کمالوندی

کمالوندی

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menekankan bahwa bangsa Iran dalam pawai akbar 22 Bahman akan menunjukkan tidak akan menerima kesenang-wenangan dan akan memberikan balasan setimpal kepada para penistanya.

Hal itu disampaikan Rahbar pada Ahad (9/2) dalam pertemuan dengan para panglima dan pegawai Angkatan Udara dan sistem pertahanan anti-udara militer Republik Islam Iran. Menjelaskan sebab dan tujuan utama permusuhan Amerika Serikat dalam 36 tahun yang terus berlanjut serta kesalahan peritungan mereka dalam menghina dan memaksa bangsa Iran bertekuk lutut, beliau menyebutkan, dengan pertolongan Allah Swt, bangsa Iran dengan partisipasi kokoh dan animo mereka pada pawai akbar 22 Bahman, yang akan membuat musuh bertekuk lutut.

Ayatullah Khamenei menilai faktor kegagalan beruntun Amerika Serikat dalam masalah regional khususnya terkait Iran adalah kesalahan peritungan dan kekeliruan strategi mereka. Beliau menegaskan, satu contoh dari kesalahan-kesalahan tersebut adalah pernyataan beberapa waktu lalu seorang pejabat Amerika Serikat yang menyatakan bahwa ÔÇ£pihak Iran dalam perundingan nuklir, telah terkekang dan tersudut.ÔÇØ

Menyinggung perundingan nuklir dan upaya para penghasut dan musuh untuk mengesankan keputusasaan Iran dalam masalah ini, Rahbar mengatakan, ÔÇ£Saya setuju dengan kesepakatan yang dapat tercapai, akan tetapi saya menentang kesepakatan buruk dan kami percaya tidak mencapai kesepakatan lebih baik daripada kesepakatan yang merugikan kepentingan nasional dan membuka jalan bagi penistaan terhadap bangsa besar Iran.ÔÇØ

Beliau juga menyinggung upaya konstan para pejabat dan delegasi perunding Iran untuk menyingkirkan senjata sanksi dari tangan musuh dan menekankan, ÔÇ£Jika kesepakan ini terjadi dan dengan kesepakatan, senjata sanksi dapat tersingkir dari tangan musuh, maka ini sangat baik, akan tetapi jika kesepakatan tidak terjadi, semua harus tahu bahwa terdapat banyak cara di dalam Iran untuk memperlamban senjata sanksi.ÔÇØ

Ayatullah Khamenei menandaskan pula bahwa bangsa Iran tidak akan tunduk pada kesewenang-wenangan, ketamakan dan perilaku irasional serta menjelaskan, ÔÇ£Sikap Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa yang mengikutinya dalam perundingan, tidak logis dan dengan banyak tuntutan mereka berharap seluruh keinginan mereka terealisasi, padahal ini bukan caranya berunding.ÔÇØ

Terkait sejumlah masalah yang mengemuka tentang kesepakatan nuklir dua tahap di mana pada tahap pertama prinsip-prinsip utama dan kemudian tahap berikutnya kesepakatan pada perinciannya, Rahbar berpendapat, ÔÇ£Jiak ada kesepakatan, harus dilakukan dalam satu tahap yang mencakup masalah utama dan perinciannya.ÔÇØ

Berbicara tentang kegagalan politik Amerika Serikat di Suriah, Irak, Lebanon, Palestina, Gaza, Afghanistan dan Pakistan dan juga kekalahan AS di Ukraina, Rahbar menujukan pernyataannya kepada orang-orang Amerika dan mengatakan, ÔÇ£Kalian yang selama bertahun-tahun mengalami kekalahan beruntun akan tetapi Republik Islam Iran telah maju dan sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan 36 tahun lalu

Rabu, 18 Februari 2015 00:00

Libya yang Membara

Fenomena Libya saat ini menunjukkan negara kaya minyak ini berada dalam kondisi yang semakin mengkhawatirkan. Ancaman perang dengan Mesir, dan gelombang terorisme yang dilancarkan ISIS memperkeruh situasi kritis Libya. Tidak hanya itu, penculikan 35 warga Mesir semakin menambah daftar panjang konflik berdarah di Libya.

