کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 15 Oktober 2019 15:25

Surat Shaad ayat 39-43

هَذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (39) وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآَبٍ (40)

Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab. (38: 39)

Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (38: 40)

Allah Swt telah menganugerahkan kekayaan yang melimpah dan kedudukan yang tinggi kepada Nabi Sulaiman as. Dia kemudian diminta membagikan kekayaan itu kepada fakir-miskin dan berjuang untuk mengatasi kesulitan mereka. Karena Sulaiman seorang nabi, maka ia membagikan anugerah Ilahi kepada fakir-miskin secara adil dan setiap orang menerima sesuai dengan kebutuhannya, bukan penyamarataan.

Meski menikmati kekayaan yang berlimpah dan kedudukan yang tinggi, Nabi Sulaiman as tidak pernah melenceng dari penghambaan Tuhan dan tidak pernah berbuat zalim kepada masyarakat. Oleh karena itu, ia memiliki kedudukan yang dekat di sisi Allah dan tempat kembali yang baik.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Di pemerintahan Tuhan, penguasa menganggap apa yang dimilikinya sebagai anugerah Ilahi yang harus digunakan untuk melayani masyarakat.

2. Kepemilikan kekayaan dan harta tidak bertentangan dengan penghambaan kepada Allah dan mencapai kedudukan yang dekat dengan-Nya. Di pemerintahan Tuhan, kemajuan dan perkembangan di sektor materi bukan sesuatu yang bertentangan dengan usaha mencapai kesempurnaan jiwa dan spiritual.

وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ (41) ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ (42) وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَى لِأُولِي الْأَلْبَابِ (43)

Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya, “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan.” (38: 41)

(Allah berfirman), “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (38: 42)

Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. (38: 43)

Ayat tersebut berbicara tentang kisah Nabi Ayyub as yang menjadi simbol kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan. Berdasarkan ayat ini, Rasulullah Saw diperintahkan untuk menceritakan kehidupan Nabi Ayyub as kepada masyarakat dan mengajak mereka pada kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan hidup.

Menurut berbagai kitab tafsir dan riwayat, Allah melimpahkan nikmat yang sangat banyak kepada Nabi Ayyub dan ia juga seorang hamba yang bersyukur. Namun, Tuhan kemudian mengujinya dengan kesulitan untuk membuktikan bahwa Ayyub akan tetap bersyukur di semua keadaan, baik saat senang maupun susah. Oleh karena itu, harta benda, hasil pertanian, dan ternak milik Ayyub secara perlahan musnah dan ia sendiri juga didera penyakit, di mana anaknya pun menjauhinya karena takut tertular.

Dalam kondisi seperti ini, syaitan menyebarkan kebohongan di tengah masyarakat bahwa Nabi Ayyub menderita kesulitan dan penyakit karena tidak mematuhi perintah Tuhan. Jika ia memang seorang yang baik, tentu tidak akan tertimpa bala yang membuat anaknya pun lari darinya. Masyarakat dan keluarga Ayyub mempercayai berita bohong ini sehingga ia benar-benar menghadapi situasi yang sangat sulit dan tersiksa.

Namun, Nabi Ayyub tidak pernah mengeluh dengan keadaannya dan selalu bersyukur kepada Allah. Suatu hari, ia mengadu kepada Allah dari prasangka buruk masyarakat yang telah termakan rayuan syaitan, tapi ia tidak memohon apa-apa dari Tuhan.

Untuk menyelamatkan Nabi Ayyub dari gunjingan, Allah memberikan kesembuhan kepadanya untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa Ayyub disayang oleh Allah, bukan orang yang dimurkai.

Allah Swt memerintahkan Nabi Ayyub untuk memukul kakinya ke tanah di tempat ia berpijak sehingga mengalir air yang jernih dan sejuk. Setelah air mengalir, Tuhan meminta Ayyub untuk membasuh dirinya dengan air itu dan meminumnya untuk memperoleh kesembuhan.

Nabi Ayyub as berhasil melewati ujian Ilahi ini dengan kemenangan dan Allah pun mengembalikan semua nikmat kepadanya. Allah melimpahkan segala nikmat dan karunianya kepada Ayyub. Ia memperoleh kesembuhan yang sempurna dan anugerah yang melimpah.

Kisah Nabi Ayyub as adalah pelajaran dan ibrah bagi orang-orang yang berakal sehingga manusia tidak boleh sombong dengan apa yang dimilikinya, karena semua itu bisa hilang dalam sekejap.

Kisah ini mengajarkan manusia untuk tidak berputus asa dari karunia dan rahmat Allah Swt dalam kesulitan dan tertimpa penyakit, karena mengangkat kesulitan dan penyakit merupakan pekerjaan yang mudah bagi Allah.

Dari dua tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Mempelajari sejarah masa lampau, terutama kisah para nabi adalah sesuatu yang bermanfaat dan penuh muatan pelajaran. Dengan mengetahui kesulitan orang lain, tekad kesabaran dan ketabahan dalam diri kita juga akan menguat.

2. Kesulitan dan musibah akan menjadi sasaran godaan syaitan. Terkadang syaitan ingin menyimpangkan manusia dari jalan lurus lewat sarana kesulitan dan kesusahan hidup.

3. Berdoa adalah sirah para nabi dan manifestasi dari penghambaan dan ketundukan di hadapan Allah Swt. Oleh sebab itu, jangan pernah meninggalkan doa dalam mengatasi kesulitan dan cobaan.

4. Banyaknya anak yang saleh merupakan karunia ilahi.

Selasa, 15 Oktober 2019 15:24

Surat Shaad ayat 34-38

وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ (34) قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ (35)

Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat. (38: 34)

Ia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (38: 35)

Ayat tersebut berbicara tentang salah satu ujian berat yang dihadapi Nabi Sulaiman as. Namun, jenis ujian ini tidak disebutkan secara spesifik dan di sini kita perlu merujuk ke riwayat yang sahih untuk menemukan jawabannya.

