کمالوندی
Ayatullah Yazdi, Kepergian Faqih Pejuang
Stabilitas dan keabadian Republik Islam Iran ditegakkan oleh perjuangan rakyat dan orang-orang terbaiknya, termasuk ulama dan pemikir.
Salah satunya adalah Ayatullah Mohammad Yazdi, seorang ahli hukum, mujahid dan ulama besar yang baru-baru ini meninggal pada usia 89 tahun.
Ayatullah Mohammad Yazdi menghabiskan hampir 70 tahun hidupnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, agama dan menjaga Revolusi Islam. Sebelum kemenangan Revolusi Islam, beliau dikenal sebagai salah satu tokoh perjuangan melawan rezim Pahlevi.
Beliau bergabung dalam gerakan Imam Khomeini pada tahun 1343 Hs, dan termasuk salah satu murid pertama dari kelas fikih Imam Khomeini di Qom.
Ulama pejuang ini diam-diam mengadakan pertemuan di Qom dan Tehran, serta bertukar pandangan dengan berbagai orang dan arus masyarakat. Menjelang kemenangan revolusi, rumahnya menjadi pusat usaha serta penyelesaian berbagai masalah revolusi.
Setelah kemenangan Revolusi Islam, beliau menjadi pendukung setia Imam Khomeini yang memainkan peran sangat penting dalam menjaga stabilitas pemerintahan Islam. Ayatullah Yazdi mengungkapkan, "Pada dasarnya Islam tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan, dan jika sebagian orang menganggap bahwa agama Islam datang hanya untuk hubungan antara manusia dengan Tuhan dan tidak ada pendapat tentang hubungan antara manusia dan rakyat, dan kualitas tata kehidupan sebagai sebuah kesalahan. Sebagaimana disampaikan almarhum Imam [Khomeini], musuh telah melakukan sesuatu yang bahkan sebagian ulama kita percaya bahwa dunia yang adil dan sempurna adalah dunia yang tidak ada hubungannya dengan masalah politik. Imam menggagalkan propaganda ini dan menjelaskan bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan."
Menjelang kemenangan Revolusi Islam, Ayatullah Yazdi sebagai kepala Pengadilan Revolusi dan Komite Kota Qom mengambil langkah-langkah keamanan dan peradilan yang penting. Ketika Imam Khomeini tiba di Qom dan rumah almarhum menjadi kediaman pemimpin besar Revolusi Islam, Ayatullah Yazdi menjadi kepala kantornya.
Ayatullah Yazdi terpilih menjadi anggota Dewan Ahli Kepemimpinan sebagai wakil rakyat Tehran dan memainkan peran utama dalam pengesahan Konstitusi. Beliau menjadi anggota parlemen periode pertama dan kedua serta menempati wakil Ketua Majelis Syura Islami Iran.
Ayatullah Muhammad Yazdi juga aktif mengajar dan menulis. Sejauh ini, banyak buku dan artikelnya, termasuk lebih dari 40 buku dalam bahasa Persia dan Arab. Beliau juga seorang orator dan pembicara yang kuat. Ciri khas dari pidato Ayatullah Yazdi dalam pidatonya menyampaikan masalah Ahlul Bait sebagai simbol perjuangan. Misalnya, ketika berbicara tentang gerakan Imam Hussein dan kejahatan Yazid bersama para pengikutnya, beliau membawanya dalam konteks yang kondisional.
Buku “Mari Mengenal Hussein bin Bani Ali Lebih Baik” merupakan hasil ceramah Ayatullah Yazdi dan sebelum revolusi beberapa kali pernah diberedel SAVAK. Dalam buku ini, beliau mengingatkan, "Para penjaga keadilan selalu ada di antara orang-orang yang berjuang untuk menggulingkan istana Fir'aun, dan Imam Hussein berada di garda depan. Nabi dan dua belas penerusnya membawa umat manusia menuju kebahagiaan, dan mereka semua berusaha menyelamatkan umat manusia dari jurang berbahaya, terutama Imam Hussein, yang berjuang melawan penindas."
Hauzah ilmiah Qom adalah salah satu pusat pendidikan keagamaan terpenting di Iran. Ayatullah Muhammad Yazdi berperan besar dalam pengembangan hauzah ilmiah. Beliau mengatakan, "Hauzah ilmiah Qom sebagai salah satu pusat pendidikan menunjukkan banyak peran dan kredibilitasnya yang dihormati banyak orang,".
Masyarakat memandang hauzah atau pesantren sebagai pendidikan orang-orang saleh dan berbudi luhur. Mereka percaya bahwa para guru dan pelajar agama berbicara dan bertindak untuk kebaikan menunaikan tugas agamanya.
Sebagai ketua Dewan Tinggi perhimpunan Guru Pesantren Qom, Ayatullah Yazdi percaya bahwa dengan bertawakal kepada Allah swt dan bersikap berani akan memperkuat kekuatan internal dan kekuatan batin dari Republik Islam. Beliau menegaskan, "Kini, posisi global dan otoritas nasional kita adalah hasil dari darah syuhada dan perjuangan umat yang setia dan tangguh. Mempertahankan posisi dan martabat bangsa kita dalam konfrontasi global dan diplomasi luar negeri adalah salah satu masalah terpenting,".
