کمالوندی
Riwayat Keghaiban Imam Mahdi As dalam Kitab Kamaluddin dan Al-Kafi
Pembahasan kali ini masih seputar riwayat-riwayat Imam Mahdi yang bersumber dari literatur Mazhab Syiah. Banyak sekali riwayat-riwayat shahih seputar Al-Mahdi dengan berbagai karakteristiknya yang dinukil dalam kitab-kitab Syiah. Dan salah satunya adalah riwayat mengenai keghaiban Imam Mahdi As yang akan kita bahas di kesempatan kali ini.
Keghaiban Imam Mahdi As merupakan sebuah keimanan yang melekat dalam Mazhab Ahlul Bait atau Syiah. Keimanan itu sendiri bukanlah hal yang mengada-ada melainkan bersandar pada sebuah nash yang jelas. Dan hal itu seperti apa yang diprediksikan dan diucapkan oleh Rasulullah Saw dalam sebuah riwayat yang dinukil dalam kitab Kamaluddin milik Syaikh Shaduq.
…dari Abu Bashir, dari As-Shadiq Ja’far bin Muhammad dari ayah-ayahnya As, ia berkata, Rasulullah Saw berkata: Al-Mahdi dari keturunanku, namanya adalah namaku dan kunyahnya adalah kunyahku, ia adalah orang yang paling menyerupaiku dalam hal wajah dan karakter. Dia akan mengalami masa keghaiban dan kebingungan hingga orang-orang akan tersesat dari agama-agama mereka, di saat itulah dia akan diterima seperti bintang meteor yang menembus dan mengisi dunia dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi oleh kezaliman dan kejahatan.[1]
Di riwayat lainnya disebutkan bahwa Imam Mahdi As akan mengalami dua masa keghaiban yaitu keghaiban yang pendek dan keghaiban yang panjang, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Al-Kafi milik Syaikh Al-kulaini yang terucap dari lisan Imam Shadiq As.
…dari Ishaq bin Ammar ia berkata, Abu Abdillah As (imam Shadiq) berkata; Al-Qaim (Imam Mahdi) akan memiliki dua masa keghaiban, masa ghaib yang pendek dan panjang. Pada masa ghaib pendek, tidak ada yang mengetahui posisi keberadaannya kecuali Syiahnya (pengikutnya) yang khusus. Dan pada masa ghaib panjang tidak ada yang mengetahui posisi keberadaannya kecuali pelayannya yang khusus.[2]
Riwayat di atas secara jelas menyebutkan bahwa Imam Mahdi As akan mengalami keghaiban. Bahkan dijelaskan pula bahwa keghaiban Imam Mahdi tersebut terjadi dalam dua fase yaitu keghaiban pendek dan panjang. Hal ini sebagaimana yang diyakini dalam Mazhab Syiah.
Wallahu A’lam
[1] As-Shaduq, Abu Ja’far Muhammad bin Ali, Kamaluddin wa Tamam An-Ni’mah Juz 1 hal. 287 Cet. Darul Kutub Al-Islamiyah
[2] Al-Kulaini, Muhammad bin Yaqub, Al- Ushul min Al-Kafi Juz 1 Hal. 340 Cet. Darul Kutub Al-Islamiyah
Cara Menghadapi Orang-Orang Yang Berakhlak Buruk
Dalam kehidupan, meskipun kita sudah diajarkan norma-norma untuk berbuat baik, menghormati orang lain, namun seringkali masih saja ada orang-orang yang mengganggu kita dengan melontarkan kata-kata yang tidak sopan bahkan sampai berujung ke kontak fisik. Nah bagaimana cara kami mengambil tindakan atas perlakuan ini?
Sebaik-baik cara yang harus dilakukan adalah menutup mata terhadap masalah ini. Hal ini merupakan anjuran ajaran-ajaran agama dan para pemimpin agama kita sebagai para teladan akhlak. Mereka memilih cara seperti ini tatkala berhadapan dengan tindakan atau ucapan yang tidak senonoh yang dilontarkan kepada mereka. Al-Quran dalam hal ini menyatakan:
1. «وَ الَّذينَ صَبَرُوا ابْتِغاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَ أَقامُوا الصَّلاةَ وَ أَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْناهُمْ سِرًّا وَ عَلانِيَةً وَ يَدْرَؤُنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ»
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhan mereka, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak keburukan dengan kebaikan, orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (Qs. al-Ra’ad [13]:22)
2. «وَ لا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَ لاَ السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذي بَيْنَكَ وَ بَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَميمٌ»
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia terdapat permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Qs. Fusshilat [41]:34)
3. «…وَ إِذا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِراماً»
“Dan apabila mereka bertemu dengan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan diri mereka.” (Qs. al-Furqan [25]:72)
Dalam riwayat disebutkan bahwa “Tidaklah dua orang saling mengumpat kecuali yang paling buruk (dalam mengumpat) yang akan menang.”[1]
Sesuai dengan tuturan Maksum As ini, berkata tidak senonoh dan melontarkan umpatan merupakan karakter orang-orang rendah dan orang-orang besar tentu tidak akan melakukan perbuatan seperti ini.
Imam Shadiq As bersabda, “Rasulullah Saw mendengar seorang wanita melontarkan perkataan yang tidak senonoh kepada budak dan pembantunya sementara ia sedang berpuasa. Rasulullah Saw mengundangnya makan dan wanita itu berkata bahwa sedang berpuasa. Dalam kondisi seperti ini, Rasulullah Saw berkata kepadanya bagaimana engkau dalam keadaa berpuasa sementara engkau melontarkan kata-kata yang tidak senonoh kepada pembantumu.”[2]
Untuk diketahui bahwa melupakan dan memaafkan pelakunya dapat ditolerir apabila ia tidak mengulang perbuatan yang sama. Apabila ia melakukan perbuatan yang sama maka sebaik-baik jalan adalah melaporkan dan mengadukannya kepada pihak yang berwenang. []
[1] Laitsi, Wasithi, Ali bin Muhammad, ‘Uyun al-Hukm wa al-Mawaizh, Riset dan edit oleh Husain Hasani Birjandi, hal. 477, Dar al-Hadits, Qum, Cetakan Pertama, 1376 S.
[2] Thusi, Muhammad bin al-Hasan, Riset oleh Khurasan, Hasan, jil. 4, hal. 194, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, Cetakan Keempat, 1407 H.
«.. وَ سَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ (ص) امْرَأَةً تُسَابُّ جَارِيَةً لَهَا وَ هِيَ صَائِمَةٌ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ ص بِطَعَامٍ فَقَالَ لَهَا كُلِي فَقَالَتْ إِنِّي صَائِمَةٌ فَقَالَ كَيْفَ تَكُونِينَ صَائِمَةً وَ قَدْ سَبَبْتِ جَارِيَتَكِ إِنَّ الصَّوْمَ لَيْسَ مِنَ الطَّعَامِ وَ الشَّرَابِ»
Apa pendapat Islam dalam kaitannya dengan keceriaan dan kegembiraan?
Kegembiraan hakiki dari pandangan orang yang beriman akan terilustrasi ketika ia melangkahkan kaki lebih dekat ke arah Tuhannya. Namun, karena di dalam dirinya, manusia memiliki fitrah mencari variasi, maka ia bisa memanfaatkan kenikmatan-kenikmatan dunia yang diperbolehkan, dan bergembira karenanya. Kegembiraan ini bisa juga meningkatkan kegembiraan maknawi dan spiritual orang-orang yang beriman.
Dari sisi lain, harus diketahui bahwa sebagian dari kegembiraan sangatlah dangkal dan hanya lahiriah saja, dimana ketika ini muncul dari perilaku-perilaku tak logis dan tak etis, maka tidak akan diterima dan ditolak oleh Islam.
Poin berikut juga harus diperhatikan bahwa prinsip rasional yang telah diterima ini terdapat pada seluruh sistem peradaban, dimana seseorang tidak boleh terlibat dengan perilaku apapun yang tak diperbolehkan hanya karena dalih untuk mencari kegembiraan, dengan perbedaan bahwa mungkin batasan perilaku yang diperbolehkan dan yang dilarang memiliki beberapa perbedaan.
