کمالوندی
Komandan CENTCOM: AS Tidak Ingin Berperang Langsung dengan Iran
Komandan Pusat Komando Pasukan AS di Asia Barat, CENTCOM mengakui bahwa Amerika Serikat tidak menginginkan perang langsung dengan Iran.
Kenneth McKenzie dalam sebuah konferensi video hari Kamis (19/11/2020) mengakui bahwa alasan kehadiran AS di Asia Barat adalah minyak di kawasan.
"AS tidak ingin berperang dengan Iran dan tidak memiliki kebijakan tekanan militer maksimum," tegas komandan CENTCOM.
McKenzie juga mengulangi tuduhan tak berdasar AS tentang perilaku Iran di kawasan, dengan menyatakan, "Ruang lingkup dan Intensitas tindakan mereka meningkat,".
Pemerintah AS melanjutkan sanksi terhadap Iran pada 2018 setelah menarik diri dari Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA).
New York Times baru-baru inimengklaim bahwa Presiden AS, Donald Trump bermaksud untuk mengambil tindakan militer terhadap Iran di hari-hari terakhir kepresidenannya.
Menyikapi masalah ini, Penasihat Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Urusan Pertahanan, Hossein Dehghan menyatakan Republik Islam Iran tidak akan melakukan negosiasi dengan siapapun mengenai kekuatan militernya dalam keadaan apapun.
"Kami tidak ingin memulai perang, tetapi kami juga tidak mengejar negosiasi [dengan AS]," tegas Hossein Dehghan.
Al Joumhouria: Prancis Paksa AS Tangguhkan Sanksi Lebanon
Sebuah surat kabar Lebanon mengutip sumber negara-negara Barat mengabarkan, Presiden Prancis Emmauel Macron, memaksa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo untuk menangguhkan sementara sanksi lebih besar terhadap Lebanon.
Fars News (20/11/2020) melaporkan, pasca lawatan terbaru Mike Pompeo ke Lebanon, surat kabar Al Joumhouria, Jumat (20/11) menulis, Emmanuel Macron melakukan negosiasi dengan Menlu Amerika terkait penerapan sanksi terhadap pejabat Lebanon.
Al Joumhouria mengutip diplomat negara Barat menulis, permintaan Macron ini dimaksudkan supaya proses pembentukan kabinet Lebanon tidak bertambah rumit, dan upaya-upaya dalam hal ini tidak gagal.
Pejabat yang ditunjuk membentuk kabinet Lebanon, adalah Saad Hariri yang juga Ketua Gerakan Al Mustaqbal.
Para diplomat Barat itu juga mengungkapkan, sebelum Joe Biden mengambil alih kekuasaan di Amerika, Washington tetap akan menyanksi pejabat-pejabat Lebanon yang mendukung Hizbullah.
Doa Jausyan Kabir
Doa Jausyan Kabîr
Doa ini disebutkan dalam Kitab al-Balad al-Amîn dan al-Mishbâh, karya Kaf'ami. Doa ini diriwayatkan dari Imam Zainul Abidin, dari ayah beliau, dari kakek beliau, Rasulullah saw. Malaikat Jibril membawa doa ini ketika beliau sedang dalam peperangan. Pada waktu itu, beliau memakai sebuah baju besi (jausyan) mahal yang karena beratnya sehingga membuat badan beliau kesakitan. Kemudian Malaikat Jibril berkata, "Wahai Muhammad, Tuhanmu mengirimkan salam kepadamu. Ia berfirman, "Lepaslah baju besi itu dan bacalah doa ini. Karena ia adalah pengaman bagimu dan umatmu".
Setelah itu, Kaf'ami menyebutkan keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh doa ini yang pada kesempatan ini tidak mungkin untuk disebutkan semua. Di antara keutamaan-keutamaannya adalah:
a. Sesiapa menuliskannya di atas kafannya, maka Allah merasa malu untuk menyiksanya dengan api neraka.
b. Sesiapa membacanya di awal bulan Ramadhan dengan niat yang tulus, Allah akan menganugerahkan kepadanya (kesempatan mendapatkan) lailatul qadr dan menciptakan tujuh puluh ribu malaikat baginya yang tugas mereka adalah bertasbih dan menyucikan (Allah), lalu pahalanya disimpan untuknya.
c. Sesiapa membacanya pada bulan Ramadhan sebanyak tiga kali, Allah akan mengharamkan jasadnya atas api neraka, mewajibkan surga baginya, memerintahkan dua malaikat untuk selalu menjaganya dari maksiat, dan ia akan selalu berada dalam lindungan Allah selama hidupnya.
Di akhir hadis, Imam Husain as berkata, "Ayahku, Ali bin Abi Thalib berwasiat agar aku menjaga doa ini, menuliskannya di atas kafannya, mengajarkannya kepada keluargaku, dan menyuruh mereka untuk membacanya. Dan doa ini (berisi) seribu asma dan di antaranya adalah asma yang teragung (al-ism al-a'zham).
Menurut pendapatku, dari hadis tersebut, dapat disimpulkan dua hal:
Pertama, disunnahkan untuk menuliskannya di atas kafan. Dalam kitab ad-Durrah, Allamah Bahrul Ulum (semoga Allah mengharumkan kuburnya) berkata (dalam sebuah syair),
Sunnah dituliskan di atas kafan,
kesaksian Islam dan iman,
pun jua al-Qur’an dan Jausyan,
sebagai perisai dari api siksaan.
Kedua, sunnah untuk membacanya di awal bulan Ramadhan. Adapun (kesunnahan) membacanya khusus di malam lailatul qadr, tidak ada hadis yang menyebutkan hal itu. Akan tetapi, Allamah Majlisi (semoga Allah menyucikan ruhnya) dalam kitab Zâd al-Ma'âd ketika beliau menyebutkan amalan-amalam malam lailatul qadr berkata, "Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa doa Jausyan Kabir hendaknya dibaca pada salah satu dari tiga malam (lailatul qadr) tersebut." Dalam hal ini, cukuplah kesaksian beliau itu bagi kita. Semoga Allah menempatkannya di dalam surga.
Ala kulli hâl, doa ini terdiri dari seratus pasal, dan setiap pasalnya meliput sepuluh asma Ilahiî. Di akhir setiap pasal, kita harus membaca,
سُبْحَانَكَ يَا لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، الْغَوْثَ الْغَوْثَ ، خَلِّصْنَا مِنَ النَّارِ يَا رَبِّ
Mahasuci Engkau, wahai (Yang) tiada Tuhan selain Engkau, curahkanlah pertolongan-Mu, curahkanlah pertolongan-Mu, bebaskanlah kami dari neraka ya Tuhanku.
Dalam kitab al-Balad al-Amîn disebutkan bahwa di awal setiap pasal kita membaca Bismillâh, dan di akhirnya membaca,
سُبْحَانَكَ يَا لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، الْغَوْثَ الْغَوْثَ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ وَ خَلِّصْنَا مِنَ النَّارِ يَا رَبِّ، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَ اْلإِكْرَامِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Mahasuci Engkau, wahai (Yang) tiada Tuhan selain Engkau, curahkanlah pertolongan-Mu, curahkanlah pertolongan-Mu, dan limpahkanlah shalawat-Mu atas Muhammad dan keluarganya, bebaskanlah kami dari (jeratan) api neraka ya Tuhanku, wahai Pemilik keagungan dan anugerah, wahai Yang lebih Pengasih dari mereka yang pengasih.
Doa itu adalah sebagai berikut:
(١) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا اللَّهُ، يَا رَحْمَانُ، يَا رَحِيْمُ، يَا كَرِيْمُ، يَا مُقِيْمُ، يَا عَظِيْمُ، يَا قَدِيْمُ، يَا عَلِيْمُ، يَا حَلِيْمُ، يَا حَكِيْمُ،﴿سُبْحَانَكَ يَا لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، اَلْغَوْثَ الْغَوْثَ، خَلِّصْنَا مِنَ النَّارِ يَا رَبِّ﴾
(1) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, ya Allah, wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang Maha Dermawan, wahai Yang Maha Menegakkan, wahai Yang Mahaagung, wahai Yang Maha Dahulu, wahai
Yang Maha Mengetahui, wahai Yang Maha Penyabar, wahai Yang Mahabijaksana, Mahasuci Engkau wahai yang tiada Tuhan selain Engkau; curahkanlah pertolongan-Mu, curahkanlah pertolongan-Mu, bebaskanlah kami dari (jeratan) api neraka wahai Tuhanku;
(٢) يَا سَيِّدَ السَّادَاتِ، يَا مُجِيْبَ الدَّعَوَاتِ، يَا رَافِعَ الدَّرَجَاتِ، يَا وَلِيَّ الْحَسَنَاتِ، يَا غَافِرَ الْخَطِيْئَاتِ، يَا مُعْطِيَ الْمَسْأَلاَتِ، يَا قَابِلَ التَّوْبَاتِ، يَا سَامِعَ اْلأَصْوَاتِ، يَا عَالِمَ الْخَفِيْاتِ، يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ،
(2) WahaiPemimpin dari segala pemimpin, wahai Pengabul semua doa, wahai Pengangkat derajat, wahai Pemilik segala kebaikan, wahai Pengampun segala kesalahan, Wahai Pemberi segala permohonan, wahai Penerima semua taubat, wahai Pendengar semua suara (rintihan), wahai Yang Mengetahui hal-hal yang tersembunyi, wahai Penolak segala bencana,
(٣) يَا خَيْرَ الْغَافِرِيْنَ، يَا خَيْرَ الْفَاتِحِيْنَ، يَا خَيْرَ النَّاصِرِيْنَ، يَا خَيْرَ الْحَاكِمِيْنَ، يَا خَيْرَ الرَّازِقِيْنَ، يَا خَيْرَ الْوَارِثِيْنَ، يَا خَيْرَ الْحَامِدِيْنَ، يَا خَيْرَ الذَّاكِرِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمُنْزِلِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمُحْسِنِيْنَ،
(3)Wahai sebaik-baik Pengampun, wahai Sebaik-baik Pembuka, wahai Sebaik-baik Penolong, wahai Sebaik-baik Penguasa, wahai Sebaik-baik Pemberi Rezeki, wahai Sebaik-baik Pewaris, wahai Sebaik-baik Pemuji, wahai Sebaik-baik Penyebut, wahai Sebaik-baik Penurun (rahmat), wahai Sebaik-baik Yang Berbuat kebaikan,
(٤) يَا مَنْ لَهُ الْعِزَّةُ وَ الْجَمَالُ، يَا مَنْ لَهُ الْقُدْرَةُ وَ الْكَمَالُ، يَا مَنْ لَهُ الْمُلْكُ وَ الْجَلاَلُ، يَا مَنْ هُوَ الْكَبِيْرُ الْمُتَعَالِ، يَا مُنْشِئَ السَّحَابِ الثِّقَالِ، يَا مَنْ هُوَ شَدِيْدُ الْمِحَالِ، يَا مَنْ هُوَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ، يَا مَنْ هُوَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ، يَا مَنْ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ يَا مَنْ عِنْدَهُ أَمُّ الْكِتَابِ،
(4) Wahai Yang bagi-Nya kemuliaan dan keindahan, wahai Yang bagi-Nya kekuasaan dan kesempurnaan, wahai Yang bagi-Nya kerajaan dan keagungan, wahai Yang Mahabesar dan Mahatinggi, wahai Pembentuk awan yang tebal, wahai Yang Mahakeras balasan-Nya, wahai Yang Mahacepat perhitungan-Nya, wahai Yang Mahakeras siksa-Nya, wahai Yang di sisi-Nya segala balasan baik, wahai Yang di sisi-Nya induk segala catatan,
(٥) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا حَنَّانُ يَا مَنَّانُ، يَا دَيَّانُ يَا بُرْهَانُ، يَا سُلْطَانُ يَا رِضْوَانُ، يَا غُفْرَانُ يَا سُبْحَانُ، يَا مُسْتَعَانُ يَا ذَا الْمَنِّ وَ الْبَيَانِ،
(5)Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Maha Penyayang, wahai Yang Maha Dermawan, wahai Yang Maha Pembalas, wahai Yang Petunjuk (orang-orang yang sesat), wahai Raja Diraja, wahai Yang Maha Meridhai, wahai Yang Maha Pengampun, wahai Tempat Memohon pertolonga, wahai Pemilik Karunia dan Penjelasan,
(۶) يَا مَنْ تَوَاضَعَ كُلُّ شَيْئٍ لِعَظَمَتِهِ، يَا مَنِ اسْتَسْلَمَ كُلُّ شَيْئٍ لِقُدْرَتِهِ، يَا مَنْ ذَلَّ كُلُّ شَيْئٍ لِعِزَّتِهِ، يَا مَنْ خَضَعَ كُلُّ شَيْئٍ لِهَيْبَتِهِ، يَا مَنِ انْقَادَ كُلُّ شَيْئٍ مِنْ خَشْيَتِهِ، يَا مَنْ تَشَقَّقَتِ الْجِبَالُ مِنْ مَخَافَتِهِ، يَا مَنْ قَامَتِ السَّمَاوَاتُ بِأَمْرِهِ، يَا مَنِ اسْتَقَرَّتِ اْلأَرَضُوْنَ بِإِذْنِهِ، يَا مَنْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ، يَا مَنْ لاَ يَعْتَدِيْ عَلَى أَهْلِ مَمْلَكَتِهِ،
(6) Wahai Yang segala sesuatu merendah karena keagungan-Nya, wahai Yang segala sesuatu menyerah karena kekuasaan-Nya, wahai Yang segala sesuatu hina karena kemuliaan-Nya, wahai Yang segala sesuatu tunduk karena kewibaan-Nya, wahai Yang segala sesuatu taat karena takut kepada-Nya, wahai Yang gunung-gunung terbelah karena takut kepada-Nya, wahai Yang langit tegak berdiri karena perintah-Nya, wahai Yang bumi ajek karena izin-Nya, wahai Yang kilat bertasbih memuji-Nya, wahai Yang tidak pernah menindas para penghuni kerajaan-Nya,
(۷) يَا غَافِرَ الْخَطَايَا، يَا كَاشِفَ الْبَلاَيَا، يَا مُنْتَهَى الرَّجَايَا، يَا مُجْزِلَ الْعَطَايَا، يَا وَاهِبَ الْهَدَايَا، يَا رَازِقَ الْبَرَايَا، يَا قَاضِيَ الْمَنَايَا، يَا سَامِعَ الشَّكَايَا، يَا بَاعِثَ الْبَرَايَا، يَا مُطْلِقَ اْلأُسَارَى،
(7) wahai Pengampun segala kesalahan, wahai Penolak segala bencana, wahai Puncak segala harapan, wahai Penganugerah segala karunia, wahai Pemberi segala hadiah, wahai Pemberi rezeki manusia, wahai Pemenuh cita-cita, wahai Pendengar segala keluhan, wahai Pembangkit manusia, wahai Pembebas para tawanan,
(۸) يَا ذَا الْحَمْدِ وَ الثَّنَاءِ، يَا ذَا الْفَخْرِ وَ الْبَهَاءِ، يَا ذَا الْمَجْدِ وَ السَّنَاءِ، يَا ذَا الْعَهْدِ وَ الْوَفَاءِ، يَا ذَا الْعَفْوِ وَ الرِّضَاءِ، يَا ذَا الْمَنِّ وَ الْعَطَاءِ، يَا ذَا الْفَصْلِ وَ الْقَضَاءِ، يَا ذَا الْعِزِّ وَ الْبَقَاءِ، يَا ذَا الْجُوْدِ وَ السَّخَاءِ، يَا ذَا اْلآلاَءِ وَ النَّعْمَاءِ،
(8) wahai Pemilik pujian dan sanjungan, wahai Pemilik keagungan dan kehebatan, wahai Pemilik kemuliaan dan kebesaran, wahai Yang memilik janji dan kesetiaan, wahai Pemilik maaf dan ridha, wahai Pemilik karunia dan pemberian, wahai Pemilik keputusan dan ketentuan, wahai Pemilik kemuliaan dan kekekalan, wahai Pemilik kedermawanan dan kemurahan, wahai Pemilik karunia dan kekaruniaan,
(۹) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ يَا مَانِعُ يَا دَافِعُ، يَا رَافِعُ يَا صَانِعُ، يَا نَافِعُ يَا سَامِعُ، يَا جَامِعُ يَا شَافِعُ، يَا وَاسِعُ يَا مُوْسِعُ،
(9) ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Maha Pencegah, wahai Yang Maha Penolak, wahai Yang Maha Pengangkat, wahai Yang Maha Pembuat, wahai Yang Maha Pemberi Manfaat, wahai Yang Maha Mendengar, wahai Yang Maha Pengumpul, wahai Yang Maha Pemberi Syafaat, wahai Yang Mahaluas, wahai Yang Maha Melapangkan,
(۱۰) يَا صَانِعَ كُلِّ مَصْنُوْعٍ، يَا خَالِقَ كُلِّ مَخْلُوْقٍ، يَا رَازِقَ كُلِّ مَرْزُوْقٍ، يَا مَالِكَ كُلِّ مَمْلُوْكٍ، يَا كَاشِفَ كُلِّ مَكْرُوْبٍ، يَا فَارِجَ كُلِّ مَهْمُوْمٍ، يَا رَاحِمَ كُلِّ مَرْحُوْمٍ، يَا نَاصِرَ كُلِّ مَخْذُوْلٍ، يَا سَاتِرَ كُلِّ مَعْيُوْبٍ، يَا مَلْجَأَ كُلِّ مَطْرُوْدٍ،
(10) Wahai Pembuat setiap ciptaan, wahai Pencipta setiap makhluk, wahai Pemberi rezeki setiap makhluk, wahai Pemilik setiap hamba, wahai Penyingkap kesusahan, wahai Penghilang setiap kesedihan, wahai Pengasih setiap yang dikasihi, wahai Penolong setiap yang dicampakkan, wahai Penutup setiap cela, wahai Tempat Berlindung setiap yang terusir,
(۱۱) يَا عُدَّتِيْ عِنْدَ شِدَّتِيْ، يَا رَجَائِيْ عِنْدَ مُصِيْبَتِيْ، يَا مُوْنِسِيْ عِنْدَ وَحْشَتِيْ، يَا صَاحِبِيْ عِنْدَ غُرْبَتِيْ، يَا وَلِيِّيْ عِنْدَ نِعْمَتِيْ، يَا غِيَاثِيْ عِنْدَ كُرْبَتِيْ، يَا دَلِيْلِيْ عِنْدَ حَيْرَتِيْ، يَا غَنَائِيْ عِنْدَ افْتِقَارِيْ، يَا مَلْجَإِيْ عِنْدَ اضْطِرَارِيْ، يَا مُعِيْنِيْ عِنْدَ مَفْزَعِيْ،
(11) Wahai Bekalku di saat kesulitanku, wahai Harapanku di saat cobaanku, wahai Penghiburku di saat kesusahanku, wahai Teman Setiaku di saat keterasinganku, wahai Pemilikku dalam karuniaku, wahai Penolongku dalam kegelisahanku, wahai Penunjuk (jalan)ku di saat kebingunganku, wahai Pencukupku di saat kebutuhanku, wahai Tempat Berlindungku di masa sulitku, wahai Penolongku dalam kecemasanku,
(۱۲) يَا عَلاَّمَ الْغُيُوْبِ، يَا غَفَّارَ الذُّنُوْبِ، يَا سَتَّارَ الْعُيُوْبِ، يَا كَاشِفَ الْكُرُوْبِ، يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، يَا طَبِيْبَ الْقُلُوْبِ، يَا مُنَوِّرَ الْقُلُوْبِ، يَا أَنِيْسَ الْقُلُوْبِ، يَا مُفَرِّجَ الْهُمُوْمِ، يَا مُنَفِّسَ الْغُمُوْمِ،
(12) Wahai Yang mengetahui hal-hal yang gaaib, wahai Pengampun segala dosa, wahai Penutup segala cela, wahai Penyirna segala kesusahan, wahai Yang membolikbalikkan hati, wahai Penenang hati, wahai Penerang hati, wahai Penghibur hati, wahai Penyingkap segala kesedihan, wahai Penghilang segala duka,
(۱۳) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا جَلِيْلُ يَا جَمِيْلُ، يَا وَكِيْلُ يَا كَفِيْلُ، يَا دَلِيْلُ يَا قَبِيْلُ، يَا مُدِيْلُ يَا مُنِيْلُ، يَا مُقِيْلُ يَا مُحِيْلُ،
(13) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Mahaagung, wahai Yang Mahaindah, wahai Yang Maha Penjaga, wahai Yang Penjamin, wahai Pemberi petunjuk, wahai Penjamin, wahai Pemenang, wahai Pemberi, wahai Pemaaf, wahai Pengubah,
(۱۴) يَا دَلِيْلَ الْمُتَحَيِّرِيْنَ، يَا غِيَاثَ الْمُسْتَغِيْثِيْنَ، يَا صَرِيْخَ الْمُسْتَصْرِخِيْنَ، يَا جَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ، يَا أَمَانَ الْخَائِفِيْنَ، يَا عَوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ، يَا رَاحِمَ الْمَسَاكِيْنِ، يَا مَلْجَأَ الْعَاصِيْنَ، يَا غَافِرَ الْمُذْنِبِيْنَ، يَا مُجِيْبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّيْنَ،
(14) Wahai Petunjuk orang-orang yang kebingungan, wahai Penolong
orang-orang yang memohon pertolongan, wahai Yang mendengar jeritan orang-orang yang menjerit, wahai Pelindung orang-orang yang memohon perlindungan, wahai Pengaman orang-orang yang ketakutan, wahai Penolong mukminin, wahai Pengasih orang-orang miskin, wahai Tempat pelarian orang-orang yang bermaksiat, wahai Pengampun orang-orang yang berlumuran dosa, wahai Pengabul doa orang-orang yang ditimpa kesulitan,