Ayatullah Muhammad Yazdi menjadi anggota Dewan Ahli Kepemimpinan dari periode pertama hingga kelima, dan pada tahun 1393 Hs dipilih sebagai ketuanya. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran memuji peran Ayatullah Yazdi dengan mengatakan, "Kepribadian, latar belakang dan kompetensi Ayatullah Yazdi menunjukkan bahwa pemilihannya sebagai ketua Dewan Ahli kepemimpinan sangat tepat dan sesuai."
Pada awal Desember tahun ini, Ayatullah Muhammad Yazdi mendedikasikan rumahnya di Qom untuk pembangunan pesantren atau hauzah. Citra politik dan sikap revolusioner Ayatullah Yazdi membuat Departemen Keuangan AS menempatkan lima anggota Dewan Garda Revolusi, termasuk Ayatullah Mohammad Yazdi dalam daftar sanksi pada Maret 2020. Menanggapi tindakan Departemen Keuangan AS ini, beliau mengatakan, “Saya bangga bahwa orang-orang yang tangannya berlumuran darah syahid tercinta Haj Qassem Soleimani telah memboikot saya sesuai keinginan mereka,".
Ayatullah Mohammad Yazdi wafat pada 19 Azar 1399 Hs, karena usia tua dan penyakit pencernaan kronis. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengirimkan pesan belasungkawa, dengan mengatakan, "Jejak revolusional dan peran beliau di era thagut dalam administrasi negara, seperti kepala kehakiman dan keanggotaan di Dewan Ahli Kepemimpinan dan Majelis Syura Islami, bersama dengan kegiatan ilmiah dan yurisprudensi telah menciptakan kepribadian yang komprehensif dan berpengaruh dari ulama mulia ini. Keyakinan yang kuat terhadap dasar-dasar revolusi dan ketekunannya serta semangat religius dan revolusioner sebagai tanda-tanda lain yang jelas dari figur terhormat ini ..."
Genosida Muslim Rohingya di Myanmar (1)
Salah satu hak paling mendasar dan diterima oleh seluruh umat manusia menurut hukum internasional adalah memiliki kewarganegaraan di sebuah negara di mana ia lahir dan tinggal. Namun Muslim Rohingya di Myanmar tidak memiliki hak ini. Padahal negara bagian Rakhine adalah tempat lahir, tinggal dan tahan leluhur etnis Rohingya.
Etnis ini tinggal di Arakan atau Rakhine dan di masa lalu mereka memiliki pemerintahan khusus di wilayah tersebut. Etnis Rohingya di negara bagian Arakan antara tahun 1430 hingga 1784 memerintah wilayah ini. Peninggalan bersejarah Islam dan koin emas menunjukkan keberadaan pemerintahan tersebut. Selama kurun waktu 45 tahun, raja-raja keturunan Shah Sulaiman, pendiri kesultanan Rohingya berkuasa di wilayah ini.
Etnis Rohingya sebelum masuknya Islam ke Arakan, menganut agama Hindu yang marak di India. Setelah masuknya Islam ke wilayah ini, mayoritas warga memeluk Islam. Sampai saat ini masih ada sejumlah etnis Rohingya yang mempertahankan keyakinan Hindunya. Masuknya Islam ke Arakan dan pengenalan etnis ini terhadap Islam melalui pedagang Iran dan Arab terjadi di awal tahun-tahun munculnya Islam.
Di era pemerintahan Kesultanan Mughal yang berkuasa di Asia Tengah, Arakan bergabung dengan kesultanan ini dan Islam di zaman tersebut semakin luas melalui para urafa dan sufi dari Afghanistan, Asia Tengah dan Iran. Kondisi ini berlanjut hingga era kolonialisme Inggris dan penjajahannya di Anak Benua India. Namun setelah kolonialisme Inggris, etnis Muslim Rohingya menghadapi kondisi baru.
Faktanya, dapat dikatakan bahwa masalah kewarganegaraan Rohingya berakar dari hal-hal tersebut. Ini berarti bahwa pada masa pemerintahan Gurkha (Kesultanan Mughal), meskipun Rohingya memiliki monarki sendiri, pada saat yang sama orang Arakan dianggap sebagai bagian dari Benggala Besar, India. Benggala Besar dibagi menjadi dua bagian setelah kehancuran anak benua India. Sebagian disebut Pakistan Timur dan sekarang Bangladesh, dan sebagian lagi adalah negara bagian Bengal, India. Sisi ketiga Benggala Besar adalah Arakan, yang terletak di Myanmar.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa masalah kewarganegaraan Rohingya lebih pelik dari yang dikira. Ini memiliki perdebatan sejarah di baliknya dan kembali ke cara Gurkha memerintah India, di mana setiap wilayah memiliki pemerintahannya sendiri saat menjadi bagian dari kekaisaran. Bengal berada dalam situasi yang sama pada saat itu, dan tidak ada demarkasi dalam arti memisahkan orang dan suku. Dengan cara ini, Rohingya secara alami dapat hidup bebas di Bengal Besar, termasuk Arakan.
Pemisahan etnis ini, yang dipaksakan setelah penjajahan Inggris di wilayah tersebut, tidak sejalan dengan struktur kerajaan India. Fakta bahwa pemerintah Myanmar mengklaim bahwa Rohingya adalah orang Bangladesh tampaknya tidak relevan. Pakar urusan Myanmar Dr. Robert Anderson percaya bahwa masalah yang terkait dengan minoritas Rohingya tetap marjinal di Myanmar. Anderson, yang belajar antropologi di Universitas Chicago, sekarang menjadi Profesor Komunikasi yang Terhormat di Universitas Simon Fraser di Vancouver, Kanada. Pada tahun 1973, dia pertama kali mengunjungi pantai Arakan (Negara Bagian Rakhine). Anderson telah berkunjung ke negara itu berkali-kali dan sekarang menulis sejarah Myanmar pada 1940-an.