Nabi Sulaiman as berharap memiliki banyak anak sehingga bisa memilih salah satu dari mereka yang paling kuat dan berani untuk menjadi penggantinya. Tetapi, ia menjadi lalai karena keinginannya dan bersandar pada kehendaknya ketimbang bertawakkal dan mengikuti kehendak Allah Swt.

Allah kemudian mempersulit keadaan Nabi Sulaiman dan mentakdirkan para istrinya tidak ada satu pun yang mengandung, kecuali seorang istri yang melahirkan anak yang cacat.

Nabi Sulaiman memerintahkan awan untuk menjaga anaknya dari gangguan setan. Namun, tidak lama setelah itu, anak tersebut tergeletak di atas tahktanya dalam keadaan tak bernyawa. Nabi Sulaiman mulai menyadari bahwa ia telah melalaikan Tuhan dan tidak bertawakal kepada-Nya.

Beberapa riwayat menyebutkan Nabi Sulaiman diberi ujian berupa sakit berat hingga terduduk di atas takhtanya tanpa daya. Ia kemudian bertaubat dan meminta ampunan kepada Allah Swt atas kelalaiannya.

Setelah mendapatkan ampunan, Nabi Sulaiman meminta kerajaan yang super hebat sehingga menjadi bukti atas kenabiannya dari sisi Allah, seperti mukjizat para nabi lain. Ia meminta kerajaan yang tidak akan pernah dimiliki oleh seorang pun sesudahnya dan yang akan membedakannya dari semua penguasa di bumi.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Ujian adalah salah satu sunnah Ilahi untuk membuat seseorang kembali ke sisi Allah Swt. Seluruh manusia dan bahkan para nabi akan diuji oleh Allah dan tidak ada pengecualian satu pun.

2. Sebagian nabi selain bertugas memberi hidayah dan petunjuk kepada masyarakat, juga menjadi penguasa (pemimpin) atas rakyat, dan tidak ada kontradisi dalam dua perkara ini.

3. Dalam berdoa, jangan pernah puas dengan permintaan yang sedikit. Kita perlu meniru Nabi Sulaiman dan meminta sesuatu yang penting dari Allah.

فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ (36) وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ (37) وَآَخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الْأَصْفَادِ (38)

Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya. (38: 36)

Dan (Kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam. (38: 37)

Dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu. (38: 38)

Permintaan Nabi Sulaiman as dikabulkan dan Allah Swt memberikan fasilitas dan kekuatan yang luar biasa kepadanya. Kerajaan sebelum dan sesudah Sulaiman tidak memiliki kekuatan seperti itu. Ia diberikan mukjizat dan kerajaan yang istimewa sebagai bukti atas kebesaran Allah.

Pemberian pertama adalah kemampuan menundukkan angin sebagai kendaraan. Angin akan mengantarkan Nabi Sulaiman as kemana pun mengikuti perintahnya. Angin dan awan ini ibarat pesawat di masa sekarang yang terbang di angkasa dan menempuh jarak yang jauh dalam waktu singkat.

Anugerah kedua adalah kemampuan menundukkan jin untuk berbagai kepentingan dan pelayanan. Sekelompok jin bekerja sebagai ahli bangunan untuk mendirikan berbagai fasilitas seperti jembatan dan bendungan, segolongan lain bekerja di laut sebagai penyelam. Sekelompok syaitan pembangkang dibelenggu dan dikurung dalam penjara karena menolak perintah Nabi Sulaiman as.

Dengan demikian, Allah dengan karunia dan kekuasaan-Nya telah menundukkan seluruh kekuatan alam, manusia, dan jin untuk mengabdi dan patuh kepada Nabi Sulaiman.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Jin memiliki akal, nafsu, dan keahlian.

2. Pemanfaatan tenaga ahli dan kompeten sangat penting dalam pengelolaan negara atau pelaksanaan proyek-proyek penting.

3. Individu atau kelompok yang menganggu masyarakat dan merusak ketertiban sosial, harus dikendalikan dan dihukum, seperti yang dilakukan Nabi Sulaiman terhadap para jin pembangkang.

Selasa, 15 Oktober 2019 15:23

Surat Shaad ayat 29-33

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ (29)

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (38: 29)

Ayat di atas menyatakan bahwa Allah telah menurunkan al-Quran untuk menjelaskan tujuan penciptaan dan menjadi sumber untuk perkembangan umat manusia. Tentu saja ini berlaku untuk orang yang mau bertadabbur dan menggunakan akalnya untuk memahami semua perintah Tuhan yang sarat dengan hikmah, dan menemukan jalan kebahagiaan.

Namun, manusia yang lalai dari Allah dan dirinya sebenarnya mereka adalah orang-orang yang mati, meskipun raganya hidup.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Tujuan penurunan al-Quran adalah untuk tadabbur dan tafakkur pada ayat-ayat Allah, sementara membaca ayat-ayatnya akan mendatangkan berkah dalam kehidupan manusia.

2. Berbeda dengan anggapan orang-orang yang menyebut wahyu bertentangan dengan akal, al-Quran sepenuhnya sejalan dengan akal dan sama sekali tidak ditemukan perkara yang bertentangan dengan akal di dalamnya. Sebenarnya, wahyu diturunkan untuk mengembangkan dan menyempurnakan akal manusia, bukan untuk meliburkan atau memerangi akal.

3. Orang-orang yang melakukan tadabbur dan tafakkur dalam al-Quran akan memahami hukum dan rahasia-rahasianya.

وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ (30) إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ (31) فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ (32) رُدُّوهَا عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحًا بِالسُّوقِ وَالْأَعْنَاقِ (33)

Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (38: 30)

(ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. (38: 31)

Maka ia berkata, “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan.” (38: 32)

“Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku.” Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu. (38: 33)

Ayat-ayat ini dimulai dengan mengabarkan pemberian seorang putra dengan nama Sulaiman kepada Daud as. Ia adalah anak yang sama seperti Daud, hamba Allah yang baik dan taat kepada-Nya.

