketika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian ayah-ayah kalian, akan tetapi kalian tidak peduli atas pelanggaran terhadap perjanjian Rasulullah Saw.")Tahiful Uqul halaman 237)

Lalu dalam kondisi sedemikian parah ini, apa yang dapat menyelamatkan agama dari cengkeraman kaum mufsidin? Imam Husein as menyaksikan kondisi tersebut beliau berpendapat bahwa harus dilakukan penyelamatan menyeluruh baik dari sisi spiritualitas, ideologi, politik maupun sosial masyarakat Islam. Sebuah gerakan berdimensi budaya dan kemasyarakatan saja tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang sudah sedemikian kronis. Maka untuk masalah ini diperlukan langkah menyeluruh. Pertama adalah tidak mengakui pemerintahan Yazid (Bani Umayah) dan kedua adalah menebus aksi perlawanan tersebut.

Melalui kebangkitannya, Imam Husein as mengecam pemerintahan zalim dan menunjukkan sistem pemerintahan ilahi yang dipegang oleh seorang imam yang adil dan saleh. Beliau menjelaskan hukum Islam dan menukil hadis Rasulullah Saw, "Barang siapa yang melihat seorang penguasa zalim yang mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah Swt, dan dia diam tidak menunjukkan reaksi, maka Allah berhak menempatkan orang itu di posisi penguasa lalim (neraka)." (Tahiful Uqul halaman 505)

Imam Husein as menyadari fakta ini bahwa para penguasa zalim dan fasid mengklaim diri sebagai pihak yang paling berhak untuk memimpin umat dan berkuasa. Mereka berusaha menghidupkan kembali era jahiliyah jilid baru dengan sampul yang berbeda. Mereka mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah Swt dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu Imam Husein as dalam mengungkap tujuan mereka, beliau mengatakan: "Aku keluar untuk mengislah umat kakekku, aku ingin menegakkan amar makruf dan nahyu munkar dan bersikap sesuai sirah dan sunnah Rasulullah Saw."

Ketika Imam Husein as menegaskan bahwa filsafat gerakan beliau adalah islah umat dan dalam rangka menghidupkan kembali sirah dan sunnah Rasulullah Saw. Artinya, pesan Imam Husein as kepada masyarakat adalah "kalian telah menjauh dari sunnah Nabi Saw." Imam Husein mengetahui dengan baik bahwa penyimpangan tersebut mengancam pondasi Islam dan jika berlanjut, maka betapa banyak maarif Islam yang akan tersingkirkan dan pada akhirnya Islam hanya akan menjadi sampul.

Ketika orang seperti Yazid bin Muawiyah telah menunjukkan penentangannya terhadap agama di depan publik dengan memanfaatkan posisinya sebagai khalifah, maka tidak ada ruang lagi bagi Imam Husein untuk membiarkan hal ini berlanjut. Karena proses tersebut pada akhirnya akan menghanguskan seluruh jerih payah dan perjuangan Rasulullah Saw dalam menyampaikan risalah Islam.

Gerakan Imam Husein as pada hakikatnya adalah sebuah peringatan. Peringatan yang berlaku di setiap era dalam sejarah, bahwa setiap perjuangan umat Islam terinspirasi dari heroisme epik Imam Husein as dalam menunjukkan hakikat agama samawi ini. Oleh karena itu, dalam banyak analisa tentang kebangkitan Imam Husein as di padang Karbala disebutkan bahwa beliau telah menghidupkan kembali Islam.

Selasa, 20 November 2012 14:23

Revolusi Asyura dan Peran Perempuan

Asyura merupakan peristiwa agung yang terjadi pada tahun 61 Hijriyah atau 680 M di Padang Karbala, Irak. Tragedi itu menjadi epik paling mengharukan, sekaligus kejadian paling abadi dalam lembaran sejarah Islam. Hingga kini, Asyura memiliki dimensi individu maupun sosial yang layak untuk dikaji dari berbagai sisi. Peristiwa Asyura juga menjadi sumber inspirasi dari gerakan revolusi besar dalam sejarah Islam. Peran Asyura bagi kehidupan umat Islam tidak diragukan lagi banyak berutang budi kepada Imam Husein as dan pengikutnya yang menumpahkan darah mereka demi membela agama.