Robert Anderson percaya bahwa warga Bamar Myanmar yang diidentifikasi sebagai penganut Buddha mengkhawatirkan jumlah relatif dan pengaruh populasi Muslim di negara tersebut, bahkan penganut Buddha yang lahir dan besar di pantai Arakan (sekarang disebut Negara Bagian Rakhine) karena kehadiran Muslim. Mereka telah khawatir sejak tahun 1920-an, tetapi ini bukanlah hal baru dan telah diungkapkan oleh orang Burma lainnya.
Tapi setidaknya selama lima ratus tahun terakhir, komunitas Muslim telah hadir di bagian Myanmar ini, dan pada abad ke-18 dan 19, komunitas-komunitas ini telah tumbuh dan berkembang di sepanjang pantai Arakan. Sejak 1948, pemerintah Myanmar telah menjadikan penindasan terhadap komunitas minoritas menjadi tugas yang mudah dan menggunakannya bila diperlukan, terutama di daerah perbatasan seperti pantai utara Arakan, tempat minoritas Rohingya sekarang terkonsentrasi.
Tapi setidaknya selama lima ratus tahun terakhir, komunitas Muslim telah hadir di bagian Myanmar ini, dan pada abad ke-18 dan 19, komunitas-komunitas ini telah tumbuh dan berkembang di sepanjang pantai Arakan. Sejak 1948, pemerintah Myanmar telah menjadikan penindasan terhadap komunitas minoritas menjadi tugas yang mudah dan menggunakannya bila diperlukan, terutama di daerah perbatasan seperti pantai utara Arakan, tempat minoritas Rohingya sekarang terkonsentrasi.
Dua wilayah Benggala Besar dan Negara Bagian Arakan berada tepat di seberang Sungai Naf, yang secara geografis jauh satu sama lain, tetapi keseluruhan wilayah yang sekarang membentuk Bangladesh, Bengal, India, dan Negara Bagian Arakan, Myanmar, adalah rumah bagi kelompok etnis dan agama yang berbeda. Ini berbeda dan Rohingya telah menjadi satu-satunya dari suku-suku ini yang memiliki kekuasaan, pengaruh, dan populasi di Arakan.
Dapat dikatakan bahwa sama seperti etnis Bengali yang terbagi oleh agama di bawah pengaruh kebijakan kolonial Inggris setelah 1947 dan Muslim Bengali menetap di Bangladesh dan India dan Buddha Bengali di negara bagian Bengal, India, Rohingya juga memisahkan diri dari anak benua India yang baru. Dan dipindahkan ke Myanmar, tetapi dalam hal ini mereka menghadapi masalah kewarganegaraan.
Ini berarti bahwa kebijakan kolonial Inggris telah menyebabkan Muslim menjadi minoritas di Arakan dari waktu ke waktu, dan kelompok etnis Rakhine, yang bermigrasi ke wilayah tersebut dari Thailand, menjadi mayoritas dan memberikan nama mereka kepada Arakan yang bersejarah dan tempat tinggal mereka. Untuk mengambil alih pimpinan Muslim Rohingya karena agama Budha mereka.
Namun, kelompok etnis lain yang tinggal di Benggala Besar tidak menghadapi situasi seperti itu dan mempertahankan mayoritas relatif mereka di permukiman historis mereka, dan satu-satunya alasan pemisahan mereka adalah agama, yang dipicu oleh kolonialisme Inggris, yang menyebabkan Disintegrasi Bengal tumbuh. Muslim di Bangladesh memiliki populasi mayoritas dan Hindu dan Buddha di negara bagian Bengal, India, mempertahankan populasi mayoritas mereka, tetapi Rohingya-lah yang menjadi minoritas di Myanmar, dan ini menjadi alasan bagi penganut Buddha fanatik untuk menyangkal kewarganegaraan mereka.
Tampaknya karena hubungan historis etnis dan agama di Bengal Besar inilah Rohingya dari Negara Bagian Arakan terus berlanjut secara etnis di seberang Sungai Naf, dan sisa-sisa mereka adalah etnis minoritas di Bangladesh dan negara bagian Bengal di India, telah bertahan dan melestarikan budaya etnis, bahasa dan tradisi mereka. Faktanya, Muslim Rohingya merasa secara budaya dan bahasa lebih dekat dengan Muslim India dan Bangladesh daripada umat Buddha Myanmar.
Apa yang menegaskan pandangan ini adalah permintaan yang dibuat oleh para intelektual dan ulama Rohingya pada tahun 1947, selama disintegrasi anak benua India, mendesak Pemimpin Kemerdekaan Pakistan Mohammad Ali Jinnah untuk menjadikan Arakan bagian dari Pakistan Timur (sekarang Bangladesh). Diperhitungkan. Mohammad Ali Jinnah, yang mengetahui politik Inggris dengan baik, menolak permintaan mereka dan Arakan dianeksasi ke Myanmar.
Dengan demikian etnis Muslim Rohingya muncul sebagai sebuah etnis tanpa kewarganegaraan yang jelas dan pemerintah Myanmar menyebutnya sebagai imigran Bangladesh serta mulai membantai etnis ini serta mengusirnya. Sementara Bangladesh menyebut etnis ini warga Myanmar dan menolak memberi kewarganegaraan.
