کمالوندی
Lara Slack Razi: Memeluk Islam Merupakan Perjalanan dan Proses Selama 3 Tahun
Saya memeluk Islam pada 20 September 1991. Jika anda memberitahu saya lima tahun sebelum saya memeluk Islam bahwa saya akan memeluk Islam, saya tidak akan mempercayainya. Melihat kembali, petunjuk Allah demikian halus namun konsisten. Adalah sulit untuk saya merangkum faktor-faktor sebenarnyaapa yang menyebabkan saya memeluk agama Islam karena ia merupakan sebuah perjalanan, sebuah proses, yang memakan waktuselama tiga tahun. Tiga tahun tersebut demikian menggembirakan dan juga melelahkan.
Persepsi saya tentang diri dan dunia berubah secara dramatik. Sebagian kepercayaan divalidasi; manakala sebagian pula musnah tercerai-berai. Adakalanya saya bimbang bahwa saya akan kehilangan diri saya; dan adakalanya saya tahu bahwa jalan ini merupakan takdir saya dan memeluknya. Sepanjang tahun-tahun itu, satu aspek Islam menari hati saya. Perlahan-lahan, studi saya membawa saya kearah hari dimana saya mengucapkan syahadah.
Sebelum saya mengenal Islam, saya tahu bahwa saya mendambakan pengisian spiritual yang lebih dalam kehidupan saya. Tetapi, tidak ada yang dapat saya terima atau yang mudah didatangi oleh saya. Saya dibesarkan pada pokoknya sebagai humanis sekular. Moral begitu ditekankan, tetapi ia tidak pernah dikaitkan dengan segala bentukspiritual atau ilahi. Agama utama dinegara kami ialah Kristen, tampak begitu membebankan seseorang dengan rasa berdosa. Saya tidak begitu memahami agama-agama lain.
Saya berharap saya dapat mengatakan bahwa, merasakan kekosongan spiritual, saya mulaimencari dan mempelajari berbagai agama secara mendalam. Bagaimanapun saya begitu nyaman dengan kehidupan saya untuk melakukannya. Saya mempunyai keluarga yang begitu penyayang dan memberi dorongan. Saya mempunyai banyakteman yang menarik dan mendukung. Saya menikmati pelajaran dan studi saya di universitas dan saya sukses di sana. Malah, saya mendapat peluang untuk bertemu dengan berbagai Muslim yang mendorong saya untuk mempelajari Islam.
Sharif merupakan salah seorang Muslim pertama yang mendorongsaya. Dia adalah seorang lelaki tua yang bekerja dalam program tutorial yang baru saya masuk. Dia menjelaskan bahwa walaupun pekerjaannya tidak mendatangkan uang yang banyak, tetapi kenikmatan yang diperoleh dari mengajar para pelajar telah memberikan segala yang dia perlukan. Dia berkata dengan lembut dan jujur. Perilakunya lebih menarik hati saya dari kata-katanya, dan saya pikir, "Saya berharap saya punya semangat damai sepertinya ketika sampai pada usianya." Itu berlaku pada tahun 1987.
Semakin banyaksaya menemui Muslim, saya bukan saja kagum dengan kedamaian hati mereka, tetapi juga dengan kekokohan iman mereka. Jiwa lembut ini begitu bertentangan dengan imej kasar, dan sadisyang saya gambarkan. Kemudian saya bertemu dengan Imran, seorang rekan muslim saudara lelaki saya, yang kemudian saya sadari bahwa dia adalah orang ingin saya nikahi. Dia adalah seorang yang bijak, jujur, independen, dan tenang. Ketika kami mengambil keputusan untuk menikah, saya mulaiserius mempelajari Islam.
Awalnya, saya tidak berniat untuk memeluk agama Islam; saya hanya ingin memahami agama ini karena dia memberitahu saya bahwa dia ingin anak-anak kami dididik sebagai anak muslim. Jawaban saya,"Jika mereka juga akan menjadi sepertinya jujur, tenang dan baik, maka tidak ada masalah. Tetapi saya merasa bertanggung jawab untuk memahami Islam dengan lebih baik."
Menoleh ke belakang, saya menyadari bahwa saya tertarik dengan jiwa damai karena saya sendiri merasakan saya kekurangan dalam kedamaian jiwa dan keyakinan. Terdapat kekosongan dalam jiawa yang tidak terpenuhi hanya dengan keberhasilan akademik atau hubungan manusia. Bagaimanapun, pada ketika itu saya tidak menyatakan bahwa saya telah tertarik dengan Islam untuk diri saya. Hal itulebih kepada pencarian intelektual. Pandangan ini lebih sesuai dengan cara hidup saya yang akademis dan terkawal.
Saya memanggil diri saya feminis, bacaan awal saya terfokus padanya. Saya pikir Islam menindas perempuan. Dalam kursus studi wanita saya, saya membaca bahwa perempuan Muslim tidak dibenar meninggalkan rumah mereka dan dipaksa mengenakan penutup kepala. Maka saya memang memandang hijab sebagai alat yang digunakan oleh lelaki dari sebuah ekpresi kehormatan diri dan martabat.
Apa yang saya temui dalam pembacaan sangat mengejutkan saya. Islam bukan saja tidak menindas perempuan, tetapi sebenarnya membebaskan mereka, memberikan mereka hak pada abad ke enam yang hanya kita perolehi pada abad ini dinegara ini; hak untuk memiliki harta dan kekayaan serta menjaga nama mereka selepas pernikahan; hak untuk memberi suara; dan hak untuk perceraian.
Kesadaran tersebut bukan satu hal yang mudah…saya menolaknya. Tetapi senantiasa ada jawaban kepada persoalan saya. Mengapa poligami?