Kemudian berbicara tentang keagungan kekuasaan dan pemerintahan Nabi Sulaiman as serta kuda-kuda yang kuat, cepat, dan bersayap yang dimilikinya. Ketika kuda-kuda tersebut melakukan parade di hadapannya, dia berkata, "Aku mencintai kuda-kuda ini karena Allah dan untuk berjihad di jalan-Nya dan untuk menjaga keamanan masyarakat."

Nabi Sulaiman sangat terpana dengan kuda-kuda itu sehingga hilang dari pandangannya. Ia memerintahkan agar kuda-kuda tersebut dihadirkan kembali. Sulaiman kemudian mendekati kuda-kuda itu dan mengelus-ngelusnya karena rasa sukanya.

Sayangnya, menurut beberapa sumber yang tidak sahih, ayat-ayat tersebut ditafsirkan secara keliru dan menyebut Nabi Sulaiman as telah melalaikan shalatnya.

Disebutkan bahwa Sulaiman terlalu asyik menyaksikan parade kuda sampai matahari terbenam dan ketinggalan shalat Ashar. Ia kemudian meminta Tuhan untuk mengembalikan matahari supaya bisa menunaikan shalat. Namun, bagaimana mungkin seorang nabi sampai ketinggalan shalat hanya gara-gara menyaksikan parade kuda.

Jelas, pendapat seperti ini tidak tepat dan kelalaian seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang hamba yang saleh dan pilihan Tuhan. Sulaiman adalah seorang nabi yang dipuji dalam ayat tersebut, ia dipuji sebagai sebaik-baik hamba dan sangat taat. Jadi, pendapat tersebut bertentangan dengan teks ayat.

Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Posisi tertinggi manusia adalah menghambakan diri dan kembali ke pangkuan Tuhan. Oleh karena itu, al-Quran berulang kali menggunakan kata 'Abd (hamba) untuk menyebut para nabi.

2. Memberi perhatian khusus pada keamanan masyarakat merupakan salah satu tugas pemimpin. Menggelar parade dan pameran alat pertahanan adalah sebuah pekerjaan yang baik, karena para pemimpin perlu memastikan kualitas dan kuantitas pasukan tempur serta memamerkan kekuatan di hadapan musuh.

3. Kekuasaan dan pemerintahan tidak akan menjadi alat untuk menindas jika dipegang oleh orang-orang yang saleh dan taat. Mereka menggunakan kekuasaan di jalan Allah Swt dan untuk tujuan yang diridhai-Nya.

Selasa, 15 Oktober 2019 15:22

Surat Shaad ayat 26-28

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ (26)

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (38: 26)

Pada ayat sebelumnya dikisahkan bahwa dua orang laki-laki bersaudara yang sedang bersengketa datang kepada Nabi Daud as. Mereka berharap memperoleh keadilan dari keputusan Nabi Daud atas perkara mereka. Setelah memutuskan perkara itu, Nabi Daud menyadari bahwa Allah Swt sedang mengujinya, lalu bersujud untuk meminta ampun dan bertaubat kepada-Nya.

Allah Swt menerima taubat Nabi Daud dan mempertahankan kedudukannya. Tuhan memintanya untuk memutuskan setiap perkara sesuai dengan ajaran langit dan tidak mengikuti hawa nafsu. Dia meminta nabi-Nya untuk tidak mengedepankan kesenangan pribadinya atas kebenaran, karena perbuatan ini akan melencengkan mereka dari kebenaran (jalan Allah Swt).

Jelas, para nabi adalah orang-orang suci (maksum) dan tidak menyimpang dari kebenaran, namun dari ayat tersebut bisa dipahami bahwa kedudukan suci ini tidak menghilangkan hak memilih dan kebebasan dalam bertindak dari diri mereka. Mereka – sama seperti manusia lain – jika tidak hati-hati bisa terjebak dalam kesalahan.

Oleh karena itu, Allah memperingatkan mereka bahwa jika tidak menjaga hawa nafsunya, mereka berpotensi tersesat dan mendapatkan azab yang berat.

Orang-orang yang memerintah di muka bumi, harus bertindak atas dasar keadilan dan kebenaran dalam menangani semua urusan publik. Mereka perlu merujuk kepada hukum Allah Swt sehingga mengetahui dengan tepat mana keadilan dan kebenaran, bukan berbuat atas dasar kehendak pribadi. Jika mengikuti hawa nafsu, hak-hak masyarakat akan menjadi korban dari ambisi penguasa.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Agama tidak terpisah dari politik dan salah satu tugas para nabi adalah mendirikan pemerintahan dan mengatur urusan masyarakat, meskipun kondisi tidak mengizinkan semua nabi untuk membentuk pemerintahan.

2. Kebenaran harus menjadi parameter hukum peradilan, bukan nafsu penguasa atau hakim.

3. Kebenaran akan termalginalkan selama hawa nafsu berkuasa, sebab hawa nafsu berarti penyimpangan dari kebenaran. Oleh karena itu, orang-orang saleh selalu mengendalikan hawa nafsunya sehingga bisa bertindak atas dasar kebenaran dalam semua urusan kehidupan.

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ (27) أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ (28)

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (38: 27)

Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (38: 28)

Allah menciptakan alam semesta atas dasar kebenaran (hikmah) dan sama sekali tidak ada kebatilan di dalamnya. Di dunia, kebenaran juga harus menjadi panglima. Namun, orang-orang kafir mengira bahwa alam semesta diciptakan tanpa tujuan dan sia-sia, mereka baru menyadari kebatilan pikirannya ketika sudah terperosok dalam neraka.