Nabi Muhammad Saw dalam Pandangan Orientalis (21)
Kali ini kita akan mengkaji apa yang ditulis oleh Victor-Marie Hugo tentang Nabi Muhammad Saw. Victor-Marie Hugo adalah salah satu pendiri aliran romantisme pada abad ke-19 dan sering dianggap sebagai salah satu penyair terbesar Prancis.
Banyak orang mengenal Victor Hugo karena novel terkenalnya seperti, Les Miserables, Notre-Dame de Paris, dan The Man Who Laughs. Ia juga meninggalkan banyak kumpulan puisi dan sejumlah karya teater.
Cerita dan puisi-puisi karyanya umumnya berdasarkan realitas yang terjadi di masyarakat. Salah satu ucapan Victor Hugo adalah, “Engkau hanya bisa menemukan berlian di perut bumi dan kebenaran hanya di kedalaman pikiran. Apakah kita benar-benar mencari kebenaran? Jika demikian, kenapa kita tidak membebani pikiran kita (untuk berpikir)?”
Salah satu buku kumpulan puisi Vitcor Hugo berjudul “Les Orientales” (The Orientals). Dalam kata pengantar, dia menulis, “Pada masa Louis XIV, semua orang mengenal Yunani. Hari ini kita harus menjadi seorang orientalis dan memanfaatkan budaya dan adat-istiadat masyarakat Asia. Belum pernah ada begitu banyak pemikir yang mencoba melakukan penelitian di Asia yang luas. Oleh karena itu, warna-warna dunia Timur dengan sendirinya telah menguasai semua pikiran dan fantasi saya.”
Kumpulan lain dari buku puisi Victor Hugo berjudul, “La Legende des Siecles” (The Legend of the Ages). Dia menulis karya puiti ini di pengasingan antara tahun 1855 dan 1876. Bab ketiga dari buku ini memuat sebuah puisi panjang dengan judul tahun kesembilan Hijriyah yang bercerita tentang peristiwa di hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah Saw.
Puisi-puisi dalam bab ketiga ini menunjukkan bahwa Victor Hugo mempelajari sejarah kehidupan Rasulullah secara mendalam dan ia memuji sosok Nabi Muhammad Saw.
Dia memulai bab ini dengan membandingkan Nabi Muhammad Saw dengan Nabi Nuh as. Seolah-olah Victor Hugo ingin menghapus gambaran keliru tentang Rasulullah, yang disuguhkan oleh kaum orientalis yang fanatik dan orang-orang yang berpikiran sempit di Barat selama bertahun-tahun.
Dia menulis, “Dia seakan-akan Nuh dan tahu rahasia banjir dahsyat. Dia adalah seorang hakim yang sabar di mana setiap kali orang-orang membawa pertikaian mereka ke hadapannya, ia membiarkan satu pihak untuk menerimanya, sementara yang lain membantah dan mengolok-oloknya.”
Sepertinya Nuh mengetahui rahasia banjir dahsyat. Jika pria datang untuk menyelesaikan perkara kepadanya, hakim ini membiarkan yang satu menerima dan yang lain tertawa dan menyangkal.
Dia (Muhammad) makan sedikit dan terkadang menempelkan batu ke perutnya untuk melawan rasa lapar. Dia memerah susu dombanya sendiri, duduk di atas tanah seperti orang miskin dan menjahit pakaiannya dengan tangannya sendiri. Meskipun usianya tidak muda lagi, selain bulan Ramadhan, dia juga berpuasa pada hari-hari lain.
Sebelum Muhammad Saw diutus menjadi nabi, ia selalu memikirkan tentang tanda-tanda keberadaan Tuhan. Muhammad sering mendatangi Gua Hira untuk waktu yang lama dan merenungkan rahasia penciptaan. Victor Hugo kemudian berkata, “Dia sepertinya sedang melihat surga, melihat cinta, masa depan dan masa lalu tampak baginya di depan matanya.”
Hugo lalu menulis tentang karakteristik Rasulullah Saw, “Dia menyimak dalam diam dan menjadi orang yang terakhir yang berbicara, dan dia selalu berdoa.”
Dalam pandangan Victor Hugo, Rasulullah Saw adalah sosok yang sangat berwibawa dan bijak, di mana ia tidak mencela orang lain. Setiap kali melewati lorong-lorong, orang akan memberikan salam kepadanya dan ia menjawab salam itu dengan ramah.
Nabi Muhammad Saw memperkenalkan Ali as sebagai penggantinya pada berbagai kesempatan sehingga dia dapat melanjutkan risalah ilahi dan menunjukkan jalan menuju kebahagiaan kepada masyarakat. Victor Hugo juga menulis tentang itu dalam puisinya:
“Dia diam dan tenang, tapi tatapannya seperti elang yang terbang tinggi dan terpaksa harus meninggalkan langit. Dia membawakan al-Quran dari sisi Tuhan kepada masyarakat, dia telah membacanya kembali secara utuh. Dan kemudian panji Islam diserahkan kepada pembawa panji, Ali sambil berkata, ‘Ini adalah fajar terakhir dalam hidupku, Tidak ada Tuhan selain Tuhan yang Esa, berjuanglah di jalan-Nya.’”
Rasulullah Saw adalah utusan terakhir Tuhan serta penerus jalan para nabi dan rasul yang telah tiada. Dia adalah penyempurna mata rantai para utusan Tuhan dan dengan kedatangannya, sejarah umat manusia mengalami perubahan besar.