Ia hanya dibenarkan jika si lelaki bisa berlaku adil kepada keempat istri dan itupun tidak digalakkan. Bagaimanapun, ia dibenarkan pada detik-detik sejarah ketika mana kaum perempuan melebihi angka kaum lelaki, terutamanya ketika peperangan, supaya sebagian perempuan tidak terabai dalam menjalin hubungan dan anak-anak.
Lagi pula, hal itulebih baik dari hubungan luar nikah yang begitu banyak berlaku disini karena kaum perempuan mendapat hal legal untuk memelihara anak-anak mereka. Ini hanyalah satu soalan dari banyak persoalan, jawabannya pula memberikan bukti kepada saya bahwa wanita diberikan hak penuh sebagai individu dalam masyarakat.
Bagaimanapun, penemuan-penemuan ini tidak dapat menyembuhkan semua rasa takut saya. Tahun berikutnya merupakan tahun yang dipenuhi dengan gejolak emosional yang intens. Setelah menamatkan kursus-kursus saya untuk sarjana dalam bidang Studi Latin Amerika pada musim semi1989, saya memutuskan untuk menjadi pengajar pengganti selama setahun. Ini membenarkan saya untuk menghabiskan waktu mempelajari Islam. Banyak sekali perkara yang saya baca tentang Islam masuk akal.
Bagaimanapun, ia tidak masuk dalam persepsi saya tentang dunia. Saya sering menganggap bahwa agama sebagai penopang. Tetapi mungkinkah hal itubenar? Tidakkah agama menyebabkan penindasan dan peperangan di dunia ini? Bagaimana mungkin saya menikahiseorang lelaki yang menganut salah satu agama utama di dunia ini? Setiap minggu saya dipukul dengan sebuah kisah baru dalam berita, radio atau di surat kabar mengenai penindasan terhadap kaum wanita. Bisakah saya, seorang feminis, benar-benar ingin menikah?
Alis mata terangkat. Orang mengumpat saya dalam nada yang membimbangkan. Dalam masa beberapa bulan saja, dunia saya selama 24 tahun seakanterbalik. Saya tidak lagi merasakan perbedaan antara baik dan buruk. Apa yang hitam dan putih kini menjadi kelabu.
Tetapi ada sesuatu yang membuat saya terus hidup. Hal itulebih dari keinginan saya untuk menikahi Imran. Kapan saja saya bisa berhenti dari mempelajari Islam dan diterima kembali dalam lingkungan feminis, teman-teman sosialis dan ke dalam rangkulan kasih keluarga saya. Ketika orang-orang ini tidak pernah meninggalkan saya, mereka menghantui saya dengan pengaruh mereka. Saya bimbang dengan apa yang mereka katakan dan pikirkan, terutama saya senantiasa menilai diri saya lewat mata orang lain. Maka saya memencilkan diri saya. Saya hanya bercakap dengan keluarga dan teman-teman yang saya tahu tidak akan menilai saya. Dan saya membaca.
Hal ini semuabukanlah karena minat atau tidak minat mempelajari Islam. Ia merupakan perjuangan untuk identitas saya sendiri. Sehingga hari itu saya telah menghasilkan banyak makalah yang sukses. Saya tahu bagaimana untuk melakukan penelitian dan mendukung sebuah tesis. Tetapi karakter saya tidak pernah berada dalam masalah. Untuk pertama kali, saya menyadari bahwa saya senantiasa menulis untuk mendapat kesenangan orang lain. Kini, saya sedang mempelajari untuk diri saya. Tentu saja hal inimenakutkan. Walaupun saya tahu rekan-rekan dan keluarga menyayangi saya, mereka tidak dapat memberikan jawaban kepada saya. Saya tidak lagi ingin bersandar kepada mereka untuk mendapatkan dukungan mereka.
Imran senantiasa berada disana untuk memberikan jawaban kepada pertanyaan saya. Walaupun saya kagum dengan kesabaran dan keimanannya yang menjadi terbaik, saya tidak ingin keterlaluan bergantung kepadanya dengannya rasa takut bahwa apa yang saya lakukan adalah untuk orang ini dan bukan untuk diri saya. Saya merasakan saya tidak punya apa-apa dan tidak ada tempat untuk bersandar. Sendirian, ketakutan dan dipenuhi dengan rasa keraguan diri, saya terus membaca.
Setelah merasa puas dengan rasa ingin tahu saya dan terkejut dengan hasilnya, saya mulaimembaca tentang kehidupan Nabi Muhammad Saw dan membaca Quran. Ketika membaca tentang Nabi MuhammadSaw, saya mulaimempersoalkan kepercayaan saya bahwa dia hanyalah seorang pemimpin yang luar biasa. Kejujurannya sebelum turunnya wahyu, kebaikannya, kebijaksanaanya, pandangan luasnya terhadap masa sekarang dan masa depannya menyebabkan saya mempersoalkan premis awal saya.
Ketekunannya dalam berhadapan dengan tantangandan kemudian kerendahan hatinya berhadapandengan sukses yang gemilang tampak melewati manusia biasa. Malah dipuncak keberhasilannya ketika mana beliau bisa mendapatkan harta yang banyak, dia menolak untuk mendapatkan lebih dari sahabatnya yang termiskin dalam Islam.
Perlahan-lahan saya semakin mendalami Quran. Saya bertanya,"Bisakah seorang manusia bisa demikian bijaksana, melampauibuku?" Lagi pula, ada bagian yang dimaksudkan untuk membimbing Rasulullah sendiri, dan menegurnya. Saya memikirkan mungkinkah Rasulullah menegur dirinya sendiri. Semakin saya memperlajari Quran, aktivitas intelektual saya semakin berkurangan, dan ia lebih merupakan perjuangan pribadi. Ada hari-hari dimana saya akan menolak setiap kata dan mengutuknya, menolak kebenarannya. Tetapi tiba-tiba saya akan bertemu dengan ayat yang menegur saya.
