کمالوندی

کمالوندی

 

Memperlihatkan rambut bagi perempuan muslimah haram hukumnya, dan memiliki dosa terlebih lagi dalam riwayat Islam disebutkan perbuatan tersebut adalah dosa besar.

Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah al-Uzhma Madzhahiri salah seorang ulama marja taklid umat Muslim Syiah yang bermukim di Republik Islam Iran yang juga kepala Hauzah Ilmiah Esfahan mendapatkan pertanyaan dari salah seorang muqallidnya bahwa manakah yang lebih penting antara berhijab atau menjaga hati?.

Berikut teks lengkap tanya jawab tersebut.

Pertanyaan:

Jika seorang muslimah memiliki hati yang bersih, yang mampu menghindarkan diri dari tipu daya syahwat, tidak berdusta, tidak melakukan ghibah, tidak pernah mengganggu hak-hak orang lain, dan senantiasa mengingat Allah serta rutin melaksanakan ibadah-ibadahnya, tapi kemudian dengan alasan kesemuanya itu ia memilih untuk tidak berjilbab, apakah itu bisa dibenarkan?

Jawaban:

Atas kebersihan hatinya dan kemampuannya menghindarkan diri dari perbuatan ghibah dan ucapan-ucapan dusta, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk berterimakasih kepadanya, dan Allah Swt tetap akan memberikan pahala atas kebaikan-kebaikannya itu. Namun, tetap saja memperlihatkan rambut bagi perempuan muslimah haram hukumnya, dan memiliki dosa terlebih lagi dalam riwayat Islam disebutkan perbuatan tersebut adalah dosa besar. Demikian pula, muslimah yang berjilbab, namun senantiasa berkata-kata dusta, dan gemar melakukan ghibah, maka atas kesediaannya mengenakan jilbab, maka kita ucapkan terimakasih, namun ucapan dusta dan kegemarannya berghibah tetap adalah sebuah perbuatan maksiat, mengandung dosa dan merupakan perbuatan dosa besar dalam pandangan Allah Swt.  

Minggu, 20 Desember 2020 20:22

Berlebihan itu Zalim

 

Karena berlebih-lebihan itu akibatnya orang tidak bisa berpikir adil, tidak bisa istiqomah, tidak bisa objektif. Jadi, kalau selama kita masih bersikap berlebih-lebihan dalam segala aspek kehidupan kita, sangat sulit kita untuk berpikir jernih, tidak bisa.


Menurut Kantor Berita ABNA, wartawan Media Indonesia, Furqon Ulya Himawan, mewawancarai kiai karismatik KH. Ahmad Mustofa Bisri yang lebih sering disapa Gus Mus, Jumat (14/10). Berikut ini petikan wawancaranya: 


Kasus intoleransi kerap berlangsung. Apa yang salah?

Menurut saya, itu akibat dari masa lalu yang tidak kunjung direformasi. Reformasi itu kan islah, ndandani kalau dalam bahasa Jawa. Ndandani atau memperbaiki itu harusnya dicari masalah-masalah mana yang rusak, yang diperbaiki itu mana, akar masalahnya apa, harus diteliti dulu baru direformasi.

Namun, sekarang yang terjadi, hiruk-pikuk reformasi itu ternyata melahirkan orang-orang yang seharusnya direformasi justru malah berteriak paling reformis. Jadi sebetulnya kan masalah itu terjadi pada saat dulu, yang akan kita reformasi.

Contohnya, Gus?

Dulu ada kecenderungan zaman Orde Baru untuk menyeragamkan semua. Bukan hanya pakaian seragam, menanam padi, sampai-sampai mengecat pagar rumah sendiri juga harus seragam. Bahkan masjid pun diseragamkan semua, dengan alasan harmonis.  Akibatnya masyarakat tidak bisa berbeda karena terlalu lama diseragamkan, akhirnya masyarakat kita kaget-kaget kalau ada perbedaan.

Dampaknya terhadap keberagaman dan kebinekaan?

Pertama, masyarakat kita susah menerima perbedaan. Beda sedikit marah, beda sedikit marah. Itu akibat menyeragamkan semua hal dan itu melawan fitrah. Padahal, Tuhan menciptakan alam semesta termasuk kita semua itu dalam kondisi berbeda-beda, jadi tidak akan bisa kalau memang mau disatukan atau diseragamkan.

Kedua, seperti burung yang lama dikurung dalam sangkar, ketika sangkar dibuka, dia malah kebingungan, nabrak sana-sini karena sudah lama tidak merasakan kebebasan. Ketika keran kebebasan dibuka, malah bingung. Padahal, dulu itu teriak saja susah, selalu bunyinya satu, setuju. DPR itu dulu kalau teriak ya setuju, apa saja pokoknya setuju. Sampai-sampai ada ledekan: ada kucing masuk parlemen, ngeong, langsung serempak setuju.

Setelah sekian lamanya hanya bisa bilang setuju, sampai saya bikin sajak 'Negeri Ya, Ya'. Terus sekarang, DPR isinya interupsi semua, ngomong semua, seperti burung yang baru dikeluarkan. Terus yang dulunya tiarap-tiarap, sekarang muncul semua.

Ini gara-gara berbagai macam permasalahan islah yang masih belum dilakukan. Jadi banyak persoalan ini yang sumbernya dari reformasi yang tidak sungguh-sungguh.

Sekarang banyak yang bertindak intoleran, menganggap diri paling benar. Ada pula yang mengatasnamakan Islam. Menurut Gus Mus?

Saya selalu mengatakan, harus terus belajar dan jangan berhenti belajar. Orang kalau mau terus belajar, nanti akan mengerti dan memahami apa-apa yang sebelumnya belum dimengerti dan dipahami. Namun, ini payahnya, orang berhenti belajar karena dia merasa sudah mengerti dan memahami. Padahal, sama sekali belum mengerti apa-apa, malah kadang-kadang sudah berfatwa ke sana kemari.

Caranya belajar?

Ya, ini jadi harus terus belajar. Belajarlah supaya mengerti yang menyeluruh, kalau mau bicara Islam, ya mengaji, jangan mengambil Islam dari buku-buku terjemahan, Alquran terjemahan, hadis terjemahan. Ini tidak mungkin. Terus kadang orang bilang kembali ke Alquran dan Alhadis, tapi orang salah memaknai maksud itu.

Maksudnya?

Orang mengatakan kembali ke Alquran dan sunah Rasul itu kok malah maknanya kembali ke Alquran dan hadis terjemahan Depag, itu bagaimana, itu kacau! Orang bisa membaca terjemahan Depag asal dia bisa baca Latin, dan dikiranya kebenaran yang dibaca dan dipelajarinya itu kebenaran mutlak.

Ia tidak tahu bahwa bahasa Arab Alquran tidak sama. Jadi teruslah belajar bahasa Arab, harus belajar ilmu Balagoh, ilmu Badia dan Bayan karena Alquran itu mengandung itu semua, sastranya tinggi sekali. Jadi, kalau orang hanya membaca terjemahan tidak tahu sastra ya tidak mungkin, tidak bisa, harus mengaji.

Jadi silakan mengatakan kembali ke Alquran dan hadis itu dijadikan semboyan, tapi ya kembali itu belajar dan terus belajar, harus mengaji. Tidak diartikan bacalah terjemahan Alquran, atau 40 hadis di buku-buku mutiara hadis, itu ngacau!

Menjelang pilkada, banyak konflik yang mengancam keberagaman dan berpotensi memecah kebinekaan. MUI sampai mengeluarkan fatwa. Menurut Gus Mus?

Kita sekarang lupa, bahwa yang menentukan orang menjadi kaya, menjadi miskin, menang dan kalah, memiliki kekuasaan atau kehilangan kekuasaan, dan menjadi penguasa atau tidak, menjadi pangkat atau tidak, itu semua Allah Subhanahu wata'ala. Disangka kalau kita ngotot, berarti pasti jadi?!

Bagaimana agar tidak terjadi perpecahan di pilkada, Gus?

Saya selalu mengatakan janganlah berlebih-lebihan dalam segala hal. Itu di Islam tidak boleh! Wala tusrifu, (jangan berlebihan), atau Ghuluw, banyak dalam ayat-ayat Alquran dan Sabda Rasullullah Sallahhu Alaihi Wassalam, menyatakan tidak boleh, alguluw fiddin (berlebihan dalam agama), berlebih-lebihan itu tidak boleh.

Karena berlebih-lebihan itu akibatnya orang tidak bisa berpikir adil, tidak bisa istiqomah, tidak bisa objektif. Jadi, kalau selama kita masih bersikap berlebih-lebihan dalam segala aspek kehidupan kita, sangat sulit kita untuk berpikir jernih, tidak bisa.

Sebab adil itu jejek (Gus Mus mengisyaratkan tangannya berdiri tegak, lurus), sedangkan berlebih-lebihan itu begini (Gus Mus mengisyaratkan tangannya berdiri condong ke kanan), atau begini (Gus Mus mengisyaratkan tangannya berdiri condong ke kiri), tidak bisa. Karena apa pun nanti akan dijadikan alasan untuk berkelahi. Jadi, kalau kita misalnya senang berlebih-lebihan, benci berlebih-lebihan, senang dunia berlebihan, senang kekuasaan berlebihan, senang pangkat berlebihan, senang kedudukan berlebihan, apa pun itu yang berlebihan, itu semua sumber malapetaka.

Minggu, 20 Desember 2020 19:57

Islam dan Gaya Hidup (10)

 

Banyak orang mungkin menginginkan agar rentang waktu siang-malam bisa lebih panjang dari 24 jam! Banyak dari kita juga memiliki keinginan yang sama di har-hari yang padat dengan pekerjaan. Salah satu kalimat yang paling sering diucapkan oleh manusia adalah ungkapan-ungkapan seperti, “Saya tidak punya waktu...”, “Saya sibuk” dan semisalnya.