Jawaban Detil
Dalam menganalisa masalah ini, pertama kita harus mengetahui apa makna kegembiraan itu? Mengenai masalah ini bisa dikatakan bahwa kegembiraan itu sendiri tidak bisa dianggap sebagai persoalan materi.
Dengan kata lain, persoalan yang menggembirakan bisa muncul dalam bentuk materi, maupun dalam bentuk spiritual, akan tetapi kegembiraan itu sendiri senantiasa merupakan persoalan spiritual dan reaksi yang dibarengi dengan kerelaan manusia dalam menghadapi kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya.
Masalah yang serupa juga terjadi pada kata duka, namun pada akhirnya manusia sendirilah yang akan menjadi gembira dengan bentuk pandangannya terhadap sebagian masalah, dan menjadi sedih atas masalah-masalah lainnya, dan karena alasan ini pulalah sehingga bisa jadi sebuah kejadian, bagi seseorang akan menggembirakan, namun bagi yang lain akan menyedihkan, sebagai contoh kami akan mengisyarahkan acara khurafat “cohorsyanbeh suri” (Rabu akhir tahun) yang terdapat di negara Iran:
Suara ledakan-ledakan dan kobaran api di lorong-lorong dan jalanan, bagi kebanyakan mungkin menjadi sesuatu yang menggembirakan, akan tetapi dengan pasti, berhadapan dengan itu, terdapat orang-orang yang sedang sakit dan lemah, yang akan terganggu dan terancam bahaya karena perilaku-perilaku tersebut.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, maka bisa ditegaskan bahwa segala bentuk kegembiraan apabila tidak ada keharaman di dalamnya, maka dari pandangan Islam, diperbolehkan.
Sekarang marilah kita menganalisa bagaimana sikap agama suci ini terhadap kegembiraan dengan mengklasifikasikannya menjadi tiga kelompok (kegembiraan hakiki, kegembiraan halal dan kegembiraan haram):
Kegembiraan hakiki
Karena salah satu dari prinsip agama Islam adalah percaya pada kebangkitan dan kehidupan abadi, dan kematian dalam pandangan ini tidak berarti ketiadaan atau kemusnahan, melainkan jembatan perantara dari dunia kecil dan terbatas ke dunia tak terbatas, maka kegembiraan baru akan memperoleh konteks hakikinya ketika manusia menganggapnya mampu memberikan pengaruh pada kehidupan abadinya kelak.
Dengan alasan inilah sehingga melakukan segala perilaku yang baik – tanpa harus membuat orang beriman menjadi ujub dan memuji diri sendiri- pasti akan mampu meningkatkan kegembiraan internalnya. Perasaan gembira dan nikmat yang diraih oleh seorang mukmin karena melakukan infak, berpuasa, salat, haji, dan lain sebagainya sama sekali tidak bisa diperbandingkan dengan kegembiraan-kegembiraan materi yang sekejap, dan dengan perkataan lain, keindahan berinteraksi dengan Tuhan sedemikian rupa akan menempatkan seluruh kegembiraan dan kenikmatan lainnya di bawah dominasinya, sehingga kesedihan berpisah dari sahabat pun akan menciptakan kegembiraan itu sendiri, sebagaimana kata-kata Hafidz:
Karena dukamu tak kan tergapai kecuali dalam hati riang,
Maka dengan harap dukamu kami kan tuntut riang
Al-Quran dalam kaitannya dengan masalah ini, mengatakan, “Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”[1]
Dengan dalih inilah sehingga dalam munajat-munajat Imam Sajjad As yang sangat indah, kita membaca, “Siapakah yang merasakan kenikmatan kasih-Mu, namun mencari pengganti yang lain?”[2]
Kegembiraan-kegembiraan Halal
Dengan seluruh apa yang telah dikatakan sebelumnya, dan kendati kenikmatan berinteraksi dengan Tuhan tidak bisa diperbandingkan dengan kegembiraan yang manapun, akan tetapi fitrahh mencari variasi dan keragaman yang ada dalam diri manusia telah membuatnya tertarik untuk mencoba kenikmatan-kenikmatan lain –bukan sebagai pengganti-, dan hal ini tidak bisa menjadikannya tercemooh atau terhina.
Rasa ingin mencari keragaman dan variasi ini pun merupakan karakteristik dan kesitimewaan manusia sebagai makhluk yang paling mulia, dan secara sendirinya tidak bisa dianggap sebagai titik lemah atau titik kuat baginya. Bagaimana merubah keinginan terhadap keragaman ini menjadi titik yang positif atau negatif dalam kehidupan manusia, semuanya bergantung pada bagaimana ia mengelola rasa yang diberikan oleh Tuhan ini.
Islam menganggap Mukminin yang cerdas dan sadar adalah mereka yang bahkan dalam keadaan sedih pun mampu menjumpai orang lain dengan muka yang cerah dan berseri, dan dengan cara ini ia akan menyuntikkan energi positif dan menggembirakan masyarakat.[3]
Karena duka dan keriangan dunia hanya sekejap mata
maka kan lebih baik bagiku tuk ku miliki keriangan diriku
Dengan keadaan seperti ini, bagaimana bisa dikatakan bahwa masyarakat agama adalah sebuah masyarakat yang berduka dan sedih?! Kegembiraan-kegembiraan halal sangatlah banyak, dimana Islam tidak saja tak menentangnya, bahkan dalam banyak kasus, justru menegaskannya, di antaranya kegembiraan-kegembiraan yang muncul dari:
Kemajuan studi dan sosial yang diraih oleh seseorang atau orang-orang yang dekat dengannya,
Penemuan sebuah fenomena ilmiah baru,
Melakukan perjalanan dan menikmati pemandangan alam yang indah,
Olahraga dan seni yang selain dilakukan sebagai rekreasi juga akan memberikan pelatihan pada fisik dan psikis manusia,
Memanfaatkan berbagai makanan dan pakaian,
Memilih sahabat, pembentukan himpunan dan berbagai kelompok sosial,
Pernikahan dan pembentukan keluarga, dan puluhan bahwa ratusan hal-hal lainnya.
Sebuah riwayat dari Imam Shadiq As menegaskan bahwa kegembiraan-kegembiraan dunia yang halal bisa membantu seseorang untuk meraih kegembiran-kegembiraan maknawi dan spiritual.
Dengan menukil nasehat-nasehat bijak dari keluarga Dawud, beliau bersabda, “Seorang Muslim yang cerdas, layak berada pada salah satu dari tiga kondisi berikut: dalam keadaan melakukan aktivitas perekonomian untuk memenuhi kebutuhan hidup, dalam keadaan memperluas kehidpan akhiratnya, atau dalam keadaan melakukan kegembiraan-kegembiraan yang tidak diharamkan oleh Islam; demikian juga pantas bagi setiap Muslim untuk berkhalwat dengan Tuhannya pada sebagian kesempatan, dan pada kesempatan lainnya bercakap dengan sahabat-sahabat baiknya yang akan mengingatkannya kepada akhirat, dan memanfaatkan sisa kesempatannya untuk kegembiraan-kegembiraan yang halal, dimana kegembiraan ini akan membantunya dalam menjalankan dua aktivitas sebelumnya.”[4]
Tentunya, poin berikut juga harus diperhatikan, bahwa sebagian orang yang berada pada tingkat tinggi dalam interaksi spiritualnya dengan Tuhan, bisa saja pada putaran waktu tertentu ia menganggap sebagian kegembiraan dan kenikmatan-kenikmatan halal tidaklah layak untuknya, akan tetapi ini bukan bermakna keharaman secara umum dalam kasus seperti ini, melainkan untuk sekelompok orang, mungkin dengan sedikit menutup mata dan jika dibarengi dengan mengingat Tuhan, akan mampu menganggap kelompok kegembiraan ini pun berada pada kelompok pertama.
Kegembiraan-kegembiraan Haram:
dalam ayat-ayat al-Quran kita membaca, “... sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”[5], demikian juga pada ayat, “Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”[6]
Apakah dalam pandangan Islam, ayat-ayat ini bisa dimaknakan dengan penafian terhadap segala bentuk kegembiraan?! Dengan memperhatikan apa yang telah kita bahas sebelumnya, maka dengan tegas bisa dikatakan bahwa jawaban dari pertanyaan ini adalah negatif, karena hanya kegembiraan-kegembiraan yang tidak diperbolehkan dalam pandangan Islam-lah yang akan memberikan pengaruh buruk pada individu dan sosial masyarakat.