Kali pertama berlaku ketika saya sedang mengalami gejolak terdalamyang banyak dan keraguan dan saya baca beberapa ayat diakhir surat kedua," Allah tidak membebani seseorang dengan kesanggupannya."(Quran 2:286).
Walaupun ketika itu saya tidak menyatakan bahwa saya telah mempercayai Allah, ketika membaca kata-kata ini, seolah-olah beban terangkat dari hati saya.
Saya masih saja mempunyai banyak kebimbangan ketika mempelajari Islam. Adakah saya akan masih akrab dengan keluarga saya jika saya menjadi Muslim? Adakah saya akan berakhir dalam sebuah pernikahanyang melakukan penindasan? Adakah saya masih punya pikiran terbuka? Saya mempercayai sekular humanisme sebagai pendekatan kehidupan yang paling terbuka. Perlahan-lahan saya mulaimenyadari bahwa sekular humanisme adalah sebuah ideologi, sebuah dogma, sama seperti Islam. Saya menyadari bahwa setiap orang mempunyai ideologi mereka dan saya juga melakukan yang sama.
Saya menyadari bahwa saya harus mempercayai intelek saya sendiri dan membuat keputusan sendiri bahwa saya tidak harus ragu-ragu dengan reaksi negatif teman-teman saya yang berpikiran terbuka dan progresif. Pada masa inilah saya mulai menyimpan lebih untuk diri saya, saya menjadi lebih bebas secara intelektual dari masa-masa lalu saya.
Dua setengah tahun kemudian, saya selesai membaca Quran, saya amat kagum dengan penjelasan tentang alam dan yakin dengan kebijaksanaannya. Saya juga telah mempelajari kehidupan Nabi Muhammad Saw yang luar biasa; saya puas dengan pengakuan Islam bahwa wanita dan lelaki itu berbeda tetapi setara; dan saya juga mendapati bahwa Islam memberikan kesamaan yang benar bukan saja kepada lelaki dan perempuan, tetapi kepada semua bangsa dan kelas sosial, dinilai hanya dengan ketakwaan seseorang.
Dan saya menemukan percaya diri dalam diri saya dan keputusan saya. Ketika itulah saya sampai kepada persoalan kritikan; adakah saya mempercayai keesaan Tuhan? Ini merupakan pokok menjadi Muslim. Setelah mengisi rasa ingin tahu dengan peraturan dan sejarah kemunculan Islam, saya akhirnya sampai kepada persoalan kritikal, jati diri menjadi seorang Muslim. Seolah-olahnya saya telah berkata terbalik:
Memulai dengan detil sebelum tiba kepada persoalan spiritual. Saya terpaksa mengharungi bagian teknisnya dan merasa puas dengan bagian akademik saya sebelum saya bisa akhirnya menemukan persoalan spiritual. Bisakah saya menaruh kepercayaan saya kepada zat yang lebih agung? Bisakah saya melepaskan pendekatan sekular humanis saya?
Dua kali saya memutuskan untuk mengungkapkan syahadah dan kemudian saya mengubah pikiran keesokan harinya. Satu hari, saya malah sujud kelantai, seperti mana yang saya lihat Muslim melakukannya, dan meminta bimbingan. Saya merasakan kedamaian dalam kedudukan tersebut. Mungkin pada ketika itu saya telah menjadi Muslim, tetapi ketika saya bangun, saya tidak bersedia untuk mengucapkan syahadah.
Selepas detik-detik itu beberapa minggu berlalu. Saya memulaikerja baru saya: mengajar disebuah sekolah tinggi. Hari-hari berlalu dengan cepat, sibuk dengan mengajar, disiplin dan kertas-kertas yang harus diberesi. Semakin hari-hari saya berjalan pantas, terlintas dihati saya, saya tidak ingin meninggalkan dunia ini tanpa sempat mengucapkan keimanan saya pada Allah.
Secara intelektual, saya paham bahwa bukti-bukti hari ini dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw dan didalam Quran tidak bisa ditolak. Dan pada masa tersebut, saya sudah bersedia untuk menerima Islam. Saya telah menghabiskan kehidupan saya mencari kebenaran dimana hati bisa sejalan dengan akal, aksi dengan pikiran, intelek dengan emosi. Saya menemukan realita tersebut dalam Islam. Dengan realita itu datanglah percaya diri dan kebebasan intelektual.
Beberapa hari selepas itu, saya mengucapkan syahadah, saya menulis dalam makalah saya bahwa akhirnya menemukan Islam dan validasi pikiran dan intuisi saya. Dengan mengakui dan menerima Allah, saya telah menemukan pintu spiritual dan kebebasan intelektual.
Michael Yip: Saya Begitu Naif Tentang Agama Sampai Bertemu Muhammad
23 Juni 1996. Saya dikenalkan dengan Islam pada tahun 1995 oleh seorang warga Mesir yang datang ke New Zealand pada tahun sebelumnya. Dia ditempatkan di kelas kimia saya. Saya tidak punya agama sebelum ini, meskipun saya sebenarnyaseorang Kristen yang tidak mengamalkan ajarannya.Karena saya pernah mengikuti kelas hari minggu ketika saya masih muda, (tetapi sebenarnya saya belajar Bahasa Cina, bahasa saya dari belajar agama).
Malah, sebenarnya saya tidak begitu berminat dengan apa yang diajarkan kepada saya, tapi pada saat yang sama saya tidak pernah menolak keberadaan Tuhan.
Latar belakang saya tentang agama membuat saya tidak banyak tahu kecuali Kristen dan Budha. Kedua orang tua saya adalah penganut Budha, tetapi pengetahuan saya tentang Budha adalah lemah sehingga saya tidak begitu tahu tentang nama sebenarnya agama mereka sehinggaagak menjadi jelas beberapa tahun lalu. Saya begitu naif tentang agama sehingga saya bertemu dengan rekan sekelas saya, Muhammad.