Di kota-kota besar yang padat penduduk dan di tengah kesibukan warga berkutat dengan aktivitasnya, masalah kurangnya waktu sudah menjadi perbincangan rutin. Oleh karena itu, kita memerlukan sebuah perencanaan dan manajemn waktu untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dengan tetap memperhatikan kendala-kendala seperti, kemacetan, jalan yang berliku dan hal-hal lain.

Waktu adalah investasi tak ternilai yang akan berakhir pada suatu saat nanti. Hanya orang-orang yang memanfaatkan setiap detik dari umurnya dengan baik dan benar tidak akan menyesal di masa depan. Kegagalan dalam kehidupan individual dan sosial banyak disebabkan oleh tidak adanya pemanfaatan waktu dengan baik dan benar.

Waktu adalah satu-satunya aset yang membuat kita bisa meraih segala hal, tetapi kita tidak akan memperoleh kembali waktu yang telah hilang dengan mengorbankan semua hal yang kita miliki. Lalu, apakah Anda pernah berpikir bahwa kita bisa meriah cita-cita kita dengan memiliki manajemen waktu yang baik?

Kesuksesan dan kegagalan semua bergantung pada cara menggunakan waktu. Kualitas hidup kita ditentukan oleh kemampuan kita dalam mengatur waktu. Dalam manajemen waktu, kita harus memperhatikan poin-poin dasar seperti, pembagian waktu, penetapan tujuan, skala prioritas dalam hidup, tekad untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai jadwal dan menghilangkan faktor-faktor penghambat.

Mengidentifikasi faktor-faktor terbuangnya waktu merupakan sebuah langkah mendasar untuk mengatasi tantangan tersebut. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor destruktif itu, kita harus mempelajari perilaku dan cara kita menjalani hidup. Kita harus mengevaluasi kegiatan kita sehari penuh dan kemudian menemukan kekurangan-kekurangannya.

Kemalasan dan kebiasan buruk merupakan faktor utama yang merusak upaya optimalisasi waktu. Para pencuri waktu juga termasuk faktor lain yang menghambat kinerja seseorang. Ketidakdisiplinan dalam bekerja, kelesuan dalam membuat keputusan, ketidakmampuan untuk menolak keinginan-keinginan liar, tidak konsentrasi dalam beraktivitas, kebiasaan menunda-nunda pekerjaan dan takut gagal, termasuk faktor-faktor yang merusak upaya optimalisasi waktu.

Jelas bahwa kemajuan dan kesuksesan akan diraih oleh orang-orang yang bertindak dengan cepat dan benar. Sementara manusia yang menunda-nunda pekerjaan, mereka akan merusak semua hal dan membuang-buang waktu. Oleh sebab itu, jika kita ingin maju dan sukses, kita harus membuang jauh-jauh rasa malas dan keraguan. Keraguan akan menyebabkan terbuangnya waktu dan membuat seseorang tidak mampu memanajemen waktu dengan benar. Imam Ali as berkata, “Jika kalian takut sesuatu, maka bergeraklah ke arahnya.” (Nahjul Balaghah, Hikmah 166)

Ketakutan adalah sesuatu yang penuh risiko. Yang dimaksud dengan ketakutan di sini lebih kepada rasa cemas pikiran dan ketakutan ilusif. Perlu diingat bahwa manajemen waktu bukan berarti melakukan pekerjaan dengan cepat dan tergesa-gesa. Namun, beberapa jenis pekerjaan menuntut kita untuk berpikir lama dan merenung.

Ketika suasana batin kita sedang bergolak seperti marah, kita bahkan diminta untuk tidak membuat keputusan dan bertindak terburu-buru. Manusia harus menghindari sikap tergesa-gesa dalam menyelesaikan tugas jangka panjang dan tidak menunda-nunda untuk membereskan pekerjaan yang sudah dateline. Untuk itu, setiap pekerjaan harus diselesaikan tepat pada tempatnya dan waktunya.

Barangsiapa yang tergesa-gesa untuk menyelesaikan tugas yang belum jatuh tempo, maka ia seperti tukang kebun buah yang memanen hasil kebunnya sebelum matang. Betapa banyak orang yang terburu-buru untuk merampungkan sebuah pekerjaan, namun pada akhir ia menyesal dan ingin mengulangi dari awal.

Strategi lain untuk manajemen waktu adalah menyusun jadwal dan skala prioritas dalam menjalani kehidupan. Penjadwalan pekerjaan berdasarkan skala prioritas termasuk masalah yang perlu diperhatikan dalam manajemen waktu. Kebanyakan kelalaian kerja disebabkan oleh ketidakdisiplinan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sudah terjadwal.

Oleh sebab itu, kita harus disiplin dengan waktu dan selalu berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. Salah satu karakteristik alam semesta adalah keteraturan dan memiliki tujuan. Oleh sebab itu, alangkah eloknya jika kita juga selalu berusaha untuk memperhatikan keteraturan dan ketepatan dalam pekerjaan-pekerjaan kita.

Dengan sedikit cermat, kita juga akan menemukan bahwa syariat dan perintah agama memiliki waktu-waktu khusus untuk pelaksanaannya, seperti shalat, haji, puasa dan lain-lain, dimana semua itu perlu ditunaikan pada waktunya. Perhatian kita untuk menunaikan perintah agama tepat pada waktunya adalah indikasi dari adanya sikap disiplin dan manajemen waktu. Dengan manajemen waktu, setiap pekerjaan harus dimulai dan diselesaikan sesuai jadwal dan tidak membuang-buang waktu.

Menurut petuah Imam Ali as, manusia tidak boleh bertindak tergesa-gesa dalam melaksanakan tugas-tugasnya danjuta tidak mengerjakan sesuatu di luar waktu yang sudah ditetapkan. Di sisi lain, manusia juga tidak boleh melalaikan pekerjaannya dan melaksanakan setiap tugas sesuai dengan jadwalnya. Pekerjaan penting disarankan untuk dikerjakan ketika fisik dan mental kita berada dalam kondisi prima. Sebagai contoh, kegiatan belajar dan olahraga dianjurkan untuk dilakukan di waktu pagi.

Salah satu strategi lain manajemen waktu adalah memanfaatkan semua kesempatan dengan baik. Imam Ali as dalam Kata Mutiara ke-21 Nahjul Balaghah, berkata, “ Kesempatan berlalu laksana awan, oleh karena itu kejarlah kesempatan-kesempatan baik.”

Imam Ali as dalam pidatonya berkali-kali berbicara tentang sedikitnya waktu dan pendeknya usia. Beliau berkata, “Hari esok sangat dekat jika dibandingkan hari ini. Detik-detik berlalu dengan cepat dalam hari dan hari-hari alangkah cepatnya ia terlewati, bulan-bulan getapa gesit ia berjalan dan tahun-tahun sungguh cepatnya ia berlalu dalam usia.”

Dalam perspektif Imam Ali as, umur dibangun atas landasan kefanaan dan kebinasaan. Hari kemarin akan berganti dengan hari baru, manusia telah kehilangan satu hari dari usianya. Imam Ali as dalam khutbah 145 Nahjul Balaghah, berkata, “Seseorang tidak akan melewati sehari dari umurnya, kecuali dengan memusnahkan hari itu yang merupakan kesempatan baginya.” Menurut Imam Ali as, orang-orang yang berakal adalah mereka yang menggunakan masa lalunya sebagai pengalaman dan dengan manajemen yang tepat, mereka memanfaatkan masa sekarang di jalan ketaatan kepada Allah Swt dan menabung bekal akhirat.

Imam Ali as dalam khutbah 83 Nahjul Balaghah, berkata, “Dunia suatu persinggahan yang diliputi oleh berbagai bala. Dunia terkenal dengan ketidaksetiaan dan tipu muslihat. Dunia adalah rendah dan hina karena menjadi tempat bermaksiat kepada Allah. Dan dunia adalah tempat tinggal tidak tenang, tempat persinggahan, perjumpaan dan perpisahan.”

Demi optimalisasi dan efisiensi waktu, kita disarankan untuk selalu menemukan cara agar fokus pada masalah-masalah yang sangat bernilai bagi perkembangan kita. Kita juga harus senantiasa mencari cara untuk menciptakan sebuah perubahan sehingga kegiatan kita semakin dekat dengan tujuan-tujuan jangka panjang. Dengan manajemen waktu, kita dapat mewujudkan perubahan nyata dalam gaya hidup.

Para tokoh agama senantiasa menyeru masyarakat untuk memanfaatkan kesempatan dengan baik dan juga mengingatkan mereka agar membuat perencanaan dalam setiap pekerjaan. Manusia yang berakal tidak akan membiarkan waktunya terbuang sia-sia dan program kehidupannya berjalan tanpa arah.

Minggu, 20 Desember 2020 18:18

Islam dan Gaya Hidup (9)

 

Setelah menetapkan tujuan dan perencanaan matang, kedisiplinan dan keseriusan untuk meraih mimpi jua sangat penting diperhatikan. Poin penting lainnya adalah menggunakan waktu dengan baik dan benar. Meski penetapan tujuan dan perencanaan membantu manusia dalam mengelola waktu, namun menggunakan waktu secara efisien membutuhkan sebuah keahlian dan manajemen. Manajemen waktu dapat mengubah gaya hidup kita secara nyata. Lalu, apakah Anda benar-benar menghargai waktu Anda?

Waktu merupakan salah satu anugerah tak ternilai yang sepenuhnya memiliki dimensi personal dan hanya digunakan untuk satu orang. Oleh karena itu, tidak ada satu pun yang dapat memanfaatkan waktu orang lain untuk keperluanny6a. Dari sisi lain, waktu tidak bisa dipinjamkan dan dideposito, dan semua orang juga punya peluang yang sama untuk menggunakannya. Namun, kita masih bisa memanfaatkannya secara maksimal melalui manajemen waktu.