Poin berikut juga harus diperhatikan bahwa prinsip rasional yang sudah diterima ini, terdapat pada seluruh sistem peradaban dimana tidak seharusnya hanya karena dalih kegembiraan, sehingga menyebabkan kita terjebak dalam setiap perilaku yang tak diperbolehkan, dengan perbedaan bahwa mungkin terdapat perbedaan pada batasan perilaku-perilaku yang diperbolehkan dan yang tidak.
Kegembiraan-kegembiraan yang muncul dari berbagai bentuk interaksi jasmani akan menjadi pemusnah landasan keluarga dan masyarakat, kegembiraan-kegembiraan yang bersumber dari hilangnya sebagian dari sistem kesadaran tubuh karena mengkonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang, kegembiraan yang muncul dari mengganggu atau menyiksa orang lain dalam interaksi sosial (seperti mengendarai kendaraan secara tak layak, melanggar zona privasi orang lain, merusak kekayaan umum, dan ...), kegembiraan yang muncul dari israf, tabdzir dan menggunakan nikmat-nikmat pemberian Tuhan secara tak benar, kegembiraan yang muncul dari rasa takabbur, sombong, dan menjual harga diri kepada orang lain demi kekayaan atau kedudukan sosial, kegembiraan karena melarikan diri dari jihad[7], dan kegembiraan yang munafik karena kegagalan lahiriah pada orang-orang beriman[8] dan sebagainya, demikian juga hal-hal yang tidak ditekankan oleh Islam, sebagian dari hal-hal ini dianggap tak pantas juga dalam masyarakat manusia.
Manusia tak berperasaan yang menyiksa dan memukul anak, menanggapi tangisan dan jeritan mereka dengan teriakan atau tawa kegirangan, senantiasa akan dikecam oleh hati nurani kita, karena keburukan perilaku ini sangat mudah kita pahami, akan tetapi pada kebanyakan dari kasus yang keburukan dosanya tidak terlalu terlihat, sebagaimana yang telah disinggung pada contoh-contoh di atas, menerima pelarangan bergembira bagi mereka mungkin terlihat tidak terlalu sulit , akan tetapi harus diketahui bahwa dalam pelarangan setiap kenikmatan dan kegembiraan haram, tersimpan logika yang kuat dimana hal tersebut akan bisa diperoleh dengan berkontemplasi secara mencukupi.
Sebagian, dari sekian bentuk kegembiraan, hanya menonjolkan bagian dari kegembiraan logis yang bahkan tidak terlalu bernilai, sekalipun di mata para elit masyarakat non religis, kemudian secara salah mereka ingin menanamkan kepercayaan ini kepada masyarakat bahwa Islam berkontradiksi dan menentang segala bentuk kegembiraan.
Bertolak belakang dengan ide Islam yang menerima kegembiraan dan kesedihan yang wajar, orang-orang seperti ini, untuk memperoleh kegembiraan akan melakukan tindakan apapun yang tak umum, dan alih-alih mendapatkan kegembiraan, mereka hanya berpura-pura bergembira, dan ketika sedih pun, karena mereka tidak memiliki kepercayaan terhadap ma’ad dan kebangkitan, maka hal ini akan membuat mereka terjebak dalam depresi akut yang akan menyeretnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang tak wajar lainnya seperti bunuh diri!!
Dalam pandangan Islam, duka juga seperti gembira, tidak boleh menghalangi manusia dari kedekatannya dengan Tuhan dan dalam melakukan perintah-perintah-Nya.
Setelah kita membandingkan kegembiraan Mukminin hakiki dangan orang-orang ini, kita hanya akan mengatakan, betapa jauh perbedaan antara keduanya?!
Dengan sedikit realistis, dengan mudah kita akan mengetahui bahwa kegembiraan-kegembiraan yang tak etis sajalah yang dilarang oleh Islam, dan bermacam-macam kegembiraan alami dan maknawi, tidak hanya layak saja, bahkan dalam banyak kasus menjadi penting dan wajib, dan ketika pertanggung jawaban manusia dikarenakan kegembiraan, maka tidak terdapat tempat bahwa kegembiraan ini menjadi tak benar, berfirman, “Azab yang demikian itu disebabkan karena kamu bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar dan karena kamu selalu bersuka ria (dalam kemaksiatan).”[9]
Seorang manusia beriman bisa sekaligus memiliki kegembiraan dunia dan akhirat, sebagaimana dikatakan dalam riwayat bahwa seorang yang berpuasa, maka ia akan memiliki dua kegembiraan, yang pertama, kegembiraan saat berbuka puasa dan memanfaatkan berbagai makanan dan minuman, dan kegembiraan kedua, saat menemui Tuhannya dan menerima pahala puasanya.[10]
Nah, jika Anda menemukan kasus khusus dimana hal tersebut dianggap sebagai kegembiraan namun Anda percaya bahwa Islam bangkit untuk menentangnya, maka sampaikan kepada kami dengan menyajikan kerangka yang rinci tentang apa yang ada di benak Anda, supaya kami bisa memberikan penjelasan tentang masalah tersebut.
[1]. Qs. Yunus [10]: 58.
[2]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 19, hlm. 148, Muasasah al-Wafâ, Beirut, 1404 HQ.
[3]. Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Kâfî, jil. 2, hlm. 226, hadis 1, Dâr al-Kutub al-Islâmîyyah, Teheran, 1365 S.
[4]. Ibid, jil. 5, hlm. 87, hadis 1.
[5]. Qs. Al-Qashash [28] 76.
[6]. Qs. Al-hadid [57]: 23.
[7]. Qs. Taubah [9]: 81, “Orang-orang yang membangkang itu merasa gembira karena menentang (perintah) Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah.”
[8]. Qs. Taubah [9]: 50, “Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya”; Ali Imran [3]: 120, “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira ria karenanya.”
[9]. Qs. Al-Ghafir [40]: 75.
[10]. Syaikh Shaduq, Fadhâil Al-Asyhar ats-Tsalâtsah, hlm. 134, Maktabah al-Dawari, Qom, Tanpa Tahun.
Bagaimana keluarga memegang peran dalam memperluas dampak buruk sosial?
Sejauh mana keluarga berperan dalam memperluas dampak buruk sosial? Mohon dijelaskan dengan menyebutkan bukti dan penjelasan yang detil.
Jawaban Global
Keluarga merupakan institusi terkecil masyarakat yang dianggap sebagai dasar dan fundamen dari unit-unit yang lebih besar. Tingkat keberhasilan dan peran yang diberikan oleh seseorang untuk memegang peran dalam unit-unit sosial yang lebih besar, bergantung sepenuhnya pada metode pertumbuhan, didikan dan berkembangnya potensi-potensi mereka dalam institusi keluarga.
Keluarga sebagaimana fenomena-fenomena keberadaan lainnya, dalam lintasannya untuk menggapai tujuan-tujuannya, akan berhadapan dengan berbagai faktor penghambat dimana sebagian darinya bisa menyebabkan terjadinya penyimpangan, atau menjadi penghalang bagi perolehan tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia, dan akhirnya akan menciptakan goncangan atau shock dalam keluarga.
Ketika shock ini telah merambah sebuah keluarga, maka kehadiran anggota keluarga ini ke dalam masyarakat akan menularkan hal yang serupa ke dalam interaksi dan kehidupan masyarakat, yang akan berujung pada munculnya dilema-dilema dalam kehidupan sosial.
Shock-shock yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat, dan peran keluarga dalam memunculkan dampak buruk ini dalam masyarakat, bisa dianalisa dalam tiga bentuk universal berikut:
Dampak buruk pada keyakinan,
Dampak buruk moral,
Dampak buruk hukum
Untuk menyehatkan lingkungan keluarga, anggota keluarga harus mulai memperbaiki diri supaya bisa memasuki lingkungan masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku, bertindak benar, rasional, religius, dan menjaga serta menjauhkan masyarakat supaya tidak tercemar dari segala keburukan dan dosa.