Ketika rencana keberangkatan Imam Husein as sampai ke telinga para wanita Bani Hasyim, mereka langsung menggelar sebuah pertemuan untuk mempelajari bentuk kontribusi yang bisa diberikan kepada sang pemimpin. Para wanita Bani Hasyim mengetahui bahwa Imam Husein as tidak akan kembali lagi ke kota Madinah dan mereka ingin meluapkan perasaannya dengan tangisan dan jeritan. Imam Husein as datang menemui mereka dan berkata, "Demi Allah, jangan kalian sebarkan berita ini karena akan melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya."

Mendengar itu, para wanita Bani Hasyim menjawab, "Bagaimana kami tidak menangis, hari ini sama seperti hari kepergian Rasulullah, hari kesyahidan Ali dan Fathimah, dan juga seperti hari kematian Ruqayyah, Zainab, dan Ummu Kultsum, putri-putri Nabi. Wahai Husein, demi Allah, jadikan kami sebagai tebusan jiwamu dan jauhkan dirimu dari kematian, wahai kekasih orang-orang baik yang telah hilang dari kami."

Ucapan Husein as tidak membuat para wanita Bani Hasyim merasa tenang, mereka lalu pergi ke hadapan Ummu Hani dan berkata, "Wahai Ummu Hani, engkau masih duduk di sini, sementara Husein dan keluarganya akan pergi?" Ummu Hani berbegas mendekati Imam. Menyaksikan itu, Imam Husein as berkata, "Wahai bibiku, mengapa engkau terlihat begitu gelisah?" Ummu Hani menjawab, "Bagaimana aku tidak gelisah saat mendengar pemelihara anak-anak yatim dan terlantar akan pergi dari hadapanku?"

Pada saat itu, Ummu Hani dalam keadaan menangis menyebutkan keutamaan-keutamaan Imam as, "Husein memiliki wajah bercahaya dan warga meminta hujan dari langit dengan berkat parasnya. Dia adalah pelipur lara anak-anak yatim dan pengayom mereka yang terlantar. Dia berasal dari keluarga Bani Hasyim dan mengorbankan dirinya untuk orang lain. Kaum lemah memperoleh nikmat dan keutamaan darinya, dia adalah pribadi yang dicintai oleh Rasulullah."

Setelah mendengar itu, Imam Husein berkata, "Wahai bibiku, engkau tidak perlu khawatir karena apa yang sudah ditetapkan pasti akan terjadi. Musuh tidak akan menang menghadapi putra dari seorang pahlawan di medan perang." Akhirnya, para wanita Bani Hasyim menyertai Imam Husein as karena mereka mengetahui bahwa Islam dan umat hanya bisa diselamatkan dengan pengorbanan beliau.

Sejarah Islam senantiasa mencatat partisipasi kaum perempuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Mereka memiliki peran besar untuk kemajuan masyarakat Islam sepanjang sejarah. Revolusi Karbala merupakan sebuah peristiwa penting dan eksklusif dalam sejarah Islam. Kebangkitan itu merupakan hasil dari perjuangan dan perlawanan kolektif antara kaum perempuan dan laki-laki pecinta Tuhan. Dengan kata lain, jika Islam dihidupkan kembali dengan kebangkitan Imam Husein, maka saham besar revolusi itu ada di tangan perempuan dan ini jarang ditemui dalam sejarah.