Dapat disimpulkan bahwa waktu tidak dapat dikembalikan dan dirubah, tidak bisa diperpanjang atau dipersingkat. Oleh sebab itu, kita perlu menaruh perhatian serius agar tidak ada waktu yang terbuang. Pemanfaatan waktu merupakan anugerah terbesar untuk manusia dan mereka dengan cara itu dapat meriah tujuan-tujuan yang luhur dan menciptakan peluang untuk kesuksesannya di sejumlah bidang. Imam Ali as dalam sebuah ungkapan yang indah berkata, “Kesempatan seperti awan berlalu dengan cepat, untuk itu hargailah ia setiap kali ada kesempatan baik datang.”

Waktu adalah mutiara dan perhiasan yang tak ternilai dan sama sekali tidak ada yang sebanding dengannya. Ajaran Islam dan para tokoh agama sudah sering berbicara tentang nilai waktu dan bagaimana cara memanfaatkannya dengan benar. Dalam Islam, kaum Muslim diminta untuk meninggalkan kemalasan dan menggunakan waktu dengan baik demi mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan abadi. Islam juga meminta umatnya agar tidak menunda-nunda pekerjaan baik dengan cara mengidentifikasi kebutuhan, membuat skala prioritas dan menyusus perencaan yang tepat. Agama suci ini juga menganjurkan umatnya untuk mengintrospeksi diri dan mengevaluasi tata cara menggunakan waktu.

Al-Quran sangat menghargai waktu dan bahkan bersumpah atas waktu pada permulaan surat al-Ashr, “Demi Masa.” Dalam sejumlah ayat lainnya, Tuhan memperingatkan manusia bahwa waktu sedang berlalu dan mereka harus memanfaatkan kesempatan itu untuk akhirat, jika tidak mereka hanya akan menuai penyesalan dan kepahitan. Oleh sebab itu, Hari Kiamat disebut juga dengan hari penyesalan, karena manusia pada hari itu menyesali sikapnya yang tidak memanfaatkan waktu dengan benar untuk meraih keberuntungan di akhirat.

Kehidupan individual dan sosial tidak akan tertata rapi jika tanpa manjemen waktu, perencanaan dan disiplin. Kedisiplinan dalam membagi waktu dengan benar adalah kuni meriah kesuksesan. Kita memahami bahwa alam semesta berjalan di atas sebuah keteraturan yang sempurna, oleh karena itu tindakan membuang-buang waktu dan tidak disiplin sama saja dengan bergerak menyalahi keteraturan sistem penciptaan. Padahal, kita harus bergera sejalan dengan sistem tersebut dan menyelaraskan kehidupan material dan spiritual kita dengan hal i tu. Keselarasan ini tidak lain adalah memanfaatkan kesempatan dan peluang dengan baik.

Langkah pertama untuk efisiensi waktu adalah memandang waktu itu sendiri dengan benar dan mengetahui bahwa itu itu bisa ditata. Hal ini berbeda dengan anggapan bahwa waktu itu bisa diraih dan dikontrol. Pada dasarnya, setiap jam dan setiap hari terdapat rentang waktu yang perlu kita isi berdasarkan skala prioritas. Dengan begitu, kita tidak punya lagi waktu untuk menganggur dan kita perlu menyusun program untuk setiap detik dari usia kita.

Tindakan tersebut sangat penting dan bahkan dalam banyak hadis disebutkan bahwa pada Hari Kiamat manusia tidak akan melangkahkan kakinya kecuali mereka ditanya tentang beberapa hal, dimana salah satunya adalah nikmat usia. Oleh sebab itu, kepercayaan keliaru bahwa “hari esok tidak perlu dipikirkan sekarang” tidak memiliki tempat dalam ajaran Islam.

Manajemen waktu akan mengoptimalkan kinerja seseorang, meningkatkan jumlah energi dan rasa optimis pada kehidupan, menurunkan tekanan mental, memperkaya pengetahuan, serta memperbaiki persepsi dan perilaku individu dalam memanfaatkan usia dengan cara yang lebih baik. Manajemen waktu akan memberikan peluang untuk berbuat lebih banyak di waktu yang sedikit.

Pada dasarnya, manajemen waktu merupakan sebuah bentuk dari perdagangan dengan waktu sebagai modalnya. Jika kita lalai terhadap waktu dan membiarkannya berlalu begitu saja, maka hasilnya adalah kerugian dan penyesalan. Rasulullah Saw dan Ahlul Bait as sudah sering mewasiatkan masyarakat untuk menghargai waktu dan menggunakannya dengan benar. Mereka sendiri juga menjadi pelopor dan teladan dalam penggunaan waktu.

Suatu hari, Rasul Saw kepada Abu Dzar bersabda, “Manfaatkanlah lima keadaan sebelum datang lima keadaan yang lain; Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, masa mudamu sebelum masa tuamu dan kayamu sebelum miskinmu.” Imam Ali as juga berkata, “Hari-hari hidupmu adalah potongan-potongan dari usiamu, maka berusahalah agar usiamu tidak pernah dipakai kecuali untuk perkara yang akan menyelamatkanmu.”

Berdasarkan ajaran Islam, perencanaan dalam hidup dan manajemen waktu harus dilakukan sesempurna mungkin agar hari ini bisa lebih baik dari kemarin dan bahkan setiap detik harus lebih baik dari detik-detik sebelumnya. Dengan kata lain, manusia harus senantiasa bergerak untuk maju dan meraih kesempurnaan. Dengan memperhatikan pentingnya modal tak ternilai itu, Ahlul Bait Nabi as selalu memohon umur panjang kepada Allah Swt agar bisa memanfaatkan modal tersebut dengan optimal di jalan ketaatan dan mereka dijadikan sebagai orang-orang yang baik amalnya.

Dalam Islam, usia panjang dengan sendirinya bukan sebuah prestasi, usia akan bernilai jika dihabiskan di jalan Tuhan dan alangkah indahnya jika usia semacam ini berjalan panjang. Rasulullah Saw bersabda, “Celakalah orang yang diberi umur panjang, namun buruk amalnya dan mati dalam keadaan Tuhan tidak rela dengannya.” Untuk itu, jika waktu digunakan di jalan maksiat, maka ia sama sekali tidak bernilai dan kehilangan manfaatnya. Kita di samping meminta umur panjang kepada Allah Swt, juga berusaha untuk menggunakannya dengan baik dan masalah ini hanya akan terwujud melalui manajemen waktu.

Manajemen waktu sama seperti disiplin ilmu lain memiliki seperangkat kaidah yang perlu dipegang teguh demi mencapai tujuan. Salah satu prinsip manajemen waktu adalah menjalankan perencanaan itu dengan tepat dan teliti, memahami titik kelemahan dan kekuatan, serta mengidentifikasi hambatan-hambatannya. Kemajuan kerja harus dievaluasi secara rutin sehingga manusia tidak melakukan perbuatan yang sia-sia dan tertinggal dari tugas-tugas penting. Mengidentifikasi faktor-faktor terbuangnya waktu merupakan tahap penting untuk meraih kemajuan dan kesuksesan. Pekerjaan ini tentu saja tidak mungkin dicapai kecuali dengan sebuah kalkulasi dan evaluasi yang komprehensif.

Salah satu metode evaluasi adalah menyusun laporan harian terkait kegiatan-kegiatan pada hari itu. Analisis laporan harian ini membantu kita untuk mengetahui faktor-faktor kemajuan dan hambatan serta berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk memulai sebuah pekerjaan baru.

Minggu, 20 Desember 2020 18:14

Islam dan Gaya Hidup (8)

 

Setelah kita membahas tentang pentingnya menetapkan tujuan dan skala prioritas dalam menjalani hidup, sekarang kita sampai pada tahap yang lebih penting yaitu, masalah waktu dan mulai bergerak untuk meraih mimpi. Selama kita belum membuat keputusan serius untuk memulai, maka tujuan kita akan selalu menjadi sebuah mimpi dan angan-angan.

Oleh karena itu, kita harus membuat keputusan dengan akal sehat dan kebijaksanaan dankita harus mengejar tujuan kita dengan sebuah perencanaan yang benar serta sesuai dengan fasilitas dan kapasitas. Keberhasilan seseorang sangat ditentukan oleh sebuah perencanaan yang matang dan tidak ada yang sebanding dengannya. Imam Ali as berkata, “Ketelitian dan kecekatan dalam perencanaan lebih penting dari sarana (yang tersedia untuk mencapai tujuan).”

Ada banyak definisi yang ditawarkan mengenai kata perencanaan. Salah satu definisinya antara lain, “Perencanaan adalah sebuah prediksi yang rasional dan pengaturan sistematis semua kegiatan dan waktu berdasarkan prioritas yang sesuai dengan kemampuan dan keinginan pelaku.” Dengan kata lain, perencanaan adalah pengaturan dan pembagian urusan serta pengambilan keputusan dalam setiap tahap untuk aktivitas di masa mendatang.

Perencanaan memiliki banyak pengaruh dalam kehidupan manusia. Dengan perencanaan, semua tugas dan pekerjaan yang akan dijalani dipilih dengan prediksi dan ketelitian. Semua tugas dan pekerjaan yang akan dijalani dipilih dengan prediksi dan ketelitian. Semua kebutuhan dan keinginan juga dipenuhi dengan memperhatikan skala prioritas. Di era kemajuan teknologi informasi dan kemudahan untuk memacu perkembangan pemikiran, ekonomi dan sosial serta dengan semakin rumitnya kehidupan, maka manusia membutuhkan sebuah perencanaan dan pengaturan waktu.

Islam sebagai agama yang paling sempurna sangat menekankan masalah perencanaan. Dalam literatur-literatur Islam, masalah ini dianggap penting dan sebuah keniscayaa dari beberapa segi. Salah satunya adalah, usia dan waktu berjalan dengan cepat dan tanpa disadari. Selain itu, waktu yang telah hilang tidak bisa dikembalikan lagi dan sama sekali tidak ada cara untuk mengembalikannya. Waktu tidak bisa ditawar dengan segala hal.

Semua kekayaan manusia yang hilang masih bisa digantikan dalam batas tertentu, kecuali usia dan waktu. Dari sisi lain, semua pekerjaan perlu diselesaikan tepat waktu dan sesuai perencanaan dan hal ini akan mungkin dilakukan dengan sebuah perencanaan. Rasulullah Saw bersabda, “Setiap pekerjaan tergantung pada waktunya.”

