کمالوندی
Haji; Miqat Pecinta dan Hamba Tuhan
Tak terasa hari-hari bahagia dan penuh maknawi kembali tiba dan umat Muslim di seluruh dunia diberi kesempatan untuk menggelar kongres akbar haji. Firman Allah Swt di surah al-Hajj ayat ke 27 menyebutkan, “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,.”
Bulan Dzulhijjah, bulan di mana ratusan ribu manusia mempersiapkan dirinya untuk kembali mengasah keimanan dalam dirinya. Di hari ini ritual akbar akan digelar di sisi Baitullah di Makkah. Beribu-ribu umat Muslim dari penjuru dunia berbondong-bondong menuju Makkah dan kembali mereka menampilkan kepada dunia persatuan di bawah bendera Islam. Di ritual akbar ini, umat Islam menanggalkan segala bentuk atribut yang dimiliki dan dengan kesamaan pakaian ihram yang mereka kenakan, menunjukkan bahwa di antara mereka tidak ada perbedaan di sisi Tuhan. Yang ada adalah persatuan dan perlombaan beribadah sebanyak-banyaknya.
Haji adalah sebuah perjalanan ruhani ke sebuah tempat suci dan terkenal dengan nama Mekah, yang dilakukan pada bulan Dzulhijjah dengan tujuan ziarah ke Rumah Allah, Ka’bah, untuk melaksanakan upacara-upacara khusus, yang disebut “Manasik Haji”. Perjalanan agung dan mulia ini merupakan kewajiban atas setiap Muslim sekali dalam hidupnya, dengan syarat adanya biaya, kesehatan jasmani dan ruhani, serta tak adanya halangan apapun yang akan mengganggu perjalanan hajinya.
Bisa dikatakan, bahwa di setiap masyarakat, terdapat saat dan tempat-tempat khusus untuk pelaksanaan acara-acara ibadah dan pengamalan ajaran-ajaran maknawi. Ka’bah adalah rumah tauhid dan tempat ibadah paling lama yang dibangun di muka bumi ini. Catatan-catatan sejarah memberikan kesaksian bahwa pada awalnya, Ka’bah dibangun oleh Nabi Adam as. Kemudian Ka’bah mengalami kerusakan dalam peristiwa topan pada masa Nabi Nuh as dan diperbaiki oleh Nabi Ibrahim as. Sejak saat itu Ka’bah selalu menjadi pusat perhatian para penyembah Tuhan yang Maha Esa.
Tahun ini, ketika ratusan ribu orang di seluruh dunia menunggu kedatangan bulan Dzulhijjah dan melakukan perjalanan ke tanah wahyu, Kementerian Haji dan Umrah Saudi mengumumkan bahwa karena wabah virus corona baru COVID-19) di sebagian besar negara dan kematian lebih dari setengah juta orang di dunia, ritual haji 1441 H (1399 Hs) akan diadakan secara terbatas dan internal dan tanpa menerima peziarah dari negara lain. Karena itu, pengiriman jamaah haji dari Iran dan negara-negara lain ke Arab Saudi untuk haji tahun ini praktis dihilangkan.
Ibadah haji sebuah kewajiban bagi setiap Muslim, namun kewajiban ini memiliki tiga syarat. Pertama adalah kemampuan finansial, yakni ketika ia berhaji dan kemudian kembali dari tanah suci, kehidupan selanjutnya tidak akan bermasalah. Kedua adalah perjalanan aman dan tidak ada hambatan atau bahaya. Dan ketiga adalah kesehatan fisik.
Pelaksanaan haji penuh dengan pelajaran, kenangan, dan perasaan yang tak terlukiskan. Para peziarah Tanah Suci Makkah dan Madinah berada di suatu tempat yang sarat nuansa spiritual. Di setiap sudut tempat itu, mereka bisa menyaksikan jejak puluhan peristiwa dan sejarah besar Islam serta perjuangan Rasulullah Saw dalam menyebarkan Islam.
Haji dapat disebut sebagai bentuk memperbaiki janji dengan para Nabi seperti Adam, Ibrahim as, dan Nabi Muhammad Saw.
Dalam ritual haji dipaparkan model kehidupan baru. Gambaran sampul kehidupan di ritual ini adalah murni penghambaan kepada Allah Swt. Di dalamnya tidak ditemukan percekcokan, penzaliman dan diskriminasi. Para peziarah Baitullah dalam pengalaman spiritual indah ini belajar bahwa sebelum segala sesuatunya, dalam dirinya harus ditekankan bentuk dunia yang penuh dengan perdamaian dan kecintaan, baru kemudian ia menyebarkan tuntunan ini ke masyarakat sekitarnya. Allah Swt memberikan beberapa tahap bagi perjalanan spiritual ini, di mana para peziarah dan jamaah haji mengalami periode praktis demi membersihkan jiwa dan menjaga akhlak serta perilakunya dan pada akhirnya meraih moral Islami.
Sebelum bertolak ke bumi wahyu, para calon jamaah haji membutuhkan berbagai persiapan baik materi maupun maknawi. Calon jamaah haji harus membersihkan hatinya dari segala kekotoran dan ingatan selain Tuhan. Di ritual akbar ini, jamaah haji harus menfokuskan ingatannya hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridho-Nya. Menjaga prinsip moral dan akhlak baik sebelum maupun setelah ibadah haji kian menambah keindahan ritual akbar ini. Islam pun mengajarkan tata cara perjalanan spiritual ini. Tujuan utama ibadah haji adalah mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Hal ini tidak mungkin diraih kecuali dengan niat tulus.
Para jamaah haji melepaskan diri mereka dari segala warna ketergantungan dengan melaksanakan manasik haji, memenuhi jamuan Tuhan dengan penuh cinta dan kerinduan dan mengenakan pakaian putih sebagai baju ihram. Pakaian sederhana ini telah mensejajarkan kedudukan manusia dan menjauhkan mereka dari atribut-atribut duniawi seperti pangkat, jabatan, dan kedudukan. Ibadah haji menempatkan manusia pada arena berbagai ujian konstruktif sehingga terdapat perubahan pada teladan pemikiran dan perilaku mereka. Namun perubahan internal ini tidak terwujud dalam keterasingan. Jamaah haji melaksanakan setiap tuntunan ibadah haji di tengah kerumunan manusia lain sehingga mereka bisa merasakan ikatan dan solidaritas antara dirinya dengan orang lain. Ritual ini merupakan indikasi atas ajaran Islam yang komprehensif dan mencakup segala hal.
Menjauh dari sikap emosi dan riya’, menghiasi diri dengan sifat taqwa dan memberikan harta di jalan Allah Swt, semuanya terwujud dalam sebuah keselarasan sosial. Orang-orang yang memiliki kemampuan untuk menunaikan ibadah haji harus segera melangkah menuju tanah suci dan memenuhi panggilan Allah Swt. Dalam surat Al-Hajj ayat 27 dan 28, Allah Swt berfirman: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan ibadah haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai onta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka (dalam ibadah haji).”
