کمالوندی
Penyerbuan terhadap Laboratorium Tes COVID-19 oleh Israel
Pasukan rezim Zionis Israel baru-baru ini menyerang laboratorium tes virus Corona, Covid-19 di daerah Baitul Maqdis Timur, dan menangkap pegawainya.
Menurut surat kabar Zionis, Haaretz, tentara Israel menyerang klinik Sivan yang menjadi laboratorium tempat pengetesan virus corona di Baitul Maqdis Timur, dan menangkap para petugas klinik tersebut karena bekerja sama dengan Palestina untuk mengidentifikasi Covid-19.
Rezim Zionis mengklaim bahwa manajemen otorita Palestina telah melanggar aturan yang ditetapkan mengenai langkah memerangi virus corona, tapi tidak menunjukkan argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
Pada 1980, rezim Zionis mendeklarasikan Baitul Maqdis yang didudukinya selama perang 1967, sebagai ibu kotanya, tetapi masyarakat internasional tidak pernah mengakuinya.
Kemudian, rezim Zionis menggunakan prakarsa rasis AS, kesepakatan abad dengan menjadikan Baitul Maqdis sebagai ibu kotanya, termasuk daerah Silvan.
Silvan terletak di dekat kota Abudis di area A yang dikelola dan diperintah oleh Otoritas Palestina sesuai dengan Kesepakatan Oslo.
Senjata AS Ditemukan di Pangkalan Teroris Suriah
Pasukan Suriah mengumumkan ditemukannya sejumlah besar senjata dan amunisi buatan AS, termasuk sejumlah rudal anti-tank yang dipasok untuk kelompok teroris di negara ini.
Kantor berita Suriah, SANA hari Senin (20/4/2020) melaporkan, tentara Suriah berhasil menemukan senjata dan amunisi buatan AS dalam operasi penumpasan kelompok teroris di provinsi Damaskus dan Quneitra.
Sebelumnya, tentara Suriah juga menemukan beberapa depot senjata dan amunisi yang dibangun negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat di berbagai wilayah Suriah.
Krisis Suriah dimulai sejak 2011 dengan masuknya kelompok-kelompok teroris yang didukung Saudi, Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengubah perimbangan kekuatan regional demi kepentingan rezim Zionis.
Militer Suriah yang didukung sekutunya terutama Iran dan Rusia berhasil menumpas sebagian besar kelompok teroris Daesh, tapi sejumlah kecil anggotanya masih berada di negara ini.(
Militer Suriah Suriah Tangkis Rudal Rezim Zionis
Sistem pertahanan anti-udara Suriah berhasil menangkis serangan rudal-rudal rezim Zionis.
Kantor berita Suriah, SANA melaporkan, jet-jet tempur Israel Selasa dini hari (21/4/2020) menembakkan sejumlah rudal provinsi Homs, tapi berhasil dicegat oleh sistem anti udara Suriah.
Dilaporkan, target serangan udara Israel adalah pangkalan militer Suriah Tiyas (T-4).
Rezim Zionis selalu menargetkan posisi tentara dan infrastruktur Suriah demi melindungi kelompok teroris yang semakin melemah di negara ini.
Jet-jet tempur zionis menembakkan rudal-rudal ini melintasi zona udara Lebanon menuju salah satu pangkalan militer Suriah di Homs.
Rezim Zionis dan AS terus-menerus memberikan dukungan terhadap kelompok teroris yang masih tersisa di Suriah dengan melancarkan berbagai aksi, termasuk menyerang pangkalan militer Suriah dan sekutunya di negara Arab itu.
HUT Korps Garda Revolusi Islam Iran
Staf Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran dalam sebuah pernyataan, mengapresiasi peran vital, risalah, dan misi penting Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dalam memperkuat, mengawal, dan mengembangkan Revolusi Islam.
Statemen ini dirilis bertepatan dengan HUT IRGC, yang jatuh pada tanggal 2 Ordibehesht atau 21 April.