Menyikapi kondisi Libya saat ini, Uni Eropa menyampaikan keprihatinan mengenai situasi memburuk di negara Arab itu yang bisa berdampak terhadap negara-negara Eropa, terutama dengan masuknya ISIS di Libya. Uni Eropa menyerukan sikap bersama untuk meredam krisis di Libya. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa menyatakan aksi militer terhadap Libya sebagai opsi yang tepat. Tapi, keputusan tersebut akan diambil dalam koridor kewenangan PBB.

Kini, berbagai kemungkinan bisa terjadi di Libya. Sebab, situasi dan kondisi Libya saat ini kacau-balau. Zona udara Libya ditutup oleh militer negara ini. Pada saat yang sama pasukan militer Mesir bersiaga di perbatasan. Bahkan, jet tempur Mesir membombardir kamp ISIS yang berbasis di kota Daranah. Sedangkan militer Libya juga melancarkan serangan terhadap kelompok teroris ISIS di kota Benghazi dan Sirte.

Dalam kondisi krisis saat ini infrastruktur Libya semakin terancam. Bahkan perusahaan perminyakan nasional Libya kemungkinan akan menghentikan ekspor minyaknya. Fenomena ini menunjukkan bahwa Libya berada di jalur merah. Kondisi tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran interventif sejumlah negara Barat. Sebagian negara anggota NATO terlibat dalam penggulingan rezim diktator Ghaddafi. Pasca kemenangan revolusi Libya, negara ini dibiarkan berseteru antarkubu di dalam negeri. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa negara-negara Barat ini menjalin hubungan dengan  sejumlah faksi bersenjata di Libya yang menjadi mempertajam Krisis di negara Afrika Utara ini.

Menyikapi krisis yang terjadi di negaranya, Perdana Menteri Libya Abdullah al-Thani menilai publik internasional sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas terjadinya krisis di Libya, terutama tewasnya sejumlah warga Mesir oleh milisi teroris ISIS.

Sejumlah analis politik berkeyakinan bahwa kondisi krisis Libya telah didesain secara sistematis untuk memuluskan masuknya anggota NATO untuk mengubah situasi dan kondisi politik dan ekonomi negara Arab ini. Dalam kondisi Libya yang kacau balau sebagaimana terjadi saat ini, negara-negara Barat bisa lebih mudah untuk menjalankan skenarionya memecah belah negara kaya minyak itu sesuai kepentingan mereka.

Sejatinya, lambannya penanganan krisis Libya oleh negara-negara Barat selama tiga tahun lalu jelas bukan tanpa sebab. Tapi kini, situasi Libya lebih kompleks dari yang diperkirakan sebelumnya. Pasalnya, kaki ISIS yang menggandeng kelompok Fajr Libya, yang menjadi rival incumbent saat ini, mulai merambah Libya. Dilaporkan, ISIS sudah mulai menjangkau ibukota Tripoli.

Kini muncul pertanyaan terkait Libya yang berada dalam dualisme, dengan dua pemerintahan, dua parlemen dan militer yang tidak bersatu. Apakah bisa bangsa Libya menghadapi kelompok bersenjata di dalam negeri, dan juga kelompok teroris semacam ISIS yang mendapat pasokan finansial dan senjata dari sejumlah negara Barat dan Arab ?

Dewan Keamanan PBB hari Rabu (17/2) menggelar sidang untuk membahas masalah krisis Libya. Tapi, muncul pertanyaan mendasar selama tiga tahun lalu apa yang telah dilakukan PBB, khususnya Dewan Keamanan. Apa peran yang negara negara-negara Barat untuk meredam krisis di Libya hingga berujung konflik membara saat ini. Situasi dan kondisi Libya saat ini relatif tidak terkendali, dan rakyat negara ini tidak tahu lagi bagaimana nasib mereka ke depan.

Di saat kerusuhan berdarah di Karachi terus berlanjut, Perdana Menteri Nawaz Sharif bersama Raheel Sharif, panglima militer Pakistan berkunjung ke kota ini guna menyaksikan dari dekat kondisi keamanan di wilayah negara bagian Sindh tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, Letjen. Naveed Mukhtar, komandan militer Karachi menyerahkan laporan kondisi keamanan di kota ini kepada Sharif. Perdana menteri juga diberi laporan perincian operasi intelijen di kota Karachi. Operasi ini berkaitan dengan operasi militer di wilayah Waziristan utara. Pertemuan ini juga mencatat agenda lain seperti mengkaji pelaksanaan ÔÇ£program langkah nasionalÔÇØ dalam memberantas terorisme.