Dalam ibadah haji, Allah Swt memberikan kesempatan kepada umat manusia untuk mencicipi atmosfir yang penuh dengan keakraban dan kedamaian. Dalam perhimpunan agung ini disodorkan berbagai teladan kehidupan yang berbeda-beda dan teladan utama kehidupan adalah menyembah Allah Swt dan menanggalkan baju kesombongan dan kecongkakan. Apa yang kita saksikan di tengah para jamaah haji adalah perdamaian dan persahabatan. Jamaah haji menghendaki keamanan dan ketentraman bagi seluruh hamba Allah Swt bahkan bagi tanaman dan binatang. Dengan rasa tanggung jawab ini, umat Islam akan menyaksikan manfaat luas ibadah haji di bidang budaya, sosial, ekonomi dan politik. Ini semua adalah berkah ibadah haji yang akan memperkuat ikatan emosional umat Islam.
Manasik haji kritalisasi beragam kondisi manusia yang menempuh perjalanan panjang dan penuh rintangan untuk bertemu dengan kekasihnya. Di kongres akbar ini, setiap individu ingin membersihkan dirinya, memoles jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah Swt serta melepaskan diri dari keterikatan duniawi.
Mungkin pada awalnya kita berpikir bahwa kondisi ini sudah cukup, tapi sebenarnya di kongres akbar haji, ibadah individu ini bergabung dengan ibadah kolektif sehingga kian menambah nilai dan keagungan ritual ini. Gabungan antara individualisme dan amalan bersama di kongres haji ini menggambarkan peta politik sosial umat Islam. Di masyarakat Islam, individu dan sosial tidak saling mengorbankan demi sebuah kepentingan, tapi bersama-sama mereka menemukan makna serta berkembang.
Haji adalah contoh kecil dari kiamat dan kebangkitan besar di akhirat. Pemisahan manusia dari rumah dan pindah ke tanah yang jauh dengan harapan belas kasihan Tuhan adalah pertunjukan saat kematian dan pemisahan dari semua harta benda dan harta benda. Semua orang memasuki lautan luas ini tanpa hak istimewa, tanpa perbedaan apa pun, bersama-sama, berharap diterima dan takut ditolak oleh Allah. Orang kaya dan orang miskin datang ke Baitullah dengan baju yang sama.
Haji adalah contoh kecil dari masyarakat Islam yang superior dan manifestasi dari peradaban Islam yang baru. Selama musim haji, orang-orang dari berbagai ras, bahasa dan budaya berkumpul dari seluruh dunia dalam satu poros, yang merupakan deklarasi penghambaan kepada Allah Swt. Latihan persatuan tahunan ini sebenarnya adalah latihan universal umat Islam untuk pemerintahan dunia yang dipimpin oleh Imam Mahdi as.
Haji dan Baraah dalam Perspektif Rahbar
Salah satu dimensi penting haji adalah aspek sosialnya yang menjadi perhatian banyak pemimpin dunia Islam, termasuk Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei.
Rahbar dalam pesan yang disampaikan mengenai ibadah haji menyoroti dimensi individu dan sosial ibadah penting ini, serta mengaitkannya dengan konsep Baraah.
Ayatullah Khamenei dalam pesannya kepada jemaah haji, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pertama-tama menjelaskan sebagian dimensi spiritual dan maknawi haji. Beliau mengawali pesannya dengan Surat Hajj ayat 27.
"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,".
Sehubungan dengan ayat ini, Ayatullah Khamenei menerangkan, "Lantunan seruan indah ini kembali menyentuh setiap hati dan mengundang umat manusia dari setiap abad dan masa untuk berhimpun pada poros Tauhid,". Oleh karena itu, Rahbar menyebut haji sebagai poros Tauhid yang di dalamnya ditegaskan tentang keesaan dan keagungan Tuhan, dan berdasarkan perintah-Nya manasik haji yang dihadiri jutaan Muslim, dilaksanakan.
Ayatullah Khamenei menggambarkan ibadah haji dalam agama Islam sebagai berkah dan karunia agung, sekaligus peluang besar yang dianugerahkan Allah swt. Rahbar berkata, "Memandang haji harus melihatnya sebagai berkah dan peluang besar yang dianugerahkan Allah swt. Kelebihan haji dibandingkan ibadah dan ajaran Islam lainnya adalah aspek global dan internasionalitasnya. Doa yang panjatkan setiap Muslim di dalam hatinya di hadapan Allah swt memiliki manifestasi global dan internasional dalam ibadah haji. Semua Muslim bersama-sama, dengan segala bentuk perbedaan bahasanya, ras dan etnisnya, maupun perbedaan tradisi budayanya masing-masing; semua khusuk...."
Selain sebagai ibadah ritual, haji juga memiliki dimensi politik. Dari dua dimensi ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menjelaskan dua dimensi berbeda yang saling melengkapi. Ayatullah Khamenei berkata,"Haji memiliki dimensi individual sekaligus sosial yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan keduanya. Praktek individu haji milik masing-masing jemaah haji; Setiap peziarah yang menunaikan ibadah haji dan umrah harus menghubungkan dirinya dengan Allah swt, memohon ampunan-Nya dan menyiapkan untuk membina dirinya sendiri,".
Rahbar menegaskan, "Dalam al-Quran dijelaskan berbagai ayat mengenai haji, seperti seruan untuk bertakwa; setiap jemaah haji terhormat yang menerima berkat luar biasa ini harus berpikir untuk mengembangkan kapasitas mereka sendiri dengan beristigfar, berdoa memohon ampunan kepada Allah swt, sekaligus meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk masa depan mereka dan kehidupannya. Ini adalah aspek pribadi haji."
Di sisi lain, Pemimpin Besar Revolusi Islam Islam menunjukkan dimensi sosial ibadah haji, dan menyerukan kepada semua orang untuk menjaga persatuan dan solidaritas, serta kewaspadaan umat Islam melawan berbagai bentuk sabotase, perpecahan dan hasutan musuh-musuh Islam. Ayatullah Khamenei mengatakan, "Haji adalah manifestasi dari umat Islam, contoh yang paling jelas dan dalam. Dari mana-mana umat Islam berkumpul bersama dan betapa luar biasa kesempatan untuk berbicara satu sama lain, berempati satu sama lain, saling mendengar rasa sakit satu sama lain dan untuk mengungkapkan simpati satu sama lain. Hal ini menjadi satu titik yang bertentangan dengan kehendak musuh-musuh Islam di sepanjang masa, khususnya pada periode ini ketika musuh memprovokasi umat Islam supaya berbaris saling menyerang satu sama lain. Lihatlah perilaku Amerika yang sombong dan kriminal saat ini. Kebijakan utamanya terhadap Islam dan Muslim adalah menghasut perang ... Muslim harus waspada dan menyadari kebijakan jahat ini. "Haji adalah dasar bagi kesadaran, dan ini adalah filosofi baraah dalam ibadah haji dari kaum musyrik dan sombong."
