کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Ali Imran Ayat 1-6
Surat Ali-Imran merupakan surah ketiga al-Quran. Surat ini terdiri dari 200 ayat yang diturunkan di Madinah dan bernama "Ali Imran" yang artinya "Keluarga Imran" yang diambil dari ayat 33 surat ini. Ayah Nabi Musa dan ayah Sayyidah Maryam, keduanya bernama Imran dan maksud dari keluarga Imran adalah keluarga Nabi Musa dan Nabi Isa. Tetapi dalam surat ini, yang diungkap adalah kisah kelahiran Sayyidah Maryam, ibadah-ibadahnya dan puteranya Nabi Isa dan keluarga Imran sebagai keluarga pilihan Tuhan yang mendapat penghormatan dan pujian.
Ayat Ke 1-2
Artinya:
Alif Lam Mim.
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri.
Mengenai Alif, lam, Mim, pada permulaan surat al-Baqarah, telah dibahas dalam surat al-Baqarah. Disebutkan di sana bahwa huruf-huruf ini yang datang pada permulaaan 29 surah al-Quran merupakan rahasia al-Quran antara Nabi dan Tuhan. Dan kemungkinan suatu petunjuk bahwa al-Quran adalah mukjizat ilahi yang tersusun dari huruf-huruf alif-ba yang diketahui semua orang, maka setiap orang ditantang untuk membuat kitab semacam al-Quran dari huruf alif ba, kalau mereka mampu.
Ayat selanjutnya menyinggung soal sifat-sifat Tuhan. Dia yang memiliki semua kesempurnaan dan suci dari semua aib dan kekurangan. Dia yang bukan hanya dalam zat, melainkan dalam sifat pun tidak ada yang menyerupainya. Sebelum ini, kita tidak ada dan setelah ini, kita akan tiada, tetapi Dia senantiasa ada dan akan terus ada. Oleh yang demikian, hanya Dia-lah yang layak dipuji dan disembah dan tak seorangpun dan sesuatu yang layak dijadikan sesembahan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dari pada tunduk di hadapan sesama manusia lantaran kekayaaan atau jabatan atau kekuasaaan, kita tunduk hanya kepada Allah.
2. Setiap orang memiliki kekurangan dan yang memiliki kesempurnaan pasti bersumber dari Dia.
3. Kesempurnaan mutlak hanya milik Allah semata.
Ayat Ke 3-4
Artinya:
Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.
sebelum (Al Quran), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).
Setelah Allah Swt menurunkan kitab samawi Taurat dan Injil kepada para penganutnya yang disebut dalam al-Quran sebagai Ahlul Kitab, Allah menurunkan juga al-Quran sebagai kitab paling sempurna. Ketika Allah menurunkan al-Quran, para Ahlul Kitab tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad Saw, Islam dan kitab yang diturunkan kepadanya, yaitu al-Quran. Mereka heran dan tidak bersedia beriman kepada Nabi Muhammad dan Islam.
Ayat ini diturunkan untuk menjawab keheranan mereka bahwa Allah Swt di sepanjang sejarah telah memilih para nabi dan menurunkan kitab dan syariat yang baru melalui sebagian mereka. Kitab-kitab samawi tersebut, masing-masing saling membenarkan karena semuanya datang dari satu Tuhan dan semuanya berdasarkan kebenaran dan kejujuran. Oleh karenya, tidak mengherankan, kalau Allah yang menurunkan Taurat dan Injil kepada Musa dan Isa, juga menurunkan al-Quran kepada Muhammad Saw. Jika kalian memang mencari kebenaran, maka kalian harus mengimani. Namun jika kalian mengingkari atau kufur, maka kalian akan ditimpa hukuman Tuhan di dunia dan akhirat dan tidak ada jalan untuk lari.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan dari kedatangan Rasul dan Nabi dan diturunkannnya kitab-kitab samawi adalah memberi petunjuk masyarakat dan menyatukan mereka berdasarkan kebenaran, bukannnya kitab itu sendiri menyebabkan pertikaiaan dan perselihan bagi mereka.
2. Pada waktu kita jatuh ke lembah kebingungan untuk mengenali kebenaran, maka kita harus kembali kepada al-Quran yang merupakan pemisah antara kebenaran dan kebatilan dan alat untuk mendeteksi mana yang benar dan mana yang salah atau batil.
Ayat Ke 5-6
Artinya:
Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.
Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Salah satu dari akar dosa adalah lupa mengingat Allah. Manusia lupa kalau dirinya sedang dilihat dan berada di dalam pengawasan Tuhan. Dan apapun yang didengar, dikatakan atau dilakukan, semuanya tidak tersembunyi di mata Allah. Bukan hanya amal perbuatan manusia, melainkan apa yang ada di bumi dan langit dari berbagai makhluk, semuanya di sisi Allah terang dan diketahui dan tidak satupun yang terlepas dari penglihatan-Nya. Bahkan manakala keberadaan kita tersembunyi dari pandangan orang lain dan kita sedang menjalani hari-hari di dalam perut ibu kita ketika dalam bentuk janin, hanya Tuhan-lah yang melihat keberadaan kita. Bahkan Dia-lah yang membentuk kita sesuai dengan kehendaknya yang bijaksana. Bahkan pengaruh faktor-faktor keturunan ayah dan ibu terhadap anak adalah berdasarkan tadbir dan kebijaksananNya dan tidak keluar dari lingkaran kekuasaaan dan kehendak Tuhan.
