کمالوندی

کمالوندی

Kepala Kantor Bea dan Cukai Soekarno-Hatta Okto Irianto mengatakan kasus penyelundupan narkotika pada 2013 melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, alami peningkatan drastis.

"Sejak awal Januari hingga 5 Desember, tercatat telah 89 kasus upaya penyelundupan narkotika yang berhasil digagalkan, kata Irianto di Tangerang, Minggu.

Sedangkan pada 2012, jumlah kasus penyelundupan narkotika yang berhasil digagalkan oleh Kantor Bea dan Cukai dan Polisi yakni sebanyak 39 kasus.

"Dibandingkan tahun 2012, jumlah penyelundupan kasus narkotika tahun ini alami peningkatan yang sangat drastis," ujarnya.

Sementara itu, nilai estimasi barang bukti hasil penindakan narkotika dengan jumlah 89 kasus yakni tercatat Rp316.963.475.000

Ia menjelaskan, dari 89 kasus penyelundupan yang berhasil digagalkan, terdiri atas berbagai jenis narkotika yang diamankan dengan rincian 414.585,5 tablet dan 133.115,8 gram.

Adapun jenis narkotika tersebut yakni shabu, ketamine, heroin, biji ganja, ekstasi, amphetamine, kokain, dan methylone.

Untuk tersangka, Okto menjelaskan, Warga Negara Indonesia (WNI) tercatat sebanyak 57 orang dan juga ada WNA (warga negara asing) dengan rincian dari Afrika Selatan dua orang, China (14), Filipina (4), Nigeria (4), Taiwan (7), USA (1), Malaysia (7), India (4), Vietnam (1), Jerman (2) dan warga negara Austria satu orang.

"Untuk tersangka, warga negara Indonesia paling banyak ditangkap karena bertugas sebagai kurir membawa narkotika dari luar negeri ke dalam negeri," katanya.

Para tersangka dan barang bukti telah diserahkan kepada Penyidik Polres Bandara Soekarno-Hatta, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri dan Penyidik Badan narkotika Nasional (BNN).

Para tersangka dijerat sesuai UU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika pasal 113 ayat 1 dan 2 pidana penjara paling lama 15 tahun penjara dan pidana denda Rp10 Miliar. Karena barang bukti melebihi lima gram maka dipidana mati dan denda RP10 Miliar ditambah 1/3.

عَن ابْنُ مَسْعُوْد قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ يَقُوْلُ

مَنْ تَهَاوَنَ فِي الصَلَاةِ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِسَاءِ عَاقَبَهُ اللّه تَعَالَي بِثَمَانِيَّةَ عَشَرَ عُقُوبَةًسِتَّةٌ فِي الدُّنْيَا وَ تَلَاثَةٌ عِنْدَ مَوتِه وَ ثَلَاثَةٌ فِي قَبْرِهِ وَ ثَلَاثَةٌ فِي مَحشَرِهِ وَ ثَلَاثَةٌ عِنْدَ الصِّرَاطِ فَاَمّاَ فِاالدُّنْياَ ذِهَابُ البَرَكَةِ مِنْ رِزْقِهِ وَ ذِهَابُ البَرَكَة فِي حَيَوتِهِ وَ ذِهَابُ النُّوْرِ مِنْ وَجْهِهِ وَ لَا حَظَّ لَهُ فِي الإِسْلَامِ وَ لَا يُشْرِكهُ اللّهُ فِي دُعَاءِ الصَالِحِيْنَ وَ لَا يُسْتَجَابُ دُعَاءُه وَ اَمَّا الَّتِي عِنْدَ المَوْتِ فَالأَوَّلُ يَمُوْتُ ذَلِيْلاً وَ عَلَيْهِ ثِقْلاً كَأَنَّهُ الجَبَلُ وَ بِهِ ضَعْفاً كَأَنَّهُ يُضْرَبُ بِالسِيَاطِ وَ الثّانِيَةُ يَمُوْتُ عَطْشَاناً وَ لَو شَرِبَ مَاءَ الدُّنْيَا لَم يَرْوِ وَ الثَالِثَةُ يَمُوْتُ جَائِعاً وَلَوْ أَكَلَ طَعَامَ الدُّنْيَا لَم يَشْبَعْ وَ اَمَّا الَّتِي فِي قَبْرِهِ فَالاَوَّلُ الغَمُّ الشَّدِيْدُ وَ يُظْلَمُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ وَ الثَّانِيَةُ يَضِيْقُ عَلَيْهِ القَبْرُ وَ يَكُوْنُ مُعَذَّباً إِلَي يَوْمَ القٍيَامَةٍ وَ الثَّالِثَةُ لَا تُبَشِّرُهُ المَلَائِكَةُ بِالرَّحْمَةِ وَ اَمَّا الَّتِي فِي المَحْشَرِ فَإِنَّهُ يَقُوْمُ عَلَي صُوَرَةَ الحِمَارِ وَ يُعْطَى كِتَابُهُ بِشِمَلِهِ وَ يُحَاسِبُهُ اللّهُ حِسَاباً طَوِيْلاً وَ اَمَّا الَّتِى فِى الصِّرَاطِ فَلاَ يَنْظُرُ اللّهُ إِلَيْهِ وَ لاَ يُزَكِّيهِ وَ لاَ يَقْبَلُ مِنْهُ صَرَفاً وَ لاَ عَدَلاً وَ يُحَاسِبُهُ اللّهُ عَلَى الصِّرَاطِ أَلْفَ عَامٍ ثُمَّ يَأْمُرُ بِهِ إِلَى النَّارِ مَعَ الدَّخِلِيْنَ وَ هُوَ قَوْلُهُ تَعَالَى مَا سَلَكَكُمْ فِى سَقَرٍ قَالُوْ لَمْ نَكُ مِنَ

المُصَلِّيْنَ

 

Diriwayatkan Ibnu Mas'ud mengatakan aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa dari laki-laki dan perempuan yang mengentengkan shalat, Allah Swt akan menghukumnya dengan 18 hukuman, enam di dunia, tiga ketika maut menjemput, tiga dalam kubur, tiga pada hari kebangkitan dan tiga lainnya ketika melintas shirat.

 

Adapun hukuman di dunia adalah lenyapnya berkah dari rejekinya dan lenyapnya berkah dari hidupnya dan hilangnya sinar dari wajahya, dan tidak ada jalur baginya dalam Islam dan Allah Swt tidak meliputinya dalam doa orang-orang saleh dan Allah Swt tidak mengabulkan doanya.