Jawaban Detil
Hari ini, dampak buruk sosial telah menjadi sebuah ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa dan psikis anggota masyarakat, terutama anak-anak, remaja dan para pemuda. Masalah-masalah seperti kecanduan narkotika, melarikan diri dari rumah, kekerasan, alienasi sosial, ketakharmonisan perilaku, dan keputus-asaan, merupakan sebagian dari hasil-hasil dilema masyarakat.
Dengan melakukan pengenalan terhadap dampak buruk dalam keluarga di dunia, menjadi jelas bahwa pada masa berkembangnya pengetahuan, teknologi dan inovasi, keeratan dan kehangatan keluarga menjadi kurang mendapatkan perhatian, dimana hal ini memicu pukulan yang telak bagi masyarakat, dan ketakpedulian terhadap prinsip dan dasar-dasar kehidupan yang benar telah menyebabkan kerusakan dan kejahatan dalam masyarakat.
Keluarga merupakan institusi sosial terkecil yang menjadi asas dan fundamen bagi unit-unit yang lebih besar. Tingkat keberhasilan dan peran yang bisa diberikan oleh individu-individu untuk berkecimpung dalam unit-unit sosial yang lebih besar, bergantung sepenuhnya pada cara pertumbuhan, didikan dan perkembangan potensi-potensi mereka dalam institusi yang bernama keluarrga.
Pengertian patologi
Patologi secara teknis bermakna ‘cabang dari pengetahuan yang bertujuan untuk mengenal penyakit-penyakit psikologi, individual dan sosial, cara pertumbuhan dan bagaimana mengubahnya.’[1]
Dengan kata lain, patologi sosial akan membahas tentang sebab dan faktor-faktor yang menciptakan shock dan dampak-dampak buruk sosial, dan fungsi pentingnya dalam kajian keluarga dan pengenalan keluarga adalah untuk mengenal faktor-faktor yang mengancam keselamatan dan keeratan keluarga dan yang mengacaukan harmonisasi kehidupan yang sebelumnya kokoh dan berhasil, baik dalam lingkup individu ataupun sosial.
Peran keluarga dalam membentuk konsekuensi-konsekuensi pemicu shock sosial
Dalam lintasannya untuk memperoleh tujuan-tujuannya, keluarga, sebagaimana halnya seluruh fenomena keberadaan lainnya, diperhadapkan pada faktor-faktor dan berbagai penghalang yang sebagian darinya menyesatkan dan menghalangi pencapaian tujuan yang lebih tinggi dan suci, dan tentu saja hal seperti ini akan menimbulkan goncangan dalam keluarga. Ketika telah terjadi shock atau goncangan dalam keluarga, kehadiran anggota keluarga ini ke dalam masyarakat sosial, juga akan menularkan hal serupa dalam interaksi dan sosialisasi masyarakat, dimana hal ini kemudian akan menghalangi kemajuan dan ketenangan masyarakat, dan akhirnya akan memperhadapkan kehidupan sosial dengan berbagai dilema.
Dampak-dampak buruk keluarga dan masyarakat dan peran keluarga dalam merusak masyarakat sosial bisa dianalisa secara universal dalam tiga poin penting berikut:
Dampak buruk dalam masalah keyakinan,
Dampak buruk moral, dan
Dampak buruk hukum.
Untuk menciptakan lingkungan yang sehat, anggota keluarga harus sesegera mungkin untuk mulai melakukan perbaikan diri, supaya bisa hadir di dalam masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku dan bertindak secara benar, logis, rasionalis, dan religis, serta menjauhkan masyarakat dari kontaminasi berbagai keburukan dan dosa.
Keluarga yang tak sehat, bisa menjadi faktor pemicu problem masyarakat, seperti kecanduan narkotika, prostitusi, melarikan diri dari rumah, kemiskinan, perceraian, gelandangan, kekerasan dalam keluarga, dan lain-lain yang akan memporak-porandakan kondisi mental dan psikologis dalam kehidupan.
Dalam keluarga yang seperti ini tidak akan ada kepedulian terhadap apa yang dibolehkan dan yang dilarang secara moral, dan perbuatan maupun tata cara berperilaku tidak lagi memiliki arti penting bagi anggota-anggotanya. Jika sebuah keluarga didominasi oleh ketakteraturan antar anggotanya, maka hal ini pulalah yang akan meluas ketika mereka hadir di dalam masyarakat dan mereka akan mempraktekkan kekerasan keluarga yang dialaminya dalam menghadapi masyarakat.
Dampak buruk Terpenting dalam Keluarga
Pada tulisan ini, kita akan mengidentifikasi sebagian dari dampak buruk penting yang pada langkah awalnya akan merusak keluarga, dan setelah itu baru merusak masyarakat:
Dampak-dampak buruk dalam masalah Keyakinan
Di antara kebutuhan pasti dan asasi manusia untuk memperoleh kehidupan yang sehat, tenang dan sukses, adalah keberadaan keyakinan mazhab yang benar dan kokoh. Iman dan keyakinan terhadap Tuhan seperti halnya obat penyembuh yang akan menghapuskan depresi, kekhawatiran dan ketaknormalan, dan akan memberikan kehidupan yang diwarnai dengan warna Ilahi.[2]
Keluarga yang tidak memiliki nikmat iman dan keyakinan yang benar, akan senantiasa diperhadapkan pada berbagai kekhawatiran dan ketakutan, kondisi seperti ini akan mengantarkannya ke arah goncangan-goncangan yang serius dan kadangkala tak bisa tergantikan.
Menurut keyakinan para pakar dan patolog sosial, banyak dari mereka yang landasannya tak kuat dan tak memiliki kepercayaan terhadap masalah-masalah mazhab, saat menghadapi masalah kehidupan yang rumit di dunia modern ini, mereka tidak memiliki kemampuan untuk menghadapinya, dan mereka akan terjebak di ambang kecenderungan untuk mengkonsumsi obat-obat terlarang dan bentuk-bentuk problem sosial lainnya.[3]
Sebagai contoh, tauhid dan teologi akan menyebabkan pandangan seseorang terhadap seluruh keberadaan dan kehidupan manusia tampak terorganisir, bertujuan dan bermakna, dengan adanya pandangan ini, ia akan memiliki perilaku-perilaku yang solider dan tenang.[4]
Kepercayaan terhadap Tuhan akan mendorong seluruh tindakan dan kehidupan keluarga mengarah untuk memperoleh keridhaan Tuhan.[5] Orang yang menganggap Tuhan sebagai pengawas atas segala tindakan yang ia lakukan, maka ia akan berusaha untuk mencari kerelaan saat bersikap dengan anggota keluarga dan melakukan kewajiban keluarga.
Memperhatikan keadilan Tuhan, dan bahwa Dia tidak akan pernah merugikan satupun dari ciptaan-Nya[6] akan menjadi media untuk mengenal selainnya dalam mengekang perilaku-perilaku anggota keluarga, dan ketika kondisi ini semakin kuat, maka masalah yang akan dialami oleh seseorang pun akan berkurang, dan pada akhirnya akan diikuti dengan semakin berkurangnya masalah keluarga.
Demikian pula halnya dengan keyakinan terhadap diutusnya manusia-manusia pilihan dari sisi Allah untuk membimbing dan mengarahkan manusia, dan kehadiran Aimmah As, sebagai pelanjut hidayah Ilahi ini.
Berdasarkan prinsip fitrah dan akal, untuk pembelajaran, pembaruan metode perilaku dan sikap yang tepat dalam keluarga dan sosial, membutuhkan contoh-contoh obyektif dalam seluruh dimensi. Dalam pandangan al-Quran, seluruh anbiya dan auliya Ilahi adalah para pemimpin yang membimbing dan mengarahkan manusia ke arah apa yang diridhai oleh Allah Swt, dan untuk bisa menggapai keberhasilan, manusia harus mengikuti mereka dalam seluruh dimensi kehidupan dan menempatkan mereka sebagai tauladan.