Menarik sekali, topik pembentukan manusia oleh Tuhan terdapat di antara ayat yang berkaitan dengan diturunkannya kitab-kitab samawi. Mungkin hal ini menunjukkan poin ini bahwa Tuhan yang memberikan kehidupan kepada kalian di saat kalian berbentuk janin. Dia pulalah yang menumbuhkan batin dan ruh kalian dengan menetapkkan undang-undang dan menurunkan kitab dan menghidupkan masyarakat.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Faktor banyaknya jumlah orang dan makhluk lain, tempat dan waktu, tidak satupun yang menyebabkan Allah tidak dapat mengetahui semua tadi.
2. Meskipun Allah Swt mampu melakukan segala perbuatan, namun Allah Swt tidak melakukan suatu pekerjaan bertentangan dengan hikmah, dan keinginan-Nya mengikuti hikmah-Nya.
Mengenal Surat Ali Imran
Surat ini dinamakan Ali Imran karena Ali Imran atau keluarga Imran yang merupakan sebuah keluarga pilihan yang dipuji Allah Swt. Nama Imran digunakan terhadap dua dari kakek Rasulullah Saw, yaitu Nabi Isa as dan Musa as. Surat Ali Imran diturunkan setelah masa hijrah Rasulullah ke Madinah dan termasuk surat yang seluruh ayatnya diturunkan di Madinah.
Dalam surat ini disebutkan tentang kondisi umat Islam saat itu serta berbagai kesulitan yang dihadapi Rasulullah dan kaum Muslim termasuk gangguan orang-orang Yahudi yang senantiasa berupaya menyulut keonaran di satu sisi, dan perlawanan terhadap kaum musyrik di sisi lain. Islam pada masa itu tengah berkembang dan ini sangat tidak diinginkan oleh kaum Musyrikin yang kemudian disusul dengan kaum Yahudi dan Kristen. Menyusul fenomena ini, dua kekuatan besar saat itu yaitu imperium Romawi dan Persia juga saling berusaha menunjukkan kekuatan masing-masing.
Oleh sebab itu, dalam surat Ali Imran, Allah Swt menyeru umat Islam untuk bersatu. Mereka dituntut untuk mempersiapkan diri bersatu dan dengan sekuat tenaga menghadapi musuh yang berupaya memadamkan cahaya Allah. Selain itu, umat Islam juga dituntut untuk bersabar dan tabah menghadapi segala kesulitan dalam perjuangan mereka.
Sebagian dari surat Ali Imran ini berhubungan dengan kaum musyrikin dan kafir yang menekankan bahwa mereka dalam waktu dekat akan kalah. Mereka tidak akan mampu melawan kehendak Allah Swt. Kemudian disebutkan pula kaum Musyrikin dan Kafir beranggapan bahwa dengan kenikmatan duniawi seperti harta dan keturunan dapat memutuskan ketergantungan mereka terhadap Allah Swt. Padahal kecintaan terhadap kenikmatan duniawi ini adalah hawa nafsu yang dihembuskan oleh setan dalam hati setiap manusia. Kenikmatan tersebut adalah sarana temporal kehidupan dunia dan harus menjadi gerbang penyelesaian yang baik menuju Allah Swt.
Kemudian dalam surat Ali Imran disebutkan pula bahwa rasa takut kepada Allah Swt adalah hal yang sangat penting dan menjauhkan diri dari kenikmatan-kenikmatan yang menyesatkan hingga dapat menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Surat Ali Imran juga mengandung beberapa hukum politis seperti haramnya menjalin tali persahabatan dengan kaum kafir dan musuh-musuh Allah Swt, haramnya pemutusan hubungan atau penjagaan jarak dengan orang-orang Mukmin. Dijelaskan pula masalah keamanan Ka'bah yang merupakan rumah yang aman untuk hamba-hamba Allah Swt. Selain itu, surat ini juga menjelaskan sejumlah masalah lainnya seperti penjelasan kehidupan Sayidah Maryam dan Nabi Isa as, doa-doa kaum Mukmin, dan berbagai masalah lainnya.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 282-286
Ayat ke 282
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat ini adalah ayat yang terpanjang dalam al-Quran dan berbicara soal hak manusia. Yaitu memelihara hak keuangan masyarakat. Menyusuli ayat-ayat sebelumnya mengenai hukum-hukum ekonomi Islam yang dimulai dengan memacu masyarakat supaya berinfak dan memberikan pinjaman dan dilanjutkan dengan mengharamkan riba, ayat ini menjelaskan cara yang benar bertransaksi supaya transaksi masyarakat terjauhkan dari kesalahan dan kedzaliman dan kedua pihak tidak merugi.
Syarat-syarat yang ditetapkan oleh ayat ini untuk transaksi adalah sebagai berikut:
1. Untuk setiap agama, baik hutang maupun jual beli secara hutang, haruslah tertulis dan berdokumen.
2. Harus ada penulis selain dari kedua pihak yang bertransaksi, namun berpijak pada pengakuan orang yang berutang.
3. Orang yang berhutang dan yang memberikan pinjaman haruslah memperhatikan Tuhan dan tidak meremehkan kebenaran dan menjaga kejujuran.