 

Adapun hukuman ketika maut menjemput, pertama dia akan mati dalam keadaan hina dan dia akan merasakan keberatan seperti menahan gunung dan dia akan merasa lemah seperti tercambuk, kedua dia akan mati dalam keadaan dahaga yang tidak akan hilang meski meminum air sedunia, ketiga dia akan mati dalam keadaan lapar yang makanan sedunia tidak akan mengenyangkannya.

 

Adapun hukuman di dalam kubur, pertama adalah kesedihan hebat dan kegelapan dalam kuburnya, kedua kuburannya akan sangat sempit baginya yang akan membuatnya tersiksa hingga hari kiamat, ketiga malaikat tidak akan menemuinya dengan wajah ramah.

 

Adapun hukuman di hari kebangkitan, dia akan dibangkitan dengan muka hewan, catatan amalnya akan diberikan di tangan kiri dan Allah Swt akan menghisabnya dengan perhitungan yang sangat panjang.

 

Adapun hukuman ketika melintasi shirat, Allah Swt tidak akan memperhatikannya, tidak akan membersihkan dosa-dosanya, tidak menerima ganti apapun darinya, dan Allah Swt akan menghisabnya di atas shirat selama seribu tahun, kemudian Allah Swt akan memerintahkannya masuk ke neraka bersama para penghuni neraka, dan Allah Swt bertanya (kepada para penghuni neraka) apa yang menyebabkan kalian masuk neraka, mereka menjawab kami bukan termasuk orang-orang yang shalat.

*Al-Mawaidz Al-Adidah halaman 68, Al-Bab Tsalits, Al-Fashl Tsalits.

قَالَ النَّبى (ص)؛ اَرْبَعَةٌ اَنَا الشَّفِيْعُ لَهُم يَوْمَ القِيَامَةِ وَلَوْ آتُوْنِى بِذُنُوْبٍ؛ اَهْلِ الاَرْضِ مُعِيْنُ اَهْلِ بَيْتِي وَ القَاضِى لَهُمْ حَوَائِجُهُمْ عِنْدَ مَا اضْطَرُّوا اِلَيْهِ وَ المُحِبُّ لَهُم بِقَلْبِهِ وَ لِسَانِهِ وَ الدَّفِعُ عَنْهُمْ بِيَدِهِ رَوَاهُ عَلِيٌّ (ع) ١

 

Nabi Muhammad (Saw) bersabda: Ada empat golongan yang aku menjadi pensyafaat mereka di hari kiamat walaupun mereka mendatangiku dengan penuh dosa: penghuni bumi yang menolong Ahlul Baitku, dan yang membantu mereka dalam kesulitan, dan yang mencintai mereka dengan hati dan lisannya, dan yang membela mereka dengan tangannya, [hadis ini] diriwayatkan oleh Ali (as).

١-المواعظ العددية ص١١٣، باب رابع فصل اوّل

Jumat, 06 Desember 2013 14:00

Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 5-10

Ayat ke 5-6

 

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (5) إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ (6)

 

Artinya:

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (10: 5)

 

Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa. (10: 6)

 

Setelah berbicara mengenai dasar akidah dan ma'ad pada penjelasan sebelumnya, ayat-ayat ini menyinggung suatu sisi tanda-tanda kebesaran Allah Swt dalam menciptakan Jagat Raya ini. Setelah itu mengetengahkan peranan matahari dan bulan, dimana matahari telah berperan dalam bergairahnya kehidupan bumi dan makhluk yang hidup di atasnya dengan cahaya dan kehangatan sinarnya. Sedangkan bulan dengan sinarnya yang indah merupakan lampu tidur bagi makhluk bernyawa dan umat manusia, sekaligus merupakan penerang dan penunjuk jalan bagi orang-orang yang berada di padang pasir luas. Selain terhadap sinarnya yang terang dan menghangatkan, perputaran bumi mengelilingi matahari, dan bulan mengelilingi bumi akan menciptakan sebuah batasan waktu bagi alam semesta, yang dengan berlalunya 4 musim akan terhitung sebagai satu tahun matahari.

 

Sementara itu dari sisi lain, dengan berbagai perkembangan bulan yakni sejak bulan berbentuk garis melengkung, terus berbentuk sabit hingga akhirnya ia bundar sempurna, dan kembali lagi pada bentuknya semula, maka perjalanan ini memakan waktu satu bulan. Dan hal ini membentuk sebuah penanggalan (perhitungan waktu) yang bermanfaat bagi ummat manusia sepanjang sejarah, baik bagi mereka yang terdidik maupun tidak, dari jenis ras dan kabilah manapun mereka dapat menggunakan perhitungan kerja dan kehidupan mereka. Lanjutan ayat-ayat ini menekankan kebenaran dan kecanggihan sistim penciptaan alam semesta. Ayat ini mengatakan, "Pergantian siang dan malam yang tampaknya seperti sederhana, justru ia menunjukkan Kemahakuasaan dan Kemahabijaksanaan Allah, dimana orang-orang yang berhati besih dan bertingkah laku baik selalu mengetahui hal tersebut dan mencari kebenaran.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Bulan dan matahari berperan penting dalam perhitungan hari.

2. Banyak kejadian di alam ini yang dianggap manusia tidak penting, tapi hal itu tidak sederhana bila memandang kebesaran dan kemuliaan Allah Swt.

 

Ayat ke 7-8

 

إِنَّ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آَيَاتِنَا غَافِلُونَ (7) أُولَئِكَ مَأْوَاهُمُ النَّارُ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (8)

 

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. (10: 7)

 

Mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. (10: 8)

 

Setelah menjelaskan ayat-ayat sebelumnya dan menyinggung tanda-tanda Allah Swt, baik di bumi maupun di langit. Ayat ini mengatakan, "Mereka yang meremehkan atau bahkan melupakan tanda-tanda perwujudan, kekuasaan dan kebijaksanaan Allah Swt, dan menjadikan mereka tersibukkan dalam urusan dunia, bahkan rela dan suka terhadap dunia yang fana dan sempit ini, mereka merasa tenang dengan hal tersebut. Oleh karena itu, mereka sama sekali tidak berpikir mengenai akhirat, dan mereka tidak menganggap ada kemungkinan bertemu dengan Tuhan pencipta alam pada Hari Kiamat. Sudah barang tentu orang-orang ini telah dililit oleh kesulitan dan berbagai kecintaan dan keterikatan terhadap dunia, sehingga di akhirat kelak mereka akan dijebloskan ke dalam neraka.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Melupakan dan meremehkan Hari Kiamat, cinta kepada dunia dapat memudahkan lahan kefasadan baik peribadi maupun masyarakat.