Ayatullah Khamenei mengungkapkan aspek lain ibadah haji sebagai bentuk pertukaran pengalaman bangsa-bangsa dunia untuk kebaikan bersama. Rahbar menjelaskan. "Aspek lain dari haji adalah pertukaran pengalaman satu sama lain. Banyak negara Islam memiliki pengalaman; misalkan bangsa Iran memiliki pengalaman dalam menghadapi musuh; mengidentifikasi, tidak mempercayai dan tidak memandangnya sebagai teman. Kami memiliki pengalaman tersebut, dan tidak melakukan kesalahan dalam mengidentifikasi teman dari musuh. Sejak awal Revolusi hingga sekarang, kita telah memahami dan mengetahui musuh sebenarnya, musuh yang keras kepala dan gigih, adalah imperialisme global dan Zionisme. Kami mengerti itu." Di tempat lain beliau berkata: "Bahkan jika musuh memberi kita biji kurma, kita tidak tidak tahu mungkin saja di dalamnya mengandung racun yang mematikan!"
Ayatullah Khamenei menyingung langkah musuh-musuh Islam yang mencoba melemahkan umat Islam dengan berbagai cara, termasuk dengan menjadikan haji sebagai ibadah individu saja, dan tidak memiliki dimensi sosial sama sekali.
Mereka mencoba memisahkan agama dari politik, tapi Republik Islam membuktikan kepada dunia bahwa Islam dapat mengelola bidang politik dengan cara terbaik. Dalam hal ini, Rahbar mengatakan, "Haji memiliki karakteristik sebagai manifestasi dari perpaduan antara spiritualitas dan politik, spiritualitas dan materialitas, juga dunia dan akhirat.".
Baarah atau berlepas diri dari orang-orang Musyrik secara tegas sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan merupakan salah satu aspek terpenting dari ibadah haji. Dengan demikian, Baraah dianggap sebagai konsep yang diperkenalkan oleh Ayatullah Khamenei kepada dunia.
Rahbar juga memandang Baraah terhadap orang-orang Musyrik sebagai berkah bagi ibadah Haji. Beliau mengungkapkan, "Kami percaya, berkat bimbingan Imam Khomeini, Konsep baru dari ibadah haji telah jelas bagi orang-orang Iran, dan haji disertai dengan gerakan pembebasan melawan para musyrik, dan pada saat yang sama haji disertai dengan persatuan umat Islam,".
Haji merupakan manifestasi dari ayat yang artinya "Keras terhadap orang-orang kafir, yang berkasih sayang terhadap sesama muslim," Di bagian lain, Rahbar mengatakan, "Baraah berarti membenci semua kekejaman, penindasan, keburukan, merusakan dan kekejaman kapan saja, dan di mana saja. Berdiri menghadapi segala bentuk paksaan dan pemerasan yang dilkukan kubu arogan saat ini. Salah satu berkah haji yang luar biasa adalah menjadi kesempatan bagi negara-negara Muslim yang tertindas. Hari ini, Baraah terhadap Musyrik dan kekufuran, terutama ditampilkan Amerika Serikat, berarti membenci penindas dan penyulut perang. Ini hanya beberapa dari berkah haji Ibrahim yang diserukan Islam murni untuk kita semua".
Arafah; Hari Munajat Para Hamba Ilahi
Manusia senantiasa membutuhkan waktu luang untuk berkhalwat dengan Tuhan dan berpikir serta mengintropeksi diri.
Terkadang lokasi dan waktu tertentu menjadi peluang bagi seseorang untuk menjalankan khalwat ini. Arafah, sebuah padang pasir gersang dan terlepas dari fatamorgana duniawi serta tempat yang tepat untuk berpikir dan mengintropeksi diri.
Arafah lokasi yang tepat bagi kita untuk memikirkan filosifi penciptaan dan posisi kita di alam semesta dan memahami esensi sejati kita. Hari kesembilan bulan Dzulhijjah adalah hari Arafah, hari ketika para peziarah Baitullah berbondong-bondong menuju padang Arafah untuk menunjukkan penghambaan dan menitikkan air mata, bermunajat kepada Allah Swt. Arafah merupakan tempat terbaik yang pernah dijadikan tempat pemberhentian pada Wali Allah.
Disebutkan ketika Jibril mengajari manasik haji kepada Nabi Ibrahim as, saat ia sampai di padang Arafah, Jibril berkata kepada Ibrahim, Arafah? Ibrahim menjawab, ya. Dengan demikian tempat ini diberi nama Arafah. Di riwayat lain disebutkan, sebab penamaan tempat ini Arafah adalah ketika manusia berdosa mengakui dosa-dosanya di padang ini. Sebagian yang lain menyebutkan Arafah tempat menanggung kesabaran dan penderitaan di mana untuk sampai ke tempat ini seseorang harus bersabar, karena salah satu arti arafa adalah kesabaran.
Arafah adalah salah satu hari besar Islam, dan barangsiapa yang bisa berada di padang Arafah di hari ini akan mendapatkan kemenangan yang besar.
Di hari Arafah dianjurkan melakukan amalan dan doa, salah satu doa terbaik adalah Doa Arafah, jutaan jemaah haji berbalut kain ihram di Hari Arafah, dan ucapan Labaik terdengar di seluruh penjuru padang Arafah.
Jemaah haji di Hari Arafah akan wukuf atau tinggal di padang Arafah hingga tenggelamnya matahari, mereka kemudian akan bergerak ke padang Masy'ar.
Mereka akan wukuf hingga terbitnya matahari di hari ke-10 Dzulhijjah atau Idul Adha, kemudian bergerak ke Mina dan setelah melempar jumrah, mereka akan berkurban, lalu mencukur rambut atau memotong kuku.
Padang Arafah berjarak sekitar 20 km dari kota Makkah. Di hari Arafah gelombang manusia dengan berpakaian putih dan seragam bergerak ke arah Padang Arafah.
Berkah besar yang dimiliki hari Arafah sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Nabi Muhammad Saw dan Imam Maksum as, menjadikan Arafah sebagai hari raya yang dilimpahi rahmat Tuhan kepada umat manusia. Rasulullah Saw bersabda, Allah Swt tidak membebaskan hamba-hamba-Nya dari api neraka sebanyak di hari Arafah.
Dapat dipahami bahwa berkah munajat di hari Arafah tidak hanya untuk jemaah haji di padang Arafah saja, meski mereka mendapat keutamaan lebih karena berada di tempat tersebut, namun setiap orang yang berdoa di hari ini di manapun mereka berada juga diliputi oleh karunia dan rahmat khusus dari Allah Swt.
Arafah disebut hari munajat karena amal terbaik di hari ini adalah memanjatkan doa kepada Ilahi. Sedemikian pentingnya doa di hari ini, sehingga para Imam Maksum as menganjurkan jika puasa sunnah di hari ini menyebabkan tubuh lemah dan tidak memungkinkan untuk berdoa, maka lebih baik ditinggalkan sehingga setiap orang bisa lebih khusyu berdoa dan bermunajat. Anjuran ini menunjukkan urgensi dan kedudukan khusus doa serta munajat.
Doa adalah wasilah atau instrumen bagi makhluk untuk mendekatkan diri kepada Penciptanya. Doa memberikan ketenangan batin kepada manusia. Karena dalam doa perhatian manusia hanya ditujukan kepada Tuhan dan mengabaikan selain-Nya.