Sebagaimana firman-Nya, “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebaikan, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami-lah mereka selalu menyembah.”[7] dan “Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”[8]
Akan tetapi jika terdapat orang-orang di dalam keluarga dan masyarakat yang hanya akan puas dengan kehidupan materi, dan mereka menjalani kehidupan sebagaimana fenomena-fenomena lain dan binatang, yang menyibukkan diri dengan: rekreasi, makan, tidur, kesejahteraan nisbi dan tidak perduli dengan metode atau pola hidup yang benar, maka apa yang akan terjadi dalam kehidupan individu dan sosial? Sementara tuntutan terhadap model merupakan kebutuhan asasi manusia, sebuah kebutuhan yang keberadaannya sangat penting sejak awal masa kanak-kanak, dan dengan berlalunya waktu, akan membutuhkan model-model baru lainnya yang sesuai dengan syarat dan kebutuhannya untuk menggantikan kedudukan model-model lama, dan perubahan ini akan diikuti dengan proses kesempurnaan manusia.
Kendati demikian, manusia-manusia yang melihat dirinya tak membutuhkan contoh dan teladan dalam hidupnya, akan melawan fitrah dan rasa keinginsempurnaannya dan senantiasa berada dalam kebingungan. Mereka tidak mengetahui ke arah mana harus berjalan, bagaimana harus menghadapi hambatan-hambatan yang menghalanginya dan metode apa yang harus ia ambil dalam menghadapi masalah dan persoalan-persoalan yang ada di hadapannya, dan ini akan membuat manusia kebingungan.
Kepercayaan dan iman terhadap kehidupan pasca kematian, perhitungan amal di hari kiamat, pahala dan azab yanga akan diberikan berdasarkan perilaku dan perbuatan-perbuatan seseorang, merupakan sebagian dari kepercayaan-kepercayaan penting agama, dimana ketiadaannya atau munculnya keraguan dalam masalah ini, dan akan memberikan dampak yang buruk dan tidak bisa tergantikan dalam kehidupan, terutama dalam kehidupan keluarga.
Saat ini, selain terjadi peningkatan dalam kemajuan ilmiah, penurunan dalam masalah-masalah materi, dan peningkatan kesejahteraan kehidupan, juga terjadi peningkatan depresi dan kekhawatiran, dimana sebagian dari masalah ini muncul dikarenakan perasaan yang tak bertujuan dan kosong dalam kehidupan[9], dan keyakinan terhadap ma’ad, alam pasca kematian dan perhitungan amal pada seluruh manusia[10], bisa menjadi faktor mendasar yang bisa menyelesaikan seluruh rintangan seperti ini.[11]
Di bawah ini merupakan sebagian dari dampak buruk ketiadaan keyakinan terhadap ma’ad atau kebangkitan dalam keluarga dan masyarakat sosial:
Lemahnya ikatan antar anggota keluarga karena pandangan-pandangan pada kehidupan yang terbatas dan materialis, dan tiadanya tujuan yang lebih tinggi,
Ketiadaan motivasi yang mencukupi untuk hidup, dikarenakan ketakpedulian dan tiadanya keyakinan terhadap janji-janji Allah terhadap nikmat dan kesejahteraan di kehidupan ukhrawi.[12]
Ketakmampuan dalam menghadapi masalah yang sangat berat dalam hal jasmani, psikologis, spiritual, perekonomian, dan .... karena ketiadaan perhatian terhadap pahala ukhrawi yang akan diberikan kepada manusia karena menanggung kesulitan, sabar dan kokoh dalam menghadapi masalah;[13]
Agresif dan mengancam hak-hak orang lain, dengan alasan karena meyakini kebangkitan dan mengingat balasan atas pelanggaran hak-hak orang lain dan tidak melaksanakan kewajiban, hingga batasan tertentu akan menghalangi seseorang dari melakukan hal-hal yang tak layak,[14]
Karena itu, untuk menjaga zona suci keluarga, harus ada kepekaan dalam masalah ini, dan bisa mengambil tindakan yang serius untuk menghadapi pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin terjadi, dengan berlandaskan pada agama dan pengetahuan yang mencukupi.
Dampak-dampak Buruk Moral dan Estetika
Manusia harus berusaha supaya moral dan karakter internalnya seindah dan secantik lahiriahnya. Berakhlak buruk merupakan sifat yang tidak terpuji yang akan mengaburkan kehidupan manusia dan meletakkan begitu banyak pengaruh negatif dalam lingkungan keluarga maupun sosial masyarakat, yang akan muncul dalam bentuk akhlak yang kasar, muka masam, malas dan senantiasa mencari alasan, dimana secara umum bisa dikatakan sebagai akhlak yang buruk, dan ini termasuk dampak-dampak yang bisa menghancurkan keluarga, sosialisasi masyarakat dan menghancurkan kepribadian manusia.
Komunikasi merupakan kategori terpenting yang tercipta di antara keluarga dan masyarakat, dan dengannya keluarga akan berinteraksi dalam kehadirannya di dalam masyarakat sosia.[15]
Sikap yang baik dan memberikan ketenangan keluarga termasuk kewajiban terpenting kaum laki-laki dalam menghadapi istri dan anak-anaknya, dan kehadiran laki-laki di dalam rumah harus menyebabkan kehangatan dan keamanan untuk para penghuninya, kebalikan dengan keburukan komunikasi, mulut yang buruk, penghinaan, menyalahkan dan tidak teriptanya hubungan yang benar dan sehat dengan anggota keluarga termasuk salah satu dari dampak buruk moral dalam keluarga dan masyarakat. Jika seseorang tidak memiliki perilaku dan perkataan yang terpuji di rumah, maka dalam interaksi dan kehidupan bersama sosial pun akan mengalami kegagalan, dan di saat dan tempat ia hadir, ia akan memasukkan dampak buruk ke dalam masyarakat. Sementara orang seperti ini, lalai dari realitas bahwa arahan Tuhan pada kehidupan individu dan sosial akan terwujud ketika interaksi manusia dilakukan berdasarkan kasih sayang, perenungan dan akhlak yang terpuji.
Dampak-dampak Buruk Hukum
Diantara yang bisa memajukan sistem, keteraturan, ketenangan, ketentraman, kasih sayang dan keakraban dalam keluarga dan masyarakat, dan bisa memperbaiki kinerja pendidikan dan sosial adalah pengenalan yang dimiliki oleh anggota-anggotanya terhadap hak-hak sesama dan perhatian yang diberikan terhadapnya.
Suami, istri dan anggota-anggota keluarga lainnya yang tidak memiliki pengenalan terhadap hak-hak orang lain dan tidak memiliki kepedulian terhadapnya, bisa menyebabkan sistem keluarga berada di ambang krisis dan goyah.
Agama Islam selain menjelaskan hak-hak anggota keluarga dan masyarakat, juga mengajak mereka untuk memperhatikan masalah ini, dan Allah Swt telah memberikan janji-janji duniawi dan ukhrawi untuk mendorong mereka dalam memberikan kepedulian terhadapnya.
Islam memberikan penghormatan khusus kepada suami dan istri sebagai pilar keluarga, agama Islam juga menetapkan hak-hak syari, hukum dan moral bagi keduanya dalam berhadapan satu dengan yang lain, dimana jika terdapat goncangan di dalamnya akan mengantarkan kehidupan keluarga ke ambang bahaya yang akan mampu menggoyahkan fundamen yang ada.[16] Demikian juga dalam komunikasi-komunikasi sosial pun terdapa hak-hak pada masing-masing anggota masyarakat dimana dengan ketakpedulian terhadap masalah ini bisa mengeluarkan manusia dari kehidupan yang thayyib dan indah.[17]
Yang termasuk dampak-dampak buruk hukum dalam keluarga sebagai institusi kecil dari masyarakat adalah ketiadaan keadilan, dimana ketika institusi-institusi kecil ini tidak saling berdampingan, sejajar dan tidak ada keadilan di antara mereka; maka yang muncul pasti adalah masyarakat tanpa keadilan, padahal para pemikir sepakat –dengan mengesampingkan perbedaan dalam makna keadilan- bahwa hak-hak manusia harus mendapatkan perhatian dalam seluruh dimensinya dan tidak boleh ada kezaliman bagi siapapun, semuanya harus setara dalam hukum, hak-hak orang-orang lemah tak boleh terlanggar dan keadilan sosial diterapkan dalam satu kalimat, Islam pun mengungkapkan keadilan sosial sebagai sebuah asas yang urgensi dan tak tergores, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan kezaliman. Dia memberi nasihat kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”[18]
Dampak Buruk Sosial Terhadap Keluarga Mukmin
Harus diketahui bahwa dampak buruk bukan hanya berasal dari keluarga, bisa jadi sebuah keluarga dari dimensi maknawi dan mazhabi berada dalam keadaan yang sehat, akan tetapi sebagian dampak buruk sosial yang mendominasi spektrum lain dari keluarga di masyarakat, telah menjebak manusia-manusia Mukmin dan memicu timbulnya berbagai masalah mental dan psikologis. Sebagai contoh, ketaksetaraan ekonomi dan sosial, dan kesenjangan sosial yang terdapat dalam masyarakat telah menempatkan sebagian keluarga dalam kondisi yang membuat mereka tidak mampu hadir secara wajar di dalam masyarakat untuk menemukan peran-peran sosial yang cocok baginya, dan masalah inilah yang telah menyebabkan pertentangan dan inharmonisasi sosial.