2. Neraka adalah hasil amal perbuatan umat manusia, yang kelak pada Hari Kiamat akan berubah menjadi bentuk api yang menyala-nyala.

 

Ayat ke 9-10

 

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (9) دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ وَآَخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (10)

 

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan. (10: 9)

 

Do'a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahumma", dan salam penghormatan mereka ialah: "Salam". Dan penutup doa mereka ialah: "Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin". (9: 10)

 

Setelah menjelaskan kondisi penghuni neraka dari orang-orang yang cinta dunia, ayat-ayat ini menyinggung kondisi orang-orang Mukmin penghuni surga, dan menilai petunjuk Allah merupakan modal terbesar mereka di dunia dan di akhirat, yang sudah barang tentu petunjuk ini sebagai hasil dari iman dan amal saleh. Hidayah dan petunjuk Tuhan itu adalah cahaya yang dianugerahkan oleh Allah Swt, sehingga dalam berbagai kesulitan dan kegelapan, tidak sampai menjadikan seseorang kebingungan dan menyeleweng, yang pada gilirannya mereka dapat menentukan jalan yang lurus dan benar. Sudah barang tentu seseorang yang menyandarkan dirinya hanya kepada Allah Swt dan merasa cukup dengan Allah, maka kelak pada Hari Kiamat akan mendapatkan nikmat-nikmat Allah. Lanjutan dari ayat ini menyinggung puji-pujian penghuni surga, dengan mengatakan, "Subhanallah dan Alhamdulillah dan seterusnya. Ucapan-ucapan ini menjadi tanda-tanda mereka. Karena secara alami, mengucapkan kata-kata ini tidak cukup dengan lisan, tapi keyakinan kepada Allah akan membersihkan segala aib, kekurangan dan kezaliman. Hal ini akan menyiapkan lahan yang kondusif di hati manusia untuk bersyukur kepada Allah Swt.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang mukmin masih tetap membutuhkan petunjuk dan bimbingan Allah Swt, di manapun dan kapan pun.

2. Salam merupakan pernyataan penghuni surga. Dan suasana di surga dipenuhi dengan kata salam, yaitu masing-masing mengucapkan salam dari sisi Allah dan dari para malaikat, dan penghuni surga.

Jumat, 06 Desember 2013 13:59

Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 1-4

Setelah sebelumnya telah menyelesaikan pembahasan dan pengkajian surat at-Taubah, maka kita akan mulai membahas dan mengulas surat ke 10 dalam kitab suci al-Quran yaitu surat Yunus. Surat ini diturunkan di Mekah mulai dari ayat pertama sampai dengan ayat ke 4. Nabi Yunus adalah salah seorang Nabi utusan Allah Swt. Beliau datang setelah Nabi Nuh dan Musa as. Karena itu surat ini diberi nama dengan nama beliau.

 

Ayat ke 1-2

 

الر تِلْكَ آَيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ (1) أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ أَنْ أَنْذِرِ النَّاسَ وَبَشِّرِ الَّذِينَ آَمَنُوا أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِنْدَ رَبِّهِمْ قَالَ الْكَافِرُونَ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ مُبِينٌ (2)

 

Artinya:

Alif laam raa. Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah. (10: 1)

 

Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka". Orang-orang kafir berkata: "Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata". (10: 2)

 

Sebagaimana telah disebutkan dalam permulaan surat al-Baqarah, 29 surat dari 114 surat al-Quran dimulai dengan huruf-huruf muqattha'ah yakni huruf-huruf terpenggal, yang merupakan suatu rumus bagi Allah dan Nabi-Nya, namun hingga saat ini rumus dan huruf-huruf tunggal tersebut belum tersingkap. Biasanya setelah huruf-huruf ini diiringi dengan pernyataan kebesaran al-Quran. Sebagian mufassir menyebut bahwa huruf-huruf itu sebagai hujjah terhadap para penentang, dalam artian meski Allah Swt menurunkan al-Quran dengan huruf-huruf alfabet, namun kalian tidak akan bisa mendatangkan kitab yang sepertinya. Salah satu dari sifat Allah yang tersebut dalam al-Quran ialah "Hakim", karena kalimat "Ahkam" yang tersebut dalam kitab suci ini dibangun pada dasar yang kokoh, sedang poin yang dikandung didalamnya mengajarkan kebijaksanaan dan hikmah.

 

Setelah menjelaskan posisi dan kedudukan al-Quran, Allah Swt pada ayat kedua menyinggung posisi Nabi-Nya Muhammad Saw, dengan mengatakan, "Masyarakat selalu menunggu bahwa Allah telah mengirimkan malaikat-Nya untuk memberi petunjuk kepada umat manusia. Sudah jelas para nabi itu haruslah berasal dari jenis manusia, bangsa dan bahkan satu bahasa, sehingga pernyataan mereka dapat menjadi suri teladan bagi mereka. Selain itu para nabi dalam melaksanakan seruan dan dakwahnya tidak menginginkan sesuatu. Karena jika mereka menginginkan sesuatu, pastilah manusia akan menjauhkan diri. Pekerjaan para nabi adalah memberi berita gembira kepada orang-orang yang berbuat baik dan saleh, serta memberi peringatan kepada para pendosa dan pelaku kejahatan. Adapun ketika nabi mengeluarkan mukjizatnya, disebabkan sebagian orang telah menuduh kepada para nabi tersebut sebagai telah menyihir dan memperdaya mereka.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. al-Quran adalah sebuah kitab suci yang kokoh, lestari dan abadi, nilai dan kedudukan kitab suci ini tidak akan pernah berkurang dengan berlalunya zaman.