Bukan hanya sistem penciptaan yang bersandar pada kebenaran, tetapi sistem balasan dan siksaan juga bertumpu pada kebenaran dan keadilan. Allah tidak menyamakan orang-orang baik dengan pelaku maksiat dan tidak akan memperlakukan mereka sama.

Jelas bahwa perilaku orang-orang yang menganggap Tuhan sebagai pencipta dan penguasanya serta beriman kepada hari kiamat, akan berbeda dengan mereka yang mengingkari Tuhan dan hari pembalasan. Golongan pertama berusaha untuk memperbaiki dirinya dan masyarakat, sementara golongan kedua ingin memperbanyak kerusakan di muka bumi.

Kelompok pertama bergerak sejalan dengan prinsip dan aturan Allah Swt serta menyebarluaskan nilai-nilai takwa di bumi, sementara kelompok kedua hanya mengejar kepentingan materi dan pribadi serta menyebarkan kerusakan dan kehancuran di masyarakat.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Dalam perspektif agama, penciptaan memiliki tujuan dan hikmah. Tetapi bagi para pengingkar, penciptaan tidak punya tujuan dan perencanaan yang jelas.

2. Mengingat sistem penciptaan dibangun atas dasar kebenaran, maka sistem dan prinsip-prinsip yang berlaku di masyarakat juga harus bersandar pada ajaran kebenaran sehingga seirama dengan sistem penciptaan.

3. Kebenaran menuntut penerapan keadilan di dunia dan akhirat. Menyamaratakan orang baik dan jahat di masyarakat benar-benar menyalahi prinsip keadilan.

4. Pembangkangan dan maksiat akan menyebabkan meluasnya kerusakan di bumi.

Selasa, 15 Oktober 2019 15:21

Surat Shaad ayat 20-25

وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآَتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ (20)

Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmahdan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. (38: 20)

Pada pembahasan sebelumnya, kita mengulas tentang Nabi Daud as. Seorang nabi ahli munajat kepada Allah Swt dan gunung serta burung-burungpun selalu menyertai munajat Nabi Daud.

Pada ayat di atas Allah Swt berfirman, selain menganugerahi hikmat kepada Nabi Daud yang juga diberikan kepada nabi-nabilain, Allah Swt memberikan kedudukan dan kekuasaan kepadanya. Dengan kata lain, Nabi Daud termasuk salah satu nabi yang memiliki posisi kenabian sekaligus pemerintahan.

Hal ini menunjukkan bahwa agama dan politik bisa digabungkan dan para nabi tidak hanya ditugasi untuk menyampaikan pesan ilahi saja, tapi di manapun memungkinkan, dirinya akan menerapkan perintah ilahi di tengah masyarakat. Mereka tidak hanya duduk di masjid saja atau mencukupkan diri dengan nasihat, saat dibutuhkan, mereka berperan sebagai pemerintah dan memutuskan perkara sebagai seorang hakim.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Sebuah pemerintahan harus berlandaskan hikmah dan keadilan sehingga hak Tuhan dan rakyat bisa dipenuhi.

2. Pemerintahan dan kekuatan hanya sah dan sesuai syariat jika dipegang oleh orang-orang saleh dan taat kepada ilahi.

وَهَلْ أَتَاكَ نَبَأُ الْخَصْمِ إِذْ تَسَوَّرُوا الْمِحْرَابَ (21) إِذْ دَخَلُوا عَلَى دَاوُودَ فَفَزِعَ مِنْهُمْ قَالُوا لَا تَخَفْ خَصْمَانِ بَغَى بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلَا تُشْطِطْ وَاهْدِنَا إِلَى سَوَاءِ الصِّرَاطِ (22) إِنَّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ (23) قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ (24) فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآَبٍ (25)

Dan adakah sampai kepadamu berita orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat pagar? (38: 21)

Ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut karena kedatangan) mereka. Mereka berkata, “Janganlah kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (38: 22)

Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja.” Maka dia berkata, “Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan.” (38: 23)

Daud berkata, “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. (23: 24)

Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (38: 25)

Pada ayat sebelumnya dijelaskan Allah Swt menganugerahkan kedudukan hakim kepada Nabi Daud as. Sementara di ayat-ayat ini, disinggung sebuah peristiwa ketika dua orang datang ke hadapan Nabi Daud dan meminta beliau memutuskan perkara mereka secara adil.

Akan tetapi cara mereka datang tidak biasa. Mereka tahu para pengawal Nabi Daud sampai kapanpun tidak akan membiarkan mereka untuk menemui beliau. Oleh karena itu, saat Nabi Daud tengah khusyu melaksanakan shalat dan munajat di tempat ibadahnya, kedua orang itu memanjat dinding belakang untuk menemui Nabi Daud. Hal itu sempat membuat Nabi Daud terkejut dan mengira mereka akan berbuat jahat atau membunuhnya. Akan tetapi mereka kemudian berkata, “Wahai Daud! Jangan takut, kami dua orang berselisih dan terlibat perkara serta datang kepadamu untuk mendapat keadilan.”

Masuknya kedua orang itu secara tiba-tiba dan situasi mengejutkan yang terjadi menyebabkan Nabi Daud, setelah mendengar pengaduan salah satu dari keduanya, tanpa terlebih dahulu mendengarkan pembelaan dari tertuduh, secara tergesa-gesa memutuskan bahwa tertuduh bersalah dan ia menuntut yang bukan menjadi haknya.

Namun di luar dugaan, si tertuduh tidak berkata apapun dan tidak menyampaikan protes, lalu keduanya pergi begitu saja.

Setelah keduanya pergi, Nabi Daud baru menyadari bahwa ia tidak memutuskan perkara dengan benar dan sebelum mendengar pembelaan dari tertuduh, ia menjatuhkan hukum kepadanya. Oleh karena itu, beliau bertaubat kepada Allah Swt dan Allah pun menerima taubatnya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kedua pihak yang berseteru harus meminta hakim untuk memutus perkara mereka secara adil dan benar, dan tidak ada satupun dari kedua pihak yang boleh menekan hakim sehingga memihaknya.

