کمالوندی
Iran dan Indonesia Bertekad Perkuat Hubungan Parlementer
Ketua Kelompok Persahabatan Parlemen Iran-Indonesia menyerukan pelaksanaan pertemuan komisi bersama kerja sama ekonomi untuk memperluas hubungan ekonomi kedua negara.
Mohammad Mehdi Zahedi melakukan pembicaraan video conference dengan Ketua Kelompok Persahabatan Parlemen Indonesia-Iran, Nihayatul Wafiroh pada Selasa (2/11/2021) seperti dilaporkan situs parlemen Iran, icana.ir.
Berbica tentang hubungan aktif antara parlemen Iran dan Indonesia, Zahedi menuturkan parlemen Republik Islam menyabut baik penguatan hubungan parlementer dengan Indonesia di berbagai tingkatan.
"Memperhatikan peran dan posisi parlemen kedua negara, mereka dapat mengambil keputusan konstruktif di kancah regional dan internasional untuk memecahkan isu-isu yang terkait dengan dunia Islam dan tantangannya," tambahnya.
Sementara itu, Nihayatul Wafiroh mengatakan para legislator Indonesia memiliki keyakinan yang kuat untuk memajukan hubungan parlementer dengan Iran.
"Kami menyambut baik peningkatan level dialog antara anggota kelompok persahabatan parlemen kedua belah pihak," ucapnya.
Dua Ledakan Bom Mengguncang Kota Kabul
Puluhan orang tewas dan terluka dalam dua ledakan di ibu kota Afghanistan, Kabul.
"Dua ledakan beruntun di dekat rumah sakit militer Kabul menewaskan sedikitnya 15 orang dan melukai 35 lainnya, beberapa di antaranya dalam kondisi kritis," kata sumber keamanan di Kabul seperti dilaporkan IRIB, Selasa (2/11/2021).
Ledakan itu terjadi di pintu masuk rumah sakit Sardar Mohammad Daud Khan, yang memiliki 400 tempat tidur di Kabul. Pasukan keamanan telah dikirim ke lokasi kejadian.
Seorang pejabat keamanan Taliban mengatakan kepada Reuters bahwa setidaknya 15 orang tewas dan 34 terluka dalam ledakan kembar pada 2 November.
Jumlah korban tewas diperkirakan akan bertambah karena sejumlah orang terluka parah.
Setelah Taliban berkuasa di Afghanistan pada Agustus lalu, sejumlah daerah, terutama Kabul, dilanda ledakan dan serangan bom bunuh diri. Masyarakat Afghanistan memprotes situasi yang tidak aman ini.
Azerbaijan Terima Rudal Derby dari Israel
Republik Azerbaijan baru-baru ini menerima rudal udara-ke-udara buatan Israel untuk pesawat tempur MiG-29.
Rudal tersebut adalah versi terbaru dari jenis rudal Derby (I-Derby ER) buatan perusahaan teknologi pertahanan rezim Zionis, Rafael, kata laporan media Azerbaijan berbahasa Rusia, Haqqin.az, Selasa (2/11/2021).
Rudal ini dibeli untuk Angkatan Udara Azerbaijan untuk dipakai di pesawat tempur MiG-29.
Sebelumnya, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev membantah adanya hubungan rahasia dengan rezim Zionis dan isu kehadiran Israel di Kaukasus Selatan, termasuk di daerah pengunungan Nagorno-Karabakh.
Dalam perang 44 hari dengan Armenia tahun lalu, Azerbaijan juga menggunakan secara ekstensif pesawat tanpa awak, Bayraktar dan juga drone bunuh diri IAI HAROP buatan Turki.
Al Mayadeen: Israel Akui Kalah dari Iran dalam Perang Siber
Stasiun televisi Lebanon terkait serangan siber terbaru di kawasan mengatakan, pejabat rezim Zionis Israel mengakui tidak mengetahui bagaimana menghadapi serangan siber itu.
Minggu lalu, surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth melaporkan serangan kelompok peretas yang menamakan diri Moses Staff dan membocorkan file-file data ratusan personel militer Israel.