2. Tujuan para nabi ialah memberikan kemuliaan kepada umat manusia, dan mengangkat dan memuliakan kedudukan mereka.

 

Ayat ke 3

 

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلَّا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (3)

 

Artinya:

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (10: 3)

 

Salah satu Sunnatullah dari penciptaan alam semesta ini dilakukan secara bertahap. Meski Allah Swt Maha Berkuasa untuk menciptakan semua isi alam semesta ini dalam sebuah tahap, namun langit-langit dan bumi dibangun dalam jangka waktu 6 masa (putaran) yang berbeda. Perkembangan dan penyempurnaan semua makhluk alam semesta ini, juga sejak saat diciptakannya hingga mencapai kesempurnaan mengalami perkembangan secara bertahap. Bayi akan berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan 10 hari, sehingga sampai pada tahap yang menjadikan bayi tersebut bisa hidup di dunia ini. Padahal Allah Swt dapat melaksanakan semua ciptaannya tersebut dalam satu masa. Dari situlah orang-orang Musyrik baik yang hidup tempo dulu maupun sekarang meski menerima Tuhan sebagai pencipta alam semesta ini, namun mereka mengatakan bahwa Tuhan memiliki sekutu dalam mengatur jagat raya ini.

 

Karena itu lanjutan ayat-ayat ini mengatakan, "Segala urusan jagat raya ini di tangan Allah Swt dan seluruh pekerjaan itu dilakukan atas perintah-Nya. Karena itu tiada satupun yang dapat menjadi perantara dalam mengatur dan mengelola jagat raya ini, bahkan para malaikat pun dalam mengatur segala sesuatu di alam raya ini, selalu di bawah kehendak dan perintah Allah. Para wali Allah juga dengan ijin-Nya memiliki kemungkinan untuk menguasai dan menundukkan undang-undang alam.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Penciptaan alam dilakukan dengan program yang telah terkaji sebelumnya, dan dengan perhitungan waktu yang tepat. Karena itu penciptaan alam semesta ini bukan perkara yang kebetulan, artinya tanpa rancangan sebelumnya.

2. Alam semesta ini berjalan sesuai dengan undang-undang dan tujuan. Karena itu pencipta alam semesta ini adalah satu-satunya zat yang mengatur ciptaan-Nya.

 

Ayat ke 4

 

إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ (4)

 

Artinya:

Hanya kepada-Nya-lah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka. (10: 4)

 

Ayat sebelumnya telah menyinggung ke-Maha Kuasaan Allah Swt dalam menciptakan langit dan bumi. Ayat ini juga menyinggung mengenai penciptaan kembali alam raya pada Hari Kiamat, sekaligus untuk menghapus segala bentuk syak dan keraguan, mengatakan, "Ini adalah janji Allah yang pasti. Dia akan memberi pahala kepada orang-orang yang berbuat kebajikan, sedang terhadap orang-orang Kafir Allah akan memberi balasan siksa dan azab. Memang Tuhan telah membuka pintu bagi manusia untuk melakukan apa saja termasuk dosa dan kejahatan, sehingga hari demi hari manusia yang mengumbar perbuatan dosa dan kejahatan itu akan semakin tenggelam dalam fasad dan dosa. Dan kelak pada Hari Kiamat Allah Swt akan menyediakan makanan dan minuman bagi manusia-manusia pendosa ini dengan api neraka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Filsafat hari kebangkitan atau Ma'ad merupakan manifestasi keadilan Ilahi. Karena itulah dunia bukan menjadi tempat pemberian pahala atau siksaan secara keseluruhan dari amal perbuatan manusia.

2. Sebagaimana kita ketahui di dunia, maka seluruh yang ada di jagat raya ini diciptakan untuk umat manusia. Kemudian kelak di akhirat alam semesta ini akan diciptakan kembali untuk memberikan pahala dan siksa bagi umat manusia.

Ayat ke 127

 

وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ نَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ هَلْ يَرَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ ثُمَّ انْصَرَفُوا صَرَفَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (127)

Artinya:

Dan apabila diturunkan satu surat, sebagian mereka memandang kepada yang lain (sambil berkata): "Adakah seorang dari (orang-orang muslimin) yang melihat kamu?" Sesudah itu merekapun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (9: 127)

 

Ayat yang merupakan ayat terakhir surat at-Taubah yang berbicara tentang kaum Munafikin akan tersingkapnya kedok dan kebusukan wajah mereka yang sebenarnya, dan mengatakan, "Setiap kali mereka berada di sisi Rasulullah, dan ketika Allah Swt menurunkan ayat-ayat suci-Nya kepada beliau, mereka saling memberikan isyarat dengan kerdipan mata, mengisyaratkan agar segera keluar dari majlis tersebut, dan berhati-hati agar tidak ada siapapun yang mengetahui langkah keluar mereka itu. Oleh karena itu, setelah mereka yakin bahwa tak ada seorang pun yang memperhatikan, mereka segera keluar dari majlis Rasulullah Saw.

 

Selanjutnya ayat tersebut mengatakan, bahwa keluarnya orang-orang Munafik dari majlis Nabi Saw tidak lain disebabkan hati mereka yang kotor, keras dan penuh dengan dosa, maka mereka pun menyimpang dari kebenaran, sehingga mencapai sikap permusuhan terhadap kebenaran. Sedemikian kerasnya permusuhan mereka terhadap Islam, sehingga mereka tidak lagi mampu memahami hakikat.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Menjauh dan lari dari ayat-ayat al-Quran menunjukkan adanya sejenis kemunafikan dan penyakit hati.

2. Berpaling dari kitab suci al-Quran dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya, merupakan faktor yang dapat mengubah hati manusia dan membuatnya tidak mampu memahami hakikat.

 

Ayat ke 128

 

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (128)

 

Artinya:

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (9: 128)

 

Ayat yang menjelaskan sifat-sifat Nabi Muhammad Saw ini, mengungkapkan empat ciri-ciri khusus beliau. Ciri-ciri pertama yang ditegaskan dalam ayat ini ialah bahwa beliau berasal dari bangsa dan kalangan kalian sendiri, dan bahwa sikap beliau terhadap kalian tidak sama dengan sikap para sultan dan raja-raja yang menganggap dirinya lebih baik daripada rakyatnya, sehingga para raja itu tidak pernah bersedia duduk dan hidup bersama rakyat jelata.