(۱۵) يَا ذَا الْجُوْدِ وَ اْلإِحْسَانِ، يَا ذَا الْفَضْلِ وَ اْلإمْتِنَانِ، يَا ذَا اْلأَمْنِ وَ اْلأَمَانِ، يَا ذَا الْقُدْسِ وَ السُّبْحَانِ، يَا ذَا الْحِكْمَةِ وَ الْبَيَانِ، يَا ذَا الرَّحْمَةِ وَ الرِّضْوَانِ، يَا ذَا الْحُجَّةِ وَ الْبُرْهَانِ، يَا ذَا الْعَظَمَةِ وَ السُّلْطَانِ، يَا ذَا الرَّأْفَةِ وَ الْمُسْتَعَانِ، يَا ذَا الْعَفْوِ وَ الْغُفْرَانِ،
(15) Wahai Pemilik kemurahan dan kebaikan, wahai Pemilik karunia dan pemberian, wahai Pemilik rasa aman dan ketentraman, wahai Pemilik kemurnian dan kesucian, wahai Pemilik hikmah dan penjelasan, wahai Pemilik rahmat dan keridhaan, wahai Pemilik hujjah dan dalil, wahai Pemilik keagungan dan kerajaan, wahai Pemilik kasih sayang dan tempat memohon pertolongan, wahai Pemilik masa dan ampunan,
(۱۶) يَا مَنْ هُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ هُوَ إِلَهُ كُلِّ شَيْئ يَا مَنْ هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ هُوَ صَانِعُ كُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ هُوَ قَبْلَ كُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ هُوَ بَعْدَ كُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ هُوَ فَوْقَ كُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ هُوَ عَالِمٌ بِكُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ هُوَ قَادِرٌ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ هُوَ يَبْقَى وَ يَفْنَى كُلُّ شَيْئٍ،
Wahai Tuhan Yang mengatur segala sesuatu, wahai Tuhan segala sesuatu,
wahai Tuhan Pencipta segala sesuatu, wahai Tuhan Pembuat segala sesuatu, wahai Tuhan yang telah ada sebelum segala sesuatu, wahai Tuhan yang akan tetap ada setelah segala sesuatu, wahai Yang ada di atas segala sesuatu, wahai Yang Mengetahui segala sesuatu, wahai Tuhan yang mampu atas segala sesuatu, wahai Tuhan yang akan tetap kekal dan akan sirna segala sesuatu,
(0) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا مُؤْمِنُ يَا مُهَيْمِنُ، يَا مُكَوِّنُ يَا مُلَقِّنُ، يَا مُبَيِّنُ يَا مُهَوِّنُ، يَا مُمَكِّنُ يَا مُزَيِّنُ، يَا مُعْلِنُ يَا مُقَسِّمُ،
(1)
(17) ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Pemberi keamanan, wahai Penguasa (jagad), wahai Yang Membentuk, wahai Yang Membimbing, wahai Yang Menjelaskan, wahai Yang Memudahkan, wahai Yang Menguatkan, wahai Yang Memperindah, wahai Yang Menampakkan, wahai Yang Membagi,
(۱۸) يَا مَنْ هُوَ فِيْ مُلْكِهِ مُقِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ سُلْطَانِهِ قَدِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ جَلاَلِهِ عَظِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ عَلَى عِبَادِهِ رَحِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ بِمَنْ عَصَاهُ حَلِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ بِمَنْ رَجَاهُ كَرِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ صُنْعِهِ حَكِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ حِكْمَتِهِ لَطِيْفٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ لُطْفِهِ قَدِيْمٌ،
(18) Wahai Yang Kekal dalam kerajaan-Nya, wahai Yang Mahadahulu dalam kekuasaan-Nya, wahai Yang Mahaagung dalam kebesaran-Nya, wahai Yang Maha Pengasih atas hamba-hamba-Nya, wahai Yang Mengetahui segala sesuatu, wahai Yang Mahasabar atas hamba yang menentang-Nya, wahai Yang Maha Dermawan kepada hamba yang mengharapkan-Nya, wahai Yang Mahabijaksana dalam ciptaan-Mya, wahai Yang Mahalembut dalam kebijaksaan-Nya, wahai Yang Mahadahulu dalam kelembutan-Nya,
(۱۹) يَا مَنْ لاَ يُرْجَى إِلاَّ فَضْلُهُ، يَا مَنْ لاَ يُسْأَلُ إِلاَّ عَفْوُهُ، يَا مَنْ لاَ يُنْظَرُ إِلاَّ بِرُّهُ، يَا مَنْ لاَ يُخَافُ إِلاَّ عَدْلُهُ، يَا مَنْ لاَ يَدُوْمُ إِلاَّ مُلْكُهُ، يَا مَنْ لاَ سُلْطَانَ إِلاَّ سُلْطَانُهُ، يَا مَنْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْئٍ رَحْمَتُهُ، يَا مَنْ سَبَقَتْ رَحْمَتُهُ غَضَبَهُ، يَا مَنْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْئٍ عِلْمُهُ، يَا مَنْ لَيْسَ أَحَدٌ مِثْلُهُ،
(19) Wahai Zat yang tidak diharapkan kecuali karunia-Nya, wahai Zat yang tidak dimohon kecuali maaf-Nya, wahai Zat yang tidak dilihat kecuali kebaikan-Nya, wahai Zat yang tidak ditakuti kecuali keadilan-Nya, wahai Zat yang tidak akan sirna kerajaan-Nya, wahai Zat yang tidak ada kerajaan kecuali kerajaan-Nya, wahai Zat yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, wahai Zat yang rahmat-Nya mengalahkan amarah-Nya, wahai Zat yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, wahai Zat yang tak seorang pun setara dengan-Nya,
(۲۰) يَا فَارِجَ الْهَمِّ، يَا كَاشِفَ الْغَمِّ، يَا غَافِرَ الذَّنْبِ، يَا قَابِلَ التَّوْبِ، يَا خَالِقَ الْخَلْقِ، يَا صَادِقَ الْوَعْدِ، يَا مُوْفِيَ الْعَهْدِ، يَا عَالِمَ السِّرِّ، يَا فَالِقَ الْحَبِّ، يَا رَازِقَ اْلأَنَامِ،
(20) Wahai Penyirna kesedihan, wahai Penyingkap kesusahan, wahai Pengampun dosa, wahai Penerima taubat, wahai Pencipta makhluk, wahai Yang benar janji-Nya, wahai Yang menepati janji, wahai Yang Mengetahui segala rahasia, wahai Pembelah biji-bijian, wahai Yang Mengaruniakan rezeki kepada manusia,
(۲۱) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا عَلِيُّ يَا وَفِيُّ، يَا غَنِيُّ يَا مَلِيُّ، يَا حَفِيُّ يَا رَضِيُّ، يَا زَكِيُّ يَا بَدِيُّ، يَا قَوِيُّ يَا وَلِيُّ،
(21) Ya Allah, aku meohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Mahatinggi, wahai Yang Maha Menepati janji, wahai Yang Mahakaya, wahai Yang Mahakuat, wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang Meridhai, wahai Yang Suci, wahai Pencipta, wahai Yang Mahakuat, wahai Yang Mencintai,
(۲۲) يَا مَنْ أَظْهَرَ الْجَمِيْلَ، يَا مَنْ سَتَرَ الْقَبِيْحَ، يَا مَنْ لَمْ يُؤَاخِذْ بِالْجَرِيْرَةِ، يَا مَنْ لَمْ يَهْتِكِ السِّتْرَ، يَا عَظِيْمَ الْعَفْوِ، يَا حَسَنَ التَّجَاوُزِ، يَا وَاسِعَ الْمَغْفِرَةِ، يَا بَاسِطَ الْيَدَيْنِ بِالرَّحْمَةِ، يَا صَاحِبَ كُلِّ نَجْوَى، يَا مُنْتَهَى كُلِّ شَكْوَى،
(22) Wahai Zat yang menampakkan yang indah, wahai Zat yang menutupi yang jelek, wahai Zat yang tidak segera menyiksa karena suatu kesalahan, wahai Zat yang tidak menyingkap tabir (dosa-dosa), wahai Yang agung maaf-Nya, wahai Yang Mahabaik maaf-Nya, wahai Yang Mahaluas ampunan-Nya, wahai Yang terbuka kedua tangan-Nya dengan rahmat, wahai Yang Mendengar
(۲۳) يَا ذَا النِّعْمَةِ السَّابِغَةِ، يَا ذَا الرَّحْمَةِ الْوَاسِعَةِ، يَا ذَا الْمِنَّةِ السَّابِقَةِ، يَا ذَا الْحِكْمَةِ الْبَالِغَةِ، يَا ذَا الْقُدْرَةِ الْكَامِلَةِ، يَا ذَا الْحُجَّةِ الْقَاطِعَةِ، يَا ذَا الْكَرَامَةِ الظَّاهِرَةِ، يَا ذَا الْعِزَّةِ الدَّائِمَةِ، يَا ذَا الْقُوَّةِ الْمَتِيْنَةِ، يَا ذَا الْعَظَمَةِ الْمَنِيْعَةِ،
(23) Wahai Pemilik karunia yang melimpah, wahai Pemilik rahmat yang luas, wahai Pemilik anugerah yang terdahulu (dari keberadaan), wahai Pemilik hikmah tertinggi, wahai Pemilik kekuasaan yang sempurna, wahai Pemilik hujjah yang tak terbantah, wahai Pemilik kedermawanan yang nampak, wahai Pemilik kemuliaan yang abadi, wahai Pemilik kekuatan yang kokoh, wahai Pemilik keagungan yang tegar
(۲۴) يَا بَدِيْعَ السَّمَاوَاتِ، يَا جَاعِلَ الظُّلُمَاتِ، يَا رَاحِمَ الْعَبَرَاتِ، يَا مُقِيْلَ الْعَثَرَاتِ، يَا سَاتِرَ الْعَوْرَاتِ، يَا مُحْيِيَ اْلأَمْوَاتِ، يَا مُنْزِلَ اْلآيَاتِ، يَا مُضَعِّفَ الْحَسَنَاتِ، يَا مَاحِيَ السَّيِّئَاتِ، يَا شَدِيْدَ النَّقِمَاتِ،
(24) Wahai Pencipta langit, wahai Pembuat kegelapan, wahai Pengasih air mata (yang menetes), wahai Pengampun kesalahan, wahai Penutup cela dan aib, wahai Penghidup orang-orang telah mati, wahai Penurun ayat-ayat, wahai Yang melipatgandakan (pahala) kebaikan, wahai Penyirna segala kejelekan, wahai Yang dahsyat siksa-Nya,
(۲۵) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا مُصَوِّرُ يَا مُقَدِّرُ، يَا مُدَبِّرُ يَا مُطَهِّرُ، يَا مُنَوِّرُ يَا مُيَسِّرُ، يَا مُبَشِّرُ يَا مُنْذِرُ، يَا مُقَدِّمُ يَا مُؤَخِّرُ،
(25) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu,
wahai Pembentuk, wahai Penentu, wahai Pengatur, wahai Penyuci, wahai Penerang, wahai Pemudah (segala urusan), wahai Pemberi berita gembira, wahai Pengancam, wahai Yang mendahulukan, wahai Yang mengakhirkan
(۲۶)يَا رَبَّ الْبَيْتِ الْحَرَامِ، يَا رَبَّ الشَّهْرِ الْحَرَامِ، يَا رَبَّ الْبَلَدِ الْحَرَامِ، يَا رَبَّ الرُّكْنِ وَ الْمَقَامِ، يَا رَبَّ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ، يَا رَبَّ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، يَا رَبَّ الْحِلِّ وَ الْحَرَامِ، يَا رَبَّ النُّوْرِ وَ الظَّلاَمِ، يَا رَبَّ التَّحِيَّةِ وَ السَّلاَمِ، يَا رَبَّ الْقُدْرَةِ فِيْ اْلأَنَامِ،
(26) Wahai Tuhan Ka’bah yang suci, wahai Pemelihara bulan yang suci, wahai Penjaga negeri yang suci, wahai Tuhan Rukn (sisi-sisi Ka’bah) dan Maqam[1], wahai Tuhan
Masy’aril Haram (Muzdalifah), wahai Tuhan Masjidil Haram, wahai Tuhan halal dan haram, wahai Tuhan cahaya dan kegelapan, wahai Tuhan penghormatan dan salam, wahai Tuhan Yang Berkuasa atas seluruh manusia,
(۲۷) يَا أَحْكَمَ الْحَاكِمِيْنَ، يَا أَعْدَلَ الْعَادِلِيْنَ، يَا أَصْدَقَ الصَّادِقِيْنَ، يَا أَطْهَرَ الطَّاهِرِيْنَ، يَا أَحْسَنَ الْخَالِقِيْنَ، يَا أَسْرَعَ الْحَاسِبِيْنَ، يَا أَسْمَعَ السَّامِعِيْنَ، يَا أَبْصَرَ النَّاظِرِيْنَ، يَا أَشْفَعَ الشَّافِعِيْنَ، يَا أَكْرَمَ اْلأَكْرَمِيْنَ،
(27) Wahai Yang lebih bijaksana dari mereka yang bijaksana, wahai Yang lebih adil dari mereka yang adil, wahai Yang benar dari mereka yang berkata benar, wahai Yang paling suci dari mereka yang suci, wahai Yang paling baik dari mereka yang menciptakan, wahai Yang paling cepat hisab-Nya, wahai Yang paling mendengar dari mereka yang dapat mendengar, wahai Yang paling melihat dari mereka yang dapat melihat, wahai Yang Maha Pensyafaat dari mereka yang dapat memberi syafaat, wahai Yang paling mulia dari mereka yang mulia,
(۲۸) يَا عِمَادَ مَنْ لاَ عِمَادَ لَهُ، يَا سَنَدَ مَنْ لاَ سَنَدَ لَهُ، يَا ذُخْرَ مَنْ لاَ ذُخْرَ لَهُ، يَا حِرْزَ مَنْ لاَ حِرْزَ لَهُ، يَا غِيَاثَ مَنْ لاَ غِيَاثَ لَهُ، يَا فَخْرَ مَنْ لاَ فَخْرَ لَهُ، يَا عِزَّ مَنْ لاَ عِزَّ لَهُ، يَا مُعِيْنَ مَنْ لاَ مُعِيْنَ لَهُ، يَا أَنِيْسَ مَنْ لاَ أَنِيْسَ لَهُ، يَا أَمَانَ مَنْ لاَ أَمَانَ لَهُ،
(28) Wahai Sandaran bagi yang tidak memiliki sandaran, wahai Tumpuan bagi yang tidak memiliki tumpuan, wahai Simpanan bagi yang tidak memiliki simpanan, wahai Penjaga bagi yang tidak memiliki penjaga, wahai Pelindung bagi yang tidak memiliki pelindung, wahai Kebanggaan bagi yang tidak memiliki kebanggaan, wahai Kemuliaan bagi yang tidak memiliki kemuliaan, wahai Penolong bagi yang tidak memiliki penolong, wahai Pujaan bagi yang tidak memiliki pujaan, wahai Pengaman bagi yang tidak memiliki pengaman,
(۲۹) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا عَاصِمُ يَا قَائِمُ، يَا دَائِمُ يَا رَاحِمُ، يَا سَالِمُ يَا حَاكِمُ، يَا عَالِمُ يَا قَاسِمُ، َا قَابِضُ يَا بَاسِطُ،
(29) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Maha Penjaga, wahai Yang Berdiri Sendiri, wahai Yang Mahakekal, wahai Yang Maha Penyayang, wahai Yang terselamatkan (dari segala kekurangan), wahai Yang Maha Berkuasa, wahai Yang Maha Mengetahui, wahai Yang Maha Membagi, wahai Yang Maha Menahan, wahai Yang Maha Melimpahkan,
ي (۳۰) يَا عَاصِمَ مَنِ اسْتَعْصَمَهُ، يَا رَاحِمَ مَنِ اسْتَرْحَمَهُ، يَا غَافِرَ مَنِ اسْتَغْفَرَهُ، يَا نَاصِرَ مَنِ اسْتَنْصَرَهُ، يَا حَافِظَ مَنِ اسْتَحْفَظَهُ، يَا مُكْرِمَ مَنِ اسْتَكْرَمَهُ، يَا مُرْشِدَ مَنِ اسْتَرْشَدَهُ، يَا صَرِيْخَ مَنِ اسْتَصْرَخَهُ، يَا مُعِيْنَ مَنِ اسْتَعَانَهُ، يَا مُغِيْثَ مَنِ اسْتَغَاثَهُ،
(30) wahai Pelindung bagi yang memohon perlindungan kepada-Nya, wahai Penyayang kepada yang meminta kasih sayang-Nya, wahai Pengampun bagi yang meminta ampunan kepada-Nya, wahai Penolong bagi yang meminta pertolongan-Nya, wahai Penjaga bagi yang meminta penjagaan dari-Nya, wahai Yang Memuliakan orang yang meminta kemuliaan dari-Nya, wahai Pembimbing bagi yang meminta bimbingan kepada-Nya, wahai Yang Mendengar jeritan orang yang memohon bantuan kepada-Nya, wahai Penolong bagi yang meminta pertolongan kepada-Nya, wahai Pelindung bagi orang yang meminta perlindungan-Nya,
(۳۱) يَا عَزِيْزًا لاَ يُضَامُ، يَا لَطِيْفًا لاَ يُرَامُ، يَا قَيُّوْمًا لاَ يَنَامُ، يَا دَائِمًا لاَ يَفُوْتُ، يَا حَيًّا لاَ يَمُوْتُ، يَا مَلِكًا لاَ يَزُوْلُ، يَا بَاقِيًا لاَ يَفْنَى، يَا عَالِمًا لاَ يَجْهَلُ، يَا صَمَدًا لاَ يُطْعَمُ، يَا قَوِيًّا لاَ يَضْعُفُ،
(31) wahai Mahaperkasa yang tak ‘kan teraniaya, wahai Mahalembut yang tak ‘kan tergapai (hakikat-Nya), wahai Mahategar yang tak ‘kan pernah tidur, wahai Mahaabadi yang tak ‘kan pernah sirna, wahai Mahahidup yang tak ‘kan pernah mati, wahai Raja Diraja yang tak ‘kan terjatuhkan, wahai Mahakekal yang tak ‘kan pernah musnah, wahai Maha Mengetahui yang tak ‘kan pernah bodoh, wahai Tempat Bergantung yang tak pernah butuh bantuan, wahai Mahakuat yang tak ‘kan pernah lemah,
(۳۲) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا أَحَدُ يَا وَاحِدُ، يَا شَاهِدُ يَا مَاجِدُ، يَا حَامِدُ يَا رَاشِدُ، يَا بَاعِثُ يَا وَارِثُ، يَا ضَارُّ يَا نَافِعُ،
(32) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Mahatunggal, wahai Yang Maha Esa, wahai Yang Maha Menyaksikan, wahai Yang Mahamulia, wahai Yang Maha Memuji, wahai Maha Pemberi petunjuk, wahai Maha Pembangkit, wahai Maha Pewaris, wahai Yang Memberikan bahaya, wahai Yang Memberikan manfaat,
(۳۳) يَا أَعْظَمَ مِنْ كُلِّ عَظِيْمٍ، يَا أَكْرَمَ مِنْ كُلِّ كَرِيْمٍ، يَا أَرْحَمَ مِنْ كُلِّ رَحِيْمٍ، يَا أَعْلَمَ مِنْ كُلِّ عَلِيْمٍ، يَا أَحْكَمَ مِنْ كُلِّ حَكِيْمٍ، يَا أَقْدَمَ مِنْ كُلِّ قَدِيْمٍ، يَا أَكْبَرَ مِنْ كُلِّ كَبِيْرٍ، يَا أَلْطَفَ مِنْ كُلِّ لَطِيْفٍ، يَا أَجَلَّ مِنْ كُلِّ جَلِيْلٍ، يَا أَعَزَّ مِنْ كُلِّ عَزِيْزٍ،
(33) Wahai Yang lebih agung dari setiap yang agung, wahai Yang lebih Dermawan dari setiap yang dermawan, wahai Yang lebih pengasih dari setiap pengasih, wahai Yang lebih mengetahui dari setiap yang mengetahui, wahai Yang lebih bijaksana dari setiap yang bijaksana, wahai Yang lebih dahulu dari setiap yang dahulu, wahai Yang lebih besar dari setiap yang besar, wahai Yang lebih lembut dari setiap yang lembut, wahai Yang lebih perkasa dari setiap yang perkasa, wahai Yang lebih mulia dari setiap yang mulia,
(۳۴) يَا كَرِيْمَ الصَّفْحِ، يَا عَظِيْمَ الْمَنِّ، يَا كَثِيْرَ الْخَيْرِ، يَا قَدِيْمَ الْفَضْلِ، يَا دَائِمَ اللُّطْفِ، يَا لَطِيفَ الصُّنْعِ، يَا مُنَفِّسَ الْكَرْبِ، يَا كَاشِفَ الضُّرِّ، يَا مَالِكَ الْمُلْكِ، يَا قَاضِيَ الْحَقِّ،
(34) Wahai Yang Mahamulia maaf-Nya, wahai Yang Mahabesar pemberian-Nya, wahai Yang banyak kebaikan-Nya, wahai Yang Mahadahulu karunia-Nya, wahai Yang selalu abadi kemurahan-Nya, wahai Yang lembut ciptaan-nya, wahai Pembasmi kegundahan, wahai Penyingkap kesusahan, wahai Pemilik segala kerajaan, wahai Penegak kebenaran
(۳۵) يَا مَنْ هُوَ فِيْ عَهْدِهِ وَفِيٌّ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ وَفَائِهِ قَوِيٌّ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ قُوَّتِهِ عَلِيٌّ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ عُلُوِّهِ قَرِيْبٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ قُرْبِهِ لَطِيْفٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ لُطْفِهِ شَرِيْفٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ شَرَفِهِ عَزِيْزٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ عِزِّهِ عَظِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ عَظَمَتِهِ مَجِيْدٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ مَجْدِهِ حَمِيْدٌ،
(35) Wahai Yang selalu menepati janji-Nya, wahai Yang Mahakuat dalam kesetiaan-Nya, wahai Yang Mahatinggi dalam kekuatan-Nya, wahai Yang Mahadekat dalam kemahatinggian-Nya, wahai Yang Mahalembut dalam kedekatan-Nya, wahai Yang Mahamulia dalam kelembutan-Nya, wahai Yang Mahakuat dalam kemuliaan-Nya, wahai Yang Mahaagung dalam kekuatan-Nya, wahai Yang Mahaperkasa dalam keagungan-Nya, wahai Yang Maha Terpuji dalam keperkasaan-Nya,
(۳۶)اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا كَافِيْ يَا شَافِيْ، يَا وَافِيْ يَا مُعَافِيْ، يَا هَادِيْ يَا دَاعِيْ، يَا قَاضِيْ يَا رَاضِيْ، يَا عَالِيْ يَا بَاقِيْ،
(36) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Maha Mencukupi, wahai Yang Maha Menyembuhkan, wahai Yang Maha Menunaikan janji, wahai Yang Maha Menyembuhkan, wahai Pemberi petunjuk, wahai Yang selalu menyeru, wahai Pemutus (perkara), wahai
Yang selalu meridhai, wahai Yang Mahatinggi, wahai Yang Mahakekal