4. Selain tertulis, harus ada dua saksi yang dipercayai oleh kedua pihak yang menyaksikan proses transaksi.
5. Dalam transaksi tunai, tidak perlu tertulis dan adanya saksi sudah mencukupi.
Ayat ke 283
Artinya:
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam ayat-ayat sebelum ini, telah dikatakan bahwa Islam menganjurkan agar hak-hak milik masyarakat dipelihara. Setiap jenis transaksi bukan tunai atau pembayaran hutang haruslah tercatat dan dilangsungkan di depan dua saksi supaya tidak berlaku kesalahan atau bila salah dan seorang ada yang memungkiri, tidak tercipta kesulitan. Perhatian Islam terhadap persoalan ini sampai pada tahapan di mana dalam perjalanan pun, lakukanlah pesan ini dan jika kalian tidak menemukan penulis, maka kokohkanlah transaksi (jual-beli) itu dengan cara mengambil sesuatu dari pihak yang berutang sebagai jaminan.
Jaminan yang ada di tangan pihak piutang, adalah amanah dan si piutang tidak memiliki hak untuk memanfaatkan atau menggunakannya di jalan yang tidak benar, melainkan ia harus berupaya memelihara dan menjaganya agar ketika orang yang berhutang membayar pinjamannya, maka jaminannya itu dikembalikan kepadanya secara utuh. Orang yang berutang pada hakekatnya dianggap sebagai orang yang amanah sehingga diberikan pinjaman, maka ia harus membayar utangnya itu tepat pada waktunya, supaya orang yang memberikan pinjaman tidak memperoleh kerugian. Khususnya di tempat di mana orang yang berpiutang kepercayaannya kepada yang berutang sedemikian besarnya sehingga tidak meminta jaminan, maka dalam kondisi seperti ini, pihak yang berutang harus memandang Allah dan tidak memakan harta orang lain.
Penutupan ayat juga menganjurkan kepada orang-orang Mukmin secara umum supaya tidak berpendek tangan dalam menjelaskan hak-hak masyarakat, karena Allah Swt mengetahui segala apa yang ada di hati kalian dan menyembunyikan kebenaran, kendati dalam zahirnya diam dan manusia tidak melakukan suatu pun tindakan, sehingga merasakan berbuat dosa, namun sesungguhnya merupakan dosa yang paling besar, karena ruh manusia menjadi kotor karenanya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Transaksi bukan tunai, janganlah ditegaskan atas janji lisan, melainkan dengan tertulis dan mengambil kesaksian dan sekiranya perlu, transaksi itu dikokohkan dengan mengambil jaminan.
2. Dengan jalan membayar hutang tepat pada waktunya, berarti kita telah memelihara kepercayaan dan keamanan ekonomi masyarakat terjaga.
Ayat ke 284
Artinya:
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ayat ini memberikan peringatan kepada orang-orang Mukmin bahwa janganlah kalian pikir kalian akan diperhitungkan atas perbuatan-perbuatan dosa yang dilakukan dengan anggota jasmani seperti mata, kuping, mulut, telinga, dan tangan, melainkan Allah Swt tahu apa yang terlintas di hati kalian dan kalian akan disiksa karena dosa-dosa hati. Yang dimaksud oleh ayat ini adalah dosa-dosa yang secara prinsipnya memiliki dimensi kejiwaan dan dilakukan dengan pikiran dan jiwa, seperti keyakinan atau kepercayaan-kepercayaan yang kufur atau menyembunyikan hak rakyat telah diungkap pada ayat sebelumnya.
Namun, jika bisikan-bisikan setan terlintas di pikiran manusia atau bahkan memutuskan untuk berbuat dosa, selagi ia tidak melakukannya, maka ia tidak dikenai hukuman, akan tetapi pikiran untuk berbuat dosa itu sendiri secara lambat laun akan menggelapkan hati manusia dan menciptakan peluang untuk perbuatan dosa itu sendiri terjelma dalam bentuk nyata.
Dari ayat ini kita petik pelajaran bahwa manusia bukan hanya harus memperhatikan dan waspada terhadap mata dan telinganya, melainkan ia harus memperhatikan dan mewaspadai hati dan jiwanya agar kekejian dan kekotoran tidak menempati hatinya. Karena kalau sampai demikian, maka setan akan menguasainya dan jalan untuk melakukan segala jenis dosa terbuka lebar bagi manusia.
Ayat ke 285
Artinya:
Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".
Dari sudut pandang Islam, dunia bagaikan sekolah yang di sepanjang sejarah Allah Swt telah mengutus para guru untuk hidayah dan mendidik serta membimbing para warganya. Para Nabi masing-masing dalam kelas sekolah ini telah memajukan manusia sampai pada titik di mana akal dan pikiran manusia memiliki kemampuan untuk memahami program Tuhan yang tersempurna dan Allah Swt telah mengutus Muhammad Saw dengan risalahnya. Dengan demikian, seorang Muslim meyakini semua nabi ilahi dan semua kitab samawi yang diturunkan oleh para malaikat dan tidak menerima pembedaan atau diskriminasi di kalangan para utusan Tuhan.
Ayat ke 286
Artinya:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
Allah Swt menciptakan manusia berbeda-beda. Satu cerdas dan berpotensi besar, salah satunya kurang cerdas dan berpotensi sedikit, satu kuat, satunya lemah dan kurus. Harus diterima bahwa sebagian dari perbedaan-perbedaan ini adalah kelaziman penciptaan. Sementara apa yang dihadapi manusia dan sebagian lainnya disebabkan kezaliman segolongan manusia terhadap lainnya dan ketidakadilan sosial.