Pada minggu-minggu pertama, seorang rekan sekelas saya sering mencandai Muhammad berkaitan agamanya, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan sebagainya. Saya menjadi tertarik pada sebagian hal yang disarankan oleh rekan sekelas saya ini, James. Saya kemudian mengadakan perbincangan dengan Muhammad tentang agama yang disebut Islam, dan kami segera menjadi teman baik.
Saya meminta kepadanya untuk melihat Quran tetapi tidak punya waktu untuk membacanya.Karena ketika itu masa yang sibuk di sekolah. Semuanya berlalu sehingga kerja agak ringan, saya bertemu dengan ayah teman saya, yang merupakan imam lokal kami. Dia berbicara dengan saya tentang Islam agak panjang lebar, dan menanamkan benih dimana dalam beberapa bulan kemudian, dengan rahmat dari Allah, tumbuh menjadi seorang Muslim yang kokoh, alhamdulillah.
Saya mengucapkan syahadah pada bulan November 1995, saya sering ditanya mengapa saya memeluk Islam. Pertanyaan itu tampak logis dan mudah, tetapi sebenarnya, saya masih mendapati bahwa itu merupakan pertanyaan yang paling sulit untuk dijawab, walaupun saya telah ditanyakan banyak kali.
Saya melihat banyak hal dalam Islam yang saya sukai. Termasuk ikatan kokoh persaudaraan dalam Islam, cara mereka saling melindungi dan logika Islam. Logis mengapa muslimah mengenak jilbab untuk mencegah apa yang haram.Logis melarang minum alkohol yang hanya membawa kerusakan kepada kehidupan kita, dan banyak lagi kelogisan dalam Islam yang dapat ditemui dalam berbagai bidang kehidupan kita.
Saya diberitahu banyak orang yang memeluk Islam bahwa mereka merasakan adanya kesesuaian denganagama ini. Justru itu jugayang saya temui. Datang dari sebuah negeri seperti New Zealand, saya telah menghabiskan hampir keseluruhan hidup saya di sini. Langka untuk mencari satu orang untuk mengamalkan agama mereka seperti saya.
Alhamdulillah, saya telah berniat bahwa saya tidak akan minum alkohol dalam kehidupan saya, dan tidak pernah.Saya berniat untuk tidak akan berzina, walaupun orang disekitar saya di sekolah melakukannya atau merencanakan untuk melakukannya. Alhamdulillah, Allah telah mengaruniakan saya dari awal, dan saya merasakan bahwa Islam merupakan langkah pasti untuk saya ambil dalam kehidupan saya.
Saya memutuskan pada bulan November 1995, dengan dorongan muslim dan muslimah di internet, mengucapkan syahadah sebagai langkah pertama dalam Islam, dan mengambil langkah seterusnya untuk belajar lebih banyak tentang Islam, lagi pula kita semua memang dalam keadaan sedang belajar tentang Islam. Sejak itu saya berkembang perlahan tetapi pasti, mempelajari beberapa surat dari Quran ketika masa sibuk sekolah.
Allah mengaruniakan saya dengan keputusan yang baik tahun lalu, Alhamdulillah, dan kini saya ingin mengucapkan syukur kepada Allah karena memberikan waktu lebih untuk saya mempelajari Quran dan tentang Islam tahun ini, sementara saya berusaha untuk mendapat gelar dokter medikal.
Semoga Allah memberikan saya kekuatan insyaAllah untuk masuk sekolah Medik tahun depan. Semoga Allah membantu kita semua untuk mempelajari lebih banyak tentang Islam, dan semoga kita bisa mengambil jalan hidup yang benar, dan mengikuti jalan yang benar dan lurus iaitu Islam. Ameen.
Noora Alsamman: Ibu Melarang Saya Pakai Jilbab dan Minta Saya Pakai Celana Pendek!
Nama saya Noora Alsamman. Saya memeluk agama Islam ketika berusia 15 tahun. Ibu saya berasal dari Suriah (dari keluarga Haleb) lahir di Detroit dan ayah saya warga Amerika keturunan polish/slovak. Saya juga lahir di Detroit, Michigan. Nenek saya adalah seorang Maronite dan kedua orang tua saya adalah penganut Katolik. Ketika saya berusia 15 tahun saya ingin menjadi seorang pendeta. Saya berada dalam kelas Sejarah Dunia di sekolah tinggi dimana kami belajar semua agama dunia. Ketika kami tiba kepada agama Islam, saya menjadi begitu minat dan ada seorang pelajar lelaki dari Mesir di kelas kami yang sering memperbaiki kesalahan guru saat ia melakukan kesalahan. Saya pikir, betapa hebatnya iman pelajar ini karena dia bisa memperbaiki kesalahan sang guru.
Satu hari saya bertanya kepadanya apakah perbedaan antara Katolik dan Islam. Dia mengatakan bahwa kedua agama tidak punya banyak perbedaan. Saya tidak puas dengan jawabannya.Saya bertanya juga kepada ibu saya dan meminta sebuah Quran dalam bahasa Inggris. Dia memberikan satu dan ketika saya mulai membacanya, saya tidak dapat melepaskannya lagi. Saya meneruskan pembacaan dan saya mengetahui bahwa Quran itu memang dari Tuhan. Anda akan mengetahuinya bahwa manusia tidak mungkin dapat menulisnya. Saya sebagai seorang yang mengapresiasi puisi, jatuh cinta kepada Quran. Saya mendapatinya amat menakjubkan.
Maka saya menjadi muslimah dalam hati saya. Di sinilah bermulanya segala kesulitan.