(۳۷) يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ خَاضِعٌ لَهُ، يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ خَاشِعٌ لَهُ، يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ كَائِنٌ لَهُ، يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ مَوْجُوْدٌ بِهِ، يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ مُنِيْبٌ إِلَيْهِ، يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ خَائِفٌ مِنْهُ، يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ قَائِمٌ بِهِ، يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ صَائِرٌ إِلَيْهِ، يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ، يَا مَنْ كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ،
(37) wahai Zat yang segala sesuatu tunduk kepada-Nya, wahai Zat yang segala sesuatu menjadi khusyuk di hadapan-Nya, wahai Zat yang segala sesuatu menjadi ada karena-Nya, wahai Zat yang segala berada karena-Nya, wahai Zat yang segala sesuatu kembali kepada-Nya, wahai Zat yang segala sesuatu takut kepada-Nya,
wahai Zat yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya, wahai Zat yang segala sesuatu akan pergi menjumpai-Nya, wahai Zat yang segala sesuatu bertasbih dengan memuji-Nya, wahai Zat yang segala sesuatu akan sirna kecuali Zat-Nya,
(۳۸) يَا مَنْ لاَ مَفَرَّ إِلاَّ إِلَيْهِ، يَا مَنْ لاَ مَفْزَعَ إِلاَّ إِلَيْهِ، يَا مَنْ لاَ مَقْصَدَ إِلاَّ إِلَيْهِ، يَا مَنْ لاَ مَنْجَى مِنْهُ إِلاَّ إِلَيْهِ، يَا مَنْ لاَ يُرْغَبُ إِلاَّ إِلَيْهِ، يَا مَنْ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِهِ، يَا مَنْ لاَ يُسْتَعَانُ إِلاَّ بِهِ، يَا مَنْ لاَ يُتَوَكَّلُ إِلاَّ عَلَيْهِ، يَا مَنْ لاَ يُرْجَى إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يُعْبَدُ إِلاَّ هُوَ،
(38) wahai Yang tiada tempat pelarian kecuali kepada-Nya, wahai Yang tiada tempat bernaung kecuali pada-Nya, wahai Yang tiada tujuan kecuali kepada-Nya, wahai
Yang tiada tempat menyelamatkan diri kecuali kepada-Nya, wahai Yang tiada didambakan kecuali Ia, wahai Yang tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan)-Nya, wahai Yang tiada dapat dimintai pertolongan kecuali Ia, wahai Yang tiada dapat dipasrahkan kecuali kepada-Nya, wahai Yang tiada dapat diharapkan kecuali Ia, wahai Yang tiada layak disembah kecuali Ia
(۳۹)يَا خَيْرَ الْمَرْهُوبِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمَرْغُوبِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمَطْلُوبِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمَسْؤُوْلِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمَقْصُوْدِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمَذْكُوْرِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمَشْكُوْرِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمَحْبُوْبِيْنَ، يَا خَيْرَ الْمَدْعُوِّيْنَ، يَا خَيْرَ الْمُسْتَأْنِسِيْنَ،
(39) Wahai Sebaik-baik yang dapat ditakuti, wahai Sebaik-baik yang dapat didambakan, wahai Sebaik-baik yang dapat diminta, wahai Sebaik-baik yang dapat dimohon, wahai Sebaik-baik yang dapat dituju, wahai Sebaik-baik yang dapat disebut, wahai Sebaik-baik yang dapat disyukuri, wahai Sebaik-baik yang dapat dicintai, wahai Sebaik-baik yang dapat diseru, wahai Sebaik-baik yang dapat memberi ketenangan
(۴۰) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا غَافِرُ يَا سَاتِرُ، يَا قَادِرُ يَا قَاهِرُ، يَا فَاطِرُ يَا كَاسِرُ، يَا جَابِرُ يَا ذَاكِرُ، يَا نَاظِرُ يَا نَاصِرُ،
(40) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Maha Pengampun, wahai Yang Maha Menutupi (aib), wahai Yang Mahamampu, wahai Yang Mahaperkasa, wahai Yang Maha Pencipta, wahai Yang Maha Penghancur (tulang-belulang), wahai Yang Maha Menambal (tulang-belulang yang telah hancur), wahai Yang Maha Pengingat, wahai Yang Maha Mengawasi, wahai Yang Maha Penolong
(۴۱) يَا مَنْ خَلَقَ فَسَوَّى، يَا مَنْ قَدَّرَ فَهَدَى، يَا مَنْ يَكْشِفُ الْبَلْوَى، يَا مَنْ يَسْمَعُ النَّجْوَى، يَا مَنْ يُنْقِذُ الْغَرْقَى، يَا مَنْ يُنْجِي الْهَلْكَى، يَا مَنْ يَشْفِيْ الْمَرْضَى، يَا مَنْ أَضْحَكَ وَ
أَبْكَى، يَا مَنْ أَمَاتَ وَ أَحْيَى، يَا مَنْ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَ اْلأُنْثَى،
(41) Wahai Yang menciptakan lalu menyempurnakan, wahai Yang menentukan lalu memberi petunjuk, wahai Yang menghilangkan petaka, wahai Yang mendengar rintihan, wahai Yang menyelamatkan mereka yang tenggelam, wahai Yang menyelamatkan mereka yang celaka, wahai Yang menyembuhkan mereka yang sakit, wahai Yang membuat orang tertawa dan menangis, wahai Yang mematikan dan menghidupkan, wahai Yang menciptakan satu pasangan, lelaki dan wanita
(۴۲) يَا مَنْ فِيْ الْبَرِّ وَ الْبَحْرِ سَبِيْلُهُ، يَا مَنْ فِيْ اْلآفَاقِ آيَاتُهُ، يَا مَنْ فِيْ اْلآيَاتِ بُرْهَانُهُ، يَا مَنْ فِيْ الْمَمَاتِ قُدْرَتُهُ، يَا مَنْ فِيْ الْقُبُوْرِ عِبْرَتُهُ، يَا مَنْ فِيْ الْقِيَامَةِ مُلْكُهُ، يَا مَنْ فِيْ الْحِسَابِ هَيْبَتُهُ، يَا مَنْ فِيْ الْمِيْزَانِ قَضَاؤُهُ، يَا مَنْ فِيْ الْجَنَّةِ ثَوَابُهُ، يَا مَنْ فِيْ النَّارِ عِقَابُهُ،
(42) Wahai Yang di daratan dan lautan jalan (menuju)-Nya, wahai Yang di alam semesta tanda-tanda (kebesaran)-Nya, wahai Yang di dalam tanda-tanda (kebesaran)-Nya petunjuk-Nya, wahai Yang dalam dalam kematian (tampak) kekuasaan-Nya, wahai Yang di dalam kubur pelajaran (berharga bagi makhluk)-Nya, wahai Yang di Hari Kiamat kerajaan-Nya, wahai Yang di Hari Hisab kewibawaan-Nya, wahai Yang di hari Timbangan (amal tampak) keputusan-Nya, wahai Yang di dalam surga pahala-Nya, wahai Yang di dalam neraka siksa-Nya
(۴۳) يَا مَنْ إِلَيْهِ يَهْرُبُ الْخَائِفُوْنَ، يَا مَنْ إِلَيْهِ يَفْزَعُ الْمُذْنِبُوْنَ، يَا مَنْ إِلَيْهِ يَقْصِدُ الْمُنِيْبُوْنَ، يَا مَنْ إِلَيْهِ يَرْغَبُ الزَّاهِدُوْنَ، يَا مَنْ إِلَيْهِ يَلْجَأُ الْمُتَحَيِّرُوْنَ، يَا مَنْ بِهِ يَسْتَأْنِسُ الْمُرِيْدُوْنَ، يَا مَنْ بِهِ يَفْتَخِرُ الْمُحِبُّوْنَ، يَا مَنْ فِيْ عَفْوِهِ يَطْمَعُ الْخَاطِئُوْنَ، يَا مَنْ إِلَيْهِ يَسْكُنُ الْمُوْقِنُوْنَ، يَا مَنْ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُوْنَ،
(43) Wahai Yang ke haribaan-Nya berlari orang-orang yang takut, wahai Yang kepada-Nya merasa takut orang-orang yang berdosa, wahai Yang kepada-Nya menuju orang-orang yang bertaubat, wahai Yang kepada-Nya mendamba orang-orang yang zuhud, wahai Yang kepada-Nya berlindung orang-orang yang kebingungan, wahai Yang dengan-Nya merasa tenteram orang-orang yang rindu, wahai Yang dengan-Nya berbangga orang-orang yang mencintai(-Nya), wahai Yang maaf-Nya diharapkan oleh orang-orang yang bersalah, wahai Yang dengan-Nya orang-orang yang yakin merasa tenteram, wahai Yang kepada-Nya orang-orang bertawakal berpasrah diri
(۴۴) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا حَبِيْبُ يَا طَبِيْبُ، يَا قَرِيْبُ يَا رَقِيْبُ، يَا حَسِيْبُ يَا مَهِيْبُ (مُهِيبُ)، يَا مُثِيْبُ يَا مُجِيْبُ، يَا خَبِيْرُ يَا بَصِيْرُ،
(44) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Kekasih, wahai Penyembuh, wahai Yang Dekat, wahai Yang Mengawasi, wahai Yang Menghitung, wahai Yang Berwibawa, wahai Yang memberi pahala, wahai Pengabul (doa), wahai Yang Maha Mengetahui, wahai Yang Maha Melihat
(۴۵) يَا أَقْرَبَ مِنْ كُلِّ قَرِيْبٍ، يَا أَحَبَّ مِنْ كُلِّ حَبِيْبٍ، يَا أَبْصَرَ مِنْ كُلِّ بَصِيْرٍ، يَا أَخْبَرَ مِنْ كُلِّ خَبِيْرٍ، يَا أَشْرَفَ مِنْ كُلِّ شَرِيْفٍ، يَا أَرْفَعَ مِنْ كُلِّ رَفِيْعٍ يَا أَقْوَى مِنْ كُلِّ قَوِيٍّ، يَا أَغْنَى مِنْ كُلِّ غَنِيٍّ، يَا أَجْوَدَ مِنْ كُلِّ جَوَادٍ، يَا أَرْأَفَ مِنْ كُلِّ رَؤُوْفٍ،
(45) Wahai Yang lebih dekat dari setiap yang dekat, wahai Yang lebih pengasih dari setiap pengasih, wahai Yang lebih melihat dari setiap yang melihat, wahai Yang lebih tahu dari yang mengetahui, wahai Yang lebih mulia dari setiap yang mulia, wahai Yang lebih tinggi dari setiap yang tinggi, wahai Yang lebih kuat dari setiap yang kuat, wahai Yang lebih kaya dari setiap yang kaya, wahai Yang lebih dermawan dari setiap yang dermawan, wahai Yang lebih penyayang dari setiap penyayang
(۴۶) يَا غَالِبًا غَيْرَ مَغْلُوْبٍ، يَا صَانِعًا غَيْرَ مَصْنُوْعٍ، يَا خَالِقًا غَيْرَ مَخْلُوْقٍ، يَا مَالِكًا غَيْرَ مَمْلُوْكٍ، يَا قَاهِرًا غَيْرَ مَقْهُوْرٍ، يَا رَافِعًا غَيْرَ مَرْفُوْعٍ، يَا حَافِظًا غَيْرَ مَحْفُوْظٍ، يَا نَاصِرًا غَيْرَ مَنْصُوْرٍ، يَا شَاهِدًا غَيْرَ غَائِبٍ، يَا قَرِيْبًا غَيْرَ بَعِيْدٍ،
(46) Wahai Yang selalu menang tak terkalahkan, wahai Yang membuat tak terbuat, wahai Yang menciptakan tak terciptakan, wahai Yang memiliki tak termiliki, wahai Yang menguasai tak terkuasai, wahai Yang Mahatinggi tak ada yang melebihi, wahai Yang menjaga tak memerlukan penjagaan, wahai Yang menolong tak perlu pertolongan, wahai Yang nyata tidak gaib, wahai Yang dekat tidak jauh
(۴۷) يَا نُوْرَ النُّوْرِ، يَا مُنَوِّرَ النُّوْرِ، يَا خَالِقَ النُّوْرِ، يَا مُدَبِّرَ النُّوْرِ، يَا مُقَدِّرَ النُّوْرِ، يَا نُوْرَ كُلِّ نُوْرٍ، يَا نُوْرًا قَبْلَ كُلِّ نُوْرٍ، يَا نُوْرًا بَعْدَ كُلِّ نُوْرٍ، يَا نُوْرًا فَوْقَ كُلِّ نُوْرٍ، يَا نُوْرًا لَيْسَ كَمِثْلِهِ نُوْرٌ،
(47) Wahai Cahaya bagi segala cahaya, wahai Pemberi cahaya bagi segala cahaya, wahai Pencipta segala cahaya, wahai Pengatur segala cahaya, wahai Penentu segala cahaya, wahai Cahaya bagi setiap cahaya, wahai Cahaya sebelum setiap cahaya, wahai Cahaya setelah setiap cahaya, wahai Cahaya di atas setiap cahaya, wahai Cahaya yang tidak diserupai oleh cahaya mana pun,
(۴۸) يَا مَنْ عَطَاؤُهُ شَرِيْفٌ، يَا مَنْ فِعْلُهُ لَطِيْفٌ، يَا مَنْ لُطْفُهُ مُقِيْمٌ، يَا مَنْ إِحْسَانُهُ قَدِيْمٌ، يَا مَنْ قَوْلُهُ حَقٌّ، يَا مَنْ وَعْدُهُ صِدْقٌ، يَا مَنْ عَفْوُهُ فَضْلٌ، يَا مَنْ عَذَابُهُ عَدْلٌ، يَا مَنْ ذِكْرُهُ حُلْوٌ، يَا مَنْ فَضْلُهُ عَمِيْمٌ،
(48) Wahai Yang pemberian-Nya mulia, wahai Yang perbuatan-Nya lembut, wahai Yang kelembutan-Nya tak ‘kan berubah, wahai Yang kebaikan-Nya terdahulu, wahai Yang firman-Nya benar, wahai Yang janji-Nya selalu tepat, wahai Yang maaf-Nya keutamaan, wahai Yang siksa-Nya keadilan, wahai Yang menyebut-Nya menyenangkan, wahai Yang karunia-Nya menyeluruh
(۴۹) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا مُسَهِّلُ يَا مُفَصِّلُ، يَا مُبَدِّلُ يَا مُذَلِّلُ، يَا مُنَزِّلُ يَا مُنَوِّلُ، يَا مُفْضِلُ يَا مُجْزِلُ، يَا مُمْهِلُ يَا مُجْمِلُ،
(49) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang memudahkan (setiap perkara), wahai Yang merinci, wahai Yang mengganti, wahai Yang menghinakan, wahai Yang menurunkan, wahai Yang melimpahkan (anugerah), wahai Yang Maha Dermawan, wahai Yang mencurahkan (rahmat), wahai Yang memberi kesempatan, wahai Yang memberi keindahan
(۵۰) يَا مَنْ يَرَى وَ لاَ يُرَى، يَا مَنْ يَخْلُقُ وَ لاَ يُخْلَقُ، يَا مَنْ يَهْدِيْ وَ لاَ يُهْدَى، يَا مَنْ يُحْيِيْ وَ لاَ يُحْيَى، يَا مَنْ يَسْأَلُ وَ لاَ يُسْأَلُ، يَا مَنْ يُطْعِمُ وَ لاَ يُطْعَمُ، يَا مَنْ يُجِيْرُ وَ لاَ يُجَارُ عَلَيْهِ، يَا مَنْ يَقْضِيْ وَ لاَ يُقْضَى عَلَيْهِ، يَا مَنْ يَحْكُمُ وَ لاَ يُحْكَمُ عَلَيْهِ، يَا مَنْ لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُولَدْ وَ لَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ،
50) Wahai Yang melihat dan tak dilihat, wahai Yang menciptakan dan tak dicipta, wahai Yang memberi petunjuk dan tidak diberi petunjuk, wahai Yang menghidupkan dan tidak dihidupkan, wahai Yang menanyai dan tidak ditanyakan, wahai Yang memberi makan dan tidak diberi makan, wahai Yang memberi perlindungan dan tidak diberi perlindungan, wahai Yang menentukan dan tidak ditentukan, wahai yang memutuskan dan tidak diputuskan, wahai Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan serta tidak seorang pun yang menyamai-nya,
(۵۱) يَا نِعْمَ الْحَسِيْبُ، يَا نِعْمَ الطَّبِيْبُ، يَا نِعْمَ الرَّقِيْبُ، يَا نِعْمَ الْقَرِيْبُ، يَا نِعْمَ الْمُجِيْبُ، يَا نِعْمَ الْحَبِيْبُ، يَا نِعْمَ الْكَفِيْلُ، يَا نِعْمَ الْوَكِيْلُ، يَا نِعْمَ الْمَوْلَى، يَا نِعْمَ النَّصِيْرُ،
(51) Wahai Sebaik-baik penghitung (amalan), wahai Sebaik-baik penyembuh, wahai Sebaik-baik pengawas, wahai Sebaik-baik yang dekat, wahai Sebaik-baik pengabul (doa), wahai Sebaik-baik kekasih, wahai Sebaik-baik penjamin, wahai Sebaik-baik penanggung, wahai Sebaik-baik pemimpin, wahai Sebaik-baik penolong
(۵۲) يَا سُرُوْرَ الْعَارِفِيْنَ، يَا مُنَى الْمُحِبِّيْنَ، يَا أَنِيْسَ الْمُرِيْدِيْنَ، يَا حَبِيْبَ التَّوَّابِيْنَ، يَا رَازِقَ الْمُقِلِّيْنَ، يَا رَجَاءَ الْمُذْنِبِيْنَ، يَا قُرَّةَ عَيْنِ الْعَابِدِيْنَ، يَا مُنَفِّسَ عَنِ الْمَكْرُوْبِيْنَ، يَا مُفَرِّجَ عَنِ الْمَغْمُوْمِيْنَ، يَا إِلَهَ اْلأَوَّلِيْنَ وَ اْلآخِرِيْنَ،
(52) Wahai Hiburan para arif, wahai Harapan para pecinta, wahai Pujaan para pencari, wahai Kekasih para ahli taubat, wahai Pemberi rezeki orang fakir, wahai Harapan para pendosa, wahai Permata hati para ahli ibadah, wahai Pelepas derita orang-orang yang dilanda derita, wahai Penyirna kesusahan orang-orang yang dilanda kesusahan, wahai Tuhan orang-orang dahulu dan kemudian,
(۵۳) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا رَبَّنَا يَا إِلَهَنَا، يَا سَيِّدَنَا يَا مَوْلانَا، يَا نَاصِرَنَا يَا حَافِظَنَا، يَا دَلِيْلَنَا يَا مُعِيْنَنَا، يَا حَبِيْبَنَا يَا طَبِيْبَنَا،
(53) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Tuhan kami, wahai Sembahan kami, wahai Tuan kami, wahai Junjungan kami, wahai Penolong kami, wahai Penjaga kami, wahai Penunjuk jalan kami, wahai Yang membantu kami, wahai Kekasih kami, wahai Penyembuh kami,
(۵۴) يَا رَبَّ النَّبِيِّيْنَ وَ اْلأَبْرَارِ، يَا رَبَّ الصِّدِّيْقِيْنَ وَ اْلأَخْيَارِ، يَا رَبَّ الْجَنَّةِ وَ النَّارِ، يَا رَبَّ الصِّغَارِ وَ الْكِبَارِ، يَا رَبَّ الْحُبُوْبِ وَ الثِّمَارِ، يَا رَبَّ اْلأَنْهَارِ وَ اْلأَشْجَارِ، يَا رَبَّ الصَّحَارِيْ وَ الْقِفَارِ، يَا رَبَّ الْبَرَارِيْ وَ الْبِحَارِ، يَا رَبَّ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ، يَا رَبَّ اْلأَعْلاَنِ وَ اْلأَسْرَارِ،
(54) Wahai Tuhan para nabi dan orang-orang bijak, wahai Tuhan orang-orang yang benar dan orang-orang yang terpilih, wahai Tuhan surga dan neraka, wahai Tuhan bagi anak kecil dan orang dewasa, wahai Tuhan bebijian dan buah-buahan, wahai Tuhan (Pencipta) sungai dan pepohonan, wahai Tuhan tanah lapang dan gurun, wahai Tuhan (Pemilik) daratan dan lautan, wahai Tuhan (Pencipta) malam dan siang, wahai Tuhan segala yang tampak dan tersembunyi,
(۵۵) يَا مَنْ نَفَذَ فِيْ كُلِّ شَيْئٍ أَمْرُهُ، يَا مَنْ لَحِقَ بِكُلِّ شَيْئٍ عِلْمُهُ، يَا مَنْ بَلَغَتْ إِلَى كُلِّ شَيْئٍ قُدْرَتُهُ، يَا مَنْ لاَ تُحْصِي الْعِبَادُ نِعَمَهُ، يَا مَنْ لاَ تَبْلُغُ الْخَلاَئِقُ شُكْرَهُ، يَا مَنْ لاَ تُدْرِكُ اْلأَفْهَامُ جَلاَلَهُ، يَا مَنْ لاَ تَنَالُ اْلأَوْهَامُ كُنْهَهُ، يَا مَنِ الْعَظَمَةُ وَ الْكِبْرِيَاءُ رِدَاؤُهُ، يَا مَنْ لاَ تَرُدُّ الْعِبَادُ قَضَاءَهُ، يَا مَنْ لاَ مُلْكَ إِلاَّ مُلْكُهُ، يَا مَنْ لاَ عَطَاءَ إِلاَّ عَطَاؤُهُ،
(55) Wahai Yang seluruh perintah-Nya selalu terlaksana dalam segala sesuatu, wahai Yang ilmu-Nya selalu meliputi segala sesuatu, wahai Yang kekuasaan-Nya meliputi
segala sesuatu, wahai Yang para hamba tak mampu menghitung karunia-karunia-Nya, wahai Yang para makhluk tidak mampu mensyukuri-Nya, wahai Yang semua pemahaman tidak mampu menjangkau keagungan-Nya, wahai Yang semua khayalan tidak mampu mencapai hakikat-Nya, wahai Yang keagungan dan kebesaran adalah pakaian-Nya, wahai Yang para hamba tidak mampu menolak ketentuan-Nya, wahai Yang tiada kerajaan kecuali kerajaan-Nya, wahai Yang tiada anugerah kecuali anugerah-Nya,
(۵۶) يَا مَنْ لَهُ الْمَثَلُ اْلأَعْلَى، يَا مَنْ لَهُ الصِّفَاتُ الْعُلْيَا، يَا مَنْ لَهُ اْلآخِرَةُ وَ اْلأُوْلَى، يَا مَنْ لَهُ الْجَنَّةُ الْمَأْوَى، يَا مَنْ لَهُ اْلآيَاتُ الْكُبْرَى، يَا مَنْ لَهُ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى، يَا مَنْ لَهُ الْحُكْمُ وَ الْقَضَاءُ، يَا مَنْ لَهُ الْهَوَاءُ وَ الْفَضَاءُ، يَا مَنْ لَهُ الْعَرْشُ وَ الثَّرَى، يَا مَنْ لَهُ السَّمَاوَاتُ الْعُلَى،
(56) Wahai Yang bagi-Nya seluruh perumpamaan yang paling sempurna, wahai Yang
bagi-Nya seluruh sifat yang paling agung, wahai Yang bagi-Nya alam akhirat dan dunia, wahai Yang bagi-Nya surga tempat kembali (yang abadi), wahai Yang bagi-Nya seluruh ayat yang maha besar, wahai Yang bagi-Nya asma yang baik, wahai Yang bagi-Nya hukum dan ketentuan, wahai Yang bagi-Nya seluruh udara dan ruang (dunia tak berbatas ini), wahai Yang bagi-Nya Arasy dan bumi, wahai Yang bagi-Nya seluruh langit yang (menjulang) tinggi
(۵۷) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا عَفُوُّ يَا غَفُوْرُ، يَا صَبُوْرُ يَا شَكُوْرُ، يَا رَؤُوْفُ يَا عَطُوْفُ، يَا مَسْؤُوْلُ يَا وَدُوْدُ، يَا سُبُّوْحُ يَا قُدُّوْسُ،