Sudah sewajarnya, perbedaan-perbedaan ini, baik benar maupun salah, meninggalkan pengaruh dalam kemampuan jasmani dan pikiran individu-individu. Jika Allah Swt menggantungkan harapan yang sama dengan semua perbedaan yang ada ini, maka ia telah melakukan kezaliman, dan Allah Swt terjauhkan dari perbuatan zalim. Oleh karena ini, hukuman dan ganjaran yang bergantung pada kadar taklif atau tugas, juga berbeda-beda. Dan Allah Swt pada Hari Kiamat memperhitungkan setiap orang bergantung pemahaman dan pengetahuannya tentang perintah-perintah agama, sebagaimana halnya Allah Swt berpijak pada keadilannya, jika manusia melupakan perintah yang wajib ataupun lantaran menghukumnya dan hanya dosa yang dilakukan atas dasar kesengajaan dan pengetahuan, akan menyebabkan hukuman.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam adalah agama yang mudah dan tidak membebani tugas yang berada di luar kemampuan dan Rasul Saw bersabda, "Saya telah diutus dengan agama yang mudah."
2. Hukuman dan pahala bergantung pada amal perbuatan dan amal mengikut niat dan tujuan, oleh karenanya perbuatan yang dilakukan atas dasar ketidaksengajaan atau lupa dan kesalahpahaman, tidak akan dikenakan hukuman dan sanksi.
3. Sikap Allah Swt terhadap manusia berdasarkan kemurahan dan rahmat ampunan. Oleh karenanya, jika manusia bertaubat dan menyesali dosa-dosanya, dosa-dosa manusia akan diampuni dan hati manusia akan kembali kepada kesucian setelah mengalami kekotoran.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 275-281
Ayat 275-276
Artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Telah disebutkan bahwa Allah Swt dalam 14 ayat secara beruntun pada surat al-Baqarah menyeru orang-orang Mukmin agar berinfak dan menjelaskan kesan-kesan personal dan sosial. Alasannya, agar dari satu sisi menghidupkan jiwa kedermawanan dalam individu-individu dan mengurangi keterikatan mereka dengan dunia dan dari sisi lain kesenjangan serta perbedaan status sosial dapat dikurangi dan jiwa persaudaraan dan persamaan bisa ditegakkan dalam masyarakat Islam.
Kini kelanjutan dari ayat-ayat tersebut, al-Quran mengutarakan fenomena buruk "memakan riba" yang selain meluluhlantakkan keseimbangan ekonomi sosial, juga menggoyahkan keseimbangan jiwa orang yang memakan riba. Dari satu sisi, menyebabkan dendam dan kebencian orang-orang dhuafa' terhadap orang-orang kaya dan menyeret masyarakat ke lembah peledakan dan dari sisi lain, meninggalkan sejenis kegilaan bagi orang-orang yang memakan riba. Mereka yang tidak mengenali kecuali uang dan mas serta segala sesuatu bahkan emosi dan perasaan kemanusiaan dijualbelikan dengan uang.
Orang yang memakan riba tidak memanfaatkan uangnya untuk berperan dan berfungsi dalam produksi atau urusan pelayanan sosial, dan tanpa menggunakan pikiran atau tangannya. Mereka justru meminjamkan uang kepada orang miskin dan memerlukan, kemudian menagih lebih daripada jumlah uang yang dipinjamkan kepada orang yang meminjam. Hasil dari perbuatan ini pada akhirnya, yang lemah semakin lemah dan yang kaya semakin kaya. Dan ini adalah kezaliman yang paling tinggi pada hak orang-orang tertindas dan dengan demikian semua agama samawi mengharamkan riba dan orang-orang yang memakan riba dijatuhi sanksi.
Meskipun secara lahiriahnya riba menyebabkan bertambahnya kekayaan dan sedekah mengurangi harta kekayaan, namun pengaruh dan berkah harta ada di tangan Allah. Maka harta yang diperoleh dari jalan riba yang semestinya menyebabkan kebahagiaan dan kesenangan orang yang bersangkutan, karena disertai dengan kebencian orang-orang tertindas, telah mencabut keamanan jiwa dan harta dari orang yang memakan riba dan betapa mungkinnya menyebabkan hangus dan habisnya harta-harta asalnya. Lain halnya dengan orang-orang yang suka memberikan sedekah, dengan popularitas dan kecintaan masyarakat kepadanya, mereka berada dalam keadaan tenang dan damai dan membangun peluang bagi pertumbuhan dan kesejahteraan baginya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Memakan riba menyebabkan hancurnya keseimbangan jiwa individu-individu dan keseimbangan masyarakat sampai pada tahapan dimana, sebagai ganti cinta kasih, tertanam kebencian dan sebagai ganti keadilan, tertanam kesewenang-wenangan sosial.
2. Islam adalah agama universal dan memiliki visi sosial. Dengan demikian, bagi urusan ekonomi rakyat, Islam memiliki program bukan hanya ibadah yang kering yang dipaksakan kepada rakyat dan melepaskan dunia mereka pada mereka sendiri.
3. Memakan riba sejenis ketiadaan syukur. Harta-harta yang diserahkan kepada kita tidaklah lebih dari amanah dan tidak menginfakkan harta-harta tadi kepada orang-orang miskin adalah tidak mensyukuri nikmat Tuhan yang mana kufur nikmat dapat menyebabkan kebinasaan.