"Kontribusi, heroisme, dan prestasi IRGC selama 41 tahun dari usia Revolusi Islam, telah memastikan keberlangsungan serta mengirimkan pesan dan pemikiran Islam murni Nabi Muhammad (Saw) dan Revolusi Islam ke seluruh penjuru dunia, mematahkan konspirasi dan permusuhan kekuatan arogan dan sistem hegemoni terhadap bangsa Iran di berbagai bidang," tegasnya.
Bapak Pendiri Republik Islam Iran, Imam Khomeini ra dalam sebuah langkah visioner, memerintahkan Dewan Revolusi untuk membentuk IRGC pada 2 Ordibehesht 1358 (April 1979).
Pembentukan IRGC telah menciptakan dua perubahan besar yaitu: pertama, munculnya kelompok perlawanan dalam menghadapi front musuh seperti terlihat selama delapan tahun perang pertahanan suci. Kedua, menerima peran IRGC di samping angkatan bersenjata lainnya untuk menjawab kebutuhan keamanan dan pertahanan dalam menghadapi ancaman.
IRGC memikul tanggung jawab besar dalam doktrin pertahanan yang berbasis pada kekuatan pencegahan dan siap memberikan respon militer terhadap para agresor. Mereka juga membuktikan peran strategisnya dalam melawan ancaman keamanan dan militer di luar perbatasan Iran.
Korps IRGC.
Dalam menjaga prinsip dan cita-cita Revolusi Islam, IRGC mampu menggagalkan konspirasi dan skenario jahat kekuatan hegemonik dan rezim Zionis termasuk fitnah Daesh dan terorisme Takfiri. Mereka telah menjauhkan ancaman dan bahaya dari wilayah Iran dan kawasan.
Korps Garda Revolusi Islam telah membuktikan kemampuan dan kapasitasnya dalam memajukan sektor pertahanan. Bersama pasukan-pasukan lain, IRGC memperkokoh pilar-pilar kekuatan bangsa Iran dan bergerak untuk memajukan sistem Islami.
Saat ini, pasukan IRGC membantu lembaga-lembaga lain untuk melawan wabah virus Corona di Iran dan menyalurkan bantuan kepada orang yang terkena dampak wabah ini.
Pada dasarnya, tudingan miring dan sanksi Amerika Serikat terhadap IRGC dikarenakan peran vital lembaga ini dalam memperkuat dan menjaga keamanan bangsa Iran dari konspirasi dan serangan musuh.
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Bagheri dalam sebuah pernyataan menegaskan, "Rakyat Iran benar-benar mengenali musuh dan melakukan perlawanan terhadap konspirasi mereka."
Sekarang IRGC menjadi sebuah lembaga yang tangguh dalam perang darat, laut, dan udara, yang dilengkapi dengan rudal-rudal presisi. Mereka sudah berkali-kali membuktikan kemampuannya dalam perang keras dan perang lunak.
IRGC – yang menguasai perkembangan regional dan mengawasi pergerakan kakuatan trans-regional – memiliki kesiapan penuh untuk menghadapi ancaman musuh. Mereka siap memberikan respon yang tegas dan kuat jika musuh berbuat kesalahan.
Pusat Ziarah di Qom Masih Tutup Hingga 10 Ramadhan
Kompleks Makam Suci Sayidah Fatimah Maksumah sa, saudari Imam Ridha as, Cicit Rasulullah Saw yang menjadi pusat ziarah di kota Qom akan tetap tutup hingga tanggal 10 Ramadhan, bahkan mungkin akan diperpanjang penutupannya.
Badan Nasional Penanganan Virus Corona (COVID-19) Iran telah menutup pusat-pusat keagamaan dan ziarah untuk mencegah penyebaran COVID-19, termasuk Kompleks Haram Suci Sayidah Maksumah sa.
Beberapa warga Iran tampak membaca doa ziarah ketika melewati lokasi sekitar kompleks tersebut. Shalat Jumat di beberapa provinsi di Iran juga telah ditiadakan sejak hampir dua bulan lalu.