Beberapa hari lalu, Jerusalem Post mengabarkan, kelompok hacker Iran, Black Shadow menyerang server perusahaan internet Israel, Cyberserve, sehingga tidak bisa diakses, dan sejumlah data bocor.
Menurut Jerusalem Post, data-data yang dicuri hacker Iran, terdiri dari sejumlah banyak bidang pekerjaan, mulai dari perusahaan penyedia tiket perjalanan hingga perusahaan bus.
TV Al Mayadeen melaporkan, media-media Israel menulis, para pejabat Tel Aviv sampai sekarang tidak tahu bagaimana menghadapi perang siber yang terjadi beberapa minggu terakhir.
Perusahaan keamanan siber Confident Cyber Security mengatakan, jika data-data yang dicuri Black Shadow dipublikasikan, maka ini akan menjadi operasi dekstruktif paling besar terhadap zona privat Israel, dan mengancam kehidupan ribuan Zionis.
AS tidak Punya Kemampuan Lawan Kekuatan Drone Iran
Seorang anggota parlemen Iran mengatakan kemampuan drone Republik Islam telah memperluas front perlawanan dan tidak dapat dikenai sanksi.
Hal itu disampaikan Mohammad Reza Mirtajodini dalam menanggapi sanksi Departemen Keuangan AS untuk mencegah pengembangan teknologi drone Iran.
"Hal seperti itu bertentangan dengan hukum internasional dan ketentuan Piagam PBB, dan merupakan intervensi terang-terangan dalam urusan internal Republik Islam," ujarnya kepada media parlemen Iran, Icana.ir, Minggu (31/10/2021).
Mirtajodini menjelaskan setiap negara dapat menggunakan kemampuan militer yang sah untuk membela wilayahnya berdasarkan aturan internasional. Oleh karena itu, AS tidak dapat mengabaikan hak ini secara sepihak.
Legislator Iran ini menegaskan AS tidak punya kemampuan untuk melawan kekuatan drone Republik Islam dan hal ini terbukti di seluruh front perlawanan.
Jumat lalu, empat individu dan dua perusahaan Iran dimasukkan dalam daftar sanksi AS. Mereka dituduh mendukung program drone Iran dan menjadi ancaman terhadap kepentingan AS.
Kunjungan Mencurigakan Menteri Perang Israel ke Singapura
Menteri Perang rezim Zionis Israel baru saja mengakhiri lawatan rahasia, dan mencurigakan selama tiga hari ke Singapura.
Nahum Barnea, pengamat politik Israel, Minggu (31/10/2021) seperti dikutip surat kabar Yedioth Ahronoth menulis, "Benny Gantz hari Kamis lalu melakukan kunjungan rahasia dan mencurigakan selama tiga hari ke Singapura, dan sekarang sudah kembali ke Israel."
Media-media Israel mengatakan bahwa Benny Gantz menolak untuk memberikan keterangan terkait tujuan lawatan tiga harinya ke Singapura itu.
Menurut media Israel, Singapura adalah negara kedua terbesar importir senjata buatan Israel, dan menjalin hubungan terbuka dengan Tel Aviv. Semua Menteri Perang Israel pernah berkunjung ke Singapura kecuali Naftali Bennett.
Itay Bluementhal, wartawan stasiun televisi Israel, KAN 11 mengabarkan, Benny Gantz melakukan sebuah lawatan rahasia. Dalam lawatan itu, ia bertemu dengan beberapa pejabat keamanan untuk membicarakan peningkatan hubungan serta kerja sama.
Menurut Bluementhal, ia tidak diperbolehkan menyebut negara tujuan lawatan Menteri Perang Israel tersebut.
Israel Gelar Latihan untuk Hadapi Perang Skala Besar
Rezim Zionis memulai latihan militer dengan melibatkan ribuan personel untuk mensimulasikan serangan serentak ke beberapa front.
Dikutip dari laman Arab 48, latihan ini dimulai pada Minggu (31/10/2021) pagi dan akan berakhir pada Kamis depan. Kegiatan ini diikuti oleh Kementerian Keamanan Dalam Negeri Israel dan beberapa kementerian lain.