Ayat ke 277
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Ayat ini mengenalkan orang Mukmin yang sejati adalah orang yang di samping menjalin hubungan dengan Khaliq dengan melaksanakan shalat, mereka memikirkan hubungan dengan makhluk dengan membayar zakat. Agama tidak dikenali sebatas kewajiban-kewajiban kering dan tak berjiwa, melainkan senantiasa berpikir untuk memberikan kebaikan kepada orang lain. Kita harap zakat dan infak semakin meluas di tengah-tengah masyarakat sehingga tidak tersisa tempat bagi orang-orang dzalim dan pemakan riba serta berkuasanya keadilan yang sejati.
Ayat ke 278-279
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Manakala ayat berkenaan dengan riba diturunkan kepada Muslimin yang memiliki piutang dari hasil riba, makanya mereka bertanya kepada Rasul berkaitan dengan ini. Ayat ini lalu diturunkan dan Rasul Saw mengumumkan ditengah-tengah Muslimin mengumumkan bahwa semua kontrak berkaitan dengan riba adalah batal dan keluarga serta kerabat Rasul harus meninggalkan riba paling dahulu.
Dalam ayat sebelumnya, kita baca bahwa membantu orang-orang miskin dan memberikan utang kepada mereka, identik dengan memberi utang kepada Allah dan Allah Swt akan memberikan pahalanya. Ayat ini memberikan peringatan kepada orang yang melakukan kezaliman terhadap orang-orang miskin dengan jalan mengambil riba bahwasanya jika kalian tidak meninggalkan riba, maka Allah dan rasul-Nya akan bangkit membela para mustadh'afin dan memerangi para pelaku kezaliman.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman bukanlah hanya dengan puasa dan shalat, melainkan dengan menjauhi harta haram, adalah syarat iman dan indikasi takwa.
2. Islam menghormati kepemilikan, namun tidak mengizinkan orang-orang kaya menjajah dan mengeksploitasi.
3. Berbuat zalim dan mau dizalimi, kedua-duanya terkutuk. Memakan riba adalah terlarang dan demikian juga memberikan riba.
Ayat ke 280-281
Artinya:
Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
Sebagai lanjutan ayat-ayat terdahulu, yang merangsang orang-orang Mukmin agar membayar infak dan melarang mereka mengambil riba, ayat ini menyinggung poin moral sehubungan dengan bukan hanya dalam utang kalian jangan mengambil riba, malah ketika dalam masa yang sudah dijanjikan orang yang berutang tidak dapat membayar maka berilah dia kesempatan, dan lebih mulia dari itu bebaskanlah utangnya itu dan ketahuilah bahwa pemberianmu ini tidak akan terbiar tanpa jawaban dan Allah Swt akan menggantinya di Hari Kiamat tanpa dikurangi. Jika anjuran-anjuran agama dilaksanakan dalam masyarakat, maka ketulusan akan bertambah berlipat ganda? Keperluan orang-orang miskin akan terpenuhi dan juga orang kaya akan terbebaskan dari kerakusan dan kebakhilan dan keterkaitan dengan dunia serta dinding antara sikaya dengan simiskin dapat diperkecil.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Masalah yang utama dalam infak dan memberikan utang adalah untuk mewujudkan kesenangan dan kelapangan bagi orang-orang miskin, maka tidak boleh orang kaya memberikan pinjaman membuat orang miskin itu kembali jatuh miskin dan tidak berkemampuan membayarnya.
2. Islam pendukung sejati orang-orang tertindas dan dengan diharamkannya riba dan dianjurkannya infak, kekosongan-kekosongan ekonomi masyarakat dapat terpenuhi.
3. Mencari keridhaan Allah Swt dan keridhaan Khalik lebih baik dari mencari penghasilan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 270-274
Ayat ke 270-271
Artinya:
Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.
Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Satu dari perkara yang menjadi penghalang infak dikalangan masyarakat ialah orang-orang yang memberi infak mengharapkan terimakasih dan penghargaan orang lain kepadanya. Ayat ini menyatakan, biarpun orang lain tidak melihat perbuatanmu dan tidak berterimakasih, akan tetapi Allah Swt melihatnya dan mencatatnya. Bukankah kamu memberikan infak karena Allah? Maka mengapa kamu mengharapkan balasan dari masyarakat? Sebaik-baik motivasi untuk manusia melakukan perbuatan baik ialah dengan mengetahui bahwa Allah Swt melihat perbuatan-perbuatan baik tersebut.
Menurut al-Quran, tidak mempedulikan nasib kaum tertindas dan lemah merupakan satu kezaliman yang menghalang manusia dari mendapat bantuan dan pertolongan pada Hari Kiamat, serta menghapus peluang mandapatkan syafaat para auliya Allah Swt. Tentang bentuk infak, sesuai dengan riwayat, sebaik-baik zakat wajib dikeluarkan secara terang-terangan, akan tetapi sedekah yang mustahab atau sunat diberikan secara rahasia. Mungkin alasannya karena amalan wajib merupakan satu kewajiban umum dan biasanya dilakukan tanpa perasaan riya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt mengetahui infak kita, maka sebaik-baiknya kita memberikan harta yag terbaik pada jalan Allah dengan niat yang paling tulus.
2. Infak terkadang harus diberikan secara terang-terangan dan terkadang secara rahasia. Infak yang dilakukan secara terang-terangan bisa menjadi faktor pendorong kepada orang lain dan infak yang dilakukan secara rahasia menjauhkan manusia dari menunjuk-nunjuk dan riya serta memelihara harga diri orang yang menerima sedekah.
3. Infak merupakan cara untuk menghapus dosa-dosa. Untuk bertaubat dan kembali kepada jalan yang benar, terkadang seseorang harus merelakan hartanya sehingga Allah mengampuni dosa-dosanya.