Kota pelabuhan Karachi telah sejak lama menjadi ajang bentrokan berdarah dan upaya pasukan keamanan negara ini untuk mengantisipasi kekerasan tidak terlalu efektif. Oleh karena itu komando militer Pakistan di Karachi menekankan bahwa tentara negara ini akan mengerahkan kapasitasnya untuk mewujudkan keamanan dan stabilitas di kota ini. Menurut para pengamat politik, selain aktivitas kelompok-kelompok teroris, militan yang berafiliasi dengan berbagai kelompok politik juga beraksi di negara bagian Sind, khususnya di kota Karachi. Oleh karena itu, kekerasan berdarah di kota ini dapat dipilah-pilah dalam kategori kriminal, pemerasan, balas dendam, sektarian dan perlawanan terhadap pemerintah.  

Menenangkan kondisi keamanan di kota Karachi, menjadi PR yang sangat sulit bagi pemerintah Islamabad. Karena banyak aksi kekerasan di kota itu yang dilakukan oleh militan yang berafiliasi dengan partai-partai politik, tidak mudah untuk tiberantas.

Pasca operasi militer Pakistan di Waziristan Selatan dan Utara, banyak anasir Taliban yang terpencar ke berbagai wilayah Pakistan termasuk Peshawar di negara bagian Khyber Pakhtunkhwa dan Karachi di negara bagian Sindh, kembali membangun kekuatan. Kondisi ini menciptakan kerjasama anasir-anasir Taliban dengan kelompok-kelompok teroris dan kriminal. Sedemikian rupa sehingga sekarang kelompok-kelompok Taliban telah berubah menjadi organisasi teroris utama di Pakistan yang bertanggung jawab melancarkan berbagai serangan. Sementara di sisi lain, seluruh upaya pemerintah Pakistan untuk mewujudkan keamanan di negara bagian Sindh  Pakistan hingga kini tidak membuahkan hasil. Padahal Karachi adalah kota pusat perdagangan Pakistan dan segala bentuk instabilitas di kota tersebut akan berdampak negatif pada politik perdagangan dan investasi pemerintah Islambad.

Para pengamat politik berpendapat, masyarakat khususnya kalangan pengusaha dan industriawan di negara bagian Sindh, berharap pemerintah federal dan negara bagian dapat menunjukkan sikap tegas kepada para perusak dan elemen-elemen teror guna memulihkan stabilitas.

Kunjungan PM dan Panglima Militer Pakistan ke Karachi bertepatan dengan pembahasan kondisi keamanan kota pelabuhan itu, merefleksikan kekhawatiran mendalam partai berkuasa Liga Muslim dalam mengendalikan kondisi keamanan di Karachi.

Rabu, 18 Februari 2015 00:00

Lawatan Blair dan Tragedi Gaza

Jalur Gaza di ambang tragedi kemanusiaan baru seiring ancaman rezim Zionis  akan melancarkan agresi militer menyerang Gaza. Ancaman rezim Zionis tersebut mengemuka bersamaan dengan semakin dekatnya pemilu Israel. Tidak menutup kemungkinan, Perdana Menteri rezim Zionis, Benyamin Netanyahu akan kembali menumpahkan darah di Jalur Gaza dengan petualangan baru demi kepentingan politiknya. Dijadwalkan, pemilu dini Knesset akan digelar pada 17 Maret 2015 mendatang.

Kondisi mengkhawatirkan di Jalur Gaza saat ini, dan ancaman terbaru agresi militer rezim Zionis terhadap wilayah Palestina menjadi perhatian berbagai kalangan, termasuk pendukung Israel. Terkait hal ini, Tony Blair, sebagai utusan Komisi Segi Empat Perdamaian Timur Tengah dalam lawatannya ke Jalur Gaza mengkhawatirkan kondisi wilayah yang diblokade Israel itu. Mantan perdana menteri Inggris dalam kunjungannya juga memperingatkan kemungkinan terjadinya tragedi berdarah baru di wilayah Palestina tersebut.