(57) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Maha Pemaaf, wahai Yang Maha Pengampun, wahai Yang Mahasabar, wahai Yang Maha Bersyukur, wahai Yang Maha Menyayangi, wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang layak diminta, wahai Yang Mahakasih, wahai Yang MahasSuci, wahai Yang Mahakudus
(۵۸) يَا مَنْ فِيْ السَّمَاءِ عَظَمَتُهُ، يَا مَنْ فِيْ اْلأَرْضِ آيَاتُهُ، يَا مَنْ فِيْ كُلِّ شَيْئٍ دَلاَئِلُهُ، يَا مَنْ فِيْ الْبِحَارِ عَجَائِبُهُ، يَا مَنْ فِيْ الْجِبَالِ خَزَائِنُهُ، يَا مَنْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيْدُهُ، يَا مَنْ إِلَيْهِ يَرْجِعُ اْلأَمْرُ كُلُّهُ، يَا مَنْ أَظْهَرَ فِيْ كُلِّ شَيْئٍ لُطْفَهُ، يَا مَنْ أَحْسَنَ كُلَّ شَيْئٍ خَلَقَهُ، يَا مَنْ تَصَرَّفَ فِيْ الْخَلاَئِقِ قُدْرَتُهُ،
(58) Wahai Yang di langit keagungan-Nya, wahai Yang di bumi tanda-tanda (kekuasaan)-Nya, wahai Yang di dalam segala sesuatu bukti-bukti (keberadaan)-Nya, wahai Yang di lautan segala keajaiban-Nya, wahai Yang di gunung-gunung simpanan-Nya, wahai Yang memulai (penciptaan) makhluk dan mengembalikannya, wahai Yang kepada-Nya seluruh urusan akan kembali, wahai Yang di dalam segala sesuatu menampakkan kelembutan-Nya, wahai Yang telah memperindah penciptaan segala sesuatu, wahai Yang kekuasaan-Nya meliputi semua makhluk
(۵۹) يَا حَبِيْبَ مَنْ لاَ حَبِيْبَ لَهُ، يَا طَبِيْبَ مَنْ لاَ طَبِيبَ لَهُ، يَا مُجِيْبَ مَنْ لاَ مُجِيْبَ لَهُ، يَا شَفِيْقَ مَنْ لاَ شَفِيْقَ لَهُ، يَا رَفِيْقَ مَنْ لاَ رَفِيْقَ لَهُ، يَا مُغِيْثَ مَنْ لاَ مُغِيْثَ لَهُ، يَا دَلِيْلَ مَنْ لاَ دَلِيْلَ لَهُ، يَا أَنِيْسَ مَنْ لاَ أَنِيْسَ لَهُ، يَا رَاحِمَ مَنْ لاَ رَاحِمَ لَهُ، يَا صَاحِبَ مَنْ لاَ صَاحِبَ لَهُ،
(59) Wahai Kekasih bagi yang tidak memiliki kekasih, wahai Penyembuh bagi yang tidak memiliki penyembuh, wahai Pengabul (doa) bagi yang tidak memiliki pengabul (doa), wahai Penyayang bagi yang tidak memiliki penyayang, wahai Teman Sejati bagi yang tidak memiliki teman sejati, wahai Penolong bagi yang tidak memiliki penolong, wahai Pemberi (petunjuk) bagi yang tidak memiliki pemberi (petunjuk), wahai Pemberi ketenteraman bagi yang tidak memiliki pemberi ketentraman, wahai Pengasih bagi yang tidak memiliki pengasih, wahai Sahabat bagi yang tidak memiliki sahabat,
(۶۰) يَا كَافِيَ مَنِ اسْتَكْفَاهُ، يَا هَادِيَ مَنِ اسْتَهْدَاهُ، يَا كَالِيَ مَنِ اسْتَكْلاَهُ، يَا رَاعِيَ مَنِ اسْتَرْعَاهُ، يَا شَافِيَ مَنِ اسْتَشْفَاهُ، يَا قَاضِيَ مَنِ اسْتَقْضَاهُ، يَا مُغْنِيَ مَنِ اسْتَغْنَاهُ، يَا مُوفِيَ مَنِ اسْتَوْفَاهُ، يَا مُقَوِّيَ مَنِ اسْتَقْوَاهُ، يَا وَلِيَّ مَنِ اسْتَوْلاهُ،
(60) wahai Pemberi kecukupan bagi yang meminta kecukupan dari-Nya, wahai Pemberi petunjuk bagi yang meminta petunjuk-Nya, wahai Penjaga bagi yang meminta penjagaan-Nya, wahai Pemelihara bagi yang meminta pemeliharaan-Nya, wahai Penyembuh bagi yang meminta kesembuhan dari-Nya, wahai Penentu keputusan bagi yang membutuhkan keputusan-Nya, wahai Pemberi kekayaan bagi yang meminta kekayaan dari-Nya, wahai Penepat janji bagi yang menuntut-Nya, wahai Penganugerah kekuatan bagi yang meminta kekuatan dari-Nya, wahai Pemimpin bagi yang meminta kepemimpinan dari-Nya
(۶۱) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا خَالِقُ يَا رَازِقُ، يَا نَاطِقُ يَا صَادِقُ، يَا فَالِقُ يَا فَارِقُ، يَا فَاتِقُ يَا رَاتِقُ، يَا سَابِقُ (فَائِقُ) يَا سَامِقُ،
(61) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Pencipta, wahai Pemberi rezeki, wahai Yang Maha Berbicara, wahai Yang Mahabenar, wahai Pembelah (biji-bijian), wahai Pemisah, wahai Pembuka (pintu-pintu tertutup), wahai Yang memperbaiki, wahai Yang Mahatinggi,
(۶۲) يَا مَنْ يُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَ النَّهَارَ، يَا مَنْ جَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَ اْلأَنْوَارَ، يَا مَنْ خَلَقَ الظِّلَّ وَ الْحَرُوْرَ، يَا مَنْ سَخَّرَ الشَّمْسَ وَ الْقَمَرَ، يَا مَنْ قَدَّرَ الْخَيْرَ وَ الشَّرَّ، يَا مَنْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَ الْحَيَاةَ، يَا مَنْ لَهُ الْخَلْقُ وَ اْلأَمْرُ، يَا مَنْ لَمْ يَتَّخِذْ صَاحِبَةً وَ لاَ وَلَدًا، يَا مَنْ لَيْسَ لَهُ شَرِيْكٌ فِي الْمُلْكِ، يَا مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ،
(62) wahai Yang mengubah siang dan malam, wahai Yang menjadikan kegelapan dan cahaya, wahai Yang menciptakan naungan dan terik panas, wahai Yang menundukkan matahari dan bulan, wahai Yang menentukan kebaikan dan kejelekan, wahai Yang menciptakan kematian dan kehidupan, wahai Yang bagi-Nya penciptaan dan segala urusan, wahai Yang tidak memiliki pasangan dan keturunan, wahai Yang tidak memiliki sekutu dalam kerajaan-Nya, wahai Yang tidak memiliki penolong (untuk menyelamatkan-Nya) dari kehinaan
(۶۳) يَا مَنْ يَعْلَمُ مُرَادَ الْمُرِيْدِيْنَ، يَا مَنْ يَعْلَمُ ضَمِيْرَ الصَّامِتِيْنَ، يَا مَنْ يَسْمَعُ أَنِيْنَ الْوَاهِنِيْنَ، يَا مَنْ يَرَى بُكَاءَ الْخَائِفِيْنَ، يَا مَنْ يَمْلِكُ حَوَائِجَ السَّائِلِيْنَ، يَا مَنْ يَقْبَلُ عُذْرَ التَّائِبِيْنَ، يَا مَنْ لاَ يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِيْنَ، يَا مَنْ لاَ يُضِيْعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ، يَا مَنْ لاَ يَبْعُدُ عَنْ قُلُوْبِ الْعَارِفِيْنَ، يَا أَجْوَدَ اْلأَجْوَدِيْنَ،
(63) Wahai Yang mengetahui kehendak semua orang yang berkehendak, wahai Yang mengetahui (isi) hati orang-orang yang diam, wahai Yang mendengar rintihan orang-orang yang lemah, wahai Yang melihat tangisan orang-orang yang takut, wahai Yang menjamin kebutuhan orang-orang yang meminta, wahai Yang menerima alasan
orang-orang yang bertaubat, wahai Yang memperbaiki tindakan orang-orang yang membuat kerusakan, wahai Yang tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan, wahai Yang tidak jauh dari kalbu para arif (‘ârif), wahai Yang lebih dermawan dari mereka yang dermawan,
(۶۴) يَا دَائِمَ الْبَقَاءِ، يَا سَامِعَ الدُّعَاءِ، يَا وَاسِعَ الْعَطَاءِ، يَا غَافِرَ الْخَطَإِ، يَا بَدِيْعَ السَّمَاءِ، يَا حَسَنَ الْبَلاَءِ، يَا جَمِيْلَ الثَّنَاءِ، يَا قَدِيْمَ السَّنَاءِ، يَا كَثِيْرَ الْوَفَاءِ، يَا شَرِيْفَ الْجَزَاءِ،
(64) Wahai Yang keabadian-Nya kekal, wahai Yang mendengarkan setiap doa, wahai Yang luas pemberian-Nya, wahai Yang mengampuni setiap kesalahan, wahai Yang menciptakan langit, wahai Yang setiap cobaan-Nya baik, wahai Yang pujian-Nya indah, wahai Yang keagungan-Nya terdahulu, wahai Yang memenuhi janji, wahai Yang mulia balasan-Nya,
(۶۵) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا سَتَّارُ يَا غَفَّارُ، يَا قَهَّارُ يَا جَبَّارُ، يَا صَبَّارُ يَا بَارُّ، يَا مُخْتَارُ يَا فَتَّاحُ، يَا نَفَّاحُ يَا مُرْتَاحُ،
(65) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Penutup (aib), wahai Pengampun (dosa), wahai Yang Mahaperkasa, wahai Yang Mahakuasa, wahai Yang Mahasabar, wahai Yang selalu berbuat baik, wahai Yang Maha Memilih, wahai Yang Maha Pembuka, wahai Pemberi karunia, wahai Yang Maha Penghibur
(۶۶) يَا مَنْ خَلَقَنِيْ وَ سَوَّانِيْ، يَا مَنْ رَزَقَنِيْ وَ رَبَّانِيْ، يَا مَنْ أَطْعَمَنِيْ وَ سَقَانِيْ، يَا مَنْ قَرَّبَنِيْ وَ أَدْنَانِيْ، يَا مَنْ عَصَمَنِيْ وَ كَفَانِيْ، يَا مَنْ حَفِظَنِيْ وَ كَلاَنِي، يَا مَنْ أَعَزَّنِيْ وَ أَغْنَانِيْ، يَا مَنْ وَفَّقَنِيْ وَ هَدَانِيْ، يَا مَنْ آنَسَنِيْ وَ آوَانِيْ، يَا مَنْ أَمَاتَنِيْ وَ أَحْيَانِيْ،
(66) Wahai Yang telah menciptakan dan menyempurnakanku, wahai Yang telah memberiku rezeki dan mendidikku, wahai Yang telah memberiku makan dan minum, wahai Yang telah mendekatkan diriku dan menghampiriku, wahai Yang telah melindungi dan mencukupiku, wahai Yang telah memelihara dan menanggungku, wahai Yang telah memuliakan dan memberiku kekayaan, wahai Yang telah memberiku taufik dan petunjuk, wahai Yang telah menenteramkan dan melindungiku, wahai Yang telah mematikan dan menghidupkanku
(۶۷) يَا مَنْ يُحِقُّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ، يَا مَنْ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ، يَا مَنْ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَ قَلْبِهِ، يَا مَنْ لاَ تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، يَا مَنْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ، يَا مَنْ لاَ مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ، يَا مَنْ لاَ رَادَّ لِقَضَائِهِ، يَا مَنِ انْقَادَ كُلُّ شَيْئٍ ِلأَمْرِهِ، يَا مَنِ السَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِيْنِهِ، يَا مَنْ يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ،
(67) Wahai Yang menetapkan kebenaran dengan kalimat-kalimat-Nya, wahai Yang menerima taubat para hamba-Nya, wahai Yang menjembatani antara manusia dan hatinya, wahai Yang syafaat tidak diberikan kecuali dengan seizin-Nya, wahai Yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya, wahai Yang tak seorang pun mampu menunda hukum (baca: keputusan)-Nya, wahai Yang tak seorang pun mampu menolak ketentuan-Nya, wahai Yang segala sesuatu tunduk kepada perintah-Nya, wahai Yang seluruh langit tergabungkan karena kekuasaan-Nya, wahai Yang meniupkan angin sebagai kabar gembira atas rahmat-Nya
(۶۸) يَا مَنْ جَعَلَ اْلأَرْضَ مِهَادًا، يَا مَنْ جَعَلَ الْجِبَالَ أَوْتَادًا، يَا مَنْ جَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا، يَا مَنْ جَعَلَ الْقَمَرَ نُوْرًا، يَا مَنْ جَعَلَ اللَّيْلَ لِبَاسًا، يَا مَنْ جَعَلَ النَّهَارَ مَعَاشًا، يَا مَنْ جَعَلَ النَّوْمَ سُبَاتًا، يَا مَنْ جَعَلَ السَّمَاءَ بِنَاءً، يَا مَنْ جَعَلَ اْلأَشْيَاءَ أَزْوَاجًا، يَا مَنْ جَعَلَ النَّارَ مِرْصَادًا،
(68) Wahai Yang menjadikan bumi terhampar luas, wahai Yang menjadikan gunung sebagai tiang (penonggak bumi), wahai Yang menjadikan matahari sebagai penerang, wahai Yang menjadikan bulan sebagai cahaya, wahai Yang menjadikan malam sebagai pakaian, wahai Yang menjadikan siang sebagai waktu mencari penghidupan, wahai Yang menjadikan tidur sebagai istirahat, wahai Yang menjadikan langit sebagai bangunan (megah), wahai Yang menjadikan segala sesuatu berpasang-pasangan, wahai Yang menjadikan api (neraka) menunggu (kedatangan orang-orang kafir),
(۶۹) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا سَمِيْعُ يَا شَفِيْعُ، يَا رَفِيْعُ يَا مَنِيْعُ، يَا سَرِيْعُ يَا بَدِيْعُ، يَا كَبِيْرُ يَا قَدِيْرُ، يَا خَبِيْرُ (مُنِيْرُ) يَا مُجِيْرُ،
(69) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-mu, wahai Yang Maha Mendengar, wahai Pemberi syafaat, wahai Yang Mahatinggi, wahai Yang Mahategar, wahai Yang Mahacepat, wahai Yang Maha Pencipta, wahai Yang Mahabesar wahai Yang Mahakuasa, wahai Yang Maha Mengetahui, wahai Yang Maha melindungi
(۷۰) يَا حَيًّا قَبْلَ كُلِّ حَيٍّ، يَا حَيًّا بَعْدَ كُلِّ حَيٍّ، يَا حَيُّ الَّذِيْ لَيْسَ كَمِثْلِهِ حَيٌّ، يَا حَيُّ الَّذِيْ لاَ يُشَارِكُهُ حَيٌّ، يَا حَيُّ الَّذِيْ لاَ يَحْتَاجُ إِلَى حَيٍّ، يَا حَيُّ الَّذِيْ يُمِيْتُ كُلَّ حَيٍّ، يَا حَيُّ الَّذِيْ يَرْزُقُ كُلَّ حَيٍّ، يَا حَيًّا لَمْ يَرِثِ الْحَيَاةَ مِنْ حَيٍّ، يَا حَيُّ الَّذِيْ يُحْيِي الْمَوْتَى، يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَ لاَ نَوْمٌ،
(70) Wahai Yang Mahahidup sebelum segala yang hidup, wahai Yang Mahahidup setelah segala yang hidup, wahai Mahahidup yang tiada (makhluk) hidup (mana pun) yang menyerupai-Nya, wahai Mahahidup yang tiada (makhluk) hidup (mana pun) yang mampu menyekutui-Nya, wahai Mahahidup yang tidak butuh kepada makhluk (selain-Nya), wahai Mahahidup yang mematikan setiap yang hidup, wahai Mahahidup yang memberikan rezeki kepada setiap yang hidup, wahai Mahahidup yang tidak mewarisi kehidupan dari makhluk hidup (selain-Nya), wahai Mahahidup yang menghidupkan semua orang yang sudah mati, wahai Yang Mahahidup, wahai Yang Berdiri Sendiri (yang) tak pernah mengantuk dan tertidur
(۷۱) يَا مَنْ لَهُ ذِكْرٌ لاَ يُنْسَى، يَا مَنْ لَهُ نُوْرٌ لاَ يُطْفَى، يَا مَنْ لَهُ نِعَمٌ لاَ تُعَدُّ، يَا مَنْ لَهُ مُلْكٌ لا يَزُوْلُ، يَا مَنْ لَهُ ثَنَاءٌ لاَ يُحْصَى، يَا مَنْ لَهُ جَلاَلٌ لاَ يُكَيَّفُ، يَا مَنْ لَهُ كَمَالٌ لاَ يُدْرَكُ، يَا مَنْ لَهُ قَضَاءٌ لاَ يُرَدُّ، يَا مَنْ لَهُ صِفَاتٌ لاَ تُبَدَّلُ، يَا مَنْ لَهُ نُعُوْتٌ لاَ تُغَيَّرُ،
(71) Wahai Yang bagi-Nya sebutan tak terlupakan, wahai Yang bagi-Nya cahaya tak terpadamkan, wahai Yang bagi-Nya kekaruniaan tak terhitung, wahai Yang bagi-Nya kerajaan tak 'kan pernah runtuh, wahai Yang bagi-Nya pujian tak terhingga, wahai Yang bagi-Nya keagungan tak tersifati, wahai Yang bagi-Nya kesempurnaan tak terjangkau, wahai Yang bagi-Nya ketentuan tak tertolak, wahai Yang bagi-Nya sifat-sifat tak terganti, wahai Yang bagi-Nya sifat-sifat tak berubah,
(۷۲) يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، يَا مَالِكَ يَوْمِ الدِّيْنِ، يَا غَايَةَ الطَّالِبِيْنَ، يَا ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ، يَا مُدْرِكَ الْهَارِبِيْنَ، يَا مَنْ يُحِبُّ الصَّابِرِيْنَ، يَا مَنْ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ، يَا مَنْ يُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ، يَا مَنْ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ، يَا مَنْ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ،
(72) Wahai Tuhan semesta alam, wahai Pemilik Hari Kiamat, wahai Tujuan para pemohon, wahai Tumpuan orang-orang yang berlindung, wahai Penjemput orang-orang yang lari, wahai Yang mencintai orang-orang yang sabar, wahai Yang mencintai orang-orang yang bertaubat, wahai Yang mencintai orang-orang yang bersuci, wahai Yang mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan, wahai Yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatkan petunjuk,
(۷۳) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا شَفِيْقُ يَا رَفِيْقُ، يَا حَفِيْظُ يَا مُحِيْطُ، يَا مُقِيْتُ يَا مُغِيْثُ، يَا مُعِزُّ يَا مُذِلُّ، يَا مُبْدِئُ يَا مُعِيْدُ،
(73) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Maha Penyayang, wahai Sahabat Sejati, wahai Yang Maha Memelihara, wahai Yang Meliputi (seluk-beluk jagad), wahai Yang Memberi rezeki, wahai Penolong, wahai Yang memuliakan, wahai Yang menghinakan, wahai Yang Memulai (penciptaan), wahai Yang Mengembalikan(nya),
(۷۴) يَا مَنْ هُوَ أَحَدٌ بِلاَ ضِدٍّ، يَا مَنْ هُوَ فَرْدٌ بِلاَ نِدٍّ، يَا مَنْ هُوَ صَمَدٌ بِلاَ عَيْبٍ، يَا مَنْ هُوَ وِتْرٌ بِلاَ كَيْفٍ، يَا مَنْ هُوَ قَاضٍ بِلاَ حَيْفٍ، يَا مَنْ هُوَ رَبٌّ بِلاَ وَزِيْرٍ، يَا مَنْ هُوَ عَزِيْزٌ بِلاَ ذُلٍّ، يَا مَنْ هُوَ غَنِيٌّ بِلاَ فَقْرٍ، يَا مَنْ هُوَ مَلِكٌ بِلاَ عَزْلٍ، يَا مَنْ هُوَ مَوْصُوْفٌ بِلاَ شَبِيْهٍ،
(74) Wahai Zat Yang Maha Esa tanpa saingan, wahai Zat Yang Mahatunggal tanpa
tandingan, wahai Tempat Bersandar tanpa cela, wahai Zat Yang Mahasatu tanpa bentuk, wahai Zat Yang Maha Penentu tanpa aniaya, wahai Tuhan Pemelihara
tanpa pembantu, wahai Zat Yang Mahamulia tanpa kehinaan, wahai Yang Mahakaya tanpa kemiskinan, wahai Zat Raja Diraja tak pernah dijatuhkan, wahai Zat yang menyandang sifat tanpa tandingan,
(۷۵) يَا مَنْ ذِكْرُهُ شَرَفٌ لِلذَّاكِرِيْنَ، يَا مَنْ شُكْرُهُ فَوْزٌ لِلشَّاكِرِيْنَ، يَا مَنْ حَمْدُهُ عِزٌّ لِلْحَامِدِيْنَ، يَا مَنْ طَاعَتُهُ نَجَاةٌ لِلْمُطِيْعِيْنَ، يَا مَنْ بَابُهُ مَفْتُوْحٌ لِلطَّالِبِيْنَ، يَا مَنْ سَبِيْلُهُ وَاضِحٌ لِلْمُنِيْبِيْنَ، يَا مَنْ آيَاتُهُ بُرْهَانٌ لِلنَّاظِرِيْنَ، يَا مَنْ كِتَابُهُ تَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِيْنَ، يَا مَنْ رِزْقُهُ عُمُوْمٌ لِلطَّائِعِيْنَ وَ الْعَاصِيْنَ، يَا مَنْ رَحْمَتُهُ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ،
(75) Wahai Yang sebutan-Nya adalah kemuliaan bagi para penyebut-Nya, wahai Yang syukur-Nya adalah kemenangan bagi orang-orang yang bersyukur, wahai Yang memuji-Nya adalah kemuliaan bagi orang-orang yang memuji, wahai Yang ketaatan-Nya adalah keselamatan bagi orang-orang yang taat, wahai Yang pintu-Nya (selalu) terbuka bagi orang-orang yang meminta, wahai Yang jalan-Nya adalah jelas bagi orang-orang yang kembali (kepada-Nya), wahai Yang tanda-tanda (kekuasaan)-Nya adalah bukti jelas bagi orang-orang yang merenung, wahai Yang kitab-Nya adalah peringatan bagi orang-orang yang bertakwa, wahai Yang rezeki-Nya mencakup orang-orang yang taat dan membangkang, wahai Yang rahmat-Nya dekat kepada orang-orang yang berbuat kebajikan
(۷۶) يَا مَنْ تَبَارَكَ اسْمُهُ، يَا مَنْ تَعَالَى جَدُّهُ، يَا مَنْ لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ، يَا مَنْ جَلَّ ثَنَاؤُهُ، يَا مَنْ تَقَدَّسَتْ أَسْمَاؤُهُ، يَا مَنْ يَدُوْمُ بَقَاؤُهُ، يَا مَنِ الْعَظَمَةُ بَهَاؤُهُ، يَا مَنِ الْكِبْرِيَاءُ رِدَاؤُهُ، يَا مَنْ لاَ تُحْصَى آلاَؤُهُ، يَا مَنْ لاَ تُعَدُّ نَعْمَاؤُهُ،