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Kesehatan Republik Islam Iran Kianoush Jahanpour mengatakan, pasien COVID-19 yang sembuh meningkat dan hingga sekarang 60.965 pasien virus ini telah sembuh dan diizinkan pulang dari rumah sakit.
"Sejak Senin siang hingga Selasa siang ini, berdasarkan hasil tes laboratorium, ada 1.297 pasien baru yang terinfeksi virus Corona, sehingga jumlah total pasien yang terinfeksi virus ini menjadi 84.802 orang," kata Jahanpour, Selasa (21/4/2020) siang.
Dia menambahkan, sayangnya selama 24 jam lalu, 88 pasien yang terinfeksi Covid-19 di Iran meningal dunia, sehingga jumlah total yang meninggal dunia hingga sekarang mencapai 5.297 orang. Sementara 3.357 pasien dalam kondisi kritis.
Virus Corona telah menyebar ke lebih dari 111 negara dan jumlah korban jiwa akibat virus ini di seluruh dunia hingga Selasa (21/4/2020) pagi telah mencapai 170.182 orang.
Lebih dari 2.477.752 orang terinfeksi COVID-19 dan 646.321 dari mereka telah sembuh. Covid-19 ditemukan pertama kali pada Desember 2019 di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.
Amerika Serikat berada di urutan pertama yang memiliki kasus terbanyak terkait dengan virus Corona. 787.370 warga Amerika terinfeksi COVID-19, dan 42.335 dari mereka meninggal dunia.
Spanyol berada di urutan kedua. 200.210 warga negara ini tertular COVID-19, dan 20.852 dari mereka meninggal dunia. Negara berikutnya adalah Italia. 181.228 warga negara ini terinfeksi virus Corona dan 24.114 dari mereka meninggal dunia.
Negara-negara berikutnya yang memiliki kasus terbanyak COVID-19 adalah Prancis, Jerman, Inggris, Turki, Cina, dan Iran.
Akhirnya OKI Mereaksi Eskalasi Kekerasan terhadap Muslim India
Komisi Hak Asasi Manusia di Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengutuk peningkatan kekerasan terhadap Muslim India ketika virus Corona menyebar ke seluruh negeri.
Komisi Permanen dan Independen HAM di OKI telah meminta New Delhi agar mengambil langkah-langkah untuk memastikan hak-hak komunitas Islam, dalam sebuah pernyataan yang menyebut Islamofobia di India sebagai tidak tahu malu dan menuduh umat Islam negara ini menyebarkan virus Corona.
Pesan Twitter komisi itu mengatakan, "Cara pandang negatif di media-media India juga menempatkan Muslim sebagai target kekerasan dan sikap diskriminatif."
Orang-orang Hindu ekstrem telah mengeksploitasi krisis Corona dalam beberapa hari terakhir dengan menuduh umat Islam berkomplot melawan negara dan menyerang mereka.
Pada bulan Februari, New Delhi menyaksikan serangan mematikan para ekstremis Hindu terhadap Muslim yang menewaskan 54 orang.
Pernyataan Komisi Permanen dan Independen Hak Asasi Manusia OKI yang menyebut Islamofobia di India sebagai tidak tahu malu dan berlanjutnya kekerasan terhadap umat Islam mengacu pada pendekatan kontroversial yang diambil sejak musim panas lalu oleh partai yang berkuasa BJP untuk menghapuskan otonomi khusus Kashmir.
Dengan dihapuskannya otonomi khusus Kashmir pada Agustus 2019, pemerintah India praktis secara resmi menerapkan tekanan dan melanggar hak-hak umat Islam dan kurangnya tanggapan serius dari lembaga-lembaga regional dan internasional, termasuk PBB, membuat para pejabat New Delhi melanjutkan tindakan-tindakan provokatif ini.
Sejak musim panas lalu, pemerintah India telah memberlakukan pembatasan yang luas terhadap umat Islam dan mencegah mereka mengadakan acara ritual keagamaan di berbagai bagian negara itu, yang melanggar prinsip-prinsip penghormatan atas hak-hak agama untuk melaksanakan ritual keagamaannya yang diakui secara internasional.