Victor Hugo menggambarkan hal itu dalam puisinya sebagai berikut: “Aku adalah sebuah kalimat dari lisan Tuhan, aku abu seperti manusia dan aku api seperti para nabi – pemberi kehangatan dan penerangan – Al Masih adalah pendahulu kedatanganku… Putra dari Maryam adalah sosok yang lembut dan indah bertutur kata, tetapi aku sebuah kekuatan yang menyempurnakan cahaya yang dibawa oleh Isa. Orang-orang yang hasut menumpahkan kebenciannya kepadaku, mereka menolak aku, tetapi karena aku merasakan kebenaran dalam diriku, aku bangkit untuk bertarung, aku sendirian dan masih sendirian… mereka menyerang aku dengan kejam, tapi akhirnya kalah dan aku tidak mundur selangkah pun.”
Ketika Nabi Saw merasa ajalnya sudah dekat karena penyakitnya, ia pergi ke masjid dan berkata kepada masyarakat, “Adakah aku berhutang dengan kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau jika bertemu dengan Allah dalam keadaan berhutang dengan manusia.”
Masyarakat terharu dan menangis mendengar ucapan itu. Semua terdiam, tetapi tiba-tiba seorang lelaki bangkit dari barisan dan berkata, “Ya Rasulullah! Aku ingin sampaikan masalah ini. Seandainya ini dianggap hutang, maka aku minta kau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa-apa. Aku masih ingat ketika Perang Uhud dulu, satu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau pukulkan cemeti ke belakang kuda. Tetapi, cemeti tersebut tidak mengenai kuda dan terkena pada dadaku.”
Rasulullah Saw berkata, “Sesungguhnya itu adalah hutang.” Sahabat itu berkata, “Kalau begitu aku ingin segera membalasnya wahai Rasulullah.” Para sahabat terkejut dan bercampur marah mendengar itu. Rasulullah kemudian mengangkat bajunya pertanda siap dituntut balas, namun sahabat tersebut melempar cemeti itu jauh-jauh dan memeluk tubuh Rasulullah Saw. Ia berkata, “Ya Rasulullah, aku sengaja melakukannya agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu. Karena sesungguhnya aku tahu bahwa tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka. Dan sesungguhnya aku takut dengan api neraka. Maafkanlah aku ya Rasulullah.”
Victor Hugo mengabadikan kejadian itu dalam puisinya dan menggambarkan kondisi Rasulullah Saw yang datang ke masjid sesaat sebelum wafat untuk bertemu dengan masyarakat, mendoakan mereka, dan mengucapkan salam perpisahan.
“Wajah pucat dan dengan tubuh yang gemetar dia berkata, ‘Wahai manusia! Sebagaimana hari yang cerah akan berakhir dengan malam yang gelap, kehidupa anak manusia juga akan berakhir dengan kematian, kita semua diciptakan dari dunia yang fana dan tidak berarti, dan hanya Tuhan yang kekal dan esa.”
Sebagai rasa hormat dan pengakuannya atas Nabi Muhammad Saw, Victor Hugo menulis wasiat terakhir yang disampaikan Rasulullah kepada umatnya dalam bentuk puisi.
“Wahai manusia! Berimanlah kepada Allah dan bersujud kepada-Nya, bersikaplah ramah dan bertakwa, dan berlaku adil. Beruntunglah engkau tetap berada di balik tembok yang memisahkan surga dari jurang neraka, tidak ada orang yang tanpa kesalahan tetapi ia berusaha agar terbebas dari siksaan.”
Penyair Prancis ini kemudian menjelaskan kisah pertemuan terakhir Nabi Saw dengan masyarakat di masjid. “Ia kemudian terdiam lalu larut dalam pikiran, orang-orang memandangnya dengan penuh kasih, untuk sosok gagah ini yang telah menjadi sandaran mereka seumur hidupnya.”
Victor Hugo melanjutkan puisinya dengan menggambarkan detik-detik terakhir kehidupan Rasulullah Saw.
“Di malam hari, malaikat maut muncul di depan pintu rumah dan meminta izin untuk masuk. Nabi mengizinkannya, dan orang-orang yang bersamanya melihat bagaimana tatapannya memancarkan cahaya. Mereka melihat cahaya yang sama di matanya seperti yang mereka lihat hari itu, saat ia terlahir ke dunia. Kemudian nafas terakhir keluar dari mulutnya dan Muhammad telah wafat.”
Nabi Muhammad Saw dalam Pandangan Orientalis (20)
Kepribadian luhur Nabi Muhammad Saw termasuk perilaku yang luar biasa telah menjadikannya sebagai penghulu para nabi dan utusan Tuhan. Dia telah memproklamasikan dan mendirikan agama Islam.
Dengan bersandar pada ayat-ayat al-Quran yang diwahyukan kepadanya, Nabi Muhammad Saw menyebarkan perilaku terpuji ke seluruh dunia seperti, keadilan, sifat amanah, persaudaraan, kasih sayang, keberanian, dan ketakwaan.
Terlepas dari derajat spiritualitasnya, kedudukan yang tinggi, hubungannya dengan alam ghaib, dan kedekatannya dengan Tuhan, Nabi Muhammad adalah contoh sempurna dari semua keutamaan yang dimiliki oleh para nabi dan utusan Tuhan di sepanjang sejarah.
