کمالوندی

کمالوندی

 

Imam Mahdi afs juga berkata, “Jika seseorang mendirikan shalat dua rakaat di tempat ini (masjid Jamkaran), maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana mendirikan shalat dua rakaat di dalam Ka’bah”.

Kemudian Syeikh Hasan meninggalkan tempat tersebut, ketika berjalan beberapa langkah, Imam Mahdi afs kembali memanggilku seraya berkata, “Belilah satu ekor kambing yang digembalakan oleh Jakfar Kasyani, lantas bawalah kemari dan sembelihlah di tempat ini. Setelah itu, bagikanlah dagingnya kepada orang-orang yang sakit. Orang-orang sakit yang memakan daging kambing tersebut akan disembuhkan penyakitnya oleh Allah SWT.”

Syeikh Hasan pun kembali ke rumah dan terus berpikir sepanjang malam hingga tiba waktu subuh. Seusai melaksanakan shalat subuh, Syeikh Hasan pergi ke rumah Ali Mandzar dan menceritakan semua peristiwa yang telah kualami malam itu. Kemudian, mereka pun pergi ke tempat itu. Dengan dipenuhi rasa heran, kami dapati di atas tanah itu terdapat rantai-rantai yang menjadi pembatas bangunan Masjid Jamkaran.

Setelah itu, Syeikh Hasan pergi ke kota Qom untuk menemui Sayyid Abul Hasan Ridha. Sesampainya di depan pintu rumahnya, pelayan yang membukakan pintu berkata, “Apakah anda orang dari Jamkaran?” Syeikh Hasan mengiyakan. Pelayan itu kembali berkata, “Sejak waktu sahur Sayyid Abu Hasan Ridha telah menanti anda.”

Lalu Syeikh Hasan masuk ke dalam rumah itu, dan Sayyid Abu Hasan Ridha menyambutnya dengan hormat seraya berkata, “Wahai Hasan bin Muslih, aku bermimpi seseorang berkata kepadaku, “Akan datang seseorang kepadamu dari daerah Jamkaran yang bernama Hasan bin Muslih. Percayailah apapun yang dikatakannya, karena ucapannya adalah ucapanku, dan jangan engkau menolaknya.” Sejak bangun tidur hingga sekarang aku menunggu-nunggu kedatanganmu.”

Syeikh Hasan kemudian menceritakan peristiwa yang dialami malam itu. Tidak lama kemudian, Sayyid Abul Hasan Ridha menyiapkan kudanya dan kami pun pergi ke daerah Jamkaran. Sesampai di sekitar Jamkaran, kami melihat segerombolan kambing gembalaan Jakfar Kasyani. Tiba-tiba, dari arah belakang gerombolan kambing itu, datanglah seekor kambing dan berlari menuju ke arah kami. Jakfar Kasyani bersumpah, bahwa kambing itu bukan berasal dari gembalaannya, dan ia pun tidak pernah melihat kambing sebelumnya. Kemudian kami pun berdasarkan perintah Imam Mahdi afs membeli kambing tersebut. Lalu kami membawa kambing tersebut ke tanah yang telah ditunjuk oleh Imam Mahdi afs, dan menyembelihnya. Setelah itu kami membagikan daging kambing tersebut kepada orang-orang yang sakit. Dengan pertolongan Allah SWT dan wasilah Imam Mahdi afs, mereka pun mendapat kesembuhan.

Setelah itu, kemudian Sayyid Abu Hasan Ridha mendatangkan Hasan Muslim dan mengambil keuntungan-keuntungan tanah tersebut darinya. Melalui keuntungan tersebut dibangunlah Masjid Jamkaran. Sayyid Abul Hasan pun membawa semua rantai-rantai dan pasak yang menjadi pembatas bangunan masjid Jamkaran ke kota Qom untuk disimpan dirumahnya. Setiap orang sakit yang diusapkan ke rantai tersebut akan disembuhkan oleh Allah SWT dengan cepat. Namun, setelah sayyid Abul Hasan wafat, semua rantai tersebut lenyap, dan tidak ada seorangpun yang menemukannya.”