Pada kenyataannya, dengan doa manusia melatih dirinya dalam penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghindari syirik, serta mewujudkan Tauhid yang merupakan syarat awal seseorang menjadi Muslim.
Doa adalah hadiah Ilahi yang dianugerahkan kepada manusia. Sungguh indah ketika berdoa di Hari Arafah, kita lebih dahulu mendoakan orang lain sebelum kita sendiri. Imam Shadiq as terkait dampak luar biasa lebih dulu mendoakan orang lain berkata, barangsiapa yang mendoakan saudaranya, malaikat berseru dari langit, Hai hamba Tuhan 200 ribu kali lipat dari apa yang engkau inginkan akan menjadi milikmu.
Malaikat yang lain dari langit ketiga berseru, Hai hamba Tuhan 300 ribu kali lipat dari apa yang engkau inginkan akan menjadi milikmu. Malaikat yang lain dari langit keempat berseru, Hai hamba Tuhan 400 ribu kali lipat dari apa yang engkau inginkan akan menjadi milikmu, begitu seterusnya hingga malaikat dari langit ketujuh.
Lantunan doa di hari Arafah berkumandang hingga membuat setan sedih atas penghambaan manusia kepada Tuhan. Para jemaah haji di hari ini, membersihkan jiwanya di samudera rahmat dan kasih sayang Ilahi sehingga mereka seperti bayi-bayi yang baru lahir, suci dari segala kekotoran duniawi. Di riwayat di sebutkan, mereka yang telah kehilangan kesempatan di malam lailatul qadar dan bulan Ramadhan untuk mendapatkan ampunan Tuhan, maka selayaknya ia memanfaatkan hari Arafah untuk meminta ampunan Ilahi. Hari ini, tangan-tangan hamba Ilahi memiliki satu kesamaan yakni mereka sama-sama memohon rahmat dan ampunan Ilahi.
Pentingnya doa di Hari Arafah sedemikian tingginya sehingga Nabi Muhammad Saw yang kerap melaksanakan shalat Zuhur dan Asar dengan jeda waktu, di Hari Arafah melaksanakan kedua shalat itu tanpa jeda sehingga tersedia waktu yang lebih banyak untuk berdoa dan bermunajat.
Salah satu doa yang paling indah dan mengandung makna yang dalam dan dibaca di Hari Arafah adalah Munajat Imam Husein as. Imam Husein as di dalam doa penuh makna itu, menjelaskan Tauhid dengan kalimat-kalimat luhur dan indah. Semangat irfan dan makrifat mencapai puncaknya di setiap baris doa ini.
Imam Husein as di dalam doanya menjelaskan salah satu sisi dari nikmat tanpa akhir Tuhan untuk manusia di seluruh kehidupannya. Salah satu di antaranya, Imam Husein as mengatakan bahwa kasih sayang dan kesabaran seorang ibu adalah percikan kasih sayang Tuhan.
Setelah itu Imam Husein as menjelaskan tentang pentingnya bersyukur atas segala nikmat Ilahi dan menganggap dirinya tidak mampu bersyukur bahkan satu kalipun. Setiap baris doa ini adalah pintu dari cinta dan kasih sayang Tuhan yang dibuka bagi manusia. Makna terdalam doa ini menunjukkan bahwa Imam Husein as dengan seluruh wujudnya mencintai Allah Swt dan beliau merasakan kehadiran Tuhan di seluruh wujudnya.
Di salah satu bagian doanya, Imam Husein as bermunajat, Ya Tuhanku Engkaulah yang memberikan nikmat, Engkaulah yang berbuat baik, Engkaulah yang bersikap baik, Engkaulah yang memuliakan, Engkaulah yang membuatku mampu, Engkaulah yang memberikan kemuliaan, Engkaulah menyempurnakan rahmat-Mu, Engkaulah yang memberi rizki, Engkaulah yang bertindak atas kemuliaan-Mu.
Engkaulah yang menjauhkanku dari dosa, Engkaulah yang menutup dosa-dosa, Engkaulah yang mengampuni dosa-dosa, Engkaulah yang menerima kekurangan, Engkaulah yang mencegahku berbuat dosa, Engkaulah yang memberikan kemuliaan, Engkaulah yang mendukung, Engkaulah yang meneguhkan sikapku, Engkaulah yang memberi kesempatan, Engkaulah yang memberi kesehatan, Engkaulah berderma, Maha Agung Engkau Tuhanku, segala puji selamanya bagi-Mu.
Akan tetapi aku, Wahai Tuhanku, mengakui seluruh kesalahanku, maka ampunilah aku. Akulah yang berbuat dosa, akulah yang berbuat salah, akulah yang berbuat bodoh, akulah yang berjanji, aku pula yang tidak menepatinya, akulah yang melanggar janji, akulah yang berikrar atas kejahatanku sendiri. Aku mengakui seluruh nikmat yang Engkau berikan kepadaku, aku mengakui semua dosa-dosaku dan tidak akan mengulanginya, maka ampunilah aku.
Padang Arafah juga mengingatkan jejak-jejak manusia-manusia besar seperti Nabi Adam as, Nabi Ibrahim as dan Rasulullah Saw yang membuat gurun ini bersinar terang dengan kehadirannya. Bahkan sejumlah ahli tafsir menyatakan bahwa surah terakhir al-Quran diturunkian di Padang Arafah dan Nabi menjagarkan surah ini kepada masyarakat dan pengikutnya.
Berdasarkan riwayat masyhur, Nabi di hari ini menyampaikan pidato bersejarah di hadapan jemaah haji dan menyatakan, “Wahai manusia! Mungkin Saya tidak akan menemui kalian di tempat ini. Kalian akan bertemu dengan Tuhan kalian. Di dunia tersebut setiap perbuatan kalian baik dan buruk akan diperhitungkan. Aku menasihati kalian supaya mengembalikan setiap amanat yang ada di pundaknya kepada pemiliknya. Wahai manusia! Ketahuilah riba dilarang di ajaran Islam. Jangan mengikuti ajaran setan.”
Di hari-hari ini ketika mayoritas masyarakat dunia dililit bencana virus Corona dan umat muslim dunia juga terhalang menunaikan manasik haji karena wabah ini, maka alangkah baiknya kita menegadahkan tangan kita memohong bantuan sang pencipta. Dengan mengingat-Nya, hati-hati akan menjadi tenang.
Imam Baqir, Pewaris Lautan Ilmu Nabawi
Imam Muhammad Baqir mereguk cawan syahadah pada hari ketujuh Zulhijjah tahun 114 H di usia ke 57 tahun.
Sejarah Islam selalu diliputi oleh tokoh-tokoh yang menjadi teladan dari masa ke masa. Rasulullah Saw adalah figur puncak, Allah Swt di Surat al-Ahzab ayat ke 21 berfirman yang artinya, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Teladan lain adalah Ahlul Bait Nabi.”