Sebagaimana ungkapan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, “Ketika kita menyebut nama Nabi Muhammad, maka seakan kepribadian Ibrahim, Nuh, Musa, Isa, dan Lukman as serta kepribadian semua hamba yang saleh dan terkemuka dan kepribadian Imam Ali as dan para imam maksum, terukir dalam wujud suci ini (Nabi Muhammad Saw).”
Selama bertahun-tahun dan bahkan berabad-abad, dilakukan upaya untuk menyembunyikan kepribadian sosok yang luar biasa ini. Namun upaya ini tidak berhasil dan sebaliknya, masyarakat dunia menjadi semakin sadar akan sirah dan kehidupan Rasulullah Saw.
Ulama dan intelektual Iran, Syahid Murtadha Muthahhari mengatakan, “Tidak seperti kebanyakan orang, saya tidak marah tetapi justru senang – dengan semua kecintaan dan keyakinan saya kepada agama dan Rasulullah – ketika ada orang yang menciptakan keraguan tentang agama Islam, karena saya percaya dan saya menyaksikan sendiri bahwa Islam telah muncul semakin kuat, semakin berkibar, dan semakin digemari di setiap tempat yang menjadikannya sebagai target serangan.”
John Davenport, seorang peneliti dan pendeta Puritan Inggris abad ke-17, telah melakukan studi tentang Islam dan Nabi Muhammad Saw. Hasil studinya dituangkan dalam sebuah buku berjudul, “An Apology for Mohammed and the Koran.” Buku ini dicetak di London pada tahun 1869 dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia.
Dalam bukunya, John Davenport mencoba menelaah kepribadian Nabi Muhammad Saw dan ajarannya dengan membuang jauh-jauh fanatisme dan tidak terpengaruh oleh opini yang berkembang saat itu.
Dalam mukaddimah bukunya, Davenport menjelaskan tentang tujuan dan motivasi menulis buku ini. Dia berkata, “Penelitian dan kajian ini hanyalah pekerjaan kecil, tetapi dengan penuh ketulusan dan ketertarikan yang besar, saya berusaha untuk membersihkan noda dari tuduhan palsu dan kebohongan yang tidak adil dari sejarah kehidupan Muhammad. Usaha yang cukup sudah dilakukan untuk membela kebenaran seruannya di mana membuatnya menjadi salah satu orang yang paling baik dan penyeru kebaikan untuk dunia kemanusiaan.”
Davenport membantah satu per satu kebohongan yang tersebar di tengah masyarakat Eropa tentang Nabi Muhammad Saw. Dia menulis, “Muhammad adalah orang Arab yang sederhana, mengubah suku-suku kecil yang tercerai-berai, tidak beralaskan kaki, dan kelaparan menjadi sebuah masyarakat yang bersatu dan disiplin, serta memperkenalkan mereka kepada bangsa-bangsa di dunia dengan atribut dan moralitas baru. Dengan cara ini, dalam waktu kurang dari 30 tahun, dia mengalahkan Kekaisaran Konstantinopel dan menggulingkan raja-raja Iran.”
“Ya, Muhammad Pahlawan adalah sosok yang dengan semangat, kegigihan, dan kejeniusannya, mampu mendirikan sebuah agama yang sangat kuat sehingga mereka mereduksi pengikut Zoroaster menjadi komunitas-komunitas kecil yang terpencar-pencar. Setelah penaklukan India, agama kaum Brahmana dan juga agama Buddha yang tersebar sangat luas, dapat disingkirkan. Ia kemudian menaklukkan Suriah, Mesopotamia, dan Mesir serta memperluas wilayah penaklukan dari Samudera Atlantik ke Laut Kaspia dan Sungai Syr Darya (Asia Tengah),” tulis Davenport.
Bagi John Davenport, Nabi Muhammad Saw memiliki kepribadian yang sangat khas dan karisma yang besar. Dia menulis tentang kebesaran jiwa dan keluhuran akhlak Rasulullah, “Perilaku mulianya terhadap orang-orang yang sombong dan angkuh telah mengundang rasa hormat dan pujian dari semua orang. Kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya memberinya keunggulan dan menjadikannya pemimpin. Dia tidak pernah sekolah, tetapi cakrawala intelektualnya begitu luas sehingga dia bisa mengalahkan lawan yang paling cerdas selama diskusi dan pada saat yang sama, pemikirannya menembus jauh ke dalam pikiran para sahabatnya yang paling bawah sekalipun.”
“Kekuatan sastra dan kefasihannya membentuk sosoknya yang bermartabat dan menarik sehingga membangkitkan rasa hormat dari semua orang, meskipun ia sederhana. Kekuatan kejeniusannya begitu besar sehingga memiliki efek yang sama baik pada golongan sufi maupun masyarakat awam,” tulisnya.
Davenport mencatat bahwa Muhammad Saw dalam berurusan dengan orang lain seperti sahabat, rekan kerja, dan kerabat dekat, memperlihatkan perasaan kemanusiaan yang paling indah yang penuh dengan kebaikan dan kasih sayang. Dia melakukan sebagian besar tugas sosial dan pribadinya sendiri, dan pada saat yang sama tetap menjaga reputasinya sebagai seorang nabi.
“Ketika dia menjadi pemimpin mutlak Arab, ia memperbaiki sepatu dan pakaiannya sendiri. Makanannya terdiri dari kurma, air, dan susu. Ketika dia melakukan sebuah perjalanan, dia membawa beberapa potong roti bersamanya dan membagikannya dengan para pembantunya,” ungkapnya.