Rezim Zionis mensimulasikan perang skala besar dari beberapa front yang bersamaan dengan meningkatnya ketegangan di kota-kota di wilayah pendudukan tahun 1948.
Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan skenario di mana Israel harus berurusan dengan pertempuran di berbagai front, termasuk dari dalam.
Ribuan tentara rezim Zionis dan pasukan keamanan dilibatkan dalam latihan tersebut. Mereka juga menguji cara-cara untuk melawan rudal presisi yang mengancam pabrik bahan berbahaya di daerah Haifa.
Selama hampir satu dekade lalu, rezim Zionis telah memaksakan beberapa perang di Gaza, tetapi semua petualangan ini berakhir dengan kekalahan di pihak Israel. (
Jawaban Iran atas Klaim HAM Menlu Swedia
Hak Asasi Manusia (HAM) sebuah wacana khusus seperti isu dan tujuan komunitas internasional lainnya telah kehilangan arti dan wacana sejatinya akibat pengaruh dualisme Barat.
Sejumlah negara Eropa termasuk Swedia, Prancis, Inggris dan Kanada yang mengklaim sebagai pembela HAM di dunia, memilih kebijakan yang selaras dengan Amerika Serikat dan di bidang ini, mereka memilih pendekatan diskriminatif dan tidak adil. Statemen terbaru menlu Swedia termasuk sikap dualisme tersebut.
Sekretaris Staf HAM Mahkamah Agung Iran, Kazem Gharibabadi, saat merespon statemen ini dan klaim terbaru menlu Swedia yang dirilis di sidang parlemen negara ini dengan sikap bias dan berbeda dari fakta soal HAM di Iran, menulis di akun Twitternya, "Saya ingin menarik perhatian Menteri Luar Negeri Swedia pada pernyataan 19 Oktober oleh beberapa pakar independen dan Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia, berjudul "Kepatuhan Swedia yang Berlebihan terhadap Sanksi AS Telah Mempengaruhi Kesehatan Rakyat Iran."
Sejumlah pakar dan pelapor khusus PBB bidang HAM baru-baru ini di sebuah laporan seraya mengisyaratkan kesulitan yang dialami sejumlah rumah sakit di Iran untuk mengakses obat-obatan dan peralatan medis yang dibutuhkan akibat sanksi Amerika, menekankan, "Sanksi ini menghalangi HAM rumah sakit tersebut, khususnya hak kesehatan dan keselamatan."
Laporan tersebut secara khusus menyebutkan keputusan perusahaan farmasi Swedia untuk membatalkan pengiriman perban medisnya ke Iran karena sanksi AS. Perban ini digunakan untuk merawat pasien Epidermolisis Bulosa ( EB ) (kondisi kulit yang langka). Satu-satunya produsen perban jenis ini adalah perusahaan Swedia yang sebelumnya telah menghentikan ekspor produknya ke Iran karena sanksi. Keputusan perusahaan farmasi ini dan pemerintah Swedia untuk bekerja sama dengan sanksi AS melanggar kewajiban internasional untuk memastikan penerapan hak asasi manusia.
Mencegah akses orang ke peralatan medis adalah pelanggaran kebebasan manusia untuk menikmati hak atas kesehatan, dan jika itu menyebabkan lebih banyak penderitaan, itu sama sekali tidak manusiawi, bahkan jika tidak disengaja. Ini hanya beberapa contoh dari berbagai kasus yang mempengaruhi kehidupan ribuan orang, termasuk anak-anak. Dan alasan utamanya adalah sanksi terhadap negara tujuan dan ketakutan akan dihukum oleh Amerika Serikat. Orang-orang Eropa telah menggunakan penjualan obat-obatan sebagai alat politik dengan dalih yang sama, tetapi sebenarnya mendukung Amerika Serikat untuk memberikan tekanan maksimum pada Iran.
Parsa Ja'fari, pakar politik di memonya dengan tema "Dualisme menjijikkan HAM Erppa terhadap Republik Islam Iran" menulis, "HAM termasuk pembahasan yang jika tidak dipolitisasi, dualisme, dijadikan alat, dan sikap bias, akan mampu memulihkan kehidupan seseorang. Namun di dunia kontemporer, kita tidak menyaksikan pendekatan seperti inidan kekuatan besar dunia khususnya Eropa serta sekutunya menjadikan isu HAM sebagai alat dan membuat posisi isu ini semakin terpuruk."