Setelah perang 50 hari di Jalur Gaza, PBB berupaya untuk mendorong rekonstruksi infrastruktur yang rusak dengan memasok kebutuhan pokok, termasuk bahan material bangunan. Tapi, militer rezim Zionis senantiasa menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Dalam kondisi demikian, Barat justru menawarkan upaya klise menghidupkan perundingan damai antara Palestina dan Israel yang berakhir tanpa hasil.

Blair selama bertahun-tahun semenjak menjabat sebagai perdana menteri Inggris hingga kini menjadi pendukung Israel. Kini, utusan Komisi Segi Empat Perdamaian Timur Tengah mengungkapkan ancaman terjadinya tragedi baru  Jalur Gaza, dan publik dunia tidak memiliki opsi selain menghadapinya. Blair mengatakan,20 tahun berlalu setelah perjanjian Oslo antara Israel dan Palestina, bangsa Palestina saat ini membutuhkan rekonstruksi dan perdamaian di  Jalur Gaza.

Pencabutan blokade merupakan tuntutan utama publik dunia untuk menyelamatkan Jalur Gaza. Tapi, alih-alih mempertimbangkan seruan publik dunia tersebut, rezim Zionis justru menabuh genderang perang baru dan melanjutkan blokade terhadap warga Palestina.

Agresi militer rezim Zionis terhadap Jalur Gaza pada Juli 2014 lalu menyebabkan lebih dari 2.300 orang warga Palestina gugur syahid. Selain itu, 11.000 orang cidera, dan Gaza membutuhkan miliaran dolar untuk rekonstruksi. Saat ini makanan, obat-obatan, bahan bakar serta bahan material bangunan menjadi kebutuhan utama di Jalur Gaza. Tapi, militer Israel menghalangi masuknya berbagai kebutuhan pokok, dan kondisi wilayah tersebut diambang tragedi kemanusiaan.

PBB mengakui tidak berdaya mengatasi krisis yang menimpa Jalur Gaza. UNRWA baru-baru ini menyatakan menghentikan bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina di Jalur Gaza dengan alasan keterbatasan dana. Sejatinya, lawatan Tony Blair ke Jalur Gaza hanya omong kosong semata yang tidak dipandang serius, bahkan oleh warga Palestina sendiri.(

Rabu, 18 Februari 2015 00:00

Israel Akui Kalah dari Hamas

Sebuah markas penelitian rezim Zionis Israel mengakui kemenangan Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) dalam agresi 50 hari Israel ke Jalur Gaza.

Kantor berita ISNA melaporkan, pusat riset keamanan nasional rezim Zionis bersamaan dengan pelaksanaan sidang soal kemungkinan perang baru melawan Hamas, dalam sebuah jajak pendapat menyatakan bahwa 54 persen warga Israel mengakui kemenangan Hamas dalam agresi terbaru Israel ke Gaza.

Berdasarkan jajak pendapat tersebut, 54 persen warga Israel menolak klaim pemerintah PM Zionis, Benjamin Netanyahu, dan menteri perangnya yaitu Moshe Yaalon soal kekalahan Hamas dan keluarnya  Israel dari krisis mengingat muncul banyak laporan tentang penyusunan kekuatan militer baru oleh Hamas.

Markas riset keamanan Israel juga menyebutkan, jumlah pihak yang menerima laporan dan klaim pemerintah Israel tentang hasil dari serangan ke Jalur Gaza, setiap hari semakin berkurang.

Dalam serangan 50 hari militer rezim Zionis Israel pada Juli 2014, lebih dari 2.300 warga Palestina gugur syahid dan 11 ribu lainnya terluka. Akan tetapi pada akhirnya, kelompok muqawama Palestina berhasil memaksa pasukan Israel mundur dan menghentikan perang.

Pemindahan para teroris ISIS ke Yaman melalui jalur laut dan jalur darat di beberapa provinsi Selatan negara itu terus berlanjut.

Surat kabar Al Yaman Al Youm, Selasa (17/2) mengutip pasukan penjaga pantai Yaman menulis, puluhan teroris ISIS tiba di wilayah pantai Ras Al Kalb dengan menaiki dua perahu. Setelah mendarat mereka dipindahkan ke lokasi rahasia.