Setelah menulis tentang karakter dan sifat Nabi Muhammad Saw, pemikir Inggris ini menjelaskan mengenai prasangka dan pandangan keliru sebagian orang terhadap Nabi.
“Bagaimana bisa orang percaya bahwa sosok ini, yang telah memperkenalkan reformasi besar dan abadi di tanah kelahirannya, di negara yang masyarakatnya tenggelam dalam penyembahan berhala selama berabad-abad dan penyembahan berhala dalam bentuknya yang paling buruk alih-alih menyembah Tuhan Yang Maha Esa… Saya ulangi! Bagaimana orang bisa percaya bahwa reformis besar dan berani ini adalah seorang penipu dan bersikap munafik di sepanjang hidupnya?! Dapatkah kita membayangkan bahwa risalah Ilahi yang dibawanya hanyalah hasil dari karangannya sendiri?” tanya Davenport.
Davenport yakin bahwa seseorang tidak bisa bersikap diam di hadapan sosok seperti itu dan memilih tidak memujinya. “Jika kita melihat situasi penghuni gurun Arab sebelum kemunculan Muhammad dan membandingkannya dengan situasi setelah revolusinya, dan jika kita melihat sedikit pada bara api cinta yang berkobar di hati jutaan pengikutnya dan berlanjut hingga hari ini, kita akan segera menemukan bahwa adalah tidak tahu malu dan egois untuk tidak memuji dan menghormati sosok yang hebat dan luar biasa ini. Kita telah meragukan kekuasaan Tuhan jika kita menganggap kemunculan Muhammad sebagai sebuah kebetulan belaka,” ujarnya.
Penulis buku “An Apology for Mohammed and the Koran” ini menggambarkan al-Quran sebagai ajaran yang paling sempurna dan kitab yang diturunkan oleh Allah Saw. Dia menulis, “Akidah dan keimanan Muhammad Saw terbebas dari kontaminasi prasangka, ambiguitas, dan keraguan. Al-Quran adalah saksi yang nyata dan besar tentang Keesaan Tuhan. Al-Quran benar-benar terbebas dari cacat sehingga tidak membutuhkan revisi atau koreksi sedikit pun. Ia bisa dibaca dari awal sampai akhir tanpa membuat manusia merasa lelah.”
Davenport menambahkan, “Semua orang mengakui bahwa al-Quran diturunkan dengan bahasa yang paling bisa dimengerti, paling fasih, dan dalam dialek suku Quraisy yaitu suku Arab yang paling mulia dan terbaik… Al-Quran penuh dengan kiasan yang indah dan perumpamaan yang kuat.”
Menurut definisi orientalis Inggris ini, Islam dibangun pada prinsip dan argumen yang rasional bahwa segala sesuatu yang lahir harus mati dan segala sesuatu yang bangkit akan sirna, dan atas dasar argumen ini ia menolak penyembahan berhala, orang, dan bintang. Al-Quran menjelaskan tentang keyakinan Muhammad Saw tentang penyembahan terhadap wujud abadi yang tak terbatas, tidak berbentuk, tidak bertempat, tidak beranak, tidak memiliki sekutu, tetapi Dia hadir di sudut yang paling misterius dan tersembunyi dari lubuk hati kita.
Davenport berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa jika kita tidak menganggap Muhammad Saw sebagai sosok yang paling langka di dunia dan sosok jenius yang paling mulia yang pernah dilahirkan dunia, maka kita harus menerimanya sebagai salah satu orang terhebat dan kepribadian yang unik, di mana benua Asia harus bangga karena memiliki sosok seperti ini.”
Kapal Tanker Minyak di Pelabuhan Jeddah Meledak
Sumber di sebuah perusahaan pelayaran Arab Saudi melaporkan terjadinya ledakan di kapal tanker yang berada di pelabuhan Jeddah.
Associated Press melaporkan, Pusat Operasi Maritim Inggris hari Senin (14/12/2020) menyatakan ledakan terjadi di sebuah kapal tanker di kota pelabuhan Jeddah di pantai Laut Merah, yang disebabkan oleh tabrakan dengan benda asing.
Perusahaan transportasi Inggris mengungkapkan sebuah kapal tanker berbendera Singapura dengan dua puluh dua awak berhasil diselamatkanو dan tidak ada yang terluka dalam kecelakaan itu.
Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa kapal tersebut berbendera Saudi.
Pakar Militer Zionis: Israel di Ambang Kehancuran
Seorang ahli militer Israel menyebut situasi internal rezim Zionis berada di ambang kehancuran.
Surat kabar Zionis Haaretz melaporkan, seorang pakar rezim Zionis Amos Harel menyampaikan kekecewaannya terhadap keadaan internal Israel, dan mengungkapkan bahwa akar masalah krisis politik dipicu sepak terjang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang berupaya mempertahankan kekuasaannya, meskipun dilanda kasus korupsi.
Dia menggambarkan penolakan Netanyahu untuk menyetujui anggaran Israel sebagai ketidakmampuannya untuk membentuk kabinet setelah tiga pemilu dan kekalahannya.
"Masalah-masalah ini akan mengarah pada pembubaran koalisi dan pemilu putaran keempat, dan akan memblokir anggaran hingga keseluruhan tahun 2021," kata Harel.
Kabinet Israel telah lama berada dalam kondisi kritis.