Ayat ke 272
Artinya:
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).
Sebagaimana yang terdapat pada kitab-kitab tafsir, Muslimin merasa ragu untuk memberikan infak kepada orang miskin yang musyrik. Ketika RasulullahSaw ditanya berkenaan hal ini, maka turun ayat ini menjelaskan, penerimaan terhadap agama tidak diperbolehkan dengan paksaan atau tekanan sehingga untuk mendapatkan sepotong roti seorang fakir harus menyatakan keislamannya dan baru bisa mendapat infak dari Muslimin. Bahkan sebagaimana limpahan karunia ilahi di dunia ini meliputi semua manusia baik mukmin maupun kafir, maka dalam membantu orang-orang yang memerlukan, orang-orang Mukmin juga harus mempertimbangkan orang-orang yang non-Muslim karena mereka juga adalah makhluk Allah Swt. Allah akan memberi ganjaran sepenuhnya kepada mereka.
Sudah tentu infak yang diberikan kepada non-Muslim tidak menjadi sebab untuk memperkuat kekufuran mereka dan mendukung tujuan serta cita-cita musuh, bahkan menyebabkan mereka mengenal jiwa cinta sesama manusia di dalam Islam.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tiada paksaan dalam menerima agama, dan tiada siapapun bahkan Nabi tidak boleh memaksa orang lain utnuk menerima Islam.
2. Islam adalah agama kemanusiaan dan tidak menyukai kefakiran biarpun untuk kalangan non-Muslim.
3. Sekiranya motivasi infak adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah Swt, maka manusia akan mendapatkan balasan perbuatan baiknya di dunia dan di akhirat.
Ayat ke 273-274
Artinya:
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Sebagaimana yang telah dikatakan, Islam memberikan anjuran-anjuran guna keseimbangan di tengah-tengah masyarakat Islam, diantaranya adalah infak. Ayat ini menyinggung bahwa salah satu bagian penting infak mengenai orang-orang yang berpindah (muhajir) dan para mujahidin, di mana mereka dalam tujuan hijrah dan jihad, terpaksa mengalami penderitaaan dan kehilangan rumah tempat tinggal dan di negeri orang. Selain tidak membawa harta benda juga tidak memiliki peluang untuk memperoleh pekerjaan.
Tetapi meskipun demikian harga diri dan kehormatan mencegah mereka dari perilaku minta-minta kepada orang lain dan mereka tidak bersedia melontarkan keperluan dan kemiskinan mereka. Oleh karenanya, masyarakat secara umum menyangka mereka berkecukupan, disinilah orang-orang mukmin perlu mencurahkan kepedulian mereka terhadap saudara-saudara seiman yang menjaga harga diri dan kehormatan, dan semestinya orang-orang ini tidak dibiarkan hidup dalam kesusahan.
Dalam sejarah disebutkan, dimasa permulaan Islam sekelompok sahabat Rasul beserta beliau berhijrah dari Mekah ke Madinah, namun di Madinah mereka tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan. Karena orang-orang musyrikin Mekah telah memboikot kehidupan dan harta mereka. Masyarakat Madinah menampung sebagian dari mereka di rumah-rumah yang mereka diami dan memberikan makanan kepada mereka, namun sebagian dari mereka hidup di masjid Nabi di sebuah tempat bernama "shuffah" dimana ayat ini menganjurkan agar keadaan mereka diperhatikan.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt menempatkan hak bagi orang-orang miskin dalam harta orang-orang kaya.
2. Dalam masyarakat Islam seharusnya sebelum orang-orang miskin mengutarakan hajat atau keperluan mereka, dengan memperhatikan dan membantu mereka jauh sebelumnya bisa menjaga kehormatan orang-orang mukmin yang miskin dari menjadi hina.
3. Dalam kamus al-Quran orang fakir adalah orang yang tidak mampu dan mungkin untuk menjalankan roda kehidupan akibat kecacatan dan kelemahan tubuh seperti penyakit dan ketuaan atau faktor-faktor lainya seperti banjir dan gempa atau perang. Namun meskipun demikian, mereka memandang menjaga harga diri lebih wajib dari kecukupan material, hasilnya orang-orang yang meminta-minta dan mendatangi berbagai lapisan masyarakat bukanlah dikatakan fakir.
4. Allah Swt menjamin atau mengansuransikan masa depan orang-orang yang berinfak di jalan-Nya dari kemiskinan, dan tidak ada kekhawatiran buat mereka, seperti halnya mereka dengan bertawakal kepada Allah, tidak pernah menyesali segala yang diinfakkannya.
Asyura di Mata Ulama Al-Azhar
Dalam beberapa waktu terakhir tersebar berita soal penentangan al-Azhar dan kelompok Wahabi dan Salafi terhadap pelaksanaan peringatan Asyura oleh warga Syiah Mesir. Namun bagaimana sebenarnya pendapat al-Azhar terkait peristiwa Asyura dan tragedi di Karbala.
Berikut ini laporan kantor berita ABA Irak dikutip oleh FNA Senin (3/12).
Pengorbanan Sama dengan Kemenangan
Syeikh Mahmoud Asyur, seorang ulama terkemuka al-Azhar berpendapat, para penguasa zalim telah menistakan kebebasan manusia dan menentang perintah Allah Swt, dan seruan dan kebangkitan pertama dalam hal ini dilakukan oleh Imam Husein as melawan kezaliman dan orang-orang zalim untuk membenarkan jalan umat Islam dan beliau berkata: "Apakah kalian tidak melihat bahwa kebenaran tidak dtegakkan dan kebatilan tidak dicegah?"