 Masjid Jamkaran bukan sekadar bangunan fisik, tetapi juga simbol spiritual yang memiliki hubungan erat dengan keyakinan terhadap Imam Mahdi (afs). Setiap Muslim yang mengunjungi tempat ini dianjurkan untuk menjaga kesucian hati dan perbuatan, serta memperbanyak doa agar kemunculan Imam Mahdi (afs) segera terjadi. Keberadaannya yang penuh sejarah dan keajaiban menjadikan Masjid Jamkaran sebagai salah satu destinasi ziarah yang paling dihormati di dunia Islam.

Bagi mereka yang beriman, Masjid Jamkaran bukan hanya tempat suci, tetapi juga sebuah pengingat bahwa semua permasalahan dunia ini akan terselesaikan dengan hadirnya Imam Mahdi (afs), sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah SWT.

Keistimewaan Masjid Jamkaran 

Allah SWT berfirman:

 

“Sesungguhnya sesuatu yang telah disiapkan Allah SWT buatmu, adalah lebih baik bagimu jika kamu beriman…” (QS. Hud: 86)

Masjid Jamkaran merupakan salah satu tempat suci yang memiliki kedudukan istimewa dalam ajaran Islam, khususnya dalam keyakinan tentang Imam Mahdi (afs). Imam Mahdi sendiri pernah bersabda:

“Katakanlah kepada orang-orang, cintailah tempat ini (Masjid Jamkaran) dan muliakanlah.”

Masjid ini terletak di daerah Jamkaran, sekitar enam kilometer dari kota suci Qom, Iran. Setiap tahunnya, ribuan peziarah dari berbagai penjuru dunia datang untuk mencari berkah dan merasakan kedekatan spiritual di tempat yang diyakini berada di bawah naungan khusus Imam Mahdi (afs). Dikatakan bahwa beliau akan bertemu dengan pengikutnya di masjid ini, menjadikannya lokasi yang sangat sakral bagi para pencari kebenaran.

Sejarah Pembangunan Masjid Jamkaran

Sejarah Masjid Jamkaran bermula pada tahun 373 H (982 M), ketika seorang lelaki saleh bernama Syeikh Hasan bin Muslih mendapat pengalaman luar biasa. Dalam mimpinya, ia melihat Imam Mahdi (afs) yang sedang duduk di atas dipan beralas permadani, bersandar pada bantal, ditemani oleh Nabi Khidir (as). Imam Mahdi (afs) lalu memberikan perintah kepadanya:

“Pergilah menemui Hasan Muslim dan katakan kepadanya bahwa tanah ini adalah tanah suci yang telah dipilih oleh Allah SWT. Ia tidak berhak lagi bercocok tanam di tempat ini.”

Ketika Syeikh Hasan meminta bukti agar masyarakat percaya, Imam Mahdi (afs) menenangkannya dan memerintahkannya untuk menyampaikan perintah tersebut kepada Sayyid Abul Hasan Ridha, seorang ulama terkemuka di Qom pada masa itu. Beliau juga memberikan tata cara shalat khusus yang dikenal sebagai shalat Masjid Jamkaran.

Setelah kejadian tersebut, masyarakat setempat menemukan rantai-rantai yang menandai batas tanah masjid. Hal ini semakin menguatkan keyakinan mereka bahwa tanah tersebut memang telah dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi tempat ibadah.

Tata Cara Shalat di Masjid Jamkaran

Imam Mahdi (afs) memberikan tuntunan shalat khusus bagi para peziarah yang datang ke masjid ini:

Shalat Tahiyatul Masjid (2 rakaat)
Setiap rakaat membaca Surat Al-Fatihah (1 kali) dan Surat Al-Ikhlas (7 kali).
Saat ruku’ membaca Subhana rabbiyal adzimi wa bihamdihi sebanyak 7 kali.
Saat sujud membaca Subhana rabbiyal a’la wa bihamdihi sebanyak 7 kali.
Shalat Imam Mahdi (2 rakaat)
Rakaat pertama: Membaca Surat Al-Fatihah, lalu mengulang ayat Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in sebanyak 100 kali sebelum melanjutkan dengan Surat Al-Ikhlas (1 kali).
Rakaat kedua: Sama seperti rakaat pertama.
Setelah salam, membaca kalimat tauhid Laa ilaaha illallah satu kali.
Melanjutkan dengan Tasbih Zahra (Allahu Akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali, Subhanallah 33 kali).
Sujud dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya sebanyak 100 kali.
 

Bersambung...