Dalam langkah lain yang jelas-jelas menerapkan diskriminasi agama terhadap umat Islam, pemerintah India hanya memberikan izin tinggal dan kewarganegaraan bagi imigran non-Muslim dan tidak untuk imigran Muslim. Tindakan ini telah membuat marah komunitas Muslim, kelompok politik dan bahkan masyarakat India.
Pendekatan anti-Islam yang diterapkan India dalam beberapa bulan terakhir, memuncak dengan diperkenalkannya Undang-Undang Kewarganegaraan sehingga puluhan kota di negara ini menjadi tempat demonstrasi rakyat terhadap kebijakan diskriminatif dan provokatif pemerintah New Delhi dalam mendukung hak-hak Muslim.
Kebijakan pemerintah India dalam menumpas dan melanggar hak-hak Muslim di India telah menyebabkan umat Hindu ekstrem melakukan tindakan mematikan anti-Muslim dengan dukungan partai BJP yang berkuasa.
Aksi kekerasan terhadap muslim India
Pembakaran sedikitnya sepuluh masjid dan tempat-tempat suci umat Islam di India adalah tindakan tidak manusiawi dan anti-Islam lainnya oleh umat Hindu ekstrem selama dua bulan terakhir. Menurut para saksi mata, polisi dan pasukan keamanan negara ini hanya menyaksikan berbagai tindakan kekerasan ini.
Dalam situasi seperti itu, dunia Islam mengharapkan Organisasi Kerja Sama Islam agark mengambil langkah segera untuk menghentikan kekerasan mematikan terhadap umat Islam dan perusakan situs-situs suci mereka di India oleh pasukan keamanan dan umat Hindu ekstrem dengan mengadakan langkah-langkah mendesak untuk mengadakan pertemuan luar biasa tingkat menteri luar negeri negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dengan tujuan membahas kebijakan anti-Islam dari pemerintah New Delhi dan mengutuknya.
Protes Kelangkaan Alkes, Perawat AS Demo di Gedung Putih
Organisasi terbesar yang menghimpun para perawat dan tenaga kesehatan Amerika Serikat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Putih untuk memprotes kelangkaan alat pelindung diri di tengah wabah Virus Corona di negara itu.
Fars News (21/4/2020) melaporkan, American Nurse Association, ANA mengumumkan, anggota ANA hari ini, Selasa (21/4) akan menggelar demonstrasi di depan Gedung Putih untuk menuntut anggaran produksi massal alat pelindung diri dalam paket ekonomi khusus Corona pemerintah Amerika.
Seperti ditulis situs The Hill, ANA yang merupakan organisasi perawat terbesar di Amerika mengatakan, selama rumah sakit di seluruh penjuru Amerika masih mengalami kelangkaan masker, sarung tangan dan alat kesehatan lainnya di tengah wabah Covid-19 ini, maka anggota ANA akan meneriakkan dengan keras nama-nama perawat yang meninggal akibat Corona di depan Gedung Putih.
Ditambahkannya, hingga kini perawat dan tenaga medis lainnya di sebagian besar rumah sakit Amerika tidak dilengkapi alat kesehatan yang cukup untuk melindungi diri dari kemungkinan tertular Covid-19.
Iran Pamerkan Dua Radar Strategis Baru
Sistem radar strategis "Khalij-e Fars" dan "Moraghebat" dipamerkan dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Komandan militer Iran, Mayjen Abdolrahim Mousavi.
IRIB (19/4/2020) melaporkan, radar jarak jauh Khalij-e Fars memiliki daya jangkau lebih dari 800 kilometer, dan merupakan radar "fuzzy array" tiga dimensi dengan teknologi mutakhir yang bisa mendeteksi semua objek konvensional, dan rudal-rudal balistik anti-radar.
Sementara radar "Moraghebat" merupakan salah satu radar kontrol tiga dimensi paling akurat, yang memiliki sistem fuzzy array dan merupakan radar canggih dengan daya jangkau 400 kilometer.