Perilaku orang-orang fasid dan kebungkaman masyarakat di hadapan aksi mereka telah menghancurkan nilai-nilai ilahi dan memperluas nilai-nilai jahiliyah dalam umat Islam dan oleh karena itu Imam Husein as bangkit melawan para kaum zalim.
Kebangkitan Imam Husein as merupakan revolusi, perubahan dan islah terbesar dalam menghancurkan kefasadan. Kebangkitan Imam Husein as mengajarkan kepada kita bahwa pengorbanan setara dengan kemenangan dan darah dapat mengalahkan pedang, meskipun kemenangan tersebut memerlukan waktu.
Pengorbanan Adalah Kekuatan Abadi Melawan Kezaliman
Imam Husein as mengetahui kekalahan beliau secara fisik di Karbala, akan tetapi beliau rela menukarnya dengan manfaat maknawi; yaitu kemenangan yang diperoleh dengan darah suci beliau, keluarga dan para sahabat beliau. Darah-darah itu adalah menara yang menjadi pelajaran bagi seluruh insan bebas.
Umat Islam tidak dapat bangkit dari lelap kelalaiannya di hadapan kaum taghut yang berusaha memadamkan semangat perjuangannya, kecuali dengan pengorbanan, karena pengorbanan merupakan kekuatan abadi di hadapan kezaliman dan pengembalian nilai-nilai ilahi dalam kehidupan umat manusia. Oleh karena itu kita harus menghidupkan nilai-nilai kebangkitan huseini dalam diri, keluarga dan masyarakat kita, agar kita dapat menghadapi segala tantangan.
Umat Islam Diingatkan Pada Pelajaran Asyura dalam Bulan Muharram
Adapun Syeikh Mansour al-Rifai Ubaid, mantan wakil Syeikh al-Azhar mengatakan, "Siapa pun yang memperingati Muharram, sebenarnya sedang mengingatkan umat Islam pada luka berdarah di bulan ini atas kesyahidan Imam Husein as, dan siapa pun yang memperingati bulan Muharram, maka dia sedang mengingatkan kembali kepada umat Islam tentang pesan kepahlawanan Imam Husein as."
Apa yang terjadi di hari Asyura adalah pelajaran untuk mendidik umat dan manusia serta tazkiyah. Pelajaran terpentingnya adalah kehancuran kaum taghut yang merupakan sebuah nikmat besar seperti yang difirmankan Allah Swt:
« فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِینَ ظَلَمُوا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِینَ»
Dari sini dapat dipahami bahwa Asyura merupakan hari terpenting dan termulia dalam sejarah yang di dalamnya salah satu sibol kezaliman termusnahkan dari muka bumi.
Setelah kesyahidan Imam Husein as, Allah Swt menetapkan kehinaan dan laknat kepada para pembunuh beliau hingga hari kiamat dan hari Asyura adalah hari terbongkarnya (kedok) para penjahat serta hari terbongkarnya seluruh kebengisan mereka di mata umat manusia. Inilah kehancuran hakiki, bukan kematian yang berarti hancurnya jasad.
Asyura adalah Ayyamullah
Seraya menjelaskan bahwa Asyura sepenuhnya dari kata islami yang tidak pernah ada di era jahiliyah, Syeikh Ubaid menyinggung ayat:
« وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآیَاتِنَا أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَکَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَذَکِّرْهُم بِأَیَّامِ اللَّهِ. إِنَّ فِی ذَلِکَ لَآیَاتٍ لِّکُلِّ صَبَّارٍ شَکُورٍ»
Dan menjelaskan, "Qurtubi dalam tafsir ayat itu menulis bahwa maksud dari ayyamullah adalah nikmat Allah Swt kepada Bani Israil yang diselamatkan dari Firaun. Hasan Basri berpendapat bahwa bagian akhir ayat tersebut juga dapat dikaitkan dengan peristiwa yang sama yaitu hancurnya para kaum taghut yang salah satu buktinya adalah kehancuran Hajjaj bin Yusuf Tsaqafi."
Asyura termasuk ayyamullah, karena kehancuran Firaun hanya salah satu contoh ayyamullah, dan kehancuran Firaun adalah berita kehancurkan para Firaun di setiap masa dalam pertempuran antara kebenaran dan kebatilan.
Kesyahidan Imam Husein as, Awal Kehinaan Arab
Doktor Mahmoud Sabih, peneliti sejarah Ahlul Bait as berpendapat, "Asyura adalah hari pelajaran untuk kehancuran kaum zalim"
Peneliti sejarah Ahlul Bait as ini menyatakan, bahwa kesyahidan Imam Husein as adalah dimulainya kehinaan bagi kaum Arab dan Muslim seraya emngatakan, "Amr bin Ba'jah mengatakan; kehinaan pertama Arab adalah pembunuhan terhadap Husein bin Ali bin Abi Thalib (as) dan klaim Ubaidillah bin Ziyad."