Dengan memiliki program, kita dapat memanfaatkan semua kesempatan dan fasilitas secara maksimal. Salah satu dampak utama perencanaan adalah menciptakan kebiasaan yang positif. Pada akhirnya, pekerjaan akan diselesaikan dengan lebih mudah. Oleh karena itu, sebuah program yang tepat akan membantu dengan lebih mudah. Oleh karena itu, sebuah program yang tepat akan membantu manusia untuk memiliki sebuah model ideal dalam hidupnya.

Kebanyakan penyesalan dan penderitaan hidup masyarakat muncul karena tidak adanya pemikiran yang matang dan perencanaan yang baik sebelum mengerjakan sesuatu. Imam Ali al-Jawad as berkata, “Pengaturan dan perencanaan (sebelum mengerjakan setiap pekerjaan) akan menjaga manusia dari penyesalan.”

Tentu saja, melakukan aktivitas sesuai dengan perencanaan membutuhkan perilaku disiplin. Oleh sebab itu, setelah perencanaan, kita harus berkomitmen dengan kedisiplinan dan keteraturan. Budaya dan ajara Islam sangat menaruh perhatian terhadap masalah disiplin dan perencanaan. Imam Ali as dalam sebuah wasiatnya kepada Imam Hasan dan Husein as berkata, “Aku wasiatkan kalian dengan takwa ilahi dan disiplin dalam pekerjaan.”

Kebanyakan masalah dan kekacauan dalam hidup timbul karena tidak adanya kedisiplinan dan ketertiban. Keberadaan sifat terpuji ini secara mengejutkan akan menciptakan perubahan positif pada gaya hidup. Kedisiplinan dan keteraturan dalam pekerjaan memiliki banyak dampak positif bagi individu dan masyarakat. Perilaku disiplin dan perencanaan akan mencegah terbuangnya waktu dan sumber daya. Kebutuhan manusia senantiasa beragam dan tidak mungkin bagi mereka untuk memenuhi semua itu secara bersamaan. Hal ini memaksa mereka untuk menerapkan skala prioritas dan menentukan waktu khusus untuk sebuah kegiatan.

Untuk itu, setiap individu perlu memegang teguh prinsip disiplin dan memanfaatkan usianya, sebagai modal utama mereka, dengan sebaik-baik mungkin. Individu yang menyusun program untuk rutinitasnya dan mengerjakan semua pekerjaan pribadi dan sosial sesuai jadwalnya, pada dasarnya ia telah menghargai dirinya dan orang lain. Kedisiplinan dan keteraturan dalam pekerjaan akan menyebabkan semua kegiatan rampung tepat pada waktunya.

Disiplin dalam perilaku individual dan sosial, termasuk faktor penting dalam menata pemikiran manusia. Orang yang selalu komit dengan semua tugasnya, pola pikirnya juga akan tertata rapi dan matang. Manusia dengan mengantongi karakteristik tersebut dapat meniti jenjang perkembangan dan kesempurnaan dengan cara yang lebih baik dan cepat.

Imam Khomeini ra menilai keteraturan pemikiran adalah hasil dari perilaku disiplin. Beliau mengatakan, “Jika kita menata perilaku dan gerakan kita dalam hidup ini, pemikiran kita juga dengan sendirinya akan tertata dan ketika pemikiran sudah tertata, pastinya manusia akan menikmati keteraturan pemikiran sempurna ilahi.”

Pada dasarnya, salah satu rahasia kesuksesan para tokoh dan pengukir sejarah adalah karena mereka memiliki perencanaan dan sikap disiplin dalam hidup. Imam Khomeini ra, yang meneladani Rasulullah Saw dan Ahlul Bait as, adalah teladan populer yang telah menyihir banyak orang dengan masalah perencanaan dan perilaku disiplin.

Salah seorang murid Imam Khomeini ra berkata, “Saya hadir bersama beliau di Najaf selama 10 tahun, pekerjaan-pekerjaan yang saya saksikan dari beliau benar-benar menjadi contoh bagi kami. Sungguh mengherankan bahwa beliau menyusun jadwa untuk kegiatan belajar, membaca al-Quran, mengerjakan amalan sunnah dan bahkan membaca ziarah dan doa yagn tidak punya waktu khusus. Beliau melakukan setiap aktivitas sesuai dengan jadwal tersebut dan semua orang yang mengenal beliau mengetahui kesibukan Imam Khomeini pada jam tertentu. Beliau sangat disiplin, dimana salah seorang pedagang di pasar mengatur jadwalnya dengan kedatangan dan kepulangan Imam. Ini adalah sebuah pelajaran dan mereka dapat belajar dari sifat Imam Khomeini ra.”

Manusia yang disiplin dalam menjalankan aktivitas pada dasarnya mereka telah menghargai waktu dan usia orang lain dan bahkan mencegah hilangnya setiap kesempatan. Individu yang seperti ini akan menjadi teladan bagi orang lain dan cara ini akan mendorong masyarakat untuk hidup disiplin dan teratur dalam pekerjaan.

Oleh sebab itu, setelah menetapkan tujuan, perencanaan dan kedisiplinan akan memberikan warna baru dalam kehidupan seseorang. Sebagai hasilnya, ia akan merasakan kedamaian, jauh dari rasa gelisah dan kekacauan pikiran, serta meraih kesuksesan. Dengan membiasakan diri untuk hidup disiplin dan memiliki perencanaan, kita akan menyaksikan sebuah perubahan positif dan hidup kita dan lingkungan.

Imam Ali as berkata, “Bagilah waktumu menjadi empat bagian, untuk beribadah, untuk bekerja dan mencari nafkah, untuk berhubungan dengan saudara-saudara yang engkau percayainya dan mereka yang memberitahumu akan kekurangan dirimu dan khususkan juwa waktu untuk mencari kesenangan dan kenikmatan yang halal. Dari kegembiraan dan keceriaan yang didapat dari waktu liburan itu engkau bisa memperoleh kesiapan untuk melakukan tugas-tugas yang lain.

Minggu, 20 Desember 2020 18:09

Islam dan Gaya Hidup (7)

 

Model dan cara manusia dalam menjalani hidup dibangun atas empat ikatan yaitu, hubungan dengan diri sendiri, dengan Tuhan, dengan orang lain dan dengan alam semesta serta lingkungan. Cara kita menjalin hubungan dengan diri kita sendiri menjadi salah satu faktor penting untuk memiliki sebuah gaya hidup.

Kita perlu mengenal diri kita sendiri lebih baik untuk menikmati sebuah hubungan yang konstruktif. Ada sekelompok pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap individu mengenai hal itu antar lain; Siapakah aku? Potensi dan kemampuan apa saja yang aku miliki? Apakah tujuan hidup ini? Dan apakah aku puas dengan kehidupanku?

Pengenalan yang lebih besar tentang diri sendiri akan membuat seseorang memiliki kinerja yang prima dalam kehidupan. Kemampuan untuk mengenal diri dan pengetahuan tentang karakter pribadi, serta pengenalan aspek kekuatan dan kelemahan, termasuk ranah keahlian manusia dalam mengidentifikasi dirinya.

Ilustrasi kehidupan setelah kematian
Budaya dan pengetahuan Islam menaruh perhatian khusus terhadap masalah pengenalan diri dan wawasan kepribadian. Sebab, masalah itu akan membuka peluang untuk perkembangan dan kesempurnaan manusia. Rasul Saw bersabda, “Barangsiapa yang telah mengenal dirinya, berarti ia sudah mengenal Tuhannya.” Al-Quran dalam surat adz-Dzariyat ayat 21 berkata, “Dan (juga) para dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”

Semua kerja keras dan kegiatan manusia untuk meningkatkan kepuasan hidup dan wawasan kepribadian dapat mempercepat langkah mereka untuk mencapai distinasi. Oleh karena itu,  agama-agama samawi termasuk Islam senantiasa mendorong manusia untuk mengenal dirinya. Hal ini membuat mereka mengenal kemampuan-kemampuannya serta membantu mereka dalam mencapai kemajuan dan kesempurnaan.

Jelas bahwa individu yang mengenal dimensi-dimensi kepribadiannya akan membangun hubungan yang berkualitas dengan Tuhan, orang lain dan alam semesta. Setelah kita mengenal diri kita sendiri dan mengetahui tentang kedudukan mulia kita di alam semesta, maka prioritas selanjutnya adalah menetapkan tujuan. Memilih tujuan akan mencegah manusia dari kebimbangan.

Kadang kala tahun terus berganti dan usia manusia semakin berkurang, tapi sama sekali tidak tercipta perubahan dalam kehidupan kita. Sering kali kita bergumam dalam hati bahwa hari ini telah berlalu, tapi besok kita akan berbuat sesuatu. Namun, hari esok juga datang dan semua dilalui dengan penuh kelesuan. Hari demi hari berlalu begitu saja dan kesempatan emas itu tak kunjung datang, kita lalai bahwa “Hari ini adalah hari esok yang kita nantikan kedatangannya kemarin.”

Sebenarnya, dari mana sumber semua kelesuan dan kelemahan itu? Para pakar kesehatan mental mengatakan, “Jika kalian tidak bangkit dari tidur di pagi hari dengan penuh energi dan semangat, ini dikarenakan kalian tidak memiliki tujuan yang mantap dalam hidup. Fenomena ini akan menghancurkan semua kesempatan emas dalam hidup kita.” Imam Ali as berkata, “Orang berakal adalah mereka yang mengesampingkan perkara batil dan tanpa tujuan.”

Manusia adalah makhluk yang memiliki tujuan, karena mereka merupakan bagian dari alam dan alam semesta sendiri punya tujuan. Tuhan memiliki tujuan suci dalam penciptaan manusia dan alam. Sama sekali tidak ada sesuatu di alam ini yang tidak punya tujuan dan tidak berguna. Di semua sisi dunia ini terdapat tujuan dan keteraturan, dan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki ikhtiar, sejak dulu telah menjadi pusat perhatian dan tujuan Tuhan.