Laki-laki yang telah mengukir kisah heroik di Padang Karbala rata-rata adalah pribadi yang dibesarkan di pangkuan perempuan-perempuan berani, beriman, dan bertakwa. Mereka mempersembahkan para ksatria kepada masyarakat Islam. Partisipasi kaum pria di peristiwa agung itu harus dilihat sebagai bagian dari pengorbanan dan kearifan kaum perempuan. Kesabaran dan ketangguhan perempuan di kafilah Imam Husein termasuk di antara peran efektif mereka dalam mengobarkan api perjuangan dan melestarikan nilai-nilai Asyura. Peran itu sudah dimulai sebelum peristiwa Asyura dengan mendorong suami dan putra-putra mereka untuk bergabung dengan kafilah Imam Husein. Setelah itu, mereka juga melanjutkan perannya dengan menyebarkan pesan-pesan Asyura ke seluruh penjuru negeri Islam.

Perempuan-perempuan Karbala membuktikan bahwa tugas sosial tidak hanya milik kaum laki-laki. Setiap kali ada seruan untuk membela agama dan menegakkan kebenaran, maka setiap individu berkewajiban untuk memainkan perannya. Namun demikian, Islam tidak mewajibkan perempuan untuk hadir di medan tempur dan jihad. Di Padang Karbala, Imam Husein as bahkan melarang perempuan untuk terlibat di medan perang. Oleh karena itu, perempuan tidak ikut berperang di hari Asyura. Hanya dua perempuan yang memaksa pergi ke garis depan dan Imam Husein as mengembalikan mereka ke kemah. Peran utama kaum perempuan di Karbala adalah menyampaikan pesan kebangkitan itu kepada dunia.

Secara umum, peran perempuan dalam kebangkitan Karbala dapat dikaji dalam tiga bagian; partisipasi mereka sebelum hari Asyura, peran mereka pada hari Asyura, dan peran mereka sebagai pembawa pesan-pesan kebangkitan Imam Husein as kepada masyarakat. Istri Zuhair bin al-Qain, termasuk di antara perempuan yang mendorong suaminya untuk bergabung dengan kafilah Imam Husein as. Saat Imam Husein as meninggalkan Madinah, Zuhair bin al-Qain tak berpikir untuk menyertainya dan tidak pula tertarik ikut dalam rombongan cucu Nabi itu. Tapi di dalam hatinya ada sesuatu yang sangat mengganggu.

Ia terus memikirkan apa yang bakal dialami Imam Husein as setelah meninggalkan Madinah. Kegelisahan seakan tak mau melepaskan dirinya. Untuk itulah, ia memilih untuk membawa serta keluarga dan rombongannya meninggalkan Madinah. Setiap kali rombongan Imam berhenti di satu tempat, ia juga menghentikan langkah dan mendirikan kemah agak jauh dari posisi Imam Husein as. Ketika Imam dan rombongannya bergerak melanjutkan perjalanan, Zuhair pun melangkah mengikuti dari kejauhan. Mentari sudah sampai di ketinggian. Rombongan Imam berhenti. Zuhair sudah tiba terlebih dahulu di tempat itu. Kemah pun sudah ia dirikan. Imam bertanya kepada sahabat-sahabatnya, kemah siapakah itu? Mereka menjawab, kemah itu milik Zuhair bin al-Qain.

Imam Husein as lalu berkata, "Siapakah di antara kalian yang siap menyampaikan pesanku untuknya?" Salah seorang sahabat Imam menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan tugas itu. Kepadanya Imam berkata, "Semoga Allah mengganjarmu dengan kebaikan. Sampaikan salamku kepada Zuhair dan katakan kepadanya, putra Fathimah memintanya untuk bergabung."

Menerima pesan itu, hati Zuhair terguncang. Ia harus segera mengakhiri keragu-raguan yang selama ini menghantuinya. Hanya ada dua pilihan, tetap hidup atau mengikuti Imam Husein. Zuhair tenggelam dalam pikiran. Mendadak, ia dikejutkan oleh suara istrinya yang menyuruhnya untuk memenuhi panggilan putra Fathimah. "Zuhair! Pergi dan temuilah Husein. Dengarkanlah apa yang hendak ia katakan. Jika kau tak puas dengan kata-katanya kembalilah," kata sang istri.