Krisis Politik Meradang, Netanyahu Batalkan Lawatan ke UEA
Sumber Zionis mengumumkan pembatalan kunjungan Perdana Menteri rezim Zionis Israel, Benjamin Netanyahu ke Uni Emirat Arab (UEA).
The Times of Israel Minggu malam mengutip surat kabar Zionis Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa Benjamin Netanyahu telah menunda perjalanannya ke Uni Emirat Arab dalam beberapa hari mendatang, karena krisis politik di wilayah pendudukan.
Tanggal pasti kunjungan Netanyahu ke UEA hingga kini masih belum ditentukan.
Sebelumnya, situs Zionis walla melaporkan bahwa Netanyahu mencegah kunjungan para menterinya ke UEA, karena dia sendiri ingin menjadi orang pertama yang mengunjungi negara Arab ini.
UEA menjadi negara Arab pertama di Teluk Persia yang menjalin normalisasi hubungan dengan rezim Zionis melalui mediasi pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
UEA dan Bahrain menandatangani perjanjian normalisasi hubungan dengan rezim Zionis pada 15 September di Gedung Putih yang dihadiri Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Perusahaan Zionis Mata-matai Akun Facebook
Perusahaan teknologi Zionis di wilayah pendudukan bekerja sama dengan berbagai perusahaan internasional yang dipimpin oleh Facebook, memata-matai pengguna internet.
Situs berita Arab 24 pada hari Senin (14/12/2020) melaporkan, perusahaan teknologi Israel menggunakan orang-orang, yang sebagian besar berasal dari 8.200 unit intelijen militer Israel yang dilatih mengenai dunia maya.
Perusahaan Onavo, yang didirikan oleh dua Zionis, Guy Rosen dan Roy Tiger, pada tahun 2011 meluncurkan program mata-mata senilai 150 juta dolar dijual ke Facebook di tahun 2013.
Onavo baru-baru ini menjadi fokus skandal dan tuntutan hukum terhadap Facebook, dan surat kabar The Marker yang berbasis di wilayah Pendudukan hari Minggu melaporkan bahwa pengadilan Israel telah memutuskan untuk menghentikan penggunaan perangkat lunak Onavo.
Tahun lalu, muncul skandal Facebook membayar 13 dolar kepada pengguna berusia 13 hingga 35 tahun untuk menginstal aplikasi Facebook Research, yang didasarkan pada teknologi Onavo dan memberikan informasi pengguna dengan persetujuan mereka sendiri. Tapi kemudian akhirnya dihentikan karena muncul banyak kritik.
Seorang ahli intelijen Israel baru-baru ini mengakui bahwa rezim Zionis menggunakan Facebook dan jejaring sosial lainnya di Internet untuk mengumpulkan informasi dan menyewa mata-mata.
Fraksi Badr Desak Parlemen Irak Tegas Usir Pasukan AS
Fraksi Badr mendesak para anggota parlemen Irak supaya bertindak tegas dalam masalah pengusiran pasukan AS dari Irak.
Hassan Shakir al-Kaabi, Ketua Faksi Badr di parlemen Irak hari Senin (14/12/2020) mengatakan, "Irak memiliki pasukan keamanan, tentara dan al-Hashd al-Shabi yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan tanah air mereka, jadi tidak perlu kehadiran pasukan asing di tanah airnya sendiri,".
Al-Kaabi menekankan bahwa parlemen Irak akan mengambil sikap tegas jika pemerintah Irak menunda penarikan pasukan asing yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
"Langkah-langkah bagaimana implementasi masalah pengusiran militer AS di Irak difokuskan pada politik dan diplomasi, dan rencana pemerintahan Mustafa al-Kadhimi harus mencakup penarikan pasukan asing dari Irak tanpa penundaan," ujar Al- Kaabi.
Sejauh ini, banyak anggota parlemen Irak yang mengkritik sikap pemerintah Baghdad mengenai penarikan pasukan AS dari Irak yang mengabaikan ketetapan parlemen negara ini.
Parlemen Irak menyetujui rancangan undang-undang mengenai penarikan pasukan AS pada 5 Januari, dan sekitar satu juta warga Irak melakukan protes pada akhir Januari 2020 yang menyerukan penarikan pasukan AS dari negaranya.
Perusahaan Importir Senjata Israel Diserbu Hacker
Media rezim Zionis Israel mengabarkan serangan cyber luas ke sejumlah perusahaan Israel, termasuk perusahaan importir senjata rezim ini.
Surat kabar Israel, Calcalist (13/12/2020) melaporkan, salah satu korban serangan cyber luas ini adalah Amital Data, perusahaan penyedia jasa perbaikan sofware untuk banyak perusahaan, termasuk perusahaan importir peralatan militer sensitif, dan pendukungnya.
Situs Calcalist menulis, daftar lengkap perusahaan-perusahaan Israel yang diretas masih belum diketahui, namun salah satu di antaranya adalah klien Amital Data yang bekerja mengimpor peralatan militer sensitif.
Sementara itu koran Yedioth Ahronoth menulis, para hacker menyerang tiga perusahaan Israel yang bekerja dalam pembuatan vaksin Covid-19.
Sekitar sebulah lalu, aliran listrik di sejumlah besar wilayah pendudukan, dan beberapa distrik Zionis di sekitar Jalur Gaza putus, dan Israel mengklaim insiden ini disebabkan serangan cyber.
Dalam beberapa bulan terakhir, tingkat serangan cyber ke instansi, dan perusahaan Israel mengalami peningkatan.



