Ahlul Bait Rasulullah Saw yang juga manusia-manusia pilihan di muka bumi ini berfungsi sebagai pelita jalan bagi pencari kebenaran. Allah Swt di ayat ke 33 Surat al-Ahzab berfirman yang artinya sebagai berikut, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." Ahlul Bait Nabi sebagai manusia pilihan dan unggul di antara umat, mengemban tugas sangat penting. Pasalnya mereka menjadi penerus Nabi dalam menjaga kemurnian Islam, membimbing umat dan mencegah umat dari penyelewengan.
Salah satu manusia suci yang mengemban misi ini adalah Imam Muhammad bin Ali as yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Baqir as. Imam Baqir as lahir pada hari Jumat, satu Rajab tahun 57 H, di Madinah. Sebagian lagi menyebutkan hari lahirnya pada tanggal 3 Shafar tahun 57 H. Ia sempat hadir dalam peristiwa Karbala pada usianya yang masih kanak-kanak. Imam Baqir as merupakan orang pertama dari Bani Hasyim yang lahir dari ayah dan ibu yang sama-sama berasal dari Bani Hasyim. Nasabnya dari dari kedua orang tua sampai kepada Imam Ali bin Abi Thalib.
Di antara gelar Imam Baqir as yaitu Syakir, Hadi dan Baqir. Baqir merupakan gelarnya paling masyhur yang berarti “pembuka”. Ya’qubi menulis bahwa Imam Baqir as digelari dengan Baqir al-Ulum karena menjadi pembuka atau penyingkap khazanah ilmu pengetahuan. Julukannya yang terkenal adalah Abu Ja’far. Dalam sumber-sumber riwayat, ia lebih dikenal dengan julukan Abu Ja’far awal.
Bertahun-tahun sebelum kelahiran Imam Baqir as, Nabi Muhammad Saw telah menetapkan nama Muhammad dan gelar “Baqir” untuknya. Riwayat dari Jabir dan riwayat-riwayat lainnya menjadi bukti dari pemberian nama ini. Imam Baqir as wafat pada tanggal 7 Dzulhijjah tahun 114 H. Namun terdapat pendapat lain yang berbeda tentang tahun wafat dan kesyahidan Imam Baqir as.
Masa keimamahan Imam Baqir as berbarengan dengan lima penguasa Bani Umayah: Walid bin Abdul Malik (86-96 H), Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H), Umar bin Abdul Aziz (99-101), Yazid bin Abdul Malik (101-105), Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H). Dari kelima penguasa Bani Umayah tersebut, Umar bin Abdul Aziz termasuk bertindak menjalankan pemerintahan dengan adil dan bijaksana. Sementara para penguasa lainnya memerintah dengan kesewenang-wenangan dan bertindak zalim terhadap masyarakat, terutama kepada orang-orang Syiah. Di istana mereka sangat tampak kerusakan, kemungkaran, dendam dan pengkastaan manusia.
Tahun 94 H hingga 114 H merupakan masa munculnya aliran-aliran fikih dan puncak periwayatan mengenai tafsir Al-Quran. Hal ini disebabkan lemahnya pemerintahan Bani Umayah dan pertengkaran di antara petinggi pemerintahan untuk memperoleh kekuasaaan. Ulama Ahlu Sunnah, seperti Syihab Zuhri, Makhuldan Hisyam bin Urwah, aktif dalam meriwayatkan hadis dan memberi fatwa. Sementara yang lainnya aktif dalam menyebarkan akidah dan pemikirannya masing-masing, seperti Khawarij, Murjiah, Kisaniyah dan Ghaliyan.
Pada masa tersebut, Imam Baqir membuka aspek keilmuan secara luas yang mencapai puncaknya pada masa putranya, Imam Shadiq. Ia menjadi rujukan semua pembesar dan ulama Bani Hasyim dalam kelimuan, kezuhudan, keagungan dan keutaman. Riwayat dan hadisnya mengenai ilmu agama, sunah nabawi, ulumul quran, sejarah, akhlak dan sastra sedemikian rupa hingga pada saat itu tidak tersisa lagi pada seorang pun dari keturunan Imam Hasan dan Imam Husain.
Ibn Hajar al-Haitami, seorang ulama Sunni yang terkenal berkata: “Imam Muhammad al-Baqir telah menyingkap rahasia-rahasia ilmu pengetahuan, hikmah dan menyibak prinsip-prinsip spiritual dan bimbingan agama. Tidak ada yang dapat mengingkari keunggulan pribadinya, ilmu yang diberikan Tuhan kepadanya, hikmah Ilahiyahnya dan kewajiban serta baktinya dalam menyebarkan ilmu. Dia merupakan seorang pemimpin spiritual yang agung dan suci dan atas kemuliaan ini dia digelari dengan “al-Baqir” yang berarti “Penyingkap Tirai Ilmu”. Ia adalah seorang yang pemurah, pribadi tanpa-noda, berjiwa kudus dan mulia, dia mencurahkan segala waktunya untuk tunduk kepada Allah (dan dalam menyampaikan ajaran-ajaran suci Nabi Saw). Berada di luar kekuatan manusia untuk mengukur kedalaman ilmu pengetahuan dan bimbingan yang ditinggalkan oleh Imam di hati kaum Mukmin. Hadis-hadis tentang takwa, zuhud, ilmu, hikmah, dan amal serta tunduk taslim kepada Allah Swt sedemikian banyaknya sehingga buku ini tidak memadai untuk menceritakan keutamaannya.” (as-Sawâiqul Muhriqah, hal. 120).
Hari Raya Qurban; Hari Ketaatan Hamba Mukmin
Hari raya Qurban kembali mengingatkan kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Keduanya simbol kepatuhan total terhadap perintah Tuhan. Tradisi kurban di hari Raya Idul Adha mengingatkan perilaku Nabi Ibrahim yang dengan patuh menjadikan orang yang paling disayanginya sebagai kurban untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sementara Allah Swt yang menyaksikan kepatuhan dan penghambaan Ibrahim, mengirim domba sebagai ganti Ismail.
Hari-hari besar Islam seperti Hari Raya Idul Fitri, Mab’ats, Ghadir dan Idul Adha (Kurban) selain menorehkan momen penting di kehidupan manusia, juga merupakan poin konstruktif, strategis dan memiliki banyak pelajaran bagi manusia. Hari raya adalah hari ketika nikmat Allah Swt turun kepada orang-orang mukmin. Di literatur Islam, hari ketika manusia tidak berbuat dosa juga di sebut sebagai hari raya.
Ied berarti kembali dan Qurban artinya berkurban atau segala sesuatu yang mendekatkan diri kepada Tuhan. Oleh karena itu, Idul Adha dapat diartikan kembalinya manusia ke derajat mendekatkan diri kepada Tuhan. Maqam ini diraih melalui perlawanan terhadap hawa nafsu dan dibarengi dengan penyucian diri serta memanfaatkan peluang yang ada.
Para peziarah Baitullah (jamaah haji) yang setelah mencicipi beragam kepahitan serta menghindari kekotoran duniawi sampai pada persinggahan terakhir dan mereka yang menganggap hari tersebut sebagai hari khusus, juga merayakan hari raya Qurban.