Ketenangan batin
Oleh karena itu, mereka tidak boleh menjalani hidup tanpa tujuan. Kematangan pemikiran dan kesempurnaan akal akan membuat manusia lebih condong pada perbuatan-perbuatan yang bertujuan dan mereka akan menjauhi pekerjaan yang tidak berguna.

Al-Quran menyebut salah satu sifat orang mukmin adalah menjauhi pekerjaan yang sia-sia dan tanpa tujuan. Salah satu sifat orang mukmin menurut surat al-Mukminun ayat 3 adalah “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” Imam Ali as dalam sebuah ucapannya berkata, “Orang yang condong pada perkara yang tidak berguna dan tidak bertujuan adalah orang yang pendek akalnya.”

Pada kesempatan lain,  Imam ali as berkata, “Tidak pantas bagi manusia berakal untuk mengayunkan kakinya kecuali untuk tiga hal; melakukan pekerjaan yang akan memperbaiki akhiratnya, mengerjakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencari kelezatan yang halal.”

Oleh karena itu, syarat hidup bijak terletak pada pemilihan jalan yang benar, penentuan tujuan yang tepat dan pengalihan pandangan dari perkara yang tidak berguna, dimana akan berisiko hilangnya sumber daya mteri dan spiritual dan pada akhirnya mendatangkan penyesalan. Voltaire, seorang penulis dan filsuf Perancis mengatakan, “Kita harus memiliki tujuan luhur dalam hidup ini dan menatap ufuk yang lebih tinggi, karena hidup tanpa tujuan hanya akan mendatangkan kejenuhan.”

Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu manusia dalam memilih tujuan atau melakukan sebuah peninjauan ulang. Sejujurnya siapakah diriku ini? Apakah aku menerima diriku sebagai seorang manusia atau makhluk yang paling mulia? Apakah aku memikirkan kesehatanku dan memiliki program untuk itu? Apakah aku mencintai pekerjaanku? Dan apakah aku memiliki hubungan yang akrab dengan istri dan anggota keluargaku? Semua pertanyaan itu mungkin akan membantu kita untuk secara teliti memikirkan tujuan-tujuan hidup kita.

Tujuan adalah sebuah kondisi ideal yang ingin kita raih di masa depan. Jika kita gagal menentukan nasib kita di masa depan, maka lingkungan di sekitar kita akan memaksakan kondisi tertentu kepada kita, yang mungkin sama sekali tidak sejalan dengan kepentingan kita. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita sendiri yang memperjelas tujuan tersebut dan kita bergerak ke arah sana.

Tujuan hidup setiap individu memiliki hubungan erat dengan pandangan dan ideologinya. Daripada menyibukkan diri dengan segudang khayalan dan imajinasi, lebih baik kita fokus pada tujuan tertentu. Tujuan tersebut akan menentukan dan memperjelas jalan dan destinasi hidup serta memberi rasa percaya diri, motivasi dan cinta kepada manusia. Tujuan akan mengakrabkan manusia dengan berbagai potensi dan kemampuan internal yang dimilikinya.

Pandangan dunia
Individu dengan tujuan yang jelas akan berupaya maksimal untuk sampai ke sana dan tidak ada rintangan yang bisa mematahkan semangatnya. Tujuan tentu saja harus realistis. Tujuan-tujuan yang realistis adalah target yang mungkin untuk dicapai dalam jangka pendek atau jangka panjang. Sebaliknya, tujuan-tujuan yang tidak realistis biasanya disebut dengan khayalan.

Tujuan dapat dibagi ke dalam tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Manajemen waktu akan membantu manusia untuk berkomitmen dalam melaksanakan kewajiban dan tugas yang sudah terjadwal. Tujuan juga dapat dibagi ke dalam berbagai bidang seperti memperbaiki relasi dengan rekan  kerja, menambah pendapatan atau meningkatkan kinerja.

Di lingkungan keluarga, tujuan itu dapat berbentuk pemilihan calon istri atau perbaikan hubungan dengan istri dan anak-anak. Di ranah spiritual, tujuan dapat berupa pelaksanaan kewajiban agama atau meningkatkan rasa percaya diri. Di dunia pendidikan, tujuan dapat terwujud tekad untuk melanjutkan pendidikan di bidang tertentu.

Tahap berikutnya adalah menentukan skala prioritas tujuan. Kita perlu memisahkan tujuan-tujuan yang lebih penting dari target-target biasa. Imam Ali as memiliki sebuah saran yang menarik dalam hal ini. Beliau berkata, “Barangsiapa yang menyibukkan diri dengan perkara yang tidak penting, ia akan kehilangan sesuatu yang lebih penting.”

Ada baiknya kita juga mendiskusikan tujuan yang ingin kita raih dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan anjuran Islam untuk bermusyawarah dan urun rembuk. Konsultasi ini tentu saja harus dilakukan dengan pihak yang berkompeten dan dapat memberikan arahan kepada kita. Islam melarang umatnya untuk bermusyawarah dengan orang-orang fasik, karena mereka akan mempersulit langkah kita untuk menggapai tujuan.

Minggu, 20 Desember 2020 17:59

Islam dan Gaya Hidup (6)

 

Banyak orang bertanya-tanya apakah perlu menciptakan perubahan dalam gaya hidupnya? Lalu, sejauh mana gaya hidup mereka sesuai dan sejalan dengan ideologi dan kepercayaan yang mereka yakini? Jelas bahwa model kehidupan yang kita jalani sekarang adalah bukan satu-satunya cara terbaik dan ideal bagi kehidupan kita. Tidak bisa dipungkiri bahwa ada banyak masalah pada metode kehidupan kita yang sekarang, dimana beberapa problema kita akan terpecahkan dengan mengatasi masalah-masalah tersebut.

Keberadaan dan ketiadaan bagian tertentu di kehidupan kita semua kembali kepada cakrawala pemikiran kita. Jawaban-jawaban kita atas definisi manusia dan kebahagiaannya serta penafsiran kita tentang awal dan akhir alam semesta, begitu pula dengan pandangan kita tentang kondisi sosia, ekonomi dan budaya, semua berpengaruh pada keputusan kita dalam memilih gaya hidup.

Kita di sepanjang hari menemui beragam masalah dan kita memikirkan sebagian dari masalah itu dan mengabaikan sebagian yang lain. Lalu, tema-tema apa saja yang harus menjadi santapan harian kita dan tema-tema apa saja yang harus kita singkirkan? Jika kita ingin menata kehidupan ini sejalan dengan tujuan penciptaan menurut pemikiran agama, bagaimana jadinya tampilan hidup kita nanti? Apakah kita mampu mengubah jam istirahat kita? Apakah kita bisa untuk tidak memikirkan sesuatu? Bagaimana kalau kita menjamu tamu-tamu kita dengan cara yang berbeda?

Mungkin juga ada yang beranggapan bahwa tidak penting untuk dipikirkan tentang metode apa yang akan kita gunakan dalam memenuhi kebutuhan dan menjalani hidup ini. Bukankah manusia di setiap periode kehidupannya memanfaatkan fasilias dan sarana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya?

Akan tetapi, harus dikatakan bahwa penampakan lahir kehidupan sama sekali tidak terlepas dari bentuk batinnya. Gaya dan metode kehidupan menciptakan perubahan yang konstruktif dalam jiwa dan ruh manusia. Semua perintah untuk mengerjakan amal kebaikan, yang menjadi cerminan lahiriah dari kehidupan individu Mukmin, memiliki pengaruh dalam penyucian jiwa dan penguatan iman.

Lahir dan batin saling mempengaruhi secara bersamaan. Untuk itu, perubahan salah satu sisi tentu saja akan turut mengubah sisi yang lain. Reformasi batin dan spiritual tidak bisa diharapkan muncul dari jiwa orang-orang yang menggantungkan kehidupannya pada hawa nafsu dan rayuan syaitan. Oleh sebab itu, perubahan gaya hidup manusia harus berdampak pada jiwa dan ruhnya. Di samping itu, perubahan dalam jiwa dan pemikiran akan berpengaruh pada kehidupan material.

Untuk mewujudkan perubahan dalam gaya hidup, kita harus mampu mengubah bentuk persepsi kita tentang kehidupan dan kemudian kita juga menciptakan perubahan dalam metode kehidupan. Tentu saja sangat sulit untukmengubah gaya hidup, perubahan kecil pada metode kehidupan bahkan tidak tercipta dengan sederhana. Perubahan dalam gaya hidup adalah sebuah gerakan untuk menata kehidupan dan memperbaiki bentuk lahiriahnya.

Sebagai tahap awal, kita bisa mengaktifkan beberapa kegiatan positif dan meliburkan beberapa aktivitas yang tidak berguna. Misalnya saja, sebagai seorang Mukmin kita harus menjadikan bacaan al-Quran sebagai rutinitas harian dan meninggalkan pekerjaan yang sia-sia.

Dalam gaya hidup agamis, membiasakan tidur di awal waktu dan memanfaatkan waktu sahar untuk ibadah harus menjadi pengganti kebiasaan lama dan telat tidur. Menimba ilmu pengetahuan khususnya makrifat agama juga memiliki kedudukan yang tinggi dalam gaya hidup agamis dan kegiatan ini harus diprioritaskan atas kehidupan duniawi. Skala prioritas dalam kehidupan seorang Mukmin juga mengalami pergeseran pada periode tertentu. Sebagai contoh, ibadah di bulan Ramadhan atau membantu keluarga di waktu luang harus menjadi prioritas orang Mukmin.