(76) Wahai Yang Mahasuci asma-Nya, wahai Yang Mahatinggi kedudukan-Nya, wahai Yang tiada Tuhan selain-Nya, wahai Yang agung pujian-Nya, wahai Yang Mahakudus asma-Nya, wahai Yang kekal keberadaan-Nya, wahai Yang keagungan sebagai keindahan-Nya, wahai Yang kebesaran sebagai pakaian-Nya, wahai Yang pemberian-Nya tak terhingga, wahai Yang kekaruniaan-Nya tak terhitung
(۷۷) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا مُعِيْنُ يَا أَمِيْنُ، يَا مُبِيْنُ يَا مَتِيْنُ، يَا مَكِيْنُ يَا رَشِيْدُ، يَا حَمِيْدُ يَا مَجِيْدُ، يَا شَدِيْدُ يَا شَهِيْدُ،
(77) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Maha Penolong, wahai Yang Maha Terpercaya, wahai Yang Maha Menjelaskan, wahai Yang Mahakokoh, wahai Yang Mahateguh, wahai Yang Maha Memberi petunjuk, wahai Yang Maha Terpuji, wahai Yang Mahamulia, wahai Yang Mahategas, wahai Yang Maha Menyaksikan,
(۷۸) يَا ذَا الْعَرْشِ الْمَجِيْدِ، يَا ذَا الْقَوْلِ السَّدِيْدِ، يَا ذَا الْفِعْلِ الرَّشِيْدِ، يَا ذَا الْبَطْشِ الشَّدِيْدِ، يَا ذَا الْوَعْدِ وَ الْوَعِيْدِ، يَا مَنْ هُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيْدُ، يَا مَنْ هُوَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيْدُ، يَا مَنْ هُوَ قَرِيْبٌ غَيْرُ بَعِيْدٍ، يَا مَنْ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ شَهِيْدٌ، يَا مَنْ هُوَ لَيْسَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ،
(78) Wahai Pemilik ‘Arsy yang mulia, wahai Pemilik firman yang benar, wahai Pemilik perilaku yang baik, wahai Pemilik kemurkaan yang keras, wahai Pemilik janji dan
ancaman, wahai Pemimpin yang terpuji, wahai yang akan melakukan segala yang dikehendaki, wahai Yang Mahadekat tidak jauh, wahai Yang menyaksikan segala sesuatu, wahai Yang tidak pernah berlaku lalim kepada hamba-hamba-Nya,
(۷۹) يَا مَنْ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ لاَ وَزِيْرَ، يَا مَنْ لاَ شَبِيهَ (شِبْهَ) لَهُ وَ لاَ نَظِيْرَ، يَا خَالِقَ الشَّمْسِ وَ الْقَمَرِ الْمُنِيْرِ، يَا مُغْنِيَ الْبَائِسِ الْفَقِيْرِ، يَا رَازِقَ الطِّفْلِ الصَّغِيْرِ، يَا رَاحِمَ الشَّيْخِ الْكَبِيْرِ، يَا جَابِرَ الْعَظْمِ الْكَسِيْرِ، يَا عِصْمَةَ الْخَائِفِ الْمُسْتَجِيْرِ، يَا مَنْ هُوَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرٌ بَصِيْرٌ، يَا مَنْ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ،
(79) Wahai Yang tiada sekutu dan pembantu bagi-Nya, wahai Yang tak seorang pun menyerupai dan menandingi-Nya, wahai Pencipta matahari dan bulan yang terang-benderang, wahai Yang mencukupi orang sengsara yang fakir, wahai Pemberi rezeki anak-anak kecil, wahai Pengasih tua renta, wahai Yang menambal tulang yang patah, wahai Pelindung orang yang ketakutan yang meminta perlindungan, wahai Yang memperhatikan dan mengawasi semua hamba-Nya, wahai Yang Mahakuasa atas segala sesuatu,
(۸۰) يَا ذَا الْجُوْدِ وَ النِّعَمِ، يَا ذَا الْفَضْلِ وَ الْكَرَمِ، يَا خَالِقَ اللَّوْحِ وَ الْقَلَمِ، يَا بَارِئَ الذَّرِّ وَ النَّسَمِ، يَا ذَا الْبَأْسِ وَ النِّقَمِ، يَا مُلْهِمَ الْعَرَبِ وَ الْعَجَمِ، يَا كَاشِفَ الضُّرِّ وَ اْلأَلَمِ، يَا عَالِمَ السِّرِّ وَ الْهِمَمِ، يَا رَبَّ الْبَيْتِ وَ الْحَرَمِ، يَا مَنْ خَلَقَ اْلأَشْيَاءَ مِنَ الْعَدَمِ،
(80) wahai Pemilik kemurahan dan kekaruniaan, wahai Pemilik keutamaan dan
kemuliaan, wahai Pencipta Lauhul Mahfûzh dan Qalam (pena), wahai Pencipta biji-bijian dan manusia, wahai Pemberi ilham bangsa Arab dan Ajam (non-Arab),
wahai Pembasmi kesusahan dan rasa sakit, wahai Yang mengetahui rahasia dan segala keinginan (hati), wahai Tuhan Ka’bah dan Makkah, wahai Yang telah menciptakan segala dari ketiadaan,
(۸۱) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا فَاعِلُ يَا جَاعِلُ، يَا قَابِلُ يَا كَامِلُ، يَا فَاصِلُ يَا وَاصِلُ، يَا عَادِلُ يَا غَالِبُ، يَا طَالِبُ يَا وَاهِبُ،
(81) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang mengerjakan, wahai Yang Membuat, wahai Yang Menerima, wahai Yang Sempurna, wahai Yang memisahkan, wahai Yang Menyambung, wahai Yang bertindak adil, wahai Yang menang, wahai Yang menuntut, wahai Yang memberi,
(۸۲) يَا مَنْ أَنْعَمَ بِطَوْلِهِ، يَا مَنْ أَكْرَمَ بِجُوْدِهِ، يَا مَنْ جَادَ بِلُطْفِهِ، يَا مَنْ تَعَزَّزَ بِقُدْرَتِهِ، يَا مَنْ قَدَّرَ بِحِكْمَتِهِ، يَا مَنْ حَكَمَ بِتَدْبِيْرِهِ، يَا مَنْ دَبَّرَ بِعِلْمِهِ، يَا مَنْ تَجَاوَزَ بِحِلْمِهِ، يَا مَنْ دَنَا فِيْ عُلُوِّهِ، يَا مَنْ عَلاَ فِيْ دُنُوِّهِ،
(82) Wahai Yang menebarkan kekaruniaan dengan karunia-Nya, wahai Yang berderma dengan kemurahan-Nya, wahai Yang berbuat baik dengan kelembutan-Nya, wahai Yang perkasa dengan kekuasaan-Nya, wahai Yang menentukan dengan hikmah-Nya, wahai Yang menentukan hukum dengan aturan-Nya, wahai Yang mengatur dengan ilmu-Nya, wahai Yang memaafkan dengan kesabaran-Nya, wahai Yang dekat dengan ketinggian-Nya, wahai Yang tinggi dengan kedekatan-nya,
(۸۳) يَا مَنْ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ، يَا مَنْ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ، يَا مَنْ يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ، يَا مَنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ، يَا مَنْ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ، يَا مَنْ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ، يَا مَنْ يُعِزُّ مَنْ يَشَاءُ، يَا مَنْ يُذِلُّ مَنْ يَشَاءُ، يَا مَنْ يُصَوِّرُ فِيْ اْلأَرْحَامِ مَا يَشَاءُ، يَا مَنْ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ،
(83) Wahai Yang menciptakan apa yang dikehendaki, wahai Yang melakukan apa yang dikehendaki, wahai Yang memberikan petunjuk kepada yang dikehendaki, wahai Yang menyesatkan siapa yang dikehendaki, wahai Yang menyiksa siapa yang dikehendaki, wahai Yang mengampuni siapa yang dikehendaki, wahai Yang memuliakan siapa yang dikehendaki, wahai Yang menghinakan siapa yang dikehendaki, wahai Yang membentuk di rahim apa yang dikehendaki, wahai Yang mengkhususkan rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki,
(۸۴) يَا مَنْ لَمْ يَتَّخِذْ صَاحِبَةً وَ لاَ وَلَدًا، يَا مَنْ جَعَلَ لِكُلِّ شَيْئٍ قَدْرًا، يَا مَنْ لاَ يُشْرِكُ فِيْ حُكْمِهِ أَحَدًا، يَا مَنْ جَعَلَ (مِنَ الْمَلاَئِكَةِ) الْمَلاَئِكَةَ رُسُلاً، يَا مَنْ جَعَلَ فِيْ السَّمَاءِ بُرُوْجًا، يَا مَنْ جَعَلَ اْلأَرْضَ قَرَارًا، يَا مَنْ خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا، يَا مَنْ جَعَلَ لِكُلِّ شَيْئٍ أَمَدًا، يَا مَنْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْئٍ عِلْمًا، يَا مَنْ أَحْصَى كُلَّ شَيْئٍ عَدَدًا،
(84) Wahai Yang tidak memiliki pasangan dan keturunan, wahai Yang menentukan ukuran (tertentu) bagi segala sesuatu, wahai Yang tidak mengikutsertakan siapa pun dalam (menentukan) hukum (dan ketentuan), wahai Yang menjadikan para malaikat sebagai utusan, wahai Yang menciptakan gugusan (bintang-gemintang) di langit, wahai Yang menjadikan bumi tempat tinggal yang tenang, wahai Yang menciptakan manusia dari air, wahai Yang menentukan masa (tertentu) bagi segala sesuatu, wahai Yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu wahai Yang menghitung segala sesuatu dengan bilangan,
(۸۵) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا أَوَّلُ يَا آخِرُ، يَا ظَاهِرُ يَا بَاطِنُ، يَا بَرُّ يَا حَقُّ، يَا فَرْدُ يَا وِتْرُ، يَا صَمَدُ يَا سَرْمَدُ،
(85) Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Mahaawal, wahai Yang Mahaakhir, wahai Yang Mahazahir, wahai Yang Mahabatin, wahai Yang Mahabenar, wahai Yang Mahabenar, wahai Yang Mahatunggal, wahai Yang Satu, wahai Tempat Bergantung, wahai Yang Mahaabadi,
(۸۶) يَا خَيْرَ مَعْرُوْفٍ عُرِفَ، يَا أَفْضَلَ مَعْبُوْدٍ عُبِدَ، يَا أَجَلَّ مَشْكُوْرٍ شُكِرَ، يَا أَعَزَّ مَذْكُوْرٍ ذُكِرَ، يَا أَعْلَى مَحْمُوْدٍ حُمِدَ، يَا أَقْدَمَ مَوْجُوْدٍ طُلِبَ، يَا أَرْفَعَ مَوْصُوْفٍ وُصِفَ، يَا أَكْبَرَ مَقْصُوْدٍ قُصِدَ، يَا أَكْرَمَ مَسْؤُوْلٍ سُئِلَ، يَا أَشْرَفَ مَحْبُوْبٍ عُلِمَ،
(86) Wahai Sebaik-baik Zat yang layak dikenal, wahai Seutama-utama Zat yang layak disembah, wahai Seagung-agung Zat yang layak disyukuri, wahai Semulia-mulia Zat yang layak disebut, wahai Setinggi-tinggi Zat yang layak dipuji, wahai Zat paling dahulu yang layak dicari, wahai Setinggi-tinggi Zat yang layak disifati, wahai Sebesar-besar Zat yang layak dituju, wahai Semulia-mulia Zat yang layak dimohon, wahai Semulia-mulia Kekasih yang layak diketahui,
(۸۷) يَا حَبِيْبَ الْبَاكِيْنَ، يَا سَيِّدَ الْمُتَوَكِّلِيْنَ، يَا هَادِيَ الْمُضِلِّيْنَ، يَا وَلِيَّ الْمُؤْمِنِيْنَ، يَا أَنِيْسَ الذَّاكِرِيْنَ، يَا مَفْزَعَ الْمَلْهُوْفِيْنَ، يَا مُنْجِيَ الصَّادِقِيْنَ، يَا أَقْدَرَ الْقَادِرِيْنَ، يَا أَعْلَمَ الْعَالِمِيْنَ، يَا إِلَهَ الْخَلْقِ أَجْمَعِيْنَ،
(87) Wahai Kekasih orang-orang yang (merintih) menangis, wahai Tuan orang-orang yang pasrah diri, wahai Pemberi petunjuk orang-orang yang sesat, wahai Pemimpin mukminin, wahai Pemberi ketenteraman pada orang-orang yang mengingat(-Nya),
wahai Tempat Berlindung orang-orang yang teraniaya, wahai Penyelamat orang-orang yang benar, wahai Yang lebih kuasa dari mereka yang berkuasa, wahai Yang lebih mengetahui dari mereka yang mengetahui, wahai Tuhan seluruh makhluk,
(۸۸) يَا مَنْ عَلاَ فَقَهَرَ، يَا مَنْ مَلَكَ فَقَدَرَ، يَا مَنْ بَطَنَ فَخَبَرَ، يَا مَنْ عُبِدَ فَشَكَرَ، يَا مَنْ عُصِيَ فَغَفَرَ، يَا مَنْ لاَ تَحْوِيْهِ الْفِكَرُ، يَا مَنْ لاَ يُدْرِكُهُ بَصَرٌ، يَا مَنْ لاَ يَخْفَى عَلَيْهِ أَثَرٌ، يَا رَازِقَ الْبَشَرِ، يَا مُقَدِّرَ
كُلِّ قَدَرٍ،
(88) Wahai Yang tinggi lalu menundukkan, wahai Yang memiliki lalu menguasai, wahai Yang tersembunyi lalu mengetahui, wahai Yang disembah lalu bersyukur, wahai Yang dilanggar lalu mengampuni, wahai Yang tak terjangkau oleh pikiran, wahai Yang tak terjangkau oleh indra mata, wahai Yang segala sesuatu tak tersembunyi bagi-Nya, wahai Pemberi rezeki pada manusia, wahai Penentu setiap ketentuan,
(۸۹) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا حَافِظُ يَا بَارِئُ، يَا ذَارِئُ يَا بَاذِخُ، يَا فَارِجُ يَا فَاتِحُ، يَا كَاشِفُ يَا ضَامِنُ، يَا آمِرُ يَا نَاهِيْ،
(89) ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Pemelihara, wahai Pencipta, wahai Pewujud, wahai Yang Agung, wahai Penghilang (kesengsaraan), wahai Pembuka, wahai Pengurai (tali kesusahan), wahai Penjamin, wahai Yang memerintah, wahai Yang melarang,
(۹۰) يَا مَنْ لاَ يَعْلَمُ الْغَيْبَ إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يَصْرِفُ السُّوْءَ إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يَخْلُقُ الْخَلْقَ إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يَغْفِرُ الذَّنْبَ إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يُتِمُّ النِّعْمَةَ إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يُقَلِّبُ الْقُلُوْبَ إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يُنَزِّلُ الْغَيْثَ إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ إِلاَّ هُوَ، يَا مَنْ لاَ يُحْيِي الْمَوْتَى إِلاَّ هُوَ،
(90) wahai Yang tiada mengetahui alam gaib kecuali Ia, wahai Yang tiada menyingkirkan keburukan kecuali Ia, wahai Yang tidak menciptakan makhluk kecuali Ia, wahai Yang tidak megampuni dosa kecuali Ia, wahai yang tidak menyempurnakan karunia kecuali Ia, wahai Yang tidak membolakbalikkan hati kecuali Ia, wahai Yang tidak mengatur segala urusan kecuali Ia, wahai Yang tidak menurunkan hujan kecuali Ia, wahai Yang tidak melapangkan rezeki kecuali Ia, wahai Yang tidak menghidupkan orang-orang yang sudah mati kecuali Ia,
(۹۱) يَا مُعِيْنَ الضُّعَفَاءِ، يَا صَاحِبَ الْغُرَبَاءِ، يَا نَاصِرَ اْلأَوْلِيَاءِ، يَا قَاهِرَ اْلأَعْدَاءِ، يَا رَافِعَ السَّمَاءِ، يَا أَنِيْسَ اْلأَصْفِيْاءِ، يَا حَبِيْبَ اْلأَتْقِيَاءِ، يَا كَنْزَ الْفُقَرَاءِ، يَا إِلَهَ اْلأَغْنِيَاءِ، يَا أَكْرَمَ الْكُرَمَاءِ،
(91) wahai Penolong mereka yang lemah, wahai Sahabat mereka yang asing, wahai
Penolong para wali, wahai Penakluk para musuh, wahai Penegak langit, wahai Pujaan orang-orang suci, wahai Kekasih orang-orang yang bertakwa, wahai Harta Simpanan orang-orang fakir, wahai Tuhan orang-orang kaya, wahai Yang lebih Dermawan dari mereka yang dermawan
(۹۲) يَا كَافِيًا مِنْ كُلِّ شَيْئٍ، يَا قَائِمًا عَلَى كُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ لاَ يُشْبِهُهُ شَيْئٍ، يَا مَنْ لاَ يَزِيْدُ فِيْ مُلْكِهِ شَيْئٍ، يَا مَنْ لاَ يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْئٍ، يَا مَنْ لاَ يَنْقُصُ مِنْ خَزَائِنِهِ شَيْئٍ، يَا مَنْ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٍ، يَا مَنْ لاَ يَعْزُبُ عَنْ عِلْمِهِ شَيْئٍ، يَا مَنْ هُوَ خَبِيْرٌ بِكُلِّ شَيْئٍ، يَا مَنْ وَسِعَتْ رَحْمَتُهُ كُلَّ شَيْئٍ،
(92) wahai Yang serba cukup dari segala sesuatu, wahai Yang mengawasi segala sesuatu, wahai Yang tidak dapat diserupai oleh suatu apa pun, wahai Yang segala sesuatu tidak dapat menambah (keagungan) kerajaan-Nya, wahai Yang segala sesuatu tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya, wahai Yang segala sesuatu tidak dapat mengurangi simpanan (kekayaan)-Nya, wahai Yang tidak ada satu pun yang sepadan dengan-Nya, wahai Yang tidak ada satu pun yang luput dari ilmu-Nya, Wahai Yang Mengetahui segala sesuatu, wahai Yang rahmat-Nya mencakup segala sesuatu,
(۹۳) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا مُكْرِمُ يَا مُطْعِمُ، يَا مُنْعِمُ يَا مُعْطِيْ، يَا مُغْنِيْ يَا مُقْنِيْ، يَا مُفْنِيْ يَا مُحْيِيْ، يَا مُرْضِيْ يَا مُنْجِيْ،
(93) ya Allh, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang memuliakan, wahai Yang memberi makan, wahai Yang memberi karunia, wahai Yang Maha Pemberi, wahai Yang memberi kekayaan, wahai Yang memberi kecukupan, wahai Yang membinasakan, wahai Yang menghidupkan, wahai Yang meridhakan, wahai Yang menyelamatkan,
(۹۴) يَا أَوَّلَ كُلِّ شَيْئٍ وَ آخِرَهُ، يَا إِلَهَ كُلِّ شَيْئٍ وَ مَلِيْكَهُ، يَا رَبَّ كُلِّ شَيْئٍ وَ صَانِعَهُ، يَا بَارِئَ كُلِّ شَيْئٍ وَ خَالِقَهُ، يَا قَابِضَ كُلِّ شَيْئٍ وَ بَاسِطَهُ، يَا مُبْدِئَ كُلِّ شَيْئٍ وَ مُعِيْدَهُ، يَا مُنْشِئَ كُلِّ شَيْئٍ وَ مُقَدِّرَهُ، يَا مُكَوِّنَ كُلِّ شَيْئٍ وَ مُحَوِّلَهُ، يَا مُحْيِيَ كُلِّ شَيْئٍ وَ مُمِيْتَهُ، يَا خَالِقَ كُلِّ شَيْئٍ وَ وَارِثَهُ،
(94) wahai Awal dan Akhir segala sesuatu, wahai Tuhan dan Pemilik segala seuatu, wahai Pemelihara dan Pembuat segala sesuatu, wahai Pewujud dan Pencipta segala sesuatu, wahai Yang Menahan dan melepaskan segala sesuatu, wahai Yang Memulai penciptaan segala sesuatu dan mengembalikannya, wahai Pengada dan Penentu segala sesuatu, wahai Pembentuk dan Pengubah segala sesuatu, wahai yang Menghidupkan dan Mematikan segala sesuatu, wahai Pencipta dan Pewaris segala sesuatu,
(۹۵) يَا خَيْرَ ذَاكِرٍ وَ مَذْكُوْرٍ، يَا خَيْرَ شَاكِرٍ وَ مَشْكُوْرٍ، يَا خَيْرَ حَامِدٍ وَ مَحْمُوْدٍ، يَا خَيْرَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ، يَا خَيْرَ دَاعٍ وَ مَدْعُوٍّ، يَا خَيْرَ مُجِيْبٍ وَ مُجَابٍ، يَا خَيْرَ مُوْنِسٍ وَ أَنِيْسٍ، يَا خَيْرَ صَاحِبٍ وَ جَلِيْسٍ، يَا خَيْرَ مَقْصُوْدٍ وَ مَطْلُوْبٍ، يَا خَيْرَ حَبِيْبٍ وَ مَحْبُوْبٍ،
(95) wahai Sebaik-baik Yang mengingat dan Yang diingat, wahai Sebaik-baik Yang bersyukur dan Yang disyukuri, wahai Sebaik-baik Yang memuji dan Yang dipuji, wahai Sebaik-baik Yang menyaksikan dan Yang disaksikan, wahai Sebaik-baik Yang memanggil dan Yang dipanggil, wahai Sebaik-baik Yang mengabulkan dan Yang menerima, wahai Sebaik-baik Yang menenteramkan dan sahabat karib, wahai Sebaik-baik Sahabat dan Teman, wahai Sebaik-baik Yang dituju dan Yang dicari, wahai Sebaik-baik Kekasih dan Yang dicintai,
(۹۶) يَا مَنْ هُوَ لِمَنْ دَعَاهُ مُجِيْبٌ، يَا مَنْ هُوَ لِمَنْ أَطَاعَهُ حَبِيْبٌ، يَا مَنْ هُوَ إِلَى مَنْ أَحَبَّهُ قَرِيْبٌ، يَا مَنْ هُوَ بِمَنِ اسْتَحْفَظَهُ رَقِيْبٌ، يَا مَنْ هُوَ بِمَنْ رَجَاهُ كَرِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ بِمَنْ عَصَاهُ حَلِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ عَظَمَتِهِ رَحِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ حِكْمَتِهِ عَظِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ فِيْ إِحْسَانِهِ قَدِيْمٌ، يَا مَنْ هُوَ بِمَنْ أَرَادَهُ عَلِيْمٌ،
(96) wahai Yang mengabulkan (doa) orang yang berdoa kepada-Nya, wahai Kekasih orang yang taat kepada-Nya, wahai Yang dekat kepada orang yang mencintai-Nya, wahai Yang mengawasi orang yang meminta perlindungan-Nya, wahai Yang dermawan terhadap orang yang mengharapkan-Nya, wahai Yang sabar terhadap orang yang membangkang kepada-Nya, wahai Yang Maha Penyayang dalam keagungan-Nya, wahai Yang Mahaagung dalam kebijaksanaan-Nya, wahai Yang Mahadahulu dalam kebaikan-Nya, wahai Yang Maha Mengetahui atas orang yang menginginkan-Nya,