2. Penegakkan keadilan di tengah masyarakat menjadi faktor yang membimbing masyarakat ke jalan yang lurus dan membuat mereka terjaga dari sikap ekstrem dan menyimpang.

3. Manusia cenderung serakah dan rakus, dan tidak pernah kenyang dengan harta, kekayaan dan kelezatan dunia. Oleh karena itu, biasanya orang kaya lebih tamak dalam mengumpulkan harta dibandingkan yang lainnya.

4. Memutuskan perkara perlu situasi dan kondisi yang tenang. Ketika kita berada pada kondisi kaget dan terkejut, tidak semestinya memutuskan perkara hukum. Karena akan menyebabkan ketergesaan dan kekacauan dalam proses pengadilan dan seringkali berujung pada penyesalan.

5. Ekonomi yang sehat dapat tumbuh di bawah naungan iman dan amal saleh. Oleh karena itu, jika anggota masyarakat tidak beriman kepada Tuhan, maka mungkin saja mereka tidak ragu melanggar hak orang lain untuk meraih kepentingan pribadinya.

Selasa, 15 Oktober 2019 15:20

Surat Shaad ayat 12-19

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَعَادٌ وَفِرْعَوْنُ ذُو الْأَوْتَادِ (12) وَثَمُودُ وَقَوْمُ لُوطٍ وَأَصْحَابُ الْأَيْكَةِ أُولَئِكَ الْأَحْزَابُ (13) إِنْ كُلٌّ إِلَّا كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ عِقَابِ (14)

Telah mendustakan (rasul-rasul pula) sebelum mereka itu kaum Nuh, 'Aad, Fir'aun yang mempunyai tentara yang banyak. (38: 12)

Dan Tsamud, kaum Luth dan penduduk Aikah. Mereka itulah golongan-golongan yang bersekutu (menentang rasul-rasul). (38: 13)

Semua mereka itu tidak lain hanyalah mendustakan rasul-rasul, maka pastilah (bagi mereka) azab-Ku. (38: 14)

Pada pembahasan sebelum telah diulas mengenai para pembesar Mekah yang tidak bersedia menerima kebenaran ilahi yang disampaikan Nabi Muhammad Saw, karena memandang diri mereka lebih mulia dan layak untuk mengembannya.

Ayat ini mengenai firman Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw yang menegaskan bahwa para penentang itu bukan kelompok pertama yang berbuat demikian, tapi kaum-kaum sebelumnya juga melakukan tindakan yang sama terhadap para Nabi dan Rasul Allah.

Mereka pemilik harta dan pemegang kekuasaan merasa dirinya lebih layak sebagai pembawa risalah kebenaran, sehingga tidak bersedia menerima ajaran yang dibawa para Nabi dan Rasul, tidak seperti masyarakat biasa yang relatif mudah menerima kebenaran ajaran ilahi.

Di ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa orang-orang yang menentang kebenaran ilahi karena kesombongan, maupun dengki akan mendapatkan azab di dunia ini. Hal ini sebagaimana menimpa kaum Nabi Nuh yang tenggelam ditelan banjir bandang atau kaum Aad yang diterjang badai, ataupun kaum Tsamud, juga kaum Luth yang diazab karena menentang kebenaran yang dibawa para utusan Allah swt.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Al-Quran sangat menganjurkan untuk mempelajari sejarah kehidupan orang-orang terdahulu dan nasib mereka sebagai pelajaran yang bagi umat manusia dewasa ini.

2. Semua manusia, baik penguasa, seperti Firaun maupun manusia biasa tidak berdaya menghadapi azab ilahi.

3. Penentangan dan pengingkaran karena kesombongan maupun dengki terhadap kebenaran akan berujung azab dan kebinasaan.

وَمَا يَنْظُرُ هَؤُلَاءِ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً مَا لَهَا مِنْ فَوَاقٍ (15) وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ (16)

Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat berselang. (38: 15)

Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari berhisab.” (38: 16)

Melanjutkan ayat sebelumnya, di ayat ini Allah swt berfirman bahwa orang-orang yang musyrik dan kafir yang menantang datangnya azab Allah, maka azab itu akan datang kepada mereka secara tiba-tiba sebagaimana nasib yang menimpa kaum-kaum penentang para Nabi sebelumnya. Ketika azab datang, mereka tidak bisa lagi lari atau menghindar.

Di ayat ini, sebelum azab tiba, orang-orang kafir dan musyrik tetap menentang para Nabi, bahkan mengejek dengan menantang datangnya azab ilahi. Mereka akan merasakan azab ilahi ketika kematian menjemputnya.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Orang-orang yang mengetahui nasib dan akhir kehidupan kaum terdahulu, tapi tetap menentang seruan kebenaran yang dibawa para Nabi seperti orang yang menanti datangnya azab llahi atau menjemput kebinasaan dengan kakinya sendiri.

2. Penentangan orang-orang kafir dan musyrik yang menertawakan keyakinan orang-orang yang beriman tidak didasarkan kepada logika, tapi kesombongan mereka semata.

3. Taubat dan menerima kebenaran bisa dilakukan sebelum azab datang, tapi ketika azab tiba tidak ada lagi tempat untuk bertaubat.

اصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ (17) إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ (18) وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ (19)

Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; dan ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan). (38: 17)

Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi. (38: 18)

Dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat taat kepada Allah. (38: 19)

Melanjutkan ayat sebelumnya tentang sikap para penentang yang menertawakan orang-orang yang beriman, ayat ini menjelaskan tentang sikap kaum Nabi Daud yang menghina utusan Allah. Padahal Nabi Daud memiliki kekuasaan dan kekuatan. Oleh karena itu, di ayat ini Allah berfirman supaya orang-orang yang beriman tidak takut terhadap setiap hinaan dan celaan dari orang-orang kafir dan musyrik, karena akhirnya mereka akan menang.