 

Diawal pidatonya, KH. Miqdad menukil perkataan Imam Ali a.s.: “Aku berpesan kepadamu, anak-anakku, keluargaku, dan siapa pun yang menerima pesanku, hendaknya kamu takut kepada Allah, aturlah urusanmu, dan perbaikilah hubungan di antara kamu.” (Imam Ali as)

Pesan Imam Ali as ini memuat tiga hal penting yang perlu diperhatikan:

1. Bertakwa kepada Allah
Takwa adalah kekuatan spiritual yang membentengi manusia dari dosa dan pelanggaran moral. Takwa menjadi pondasi utama bagi individu dan masyarakat untuk menjaga integritas dan moralitas.

2. Mengatur Urusan
Mengatur urusan berarti mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan, dan melaksanakan tindakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Memperbaiki Hubungan
Hubungan sosial harus dibangun di atas hati yang bersih dari kedengkian, kebencian, dan prasangka buruk. Setiap individu perlu bersatu dan mencegah perpecahan.

Penguatan Sistem dan Budaya Berorganisasi

Pengertian Sistem
Sistem adalah seperangkat aturan yang saling berkaitan dan dibangun oleh suatu lembaga untuk mencapai tujuan tertentu. Melalui sistem, pekerjaan dapat diselesaikan secara cepat, sistematis, dan efisien. Proses ini mencakup tahapan seperti identifikasi masalah, perencanaan, dan koordinasi.

Rasulullah SAW berkata: “Wahai Ibnu Masoud, jika kamu mengerjakan sesuatu, kerjakanlah dengan ilmu dan akal. Berhati-hatilah untuk tidak bertindak tanpa perencanaan dan ilmu. Allah berfirman: ‘Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali.’” (QS. An-Nahl: 92)

Imam Ali as berkata:
“Perencanaan sebelum bertindak menyelamatkan kamu dari penyesalan.”

Komitmen terhadap Sistem dalam Organisasi ABI

Organisasi ABI adalah wadah para pecinta Ahlul Bayt as yang memiliki visi dan misi yang sama: menanti kehadiran Imam Mahdi as.

Jumat, 28 Februari 2025 16:35

Syarat Dikabulkannya Doa

 

Dalam Islam, doa merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan. Namun, tidak semua doa langsung dikabulkan oleh Allah SWT. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar doa seseorang dapat diterima.

Imam Ja’far Shadiq a.s. pernah mengisahkan sebuah peristiwa yang sarat dengan hikmah:

“Ada seseorang yang selama tiga tahun terus-menerus berdoa agar Allah SWT mengaruniainya seorang anak. Namun, doanya tidak kunjung dikabulkan. Ketika ia mulai merasa putus asa, ia pun berkata, ‘Ya Allah! Apakah aku begitu jauh dari-Mu sehingga Engkau tidak mendengar suaraku, ataukah Engkau begitu dekat tetapi tidak menjawab permintaanku?’”

Suatu malam, ia bermimpi didatangi seseorang yang berkata kepadanya:

“Sesungguhnya engkau memohon kepada Allah dengan lisan yang sia-sia, hati yang kotor dan tidak bertakwa, serta niat yang tidak benar. Karena itu, tinggalkanlah perkataan yang tidak bermanfaat, sucikanlah hatimu, dan luruskan niatmu agar doamu dikabulkan.”

Mendengar nasihat tersebut, ia pun mulai memperbaiki dirinya. Ia meninggalkan perkataan yang tidak berguna, menyucikan hatinya dari segala keburukan, dan memperbaiki niatnya dalam berdoa. Setelah itu, ia kembali memanjatkan doa kepada Allah SWT, dan akhirnya doanya dikabulkan—Allah mengaruniainya seorang anak.

Hikmah dari Kisah Ini

Kisah ini mengajarkan bahwa dikabulkannya doa bukan hanya bergantung pada seberapa sering seseorang memanjatkannya, tetapi juga pada kondisi hati, lisan, dan niat yang menyertainya.

Berikut adalah beberapa syarat agar doa lebih mudah dikabulkan:

Hati yang bersih: Menjauhkan diri dari kebencian, iri hati, dan niat yang tidak tulus.
Lisan yang baik: Menghindari perkataan sia-sia, dusta, dan ucapan yang tidak bermanfaat.

Ketakwaan kepada Allah: Menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam dan menjauhi maksiat.
Niat yang lurus: Berdoa dengan niat yang benar, tidak semata-mata untuk kepentingan duniawi tetapi juga demi meraih ridha Allah.