(۹۷) اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ، يَا مُسَبِّبُ يَا مُرَغِّبُ، يَا مُقَلِّبُ يَا مُعَقِّبُ، يَا مُرَتِّبُ يَا مُخَوِّفُ، يَا مُحَذِّرُ يَا مُذَكِّرُ، يَا مُسَخِّرُ يَا مُغَيِّرُ،
(97) ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara) asma-Mu, wahai Yang Menyediakan segala sebab, wahai Yang Menganjurkan, wahai Yang Mengubah, wahai Yang Mengakhirkan, wahai Yang Mengatur, wahai Yang Memberikan rasa takut, wahai Yang Mengancam, wahai Yang Mengingatkan, wahai Yang Menundukkan, wahai Yang Mengubah,
(۹۸) يَا مَنْ عِلْمُهُ سَابِقٌ، يَا مَنْ وَعْدُهُ صَادِقٌ، يَا مَنْ لُطْفُهُ ظَاهِرٌ، يَا مَنْ أَمْرُهُ غَالِبٌ، يَا مَنْ كِتَابُهُ مُحْكَمٌ، يَا مَنْ قَضَاؤُهُ كَائِنٌ، يَا مَنْ قُرْآنُهُ مَجِيْدٌ، يَا مَنْ مُلْكُهُ قَدِيْمٌ، يَا مَنْ فَضْلُهُ عَمِيْمٌ، يَا مَنْ عَرْشُهُ عَظِيمٌ،
(98) wahai Yang ilmu-Nya dahulu, wahai Yang janji-Nya benar, wahai Yang kelembutan-Nya nyata, wahai Yang perintah-Nya menang, wahai yang Kitab-Nya kokoh, wahai Yang ketentuan-Nya pasti, wahai Yang al-Quran-Nya mulia, wahai Yang kerajaan-Nya terdahulu, wahai Yang karunia-Nya menyeluruh, wahai Yang ‘Arasy-Nya agung,
(۹۹) يَا مَنْ لاَ يَشْغَلُهُ سَمْعٌ عَنْ سَمْعٍ، يَا مَنْ لاَ يَمْنَعُهُ فِعْلٌ عَنْ فِعْلٍ، يَا مَنْ لاَ يُلْهِيْهِ قَوْلٌ عَنْ قَوْلٍ، يَا مَنْ لاَ يُغَلِّطُهُ سُؤَالٌ عَنْ سُؤَالٍ، يَا مَنْ لاَ يَحْجُبُهُ شَيْئٍ عَنْ شَيْئٍ، يَا مَنْ لاَ يُبْرِمُهُ إِلْحَاحُ الْمُلِحِّيْنَ، يَا مَنْ هُوَ غَايَةُ مُرَادِ الْمُرِيْدِيْنَ، يَا مَنْ هُوَ مُنْتَهَى هِمَمِ الْعَارِفِيْنَ، يَا مَنْ هُوَ مُنْتَهَى طَلَبِ الطَّالِبِيْنَ، يَا مَنْ لاَ يَخْفَى عَلَيْهِ ذَرَّةٌ فِيْ الْعَالَمِيْنَ،
(99) wahai Yang tidak disibukkan oleh satu suara untuk mendengarkan (suara yang lain), wahai Yang tidak dicegah oleh satu perbuatan untuk (melakukan) perbuatan (yang lain), wahai Yang tidak dilalaikan oleh satu perkatan untuk (mendengarkan) perkataan (yang lain), wahai Yang tidak pernah menangkap satu permintaan karena (adanya) permintaan (yang lain), wahai Yang tak tertutupi oleh sesuatu untuk (melihat) sesuatu (yang lain), wahai Yang tidak pernah dibosankan oleh rintihan orang-orang yang merintih, wahai Puncak tujuan para pencari(-Nya), wahai Puncak keinginan para ‘ârif, wahai Puncak pencarian para pencari(-Nya), wahai Yang tak tersembunyi bagi-Nya satu atom pun di jagad ini,
(۱۰۰) يَا حَلِيْمًا لاَ يَعْجَلُ، يَا جَوَادًا لاَ يَبْخَلُ، يَا صَادِقًا لاَ يُخْلِفُ، يَا وَهَّابًا لاَ يَمَلُّ، يَا قَاهِرًا لاَ يُغْلَبُ، يَا عَظِيْمًا لاَ يُوْصَفُ، يَا عَدْلاً لاَ يَحِيْفُ، يَا غَنِيًّا لاَ يَفْتَقِرُ، يَا كَبِيْرًا لاَ يَصْغُرُ، يَا حَافِظًا لاَ يَغْفُلُ،﴿سُبْحَانَكَ يَا لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، الْغَوْثَ الْغَوْثَ، خَلِّصْنَا مِنَ النَّارِ يَا رَبِ﴾
(100) wahai Maha Penyabar yang tak tergesa-gesa, wahai Maha Dermawan yang tak pernah kikir, wahai Mahajujur yang tak pernah ingkar (janji), wahai Pemberi Anugerah yang tak pernah jemu, wahai Mahaperkasa yang tak pernah terkalahkan, wahai Mahaagung yang tak tersifati, wahai Mahaadil yang tak pernah berbuat lalim, wahai Mahakaya yang tak pernah membutuhkan, wahai Mahabesar yang tak pernah merasa kecil, wahai Pemelihara yang tak pernah lupa; Mahasuci Engkau wahai yang tiada Tuhan selain Engkau; curahkanlah pertolongan-Mu, curahkanlah pertolongan-Mu, bebaskanlah kami dari (jeratan) api neraka wahai Tuhanku.
[1] Maqâm adalah tempat Nabi Ibrahim as melaksanakan shalat di situ. Tempat ini terletak di depan Hajar Aswad. (Penerj.)
Imam Husein as: Ya Allah! Jangan Kau Uji Aku dengan Kebaikan!
Imam Husein as: Ya Allah! Jangan Kau Uji Aku dengan Kebaikan!
Dalam doa Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib as diriwayatkan;
«اللَّهُمَّ لَا تَسْتَدْرِجْنِي بِالْإِحْسَانِ وَ لَا تُؤَدِّبْنِي بِالْبَلَاءِ.»
Yang artinya: “Ya Allah! Jangan Kau uji aku dengan kebaikan dan jangan kau siksa aku dengan bala’ [bencana]”
Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan doa dari Imam Husein as itu dan mengatakan, “Termasuk di antara cara yang digunakan Allah Swt untuk menguji hamba-Nya adalah dengan memberikan nikmat dan kebaikan. Beginilah cara Allah Swt menguji hamba-Nya, baik dengan melimpahkan nikmat atau dengan mencabut nikmat-Nya. Dalam kedua kondisi itu, Allah Swt sedang menguji. Salah satu makna istidraj (ujian dalam memberi nikmat) adalah demikian.”
Dalam sebuah riwayat dari Imam Ali Zainal Abidin as disebutkan bahwa tentang masalah istidraj beliau mengatakan, “Jika Allah melimpahkan nikmat-Nya kepadamu dan kau lupa untuk bersyukur, maka untuk kali kedua Allah Swt akan kembali melimpahkan nikmatnya untuk menguji apakah kau akan mensyukurinya atau kembali kau lupa bersyukur. Jika kau masih tidak mensyukuri maka Dia akan kembali mengujimu.” Sungguh ujian yang luar biasa! Seperti ini Allah Swt menguji. Ini yang dimaksud dengan istidraj: pelimpahan nikmat serta pengabaian syukur.
Dalam doa Imam Husein as ini disebutkan agar Allah tidak menguji hamba dengan istidraj. Yakni, ya Allah! Aku tidak menginginkan nikmat yang aku lupa mensyukurinya. Doa ini sangat penting!
Di bagian kedua dalam doa Imam Husein as disebutkan, “dan jangan Kau siksa aku dengan bala’ (bencana).” Jika seandainya kita gagal dalam melalui ujian, maka apa yang akan dilakukan Allah Swt terhadap kita? Jika seorang anak melakukan kesalahan, apa yang harus dilakukan terhadapnya? Memberinya pelajaran atau menjewer telinganya.
Imam Husein as berkata: “Ya Allah, jangan Kau siksa aku dengan bencana!” Maksudnya adalah, jika aku berbuat khilaf, maka jangan Kau siksa aku seperti ini, karena aku tidak akan akan kuat menahan siksa-Mu.
بحارالانوار ج75 ص127
Apakah Senjata Nuklir Dapat Digunakan untuk Mempertahankan Republik Islam?
Berdasarkan perkatakan Imam Khomeini ra, mempertahankan Republik Islam adalah suatu kewajiban yang paling penting dan harus didahulukan di atas semua sub hukum Islam yang lain. Kini muncul pertanyaan, jika dalam keadaan darurat dan demi mempertahankan Republik Islam, tidakkah senjata nuklir diperlukan? Dalam kondisi seperti itu, sejauh mana fatwa keharamannya memiliki kewenangan?
Mempertahankan pemerintahan Islam merupakan kewajiban agama yang paling penting dan salah satu hal yang paling mendasar dalam fiqih politik. Jika suatu ketika kita dihadapkan pada dua pilihan antara mempertahankan pemerintahan Islam dan mempertahankan sebagian hukum Islam, maka tidak diragukan lagi, menjaga pemerintahan Islam harus didahulukan. Hal itu sebagaimana perkataan Imam Khomeini ra bahwa mempertahankan pemerintahan Islam merupakan kewajiban yang paling penting (Shahifah Nur, jilid 15, halaman 250).
Imam Khomeini meyakini bahwa pemerintahan Islam adalah cabang dari “wilayah mutlak” Rasulullah Saw dan salah satu hukum mendasar dalam Islam, di mana harus didahulukan dari semua sub hukum lainnya seperti shalat, puasa dan haji.
Baru-baru ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam berbagai pernyataannya telah menfatwakan bahwa memiliki senjata nuklir hukumnya haram. Kini pertanyaannya adalah jika kondisi internasional dan regional menyebabkan pemerintah merasa perlu untuk memproduksi senjata inkonvensional demi menjaga eksistensinya dan dalam ini juga mampu untuk membuatnya, apakah pemerintah akan melakukan hal yang bertentangan dengan hukum tersebut dan tetap pada komitmen terhadap perjanjiannya? Atau dalam situasi seperti itu, dibolehkan memproduksi senjata nuklir untuk mempertahankan pemerintahan?
Terkait hal tersebut, kita akan mewancarai Hujjatul Islam Doktor Hasan Ali Salmaniyan, anggota tim ahli lembaga riset pemikiran politik Islam dan lulusan bidang fiqih serta Ph.D. bidang Dasar-dasar Teoritis Islam.
Mempertahankan dan menjaga Republik Islam merupakan kewajiban yang paling penting, apa maknanya dan bagaimana pandangan Imam Khomeini ra terkait hal ini?
Terkait hal itu, saya harus memberikan beberapa pendahuluan, sehingga maksud dari mempertahankan pemeritahan akan menjadi jelas. Sebab, jika prinsip-prinsipnya tidak jelas, maka pedoman dan prosedur pemerintahan, dengan kata lain, pembahasan politik pemerintahan tidak akan dapat dipahami.
Jika kita ingin menjelaskan prinsip itu, terlebih dahulu kita harus membahas tema ini bahwa mengapa Allah Swt menciptakan manusia. Mungkin pertanyaan ini dianggap sangat jauh dari pembahasan, tetapi kalau kita tidak dapat menjawab masalah ini, maka kita tidak akan dapat sampai pada masalah-masalah tersebut. Dalam penjelasan Imam Khomeini ra dan berbagai tema yang beliau terangkan, menyebutkan bahwa manusia diciptakan Allah Swt supaya meraih kesempurnaan. Sebenarnya, tujuan penciptaan manusia adalah supaya mencapai kesempurnaan.
Untuk sampai kepada kesempurnaan, harus mengenal Tuhan terlebih dahulu dan untuk mengenal-Nya, dengan akal saja tidaklah cukup. Oleh karena itu, syariat harus membantu akal, sehingga dengan mengamalkannya, manusia akan mengenal Tuhan dan meraih puncak kesempurnaan. Sedangkan untuk mengamalkan syariat, tidak ada jalan lain kecuali mendirikan pemerintahan Islam. Ketika pemerintahan Islam tidak terealisasi, maka pelaksanaan hukum-hukum Allah Swt sulit dilakukan, walaupun tidak sampai pada tahap mustahil. Oleh sebab itu, penegakkan pemerintahan Islam adalah alat yang paling baik dan mungkin satu-satunya alat yang dapat membantu mengarahkan seluruh masyarakat untuk mencapai kesempurnaan.
Tentunya, jika pemeritahan agama tidak ada, maka yang ada adalah pemerintahan non-agama dan pemerintahan seperti itu tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan hukum-hukum Islam, bahkan mungkin justru menentang Islam. Oleh karena itu, hanya pemerintahan agama yang dapat menggerakkan roda pemerintahan demi terlaksananya hukum-hukum Islam.
Dengan mengacu bahwa kita menginginkan pemerintahan yang menjalankan perintah agama, maka muncul pembahasaan terkait sistem pemerintahan. Masalah sistem dibahas sebelum dan sesudah terbentuknya pemerintahan. Satu poin yang sering tidak diperhatikan oleh banyak pihak adalah mereka berpikir bahwa mempertahankan pemerintahan hanya berhubungan dengan pasca terbentuknya pemerintahan itu, padahal tidak demikian.
Untuk menjelaskan hal tersebut, saya akan menyinggung tentang para marji dan ulama sebelum Imam Khomeini ra yang sebenarnya menerima pemerintahan agama, namun mereka tidak mendirikannya atau terkadang pada periode tertentu (seperti pada masa Dinasti Safawi) ulama-ulama bekerjasama dengan pemerintah karena ingin mempertahankan pemerintahan tersebut. Pada kenyataannya, masyakarat Islam harus dijaga sehingga Islam mampu melanjutkan misinya.
Sebelum dibentuknya pemerintahan, para ulama juga berupaya menjaga komunitas Islam. Sebagai contohnya, orang-orang sebelum Imam Khomeini ra tidak melakukan revolusi, karena mereka meyakini bahwa jika melakukan langkah tersebut, maka komunitas Islam yang ada di masa itu akan dihancurkan oleh pemerintah Reza Khan yang otoriter. Atas dasar itu, mereka mengatakan, mempertahankan pemerintahan adalah wajib, yaitu komunitas Islam harus dijaga. Mereka menganggap bahwa segala bentuk langkah revolusi akan menghancurkan Islam dan kaum muslimin.
Namun, Imam Khomeini ra berdasarkan kesimpulan dari apa yang dijelaskan beliau, merasa bahwa pemerintahan Mohammad Reza Pahlavi lebih buruk dibanding masa Reza Shah. Sehingga, segala bentuk kerjasama dan bahkan kebungkaman akan menyebabkan kehancuran Islam. Imam Khomeini ra meyakini bahwa pada masa itu kita harus melakukan revolusi, bahkan beliau menjelaskan bahwa jika seseorang mengerjakan shalat malam dan dahinya kapalan, tetapi tidak menerima revolusi ini, maka tempatnya di dasar neraka. Beliau meyakini bahwa revolusi harus dilakukan dan pemerintahan Islam harus dibentuk.
Oleh sebab itu, Imam Khomeini ra memulai gerakan revolusinya dan beliau komitmen dengan prinsipnya. Allah Swt menciptakan manusia untuk mencapai kesempurnaan. Atas dasar itu, jika revolusi dicetuskan, maka revolusi itu harus menyeluruh ke tingkat internasional dan tidak terbatas di Iran saja. Sebelum revolusi, Imam Khomeini ra berulangkali mengatakan bahwa tujuan kita adalah menerapkan prinsip keinginan Allah Swt, yaitu kita harus berusaha supaya dunia bergerak ke arah Islam. Beliau menambahkan, gerakan ini bertujuan supaya hukum-hukum Allah Swt dapat diterapkan di dunia, dan hal itu akan terwujud jika hukum setan dilenyapkan.
Prinsip revolusi adalah supaya keinginan Allah Swt yaitu sampainya manusia kepada kesempurnaan terealisasi. Kita memerlukan pemerintahan Islam supaya hukum Allah Swt dapat diterapkan di dunia. Oleh sebab itu, revolusi Islam mempunyai slogan Ketuhanan dan mendunia. Dunia internasional menyadari bahwa revolusi yang dicetuskan Imam Khomeini ra tidak terbatas di Iran saja. Oleh karenya, sejak kemenangan revolusi Islam di Iran, negara-negara arogan dunia memusuhi Iran.
Imam Khomeini ra mengatakan, jika kita memiliki kekuasaan, kita akan melenyapkan semua kekuatan arogan dunia. Di awal revolusi, saat bertemu dengan perwakilan Organisasi Pembebasan Sahara (Polisario), Imam Khomeini ra mengatakan, kami bersama orang-orang tertindas di dunia dan mendampingi mereka semua serta mengutuk semua arogan dunia.
Tema tersebut lebih luas dari masalah Palestina dan keinginan Tuhan harus terealisasi di dunia. Pada akhirnya, revolusi Islam telah menjadi kenyataan dan sebagaimana ucapan Imam Khomeini ra bahwa revolusi tersebut menang tanpa harus bergantung pada Timur dan Barat. Dunia internasional menyadarinya dan banyak pihak, khususnya para arogan dunia sejak kemenangan revolusi tersebut mengambil langkah anti-Iran. Kini pertanyaannya adalah apa penyebab permusuhan Barat kepada kita?
Imam Khomeini ra berulangkali menyatakan bahwa Barat khususnya Amerika Serikat mempermasalahkan pemerintahan Islam, bukan pemerintahan demokrasi. Sebenarnya, AS tidak memiliki permasalahan khusus terkait revolusi, meskipun hal-hal seperti minyak, Timur Tengah dan lain sebagainya dibahas, namun hal yang terpenting bagi mereka adalah masalah pemerintahan Islam ini.
Dalam Shahifah Nur jilid 17 halaman 48, Imam Khomeini ra mengatakan, jika kalian memperhatikan perkataan sebagian penguasa Barat, maka jelas bahwa mereka tidak berurusan dengan Iran. Iran bagi mereka tidak penting dan bukan masalah yang berat. Mereka hanya menentang dari sisi Islamnya. Sebagian cendekiawan kita juga seperti mereka, di mana tidak menginginkan sisi Islamnya. Jika hanya Republik, mereka semua menerimanya, tentunya selain yang menginginkan pemerintahan monarki. Di sisi lain, Republik Demokratik juga diterima oleh semua kalangan. Namun Republik Islam tidak demikian. Menurut mereka, apa itu Republik Islam? Republik Islam adalah sesuatu yang baru dan mengada-ada serta semua pihak tidak menerimanya.
Terkadang terjadi kesalahan dalam memahami perkataan Imam Khomeini ra bahwa “Republik Islam, tidak kurang dari satu kata dan tidak lebih satu kata.” Padahal tidak demikian. Dalam kalimat tersebut, Imam Khomeini ra menegaskan pada kata “Islam” dan sebenarnya beliau mengatakan bahwa kalimat itu jangan ditambah dan kata “Islam” jangan dikurangi. Kalimat tersebut jangan diubah menjadi “Demokratik Islam” atau “Republik” saja. Jika diubah, maka semua pihak kecuali pihak yang menginginkan pemerintahan monarki, tidak mempermasalahkannya. Dengan demikian, masalah utamanya adalah Islam. Jika Anda perhatikan, Anda akan melihat bahwa semua langkah anti-Iran dikarenakan keislaman pemerintahan ini.
Dalam Shahifah Nur jilid 7 halaman 456, Imam Khomeini ra mengatakan, pada dasarnya musuh kita tidak takut kepada Republik, tapi mereka takut terhadap Islam. Mereka melihat Republik bukan ancaman, tetapi melihat Islam sebaliknya. Sesuatu hal yang menampar mereka bukan Republik atau Republik Demokratik dan juga bukan Republik Demokratik Islam, tetapi Republik Islam. Imam Khomeini ra berulangkali menjelaskan bahwa Barat menentang Iran karena pemerintahan negara ini dijalankan berdasarkan Islam.