Radar ini bisa mendeteksi objek-objek udara dengan akurasi dan stabilitas yang sangat tinggi, begitu juga objek-objek kecil di ketinggian rendah, dan sedang, serta pesawat-pesawat tanpa awak anti-radar.
IRGC Peringatkan Militer AS Patuhi Aturan di Teluk Persia
Humas Korps Garda Revolusi Islam Iran, IRGC menyinggung perilaku tidak profesional angkatan laut Amerika Serikat di Teluk Persia, dan meminta agar Amerika menghindari segala bentuk petualangan, pemalsuan data dan kebohongan.
Armada Kelima AL Amerika di Asia Barat, dan beberapa pejabat politik serta militer negara ini menuduh 11 kapal cepat IRGC pada 15 April 2020 mengganggu kapal-kapal Amerika di utara Teluk Persia, dan melintas dengan sangat cepat di depan kapal Amerika, dalam sebuah operasi bersama.
Humas IRGC, Minggu (19/4) menyebut narasi yang dibuat AL Amerika itu seperti film-film Hollywood dan mengatakan, AL Amerika pada 6-7 April 2020 melakukan perilaku tidak profesional serta berbahaya, dan tanpa memperhatikan peringatan awal, menutup jalan kapal Iran di Teluk Persia untuk beberapa lama, sampai terpaksa menyingkir.
Ditambahkannya, AL IRGC untuk mencegah berlanjutnya perilaku tidak profesional kapal-kapal Amerika, dan menjaga keamanan pelayaran kapal-kapal Iran, dan mencegah penyelundupan bahan bakar, menambah patroli lautnya di Teluk Persia.
"Pada 15 April 2020, setelah mengumumkan situasi penembakan di sejumlah wilayah latihan yang sudah ditetapkan dalam peta sebelumnya, 11 kapal cepat AL IRGC secara berkelompok dikerahkan ke lokasi dan berpapasan dengan kapal perang Amerika," imbuhnya.
Menurut IRGC, karena tidak mematuhi peringatan pertama, melakukan langkah provokatif dan menunjukkan perilaku tidak profesional, kapal-kapal Amerika mendapat perlawanan dari pasukan Iran, dan akhirnya terpaksa menyingkir dari jalur kapal-kapal Iran.
Zarif kepada Trump: Jangan Intervensi Urusan Negara Lain !
Menteri Luar Negeri Iran menanggapi klaim terbaru Presiden Amerika Serikat dengan menekankan supaya Trump mengakhiri campur tangan terhadap urusan negara lain.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di akun Twitternya menegaskan bahwa Tehran tidak perlu berkonsultasi dengan satupun politisi AS, dan mengatakan kepada Trump, "Anda seharusnya segera menghentikan campur tangan terhadap urusan negara lain, terutama Iran,".
Zarif juga menanggapi klaim Trump mengenai pengirimam alat bantu pernapasan ke Iran, dengan menjelaskan, "Republik Islam akan mengekspor respirator dalam beberapa bulan ke depan,".
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih Sabtu malam mengatakan Amerika Serikat siap untuk mengirim bantuan ke Iran.
Trump juga mengklaim, meskipun banyak masalah dan kekurangan peralatan medis dan kesehatan di Amerika Serikat untuk menangani Covid-19, tapi siap mengirim ribuan respirator ke Tehran jika Iran meminta.
Presiden AS, Donald Trump
"Mereka ingin mencapai kesepakatan.Saya pikir dia (John Kerry) akan menyuruh mereka menunggu, dan mungkin mengatakan Trump kalah, dan Anda bisa bernegosiasi," ujar Trump.
Klaim Trump untuk membantu Iran mengemuka di saat Amerika Serikat sedang kewalahan menangani Covid-19, dengan jumlah kasus positif terbesar di dunia.
Lebih dari itu, keseriusan AS membantu Tehran diragukan, karena negara ini masih melanjutkan sanksi terhadap Iran yang sedang berjuang menangani penyebaran virus corona.(



