Pada tahap pertama, agama telah membangun pondasi gaya hidup agamis dengan menjabarkan pandangan dunia dan ideologi. Dan pada tahap selanjutnya, agama memberikan panduan perilaku dan nilai-nilai moral untuk semua dimensi kehidupan manusia. Moralitas telah mendefinisikan keanggunan dan keindahan sebuah perilaku; bentuk dan lahiriah yang indah, dimana dituntut untuk bersikap sesuai dengan itu. Seperti, tata cara makan dan tidur, kesopanan dalam berdoa dan beribadah, cara berinteraksi sosial, model pakaian, cara berkomunikasi, pernikahan dan lain-lain.

Tata krama dan sopan santu berbeda-beda di tengah bangsa-bangsa. Sebuah perkara biasa di sebuah masyarakat mungkin akan dianggap sebagai hal yang tabu di tengah komunitas lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah keindahan jiwa dan adab kesopanan adalah keindahan perilaku. Dengan kata lain, akhlak berhubungan dengan sifat-sifat internal, sementara adab kesopanan berkaitan dengan perilaku-perilaku lahiriah. Kesopanan biasanya akan menjadi wadah untuk akhlak.

Kesantunan dapat dibadi dalam dua bagian yaitu, kesantunan berbasis nilai-nilai agama dan kesantunan non-agama. Kesantunan Islami ada kalanya langsung bersandar pada ajaran-ajaran agama atau bersumber dari pemahaman dan penafsiran para tokoh agama terhadap teks-teks agama dan mereka berkomitmen untuk melaksanakannya.

Kesantunan non-agama adalah tata cara berperilaku yang berakar pada karakteristik sebuah wilayah, etnis, sejarah dan sejenisnya. Sebagai contoh, berusaha untuk mendahului salam, menjawab salam dengan sempurna, menyambung tali silaturahim dan atau memakai jilbab adalah bagian dari kesantunan Islami.

Adab kesopanan juga dapat dibagi menjadi individual dan sosial. Menjaga kesopanan dihadapan diri kita sendiri disebut sebagai adab personal, sedangkan menjaga kesantunan dihadapan orang lain disebut sebagai adab sosial. Kesantunan Islami merupakan simbol lahiriah Islam. Oleh sebab itu, seorang Muslim tidak ditolerir untuk berbuat sesuka hati. Dengan kata lain, ketika kita sudah menerima nilai-nilai Islam, kita tidak bisa lagi untuk melakukan sembarang pekerjaan. Kesantunan Islami yang tampak dalam perilaku harus sesuai dengan ideologi dan nilai-nilai Islam. Gaya perilaku lahiriah manusia merupakansimbol dari bentuk pemikiran dan kecintaannya.

Perilaku yang dilakukan oleh seseorang secara tidak langsung akan memperlihatkan karakter orang tersebut dihadapan masyarakat. Kondisi batin orang tersebut akan terlihat dan kepercayaan-kepercayaannya akan tampak. Misalnya saja, memakai pakaian hitam untuk mengenang duka Ahlul Bait as akan menjelaskan tentang kecintaan mereka kepada keluarga Nabi Saw dan akidah mereka tentang peringatan itu. Jika kondisi lahiriah ini ditemukan seragam di tengah sebuah komunitas, maka ini adalah indikasi dari kesepahaman dan kedekatan mereka. Namun jika ada perbedaan, dapat dipastikanb ahwa mereka masih memiliki pemahaman yang berbeda terhadap nilai-nilai tersebut.

Komitmen kaum Muslim terhadap hukum syariat dan akhlak akan membantu menyebarluaskan pemikiran dan budaya Islam, terutama untuk generasi mendatang. Sebagai contoh, ibadah seorang Muslim dan perilaku mulianya secara tidak langsung akan menjadi media dakwah bagi penyebaran budaya Islam dan pemikiran tauhid. Oleh karena itu, komitmenkita terhadap hukum Islam dan moralitas jangan hanya sebatas pencitraan, tapi harus benar-benar teraktualisasi dalam kehidupan kita.

Dunia Barat juga berupaya maksimal untuk mengkampanyekan budaya dan nilai-nilai mereka di tengah bangsa-bangsa lain. Pertama, mereka mengesankan budaya dan kehidupan modern barat sebagai satu-satunya pilihan ideal dan penuh pesona. Di sisi lain, Barat mencitrakan budaya-budaya lokal dan khususnya budaya Islam sebagai tidak efektif dan kemudian mereka melecehkan pola hidup tradisional dan merusak simbol-simbolnya. Singkat kata, dengan memperhatikan pentingnya adab dan gaya hidup dalam mentransfer kepercayaan dan nilai-nilai, maka upaya untuk melestarikan dan menjaga nilai-nilai tersebut menjadi sebuah urgensitas.

Minggu, 20 Desember 2020 17:49

Islamophobia di Barat (40)

 

Pemindahan Kedutaan Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis diikuti dengan pembunuhan sadis terhadap orang-orang Palestina, pemilik asli tanah Palestina. Tentara Zionis membunuh dan melukai puluhan ribu orang Palestina yang memprotes pemindahan Kedutaan AS.

Warga Palestina berkumpul untuk memprotes keputusan kontroversial pemerintah AS, tetapi mereka disambut dengan bedil. Para pengaku pembela hak asasi manusia tidak memberi tahu Israel bahwa protes adalah hak sipil bagi semua manusia.

Sejarah dunia mencatat bahwa peresmian kedutaan negara mana pun tidak pernah diwarnai oleh insiden pembantaian 58 orang. Namun, tidak demikian dengan peresmian Kedutaan AS di tanah pendudukan dan sekarang rekor tidak manusiawi ini dipegang oleh Donald Trump dan Benjamin Netanyahu.

Netanyahu, putri dan menantu Trump (Ivanka Trump dan Jared Kushner) merayakan, tertawa, bersorak sorai, dan berkisah tentang perdamaian di dalam Kedutaan AS yang baru diresmikan. Di luar lokasi perayaan, tentara Zionis menembakkan peluru ke arah warga Palestina dan membunuh mereka di tanah airnya sendiri. 

Sebanyak 58 warga Palestina gugur dalam pembantaian brutal itu dan 2.700 lainnya terluka. Di antara korban pembantaian terdapat enam anak dan remaja di bawah usia 18 tahun. Setengah dari korban luka terkena peluru tajam. Seorang bayi juga meninggal akibat menghirup gas air mata.

Mencermati insiden yang terjadi di dalam dan di luar gedung Kedutaan AS di Baitul Maqdis, sudah cukup alasan bagi siapa pun untuk menolak klaim Washington soal pembelaan hak asasi manusia.

Jika kejahatan semacam itu terjadi di sebuah negara selain AS, maka Trump dan para pembantunya akan bersuara lantang mengenai pelanggaran HAM, mengancam pelakunya, dan menjatuhkan sanksi terhadap mereka.

Insiden berdarah peresmian Kedutaan AS di Baitul Maqdis akan selalu dikenang oleh rakyat Palestina, kaum Muslim, dan semua pencari kebebasan dan keadilan di seluruh dunia sebagai hari kelam dalam sejarah pendudukan Zionis.

Pemindahan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis dilakukan pada hari yang dikenang oleh rakyat Palestina sebagai Hari Nakba (bencana/malapetaka). Zionis mengubah Hari Nakba menjadi hari pertumpahan darah dan menambahkan sebuah frasa baru dalam sejarah penjajahannya.

Hari Nakba adalah istilah yang dipakai oleh rakyat Palestina untuk mengenang peristiwa pengusiran puluhan ribu orang Palestina dari Desember 1947 hingga Januari 1949. Pada hari itu, orang-orang Zionis merampas dan menduduki tanah Palestina.

Zionis melakukan segala bentuk kejahatan untuk memaksa orang-orang Palestina meninggalkan rumah, desa, kota, dan tanah air mereka. Sekitar 600 desa dibakar dan dihancurkan. Orang-orang yang menentang agresi ini dibunuh secara keji.

Pembunuhan brutal terhadap penduduk desa Deir Yassin dan Kafr Qasim dicatat dalam sejarah kejahatan dan agresi Zionis di Palestina. Tanggal 15 Mei adalah hari pengumuman berdirinya rezim penjajah Zionis di bumi Palestina.

Rakyat Palestina menyebut hari itu sebagai Hari Nakba. Mereka memperingati Hari Nakba dengan melakukan pawai ke arah wilayah yang diduduki Zionis dan mengingatkan generasi baru Palestina akan sejarah pendudukan tanah air mereka.

Kegiatan itu disebut Pawai Hak Kepulangan dengan harapan bahwa suatu hari nanti tanah Palestina akan terbebas dari pendudukan Zionis dan orang-orang Palestina bisa kembali ke tanah airnya. Namun, pawai tahun 2018 kembali bersimbah darah oleh keputusan kontroversial Donald Trump memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis.

Dalam sebuah sikap anti-kemanusiaan dan anti-Islam, Trump memenuhi permintaan rezim penjajah Zionis untuk mengubah Baitul Maqdis menjadi ibu kota rezim itu. Tak satu pun dari presiden AS yang seperti Trump, di mana ia sangat terpengaruh oleh lobi Zionis dan para pemimpin Israel.

Trump melalui teleconference mengucapkan selamat atas pemindahan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis, dan mengatakan bahwa itu seharusnya sudah terjadi sejak dulu.

"Pemindahan kedutaan adalah harapan terbesar kita bagi terciptanya perdamaian (di kawasan). AS tetap berkomitmen penuh untuk memfasilitasi perjanjian perdamaian yang berkelanjutan. AS akan selalu menjadi sahabat besar dan mitra dalam kebebasan dan perdamaian," kata Trump.

Netanyahu dalam pidatonya pada upacara peresmian Kedutaan AS di Baitul Maqdis, menyebut AS sebagai sahabat terbaik dan sekutu Israel.

Trump berbicara tentang perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah ketika memindahkan Kedutaan AS, padahal sekutu-sekutu terdekat AS termasuk Inggris, menentang langkah tersebut. Mereka menganggap keputusan AS bertentangan dengan proses kompromi.

Di AS sendiri, kubu politik yang berkuasa di negara itu menganggap keputusan Trump sebagai penambatan paku di peti mati proses perundingan damai.