 

Ciri-ciri kedua beliau ialah bahwa Nabi mengetahui segala problema dan kesulitan kalian, dan beliau juga ikut merasakan sedih, susah dan payah yang kalian alami. Beliau ikut susah dengan kesusahan kalian, dan beliau bersedih hati melihat kesedihan yang menimpa kalian. Ciri ketiga yang disebutkan dalam ayat ini ialah bahwa beliau sangat ingin memberi petunjuk kepada kalian, dan sangat mengharapkan keimanan kalian. Sesungguhnyalah beliau sangat mencita-citakan kebahagiaan dan kesejahteraan kalian. Karena itu beliau tidak pernah berhenti berusaha untuk mencapai keinginan beliau itu.

 

Adapun ciri-ciri keempat ialah bahwa beliau Saw mencintai orang-orang Mukmin, dan semua perintah yang beliau keluarkan tak lain didasarkan pada cinta dan kasih beliau kepada umat manusia. Sebagaimana seorang ayah yang baik, selalu memberikan perintah dan pekerjaan kepada anak-anaknya, sekalipun sulit, tetapi semua perintah itu diberikan atas dasar cinta dan kasih kepada anak-anaknya, agar mereka dapat mencapai kebahagiaan.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para pemimpin Islam, harus selalu sehati dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap masyarakat, dan menyertai mereka dalam menghadapi berbagai kesulitan dan problema.

2. Sikap merakyat, kasih sayang dan menginginkan kebaikan adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang mubaligh Islam, agar mereka berhasil sebagaimana Nabi Saw dalam urusan tabligh dan penyampaian ajaran agama Islam.

 

Ayat ke 129

 

فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (129)

 

Artinya:

Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung". (9: 129)

 

Ayat yang merupakan ayat terakhir surat at-Taubah ini, menghibur hati Nabi Muhammad Saw dan seluruh mukmin, dengan mengatakan bahwa jika sebagian masyarakat berpaling dari kebenaran meninggalkan kalian, maka janganlah kalian khawatir. Karena kalian memiliki Tuhan yang menguasai seluruh alam semesta. Bumi dan langit yang sedemikian megah ini adalah milik-Nya. Dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka bertawakallah kepada-Nya, karena tiada kekuatan apa pun yang mampu menandingi kekuatan-Nya, dan tiada pula orang yang memberi rahmat dan kecintaan kepada kalian melebihi rahmat dan kecintaan-Nya.

 

Dalam doa hari Arafah, Imam Husein as memanjatkan doanya kepada Allah Swt sebagai berikut, "Ya Allah! Ketika seseorang tidak memiliki-Mu, lalu apakah yang ia miliki? Sebaliknya, ketika seseorang telah memiliki-Mu, lalu apa lagi yang tidak ia miliki?" Begitulah, jika semua manusia memalingkan dirinya dari Allah dan ajaran-ajaran-Nya, maka hal itu tidak berpengaruh apa pun pada Allah. Sebagaimana jika semua orang membelakangi matahari, maka hal itu tidak ada pengaruhnya bagi matahari, kecuali mereka sendirilah yang tidak mendapatkan sinar matahari."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Banyaknya orang yang tidak beriman, tidak boleh menyebabkan syak dan keraguan mengenai kebenaran agama Allah, atau menyebabkan keputusasaan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban agama.

2. Tawakal kepada Allah merupakan kunci kemenangan dalam menghadapi segala macam kesulitan, dan merupakan sandaran yang kuat dalam menghadapi musuh.

Ayat ke 123

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (123)

 

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa. (9: 123)

 

Ayat ini menyinggung sebuah dasar penting dalam jihad melawan musuh, dengan mengatakan, "Jangan sekali-kali kalian melalaikan musuh-musuh yang ada di dekat kalian, dan hanya sibuk dengan memperhatikan musuh-musuh yang jauh. Karena musuh yang ada di dekat kalian tentu lebih berbahaya daripada musuh yang jauh, dan pada saat yang sama jalan untuk menyingkirkan dan mengalahkan mereka lebih mudah."

 

Hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa meskipun kata-kata "ghilzhoh" di dalam ayat ini berarti kekerasan, namun yang dimaksud bukanlah memperlakukan kaum kufar dengan buruk dan kejam. Karena makna yang seperti ini sama sekali tidak sejalan dengan satu pun dasar-dasar ajaran Islam. Sebuah agama yang menolak perilaku zalim dan kejam bahkan dalam medan peperangan dan jihad, bagaimana mungkin membolehkan perilaku jahat dan zalim terhadap musuh dalam kondisi normal? Untuk itu, yang dimaksud dengan "ghilzhoh" ini tak lain ialah ketegasan dan kekuatan serta kewibawaan dalam menghadapi musuh.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam kebudayaan Islam, orang mukmin yang sebenarnya adalah orang yang selalu mentaati perintah-perintah Allah Swt, dan bertakwa, selain memiliki sikap tegas dan berwibawa terhadap musuh.

2. Keberanian dan ketegasan adalah keniscayaan iman kepada Allah. Seorang mukmin tidak pernah merasa takut dan lemah di hadapan musuh.

 

Ayat ke 124

 

وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آَمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ (124)

 

Artinya:

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. (9: 124)

 

Setiap kali ayat-ayat al-Quran turun kepada Nabi Muhammad Saw, orang-orang Munafik berusaha melemahkan hati orang-orang Mukmin, dengan memandang rendah nilai-nilai yang terkandung oleh ayat-ayat tersebut. Di antaranya mereka mengatakan, apa gunanya ayat-ayat tersebut diturunkan? Faedah apakah yang kalian terima dari ayat-ayat tersebut? Dengan mengetengahkan pertanyaan-pertanyaan seperti ini, mereka bermaksud menanamkan pandangan negatif mereka kepada orang lain, dengan harapan bahwa umat Muslimin pun akan memandang rendah al-Quran.

 

Akan tetapi, iman memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda. Dan hanya dengan mendengarkan ayat-ayat Allah dengan seksama, maka iman seseorang akan meningkat, semakin menguat dan mendalam. Selain itu, mendengarkan bacaan ayat-ayat al-Quran melahirkan semangat, kegembiraan, dan keceriaan kaum beriman.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Al-Quran adalah sarana terbaik untuk mengenal orang mukmin yang sebenarnya dan orang mukmin yang tampak lahirnya saja, juga untuk mengetahui orang-orang Munafik.

2. Membaca dan mendengarkan bacaan ayat-ayat al-Quran adalah salah satu cara untuk meningkatkan iman, dan memperoleh semangat spiritual.