Secara bahasa, Qurban berasal dari bahasa Arab, Qurb yang artinya dekat. Hal ini menjelaskan bahwa dalam setiap berkurban, mendekatkan diri kepada Allah Swt atau kekuatan mutlak, selalu menjadi tujuan. Berkurban sudah ada sejak zaman Nabi Adam as, dan perselisihan antara Habil dan Qabil juga dipicu oleh berkurban ini. Allah Swt menerima kurban Habil yang dilakukan dengan kejujuran dan keikhlasan, namun menolak kurban dari Qabil.
Berkurban hewan adalah simbol dari berkurban dan menyembelih sisi kebinatangan manusia. Hal itu mengajarkan kepada kita bahwa untuk mencapai kesempurnaan kemanusiaan, kita tidak boleh membiarkan nafsu hewani kita tumbuh dan muncul.
Di hari raya Qurban, umat muslim mengenang kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Dengan mengenang pengorbanan besar dua nabi ini, umat Islam kembali memerangi egoisme dan jihad akbar melawan hawa nafsunya sehingga meraih kemenangan besar.
Nabi Ibrahim as pada kisah ini memberi contoh kepada kita, untuk bisa hadir di hadapan Tuhan, kita harus mensucikan diri dari segala kekotoran batin dan membersihkan cermin diri dari kekotoran akibat dosa sehingga cahaya hakikat bisa terpancar.
Untuk mendengar suara kebenaran, kita harus memerangi kesombongan diri dan keinginan nafsu sehingga kita layak hadir di hadapan-Nya. Idul Adha adalah kesempatan yang baik untuk melakukan jihad ini. Namun setiap orang harus bisa memahami apa batas kebergantungan dan kecintaan pada dunia itu.
Semakin dekat seorang manusia kepada Allah Swt, maka kasih sayangnya kepada sesama pun akan semakin besar. Penghambaan kepada Tuhan melahirkan cinta dan kasih sayang kepada makhluk-Nya. Di bawah penghambaan Tuhan inilah manusia menjalankan kehidupan yang bersih dan suci.
Idul Qurban dan mengorbankan seluruh kelezatan dunia akan membawa kenikmatan spiritual yang sedemikian tinggi, di sanalah manusia bisa meraih nilai luhur kemanusiaan, keutamaan, kemuliaan, kesucian dan kemenangan atas riya, sifat selalu membanggakan diri dan merasa diri paling unggul dari orang lain.
Idul Qurban dengan mengenang kisah Ibrahim dan Ismail, merupakan simbol penyerahan dan kepatuhan mutlak dihadapan perintah Ilahi dan pelajaran bagi mukmin sejati. Kisah dua manusia besar ini mengajarkan kepada Muslim bahwa mereka tidak hanya mengakui Keesaan Tuhan dan meyakini kebenaran kenabian Rasul dengan ucapan dan perilakunya, tapi mereka juga harus taat dan patuh terhadap kebenaran dengan segenap hati.
Imam Ali as di salah satu hari raya Qurban terkait memutus ketergantungan tergada dunia berkata, “Waspadalah! Sehingga dunia ini berakhir dan telah mengucapkan selamat tinggal. Kebaikannya tetap tidak diketahui, ia dengan cepat membalikkan punggungnya dan berlalu. Itu menyebabkan penghuninya menuju kehancuran dan membuat tetangganya mati ... Wahai hamba-hamba Allah! Pindah dari rumah yang akhirnya hancur. Jangan biarkan keinginan menguasai kalian [jangan berpikir bahwa Anda akan hidup selamanya].
Idul Qurban, hari raya mendekatkan diri kepada Tuhan. Artinya hal ini hanya dapat diraih dengan memotong segala bentuk keterikatan duniawi.
Seluruh manasik haji dari awal hingga akhir, meski dilakukan dalam berbagai bentuk, namun memiliki semangat kohesif dan kehidupannya terjadi di bawah semangat ini, yakni sampai pada derajat kedekatan diri dengan Tuhan. Hal ini terjadi secara simbolis dengan memotong hewan kurban, karena tradisi ini mengingatkan pengorbanan Nabi Ibrahim as yang ingin meraih derajat kedekatan dengan Tuhan secara patuh dan berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan siap mengorbankan orang yang paling dicintainya, yakni Ismail as. Allah Swt yang menyaksikan penyerahan dan penghambaan tulus serta ikhlas ini, kemudian mengirim kambing kepada Ibrahim sebagai ganti dari Ismail.
Islam menolak tradisi pengorbanan manusia yang marak di berbagai kaum sebelumnya termasuk Kan’an, Mesir dan Eropa serta berkurban untuk berhala dan membakar hidup-hidup kurban. Tapi Islam menganjurkan untuk menyembelih kurban di hari tertentu, yakni Hari Raya Qurban sebagai bentuk ibadah dan kemudian daging kurban dibagikan kepada kaum miskin.
Fakhrurrazi, mufasir besar Ahlu Sunnah mengatakan, kaum jahiliyah tidak memakan hewan kurban, karena mereka menganggap dirinya lebih tinggi dari kaum miskin; kemudian Tuhan memerintahkan kaum muslim untuk memakan daging kurban sebagai bentuk penentangan terhadap kaum kafir serta menyamakan diri dengan kaum miskin dan melatih diri untuk tawadhu. Mungkin alasan Islam mengharamkan puasa di hari besar ini karena semua manusia dianjurkan untuk memakan hewan kurban mereka sebagai sebuah rezeki dan jangan menolak memakannya dengan alasan sedang berpuasa.
Manusia dengan berkurban demi meraih keridhaan Tuhan, sejatinya telah menghidupkan semangat pengorbanan dan istiqomah di dalam dirinya. Sejatinya hikmah berkurban adalah mendekatkan diri dan meninggikan derajat orang yang berkurban. Berkurban sebuah amalan yang membuat Tuhan ridha dan sebuah tangga bagi ketinggian manusia.
Al-quran mengingatkan bahwa daging dan darah hewan kurban tidak menguntungkan Tuhan, tapi apa yang sampai adalah ketakwaan. Seperti yang disebutkan di ayat 36 surah al-Hajj bahwa kurban sumber kebaikan dan berkah dan di ayat ke 37 disebutkan berkurban sumber ketakwaan dan keselamatan. “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Menurut ayat ini yang terpenting adalah spiritualitas yang diraih oleh orang yang berkurban dan dengan meniti jalan penghambaan, ia semakin dekat dengan Tuhan. Sejatinya menurut ayat ini, al-Quran menyebutkan tolok ukur diterimanya sebuah amal perbuatan adalah takwa dan diakhir ayat ini disinggung nikmat menundukkan dan menangkap hewan.
Kisah dan ujian Ibrahim, Hajar dan Ismail menceritakan seluruh hamba saleh Tuhan dan teladan bagi seluruh pengikut agama Samawi. Di kisah Ibrahim, ia menyerahkan seluruh harapannya sebagai kurban demi meraih kedekatan terhadap Tuhan dan ia keluar sebagai pemenang.