Dijelaskannya, "Rasulullah Saw telah memberikan kabar bahwa umat beliau akan diuji dengan Ahlul Bait beliau (as) dan Ammarah bin Yahya bin Khaled bin Arfatah mengatakan; kami pada hari terbunuhnya Husein bin Ali (as) bertemu dengan Khaled bin Arfatah dan dia berkata kami mendengar dari Rasulullah Saw bahwa setelahku kalian (umat Islam) akan diuji dengan Ahlul Baitku (keluarga), dan sekarang umat Islam telah diuji, kaum arab dan Muslim telah terhinakan, penaklukan wilayah-wilayah non-Islam terhenti, serta serangan musuh terhadap umat Islam semakin meningkat."
Mantan Hakim Agung Palestina Bentuk Partai Baru
Syeikh Taisir Tamimi mantan Hakim Agung Palestina yang berafiliasi ke pemerintah Otorita Ramallah, dikabarkan telah membentuk sebuah partai baru.
Kantor berita Palestina, Maan seperti dikutip Qodsna (9/12) melaporkan, Syeikh Tamimi mengumumkan partai Kebebasan dan Kemerdekaan telah memulai aktifitasnya membela tempat-tempat suci di Palestina.
Ia mengatakan, "Izin pendirian partai baru ini diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri, Otorita Ramallah, dan bertujuan untuk melindungi tempat-tempat suci Islam serta mendukung hak-hak bangsa Palestina termasuk kembalinya para pengungsi."
Tamimi berharap partai barunya dapat membantu peningkatan persatuan politik dan rekonsiliasi nasional, dan anggota-anggotanya berasl dari Tepi Barat, Jalur Gaza dan para pengungsi Palestina.
Jika Abu Mazen, pemimpin Otorita Ramallah kembali dicalonkan menjadi pemimpin Otorita Ramallah, Tamimi mengaku akan mendukungnya, dan jika Abu Mazen tidak mencalonkan diri lagi, maka dirinya yang akan maju.
Seorang Warga Iran Bebas dari Tawanan Teroris Suriah
Hussein Murtada, reporter TV Al Alam, beberapa saat lalu mengabarkan (9/12) tentang dibebaskannya seorang warga Iran yang sebelumnya di culik di sekitar Damaskus.
Warga Iran tersebut bernama Majid Adeli, seorang negosiator budaya di Kedubes Iran di Damaskus. Ia diculik di wilayah Sayidah Zainab as, dan berhasil dibebaskan dari tawanan teroris dalam sebuah operasi yang dilakukan pasukan Suriah di Damaskus.
Kelompok pemberontak dengan dukungan finansial dan persenjataan Barat serta sejumlah negara kawasan sejak dua tahun lalu terus menciptakan instabilitas di Suriah. Selain meneror dan membunuh warga sipil, mereka juga menculik warga asing yang tinggal di negara itu, khususnya warga negara Iran untuk menekan pemerintah Suriah dan pendukungnya.
Ini bukan kali pertama, beberapa bulan lalu, 48 peziarah Iran juga diculik oleh kelompok-kelompok teroris.
Belanda Kirim Dua Patriot dan 360 Pasukannya ke Turki
Pemerintah Belanda menyetujui pengiriman dua sistem pertahanan rudal Patriot ke perbatasan Turki-Suriah.
Majalah Jerman, Der Spiegel sebagaimana dikutip Mehr News (9/12) melaporkan, menyusul keputusan NATO yang akan menempatkan sistem pertahanan rudal Patriot di perbatasan Turki-Suriah, pemerintah Belanda pun akan mengirimkan dua Patriot dan 360 tentaranya ke negara itu.
Beberapa pekan mendatang, sistem pertahanan rudal Patriot itu akan segera dipasang. Pemerintah Jerman juga dikabarkan akan mengirimkan 400 tentaranya ke Turki dengan dalih untuk mendukung sistem pertahanan tersebut.
Pejabat pemerintah Jerman mengklaim, alasan diambilnya keputusan ini adalah instabilitas di wilayah perbatasan Turki dan Suriah, dan langkah ini dimaksudkan untuk meminimalisir bahaya munculnya bentrokan di wilayah tersebut.
Keputusan pemerintah Jerman dan Belanda sebelumnya harus mendapat persetujuan parlemen kedua negara itu. Sekalipun masalah ini menuai protes sejumlah kelompok politik, namun pemerintah kedua negara berharap keputusannya itu akan mendapat suara mayoritas dari anggota parlemen.
Eropa Pertimbangkan Sanksi terhadap Israel
Uni Eropa akan mempertimbangkan pengesahan serangkaian sanksi terhadap rezim Zionis Israel terkait rencana untuk membangun ribuan unit pemukim baru di wilayah Palestina pendudukan.
Harian Israel Maariv melaporkan pada hari Kamis (6/12), langkah Uni Eropa pekan depan akan mencakup penandaan dan boikot barang-barang yang diproduksi di pemukiman ilegal Zionis atas apa yang disebut Garis Hijau, yang memisahkan Tepi Barat dari wilayah Palestina lainnya.
Blok 27 negara anggota itu juga diharapkan untuk menyatakan bahwa perjanjian ekonomi dengan Tel Aviv tidak mencakup wilayah Tepi Barat, Dataran Tinggi Golan atau Timur al-Quds (Yerusalem).
Pada hari Rabu, Uni Eropa memanggil duta besar Israel untuk menyatakan protes atas pembangunan 3.000 unit perumahan baru di wilayah pendudukan.
Sejumlah negara Eropa, termasuk Inggris, Perancis, Swedia, Denmark dan Spanyol, juga telah memanggil duta besar Israel untuk menyampaikan protes. (IRIB Indonesia/RM/PH)



