 

Ayat ke 125

 

وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ (125)

 

Artinya:

Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir. (9: 125)

 

Berbeda dengan orang-orang Mukmin, dimana membaca dan mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Ilahi akan meningkat takwa dan iman, maka bagi orang-orang yang hati mereka berpenyakit, sebagaimana Munafikin, maka ayat al-Quran membuat penyakit mereka semakin menjadi-jadi. Ayat-ayat suci al-Quran bagaikan hujan rahmat Ilahi. Bila air hujan turun ke tanah yang berpotensi positif, pastilah tanah tersebut akan menjadi menghijau dengan berbagai tumbuhan yang segar.

 

Akan tetapi bila air hujan itu turun ke tempat pembuangan sampah atau limbah, maka bau busuk akan menyebar dari tempat tersebut. Tentu saja bau busuk itu bukan datang dari air hujan, tapi dari polusi yang telah memenuhi tempat pembuangan sampah tersebut. Sikap keras kepala dan kesombongan, sama seperti kotoran dan polusi, yang jia memenuhi hati seseorang, maka orang ini akan menunjukkan keingkaran dan kesombongan yang lebih besar terhadap ayat-ayat al-Quran.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Penyakit-penyakit jiwa sama sebagaimana penyakit tubuh, jika tidak diatasi, akan menjadi semakin parah dan akan membinasakan orang yang terkena penyakit tersebut.

2. Kufur dan nifak, penolakan kebenaran dan sikap ingkar, adalah penyakit-penyakit jiwa manusia yang sudah dikenal, dimana al-Quran selalu mengingatkan kita akan bahaya penyakit-penyakit tersebut.

 

Ayat ke 126

 

أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ (126)

 

Artinya:

Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? (9: 126)

 

Diantara Sunnatullah yang berlaku pada seluruh umat manusia ialah pemberian ujian dan cobaan yang disertai dengan berbagai peristiwa pahit ataupun manis, sehingga dengan demikian setiap orang akan menunjukkan batin dan isi hatinya, serta dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Sementara itu, salah satu falsafah ujian Allah ini ialah agar manusia mau bertaubat dan sadar diri sebagaimana disinggung oleh ayat ini, yang mengatakan, bahwa meskipun Munafikin telah diuji dengan ujian-ujian besar setiap tahun, akan tetapi ternyata mereka tetap saja tidak mau menyadari kesalahan mereka dan tidak mau bertaubat.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Salah satu tanda kemunafikan dan berpenyakitnya hati ialah tidak adanya kesadaran dan kemauan untuk bertaubat setelah menghadapi ujian-ujian Ilahi.

2. Ujian-ujian yang diberikan oleh Allah Swt tidak terbatas oleh ruang dan waktu, tidak juga usia orang-orang tertentu. Semua orang, tua dan muda, laki-laki maupun perempuan, kaya dan miskin, pandai maupun bodoh, sama-sama menghadapi ujian-ujian Ilahi.

Ayat ke 119

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (119)

 

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (9: 119)

 

Iman kepada Tuhan memiliki derajat dan tingkatan. Sedangkan merasa sudah beriman kepada Allah Swt dan Hari Kiamat tidaklah cukup. Karena itu iman haruslah disertai dengan kejujuran dan teremplementasikan dalam pekerjaan sehari-hari. Iman kepada Allah dan Hari Kiamat bukanlah sesuatu yang diucapkan dengan lisan saja. Memang benar bahwa hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, seseorang sudah dianggap dan diperlakukan sebagai muslim. Akan tetapi, untuk mencapai derajat seorang mukmin, seseorang harus membuktikan kejujuran kalimat syahadat yang ia ucapkan itu dengan melaksanakan taat dan menjauhi maksiat, sehingga dia akan terselamatkan dari api neraka.

 

Meski iman kepada Allah terdapat di dalam hati, namun ia perlu diikrarkan secara lisan dan perbuatannya sama satu dan tidak berbeda. Dengan kata lain apa yang diucapkan oleh lisan haruslah menjadi keyakinan dalam hati, kemudian terejawantahkan dalam perbuatan, yang mencerminkan kejujuran keislaman yang diucapkan dengan lisan. Oleh karena itu, Allah Swt dalam ayat ini berpesan agar orang-orang mukmin menjadi orang yang bersih dan jujur, serta selalu berada bersama orang-orang yang jujur dan benar.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Selalu bersama orang-orang saleh, baik dan jujur merupakan jalan pendidikan bagi manusia agar terjauhkan dari jalan yang menyimpang dan sesat.

2. Kejujuran dan kebenaran seberapapun kasarnya memiliki nilai di sisi Allah. Sebagaimana Allah swt telah mengenalkan para wali-Nya yang maksum sebagai orang-orang "Shadiqin".

 

Ayat ke 120-121

 

مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (120) وَلَا يُنْفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً وَلَا يَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (121)

 

Artinya:

Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (9: 120)

 

Dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula) karena Allah akan memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (9: 121)

 

Meski ayat-ayat tadi berbicara tentang penduduk Madinah dan sekitarnya, akan tetapi sebagaimana ayat-ayat al-Quran lainnya, ia tidak terbatas hanya pada orang, tempat dan zaman tertentu, tapi mencakup seluruh kaum Muslimin. Maka berdasarkan ayat-ayat ini, amal saleh bukanlah semata-mata berbentuk perbuatan ibadah, akan tetapi setiap pekerjaan yang dilakukan karena Allah, akan termasuk ke dalam kategori amal saleh.

 

Begitu juga seorang mukmin yang bekerja di atas jalan Allah dengan susah payah menanggung haus dan lapar, juga disebut amal saleh dan Allah akan memberikan pahala-Nya kepada mereka. Segala kesulitan dan problema yang dihadapi dan dipikul dengan tabah oleh suatu masyarakat Islam karena embargo ekonomi yang diberlakukan oleh musuh-musuh Islam, juga dikategorikan sebagai amal saleh. Segala bentuk gerakan sosial masyarakat, seperti unjuk rasa dan demo untuk menunjukkan kemarahan kepada musuh-musuh Allah, sehingga semakin memperkuat barisan kaum Muslimin, maka berdasarkan ayat-ayat di atas, juga disebut sebagai amal saleh. Dan sudah pasti Allah Swt tidak akan menyia-nyiakan perbuatan mereka.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Menjaga kemuliaan dan kerhormatan Nabi Saw sebagai pemimpin masyarakat Islam, lebih penting daripada menjaga jiwa kaum Muslimin. Karena itu kaum Muslimin wajib menjaga kehormatan dan kemuliaan Nabi meski harus mempertaruhkan jiwa mereka.