Nabi Daud senantiasa bertasbih kepada Allah swt. Berkat inayah-Nya, Nabi Daud memiliki kekuatan dan kekuasaan. Bahkan gunung dan burung pun ikut mengiringi Nabi Daud ketika beliau bertasbih kepada Allah swt. 

Berdasarkan ayat al-Quran, semua makhluk hidup bertasbih kepada Allah swt, tapi tidak kita ketahui dan sulit kita pahami secara langsung. Dari ayat ini kita mengetahui ketika Nabi Daud bertasbih, makhluk lain di alam ini juga bertasbih dan memuji Allah swt.

Dari tiga ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Propaganda dan penentangan musuh terhadap kebenaran dan pendukungnya sangat keras dan gencar yang terus berlanjut hingga kini.

2. Orang-orang mukmin tidak boleh lemah menghadapi setiap gangguan dalam bentuk hinaan maupun celaan, dan tetap tegar dalam membawa kebenaran ilahi yang diyakininya.

3. Kekuasaan menjadi godaan berbahaya bagi manusia, kecuali orang yang menantiasa mengharapkan petunjuk dari Allah swt dan berada di jalan-Nya.

4. Orang-orang kafir tidak mau menerima kebenaran dari Allah swt karena kesombongannya, padahal semua makhluk di alam semesta ini bersimpuh dan bertasbih kepada Allah swt.

5. Jika manusia menjadi hamba sejati, maka alampun akan bersamanya.

Selasa, 15 Oktober 2019 15:18

Surat Shaad ayat 5-11

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَعَادٌ وَفِرْعَوْنُ ذُو الْأَوْتَادِ (12) وَثَمُودُ وَقَوْمُ لُوطٍ وَأَصْحَابُ الْأَيْكَةِ أُولَئِكَ الْأَحْزَابُ (13) إِنْ كُلٌّ إِلَّا كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ عِقَابِ (14)

Telah mendustakan (rasul-rasul pula) sebelum mereka itu kaum Nuh, 'Aad, Fir'aun yang mempunyai tentara yang banyak. (38: 12)

Dan Tsamud, kaum Luth dan penduduk Aikah. Mereka itulah golongan-golongan yang bersekutu (menentang rasul-rasul). (38: 13)

Semua mereka itu tidak lain hanyalah mendustakan rasul-rasul, maka pastilah (bagi mereka) azab-Ku. (38: 14)

Pada pembahasan sebelum telah diulas mengenai para pembesar Mekah yang tidak bersedia menerima kebenaran ilahi yang disampaikan Nabi Muhammad Saw, karena memandang diri mereka lebih mulia dan layak untuk mengembannya.

Ayat ini mengenai firman Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw yang menegaskan bahwa para penentang itu bukan kelompok pertama yang berbuat demikian, tapi kaum-kaum sebelumnya juga melakukan tindakan yang sama terhadap para Nabi dan Rasul Allah.

Mereka pemilik harta dan pemegang kekuasaan merasa dirinya lebih layak sebagai pembawa risalah kebenaran, sehingga tidak bersedia menerima ajaran yang dibawa para Nabi dan Rasul, tidak seperti masyarakat biasa yang relatif mudah menerima kebenaran ajaran ilahi.

Di ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa orang-orang yang menentang kebenaran ilahi karena kesombongan, maupun dengki akan mendapatkan azab di dunia ini. Hal ini sebagaimana menimpa kaum Nabi Nuh yang tenggelam ditelan banjir bandang atau kaum Aad yang diterjang badai, ataupun kaum Tsamud, juga kaum Luth yang diazab karena menentang kebenaran yang dibawa para utusan Allah swt.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Al-Quran sangat menganjurkan untuk mempelajari sejarah kehidupan orang-orang terdahulu dan nasib mereka sebagai pelajaran yang bagi umat manusia dewasa ini.

2. Semua manusia, baik penguasa, seperti Firaun maupun manusia biasa tidak berdaya menghadapi azab ilahi.

3. Penentangan dan pengingkaran karena kesombongan maupun dengki terhadap kebenaran akan berujung azab dan kebinasaan.

وَمَا يَنْظُرُ هَؤُلَاءِ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً مَا لَهَا مِنْ فَوَاقٍ (15) وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ (16)

Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat berselang. (38: 15)

Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari berhisab.” (38: 16)

Melanjutkan ayat sebelumnya, di ayat ini Allah swt berfirman bahwa orang-orang yang musyrik dan kafir yang menantang datangnya azab Allah, maka azab itu akan datang kepada mereka secara tiba-tiba sebagaimana nasib yang menimpa kaum-kaum penentang para Nabi sebelumnya. Ketika azab datang, mereka tidak bisa lagi lari atau menghindar.

Di ayat ini, sebelum azab tiba, orang-orang kafir dan musyrik tetap menentang para Nabi, bahkan mengejek dengan menantang datangnya azab ilahi. Mereka akan merasakan azab ilahi ketika kematian menjemputnya.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Orang-orang yang mengetahui nasib dan akhir kehidupan kaum terdahulu, tapi tetap menentang seruan kebenaran yang dibawa para Nabi seperti orang yang menanti datangnya azab llahi atau menjemput kebinasaan dengan kakinya sendiri.

2. Penentangan orang-orang kafir dan musyrik yang menertawakan keyakinan orang-orang yang beriman tidak didasarkan kepada logika, tapi kesombongan mereka semata.

3. Taubat dan menerima kebenaran bisa dilakukan sebelum azab datang, tapi ketika azab tiba tidak ada lagi tempat untuk bertaubat.

اصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ (17) إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ (18) وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ (19)

Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; dan ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan). (38: 17)

Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi. (38: 18)

Dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masingnya amat taat kepada Allah. (38: 19)

Melanjutkan ayat sebelumnya tentang sikap para penentang yang menertawakan orang-orang yang beriman, ayat ini menjelaskan tentang sikap kaum Nabi Daud yang menghina utusan Allah. Padahal Nabi Daud memiliki kekuasaan dan kekuatan. Oleh karena itu, di ayat ini Allah berfirman supaya orang-orang yang beriman tidak takut terhadap setiap hinaan dan celaan dari orang-orang kafir dan musyrik, karena akhirnya mereka akan menang.

Nabi Daud senantiasa bertasbih kepada Allah swt. Berkat inayah-Nya, Nabi Daud memiliki kekuatan dan kekuasaan. Bahkan gunung dan burung pun ikut mengiringi Nabi Daud ketika beliau bertasbih kepada Allah swt. 

Berdasarkan ayat al-Quran, semua makhluk hidup bertasbih kepada Allah swt, tapi tidak kita ketahui dan sulit kita pahami secara langsung. Dari ayat ini kita mengetahui ketika Nabi Daud bertasbih, makhluk lain di alam ini juga bertasbih dan memuji Allah swt.

Dari tiga ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Propaganda dan penentangan musuh terhadap kebenaran dan pendukungnya sangat keras dan gencar yang terus berlanjut hingga kini.

2. Orang-orang mukmin tidak boleh lemah menghadapi setiap gangguan dalam bentuk hinaan maupun celaan, dan tetap tegar dalam membawa kebenaran ilahi yang diyakininya.

3. Kekuasaan menjadi godaan berbahaya bagi manusia, kecuali orang yang menantiasa mengharapkan petunjuk dari Allah swt dan berada di jalan-Nya.

4. Orang-orang kafir tidak mau menerima kebenaran dari Allah swt karena kesombongannya, padahal semua makhluk di alam semesta ini bersimpuh dan bertasbih kepada Allah swt.

5. Jika manusia menjadi hamba sejati, maka alampun akan bersamanya.

Selasa, 15 Oktober 2019 15:16

Surat Shaad ayat 1-4

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

ص وَالْقُرْآَنِ ذِي الذِّكْرِ (1) بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي عِزَّةٍ وَشِقَاقٍ (2)

Shaad, demi Al Quran yang mempunyai keagungan. (38: 1)

Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. (38: 2)

Surat Shad sebagaimana 28 surat al-Quran lainnya dimulai dengan huruf muqata’ah. Pada pembahasan sebelumnya mengenai tafsir awal surat al-Baqarah telah disinggung, setelah huruf muqataah akan disampaikan tentang keagungan al-Quran.Sebab al-Quran yang dimulai dengan huruf-hurufnya hingga saat ini menjadi mukjizat yang tidak bisa dibuat oleh manusia. Demikian juga dengan surat ini, setelah huruf Shad, Allah swt berfirman, "Demi al-Quran yang mempunyai keagungan."

Manusia diberkahi fitrah dari Allah swt untuk mengetahui kebenaran. Tapi kelalaian dan hawa nafsu, serta faktor naluri dalam diri dan dorongan dari luar menyebabkan manusia melupakannya dan lalai.

Bacaan al-Quran dan perhatian terhadap isinya menyebabkan manusia kembali terjaga dan tersadarkan dari kelalaiannya tersebut. Contohnya, masalah kiamat yang termasuk bagian penting ajaran agama seringkali dilupakan. Oleh karena itu, kelalaian diri harus disadarkan kembali, salah satunya dengan membaca dan menelaah isi al-Quran.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Sumpah Allah swt dengan Al-Quran menunjukkan keagungan kitab suci ilahi ini.

2. Al-Quran membangunkan fitrah manusia yang tertutup oleh kelalaian diri dan faktor lainnya.

3. Al-Quran datang untuk memberikan petunjuk bagi manusia.Tapi sebagian orang menolak dan menentangnya karena kesombongan diri mereka.

كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ فَنَادَوْا وَلَاتَ حِينَ مَنَاصٍ (3) وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ (4)

Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. (38: 3)

Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” (38: 4)

Audiens pertama ayat al-Quran ini adalah orang-orang musyrik Mekah. Ayat ini memberikan peringatan, jika tidak memperhatikan nasib orang-orang terdahulu yang tergelam dalam kesyirikan dan kekufuran, maka nasib mereka juga akan sama terkena azab ilahi dan tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri dari azab tersebut.

Kelanjutan ayat menjelaskan ketika Nabi Muhammad Saw menyampaikan ayat-ayat al-Quran kepada orang-orang Musyrik, mereka justru menghina beliau. Ketika Rasulullah saw menyampaikan peringatan mengenai kondisi orang-orang terdahulu dan mengajak untuk merenungkan pesannya, mereka malah menyebut beliau sebagai penyihir dan pembohong.

Sejarah menjelaskan ketika para pemimpin Quraisy menghubungi Abu Thalib supaya menyampaikan pesan kepada keponankannya, Nabi Muhammad saw. Mereka berkata, "Keponakanmu telah menyesatkan para pemuda kami dan mempersoalkan Tuhan-tuhan kami. Jika dia menghendaki kemasyhuran dan kekayaan, maka kami bersedia untuk menjadikan dia sebagai orang terkaya di Quraisy. dengan syarat meninggalkan dakwahnya,".

Ketika Abu Thalib menyampaikan pesan orang-orang Musyrik kepada Nabi Muhammad Saw, beliau menjawab, "Jika mereka memberikan matahari di tangan kanan dan bulan di tangan kiriku, supaya aku berhenti menyempaikan kebenaran, maka itu tidak akan aku lakukan. Aku akan terus melanjutkan dakwah ini kepada masyarakat atau mati,". Ketika Abu Thalib menyaksikan keteguhan Rasulullah Saw dalam menyampaikan dakwahnya, beliau menegaskan dukungan terhadap perjuangannya hingga akhir hayat.

Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kufur dan syirik yang dilakukan karena kesombongan diri akan menyebabkan pelakunya sendiri binasa di dunia ini.