Kajian ilmiah-agama menunjukkan bahwa kekurangan materi yang terjadi dalam keluarga juga bisa menjadi dasar dan asas dari penyimpangan dan dampak-dampak buruk sosial. Saat ini, kemiskinan materi sering disebut-sebut sebagai faktor mendasar bagi terjadinya penyimpangan moral. Terjebaknya masyarakat tingkat bawah dalam berbagai tindak kriminal, muncul dari kesenjangan antara keinginan para pemuda di kalangan ini dengan apa yang bisa mereka raih. Penyebab paling mendasar penyimpangan moral di masyarakat tinggat bawah merupakan hasil dari tekanan-tekanan yang muncul dari kegagalan dalam meraih tujuan-tujuan tertentu.
Oleh karena itu, perbedaan dalam harmonisasi sosial akan menimbulkan perbedaan pilar-pilar atau tolok-tolok ukur utama agama, yang kemudian akan tergantikan oleh parameter nafsu setani, dan memunculkan komitmen terhadap pilar-pilar agama dan keraguan dalam keasliannya. Ringkasnya, tidak akan terwujud keterikatan terhadap aturan dan hak-hak orang lain.
Dan masalah inilah yang akhirnya akan menyeret ke arah penyimpangan dan dampak-dampak buruk sosial dan keluarga.
Dikatakan, kehidupan tidak dibangun di atas keterpaksaan dan tidak seharusnya kemiskinan bisa menjadi penyebab sempurna bagi penyimpangan moral keluarga dan sosial, karena terdapat juga manusia-manusia yang kendati berada dalam keadaan berkekurangan, akan tetapi mereka bisa hidup dengan sabar dengan tetap mempertahankan harga diri, orang-orang seperti ini tidak sedikit kita temukan dalam sejarah, akan tetapi harus dilihat juga bahwa semua manusia dari sisi makrifat, pemikiran, kekuatan ruhani dan spiritual tidaklah sama, oleh karena itu tidak semua orang mampu menanggung penderitaan kemiskinan, atau jikapun mampu, hanya dalam waktu pendek. Oleh karena itu, para pemimpin agama dan politik sebuah masyarakat, bertanggung jawab dalam menghadapi orang-orang seperti ini, untuk mengantarkan mereka pada kekuatan materi dan spiritual yang tepat, karena realitas ini juga tidak bisa dipungkiri bahwa para pemimpin masyarakat tidaklah bertanggung jawab pada sebagian orang yang pemalas dan tak berkompetensi, karena sesungguhnya orang ini sendirilah yang harus berupaya untuk mencari jalan penyelesaian untuk mengatasi kemiskinan yang ia alami, ia harus berupaya untuk menutupinya dan menaikkan derajatnya di dalam masyarakat.
Kesimpulan:
Ringkasnya, membutuhkan waktu yang tak sedikit untuk membicarakan tentang dampak-dampak buruk yang terjadi di dalam keluarga dan masyarakat serta peran keluarga dalam memperluanya, namun banyak kitab serta artikel-artikel yang telah ditulis[19] secara mendetail mengenai hal ini.
Untuk membuat lingkungan keluarga yang sehat, anggota keluarga harus mulai memperbaiki diri supaya mampu hadir di dalam masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku, bersikap yang benar, logis dan religis, dan menghindarkan masyarakat dari berbagai pencemaran dosa. [iQuest]
[1]. Sarukhani, Baqir, Darâmad bar Dâirah al-Ma’ârif Ulûme Ijtimâ’î, hal. 524, Intisyarate Kaihan, 1370 S.
[2]. Silahkan lihat, Pilar-pilar dan Karakteristik-karakteristik Kehidupan Ilahi, Pertanyaan 11827; Pengaruh Tuhan dalam Kehidupan Manusia, Pertanyaan 8700; Bagaimana Pengaruh Tuhan dalam Kehidupan Manusia, Pertanyaan 11473.
[3]. Âsibsyenâsiye Khânewâdeh, hal. 24.
[4]. “Mereka adalah orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Qs. Ar-Ra’d: [13]: 28) “(Yaitu), orang-orang yang apabila tertimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya).” (Qs. Al-Baqarah [2]: 156) “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Al-Fath [48]: 4)
[5]. “Mereka kekal di dalam (jurang) laknat itu; siksa itu tidak akan diringankan dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 162)
[6]. “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarah, dan jika ada kebaikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (Qs. Al-Nisa [4]: 40)
[7]. “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang memiliki amalan yang terbaik.” (Qs. Al-Kahf [18]: 30)
[8]. (Qs. Al-Anbiya [21]: 73)
[9]. (Qs. Al-Ahzab [33]: 21)
[10]. Carl Jung, Gustav, Rawânsyenasi wa Din, hal. 12,13, 85, dan 174; dengan menukil dari: Salari Far, Muhammad Ridha, Khânewâdeh dar Negaresye Islâm wa Rawânsyenasi, hal. 114, Pazyuhesygahe Hauzah wa Danesygah, cet. Zaitun, Qum, 1385 S.
[11]. Silahkan lihat, Peran Ma’ad dalam Kehidupan Individu dan Sosial, Pertanyaan 413.
[12]. Silahkan lihat Khânewâdeh dar Negaresye Islâm wa Rawânshenâsî, hal. 114.
[13]. Silahkan lihat, Ibid, hal. 115-116.
[14]. Ibid.
[15]. Silahkan lihat Metode Komunikasi antar Sesama, Pertanyaan 8795.
[16]. Silahkan lihat, Kewajiban antara Suami dan Istri, Pertanyaan 850; Ketaatan Istri terhadap Suami, Pertanyaan 1674.
[17]. Silahkan lihat, Karakteristik-karakteristik Warga Muslim, Pertanyaan 332; Hak-hak antara Guru dan Murid, Pertanyaan 1368; Islam dan Hak-hak Manusia, Pertanyaan 4673; Hak-hak Muslimin terhadap Muslim lainnya, Pertanyaan 28053.
[18]. (Qs. Al-Nahl [16]: 90)
[19]. Kitab-kitab dan artikel-artikel ini bisa ditemukan di situs-situs internet research-ilmiah, seperti situs Majalât Nûr.
Apakah dalil-dalil yang diajukan Islam untuk mengadakan kerjasama?
Berdasarkan ayat “tolong menolong” mengapa kita harus mengadakan kerja sama antara orang yang satu dengan yang lainnya?
Jawaban Global
Landasan dan falsafah saling membantu dan kerja sama kemasyarakatan dari perspektif al-Quran adalah karena manusia merupakan makhluk sosial dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya di masyarakat, kepemilikan harta dan anugerah-anugerah Ilahi kepada masyarakat dan semua manusia, serta persoalan persaudaraan laki-laki dan perempuan seagama.
Dari sisi bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial dan sangat banyak kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi di masyarakat, oleh itu, manusia harus bekerja sama dengan orang lain di masyarakat. Kehidupan manusia tergantung dari keterlibatannya dalam kehidupan kemasyarakatannya dengan orang lain.
Asas agama Islam adalah hidup bersama dan hubungan seseorang dengan masyarakat karena seorang individu memiliki keterbatasan. Oleh itu, manfaat-manfaat yang diperoleh dari masyarakat, tidak pernah sebanding manfaat-manfaat yang diperoleh dari individu karena keterbatasannya.
Oleh itu, agama Islam memerintahkan kepada pengikutnya dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan baik selalu bekerja sama dengan orang lain dan ketika individu-individu bekerja sama dan memiliki hubungan kemasyarakatan, spirit persatuan yang berhembus dalam anatomi mereka akan menjaga mereka dari perpecahan, sehingga Islam sangat memandang penting keikutsertaan dalam masyarakat.