2. Memang untuk memperoleh pahala dan balasan Allah, manusia harus tetap menjaga komitmen dan tabah menanggung kesulitan.

3. Berbagai perbuatan baik sedikit ataupun banyak, tetap akan diperhitungkan di sisi Allah Swt.

 

Ayat ke 122

 

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)

 

Artinya:

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (9: 122)

 

Dalam kebudayaan Islam, hijrah untuk menuntut ilmu pengetahuan tidak kurang nilai pahalanya daripada pahala orang yang pergi untuk berjihad melawan musuh. Karena ayat ini berbicara kepada orang-orang Mukmin dengan menyatakan, Sebagian orang harus siap, dan guna mengenal kedalaman agama Allah ini, manusia harus berhijrah dari desa dan kota mereka kemudian kembali ke kampung halaman, lalu menyampaikan ajaran dan hukum-hukum Islam kepada kaumnya.

 

Sebagaimana diketahui, agama merupakan sekumpulan dan seperangkat nilai yang terdiri dari usul dan furu'uddin, yang harus diketahui oleh setiap orang mukmin. Adapun dalam berbagai riwayat, istilah fikih berhubungan dengan hukum-hukum agama Islam yang menjelaskan hal-hal wajib, haram, mustahab dan makruh. Nabi Muhammad Saw sewaktu mengutus Imam Ali bin Abi Thalib as ke Yaman, beliau memerintahkan kepadanya agar mengajarkan fikih kepada masyarakat, sehingga merka dapat menerapkan hukum-hukum Allah sebagai peraturan dan ajaran Islam. Imam Ali as juga berpesan kepada putra beliau dengan mengatakan, "Dalam Islam, fikih merupakan peraturan yang harus diamalkan. Sedemikian tingginya peran fikih ini, sehingga para fuqaha disebut sebagai pewaris anbiya.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Berhijrah memerlukan komitmen Iman, guna mengenal dan mendalami agama Islam, yang tak lain adalah untuk menyelamatkan agama Islam itu sendiri.

2. Pada saat berperang pun, kaum Muslimin tidak boleh lalai dan melupakan perjuangan membina pemikiran, keyakinan dan akhlak masyarakat.

3. Para penuntut ilmu mengenal 2 tahap hijrah. Pertama, hijrah menuju ke pusat-pusat ilmu pengetahuan, dimana mereka menuntut dan mencari berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan yang kedua ialah hijrah untuk mengajarkannya kepada orang lain.

Ayat ke 113-114

 

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (114)

 

Artinya:

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (9: 113)

 

Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (9: 114)

 

Permohonan ampun atau istighfar merupakan sebuah ungkapan cinta. Dalam dua ayat ini, Allah Swt melarang orang mukmin untuk memohon ampunan bagi orang-orang Musyrik, meskipun mereka adalah kerabat dan sanak saudara. Karena orang yang mati dalam keadaan musyrik akan dimasukkan ke dalam neraka tidak ada harapan pengampunan baginya. Ayat-ayat berikutnya mengisahkan kesediaan Nabi Ibrahim as untuk memohon ampunan bagi pengasuh beliau dengan syarat ia menerima petunjuk beliau. Namun Nabi Ibrahim berlepas diri dari pengasuh beliau yang tetap mempertahankan kesyirikannya.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Syirik adalah dosa yang tak terampuni meskipun yang memohon ampunan bagi orang musyrik adalah para nabi. Satu-satunya jalan bagi mereka adalah bertaubat.

2. Ikatan keagamaan lebih mulia daripada ikatan darah. Karena itu kita tidak boleh menilai suatu ajaran agama dengan perasaan dan hubungan darah serta sanak famili.

 

Ayat ke 115-116

 

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (115) إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (116)

 

Artinya:

Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (9: 115)

 

Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (9: 116)

 

Allah Swt telah membuka pintu hidayah bagi manusia melalui akalnya dan wahyu Ilahi. Allah Swt tidak akan pernah mengazab atau membiarkan hamba-Nya, kecuali jika manusia itu tidak mengerjakan kewajibannya dan tidak menghindari apa yang dilarang oleh Allah. Salah satu ancaman bagi orang-orang yang beriman adalah bahwa mereka yakin akan menjadi penghuni surga dan tidak merasakan adanya bahaya yang mengancam mereka. Padahal tidak ada jaminan apapun bahwa seorang mukmin tidak terjebak kekufuran.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Penentangan secara sadar terhadap perintah Allah akan menutup pintu hidayah, dan bahaya ini mengancam semua orang yang beriman.

2. Balasan dan siksa Allah akan dilaksanakan setelah adanya penjelasan hukum dan penyempurnaan hujjah.

3. Seseorang harus lebih memikirkan hubungannya dengan Allah Swt, daripada memperkokoh hubungan kekeluargaan orang-orang Musyrik.

 

Ayat ke 117

 

لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117)

 

Artinya:

Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. (9: 117)

 

Ayat ini menyinggung kondisi sulit yang dialami oleh kaum Muslimin dalam perang Tabuk yang disebabkan oleh jauhnya jarak perjalanan dan sengatan matahari di musim panas saat itu. Sebagian sahabat Nabi menolak ikut dalam perang tersebut dengan mengemukakan berbagai macam alasan agar mereka bisa tetap tinggal di kota dan melanjutkan rutinitas mereka di ladang perkebunan. Namun, berkat anugerah Allah, sebagian sahabat setia Nabi yang bukan termasuk orang-orang munafik, mematuhi seruan Rasulullah dan mereka tidak tergolong orang-orang yang sesat.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Tanda-tanda iman sejati adalah mengikuti bimbingan para pemimpin agama dalam kondisi sulit bukan hanya dalam kondisi normal saja.

2. Seluruh umat manusia bahkan para Nabi as mengharapkan anugerah Ilahi dan terkabulnya taubat bagi para pendosa merupakan salah satu bukti rahmat Allah Swt.