Imam Khomeini ra seringkali mengatakan bahwa Republik Islam sama dengan Islam. Hal itu merupakan poin lain mengapa Republik Islam didirikan. Sebagai contohnya, dalam Shahifah Nur jilid 14 halaman 329, Imam Khomeini ra mengatakan, “Kekalahan Republik Islam adalah kekalahan Islam. Artinya, jika Republik Islam hancur maka Islam pun kalah.”
Dalam buku yang sama jilid 19 halaman 173, Imam ra mengatakan, “Republik Islam yaitu Islam.” Oleh sebab itu, Republik Islam sama dengan Islam. Ketika kita mengatakan harus mempertahankan pemerintahan, maksud pemerintahan di sini adalah Islam dan kandungannya yang terwujud dalam bentuk revolusi Islam dan Republik Islam. Kita katakan, Republik Islam Iran memiliki kandungan dan kandungannya adalah Islam. Walaupun maksudnya tidak berarti bahwa 100 persen Islam telah terealisasi. Namun sebenarnya kita sedang berupaya menerapkan Islam.
Dalam Shahifah Nur jilid 15 halaman 365, Imam Khomeini ra mengatakan, mempertahankan Republik Islam Iran adalah kewajiban suci bagi semua dan lebih penting dari semua kewajiban yang diberikan Allah Swt. Mempertahankan Republik Islam lebih penting dari menjaga seseorang, meskipun orang tersebut adalah Imam Zaman as.
Sejumlah pihak kemudian bertanya, apakah kalimat Imam ra itu berarti bahwa Republik Islam memiliki kedudukan lebih tinggi dari Imam Mahdi as? Untuk menjelaskan perkataan Imam ra itu perlu memperhatikan poin berikut bahwa untuk apa Imam Husein as pergi ke Karbala dan gugur syahid di sana? Padahal setelah beliau wafat, tidak terbentuk pemerintahan Islam. Imam Husein as tidak memiliki tujuan lain kecuali menginginkan keutuhan Islam, yaitu kesyahidan Imam Husein as demi abadinya Islam. Pada dasarnya, Imam Husein as mengorbankan dirinya supaya Islam tetap utuh dan abadi.
Dalam ucapan Imam Khomeini ra disebutkan bahwa Republik Islam yaitu Islam. Dari perkataan Imam ra kita memahami bahwa beliau selalu menginginkan suasana universitas, kantor, pasar dan tempat-tempat lain bernuansa Islam. Dari sisi lain, musuh menentang Iran karena Islamnya. Imam Khomeini ra dalam surat wasiatnya menjelaskan bahwa jika Islam yang berada di Republik Islam lenyap, maka Islam pun akan hancur.
Kepada sejumlah ulama yang tidak sejalan dengan revolusi dan tidak menginginkannya terjadi, Imam Khomeini ra mengatakan, “Dengan penuh tawadhu dan persaudaraan, saya menasehati tuan-tuan yang terhormat (ulama yang tidak sejalan dengan pemerintahan Islam) agar tidak terpengaruh dengan isu-isu ini.” Mereka menebar isu bahwa Revolusi Islam dicetuskan dan merenggut nyawa serta terjadi peristiwa-peristiwa tertentu di penjara-penjara Republik Islam. Isu-isu seperti itu disampaikan oleh sejumlah pihak termasuk Ayatullah Montazeri.
Imam Khomeini ra menasehati Ayatullah Montazeri dan semua yang sejalan dengannya supaya tidak terpengaruh dengan isu-isu tersebut dan berupaya menguatkan Republik Islam demi mengharap keridhaan Allah Swt dan menjaga Islam. Jangan hanya diam dan protes, namun harus turut andil untuk menguatkannya. Mereka harus memahami bahwa jika Republik Islam ini gagal, maka sebagai penggantinya tidak akan terwujud suatu pemerintahan Islam yang diinginkan Imam Zaman as atau yang taat kepada Anda. Namun akan muncul satu rezim yang diinginkan oleh salah satu kutub kekuatan dunia dan orang-orang tertindas di dunia yang menaruh harapan kepada Islam dan pemerintahan Islam akan putus asa dan Islam akan lenyap selama-lamanya.
Dengan demikian, menjaga dan mempertahankan Republik Islam sebenarnya mempertahankan Islam itu sendiri. Lebih lanjut, Imam Khomeini ra mengatakan, jika Republik Islam ini dari sisi bentuk dan kandungannya lenyap, maka Islam juga akan hancur. Oleh karena itu, kita memiliki argumentasi akal dan syariah bahwa mempertahankan Republik Islam itu hukumnya wajib dan kewajiban adalah wujud penciptaan yang paling tinggi, di mana Imam Mahdi as sendiri juga mempertahankannya. Penafsiran Imam Khomeini ra adalah jika diperlukan maka Imam Mahdi as pasti akan melakukannya. Sementara, kita memiliki posisi sendiri. Kita semua harus menjaga dan mempertahankan Republik Islam, namun tentunya dengan memperhatikan bahwa Republik Islam yang benar-benar menerapkan Islam, jika tidak, maka tidak ada nilainya.
Berdasarkan penjelasan Anda, apakah mempertahankan Republik Islam hukumnya wajib nafsi atau Ghairi?
Menjaga dan mempertahankan Republik Islam adalah wajib nafsi, sebab Republik Islam adalah Islam itu sendiri. Tentunya, maksud Republik Islam bukan diri saya, Anda atau yang lainnya. Namun kandungan dasar yang tercermin dalam kerangka tokoh-tokoh dan lembaga pemerintahan. Terkait hal itu, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam salah satu pidatonya mengatakan bahwa kita dapat mengubah suatu lembaga. Artinya, bentuknya dapat diubah, namun kandungan Islam harus tetap utuh. Oleh sebab itu, mempertahankan Republik Islam hukumnya wajib nafsi dan hal ini juga disebabkan keislamannya. Karena pembatasan tersebut, maka para pejabat pemerintahan harus dari orang-orang terpilih dan bertanggung jawab serta Baitul Mal harus dikelola oleh orang-orang yang benar-benar menerima Islam. Jika prinsip itu diperhatikan, saya pikir kewajiban mempertahankan pemerintahan Islam akan menjadi mudah.
Apakah untuk mempertahankan pemerintahan Islam dapat dilakukan melalui jalan yang bertentangan dengan syariat?
Pertanyaan ini sama halnya saya bertanya apakah untuk menerapkan Islam saya harus membunuh orang yang tidak berdosa dengan sengaja? Pastilah tidak demikian. Sebab Islam tidak mengizinkan kepada Anda untuk melakukan hal tersebut. Sebagaimana kita tidak dapat mengatakan dalam ilmu matematika bahwa 2x2=5 atau segitiga mempunyai empat sudut.
Jika ingin menerapkan Islam, maka harus diterapkan melalui jalur yang ditentukan oleh Allah Swt. Menjaga jiwa manusia, tidak hanya bagi umat Islam, namun bagi semua orang yang tertindas di seluruh dunia adalah wajib. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan pemerintahan Islam kita tidak dapat melakukan cara-cara di luar syariat. Terus bagaimana tentang ucapan Imam Khomeini ra bahwa kita harus mendahulukan untuk mempertahankan pemerintahan Islam ketimbang shalat dan haji untuk sementara waktu, apa maksud dari perkataan tersebut?
Jawaban dari pertanyaan itu adalah syariat sendiri yang membolehkannya, di mana ada satu maslahat yang lebih penting yang harus dilakukan terlebih dahulu. Shalat hukumnya wajib, namun dalam kondisi ini ada yang lebih penting yang harus dilakukan dan Allah Swt mengizinkan hal tersebut.
Terkait hal itu, banyak contoh yang dapat kita ambil. Misalnya, sebagian daging hukumnya haram, namun bertahan untuk tetap hidup hukumnya wajib dan harus didahulukan. Artinya, dalam kondisi tertentu untuk menyelamatkan nyawa kita, kita dapat memakan daging haram tersebut sekedarnya guna menyelamatkan nyawa kita. Terkait hubungan dengan masyarakat Islam juga demikian. Jika dalam satu hal terdapat kontradiksi antara satu prinsip Islam dan mempertahankan Islam itu sendiri, Allah Swt berfirman bahwa dalam hal ini Anda dapat mengabaikan satu prinsip Islam tersebut demi mempertahankan Islam itu sendiri. Oleh karenanya, tidak ada artinya kita mengeluarkan hukum fiqih yang mengizinkan untuk memiliki senjata nuklir, di mana menyimpannya sangat membahayakan dan penggunaannya juga bertentangan dengan dasar Islam.
Jika demikian, apakah memiliki senjata nuklir untuk mempertahankan Republik Islam meski dalam kondisi darurat haram hukumnya?
Jika senjata nuklir seperti senjata-senjata konvensional lainnya, maka tidak ada masalah dalam penggunaannya dan tidak diharamkan, karena hal itu selaras dengan Surat al-Anfal ayat 60 yang berbunyi “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” Namun jika maksud dari senjata itu adalah senjata yang juga membahayakan diri kita sendiri dan ada kemungkinan setiap saat akan menghancurkan manusia yang berada di Republik Islam atau di seluruh penjuru dunia, maka senjata itu tidak dapat membantu kita dalam mempertahankan pemerintahan. Kepemilikan senjata tersebut tidak akan dapat membantu kita dalam mempertahankan pemerintahan Islam, karena senjata itu bukan pencegah.
Pertanyaannya adalah apakah negara-negara pemilik senjata nuklir dapat menjamin bahwa negaranya tidak akan diserang oleh negara lain dan tidak akan mengalami kehancuran? Uni Soviet memiliki senjata nuklir, apakah senjata itu dapat menjadi faktor untuk terhindar dari kehancuran? Amerika Serikat dan Israel juga demikian. Benar, mereka memiliki senjata nuklir, tetapi senjata tersebut bukan faktor pencegah supaya tidak mengalami kehancuran. Selain itu, setiap saat ada kemungkinan senjata-senjata tersebut justru akan merugikan warganya dan negara-negara lain.
Berdasarkan pernyataan para pakar, senjata nuklir bukan senjata konvensional yang dapat digunakan. Oleh sebab itu, senjata nuklir bagi kita tidak berguna dan dapat memusnahkan masyarakat kita sendiri atau semua manusia di dunia, di mana keduanya diharamkan oleh Islam. Selain itu, senjata nuklir tidak dapat membantu mempertahankan pemerintahan. Sedangkan yang dapat membantu untuk mempertahankannya adalah faktor lain, bukan senjata nuklir.
Pembentukan diri dari sisi internal, kemandirian, iman masyakarat, persatuan rakyat, yakin kepada Allah Swt, kerja keras, penerapan hukum-hukum Islam dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah tersebut adalah faktor-faktor penyebab kemenangan revolusi kita. Sebagaimana Imam Khomeini ra mengatakan bahwa satu suara dan Iman kepada Allah Swt adalah rahasia kemenangan kita. Artinya, kita mengamalkan perintah Allah Swt dan bersatu. Hal tersebut adalah faktor kemenangan dan kelanggengan kita.
Jika kita diserang dan untuk menghadapi musuh tidak ada jalan lain kecuali menggunakan senjata nuklir, apa yang yang harus kita lakukan? Terus bagaimana Anda memahami perkataan Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei bahwa Republik Islam akan menjawab setiap serangan para arogan dunia sesuai dengan tingkat serangan tersebut?
Maksudnya adalah dalam tingkat konvensional. Yakinlah Anda bahwa AS tidak akan dapat menggunakan senjata nuklirnya. Apakah karena bom nuklir kemudian Jepang menyerah atau rakyat negara itu kehilangan kemampuan pertahanannya? Yang perlu kita perhatikan adalah sebenarnya senjata nuklir itu untuk memusnahkan apa? Senjata ini pada akhirnya hanya menghancurkan sebagian bumi dan manusia. Sementara tidak akan mampu melenyapkan prinsip Islam.
Dengan demikian, hal itu tidak akan terjadi. Rezim Zionis Israel sama sekali tidak komitmen dengan perjanjian internasional. Oleh karena itu, rezim ini jika mampu, pasti dalam perang dengan Hizbullah Lebanon akan menggunakan senjata nuklirnya, namun hal itu tidak terjadi. Selain kita harus memperhatikan dasar-dasar Islam, kita juga harus tahu untuk apa kita mempertahankannya. Apakah mempertahankan Islam hanya untuk mengabdi kepada manusia dan orang-orang tertindas di dunia? Secara global dapat dikatakan bahwa senjata nuklir bukan pencegah. Jika dapat menjadi pencegah, maka akan termasuk dalam ayat “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka…”
Jika ada poin khusus sebagai kesimpulan, silahkah Anda jelaskan.
Kesimpulannya, kita harus memperhatikan bahwa semua itu hanyalah dalih. Tidak seharusnya kita bermain di medan musuh. Kita memahami bahwa dari pandangan fiqih dan pondasi agama, sikap kita amat jelas dan Barat memahaminya. Kita tidak hanya menolak penggunaan senjata pemusnah massal, namun kita juga menolak segala sesuatu yang serupa dengan senjata tersebut.
Imam Khomeini ra mengatakan, kita tidak menerima kebijakan yang bermakna ganda. Ucapan Imam ra tersebut terkait masalah yang telah dijelaskan, yaitu jika mempertahankan pemerintahan bergantung pada keharusan untuk berbohong dalam kebijakan dan membohongi rakyat kita sendiri dan bahkan dunia, maka hal itu tidak diperbolehkan. Tujuan itu sama sekali tidak dapat menjustifikasi sarana tersebut. Segala bentuk langkah yang serupa dengan hal ini, maka jawabannya dari pandangan fiqih amat jelas, di mana fiqih dan prinsip kita tidak mengizinkannya.
Saya akan menyinggung poin kunci yang perlu kita ketahui. Kita harus memahami bahwa musuh selalu berupaya meniupkan isu terhadap negara-negara lawannya khususnya terhadap Republik Islam. Mungkin musuh suatu hari menyulut isu Hak Asasi Manusia dan di hari lain tentang demokrasi. Jika hari ini tentang energi nuklir mungkin besok akan melontarkan isu-isu lain. Kita tidak seharusnya selalu menyibukkan diri sendiri dengan menjawab isu-isu yang mereka lontarkan. Meskipun kita harus menjelaskan jawaban kita, tetapi bukan berarti kita harus berhenti di situ.
Langkah-langkah musuh tersebut bertujuan mengganggu dan menyibukkan kita. Kita harus melewatkan masalah ini dan kembali melihat ke Barat serta menjelaskan titik lemah mereka dan menunjukkan sisi kuat kita. Kita tidak seharusnya hanya menjadi pihak yang selalu menjawab isu.
Berdasarkan interpretasi Ayatullah Khamenei, kita terkadang dan bahkan sering, harus menjadi pihak yang aktif dan menuntut. Saat ini Barat mempunyai berbagai macam masalah terkait kebebasan, Hak Asasi Manusia, hak-hak minoritas, hak-hak perempuan, problem keluarga dan lain sebagainya. Selain harus menjawab masalah-masalah tersebut, kita juga harus menjadi pemimpin. Hal ini adalah titik kuat Imam Khomeini ra dan Ayatullah Khamenei yang harus diperhatikan oleh lapisan elit masyarakat.
Awal Kepemimpinan Imam Mahdi as
Setelah Imam Hasan al-Askari as, imam kesebelas Ahlul Bait Nabi, gugur syahid pada 8 Rabiul Awwal tahun 260 Hijriyah, putra beliau Imam Mahdi as (Muhammad bin Hasan) memulai tanggung jawab sebagai pemimpin umat pada 9 Rabiul Awwal 260 H.
Untuk upacara pemakaman, khalifah Dinasti Abbasiyah menunjuk seseorang untuk memimpin shalat jenazah atas tubuh suci Imam Hasan al-Askari as dan mengira peristiwa ini sebagai akhir dari periode imamah dan kepemimpinan Ahlul Bait atas umat Islam. Para pejabat Dinasti Abbasiyah telah melakukan persiapan yang matang, tetapi orang yang ditunjuk tersebut gagal memimpin shalat jenazah.
Ketika ia bersiap untuk memimpin shalat jenazah, tiba-tiba seorang anak yang masih berusia sekitar lima tahun datang dan meminta orang yang ditunjuk oleh penguasa itu untuk mundur ke belakang. Imam Mahdi as melakukan shalat jenazah dan setelah itu – atas kuasa Allah Swt – ia menghilang dari pandangan manusia sebelum pasukan Dinasti Abbasiyah berbuat sesuatu yang dapat membahayakan keselamatannya.
Atas kehendak Allah Swt dan pertimbangan lain, kepemimpinan Imam Mahdi as atas umat ini dimulai dengan periode keghaiban kecil (Ghaibah Sughra) dan periode ini berlangsung hingga tahun 329 H. Sejak masa itu, Imam Mahdi menjalani masa keghaiban panjang (Ghaibah Kubra) sampai hari ini.
Ghaibah Kubra ini menjadi ujian yang paling berat bagi umat, karena tidak mungkin lagi membangun hubungan langsung dengan Imam Mahdi as dan juga tidak ada wakil khusus yang ditunjuk untuk menjadi penghubung antara imam dan masyarakat.
Berdasarkan prinsip-prinsip agama, manusia selalu membutuhkan penunjuk jalan. Sejak awal penciptaan manusia, dunia tidak pernah vakum dari keberadaan para nabi dan imam maksum yang berperan sebagai hujjah Allah Swt (penunjuk jalan) atas manusia.
Kebutuhan akan hujjah ini bersifat abadi, karena manusia membutuhkan bimbingan orang-orang mulia yang ditunjuk oleh Tuhan dalam menapaki jalan hidayah dan menemukan kebenaran. Para hujjah ini memikul tanggung jawab untuk membimbing dan memimpin umat manusia menuju Sang Pencipta.
Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Bumi tidak akan pernah kosong dari hujjah yang mengenalkan manusia kepada yang halal dan haram serta menunjukkan mereka kepada jalan Allah. Hujjah Tuhan di muka bumi tidak akan diambil kecuali 40 hari sebelum terjadinya kiamat. Ketika hujjah Tuhan diambil, pintu taubat akan ditutup dan keimanan yang diperoleh setelah peristiwa ini, tidak akan berguna baginya.”
Meskipun bumi tidak pernah kosong dari hujjah, namun sejarah kehidupan 12 Imam Syiah menunjukkan bahwa periode kehadiran mereka di tengah umat menjadi lebih singkat dari periode Imam Ali as setelahnya. Tekanan dan ancaman para penguasa lalim serta kesadaran masyarakat yang rendah pada masa itu, membuat para imam merasa terasing di tengah umat.
Dengan kata lain, masyarakat Islam semakin kehilangan kelayakan untuk menerima para imam maksum, sehingga menjelang periode Ghaibah Sughra, hubungan langsung imam dengan masyarakat dan kehadiran beliau di tengah masyarakat semakin berkurang.
Oleh karena itu, salah satu faktor yang dianggap sebagai falsafah keghaiban Imam Mahdi as adalah kezaliman yang dilakukan manusia di sepanjang sejarah. Sebuah riwayat dari Imam Ali as menyebutkan, “Ketahuilah bahwa bumi tidak pernah kosong dari hujjah, tetapi Allah kadang menyembunyikan hujjahnya dari manusia karena kezaliman dan sikap berlebih-lebihan yang mereka perbuat.”
Menurut para fuqaha dan teolog besar Syiah, penyebab belum munculnya Imam Mahdi as adalah karena umat manusia belum memiliki kesiapan. Imam Mahdi sendiri di salah satu suratnya menjelasakan penyebab keghaiban panjang yaitu belum adanya kesiapan oleh umat manusia.
Imam Mahdi as berkata, “Jika syiah kami – semoga selalu dalam ketaatan kepada Allah – bersatu dalam menunaikan janji yang ada di pundaknya, maka kebahagiaan pertemuan mereka dengan kami tidak akan tertunda dan mereka bisa lebih cepat bertemu dengan kami, sebuah pertemuan atas dasar pengenalan yang jujur dan kejujuran mereka kepada kami.”
Berdasarkan sejumlah riwayat, faktor lain yang menyebabkan keghaiban panjang adalah belum adanya sahabat yang setia dalam jumlah yang sudah ditetapkan yaitu 313 orang. Imam Musa al-Kazim as berkata kepada salah satu sahabatnya, “Wahai putranya Bukair! Aku akan memberitahu kamu sesuatu di mana para leluhurku juga telah menyampaikan ini sebelum aku yaitu, jika jumlah (sahabat setia) di antara kalian telah mencapai jumlah orang-orang yang berjihad bersama Rasulullah dalam Perang Badr, maka sosok yang akan bangkit dari kami (Ahlul Bait) akan muncul.”
Faktor lain keghaiban Imam Mahdi as adalah untuk menguji dan menyaring manusia sehingga hanya tersisa orang-orang yang tulus dan bersih. Jabir bin Yazid al-Ja'fi berkata, “Aku bertanya kepada Abu Jakfar (Imam Muhammad al-Baqir), ‘Kapan kemunculan kalian? Beliau berkata, ‘Jauhlah, jauhlah, kemunculan kami tidak akan terwujud kecuali kalian diuji, kemudian diuji, dan kemudian diuji lagi.’ Kalimat ini diucapkan tiga kali sehingga noda-noda terhapus dan kalian menjadi bersih.”
Keberadaan Imam Mahdi as diumpakan seperti matahari yang tertutupi awan. Dalam surat yang disampaikan Imam Mahdi as kepada Ishaq bin Ya’qub tertera sebagai berikut, “… Adapun bagaimana masyarakat dapat mengambil manfaat dariku ketika aku ghaib persis seperti dikala mereka mengambil manfaat dari matahari ketika tertutupi awan…”
Awan tidak akan menghalangi sinar matahari secara penuh dan cahayanya tetap akan sampai ke bumi dan bisa dinikmati oleh manusia. Keghaiban juga tidak menghalangi manusia untuk memperoleh manfaat dari Imam Mahdi as.
Di dunia modern yang sarat dengan berbagai krisis dan persoalan, masyarakat sangat membutuhkan kehadiran sosok Imam Mahdi as, karena pemerintahan global Imam Mahdi akan memenuhi dunia dengan keadilan, ketenangan, dan kesejahteraan. Manusia akan hidup berdampingan dengan penuh ketenangan dan harapan.
Di masa itu, pengetahuan manusia akan membuat kemajuan yang menakjubkan di mana kemajuan seperti itu belum pernah terjadi di dunia. Hal ini diketahui dari berbagai riwayat yang datang dari Ahlul Bait. Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Ilmu mempunyai 27 pintu. Sebelum kemunculan Imam Mahdi as, manusia dapat membuka dua pintu ilmu. Saat Imam Mahdi as muncul, 25 pintu lainnya akan terbuka.”