Kisah ini juga mengajarkan bahwa doa yang belum terkabul bukan berarti Allah tidak mendengar atau tidak mengabulkannya, melainkan bisa jadi karena ada hal dalam diri kita yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, sebelum mengeluh bahwa doa belum dikabulkan, ada baiknya kita introspeksi diri dan memperbaiki kualitas ibadah serta keikhlasan dalam berdoa.

Jumat, 28 Februari 2025 16:33

Keberhasilan dalam Pandangan Islam

 

Dalam Islam, keberhasilan tidak diukur dari sejauh mana seseorang berhasil menarik banyak pengikut, membangun lembaga pendidikan, meraih jabatan dalam pemerintahan, atau mengumpulkan kekayaan materi. Meskipun pencapaian-pencapaian tersebut tidak selalu tercela, Islam memiliki standar yang lebih tinggi dalam menilai keberhasilan.

Keberhasilan sejati dalam Islam diukur dari sejauh mana seseorang mengabdikan dirinya kepada Allah SWT dengan sepenuh hati dan keikhlasan. Inilah hakikat tugas manusia di dunia. Imam Ali a.s., saat kepalanya ditebas dalam serangan keji, secara spontan mengucapkan:

“Demi Tuhan Ka’bah, aku sungguh telah beruntung.”

Perkataan ini menegaskan bahwa mati syahid dalam mempertahankan kebenaran adalah bentuk keberuntungan dan keberhasilan tertinggi dalam Islam.

Keberhasilan dalam Perspektif Para Nabi, Rasul, dan Orang Saleh

Para nabi, rasul, imam, dan orang-orang saleh tidak menjadikan dunia dan materi sebagai tujuan utama. Mereka hanya melihat Allah SWT sebagai satu-satunya target dan tujuan hidup mereka. Kehidupan mereka senantiasa dipandu oleh wahyu Ilahi dan tidak terikat oleh hal-hal duniawi.

Allah SWT berfirman:

“Bahwa sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu).”

(QS. An-Najm: 42)

Ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu pada akhirnya akan kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu, keberhasilan sejati bukanlah tentang pencapaian duniawi yang bersifat sementara, melainkan tentang bagaimana seseorang mengarahkan seluruh hidupnya untuk menggapai ridha Allah.

Hubungan mereka dengan dunia materi hanya sebatas pada jasad mereka yang bersifat fisik, sementara ruh mereka tetap terhubung dengan alam yang lebih tinggi. Imam Ali a.s. menggambarkan keadaan mereka dengan berkata:

“Jasad mereka berada di dunia, tetapi ruh mereka bergelantungan di tempat yang sangat tinggi.”

(Nahj al-Balaghah, Al-Hikmah 143)

Ungkapan ini menunjukkan bahwa meskipun mereka hidup di dunia, hati dan jiwa mereka selalu tertuju kepada Allah SWT, jauh dari keterikatan terhadap dunia dan kesenangan fana.

Keberhasilan dalam Islam bukan diukur dari pencapaian materi, kekuasaan, atau popularitas, melainkan dari tingkat keikhlasan seseorang dalam beribadah dan mengabdikan dirinya kepada Allah SWT. Mati dalam keadaan mempertahankan kebenaran, seperti yang dialami oleh para nabi dan orang-orang saleh, merupakan bentuk keberhasilan sejati.

Maka, sebagai seorang Muslim, sudah sepatutnya kita mengarahkan tujuan hidup kita untuk mencari ridha Allah, karena hanya dengan cara itu kita dapat meraih kesuksesan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.

 

Republik Islam Iran, dan Malaysia, memiliki sikap yang sama dalam menentang proyek pemindahan paksa warga Palestina, dari Jalur Gaza.

Menteri Luar Negeri Iran, Sayid Abbas Araghchi, Rabu (26/2/2025) di Tehran, menerima kunjungan Menlu Malaysia, Dato Seri Utama Haji Mohamad bin Haji Hasan.
 
Dalam pertemuan itu, Menlu Iran dan Malaysia, menekankan penguatan hubungan bilateral dua negara di berbagai bidang termasuk ekonomi, kebudayaan, dan politik.
 
Keduanya mengumumkan, Republik Islam Iran dan Malaysia, sebagai dua negara besar Dunia Islam, memiliki sikap yang sama dalam mendukung Palestina, dan menolak segala bentuk proyek pemindahan paksa warga Palestina.