Presiden AS sudah terbiasa untuk memutarbalikkan fakta sehingga sekutunya di Eropa juga skeptis terhadap Washington. Kanselir Jerman Angela Merkel dalam mereaksi keluarnya AS dari kesepakatan nuklir Iran, mengatakan keputusan Trump merupakan sinyal dari perubahan dalam hubungan Berlin-Washington dan hubungan Eropa-Amerika.

Zionis menyimpan dendam dan kebencian mendalam terhadap kaum Muslim. Mereka menuduh setiap Muslim yang menentang agresi Zionis sebagai teroris, pemberontak, dan ekstrimis. Zionis juga berada di balik arus utama Islamophobia dan sentimen anti-Islam di negara-negara Barat.

Dengan trik itu, Zionis berusaha menutupi agresi dan kejahatannya di wilayah pendudukan Palestina. Mereka menuduh pejuang Hamas dan Jihad Islam Palestina serta Hizbullah Lebanon – yang berjuang membebaskan tanah airnya – sebagai teroris dan ekstrimis. Pihak-pihak yang membela kelompok perlawanan juga dituduh mendukung terorisme.

Dalam situasi seperti itu, Trump menyalahkan Hamas atas pembantaian rakyat Palestina oleh Zionis pada Hari Nakba.

Watak asli rezim Zionis dan pendukungnya telah menjadi jelas bagi publik dunia. Karakter asli mereka juga terlihat dalam pembunuhan warga Palestina yang menggelar Pawai Hak Kepulangan.

Surat kabar Prancis, Liberation dalam sebuah laporannya menulis bahwa para pengobar bara api mematikan Hari Nakba adalah dua orang: Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri rezim Zionis Benjamin Netanyahu.

"Dua orang ini dengan meresmikan pemindahan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis, secara simbolis telah melupakan prakarsa pembentukan negara Palestina," tulisnya.

Liberation bahkan menerbitkan karikatur Donald Trump. Dia digambarkan sedang berjalan ketika asap pekat dari kobaran api membumbung ke langit dari kepalanya. Saat itu Trump berteriak, "Aku datang untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah!"

Minggu, 20 Desember 2020 17:48

Islamophobia di Barat (39)

 

Di edisi sebelumnya, kita telah menyinggung tentang surat dari sekitar 300 tokoh politik, budaya, dan sosial Prancis kepada kaum Muslim. Mereka meminta umat Islam untuk menghapus surat-surat al-Quran, yang menyerukan pembunuhan dan hukuman bagi orang-orang Yahudi, Kristen, dan Atheis.

Surat itu benar-benar menghina al-Quran sebagai kitab langit dan wahyu Ilahi, yang tidak ada distorsi sedikit pun di dalamnya. Tokoh penandatanganan surat itu memiliki pertalian dengan Yahudi serta dekat dengan kalangan Zionis dan kubu anti-Islam seperti Presiden Prancis waktu itu, Nicolas Sarkozy dan mantan Perdana Menteri Prancis, Manuel Waltz. Para tokoh lain juga dikenal dekat dengan Zionis.

Surat yang bertema "Tindakan Anti-Semit Baru" diterbitkan di surat kabar Le Parisien dan berbicara tentang radikalisme Islam. Alarm bahaya tentang apa yang disebut pembersihan senyap orang-orang Yahudi Prancis, telah berbunyi.

Para penandatangan surat itu adalah pendukung gerakan anti-Islam di Prancis. Salah satu kebijakan mereka selama berkuasa di negara itu adalah memperkuat gerakan anti-Islam serta memberlakukan pembatasan dan larangan terhadap Muslim Prancis.

Mereka sekarang mengkhawatirkan fenomena anti-Semit di Prancis. Manuver mereka sebenarnya dapat ditelisik dalam satu kalimat yaitu memutarbalikkan fakta. Sebuah fakta atas nama gerakan anti-Islam yang dipimpin oleh lobi besar Zionis di Prancis.

Tidak diragukan lagi bahwa kaum Muslim dan Yahudi menghadapi gesekan dan konflik di sepanjang sejarah. Namun, tidak seharusnya ada kontradiksi dan pertentangan antara agama-agama Samawi, termasuk antara Islam dan Yahudi. Namun, orang-orang fanatik dan pengikut agama kadang menjadi pemicu konflik dan munculnya gesekan.

Ayat-ayat al-Quran yang berisi kecaman terhadap Yahudi, bukan karena mereka sebagai kaum Yahudi, tetapi karena menolak menerima kebenaran dan menyusun konspirasi untuk membunuh Rasulullah Saw. Jika kaum Yahudi di masa sekarang tetap seperti itu, maka ayat-ayat tersebut juga mencakup mereka.

Nabi Muhammad Saw dijuluki sebagai nabi pembawa rahmat dan kasih sayang. Kasih sayang ini meliputi semua makhluk Tuhan termasuk masyarakat non-Muslim. Rasulullah meninggalkan banyak pesan tentang berbuat baik kepada ahlul dzimmah (orang-orang non-Muslim merdeka yang hidup di negara Islam, mereka membayar pajak perorangan, dan sebagai balasan menerima perlindungan dan keamanan).

Yahudi anti-Zionis.
Khalifah Ali bin Abi Thalib as dalam sebuah suratnya kepada Gubernur Mesir, Malik al-Ashtar menulis, "Hak orang-orang yang membayar jizyah harus dihormati."

Imam Ali as juga berkata, "Aku menerima laporan terverifikasi bahwa sekelompok pria telah menyerang orang-orang Muslim dan sebagian minoritas resmi (agama yang diakui) dan sebagian ahlul dzimmah di Mesir serta menjarah gelang, kalung, dan anting-anting mereka… Aku bersumpah laporan ini benar-benar pahit dan sangat berat, jika seorang Muslim menderita kesedihan sampai wafat setelah mendengar tragedi ini, maka ia tidak pantas dicela, tetapi – menurut saya – itu adalah sebuah reaksi yang benar-benar alamiah."

Dengan keteladanan seperti ini, dapatkah Islam menjadi agama yang anti-Semit seperti klaim sebagian orang Barat, termasuk 300 tokoh Prancis? Anti-Semitisme berakar di Eropa. Setelah penaklukan Kristen atas kaum Muslim di Andalusia (Spanyol), warga Kristen Spanyol memaksa orang-orang Yahudi untuk meninggalkan agamanya.

Mereka secara lahiriyah menjadi Kristen, tetapi batinnya tetap memegang agama Yahudi. Warga Yahudi yang beragama Kristen ini dikenal sebagai Marrano. Fenomena Marrano menunjukkan bahwa warga Yahudi Andalusia tetap menjadi pemeluk agama Yahudi ketika kaum Muslim berkuasa di sana, tetapi orang-orang Kristen menganiaya mereka dan memaksanya untuk memilih antara Kristen atau kematian. Pemaksaan inilah yang membuat mereka menjadi Marrano.

Sebaliknya, praktik umum masyarakat Islam didasarkan pada toleransi dengan ahlul kitab. Muslim di Palestina, Syam, Irak, dan di tempat lain memperlakukan orang-orang Yahudi dengan baik. Warga Yahudi menganggap orang-orang Arab Muslim sebagai penyelamatnya dari tangan orang-orang Kristen. Oleh karena itu, mereka membantu orang-orang Muslim, masyarakat Muslim juga memperlakukan mereka dengan baik dan Yahudi mendapatkan tempat baik di negara-negara Islam.

Para peneliti menyebut periode Andalusia sebagai "era keemasan" bagi masyarakat Yahudi. Jika periode itu dikenal sebagai era keemasan bagi kehidupan budaya dan ilmiah Yahudi, maka periode Utsmaniyah sebagai zaman keemasan politik dan ekonomi bagi komunitas Yahudi.

Agama Yahudi kembali memperoleh ruhnya pasca kekalahan Kekaisaran Romawi Timur dan berdirinya Imperium Ottoman serta imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke wilayah kekuasaan Ottoman. Universitas-universitas Yahudi dibangun di kota-kota penting seperti Kairo, Konstantinopel, dan Tesalonika.

Ilustrasi kejahatan Zionis terhadap Muslim Palestina.
Salah satu tempat kehidupan toleran Yahudi dan Muslim adalah Iran. Iran selalu menjadi perhatian orang-orang Yahudi. Sejak Koresh Agung memerintahkan pembebasan orang-orang Yahudi, Iran telah menjadi tempat yang aman bagi mereka.

Warga Yahudi Iran datang ke Iran sekitar 2500 tahun yang lalu. Menurut catatan sejarah dan arkeologi, mereka hidup di banyak wilayah di Iran. Berdasarkan Kitab Ester, pada masa pemerintahan Raja Khashayar Shah (Xerxes) (520 - 465 SM), ada 127 provinsi di wilayah kekuasaan Persia di mana orang Yahudi tersebar di seluruh provinsi tersebut.

Menurut sejarah Iran kontemporer, minoritas Yahudi menikmati posisi yang sangat menonjol di Iran dan berpartisipasi dalam berbagai bidang politik, sosial, dan ekonomi. Ribuan orang Yahudi sekarang tinggal di Iran dan bahkan memiliki satu perwakilan di Parlemen Iran.

Komparasi perlakuan Muslim dan Kristen Eropa dengan orang-orang Yahudi, menunjukkan bahwa anti-Semit merebak di antara mereka yang mengaku memeluk agama Kristen. Selama berabad-abad sebelum Era Pencerahan, orang Yahudi Eropa sebagai minoritas agama yang asing, berada dalam posisi yang sangat sulit.

Meski Kebangkitan Renaisans, gerakan Protestan, dan kebangkitan Lutheranisme telah mengubah sikap orang-orang Kristen kepada komunitas Yahudi, terutama di Italia, tetapi perubahan ini tidak berlangsung lama dan gelombang baru anti-Semit kembali melanda Eropa pada abad ke-16 dan 17.