Sementara Hajar berulang kali diuji dengan ketakutan dan harapan serta dengan berwakkal kepada Tuhan, ia telah mencapai derajat kesabaran. Adapung sang kurban,yakni Nabi Ismail rela dengan keridhaan Tuhan dan berserah diri sepenuhnya.
Keridhaan Ibrahim, kesabaran Hajar dan penyerahan diri Ismail, seluruhnya menjadi guru abadi manusia dan teladan kemanusiaan serta pelajaran kekal bagi dunia.
Selamat Hari Raya Idul Adha
Hari ini Jumat 10 Dzulhijjah 1441 H bertepatan dengan 31 Juli 2020, Hari Raya Idul Adha atau hari raya Qurban, salah satu hari besar umat Muslim.
Di hari raya Qurban, para jamaah haji yang berziarah ke Baitullah menyembelih hewan Qurban atas perintah Tuhan dan untuk meraih keridhaan-Nya, serta mereka mengingat dan menghidupkan kembali kisah Nabi Ibrahim as.
Allah Swt menguji iman dan keikhlasan Nabi Ibrahim as dengan memerintahkannya untuk mengorbankan anak tercintanya di jalan Ilahi, Nabi Ismail as.
Nabi Ibrahim as meski sangat sulit menghadapi perintah ini, namun beliau saat taat terhadap perintah ini dan siap untuk melaksanakannya, tapi ketika ia meletakkan pisau di tenggorokan putranya, pisau tersebut tidak mampu memotong.
Saat itu, wahyu turun kepada Ibrahim bahwa ia telah lulus ujian Tuhan dan kemudian Tuhan menggantikan Ismail dengan domba untuk menjadi kurban. Kisah ini menjadi pelajaran berharga mengenai pengorbanan, mengalahkan hawa nafsu dan tunduk sepenuhnya dihadapan perintah Ilahi.
Oleh karena itu, umat Muslim di seluruh dunia pada 10 Dzulhijjah merayakan hari besar ini sebagai hari raya dan mengambil pelajaran tentang keikhlasan dan penghambaan.
Tahun ini mengingat wabah Corona, jumlah jamaah haji di banding tahun-tahun sebelumnya sangat sedikit dan perayaan hari raya Idul Adha digelar dengan menjaga ketat protokol kesehatan dan jarak sosial.
Rahbar: Bulan Dzulhijjah, bulan Penuh Momen
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei di pidato bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha yang disiarkan secara langsung dari televisi Iran, menyebut bulan Dzulhijjah sebagai bulan penuh kenangan.
Ayatullah Khamenei di awal pidatonya di Hari Raya Idul Adha yang disiarkan secara langsung dari jaringan radio dan televisi Iran seraya mengucapkan selamat Hari Raya Qurban kepada bangsa Iran dan seluruh Muslim serta pengikut agama Ilahi, menilai bulan Dzulhijjah, bulan penuh momen.
"Awal kenangan ini milik Nabi Musa as yang menahan banyak penderitaan dan telah diisyaratkan oleh al-Quran," tambah Rahbar.
Beliau menilau hari Arafah sebagai puncak perhatian kepada Tuhan dan hari raya Qurban sebagai hari pengorbanan yang paling menakjubkan.
Berita lebih lanjut mengenai khutbah Rahbar ini akan menyusul..
Poin-poin Pidato Rahbar di Hari Raya Idul Adha
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei di pidatonya di Hari Raya Idul Adha mengatakan, sanksi Amerika Serikat di luarnya tampaknya menarget pemerintah Republik Islam Iran, namun sejatinya sanksi ini menyasar bangsa Iran dan sebuah kejahatan.
Rahbar Jumat (31/7/2020) bertepatan dengan Hari Raya Qurban di pidatonya yang disiarkan secara langsung dari televisi Iran seraya mengucapkan selamat hari raya Qurban, juga memuji upaya para pejuang kesehatan khususnya tim medis Iran selama masa pandemi Corona.
"Hari ini, seluruh dunia mengalami pandemi COVID-19, mungkin di berbagai wilayah dunia ada yang bersedia membantu masyarakat lemah, namun Saya kira tidak ada yang seperti Iran di mana jumlah sukarelawan yang bersedia membantu saudaranya sangat besar," papar Rahbar.
Rahbar mengingatkan, tim medis dan pengobatan berada di garda terdepan dan mereka berkorban serta bahasa tidak mampu mengekspresikan pengorbanan ini, di belakang mereka adalah sukarelawan yang sama yang mendukung.
Ayatullah Khamenei mengatakan, "Sejumlah warga mengalami dampak besar dari wabah Corona dan ini harus dikompensasi. Ini rakyat harus mengkompensasinya, jangan semua dilimpahkan kepada pemerintah dan lembaga semi pemerintah. Mereka juga memiliki kewajiban yang harus dijalankan, namun tidak cukup. Dan rakyat dapat membantunya."
Rahbar juga mengisyaratkan sanksi Amerika terhadap Iran dan menyebutnya sebuah kejahatan besar terhadap bangsa Iran.
Rahbar menilai tujuan sanksi musuh terdiri dari tujuan jangkah pendek, menengah dan panjang. "Tujuan jangka pendek adalah memaksa bangsa Iran bertekuk lutut," kata Ayatullah Khamenei.
Lebih lanjut Ayatullah Khamenei mengatakan, tujuan jangka menengah adalah mencegah kemajuan ilmiah Iran dan tujuan jangka panjangnya adalah mengalahkan pemerintah dan negara serta menghancurkan perekonomian Iran.
Ayatullah Khamenei mengingatkan, tujuan lateral mereka adalah memutus hubungan Iran dengan kawasan. Apa yang diinginkan musuh keji dengan menjatuhkan sanksi tidak akan pernah terealisasi dan mereka sendiri bahkah telah mengakuinya.
"Seiring dengan boikot, ada juga proses mendistorsi fakta dan menumbangkan fakta. Jika proses distorsi gagal, begitu juga embargo, karena itu adalah medan perang kehendak," ungkap Ayatullah Khamenei.
Rahbar seraya menggulirkan pertanyaan apakah sanksi dapat disembuhkan, menjelaskan, pastinya dapat, penyembuhan ini bukan yang mendorong kita mundur dalam menghadapi AS; pengobatan sanksi hanya dapat dilakukan dengan bersandar pada kemampuan nasional.
Di bagian lain pidatonya Rahbar membahas kesulitan hidup masyarakat dan menekankan bahwa kenaikan harga harus diselesaikan dan harus diambil langkah-langkah di bidang ini. Rahbar juga menegaskan dirinya telah berbicara dengan presiden dan pejabat pemerintah terkait masalah ini.
Rahbar: Sanksi AS anti Bangsa Iran, Sebuah Kejahatan
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei Jumat (31/7/2020) di pidatonya bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha yang disiarkan secara langsung oleh televisi Iran menekankan, sanksi AS terhadap bangsa Iran sebuah kejahatan.
Ayatullah Khamenei di khutbahnya menyebut sanksi musuh memiliki tujuan jangka pendek, menengah dan panjang. "Tujuan jangka pendek adalah memaksa rakyat Iran bertekuk lutut, dan tujuan jangka menengah adalah mencegah kemajuan ilmiah Iran serta tujuan jangka panjangnya adalah mengalahkan pemerintah dan negara serta menghancurkan perekonomian Iran," ungkap Rahbar.