Negara-negara Eropa termasuk Swedia merupakan penjual senjata pembantai massal kimia kepada Saddam Hussein, mantan diktator dan penjahat Irak. Swedia yang menjadi eksportir utama senjata di dunia selama beberapa tahun terakhir menjual senjata canggih dan peralatan militer kepada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) yang dimanfaatkan di perang Yaman untuk membantai perempuan dan anak-anak serta menghancurkan berbagai kota di negara Arab miskin ini.
Sikap dualisme dan bias ini semakin nyata bagi opini publik. Ada pertanyaan di benak bangsa Iran, apa dukungan dan alasan Eropa berbicara mengenai HAM dan meratifikasi resolusi HAM. Fakta ini mengindikasikan bahwa klaim HAM oleh Eropa merupakan bagian dari makar politik Barat.
Menlu AS: Kami Berkomitmen Kuat untuk Melawan Drone Iran
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan, Washington telah menyanksi empat warga, dan dua perusahaan Iran, karena memiliki hubungan dengan aktivitas pesawat tanpa awak negara ini.
Antony Blinken, Sabtu (30/10/2021) di akun Twitternya menulis, "Kami berkomitmen kuat untuk melawan segala bentuk ancaman Iran termasuk drone, dan semua orang yang mendukungnya."
Menurut Blinken, AS akan menggunakan semua sarana termasuk sanksi, untuk mencegah dan menghancurkan jaringan pasokan bahan baku, serta teknologi terkait drone ke Iran, dan menargetkan insitusi-insitusi Iran yang terlibat dalam pengembangan teknologi ini.
Departemen Keuangan AS pada hari Jumat menjatuhkan sanksi terhadap empat warga Iran, dan dua perusahaan negara ini. Menurut Depkeu AS, keempat warga Iran, dan dua perusahaan yang disanksi itu terlibat dalam pengembangan industri drone Iran.
Al-Nujaba Curigai Rencana Penarikan AS dari Irak
Sekjen Gerakan al-Nujaba Irak mengatakan pasukan Amerika Serikat kembali didatangkan ke Irak menggunakan pesawat Mesir.
Syeikh Akram al-Kaabi menyatakan dalam sebuah rilis bahwa rezim jahat AS tidak berkomitmen dengan jadwal penarikan dari Irak pada akhir Desember 2021 dan dengan sombong tetap menentang kehendak jutaan rakyat Irak untuk mengusir seluruh pasukan asing.
"Ada informasi yang menyebutkan upaya AS untuk masuk ke Irak lewat jalur-jalur yang tidak sah," ujarnya seperti dikutip Mehrnews dari situs resmi al-Nujaba, Sabtu (30/10/2021).
Syeikh al-Kaabi menjelaskan bahwa baru-baru ini sebagian pasukan AS dikirim ke Irak lewat jalur tersebut. Sejumlah besar pasukan tiba di Baghdad dari Washington menggunakan pesawat Mesir dan di bawah pengawasan pemerintah Irak.
"Sebagian dari tentaranya yang kalah juga dipindahkan ke Irak dari Afghanistan," ungkapnya.
Menurut sekjen al-Nujaba, situasi saat ini mencerminkan kegagalan pembicaraan politik dengan AS dan tidak terwujudnya keinginan bangsa Irak untuk memulihkan kedaulatan nasional.
"Pasukan pendudukan selain menjarah kekayaan Irak dan menyebarkan perilaku korup, juga tidak pernah berhenti mengintervensi dan menghasut. Tidak diragukan lagi bahwa mereka hanya bisa dihentikan lewat perlawanan," tegasnya.
Menurut kesepakatan yang dicapai antara Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi dan Presiden Joe Biden, pasukan tempur AS akan ditarik dari Irak pada akhir Desember 2021. Pasukan yang bertugas melatih tentara Irak akan tetap dipertahankan di negara itu.



