Kata-kata itu bagai petir yang menyambar hati Zuhair. Ia bangkit dan segera meninggalkan kemahnya untuk menemui Imam Husein as. Zuhair belum tiba di kemah cucu Nabi itu, ketika Husein sudah menantinya di luar. Saat keduanya bertemu, Imam Husein as memeluknya dengan erat seakan bertemu lagi dengan kawan dekat yang sekian lama tak dijumpainya. Tatap mata Husein menghangatkan wujud dan jiwa Zuhair. Kini ia telah memutuskan dan yakin dengan keputusannya untuk menyertai Husein, putra Fathimah

Zuhair kembali ke kemah dan menemui istrinya. Dia berkata, "Aku akan menyertai Husein. Aku merasakan cinta yang menyelimuti seluruh wujudku. Kau adalah istri yang selama ini selalu setia kepadaku. Aku memuji kesabaranmu. Tapi kini aku harus pergi dalam sebuah perjalanan yang penuh bahaya. Kupersilahkan kau untuk meninggalkanku." Sang istri terkejut mendengar penuturan suaminya dan menjawab, "Akulah yang menyuruhmu untuk menemui Husein dan mengikutinya. Sekarang, ketika kau memutuskan untuk memenuhi panggilan putra Fathimah, aku pun akan menyertaimu." Akhirnya Zuhair dan istrinya bergabung dengan rombongan Imam Husein as.

Karbala meskipun sebuah padang tandus dan tak bertuan, namun kisah heroik terlukis dengan darah suci di bumi itu. Di sanalah terpahat seluruh nilai-nilai luhur agama mulai dari akhlak, keimanan, dan kepemimpinan hingga shalat, amar makruf dan nahi munkar, kesabaran, cinta dan pengorbanan. Para pahlawan Asyura meski jumlah mereka sedikit, tapi mereka adalah paduan dari berbagai lapisan mulai dari bayi yang masih menyusui, anak-anak, remaja, pemuda, orang tua hingga pasangan suami istri. Mereka semua datang untuk membela kebenaran dan menegakkan ajaran agama di bawah kepemimpinan cucu baginda Nabi Saw, Imam Husein as.

Di tengah berbagai dimensi luas peristiwa Asyura, Sang Pencipta memberi ruang khusus kepada perempuan sehingga mereka bisa menampilkan seluruh potensinya dalam memikul tanggung jawab besar dengan cara terbaik dan mengajarkan orang lain bagaimana membela kebenaran. Di Padang Karbala, perempuan – meski harus kehilangan orang-orang yang mereka cintai – memainkan berbagai peran sebagai istri, ibu, dan kakak dengan bentuk terbaik. Mereka ingin kaum perempuan generasi mendatang mampu menolak perlakuan tidak adil melalui gerakan spiritualitas, resistensi, dan pengorbanan di berbagai bidang serta mempersembahkan ide-ide baru kepada dunia.

Para srikandi Karbala membuktikan kepada dunia bahwa mereka bertindak dengan penuh wawasan, pengetahuan, dan emosional. Hal ini berbeda dengan apa yang dituduhkan oleh para pembela hak-hak kaum perempuan, sebuah makhluk yang tidak realistis dan menutup diri dari problema sosial dan politik. Peristiwa Asyura merupakan sebuah kisah seorang srikandi yang selain tidak membutuhkan pengayom dan pelindung, tapi dia sendiri tampil sebagai pengayom dan penolong terbaik bagi para sahabat Imam Husein as. Mental seperti ini muncul dari iman, kearifan dan rasa tanggung jawab mereka.

Di Sahara Nainawa dalam pertempuran antara hak dan batil, kaum perempuan tampil untuk membela keluarga Nabi Saw dan melukiskan kisah heroik yang dikenang sepanjang masa. Beberapa ibu yang hadir di Karbala, dengan penuh cinta memakaikan pakaian perang kepada putra-putra mereka, lalu menyaksikan bagaimana putra mereka bertarung membela agama Allah Swt. Saat musuh melempar kepala-kelapa putra mereka yang telah dipenggal, ibu-ibu tersebut datang menyambut dan mengusap wajah anaknya yang bersimbah darah. Mereka menegaskan apa yang telah dikorbankan di jalan Allah Swt, tidak akan diambil kembali. Ucapan mereka membuat musuh takjub sekaligus ketakutan. Di antara perempuan yang gagah berani itu, ada tiga orang yang termasuk istri-istri sahabat Nabi Saw.