Saya mulai menunaikan shalat dan berpuasa dan lain-lain. Kedua orang tua saya, terutamanya ibu mulai membuat kesulitan besar bagi saya. Sebagai seorang yang masih muda, saya pikir mereka akan mencintai Islam sama seperti saya, tetapi bagi mereka itu hal yang amat berbeda. Mereka akan mengambil kerudung saya, sajadah saya, Quran saya dan segala bahan bacaan berkaitan Islam milik saya. Ayah saya akan melakukan pencarian setiap hari di kamar saya. Saya terpaksa menyembunyikan kerudung saya dalam lemari. Ibu saya melarang saya berkawan dengan Muslim dan dia akan menelepon kedua orang tua teman saya dan memberitahu mereka untuk berhenti dari bercerita tentang Islam kepada saya. Dia mengatakan bahwa mereka telah membuat saya menjadi bingung.
Kedua orang tua saya memaksa saya ke gereja dan saya akan duduk sambil memikirkan bahwa betapa orang-orang ini berada dalam kesesatan dan sang pendeta melakukan pembohongan dan membaca Injil hanya karena ingin orang mendengarnya. Kemudian dia memanipulasi maksudnya. Satu hari ibu saya menyusun pertemuan salah seorang pendeta dengan saya. Saya menyatakan bahwa saya mencintai Islam dan mengapa anda pikir agama indah itu buruk? Dia mengatakan ini dan itu serta mengutip kata-kata dari Injil. Malah dia turut memberitahu saya bahwa dia bermimpi dia pergi kesatu negara Muslim dan mengenai Jilbab di padang pasir. Semua ini adalah dari setan. Lelaki ini tampak seolah-olah dia punya setan dalam dirinya ketika dia mengatakan hal ini! Saya tidak pernah dapat melupakan wajahnya. Saya memohon Allah Swt memberikan bimbingan kepada saya.
Ibu saya sengaja memasakkan daging babi untuk saya dan mengatakan bahwa itu daging lembu, tetapi saya melakukan pemeriksaan terhadap pembungkusnya dan mendapati bahwa itu adalah daging babi. Ayah saya, yang kedua orang tuanya merupakan keturunan polish/slovak meminta saya memilih Katolik atau keluar rumah. Saya terpaksa menyembunyikan Quran di dalam kotak AC supaya mereka tidak melemparkannya ke tong sampah. Mereka mengambil kunci dari pintu saya sehingga saya kesulitan untuk menunaikan shalat. Mereka akan mengejek-ejek saya saat saya melakukan shalat. Saya belajar menunaikan shalat dalam bahasa Arab sendiri dengan buku shalat saya.
Saya tidak dapat menjelaskan betapa lukanya hati saya ketika ibu bapa saya bersikap sedemikian kepada saya dan Islam. Saya mula berdakwah kepada adik perempuan saya yang 11 tahun lebih muda dari saya. Kedua orang tua saya memerintah saya untuk berhenti dan saya terpaksa meninggal adik saya. Saya sempat memberitahu adik saya banyak hal, kini dia mulai menanyakan mengapa Katolik tidak terus saja berdoa kepada Tuhan. Dan banyak lagi perkara yang meragukan dalam Kristen yang dipertanyakan. Subhanallah. Saya mengatakan dan berdoa semoga ketika saya berusia lebih dewasa saya akan dapat mengamalkan Islam sepenuhnya. Saya terpaksa berhenti shalat untuk sementara. Saya tidak punya siapapun yang memberikan dukungan kepada saya atau memberikan saya bimbingan kecuali kedua orang tua teman saya yang menasihati saya untuk mendengar kata-kata orang tua saya.
Teman muslim saya tidak dapat memahami apa yang saya lalui dan mereka belum begitu dewasa atau berpengetahuan untuk mengajar saya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Satu hari ketika itu saya berada di kolej, saya menelepon seorang perempuan yang telah memberikan saya sebuah Quran karena saya mendengar ada sebuah masjid yang sudah dibina berdekatan lokasinya dari tempat kami tinggal. Karena sebelum ini masjid terdekat kira-kira 45menit hingga sejam jauhnya. Dia mengatakan bahwa mereka sedang makan malam. Sayapun pergi dan ketika saya mendengar suara azanberkumandang, saya menjadi begitu gembira dan menangis. Saya diberi tahu bahwa anda harus melakukan syahadah secara umum. Saya membuat keputusan untuk melakukannya, ketika itu bulan Ramadhan. Saya akan membuat komitmen untuk beristiqamah dan tidak lagi menghiraukan kedua orang tua saya atau siapapun. Saya kira saya bisa mengambil contoh Nabi Yunus as yang berada dalam perut paus. Saya begitu tegar. Saya berhenti dari perilaku buruk dan meninggalkan perusahaan saya. Saya berteman dengan muslim.
Saya mulai mengenakan jilbab dan orang tua saya melarang saya keluar karena mengenakan jilbab. Saya melanggar larangan mereka atau saya tidak keluar dari rumah. Atau ada kalanya saya mengenakan jilbab dalam mobil saya supaya mereka tidak melihat saya mengenakan jilbab karena ibu saya akan menyebut bahwa Islam memerintah anak untuk mematuhi orang tuanya. Maka saya harus mendengar kata mereka. Dia melarang saya mengenakan jilbab sebaliknya meminta saya mengenakan celana pendek dan lebih bergaya. Ada sekali ibu saya menarik kerudung saya agar teman adik saya tidak melihat saya. Untuk mempertahankan diri, saya memukul ibu saya. Dia mengatakan bahwa saya adalah seorang yang tamak karena mengenakan jilbab dan memalukan adik serta seluruh anggota keluarga. Dia tidak ingin orang lain melihat dia bersama saya di publik di kota tempat kami tinggal.