Allah Swt dalam al-Quran berfirman:
«وَ تَعاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَ التَّقْوى وَ لا تَعاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَ الْعُدْوان»
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs Al-Maidah [5]: 2)
Tak diragukan lagi bahwa di dalam setiap masyarakat, terdapat orang-orang yang fakir dan miskin, orang-orang yang tidak memiliki kemampuan bekerja dan pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan memperhatikan bahwa menurut sudut pandang agama Islam, semua manusia adalah makhluk Allah Swt dan semua kekayaan pada dasarnya kepunyaan-Nya, maka kita harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu-individu ini dalam batasan yang memungkinkan dan dapat diterima. Masalah ini membuktikan betapa pentingnya menjalin kerja sama dengan sesama individu dalam masyarakat.
Jelaslah bahwa apabila diantara manusia dalam sebuah masyarakat memiliki semangat kerjasama yang besar, maka hal itu menjadi modal dalam kemajuan materi dan spiritual masyarakat karena kerjasama dan saling tolong menolong adalah sarana yang tepat untuk kemajuan dan perkembangan semua sisi dimasyarakat.
Oleh itu, Islam lebih mengedepankan pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama dari pada yang dilakukan secara individu karena pekerjaan yang dilakukan bersama-sama memiliki kepastian dan kekuatan lebih dan karena kekuatan individu terkumpul maka akan tercipta kekuatan besar sehingga pekerjaan-pekerjaan yang susah akan menjadi mudah. Imam Shadiq As terkait dengan hal ini bersabda: “Siapa yang tidak mengupayakan kemajuan pekerjaan kaum muslimin, maka ia bukanlah seorang Muslim.”[1]
Bantuan dan partisipasi aktif dan tulus dalam pekerjaan baik dan memiliki kegunaan dalam masyarakat wajib bagi setiap Mukmin dan seseorang yang tidak peka terhadap kemajuan kaum Muslimin, walaupun hanya seorang Muslim saja, dan hanya memikirkan dirinya sendiri saja, maka sejatinya ia tidak mengindahkan maksud ayat yang menekankan adanya tolong menolong antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
Tentu saja, maksud ayat yang dimaksud adalah seperti hadis yang telah disebutkan dan bukan berarti bahwa seseorang dengan penilaiannya sendiri turut campur tangan dalam urusan kaum Muslimin karena urusan kaum Muslimin berada di tangan hakim Islami. Apabila setap orang memaksakan akidahnya sendiri dan setiap mereka berfikir kemaslahatan dan ingin memaksakan kehendaknya, maka akan terjadi kekacauan.
Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksudkan Islam adalah adanya kerja sama dalam pekerjaan-pekerjaan yang baik dan berguna bagi masyarakat sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan tersebarnya kerusakan dan kebatilan dan dosa, bukan hanya tidak baik bekerja sama dalam hal itu, namun hal itu juga dilarang. Ayat al-Quran juga melarang bentuk kerja sama dalam berbuat dosa dan permusuhan.
«وَ لا تَعاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَ الْعُدْوان».
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs Al-Maidah [5]: 2) [2]
Perlu diperhatikan bahwa kerja sama dan saling tolong menolong dalam masyarakat tidak hanya terbatas pada pemberian uang dan sedekah kepada para fakis dan miskin, namun merupakan suatu ajaran asli yang bersifat global dan sangat luas, mencakup persoalan kemasyarakatan, hak-hak, akhlak dan lainnya. Sebagai contoh bekerja sama dengan lembaga-lembaga tertentu untuk menyiapkan pernikahan dan pembentukan keluarga bagi para pemuda dan pemudi merupakan salah satu contoh nyata dalam kerja sama kemasyarakatan.
«وَ أَنْکِحُوا الْأَیامى مِنْکُمْ وَ الصَّالِحینَ مِنْ عِبادِکُمْ وَ إِمائِکُمْ...»
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang saleh dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (Qs Al-Nur [32]: 32)
Salah satu prinsip dan falsafah kerja sama sosial menurut al-Quran adalah kepemilikan harta dan anugerah Ilahi kepada masyarakat dan orang-orang.
«وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ»
“Dan Allah telah menciptakan bumi untuk manusia.” (Qs Al-Rahman [55]: 10)
Harta-harta yang kita miliki pada dasarnya berasal dari Allah Swt.
«وَآتُوهُم مِّن مَّالِ اللَّهِ الَّذِی آتَاکُمْ»
“Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang telah Dia karuniakan kepadamu.” (Qs Nur [24]: 33)
Dalil lain bahwa kerja sama penting bagi kita adalah persoalan persaudaraan antara sesama umat Islam.
«إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ»[3]
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (Qs Hujurat [49]: 10)
Kaum Muslimin dari sisi bahwa antara yang satu dengan yang lainnya bersaudara, maka antara yang satu dan yang lainnya harus menjalankan hak untuk menunaikan hak saudaranya yang lain.
Imam Shadiq As bersabda: “Bertakwalah kepada Allah terkait dengan saudara Muslimmu yang fakir karena mereka memiliki hak yang harus kau tunaikan.” [4]
Dalam berbagai hadis dianjurkan untuk memperhatikan saudara-saudara seagamanya.
Berbuat baiklah kepada saudaramu, baik ketika dalam keadaan senang maupun susah. [5]
Berilah makanan kepada para fakir dan miskin karena mereka adalah saudara kalian. [6]
Perintah ini sangat ditekankan sehingga al-Quran berkenaan dengan harta dan benda yang dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan supaya memperhatikan orang-orang yang memerlukan.
«وَ فی أَمْوالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَ الْمَحْرُوم»
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Qs Al-Dzariyat [51]: 19)
Oleh itu, apabila bagian dari kekayaan seseorang diberikan kepada orang-orang yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi, pada dasarnya ia telah memberikan bagian dan menunaikan hak mereka.
Kerja sama di bidang sosial dan pemenuhan kebutuhan para fakir miskin merupakan masalah yang sangat mendapat perhatian khusus dari para pemimpin agama. Imam Ali As memerintahkan kepada kaum Muslimin supaya menjadikan fuqara dan orang-orang yang miskin sebagai kawan kerja sama dalam kehidupannya. [7]
Imam Ali, di samping memberikan bantuan harta kepada orang-orang miskin, juga melindungi lapisan masyarakat bawah dan menjadikan hal itu sebagai program pokok selama beliau memimpin. Beliau dalam surat mandat yang diberikan kepada Malik Asytar memberi tanggung jawab bahwa ia tidak boleh melalaikan golongan masyarakat lemah dan supaya menyediakan kebutuhan mereka. [8][iQuest]
[1] Kulaini, Muhammad bin Ya”qub, Kāfi, Periset dan Editor: Ghafari, Ali Akbar, Ahundi, Muhammad, jil. 2, hal. 164, Tehran, Dar al-Islami, cet. 4, 1407 H.
[2] Silahkan lihat: Makarim Syirazi, jil. 4, hal. 250, Dar al-Kitab Islamiyah, Tehran, 1373 S.
[3]
[4] Kāfi, jil. 8, hal. 8.
«فَاتَّقُوا اللَّهَ فِی إِخْوَانِکُمُ الْمُسْلِمِینَ الْمَسَاکِینِ فَإِنَّ لَهُمْ عَلَیْکُمْ حَقّا»
[5] Ibid, jil. 8, hal. 8.
«وَ الْبِرِّ بِالْإِخْوَانِ فِی الْعُسْرِ وَ الْیُسْرِ»
[6] As’ari Qumi, Ahmad bin Muhammad bin Isa, Al-Nawādir, hal. 18, Qum, Madrasah al-Imam al-Mahdi Ajf, cet. 1 1408 H.
«وَ أَطْعِمُوا الْفُقَرَاءَ وَ الْمَسَاکِینَ مِنْ إِخْوَانِکُم»
[7] Syaikh Thusi, Muhammad bin Husain, Nahj al-Balāghah, Periset: Subhi Saleh, hal. 438, Qum, Hijrat, cet. 1, 1414 H.