Amr bin Junadah al-Anshari, seorang pemuda dan gagah berani. Tak lama setelah ia melepas kepergian ayahnya, Junadah bin Kaab al-Anshari di Karbala, ia berniat menghibur dan menenangkan hati ibunya. Namun ibunya berkata, "Wahai putraku, bangkitlah dari sisiku dan pergi ke medan perang, berjihadlah melawan musuh-musuh putra Nabi dan bantulah Husein." Amr bangkit dan ingin bergegas ke medan tempur. Menyaksikan itu, Imam Husein as berkata, "Ayahnya baru saja gugur syahid. Kepergian pemuda itu mungkin akan membuat ibunya terpukul. Suruh dia kembali ke kemah."

Amr bin Junadah menjawab, "Ibukulah yang memerintahkan aku untuk bertempur bahkan dia sendiri yang memakaikan pakaian perang ini padaku. Kini, izinkanlah aku untuk mempersembahkan pengorbanan demimu, wahai putra Rasul." Amr maju bagai seorang kesatria. Sambil menari-narikan pedangnya, dia bersenandung, "Tuanku adalah Husein, sungguh dialah sebaik-baik pemimpin, Husein buah hati Rasul, dialah putra Ali dan Fathimah, Adakah seorang pemimpin yang seperti dia? Dengan wajah bagai mentari dan dahi bagai purnama?"

Tak lama, Amr roboh bersimbah darah setelah menunjukkan kesetiaannya kepada putra Fathimah as. Pasukan Kufah yang kesetanan memenggal kepala pemuda belia itu dan melemparkannya ke perkemahan Imam Husein as. Ibu Amr bin Junadah maju memungut dan mendekap kepala anaknya seraya berkata, "Selamat untukmu wahai buah hatiku." Tanpa diduga, sang ibu melemparkan kepala itu ke arah musuh dan berteriak, "Apa yang telah kupersembahkan di jalan Allah, tidak akan kuambil kembali." Wanita itupun maju ke medan tempur dengan bersenjatakan sebatang kayu sambil berkata, "Memang aku wanita tua yang lemah. Kekuatan dan kepintaranku telah lenyap sedang tubuhku juga semakin layu. Aku bersumpah untuk memukul kalian sekuat tenaga demi membela anak-anak Fathimah." Imam Husein mengembalikan Ibu Amr bin Junadah ke kemah. Sebab beliau tidak mengizinkan seorang wanita pun terjun ke medan tempur.

Musuh yang berjumlah ribuan orang mulai mempersempit gerakan pasukan Imam Husein as yang hanya 72 orang. Satu-satu sahabat Imam gugur syahid di medan tempur dan dari dalam barisan pasukan Imam Husein as, Abdullah bin Umair al-Kalbi yang dikenal pemberani, dan jawara di medan laga serta memiliki postur tubuh yang tinggi dan tegap datang menghadap Imam dan meminta izin untuk berduel. Imam mengizinkan dan berkata, "Dia adalah prajurit yang mahir di medan laga."

Setelah sekian lama bertarung di medan laga, Abdullah kembali ke kemah Imam Husein as. Kedatangan Abdullah disambut oleh istrinya yang lantas mendorongnya untuk kembali ke medan perang. Istrinya berkata, "Abdullah, kembalilah ke medan dan korbankanlah dirimu untuk manusia suci dan anak Rasul ini. Demi Allah tak akan kubiarkan engkau gugur sendirian. Aku akan bersamamu menyongsong syahadah."