Nenek saya juga akan melarang saya menunaikan shalat. Dia marah saya tidak mendengar kata-katanya. Dia menyebut bahwa saya kelihatan seperti perempuan tua karena mengenakan abaya dan jilbab. Malah ada sekali dia menyebutkan bahwa dia tidak percaya dengan Nabi Isa as lahir secara mukjizat. Mereka akan menghina dan mentertawakan saya ketika mendengar saya membaca Quran.
Kakek saya tidak mau berbicara dengan saya. Ibu saya menyebut saya akan ke neraka dan demikian juga nenek saya. Ibu saya malah pernah membawa saya bertemu pakar jiwa ketika saya masih muda. Kebetulan dia adalah seorang Yahudi. Ibu saya menjelaskan kepadanya bahwa saya telah memeluk agama Islam. Dia memberikan saya obat psychotic. Saya melemparkannya ke tong sampah. Saya tidak lagi dapat menyambung pelajaran saya. Saya ingin melanjutkan pelajaran dalam bidang Islam. Saya mulai mencari jalan untuk menikah. Alhamdulillah saya bertemu dengan seorang muslim dari Damaskus, Suriah. Kami menikah dan pindah dari Atlanta ke Houston. Setahun kemudian, kami mendapat seorang anak lelaki bernama Yusuf.
Baru-baru ini saya bertemu dengan seorang perempuan asal Yordania. Dia telah memeluk agama Islam dan terpaksa melalui jalan sulit seperti saya. Saya turut mendengar kisah menarik orang lain memeluk agama Islam seperti seorang Yahudi dari New York yang pindah ke Jerusalem. Tidak saja dia memeluk agama Islam, istrinya seorang Yahudi Maroko juga memeluk Islam. Dia pindah ke bagian Muslim tinggal dan belajar bahasa Arab. Masya Allah wal hamdulillah. Saya bersyukur karena Allah telah memberikan saya hidayah.
Pernahkah anda bertanya seandainya Jesus itu Tuhan mengapa dia menunaikan shalat pada dirinya sendiri? Tidakkah anda terpikir bahwa Quran merupakan satu-satunya buku di dunia ini yang dihafal oleh jutaan orang dalam bahasa Arab, sedang sebagian tidakpun mengetahui bahasa tersebut? Quran menantang setiap insan untuk mencari satu kontradiksi di dalamnya atau kekuranganya dan bisakah manusia melahirkan sebuah buku seperti al-Quran?
Keutamaan Batu Mulia Menurut Maksumin: Ruby dan Safir
1- Tercatatnya Kebaikan dalam Catatan Amal Manusia
Imam Ja'far As-Shadiq as berkata, "Mustahab memakai cincin Ruby." (Rujuk kitab Al-Kaafi 6/471, Wasail 5/92)
2- Menjauhkan Kemiskinan
Imam Ali Al-Ridho as mengutip riwayat dari kakeknyaImam Ja'far As-Shadiq as berkata, "Pakailah cincin Ruby, sesungguhnya memakai cincin Ruby menjauhkan kemiskinan dan menghilangkannya." (Rujuk kitab Al-Kaafi 6/471, Wasail 5/93)
Rasulullah Saw kepada seorang sahabatnya bersabda, "Pakailah cincin Safir kuning sehingga kau tidak menjadi miskin." (Rujuk kitab Makarim Al-Akhlak halaman 89)
3- Menghilangkan Kegelisahan
Imam Ali Al-Ridho as berkata, "Pakailah cincin Ruby karena menghilangkan kegelisahan." (Rujuk kitab Hiliyatul Muttaqin halaman 18)
4- Kewibawaan dan Kemulian
Imam Ali as memiliki empat cincin yang salah satunya adalah dengan batu Ruby dan itu dipakai untuk kewibawaan dan kemuliaan. (Rujuk kitab Ilal Al-Syara'i 1/157, Wasail 5/98, Biharul Anwar 42/62-68)* (IRIB Indonesia/MZ)
(Keterangan: dalam bahasa Arab, batu Ruby dan Safir keduanya disebut dengan Yaaqut, akan tetapi umumnya kata Yaaqut digunakan untuk batu dari jenis corondum yang berwarna merah atau Ruby. Jika yang dimaksud adalah Safir, maka setelah kata Yaaqut akan disebutkan warna spesifik seperti Yaaqut kuning yang berarti Safir kuning.)