Mengutip sebuah sumber keamanan, Al Yaman Al Youm mengabarkan, ÔÇ£Beberapa waktu lalu para teroris ISIS diangkut oleh sebuah pesawat Turki ke kota Aden di Selatan Yaman. Akan tetapi karena informasi sampai ke telinga pejabat Yaman dan dilakukannya upaya pencegahan, ISIS terpaksa memindahkan pasukannya ke Yaman lewat laut.

Menurut surat kabar itu, dalam beberapa bulan terakhir, wilayah pantai Provinsi Hadhramaut, Abyan dan Al Hamra di Selatan Yaman menjadi pintu masuknya para teroris ISIS dari Suriah dan Irak.

Surat kabar Yaman itu juga menyebut kembalinya para teroris Yaman ke negaranya adalah untuk menghadapi kelompok Houthi.

Pada bulan Oktober 2014, sayap Al Qaeda Yaman mengumumkan dukungannya atas kelompok teroris ISIS.

Seorang pengamat senior masalah Timur Tengah mengatakan, normalisasi hubungan Iran dan Arab Saudi membutuhkan sebuah dialog tegas, jelas dan realistis dalam rangka kerja sama regional.

Sabah Zanganeh dalam wawancaranya dengan surat kabar Etemad terbitan Tehran, hari ini, Rabu (18/2) menjelaskan bahwa saat ini perubahan khusus tidak terlihat dalam kebijakan luar negeri Saudi pasca naiknya Salman bin Abdulaziz, Raja baru negara itu.

Ia menambahkan, ÔÇ£Meningkatnya krisis di kawasan dan orientasi kelompok-kelompok Takfiri anti-rakyat dan negara kawasan, menambah tekanan bagi Saudi. Oleh karenanya Riyadh akan terpaksa merevisi kebijakan-kebijakannya.ÔÇØ

Pengamat politik Iran itu menilai perubahan di tingkat Kementerian Luar Negeri Saudi menyebabkan penurunan ekstremisme negara ini di arena regional. ÔÇ£Pengawasan Mohammad bin Nayef, Putra Mahkota Saudi atas Kemenlu negara itu akan menciptakan atmosfir yang lebih realistis di lembaga tersebut, dan realisme ini akan merevisi kebijakan luar negeri Saudi,ÔÇØ ujarnya.

Menurut Zanganeh, pengaruh anasir-anasir regional dan transregional telah menghambat proses pemulihan hubungan Tehran-Riyadh. Ia menerangkan, ÔÇ£Ketegangan Iran-Saudi dan kelalaian atas bahaya perang melawan kelompok-kelompok teroris Takfiri di kawasan, pada akhirnya akan menguntungkan rezim Zionis Israel.ÔÇØ

Zanganeh percaya capaian-capaian dari normalisasi hubungan Iran-Saudi adalah persatuan Dunia Islam.

ÔÇ£Normalisasi hubungan ini akan membantu penyelesaian krisis regional,ÔÇØ tandasnya.

Militer Suriah berhasil mengusir para teroris dari sekitar wilayah Nabl dan Al Zahra di Rif Utara, Aleppo.

Situs berita Al Ahed, Lebanon (18/2) melaporkan, pasukan pemerintah Suriah, Selasa (17/2) malam setelah terlibat pertempuran hebat melawan anasir-anasir teroris Front Al Nusra di Rif Utara, Aleppo, berhasil memukul mundur para teroris itu dan mematahkan blokade atas wilayah Nabl-Al Zahra.

Dalam operasi militer itu sejumlah banyak teroris dikabarkan tewas. Wilayah Nabl dan Al Zahra sekian lama dikepung oleh para teroris.

Unit-unit lain militer Suriah di front Utara Aleppo meraih sejumlah kemenangan dan melancarkan beberapa operasi baru di wilayah Shihan Al Maamel. Operasi-operasi itu merupakan bagian dari tahap penyempurnaan blokade jalan-jalan di Timur Aleppo yang diduduki kelompok teroris bersenjata.

Para pengamat meyakini, lengkapnya skenario blokade wilayah Timur Aleppo, dalam prakteknya menunjukkan bahwa keberadaan kelompok teroris bersenjata di kota ini berakhir.

Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan Republik Islam tidak perlu ijin dari kekuatan manapun di dunia untuk membuat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Semua orang harus tahu bahwa Republik Islam Iran tidak akan pernah meminta persetujuan siapa pun untuk menggapai kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, kata Presiden Rouhani Selasa (17/2) dalam sebuah upacara memperingati Hari Teknologi Antariksa Nasional Iran.

Dalam sambutannya, Presiden Iran juga menyinggung perundingan yang sedang berlangsung Iran dengan kekuatan dunia terkait program energi nuklirnya, dan mengatakan bahwa berinteraksi dengan dunia tidak berarti bahwa Tehran akan merelakan upaya-upaya ilmiah.

Rouhani menegaskan tidak ada yang boleh beranggapan bahwa perundingan dengan dunia berarti bahwa Iran akan berhenti menggapai kemajuan di cabang ilmu tertentu.

Menurutnya, musuh terkadang mencoba mencari alasan soal aktivitas ilmiah Iran untuk menekan bangsa ini. "Tugas kita (dalam perundingan) adalah merebut alasan-alasan itu dari mereka

Menteri Luar Negeri Iran dalam sebuah surat yang ditujukan untuk Sekretaris Jenderal PBB mendesak lembaga dunia itu untuk memperhatikan simbol-simbol universal dan mengganggu terkait Islamphobia yang semakin gencar pasca aksi-aksi teror terakhir.

Kantor Diplomasi Media Kementerian Luar Negeri Iran (7/2) melaporkan, Mohammad Javad Zarif, Menlu Iran melayangkan sebuah surat kepada Ban Ki-moon, Sekjen PBB. Zarif menjelaskan, ÔÇ£Pembunuhan manusia yang tidak bisa dibenarkan dan dilakukan oleh anggota sebuah kelompok teroris telah membangkitkan kemarahan dan kebencian seluruh umat Islam dunia. Aksi-aksi teror itu dikecam secara tegas dan tanpa keraguan oleh Muslimin dunia.ÔÇØ

Zarif menegaskan, kekhawatiran Iran dan Dunia Islam adalah berlanjutnya kebijakan ganda dalam membela kebebasan berpendapat yang dihormati secara universal.

Zarif menuturkan, ÔÇ£Pada tahun 2008, redaktur Charlie Hebdo diperintahkan untuk menulis surat permintaan maaf atas tulisan anti-Yahudi di majalah itu, dan karena ia menolaknya, iapun langsung diberhentikan.ÔÇØ

Menurut Zarif, langkah semacam ini dan ambisi memuat karikatur menghina yang menjelek-jelekkan Muslimin serta menodai nilai-nilai Islam terus dilakukan oleh Charlie Hebdo dan media-media sejenis di Eropa. Langkah ini telah meningkatkan ketegangan di antara masyarakat Muslim Perancis dan Dunia Islam. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Menlu Iran menegaskan, serangan tegas atas nilai-nilai keagamaan Muslim, baik terkait pribadi Nabi Muhammad Saw, Al Quran atau ajaran Islam di masyarakat Barat, baik yang dilakukan lembaga atau tokoh-tokoh politik, media dan dunia maya, sangat disayangkan telah berubah menjadi hal yang biasa.  

Zarif mengatakan, ÔÇ£Saat ini Barat khususnya Eropa, harus lebih dari sekedar melakukan langkah segera mengecam aksi-aksi kekerasan lewat lisan dan praktek. Mereka harus bangkit menemukan akar masalah, pasalnya sejumlah orang dan kelompok pendukung ideologi ekstrem serta terlibat dalam aksi kekerasan di Eropa, lebih besar di Irak dan Suriah, adalah generasi kedua masyarakat Eropa.ÔÇØ

Menlu Iran menyampaikan kekhawatiran Tehran soal meningkatnya terorisme di generasi kedua dan orang-orang terdidik di masyarakat Barat.

Ia menandaskan, ÔÇ£Berlanjutnya analisa-analisa terbaru, yang lebih besar dikarenakan tingginya perekrutan para teroris di Eropa dan Amerika Utara, mengindikasikan ketidakmampuan sistematis lapisan masyarakat ini, yaitu generasi kedua Eropa yang merasa tersingkirkan.ÔÇØ