Kepada Imam Husein as, Abdullah berkata, "Ya Abu Abdillah, perintahkanlah istriku supaya kembali ke kemah." Imam memerintahkan istri Abdullah untuk kembali dan mengatakan, "Allah membalas jasa baik kalian yang telah membela keluarga Nabi-Nya. Ummu Wahb, kembalilah ke kemah, sebab Allah tidak memerintahkan wanita untuk berperang."

Syimr bin Dzil Jausyan dan beberapa orang prajurit Kufah menyerang perkemahan Imam Husein as. Abdullah bin Umair al-Kalbi datang menghadang laju mereka. Dengan semangat tinggi dan jiwa kepahlawanan, sahabat Imam Husein as itu menari-narikan pedangnya. Beberapa orang roboh terkena sabetan pedang Abdullah yang menyambar-nyambar bagai petir. Namun tak lama kemudian, pedang Hani Shabiy al-Hadhrami berhasil memisahkan tangan kanan Abdullah dari badannya. Ketangkasan Ibnu Umair mulai mengendur. Mendadak sebuah sabetan pedang merobohkan sahabat Imam Husein itu. Abdullah gugur sebagai syahid.

Dengan tergopoh-gopoh, istri Abdullah datang dan memangku tubuh tak bernyawa itu sambil membersihkan darah yang membasahi wajahnya. Kepada suaminya, sang istri berkata, "Berbahagialah, karena engkau kini telah terbang ke surga sana. Aku berharap Tuhan juga memberiku tempat di surga bersamamu." Adegan itu disaksikan oleh Syimr. Dia segera memanggil budaknya dan memerintahkannya untuk menghabisi Ummu Wahb, istri Abdullah. Sang budak yang berhati batu itu melaksanakan perintah tuannya. Tanah Karbala kembali dibasahi oleh darah manusia suci, pembela keluarga Nabi. Pembantaian itu sekaligus menobatkan Ummu Wahb sebagai wanita pertama yang syahid dalam tragedi Karbala.

Spirit perjuangan dan pengorbanan perempuan di Padang Karbala merupakan pelajaran-pelajaran penting Asyura. Mereka mengetahui bahwa Imam Husein as adalah manifestasi dari kebenaran dan keadilan, sementara Yazid bin Muawiyah adalah simbol kebatilan. Kebatilan mungkin saja memiliki kekuatan dan memberangus para pengikut kebenaran, namun cita-cita para penegak dan pencari kebenaran tidak akan pernah padam. Kebenaran akan selalu hidup dan menang sepanjang sejarah. Srikandi-srikandi Karbala bangga bisa hadir membela Imam Husein as dan mempersembahkan pengorbanan tak berarti demi tegaknya kebenaran dan agama Allah Swt.

Asyura merupakan pancaran mata air yang akan terus mengalir menyirami setiap generasi umat manusia. Dalam revolusi agung ini, peran kaum perempuan yang dibarengi dengan pemahaman dan rasa tanggung jawab termasuk faktor-faktor penting keabadian peristiwa Asyura. Pemahaman agama yang baik dan kecintaan kepada Ahlul Bait Nabi as termasuk di antara karakteristik perempuan-perempuan Padang Karbala. Mereka telah menafsirkan ungkapan-ungkapan cinta, pengorbanan, kesabaran, dan perlawanan dalam membela dan melindungi cucu baginda Rasul Saw, Imam Husein as.

Mereka adalah wanita-wanita pengukir sejarah, meskipun jiwa mereka dipenuhi oleh cinta dan kasih sayang kepada anak-anak dan suami, tapi mereka mampu mengalahkan perasaannya demi membela agama dan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kekasih Allah Swt. Menurut para skrikandi Karbala, tugas seorang Muslim adalah kearifan dalam beragama, pengenalan mendalam tentang Ahlul Bait as, dan cinta kepada mereka. Dalam surat ash-Shura ayat 23, Allah Swt berfirman, "Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan dalam kekeluargaan."

Salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh para sahabat dan pembela Imam Husein as adalah makrifat dan spiritualitas yang menyatu dalam jiwa mereka. Mereka menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan kemanusiaan, fenomena yang jarang ada padanannya dalam sejarah. Pada malam kesepuluh bulan Muharram, Imam Husein as mengumpulkan semua anggota kafilah dan memberi mereka pilihan untuk pergi atau tetap tinggal bersama beliau. Imam berkata, "Wahai para sahabatku! Siapa saja yang tetap tinggal bersamaku dan berperang melawan musuh, maka ia akan terbunuh... Kalian bebas untuk mengambil keputusan. Kalian bisa pergi dan tidak ada seorang pun yang menahan kalian..." Air mata nampak membasahi wajah-wajah penuh kerinduan itu di tengah malam yang membisu.

Namun, para wanita yang hadir di Karbala meminta suami dan putra-putra mereka untuk selalu bersama Imam Husein as dan keluarganya. Ketika istri Junadah bin Kaab Al-ansari menyaksikan jumlah pasukan musuh, ia berkata, "Meski aku sudah tua dan lemah, tapi dengan pukulan keras, aku akan menghancurkan kalian dan membela putra Fathimah."

Peristiwa Asyura merupakan sebuah peristiwa penting, dimana perempuan dan laki-laki sama-sama melakoni peran masing-masing dengan sempurna. Muslim patut berbangga diri karena Islam telah memberikan hak-hak kemanusiaan perempuan berdasarkan fitrah dan watak mereka, jauh sebelum munculnya mazhab-mazhab baru yang mendewakan hak asasi manusia. Dalam sejarah Islam, kita menemukan wanita-wanita dimana Rasul Saw telah berupaya maksimal untuk meningkatkan pengetahuan dan budaya mereka. Rasulullah Saw mendatangkan pengajar ke rumahnya dan kadang juga membawa beberapa wanita bersama putrinya untuk mengobati tentara Islam yang terluka di medan perang.

Parapengganti beliau juga berupaya maksimal untuk pendidikan dan pengajaran kaum perempuan. Kerja keras mereka telah melahirkan para wanita yang rela berkorban dan menjadi teladan di tengah masyarakat. Hasil dari jihad pendidikan itu dapat ditemukan di tengah wanita-wanita Padang Karbala. Beberapa wanita yang hadir di Karbala adalah putri Imam Ali bin Abi Thalib as seperti, Sayidah Zainab as, Ummu Kultsum, Fathimah, dan Safiyyah. Selain itu, putri-putri Imam Husein as yaitu, Fathimah, Sukainah, dan Ruqayyah, serta Rubab, istri Imam dan Atikah, istri Imam Hasan as juga hadir di sana.

Sayidah Zainab adalah putri tertua Imam Ali as dan Sayidah Fathimah as. Saat pertama kali Rasul Saw menggendong dan mencium Zainab, beliau berkata "Aku mewasiatkan kepada kalian semua agar memuliakan anak perempuan ini, karena ia sama seperti Sayidah Khadijah as." Sejarah menjadi bukti bahwa Sayidah Zainab as sama seperti Sayidah Khadijah yang menanggung banyak kesulitan demi memperjuangkan Islam. Dengan kesabaran dan pengorbanannya, ia mempersiapkan sarana demi pertumbuhan dan kesempurnaan agama ini. Sayidah Zainab as mengikuti perjalanan bersejarah Imam Husein as dari kota Madinah hingga Karbala dan bangkit menghadapi Yazid bin Muawiyah, penguasa zalim dan korup.

Pada malam Asyura setelah semua yakin bahwa perang melawan kebatilan akan pecah dan para sahabat Imam as satu demi satu menyatakan kesetiaan mereka, Sayidah Zainab as merasa lega dan menemui kakaknya sambil tersenyum. Imam Husein as berkata, "Hai saudariku! Sejak kita bergerak dari Madinah, aku sama sekali tidak melihat engkau tersenyum. Sekarang ada gerangan apa hingga engkau tampak gembira?" Sayidah Zainab as hanya menyinggung kesetiaan dan ketulusan para sahabat abangnya itu. Kemudian Imam as kembali berkata, "Wahai Saudariku! Ketahuilah bahwa orang-orang yang ada di sisiku, mereka adalah para sahabat dan pembela setiaku. Kakekku, Rasulullah telah memberi kabar kepadaku tentang kesetiaan dan kecintaan mereka."