*Sumber buku Sangha va Khavase Ejab Anggiz halaman 99
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Taubat
Taubat
1. Imam Baqir as berkata, "Orang yang bertaubat dari dosa-dosanya sama seperti orang yang tidak punya dosa."[1]
2. Imam Shadiq as berkata, "Sesungguhnya Allah Swt gembira dengan taubat hamba-Nya yang mukmin, bila ia benar-benar bertaubat. Sebagaimana seorang dari kalian gembira akan kesesatannya, ketika kalian menemukannya dalam kondisi itu."[2]
3. Imam Shadiq as berkata, "Sesungguhnya Allah Swt mencintai hamba yang terjatuh dalam fitnah atau dosa lalu ia banyak bertaubat. Tapi bila ia tidak berbuat dosa, maka itu akan lebih baik dari ia berbuat dosa lalu bertaubat."[3]
4. Abu as-Shabah al-Kanani mengatakan, "Saya bertanya kepada Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt, ‘Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang semurni-murninya)..." Beliau menjawab, ‘Yakni, seorang hamba bertaubat dari dosa yang dilakukannya dan tidak mengulanginya lagi."[4]
5. Imam Baqir as atau Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt, "Orang-orang yang telah sampai kepadanya mau'izhah dari Tuhannya, lalu terus berhenti, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah...' mengatakan, ‘Al-Mau'izhah dalam ayat ini bermakna taubat."[5]
6. Imam Baqir as berkata, "Ketika nyawa telah sampai di sini, beliau menunjuk lehernya, maka tidak ada taubat bagi orang alim, sementara masih ada waktu taubat bagi orang jahil."[6]
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Hadis-Hadis Pilihan: Doa Empat Orang yang Pasti Terkabul
وَ عَنْهُ (عَلِى ابن اَبِى طَالِبْ ع) قإل رَسُوْل اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَ اَلِهِ وَ سَلّم فِى وَصِيَّتِهِ لَهُ يَا عَلِىُّ (ع) اَرْبَعَةٌ لاَ تُرَدُّ لَهُمْ دَعوةٌ اِمَامٌ عَادِلٌ وَ وَالِدٌ لِوَلَدِهِ وَ الرَّجُلُ لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ الغَيْبِ وَ المَظْلوْمُ يَقُوْلُ اَللّهُ عَزَّوَجَلَّ وَ عِزَّتِي وَ جَلاَلِي لاَنْتَصِرَنَّكَ لَكَ وَلَوْ بَعْدَ حِيْنٍ
Diriwayatkan dari Imam Ali as; Rasulullah Saw menyebutkan dalam wasiat beliau kepada Amirul Mukminin: "Wahai Ali ada empat orang yang doa mereka tidak mungkin ditolak, doa seorang imam yang adil, dan doa orang tua kepada anaknya, doa seseorang untuk saudaranya (saudara seagama) tanpa sepengetahuan saudaranya dan doa orang yang terzalimi ketika dia mengucapkan Allah azza wa jalla dan menyebut kemuliaan-Ku dan kebesaran-Ku yang akan membalaskan dendamku kepadamu, meski tidak langsung (tidak saat itu juga terbalaskan).*
* Al-Mawaidz Al-Adadiyah hal113
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Tauhid
Tauhid
1. Zurarah mengatakan, "Saya bertanya kepada Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt, ‘fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu?' Beliau menjawab, ‘Allah Swt menciptakan semua makhluk berdasarkan tauhid."[1]
2. Rasulullah Saw bersabda, "Setiap anak dilahirkan berdasarkan fitrah. Yakni, anak itu mengenal Allah Swt sebagai penciptanya. Sebagaimana firman Allah Swt, ‘Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?' Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah."[2]
Tawakal
1. Imam Shadiq as berkata, "Kecukupan dan kemuliaan senantiasa mencari dan ketika menemukan tempat tawakal, mereka akan tinggal di sana."[3]
2. Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang meminta perlindungan kepada Allah, maka Allah akan memberinya perlindungan."
Di bagian lain beliau berkata, "Barangsiapa yang memberi tawakal, berarti ia telah memberi kecukupan."[4]
3. Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt berfirman, ‘Setiap hamba-Ku yang meminta perlindungan kepadaku tanpa memandang satupun dari makhluk-Ku dan Aku mengetahui dari niatnya, niscaya Aku akan mencarikan jalan keluar baginya, sekalipun langit dan bumi serta seisinya hendak menipunya."[5]
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Rahbar Memuji Kinerja Pemerintah Nouri Al-Maliki
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei memuji kinerja pemerintah Irak, dan menekankan bahwa masih banyak yang harus dilakukan di dalam negeri.
"Upaya yang Anda lakukan untuk negara saat ini sungguh tidak ternilai. Tentu saja, Irak memiliki jauh lebih banyak tuntutan [yang harus dipenuhi]." Kata Rahbar dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Irak Nouri Al-Maliki, Kamis (5/12).
Menggarisbawahi pentingnya meningkatkan hubungan politik dan ekonomi antara Iran dan Irak, Rahbar menekankan bahwa Tehran dan Baghdad dapat menjalin kerjasama bekerja sama erat di berbagai bidang, dan bahwa tidak ada batasan untuk meningkatkan hubungan timbal balik serta kerjasama regional.
Ayatullah Khamenei menyinggung perkembangan ilmiah signifikan Iran dalam beberapa tahun terakhir, dan menambahkan bahwa salah satu bidang kerjasama yang saling menguntungkan bagi Iran adalah untuk berbagi pengalaman ilmiah dengan Irak.
Rahbar juga memuji kinerja Presiden Irak Jalal Talabani, yang menderita masalah kesehatan baru-baru ini, dan menilainya sebagai teman yang baik dan tulus bagi Iran serta mendoakan segera pulih.
Di lain piha, Perdana Menteri Irak Nouri Al-Maliki juga berterima kasih kepada pemerintah Iran dan berharap perundingan dan kesepakatan yang dicapai selama kunjungannya ke Tehran saat ini akan memperluas hubungan kedua negara di berbagai bidang.
Perdana Menteri Maliki tiba di Tehran pada hari Rabu (4/12) dan menurut rencana akan bertemu dengan para pejabat Iran, termasuk Presiden Hassan Rouhani dan Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif.
Rahbar Memperingatkan Bahaya Serangan Budaya
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyerukan tindakan bijaksana terhadap serangan budaya, dan memperingatkan bahwa video game dan mainan yang diimpor mempromosikan gaya hidup Barat di Iran.
"Masalah itu (invasi budaya) harus ditangani melalui upaya-upaya kreatif, dan untuk itu, Lembaga Penyiaran Republik Islam Iran (IRIB) dan Kementerian Kebudayaan dan Bimbingan Islam memikul tanggung jawab yang sangat berat," kata Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan anggota Dewan Tinggi Revolusi Budaya di Tehran pada hari Selasa (10/12).
Rahbar mendesak Kementerian Kebudayaan dan Bimbingan Islam untuk fokus memproduksi buku dan film yang menarik, merancang video game yang bermanfaat dan mengembangkan mainan yang kreatif dan bernilai.
Ayatullah Khamenei menyatakan bahwa video game dan mainan yang diimpor dari luar negeri mempengaruhi remaja dan anak-anak Iran dengan mempromosikan gaya hidup dan perilaku Barat.