 

Ayat ke 118

 

وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (118)

 

Artinya:

Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (9: 118)

 

Berdasarkan riwayat dalam sejarah Islam, tiga sahabat nabi yang tidak ikut dalam perang Tabuk, menghadap Rasulullah untuk menyatakan penyesalan mereka. Namun, Rasulullah Saw tidak menghiraukan mereka. Bahkan, Rasulullah memerintahkan para sahabat beliau dan istri ketiga orang itu tidak berbicara dengan mereka. Ketiga orang itu keluar dari kota Madinah dan untuk memohon ampunan dari Allah Swt. Setelah taubat mereka diterima oleh Allah Swt, Rasulullah menyampaikan kabar gembira itu kepada ketiga sahabat beliau.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Salah satu cara untuk menindak orang-orang yang menentang hukum-hukum sosial adalah dengan memboikot mereka.

2. Setelah tahap pemboikotan tadi, kita harus membuka peluang bagi mereka untuk membenahi diri dan kembali ke jalan yang lurus.

Ayat ke 104

 

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (104)

 

Artinya:

Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? (9: 104)

 

Menyusul perintah Allah dalam ayat sebelumnya tentang zakat, ayat di atas menyinggung bahwa, kendati Rasulullah Saw yang mengambil zakat kalian dan membagi-bagikannya kepada kaum fakir miskin, pada hakikatnya yang menerima zakat kalian adalah Allah Swt dan Rasulullah Saw hanya melakukan perintah Allah untuk mengumpulkan zakat kalian.

 

Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa sebelum sedekah atau zakat itu sampai ke tangan kaum fakir miskin, telah terlebih dahulu diterima oleh Allah Swt. Jelas bahwa barangsiapa yang menentang perintah Allah ini dan perintah-perintah-Nya yang lain, maka mereka harus bertaubat dan tidak ada satu pihakpun yang dapat mengabulkan taubat mereka kecuali Allah Swt.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam bertaubat kepada Allah, manusia tidak cukup dengan sekedar menyatakan penyesalan, akan tetapi harus dibarengi dengan bukti nyata penyesalan mereka dengan penebusan dosa dan melakukan mengintrospeksi diri.

2. Zakat bukanlah sejenis pajak dalam agama, karena yang menerima zakat adalah Allah yang sama sekali tidak memerlukan sesuatu apapun.

 

Ayat ke 105

 

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)

 

Artinya:

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (9: 105)

 

Ayat ini merupakan ancaman bagi para Munafikin dan penentang perintah Allah Swt bahwa, "Janganlah pernah kalian menyangka kalian dapat menyembunyikan seluruh perbuatan kalian dari pantauan Allah dan Rasul-Nya serta kaum Mukminin. Karena dalam waktu dekat perbuatan cela kalian akan terungkap, di dunia ini. Selain itu, pada Hari kiamat kelak kalian akan berurusan dengan Allah Swt yang mengetahui batin dan seluruh perbuatan yang kalian lakukan secara sembunyi-sembunyi.

 

Berdasarkan riwayat yang ada, pengetahuan Rasulullah terhadap amal perbuatan umatnya tidak terbatas pada masa hidup beliau saja, melainkan saat ini pun beliau tengah memantau amal perbuatan umatnya. Begitu pula dengan orang-orang mukmin, berikhlas, serta para wali Allah yang suci dan maksum juga memiliki kemampuan yang sama, bahkan setelah mereka meninggal, dengan izin Allah Swt, mereka dapat mengetahui amal perbuatan manusia.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Mengingat seluruh amal perbuatan kita senantiasa di awasi Allah Swt, langkah terbaik adalah menjauhkan diri dari dosa dan menjaga jiwa dan takwa kita.

2. Semakin banyak jumlah orang mengawasi amal perbuatan seseorang semakin besar pula rasa malunya, apalagi jika yang mengawas amal perbuatannya adalah Allah, Rasulullah dan para wali Allah.

 

Ayat ke 106

 

وَآَخَرُونَ مُرْجَوْنَ لِأَمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (106)

 

Artinya:

Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima taubat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (9: 106)

 

Setelah diketahui bersama berbagai kriteria sebagian kelompok orang-orang Munafik pada ayat-ayat sebelumnya, pada ayat ini kita akan membahas kriteria kelompok lain dari orang-orang Munafik. Dalam ayat tadi disebutkan bahwa, berbeda dengan mereka yang selalu mempertahankan kemunafikannya, dan mereka yang telah bertaubat dan menyesali perbuatannya, ada kelompok yang tidak enggan melakukan penyimpangan. Namun pada saat yang sama mereka juga enggan bertaubat. Nasib kelompok tersebut ada di tangan Allah Swt, apakah Allah akan menyiksa atau mengampuni mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Hanya Allah Swt yang berhak memberikan ganjaran atau pengampunan kepada para pendosa, dan tidak ada yang dapat mencampuri keputusan Allah.

2. Kemurkaan dan atau kasih sayang Allah berdasarkan pada ilmu dan hikmah Allah, dan sekali-kali bukan karena balas dendam atau mencari kepuasan.

 

Ayat ke 107

 

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107)

 

Artinya:

Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (9: 107)

 

Ayat ini menyinggung kisah masjid Dhirar, yang ringkasannya sebagai berikut, "Orang-orang Munafik dengan alasan membantu orang-orang yang tidak mampu dan sakit, mereka membangun masjid di depan masjid Quba. Masjid tersebut dibangun dengan maksud agar mereka bisa berkumpul dan mengubah masjid tersebut sebagai pangkalan mereka. Menjelang terjadinya perang Tabuk orang-orang Munafikin meminta Rasulullah Saw meresmikan masjid tersebut dengan shalat di dalamnya.

 

Akan tetapi Allah Swt menurunkan ayat-Nya yang berisi pemberitahuan untuk Rasulullah tentang niat busuk kaum Munafikin, bahwa masjid itu dibangun bukan untuk tujuan beribadah, akan tetapi untuk dijadikan sebagai pangkalan dalam melakukan konspirasi dan perpecahan di antara kaum Muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah memerintahkan para sahabat beliau untuk menghancurkan masjid tersebut, dan kemudian tempat itu dijadikan tempat pembuangan sampah.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang-orang Munafik dan musuh-musuh Islam menggunakan masjid dan sebagai tempat untuk menghancurkan agama Islam. Oleh karena itu kita harus mewaspadai seruan yang mengatasnamakan Islam.

2. Upaya penghancuran persatuan masyarakat Islam dan perpecahan dalam barisan kaum Muslimin, termasuk kekufuran kepada Allah, meskipun masjid sebagai faktor perpecahan tersebut.