2. Tidak ada tenpat berlindung dan bersandar menghadapi kekuatan dan kehendak Allah swt. Taubat bisa dilakukan sebelum turunnya azab Allah swt, tapi setelahnya tidak bermanfaat sama sekali.

3. Para Nabi dan Rasul berasal dari kalangan manusia supaya memahami kebutuhan dan karakteristiknya, sehingga bisa menjadi suri teladan bagi masyarakat.

4. Penghinaan dan tudingan merupakan cara yang paling sering dilakukan orang-orang kafir dalam menghadapi orang-orang Mukmin. Ketika mereka menyebut para Nabi sebagai penyihir dan pembohong, para pengikut Nabi juga harus siap untuk menghadapi segala bentuk cacian dan penghinaan dari para penentang kebenaran.

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan pada hari Jumat, 11 Oktober 2019 mengatakan bahwa timpalannya dari India Narendra Modi "memainkan kartu terakhirnya" dengan mencabut status khusus wilayah Jammu dan Kashmir dan menuduh media internasional mengabaikan masalah tersebut.

Hal itu dikatakan Khan di hadapan peserta acara "Human Chain” yang berlangsung di Islamabad untuk mengekspresikan solidaritas dengan warga Kashmir.

Khan  menuturkan, media internasional meliput penuh protes Hong Kong tetapi mengabaikan masalah Kashmir.

Dia menambahkan, Kashmir tidak akan menerima keputusan India untuk mengakhiri status khusus wilayah Jammu dan Kashmir dan akan keluar ketika pembatasan dicabut.

"Narendra Modi melakukan kesalahan, dia telah memainkan kartu terakhirnya, tetapi orang-orang Kashmir tidak akan pernah menerimanya," ujarnya.

PM Pakistan mengatakan, penduduk Kashmir tidak takut karena selama tujuh dekade mereka telah mengalami kondisi yang menghilangkan ketakutan mereka.

Beberapa orang berkumpul di D-Chowk, jantung Islamabad, dan membentuk rantai manusia sebagai bentuk solidaritas kepada penduduk Kashmir.

Sebelumnya, PM Pakistan di laman twitternya menulis bahwa dia "bingung" tentang bagaimana media internasional terus memberikan liputan utama untuk protes Hong Kong tetapi mengabaikan "krisis hak asasi manusia" di Kashmir.

Hubungan antara India dan Pakistan berada di bawah tekanan berat setelah keputusan New Delhi untuk mencabut status khusus Jammu dan Kashmir pada 5 Agustus.

Pakistan bereaksi dengan marah terhadap langkah itu dan mengusir utusan India. Sejak itu, Pakistan telah berusaha menggalang dukungan internasional dalam masalah ini.

Sementara India telah mempertahankan bahwa masalah Kashmir adalah masalah bilateral antara India dan Pakistan dan tidak ada ruang untuk mediasi pihak ketiga. 

Selasa, 15 Oktober 2019 15:07

Hukum Pembuatan dan Penggunaan Bom Nuklir

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyinggung sikap tegas dan berani Iran dalam menghormati hukum dan syariat Islam terkait nuklir.

"Penggunaan senjata nuklir mutlak haram, oleh karena itu tak ada alasan bagi Republik Islam Iran untuk mengeluarkan biaya memproduksi atau menyimpan senjata yang penggunaannya diharamkan Islam itu," kata Rahbar di hadapan 2.000 intelektual muda Iran dan para pemuda berpretasi negara ini, Rabu, 9 Oktober 2019.

Ayatullah Khamenei menambahkan, meskipun mampu, tapi kita tidak membuat bom nuklir karena berdasarkan hukum Islam penggunaan senjata nuklir mutlak haram, maka dari itu tidak ada alasan apapun untuk menyimpan atau memproduksi senjata yang penggunaannya secara mutlak diharamkan.

Rahbar menyebut keunggulan Revolusi Islam Iran adalah memberi kesempatan kepada semua orang untuk masuk ke medan-medan yang sulit seperti medan ilmu pengetahuan, bahkan sampai mendapat pujian musuh.

Ayatullah Khamenei juga menyinggung prestasi di bidang ilmu pengetahuan Iran dan menjelaskan, pemanfaatan kapasitas ilmu di berbagai bidang nasional berhasil mengantarkan Iran ke level peningkatan kekuatan pertahanan, pengobatan dan medis canggih serta kontrol penyakit, masalah-masalah teknik keinsinyuran, bioteknologi dan produksi barang-barang yang tahan lama dengan nano teknologi, dan teknologi nuklir damai.

Rahbar menilai berlanjutnya kemajuan ilmu pengetahuan Iran di tengah gerakan cepat ilmu pengetahuan dunia, sepenuhnya urgen dan vital.

Ayatullah Khamenei menyinggung motivasi besar, semangat yang patut dipuji serta percaya diri para pemuda berprestasi Iran dan menegaskan, setiap pemuda berprestasi adalah bagian dari Iran, dan untuk menyelesaikan permasalahan para pemuda berprestasi, Rencana Strategis Nasional untuk urusan kelompok berprestasi harus ditindaklanjuti dan dilaksanakan secara serius.

"Menjalin hubungan dan perkumpulan para pemuda berprestasi di kawasan Asia Barat, Dunia Islam, poros perlawanan, bahkan perkumpulan pemuda berprestasi penuntut hak di seluruh negara, termasuk Amerika Serikat dan Eropa, dapat menciptakan benih-benih penyebaran pengetahuan suci dan mulia, serta pemikiran yang benar," pungkasnya. 

Amerika Serikat dan sekutunya menuding Republik Islam Iran memproduksi senjata nuklir, dan dengan alasan tuduhan yang tidak berdasar dan tanpa bukti itu, Washington menerapkan berbagai sanksi ekonomi dan tekanan terhadap Tehran.