Kamis, 27 Februari 2025 08:43

Makan Malam dengan Piring Kosong

 

Malam itu, seusai melaksanakan salat Isya berjamaah, datang seseorang meminta makan malam kepada Rasulallah Saw.

Beliau, Rasulallah Saw menawarkan kepada para sahabat dan istri-istri beliau untuk menjamu orang tersebut, dan memberikannya makan malam.

Namun sayang tidak ada satupun di antara mereka yang mau menerima orang tersebut, kecuali Imam Ali bin Abi Thalib a.s.

Imam Ali mengacungkan tangannya, tanda menerima tawaran Rasulallah Saw. Kemudian mengajak orang tersebut ke kediamannya.

Setibanya di rumah, Imam Ali bertanya kepada istrinya, Sayyidah Fatimah Az-zahra a.s, “Apa yang kita miliki untuk dimakan malam ini?

Sayyidah Fatimah menjawab, “Tidak ada makanan kecuali hanya untuk satu orang saja,”

Mendengar jawaban tersebut, Imam Ali pun meminta Sayyidah Fatimah untuk menidurkan anak-anaknya, Imam Hasan dan Imam Husein, serta putri-putri beliau.

Dan setelah anak-anak mereka tidur, Imam Ali pun mempersilakan tamunya untuk menikmati makan malam dalam keadaan lampu dimatikan.

Mengapa demikian, demi untuk menjaga perasaan sang tamu, karena dia memakan makanan yang hanya tersedia untuk satu orang, sementara Imam Ali di hadapannya hanya ada piring kosong.

Keesokan harinya, Rasulallah Saw datang menemui Imam Ali dan Sayyidah Fatimah. Rasulallah Saw mengabarkan bahwa Malaikat Jibril a.s datang membawa ayat seperti tertera di dalam Qur’an Surat Al-Hasyr Ayat 9:

وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

“Di antara sifat mereka hamba-hamba Allah Swt adalah yang mengedepankan kepentingan orang lain walaupun dirinya dalam keadaan membutuhkan.”

Itulah keteladanan yang dicontohkan oleh para manusia suci, Ahlul Bait Nabi Saw.

 

Berkumpul dengan orang-orang terkasih merupakan salah satu momen terindah yang bisa dirasakan saat bulan suci Ramadhan.

Menikmati hidangan berbuka puasa, menyantap sahur dan beribadah bersama keluarga di bulan penuh berkah ini, tentu saja adalah dambaan setiap kaum muslimin.

Namun, di sudut-sudut kehidupan, kita menjumpai ada sekian banyak anak-anak yatim piatu yang tidak bisa lagi merasakan indahnya kebersamaan seperti itu.

Di bulan ini, serta di hari raya Idul Fitri, mereka merasakan kepedih dan kesedihan yang teramat dalam.

Oleh karena itulah, Allah SWT memerintahkan kita untuk memperhatikan anak-anak yatim dan dhuafa di sekitar kita. Bahkan Allah SWT menyediakan surga bagi mereka yang memuliakan anak-anak yatim, terutama di bulan Ramadhan seperti saat ini.

Mari lukis kebahagiaan di wajah anak-anak yatim dan dhuafa dengan menyantuni mereka, menyekolahkan mereka, memberikan mereka pakaian.

Yayasan Dana Mustadhafin seperti tahun-tahun sebelumnya menyelenggarakan acara “Meraih 1.000 Berkah Bersama Anak Yatim dan Dhuafa.”

Kegiatan ini bertujuan untuk menggembirakan mereka, untuk menyantuni mereka, memberikan harapan kepada mereka.

Bergabunglah dengan Yayasan Dana Mustadhafin untuk mensukseskan acara ini, sehingga kita mampu menumbuhkan harapan pada diri mereka, menghadirkan senyum di wajah mereka saat berhari raya, serta memastikan pendidikan yang lebih baik bagi mereka setelah bulan suci Ramadhan.

Sumber: Ceramah Ustad Abdullah Beik di YouTube Yayasan Dana Mustadhafin

 

Salah satu kewajiban yang ada di pundak setiap kaum muslim adalah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.

Namun karena beberapa alasan, tidak setiap orang memiliki kemampuan mengajak yang lain pada kebaikan (ma’ruf) dan mencegah mereka dari berbuat keburukan (munkar).