Selain menyaksikan saudara-saudaranya gugur syahdi dalam membela Islam, Sayidah Zainab juga mengirim putra-putranya untuk membela Imam Husein as di medan perang. Pada hari Asyura, Sayidah Zainab as memakaikan pakaian baru kepada anak-anaknya, ‘Aun dan Muhammad. Beliau kemudian membersihkan tubuh anak-anaknya dari debu dan kotoran, lalu memberikan sepasang pedang kepada keduanya yang menunjukkan mereka siap untuk jihad. Kemudian beliau membawa keduanya ke hadapan Imam Husein as dan meminta izin agar Imam membolehkan keduanya pergi ke medan perang. Tapi Imam Husein as tidak mengizinkan keduanya pergi ke medan perang. Sayidah Zainab as memaksa beliau agar mengizinkan keduanya. Akhirnya, Imam Husein as mengizinkan mereka pergi ke medan tempur.

Kedua anak Sayidah Zainab as melangkah dengan tegar menuju medan tempur dan setelah bertarung dengan gagah berani, keduanya akhirnya gugur syahid. Imam Husein as mendekati jasad dua remaja itu dan memeluknya lalu menggendong keduanya ke perkemahan. Para perempuan yang ada keluar menyambut jasad anak-anak Sayidah Zainab as. Biasanya, setiap kali ada yang syahid dan dibawa kembali ke tenda, maka Sayidah Zainab as adalah yang pertama menjemputnya. Namun, kali ini beliau tidak terlihat menyongsong jasad kedua anaknya. Beliau tidak keluar dari kemahnya. Sayidah Zainab as tidak keluar khawatir air matanya menetes menyaksikan jasad dua anaknya dan tidak dapat menahan diri. Sayidah Zainab as tidak ingin pahala kedua anaknya berkurang dan di sisi lain, beliau juga tidak ingin Imam Husein as melihatnya dalam kondisi sedih dan merasa malu atau tidak dapat menjawab pandangan matanya. Itulah mengapa Sayidah Zainab as memilih untuk tetap tinggal di dalam kemahnya.

Pertempuran tak seimbang pecah pada sore hari Asyura. Mentari kesucian telah tercabik-cabik di antara jasad-jasad para syuhada Karbala. Luka besar semakin menyesakkan Zainab, namun ia tahu bahwa setelah kepergian Husein, ia harus berada di samping Imam Sajjad as dan memimpin kafilah Karbala. Sekarang, Zainab memikul tugas yang jauh lebih besar yaitu menjadi penyambung lisan Imam Husein as dan penyampai nilai-nilai suci yang diperjuangkan oleh para syuhada. Sayidah Zainab as di puncak kesulitan dan penderitaan setelah syahadah saudara dan orang-orang tercintanya masih tetap tegar dan derajat kesabaran, keberanian, dan tawakkalnya kepada Allah Swt didemonstrasikan dengan indah.

Di hadapan para pemimpin zalim dan haus darah Dinasti Umayyah, Sayidah Zainab as berdiri dan tanpa takut mengecam sikap mereka serta membela kebenaran Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw. Beliau menilai Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya sebagai pemenang. Pidatonya yang lugas, fasih dan mematikan di istana Yazid begitu mempengaruhi hadirin yang membuat mereka kembali mengenang ayahnya Imam Ali as.

Sayidah Zainab as pernah mendengar dari ayahnya Imam Ali as bahwa "Manusia tidak akan pernah mampu mengenal hakikat iman tanpa memiliki tiga hal dalam dirinya; pengetahuan akan agama, kesabaran di tengah kesulitan dan pengelolaan yang baik urusan kehidupannya." Wanita mulia ini menerima tanggung jawab berat dan sulit, namun kesabarannya seperti permata yang menghiasi jiwanya.