Paus Paulus IV pada tahun 1555 mengeluarkan perintah agar orang-orang Yahudi kembali ditempatkan di Ghetto, tempat tinggal khusus untuk warga Yahudi. Atas perintah Paulus IV, 24 pria dan satu wanita Yahudi dibakar di tempat umum.

Sejak itu, orang-orang Yahudi dihukum keras di berbagai kota Eropa, banyak dari mereka dibunuh, dan rumah-rumah mereka dihancurkan. Kelompok Zionis anti-Islam – dengan perilaku dan kebijakannya – telah memicu sentimen negatif terhadap orang-orang Yahudi. Jika tidak, orang-orang Muslim tidak pernah bertengkar dengan Yahudi.

Apa yang kita lihat hari ini adalah perlakuan Zionis yang sangat brutal terhadap Muslim di tanah pendudukan Palestina. Zionis hari ini membalas semua kebaikan umat Islam selama bertahun-tahun dengan membunuh wanita dan anak-anak Palestina.

Jika melihat perlakuan orang-orang Kristen terhadap Yahudi, maka negara-negara Eropa dan Kristen harus menanggung akibat dari perilaku tidak manusiawi mereka di masa lalu.

Namun, sayangnya kita hari ini melihat Zionisme dan orang-orang yang mengaku mengikuti Nabi Isa as, bekerjasama untuk menyerang Islam dan kaum Muslim di seluruh dunia. Sekarang mereka menyerukan penghapusan ayat-ayat al-Quran dengan alasan ekstremisme, kekerasan, dan anti-Semit. 

Minggu, 20 Desember 2020 17:47

Islamophobia di Barat (38)

 

Sekitar 300 tokoh politik, budaya, seni, dan sosial Prancis dalam sebuah surat anti-Islam, meminta kaum Muslim untuk menghapus surat-surat al-Quran, yang menyerukan pembunuhan dan hukuman bagi orang-orang Yahudi, Kristen, dan Atheis.

Salah satu penandatangan surat tersebut adalah mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy. Para penandatangan surat ini mengangkat kasus pembunuhan 11 orang Yahudi di Prancis dalam beberapa bulan terakhir. Komunitas Muslim langsung dikaitkan dengan kasus itu dan mereka menyatakan bahwa anti-semitisme di Perancis jauh lebih parah dan lebih akut daripada Islamophobia.

Para penandatangan surat itu benar-benar tidak membaca sejarah atau sedang berusaha untuk membalikkan fakta. Proposisi kedua tentu saja lebih dekat dengan kenyataan. Realitas saat ini adalah bahwa lobi-lobi besar Zionis di Prancis sedang mengobarkan gerakan Islamophobia di negara itu.

Masyarakat Muslim Prancis yang berjumlah hampir enam juta jiwa, selalu menghadapi banyak ancaman, pengekangan, dan larangan di tengah masyarakat. Namun, kasus penghinaan terkecil sekali pun terhadap seorang Yahudi akan dianggap sebagai gerakan besar anti-semitisme.

Seruan hampir 300 tokoh politik, budaya, seni, dan sosial Prancis untuk menghapus beberapa surat al-Quran juga terpengaruh oleh isu anti-semitisme. Tidak diragukan lagi bahwa kaum Muslim dan Yahudi menghadapi gesekan dan konflik di sepanjang sejarah.

Pada dasarnya, tidak ada kontradiksi dan pertentangan antara agama-agama Samawi, antara Islam dan Yahudi juga tidak seharusnya ada pertentangan. Namun, orang-orang fanatik dan pengikut agama terkadang menjadi pemicu perselisihan dan munculnya gesekan.

"Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya" dan mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." (QS. Al-Baqarah: 285)

Gerakan anti-Yahudi di Prancis.
Ayat-ayat al-Quran yang berisi kecaman terhadap Yahudi, bukan karena mereka sebagai kaum Yahudi, tetapi karena menolak menerima kebenaran dan menyusun konspirasi untuk membunuh Rasulullah Saw.

Jika kaum Yahudi di masa sekarang tetap seperti itu, maka ayat-ayat tersebut juga mencakup mereka. Al-Quran menggunakan kalimat yang keras terhadap orang-orang yang congkak baik Muslim atau non-Muslim, dan akan menjauhi orang-orang yang menolak berbuat kebajikan.

Ayat-ayat yang berbicara tentang Yudaisme ditujukan kepada sekelompok orang Yahudi yang sombong dan arogan, bukan karena Yudaisme. Dengan mengkaji al-Quran, kita akan menemukan bahwa peringatan seperti itu juga diberikan kepada orang-orang Muslim yang tidak taat dan sombong.

Interaksi pertama orang-orang Yahudi dengan kaum Muslim berlangsung damai. Rasulullah Saw memperlakukan kaum Yahudi dengan sangat baik. Misalnya, menerima jizyah dari mereka, tetapi menolak jizyah dari kaum musyrik. Ayat-ayat al-Quran dan sejarah mencatat fakta ini.

Sejumlah kelompok Yahudi menetap di Semenanjung Arab seperti Bani Qaynuqa', Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Yahudi Khaibar, yang diharapkan oleh Rasulullah Saw akan masuk Islam, karena keduanya (Islam-Yahudi) sama-sama agama Samawi, tetapi dalam praktiknya kaum Yahudi di Madinah menolak masuk Islam.

Menurut al-Quran, konspirasi dan permusuhan kaum Yahudi terhadap Islam dan kaum Muslim bersumber dari dorongan hawa nafsu mereka, tidak memiliki iman yang kuat, dan rasisme. Rasulullah mengambil berbagai langkah dalam menghadapi permusuhan ini, pertama-tama merintis perjanjian dan menyeru mereka pada kebenaran.

Kemudian bersikap toleran dengan Yahudi dan mengajak mereka untuk menjauhi perselisihan. Rasul Saw melakukan perdebatan yang baik dengan Yahudi dan memberikan peringatan kepada mereka. Pada akhirnya, Rasul terpaksa menggunakan kekuatan militer dengan Yahudi.

Sekelompok Yahudi yang mematuhi perjanjian dan hidup rukun berdampingan dengan kaum Muslim, menikmati kondisi kehidupan yang baik. Kebebasan bergama dalam Islam, perlindungan terhadap hak-hak pengikut agama lain, dan tolerasi, membuat orang-orang Yahudi yang tinggal di wilayah Muslim mencapai kemajuan.

Akar anti-semitisme berasal dari Eropa, bukan dari negara-negara Muslim. Para tokoh Perancis yang menyerukan penghapusan beberapa surat al-Quran, harus melihat sejarah masa lalunya. Kaum Yahudi Eropa selama berabad-abad sebelum Era Pencerahan, hidup sebagai minoritas agama yang ditindas dan berada dalam situasi yang miris.

Situasi sulit ini disebabkan oleh dua faktor penting: Pertama, para penguasa Eropa dan Kristen menindas kaum Yahudi karena menganggap mereka musuh, najis, dan tidak memiliki hak apapun. Kedua, cara pandang Yahudi sendiri telah membuat mereka terpisah dari manusia lain dan terisolasi dalam komunitas kecil Yahudi.

Sehubungan dengan faktor pertama, sikap represif para penguasa Eropa dan Kristen terhadap kaum Yahudi kembali ke abad keempat Masehi. Pada masa itu, Kaisar Romawi Konstantinus Agung memeluk agama Kristen. Setelahnya, para pengganti Konstantinus memproklamirkan Kristen sebagai satu-satunya agama resmi Roma dan melarang agama lain.

Perkembangan ini benar-benar menyulitkan kaum Yahudi dan para pemeluk agama mereka, karena hubungan antara Kristen-Yahudi sudah buruk sejak awal munculnya agama Kristen. Pemeluk agama Kristen menganggap kaum Yahudi sebagai pelaku pembunuhan dan penyaliban Nabi Isa as. Oleh sebab itu, kaum Yahudi benar-benar ditekan di bawah Imperium Romawi.

Masyarakat Kristen melakukan berbagai bentuk penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi. Dalam banyak kasus, orang Yahudi dipaksa masuk Kristen. Yahudi yang menolak untuk mengubah agamanya akan menjadi sasaran penyiksaan dan penganiayaan, seperti perbudakan, eksekusi, dan pengasingan. Puncak dari permusuhan para penguasa Eropa dan komunitas Kristen terhadap Yahudi terjadi selama Perang Salib.

Pada akhir abad ke-11 dan bersamaan dengan Perang Salib, orang-orang Eropa melakukan berbagai bentuk penyiksaan terhadap kaum Yahudi. Gerakan ini dimulai di Jerman. Pembantaian massal terhadap Yahudi terjadi di negeri itu dan menyebar ke negara-negara Eropa lainnya. Setelah pembantaian, keluarga yang tersisa diusir dari negara itu.

Kaum Yahudi diusir dari Inggris pada 1290, dari Prancis pada 1394, dari Spanyol pada 1492, dari Portugal pada 1496, dari Navarre dan Sisilia pada 1498, dan dari Swiss dan Jerman pada 1490. Orang-orang Yahudi kemudian tersebar di mana-mana.

Sebagian Yahudi di Eropa Selatan memilih eksodus ke Timur. Sebagian dari Spanyol beremigrasi ke Suriah dan Turki, sekelompok dari mereka pergi ke utara ke Polandia. Yahudi yang bertahan di Italia, Jerman, dan Austria, ditempatkan di Ghetto, tempat tinggal khusus untuk warga Yahudi. Mereka tidak punya hak untuk keluar dari Ghetto pada malam hari atau akan dibunuh.

Untuk mengetahui kondisi kaum Yahudi Eropa pada Abad Pertengahan, Martin Luther berkata, "Gereja, paus, dan uskup memperlakukan orang-orang Yahudi layaknya anjing, bukan manusia."

Meskipun Kebangkitan Renaisans, gerakan Protestan, dan kebangkitan paham Luther, telah sedikit mengubah pandangan orang-orang Kristen terhadap kaum Yahudi, tetapi kondisi ini tidak berlangsung lama, gelombang baru anti-Yahudi segera muncul di Eropa pada abad ke-16 dan 17 Masehi.