«وَ فُقَرَاءِ الْمُسْلِمِینَ أَشْرِکُوهُمْ فِی مَعِیشَتِکُم»
[8] Sayid Radhi, Muhammad bin Husain, Nahj al-Balāghah, Periset: Subhi Saleh, hal. 438, Qum, Hijrat, cet. 1, 1414 H.
«ثُمَّ اللَّهَ اللَّهَ فِی الطَّبَقَةِ السُّفْلَى»
سوره المائدة (2) : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
سوره المائدة (32) : مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
سوره الحجرات (10) : إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Kompleks Haram Shahcheragh
Kompleks Haram Shahcheragh terletak di kota Shiraz, Provinsi Fars, barat daya Republik Islam Iran. Tempat ini menjadi salah satu pusat ziarah di kota tersebut.
Shahcheragh adalah Mir Sayid Ahmad, Putra Imam Musa al-Kadhim as, saudara laki-laki Imam Ridha as. Mir Sayid Ahmad dijuluki sebagai Shahcheragh.
Makam Shahcheragh dibangun pada abad keenam Hijriah selama periode Atabakan Persia, namun pernah rusak karena gempa dan masyarakat mulai membangunnya kembali.
Kubah dan pelataran makam ini dihiasi dengan ubin yang indah, cermin dan segala macam khad Arab dan Persia yang indah.
Melalui dua arah, terletak di selatan dan utara, peziarah akan memasuki halaman besar kompleks dan melihat kolam dan pohon-pohon di sekitarnya yang indah. Dua pintu samping juga terbuka untuk pergi ke Bazaar dan Masjid Jami' Atiq.
Pada malam hari, Kompleks Haram Shahcheragh terlihat sangat indah dan banyak peziarah dari berbagai kota dan daerah berziarah ke tempat tersebut.
Kompleks Haram Shahcheragh menjadi pusat destinasi religius yang tak pernah sepi oleh peziarah dari berbagai tempat, bahkan peziarah dari negara-negara tetangga Iran.
Pengadilan Zionis Jatuhkan Hukuman Wanita Palestina 18 Bulan Penjara
Klub Tahanan Palestina mengumumkan Kamis (16/06/2022) malam bahwa pengadilan militer rezim Zionis Israel telah menghukum seorang wanita Palestina dengan 18 bulan penjara dan denda 7.000 shekel.
Serangkaian aksi permusuhan militer Zionis terhadap warga Palestina di Wilayah Pendudukan terus berlanjut.
Menurut laporan IRNA, mengutip Pusat Informasi Palestina, wanita berusia 51 tahun bernama Muna Qa'adan, ditangkap pada 10 April tahun lalu.
Ini adalah keenam kalinya Muna ditahan oleh rezim dan secara total telah ditawan selama delapan tahun.
Tawanan wanita Palestina ini dibebaskan di bawah perjanjian pertukaran tahanan antara rezim Zionis dan Hamas, dan setelah itu dia ditawan lagi dan saat ini ditahan di penjara Damon.
Militer dan para pemukim Zionis menggugursyahidkan, melukai atau menangkap orang-orang Palestina yang tertindas dengan berbagai dalih.(
Kelompok Palestina Tekankan Membalas Darah Syuhada Jenin
Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina (DFLP) dan Komite Perlawanan Rakyat mengutuk pembunuhan tiga pemuda Palestina, dan menekankan bahwa darah para syahid ini tidak akan diinjak-injak.
Tiga warga Palestina gugur syahid dan delapan lainnya terluka dalam penembakan oleh tentara pendudukan di kota Jenin, Tepi Barat barat laut Jumat (17/06/2022) dini hari ini.
Kementerian Kesehatan Palestina juga mengkonfirmasi kesyahidan tiga warga Palestina dan delapan lainnya terluka dalam serangan Zionis terhadap Jenin.
Menurut laporan Mehr hari Jumat mengutip sumber-sumber Palestina, Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina mengutuk kesyahidan tiga pemuda Palestina di kota Jenin dan menekankan, Kebijakan teror dan eksekusi warga Palestina adalah upaya yang gagal untuk melemahkan kemauan dan perlawanan bangsa, terutama perlawanan rakyat di Tepi Barat.
DF:P menyalahkan kabinet Israel atas kejahatan terhadap rakyat Palestina dan menekankan bahwa bangsa Palestina tidak akan duduk diam di balik bayang Perlawanan. Karena satu-satunya pilihan bagi rakyat Palestina untuk menghadapi pendudukan dan mempertahankan martabatnya adalah dengan mengintensifkan Perlawanan dalam segala dimensi dan bentuknya.
Di sisi lain, Komite Perlawanan Palestina juga menyatakan, Darah para syahid Jenin menekankan bahwa pertempuran kita dengan musuh kriminal dan teroris adalah abadi dan hanya akan berakhir dengan pemberantasan kanker pendudukan dari wilayah tersebut.
"Kami mendukung Perlawanan orang-orang dan pemuda revolusioner di Tepi Barat dan al-Quds yang diduduki dalam menanggapi kejahatan teror warga Palestina, dan kami menyerukan kepada rakyat Palestina untuk menargetkan tentara dan pemukim Zionis di semua Wilayah Pendudukan," ungkap Komite Perlawanan Palestina.
Patut disebutkan bahwa kejahatan rezim Zionis terhadap warga Palestina di Wilayah Pendudukan semakin meningkat dari hari ke hari karena diamnya komunitas internasional.(
Konferensi Pertama Perdagangan Halal Iran-Kroasia
Perdana Menteri rezim Zionis Israel, Naftali Bennett yang kabinetnya terancam tumbang dilaporkan berencana membentuk kabinet pengganti dengan melibatkan Benjamin Netanyahu.
Koalisi yang berkuasa di kabinet rezim Zionis baru-baru ini kehilangan suara mayoritas di parlemen setelah sejumlah anggota Knesset mengundurkan diri.
Partai oposisi Likud pimpinan Benjamin Netanyahu ingin draf pembubaran Knesset dibahas dan digelar pemilu dini.
Menurut laporan Televisi Kan, Naftali Bennett menggelar perundingan terkait krisis yang dihadapi pemerintah koalisi dengan dihadiri penasihat politiknya.
Di perundingan ini, Bennett berbicara mengenai potensi pembentukan kabinet pengganti dengan partisipasi Netanyahu dan pembubaran Knesset serta pemilu dini.
Berdasarkan kesepakatan koalisi pemerintah Yair Lapid, menlu rezim Zinis akan memegang jabatan perdana menteri tahun depan.
Raisi: Sanksi tidak Membatasi Iran
Presiden Republik Islam Iran mengatakan, dengan bersandar pada gerakan jihad, kami telah mengambil jalan untuk keluar dari sanksi dan kami berhasil mencegah adanya pembatasan.
Menurut laporan Iran Press, Sayid Ebrahim Raisi Jumat (17/6/2022) di Komunitas Populer Inti Jihad dan Kemajuan di Tehran seraya menjelaskan bahwa Rahbar senantiasa menekankan langkah-langkah jihadi menegaskan, " Jika kita bisa menemukan jalan keluar dari sanksi, itu akan menjadi langkah jihadi."
Di bagian lain pidatonya, Raisi mengatakan, "Amerika menyatakan telah gagal di pendekatan represi maksimumnya. Artinya adalah Revolusi Islam meniti jalan kemenangan dan kemajuan, dan Amerika mengalami kemunduran dan kelemahan."
Presiden Iran seraya menjelaskan bahwa sanksi harus dipatahkan mengegaskan, " Saya terkejut bahwa Amerika mengumumkan bahwa kami siap untuk mencapai kesepakatan dengan Iran, tetapi di sisi lain, mereka menambah daftar sanksi."
"Bahwa kami menyatakan tidak mempercayai AS, maka dunia harus memberi kami hak bahwa kami tidak mempercayai mereka, karena mereka yang melanggar janji," papar Raisi.
Presiden Iran lebih lanjut menambahkan, peran jihad pembangunan di Pertahanan Suci, menghidupkan kembali harapan di hati orang tertindas dan miskin, membuat musuh putus asa dalam kreativitas dan inisiatif di kota dan desa, dan inovasi yang ia ciptakan atas nama revolusi, sangat penting.



