Meski demikian, hal itu tidak bisa menggugurkan kewajiban kaum muslim untuk tetap menunaikan perintah amar ma’ruf nahi munkar.

Islam menyediakan beberapa alternatif yang bisa dilakukan oleh kaum muslim untuk menunaikan amar ma’ruf nahi munkar, salah satunya dengan membiayai setiap program yang mengarah pada implementasi amar ma’ruf dan nahi mungkar, antara lain melalui khumus.

Pengelolaan dana khumus sendiri selalu dialokasikan untuk melaksanakan serta merealisasikan perintah amar ma’ruf nahi munkar, dengan kata lain mengajak umat pada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran.

Jika dianalogikan, ini mirip seperti proyek kesehatan yang dirancang untuk menciptakan sebuah lingkungan sehat. Tentu saja proyek tersebut tidak harus membuat semua orang menjadi dokter, tapi setiap orang bisa melakukan banyak hal misalnya menyediakan dana sehingga bisa terlaksana dan terealisasi lingkungan sehat itu.

Begitu juga ketika agama menyuruh kita merealisasikan masyarakat yang penuh dengan kebaikan dan jauh dari kemunkaran, salah satu yang bisa kita lakukan adalah menyediakan dana sehingga terealisasi apa yang kita harapkan itu.

Sumber: Channel Youtube Dana Mustadhafin-Ceramah Ustad Abdullah Beik di Salam Jumat DM

 

Rasa iri atau dengki terhadap keburukan moral berarti menghendaki hancurnya berkat dan harta milik orang lain.

Orang yang iri hati tidak peduli dengan harta milik orang lain, dan kadang-kadang sampai berharap agar kelebihan itu hilang saja, sehingga orang lain tidak dapat mengambil manfaat darinya. Rasa cemburu merasuki seseorang sedemikian rupa hingga meliputi seluruh kehidupannya dan merenggut kedamaian dan kenyamanannya. Dalam paket Parstodi ini, kita melihat hadits dari Nabi Islam dan keluarganya tentang kecemburuan.

Rasulullah Saw bersabda:

اَقَلُّ النّاسِ لَذّةً اَلحَسود.(بحار، ج ٧٧، ص ١١٢)

Orang yang dengki akan memperoleh kesenangan dan kegembiraan paling sedikit dalam hidupnya.

 

Imam Ali berkata:

الحَسَدُ مَقنَصةُ اِبلیسَ الكُبری! (فهرست غرر، ص ٦٧)

Iri hati adalah perangkap iblis yang terbesar!

Imam Shadiq berkata:

الحاسدُ یَضُرُّ بِنَفسِه قَبلَ أَن یَضُرَّ بِالمحَسودِ.(مستدرک، ج ١٢، ص ١٨)

Orang yang dengki telah menyakiti dirinya sendiri sebelum menyakiti orang lain.

Imam Ali berkata:

الحسودُ دائمُ السُّقمِ و إنْ كانَ صحیحَ الجَسَدِ.(فهرست غرر، ص ٦٧)

Orang yang dengki selalu sakit, meskipun ia (tampaknya) memiliki tubuh yang sehat dan bugar.

Imam Shadiq berkata:

لِلحاسِد ثلاثُ علاماتٍ: یَغتابُ اِذا غابَ وَ یَتَمَلَّقُ اِذا شَهِدَ وَ یَشمَتُ بِالمُصیبَة.(خصال، ج ١، ص ٦٠)

Orang yang dengki memiliki tiga tanda yaitu: mengghibah orang lain di belakangnya, menyanjung orang di hadapannya, dan memfitnah orang di kala susah dan ditimpa musibah.

Imam Ali berkata:

مَن تَرَكَ الحَسَدَ كانت لَهُ المَحبَّةُ عِنْدَ النّاسِ.(تحف‌العقول، ص ٩٣)

Orang yang meninggalkan rasa dengki akan dicintai dan disayangi orang lain.

:Imam Hadi berkata

ایّاكَ وَ الحَسَدَ فِإِنَّه یَبینُ فیكَ و لایَعمَلُ فی عَدُوِّكَ.(بحار، ج ٧٨، ص ٣٧٠)

Berhati-hatilah dan hindarilah sifat iri hati dengan sungguh-sungguh, dan ketahuilah bahwa sifat iri hati itu hanya tampak pada dirimu sendiri dan tidak akan berpengaruh pada musuhmu.