Sementara itu, tujuga global sanksi musuh menurut Ayatullah Khamenei adalah memutus hubungan Iran dengan arus muqawama di kawasan dan apa yang diinginkan musuh melalui sanksi tidak pernah terealiasai dan hal ini telah mereka akui sendiri.
Ayatullah Khamenei
Seraya menjelaskan bahwa sanksi telah memicu beragam kesulitan dan ini tidak ada keraguannya, Rahbar mengungkapkan, seluruh kendala yang dihadapi negara tidak seluruhnya berkaitan dengan sanksi, sebagian lainnya berkaitan dengan lemahnya manajemen serta sebagian lainnya berhubungan dengan pandemi Corona.
Ayatullah Khamenei juga mengisyaratkan upaya Amerika mendistorsi fakta dan menumbangkan realita serta mengatakan, tujuan dari aksi distorsi ini ada dua, pertama merusak semangat rakyat dan kedua, memberi alamat keliru untuk menghapus kendala sanksi.
"Keinginan Amerika sat ini dari Iran adalah Tehran meletakkan secara penuh industri nuklir, mengurangi kemampuan pertahanan dan melepas kekuatan regionalnya, namun menerima tuntutan ini pastinya tidak akan membuat Washington puas dan mundur. Tidak ada akal sehat yang menyatakan bahwa untuk menghentikan agresi, kita harus mengabulkan tuntutan mereka," pungkas Ayatullah Khamenei.
Ayatullah Khamenei menyebut kendala yang dihadapi musuh utama (AS) sangat besar dan tidak dapat dibandingkan dengan kesulitan Iran. Seraya menyebutkan bukti dari kesulitan yang saat ini dihadapi AS seperti kesenjangan sosial, rasisme dan diskriminasi, kendala ekonomi dan maraknya pengangguran, kendala manajemen di bidang pandemi Corona serta manajemen sosial yang rendah dan berujung pada sikap sadis dan penyiksaan polisi Amerika, Rahbar mengungkapkan, saat ini Amerika dibenci dan terioslasi di dunia.
Ayatullah Khamenei menekankan, peristiwa yang saat ini terjadi di Amerika bak api dalam sekam dan kini telah terbakar, meski telah ditumpas, namun kembali akan terbakar dan menghancurkan pemerintah Amerika saat ini, karena filosofi politik dan ekonomi pemerintah ini salah dan pasti hancur.
Di bagian lain pidatonya, Ayatullah Khamenei mengatakan, di tahun 1397 Hs dan setelah keluarnya Amerika dari JCPOA, sangat disayangkan Iran selama berbulan-bulan stagnan dan menunggu janji Eropa; Eropa tidak melakukan hal apapun untuk melawan sanksi Amerika dan apa yang disebut INSTEX tak lebih sebuah mainan yang tak kunjung terwujud.
Rahbar saat menyimpulkan pidatonya menegaskan, obat sanksi adalah mengaktifkan kapasitas dalam negeri yang membutuhkan perjuangan.
Kejahatan Ekonomi AS dalam Perspektif Rahbar
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei menyebut sanksi Amerika Serikat sebagai kejahatan terhadap rakyat Iran, dan menekankan perlawanan terhadap musuh bangsa Iran ini.
Ayatullah Khamenei, hari Jumat (31/7/2020) yang bertepatan dengan hari raya Idul Adha, dalam tayangan langsung televisi, menjelaskan tujuan sanksi Amerika terhadap rakyat Iran. Menurutnya, sanksi-sanksi Amerika secara lahir anti-pemerintah Republik Islam Iran, namun hakikatnya menyerang rakyat Iran, dan ini adalah sebuah kejahatan.
Amerika pasca kemenangan Revolusi Islam Iran, memulai permusuhan terhadap rakyat Iran, dan pemerintahan berkuasa Amerika sekarang, tengah melanjutkan permusuhan ini dengan segala cara. Sanksi, perang, dukungan terhadap kelompok teroris, dan kebijakan tekanan maksimum, adalah kerangka permusuhan Amerika terhadap bangsa Iran pasca kemenangan Revolusi Islam.
Berbagai periode pemerintahan Amerika, silih berganti menerapkan sanksi-sanksi berbeda terhadap rakyat Iran, dan pemerintahan berkuasa Amerika saat ini menerapkan sanksi paling menindas terhadap rakyat Iran, di bidang ekonomi, kesehatan dan obat-obatan.
Pemerintahan Presiden Donald Trump di tengah upaya Iran memerangi wabah Virus Corona, bahkan menyanksi ekspor obat-obatan dan keperluan medis lain ke Iran, dan ia menunjukkan puncak permusuhannya terhadap bangsa Iran.
Di sisi lain, pemerintah Gedung Putih mengakui bahwa kebijakan tekanan maksimum yang diterapkan terhadap rakyat Iran, gagal. Sehubungan dengan hal ini, surat kabar The Washington Post menulis, kebijakan tekanan maksimum Donald Trump terhadap rakyat Iran, gagal dan tidak berhasil menyeret Tehran ke meja perundingan.
Sanksi Amerika memiliki beberapa target, pada target jangka pendek yang diistilahkan dengan "Musim Panas yang Membakar" adalah upaya memprovokasi rakyat Iran untuk melawan pemerintah dan negara, pada target jangka menengah Amerika berusaha mencegah kemajuan negara Iran, dan pada target jangka panjang, upaya Amerika dipusatkan pada kebangkrutan ekonomi Iran.
Ketiga target Amerika tersebut sejauh ini tampaknya gagal berkat kewaspadaan rakyat Iran, yang bersandar pada kemampuan dalam negeri dalam memperkuat perekonomian nasional, dan melepaskannya dari ketergantungan pada minyak.
Seperti yang disampaikan Rahbar, produksi pesawat latih, suku cadang sensitif, dan halus, pengoperasian sekian ribu perusahaan berbasis sains, produksi kilang minyak Setareh Teluk Persia oleh Korps Garda Revolusi Islam Iran, IRGC, langkah besar di ladang minyak Pars Selatan, dan produksi sistem pertahanan yang menakjubkan, semuanya dilakukan di masa sanksi.
Gerakan nasional di berbagai sektor termasuk penguatan kemampuan pertahanan, penguatan kemampuan ilmu pengetahuan atau aktivitas perusahaan-perusahaan berbasis sains, dan kesiapan infrastruktur kesehatan Iran di puncak pandemi Corona, membuktikan bahwa satu-satunya jalan untuk menghadapi sanksi ekonomi menindas Amerika adalah perlawanan terhadap rezim ini.
Oleh karena itu, saat ditanya apakah sanksi bisa diatasi, Rahbar menjelaskan, sanksi-sanksi pasti bisa diatasi, namun caranya bukan mundur atau menyerah di hadapan Amerika, karena mundur hanya akan membuat musuh semakin maju untuk menyerang kita.



