Menurut Rahbar, setidaknya ratusan dari media di seluruh dunia secara khusus berusaha untuk mempengaruhi pola pikir dan perilaku bangsa Iran.
Pada kesempatan itu, Ayatullah Khamenei menyerukan perencanaan yang akurat untuk mengelola kegiatan budaya, termasuk budaya masyarakat, budaya para elit dan akademisi.
"Pemerintah harus memantau dan membimbing masalah budaya," tegas Rahbar dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Presiden Hassan Rohani.
Sikap Amerika dan Nasib Kesepakatan Nuklir Jenewa
Perundingan nuklir Iran dan Kelompok 5+1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Jerman) pada 24 November 2013 yang menghasilkan kesepakatan Jenewa, saat ini memasuki fase yang lebih sensitif. Faktor penentu keberhasilan fase ini adalah penetapan kerangka pelaksanaan isi kesepakatan dalam format politik bertahap dan seimbang.
Menindaklanjuti kesepakatan ini, pekan lalu digelar perundingan tingkat ahli di Wina, akan tetapi setelah berlangsung selama empat hari delegasi Iran meninggalkan meja perundingan dan kembali ke Tehran. Delegasi Iran mengaku, ini karena lambatnya proses perundingan dan dilakukan untuk membahas kebijakan serta langkah terbaru yang dilakukan Amerika Serikat.
Kementerian Keuangan Amerika, Kamis pekan lalu menambahkan 19 nama pelaku bisnis dan perusahaan Iran juga asing ke dalam daftar sanksi anti-Iran. Disahkannya sanksi-sanksi baru atas Iran dengan alasan dan justifikasi apapun adalah pengingkaran Amerika terhadap janji-janjinya. Ketidakstabilan ini akan mempersulit perundingan dan pencapaian hasil yang diharapkan.
Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, Ahad (15/12) di laman Facebooknya menyinggung reaksi Iran atas sanksi-sanksi baru Amerika dan mengatakan, "Republik Islam Iran menindaklanjuti dengan serius perundingan Jenewa, akan tetapi dalam menghadapi langkah-langkah tidak tepat dan tidak konstruktif, Tehran akan menunjukkan reaksi yang sesuai."
Penegasan Menlu Iran ini berarti bahwa kesepakatan nuklir Jenewa tetap terjaga dan negosiasi soal pelaksanaannya terus berlanjut. Pada kenyataannya, dengan langkah-langkah mengganggu dan provokatif, Kongres Amerika tengah berupaya menghalangi terlaksananya kesepakatan ini.
Namun di sisi lain pemerintah Amerika dan anggota Kelompok 5+1 yang lain menegaskan pelaksanaan kesepakatan tersebut. Oleh karena itu Kementerian Luar Negeri Amerika kembali menegaskan berlanjutnya perundingan dengan Iran. John Kerry, Menlu Amerika menjelaskan bahwa Washington ingin agar perundingan dengan Iran dilanjutkan.
Kesepakatan Jenewa yang membolehkan Iran melanjutkan pengayaan uraniumnya, membuka peluang tercapainya sebuah kesepakatan komprehensif untuk menyelesaikan pertentangan Barat dan Iran terkait nuklir Tehran yang sudah berlangsung satu dekade. Kesepakatan ini berhasil dicapai sekalipun Kongres Amerika sejak kurang lebih dua tahun lalu berada di bawah tekanan lobi-lobi Zionis. Tekanan dalam bentuk sanksi yang menurut mereka dapat mematikan dan mengucilkan Iran dari pergaulan regional dan internasional, namun gagal.
Sanksi-sanksi sepihak Amerika mendapat penentangan serius dari negara-negara Uni Eropa, Rusia dan Cina. Kunjungan delegasi Parlemen Uni Eropa ke Iran juga dilakukan tidak lama setelah tercapainya kesepakatan Jenewa. Pertemuan delegasi Eropa dengan petinggi Iran menunjukkan adanya proses pembentukan iklim baru dalam hubungan dan perubahan pandangan negara-negara Eropa terhadap posisi Iran di tingkat regional dan internasional.
Jean-Louis Borloo, Ketua Partai Uni Demokrat dan Independen, Perancis memulai lawatan tiga harinya ke Tehran, Sabtu (14/12). Tujuan kunjungan ini, katanya adalah untuk memahami sistem unik demokrasi agama. Jean-Louis Borloo kepada surat kabar Perancis, Le Figaro mengatakan, "Banyak dibahas masalah terkait Iran. Rasa keingintahuan saya sebagai anggota parlemen mendorong saya untuk mengetahui apa yang terjadi di Iran."
Carl Bildt, Menlu Swedia, Sabtu (14/12) mengomentari kesepakatan nuklir Jenewa. Ia mengumumkan, "Tidak ada satu alasanpun bagi Uni Eropa untuk tidak mencabut sanksi-sanksi atas Iran pada bulan Januari." Rencananya Menlu-menlu Uni Eropa pekan depan akan menggelar dialog membahas usulan Catherine Ashton, Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa terkait pengurangan sanksi.
Apapun alasannya, harus diterima bahwa pada dasarnya negosiasi-negosiasi yang dilakukan, profesional dan rumit. Sampai sekarang masih banyak masalah terkait kesepakatan Iran dan Kelompok 5+1 yang belum terselesaikan dan harus ditangani. Karena tujuan final adalah dicapainya sebuah kesepakatan komprehensif.
Berdasarkan hal tersebut, tim juru runding nuklir Iran melangkah dalam kerangka memajukan politik "win-win solution" dengan menekankan tiga prinsip, kemuliaan, kebijaksanaan dan kemaslahatan di tengah sikap-sikap yang ingin merusak kesepakatan Jenewa.



