Imam Zainal Abidin as-Sajjad as berkata bahwa semua jenis penyakit akan hilang dengan kemunculan Imam Mahdi. “Ketika Imam Mahdi muncul, Allah akan menjauhkan semua jenis penyakit dari syiah kami dan membuat mereka kuat.”
Dalam berbagai riwayat, pemerintahan global Imam Mahdi as diperkenalkan sebagai kota yang aman, tenang, dan damai. Keamanan dan ketenangan yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari urusan pribadi sampai urusan terbesar sekali pun di dunia.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur, ayat 55)
Ayat tersebut ditujukan kepada seluruh umat manusia, tetapi janji manis di dalamnya hanya akan menjadi milik orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh. Allah Swt akan membentuk sebuah masyarakat yang saleh di muka bumi dan menjadikan orang-orang saleh sebagai penguasa di dunia.
Wakaf dalam Tradisi Filantropi Islam
Fenomena wakaf memiliki sejarah panjang dalam tradisi Islam yang memainkan peran penting di bidang budaya dan peradaban umat Islam, juga dampaknya terhadap sektor kehidupan ekonomi, sosial da budaya masyarakat Muslim.
Bertepatan dengan peringatan Hari Wakaf Nasional Iran yang jatuh pada tanggal 24 Mehr yang bertepatan dengan 15 Oktober, kita akan menelisik sejarah panjang filantropi Islam di Iran.
Wakaf adalah tradisi Islam dilakukan oleh individu atau badan hukum yang menyumbangkan sebagian atau seluruh hartanya kepada organisasi publik atau swasta. Wakaf merupakan salah satu warisan Islam tertua yang berharga dan masih lestari hingga kini.
Spirit pengabdian, kedermawanan, persahabatan dan kontribusi sosial serta gotong royong menjadi dasar dari wakaf. Bukti sejarah menunjukkan bahwa wakaf memiliki latar belakang sejarah yang kuat dan sudah ada sejak ribuan tahun sebelum Islam. Di berbagai agama, masalah wakaf memiliki tempat khusus dan sejarawan telah menyebutkan wakaf Nabi Ibrahim sebagai salah satu wakaf paling terkenal sebelum Islam.
Kata wakaf tidak disebutkan langsung dalam Alquran, tetapi terma yang sepadan seperti sadaqah, khair (kebaikan), infaq, dan ihsan. Dalam sebuah hadits terkenal, Nabi Muhammad Saw mengatakan,"Ketika seseorang meninggal, amalnya akan berhenti kecuali dalam tiga hal. sadaqah saat ini (wakaf), ilmu bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya."
Wakaf memiliki perhatian penting di semua pemerintahan Iran, terutama sejak akhir periode Sassanid ketika Islam masuk ke Iran. Misalnya, wakaf berkembang pesat selama periode Safawi. Demikian juga dengan periode-periode sebelumnya dalam sejarah Iran, seperti pada periode Timurid dengan wakaf besarnya di kawasan Khorasan Raya.
Peran wakaf dalam pengembangan ilmu pengetahuan sangat cemerlang, yang menjadi salah satu penyebab langsung dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan meningkatnya kuantitas dan kulitas sumber daya manusia, melalui peningkatan keterampilan ilmiah dan teknis. Pembangunan sistem pendidikan publik melalui sekolah, universitas, seminari bahkan media publik, dan lainnya. Wakaf berperan signifikan dalam meningkatkan taraf ilmu pengetahuan dan berbagai keterampilan teknis dan profesional serta hubungan sosial yang baik.
Di masa lalu, banyak dari kegiatan pendidikan dijalankan melalui dana abadi, sehingga orang-orang yang kurang mampu secara finansial bisa menikmati pendidikan, sehingga lahir para ilmuwan dan ulama besar di dunia Islam.
Setelah wakaf ibadah, volume terbesar wakaf dialokasikan untuk sekolah dan perpustakaan, dan di antara wakaf pendidikan, wakaf buku dan perpustakaan yang memiliki tempat khusus. Di dunia Islam, selalu ada empat jenis perpustakaan yang diberkahi yaitu: perpustakaan masjid, sekolah dan universitas, perpustakaan independen, dan perpustakaan swasta yang dikelola cendekiawan dan politisi.
George Zidane menulis, Khajeh Nizam al-Mulk adalah orang pertama yang menjadi terkenal di pertengahan abad kelima Hijriyah yang mendirikan sekolah di negara-negara Muslim di Baghdad, Isfahan, Neishabour dan Herat. Sekolah-sekolah ini disebut sebagai sekolah Nizamiyah, menjadi pusat penting untuk pendidikan para cendekiawan Islam, dan muncullah orang-orang besar dari sana.
Sejarah menunjukkan bahwa sebagian besar buku besar dan penting di bidang peradaban Islam dan Iran ditulis oleh para sarjana dan penulisnya yang sebagian besar mendedikasikan karyanya untuk perpustakaan umum.
Buku wakaf dalam peradaban Islam merupakan salah satu kegunaan wakaf yang terpenting. Selain buku, properti perpustakaan yang bergerak dan tidak dapat dipindahkan juga disumbangkan oleh para ilmuwan, penguasa, menteri, dan dermawan lainnya. Jenis wakaf pertama dan paling umum dari kitab ini adalah wakaf Alquran, yang disebut sebagai wakaf Mushaf suci.
Buku monumen abadi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan peradaban, budaya dan sumber daya manusia dan merupakan sarana terbaik untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan peradaban dari bangsa-bangsa masa lalu ke generasi mendatang.
Dalam sejarah Iran, sistem wakaf tidak hanya menciptakan banyak ruang dan elemen kota yang berharga, tetapi juga hubungan spiritual yang erat antara wakaf dengan urusan agama yang telah menyebabkan kelanggengan dan stabilitas ruang kota. Kota Tehran, Mashhad, Isfahan, Tabriz dan Qom adalah di antara kota-kota paling menonjol yang terpengaruh oleh fenomena wakaf.
Di antara koleksi tertua dalam sejarah tata kota Iran, kita bisa menengok sekolah Nizamiah pada periode Seljuk, kompleks Rab'i Rashidi di Tabriz di era dinasti Mongol, kompleks alun-alun Naghsh Jahan di Isfahan, Ganjali Khan Kerman dan Sheikh Safi Ardabili pada periode Safavid, dan kompleks Zandiyeh di Shiraz, juga koleksi Marvi, Sepahsalar dan Sarai Amir di Teheran pada periode Qajar.
Kota Isfahan, dengan banyak situs arkeologinya yang unik, termasuk warisan penting di antara kota-kota di Iran. Ada lebih dari 273 barang antik terdaftar yang berharga di kota ini, yang sebagian besar merupakan anugerah kota. Daya tarik kota Isfahan memiliki tingkat arsitektur menarik dan termasuk dalam warisan budaya UNESCO. Dari 157 daerah di Isfahan, 31 tempat diberi nama sesuai dengan tokoh-tokoh terkenal, yang sebagian besar menggunakan nama Wakaf.
Wakaf memiliki tempat penting di kalangan seniman di berbagai bidang, bahkan bidang seni pertunjukan. Seni taziyeh di Iran memiliki sejarah yang panjang dan salah satu tandanya dapat dilihat pada lukisan terkenal "Tazieh Daulat" karya Kamal al-Molk. Sebuah tempat yang sangat penting tidak hanya dalam hal arsitektur dan aspek sejarah, tetapi juga dalam hal pertunjukan taziyeh yang gemilang. Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa pada siang hari Asyura, sekitar dua puluh ribu orang duduk di tempat ini untuk menyaksikan acara Asyura. Seni istimewa Syiah Iran ini berusia sekitar 1100 tahun dan telah terdaftar sebagai salah satu warisan budaya Iran di dunia.
Banyak cendekiawan menyebut seni taziyeh sebagai bentuk seni wakaf, karena sejumlah orang memberikan rumah mereka untuk menyelenggaraan taziyeh. Bahkan mewariskannya kepada ahli waris, setelah kematian mereka supaya tempat ini digunakan untuk berbagai kegiatan sosial termasuk Tazieh.
Kadang-kadang bahkan sebuah taman, karavan ataupun pemandian dan penggilingan gandum juga menjadi wakaf. Saat ini, wakaf sebagai tradisi Islam yang sudah lama berdiri sebagai salah satu faktor yang berpengaruh dalam budaya dan peradaban Islam, termasuk kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat.
Penamaan hari ke 27 bulan Safar sebagai hari wakaf dalam kalender resmi Republik Islam Iran sebagai hari wakaf merupakan langkah untuk membuat masyarakat lebih mengenali tradisi baik ini.
Penyelesaian Perang Armenia-Azerbaijan tanpa Intervensi Israel
Perang antara pasukan Republik Azerbaijan dan Armenia sampai sekarang terus berlangsung di beberapa wilayah sengketa Nagorno-Karabakh, meski sudah dua kali dicapai kesepakatan gencatan senjata.
Perang ini pecah sejak tiga minggu lalu, dan saling tuduh antara pemerintah Armenia dan Azerbaijan tanpa memperhatikan kepentingan bangsa-bangsa kawasan, menunjukkan bahwa keduanya tidak terlalu memikirkan kepentingan jangka panjang kawasan ini. Jika perang terus berlanjut mungkin saja akan terbuka celah bagi rezim Zionis Israel untuk masuk ke dalam transformasi Euroasia, dan terlibat dalam konflik di dalamnya.
Terlepas dari negara mana yang memulai perang terbaru ini, dan siapa yang memicunya, masalah yang lebih penting untuk diperhatikan adalah dampak besar perang ini bagi negara-negara kawasan, dan perubahan dari sebuah krisis regional menjadi sebuah krisis internasional.
Konflik Nagorno-Karabakh sebenarnya bisa diselesaikan secara regional, dan pejabat pemerintah Armenia dan Azerbaijan dapat memulihkan ketegangan di kawasan dengan menggunakan kapasitas negara-negara tetangga.
Pada saat yang sama, tidak diragukan beberapa pemain menyambut terjadinya konflik di manapun di belahan dunia ini, dan walau mungkin saja tidak terang-terangan menyatakannya, namun visi serta dukungan para pemain ini ke salah satu pihak bertikai menunjukkan bahwa mereka senang jika perang berkelanjutan sehingga bisa menungganginya.
Salah satu contoh dari pemain semacam ini adalah Israel. Mantan duta besar Iran di Azerbaijan Mohsen Pak Aein terkait keterlibatan sebagian negara regional, dan transregional dalam konflik Nagorno-Karabakh sehingga terus berkepanjangan mengatakan, ada sejumlah pemain regional yang diuntungkan dari berlanjutnya konflik Nagorno-Karabakh termasuk di antaranya Israel.
Rezim ini, dengan dalih perang, menjual senjata ke Azerbaijan, dan memaksa Armenia menjalin hubungan resmi dengan Israel untuk mengurangi kedekatan Israel-Azerbaijan. Israel terus menjual senjatanya selama konflik krisis Nagorno-Karabakh berlanjut, pada saat yang sama ia menjalin kerja sama intelijen dengan kedua negara berseteru itu.
Di sisi lain, lembaga-lembaga internasional seperti Konferensi Keamanan dan Kerjasama Eropa, OSCE Minsk Group juga ikut aktif dalam konflik ini, namun sejak diserahkannya upaya penyelesaian konflik ke Minsk Group, satu-satunya upaya yang dilakukan adalah gencatan senjata pada Mei 1994.
OSCE Minsk Group dan kelompok-kelompok lainnya sama sekali tidak pernah mencapai kemajuan dalam proses penyelesaian ketegangan antara Armenia dan Azerbaijan.
Pengamat masalah internasional Iran, Hassan Behehstipour menuturkan, strategi OSCE Minsk Group dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa mereka menginginkan berlanjutkan kondisi non-perang dan non-damai di Nagorno-Karabakh, sehingga selalu memiliki dalih untuk tetap berada di kawasan itu.
Hal yang jelas adalah berlanjutnya konflik Nagorno-Karabakh tidak pernah memberikan gambaran yang terang bagi masa depan kedua belah pihak berseteru, dan rakyat kedua negara semakin besar menanggung kerugian akibat perang, dan jalan keluar terbaik konflik ini sebenarnya adalah sikap realistis kedua negara, dan memanfaatkan kapasitas negara-negara regional berdasarkan kesamaan sejarah, dan budaya.
Republik Islam Iran yang memiliki garis perbatasan bersama dengan Armenia dan Azerbaijan, dua negara yang terlibat konflik di Nagorno-Karabakh, menekankan solusi regional dengan partisipasi negara-negara tetangga kedua negara itu, dan negara kawasan lainnya.
Meski beberapa media afiliasi gerakan-gerakan asing di Azerbaijan, dan beberapa negara kawasan, menentang sikap Iran, dan menyebarkan propaganda negatif terhadap Tehran, namun Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev untuk kesekian kalinya memuji sikap Iran terkait konflik di Nagorno-Karabakh.
Pada saat yang sama, unit media Kedubes Iran di Baku, Azerbaijan beberapa waktu lalu mereaksi laporan tendensius beberapa media dan mengumumkan, musuh sedang berusaha mengganggu hubungan Iran dan Azerbaijan.
Dalam laporannya, Kedubes Iran di Baku menyebutkan, musuh Iran dan Azerbaijan dengan melancarkan perang media, berusaha menipu publik dunia, dan menutupi kenyataan.
Kesimpulannya, konflik Nagorno-Karabakh adalah masalah kedaulatan wilayah, dan tidak memiliki substansi sektarian. Azerbaijan dan Armenia, dengan berlanjutnya perang tidak akan bisa menyelesaikan konflik.
Selain itu masuknya pihak asing, dan negara-negara transregional, justru menambah sengkarut masalah, dan menjadi faktor destruktif dalam hubungan kedua negara berseteru dengan tetangga-tetangganya, dan jebakan musuh ini harus dilewati dengan cara cerdas, dan penuh kewaspadaan.
Kemampuan Defensif, Kekuatan dan Keamanan dalam Perspektif Rahbar
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan,”Menuntut ilmu di universitas militer dan universitas milik angkatan bersenjata kita merupakan salah satu perbuatan paling mulia dan berharga.”
Setiap pemerintahan berkewajiban untuk menyiapkan keamanan bagi bangsanya dan memberi ketenangan serta kemakmuran kepada rakyatnya. Isu keamanan menurut perspektif agama sangat ditekankan dan dengan merenungkan ayat 112 Surah al-Nahl kita menyadari bahwa dalam pandangan al-Quran kebahagiaan masyarakat sangat tergantung dengan keamanan dan ketenangan mereka.
Revolusi Islam Iran sejak kemunculannya hingga pertumbuhannya memberi perhatian khusus terhadap isu keamanan dan kekuatan nasional. Selama empat dekade sejak kemenangan Revolusi hingga kini, banyak langkah yang telah diambil untuk mencapai keamanan dan kekuatan nasional. Tak hanya itu, di jalan ini, baik militer maupun pasukan relawan rakyat (Basij) telah banyak menyumbankan nyawa dan pengorbanan.
Kini angkatan bersenjata yang terdiri dari militer, Sepah Pasdaran, polisi dan Basij berada di garda terdepan dalam menciptakan keamanan nasional. Mereka juga banyak melakukan aktivitas di berbagai bidang termasuk produksi peralatan militer modern dan menunjukkan kekuatan pertahanan dan defensif Republik Islam Iran kepada dunia.
Ayatullah Khamenei dalam pertemuannya dengan taruna Universitas Imam Ali pada 12 Oktober yang digelar melalui telekonferensi menyebut keamanan memiliki nilai sangat berharga dan mendasar serta unsur vital bagi negara.
Seraya memberi dorongan dan memuji para pemuda yang tengah menimba ilmu di Universitas Imam Ali, Rahbar kepada para taruna ini mengungkapkan, “Menuntut ilmu di universitas militer dan universitas milik angkatan bersenjata kita merupakan salah satu perbuatan paling mulia dan berharga...karena dengan menuntut ilmu di universitas ini para pemuda kita menjadi pasukan bersenjata kita yang menjamin keamanan negara dan keamanan bagi sebuah negara sebuah nilai yang sangat berharga, mendasar dan unsur vital.”
“Tanpa keamanan, seluruh nilai-nilai penting negara akan terganggu; baik kesejahteraan, keadilan, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai penting lain. Oleh karena itu, menuntut ilmu di universitas ini sebuah peluang sangat penting, sebuah perbuatan yang berharga,” ungkap Rahbar saat menjelaskan urgensitas keamanan.
Selain keamanan, kekuatan nasional juga elemen vital bagi sebuah negara. Dengan keberadaan kekuatan yang membuat sebuah bangsa mampu melawan kubu arogan dan memaksanya mundur. Kekuatan, menciptakan keamanan dan pertahanan. Namun dibutuhkan elemen mendasar untuk mencapai puncak kekuatan. Sejatinya kekuatan nasional seperti permainan puzzel yang akan sempurna dengan meletakkan setiap potongan permaian.
Ayatullah Khamenei terkait kekuatan nasional menyebutkan tiga faktor penting bagi terwujudnya keamanan nasional. Ekonomi yang kuat dan stabil, kemampuan dan budaya yang kuat, dan pertahanan nasional yang solid adalah tiga faktor penting yang menjamin keamanan nasional. Ayatullah Khamenei terkait hal ini mengungkapkan, jika manajemen ekonomi, budaya dan pertahanan negara adalah manajemen kuat, aktif, tidak kenal lelah serta dibarengi dengan semangat bekerja maka negara akan maju dan sebaliknya jika hal-hal ini tidak ada, maka negara akan menghadapi kesulitan.
Ekonomi yang kuat dan stabil indikasi manajemen yang kuat dan bertanggung jawab serta faktor yang menciptakan kekuatan bagi setiap negara. Iran juga berusaha untuk mencapai ekonomi seperti ini. Ayatullah Khamenei menyebut bersandar dan fokus pada isu produksi, mencegah anjloknya nilai mata uang nasional secara beruntun dan menutup kebocoran dan pelanggaran sebagai solusi untuk memperbaiki perekonomian nasional.
Rahbar selama bertahun-tahun menekankan peningkatan produksi dan ekonomi muqawama. Rahbar menyebut pelanggaran seperti penyelundupan, impor berlebihan dan praktek korupsi sebagai kendala kemajuan ekonomi. Ayatullah Khamenei mengatakan, “Banyak pekerjaan baik yang telah dilakukan di negara ini, namun pelanggaran ini menjadi kendala...Para pejabat harus berusaha siang malam dan tak kenal lelah serta senantiasa menindaklanjuti pekerjaannya, Insyaallah akan ada perubahan.”
Namun sanksi zalim dan total kubu arogan dunia yang dipimpin Amerika Serikat juga membuat ekonomi Iran menghadapi beragam kendala.
Ayatullah Khamenei mengisyaratkan peran busuk AS di sanksi ekonomi Iran dan menekankan, “Sanksi keji Amerika ini benar-benar sebuah kejahatan...Tidak boleh dilupakan peran keji Amerika....kini kita melawan dan insyaallah represi maksimum ini akan menjadikan wajah Amerika semakin kelam.”
Di bagian lain pidatonya, Rahbar menyinggung ekspresi kepuasan Presiden AS atas gangguan ekonomi dan berbagai kejahatan lainnya terhadap bangsa Iran, dengan menambahkan bahwa sikap bangga mereka terhadap kejahatan semacam itu hanya datang dari orang-orang keji.
"Tapi lihatlah situasi Amerika Serikat sendiri saat ini dengan ribuan miliar dolar defisit anggaran serta puluhan juta kelaparan dan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan yang menunjukkan kondisi sulit. Sementara itu, bangsa Iran akan mengatasi kesulitan dengan kekuatan iman dan tekad nasional menghadapi pejabat AS yang keji, pengkhianat dan kriminal, dengan menggunakan sanksi sebagai sarana untuk benar-benar memperkuat perekonomian nasionalnya," ujar Rahbar.
"Kebisingan yang dibuat preman global semacam Amerika tidak boleh menggangu kita untuk terus berkarya," tegas panglima besar angkatan bersenjata Iran.
Lebih lanjut Rahbar menyinggung kekuatan defensif dan pertahanan sebagai elemn kekuatan dan identitas nasional yang harus diperhatikan. Sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata, Rahbar mengingatkan bahwa semua aspek kewenangan negara dihitung secara rasional dan tidak berkhayal serta berdasarkan perasaan dan emosi. Perhitungan rasional di pidato Rahbar berarti mengamati dari waktu ke waktu ancaman militer dan kekuatan militer musuh. Artinya, jika musuh meningkatkan kekuatan militernya, kekuatan pertahanan negara juga harus meningkat, dan ini adalah rasionalitas yang sama.
Terkait hal ini Rahbar mengatakan, “Jika sebuah bangsa memiliki kekuatan pertahanan berdasarkan perhitungan seperti ini, maka saat itu para pejabat akan tenang dan juga rakyat. Mereka akan bekerja dengan tenang tanpa khawatir. Oleh karena itu, kekuatan defensif adalah seperti ini.”
Panglima Besar Angkatan Bersenjata Iran mengatakan bahwa alasan omong kosong di Amerika Serikat tentang kemampuan pertahanan, rudal, dan regional Iran adalah perhitungan akurat dan rasional Republik Islam untuk mencapai kemampuan ini.
Menurut Rahbar, "Omong besar pejabat Amerika dipicu ketakutan dan keterbelakangan mereka sendiri. Sebab, dengan agitasi yang berkembang saat ini, Iran masih bisa menjaga institusi kalkulasi rasionalnya, dan Republik Islam akan terus maju di berbagai bidang."
Terlepas dari semua tekanan dan tindakan kriminal yang diambil oleh Amerika Serikat selama masa kepresidenan Trump, rakyat Iran telah menunjukkan bahwa kebijakan domestik dan luar negeri mereka tidak dipengaruhi oleh datang dan perginya orang-orang di Gedung Putih, dan bahwa sanksi akan digunakan sebagai alat untuk benar-benar menstabilkan ekonomi.
Pada saat yang sama, perlu dicatat bahwa Republik Islam telah dan sedang berada di tengah-tengah perang politik, intelektual, perang lunak, dan mungkin konfrontasi yang keras dengan front arogan. Ini berarti bahwa musuh masih belum putus asa untuk mencoba memukul bangsa Iran dan mencoba mempertanyakan kemauan bangsa Iran melalui ancaman dan sanksi.
Mengingat semua fakta ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam, mengacu pada perubahan ancaman, mempertimbangkan berurusan dengan mereka, membutuhkan program baru dan menekankan bahwa penelitian universitas Angkatan Bersenjata Iran harus dapat mengantisipasi ancaman baru dan mengidentifikasi cara untuk menghadapinya.
Apa Bedanya Pendudukan Karabakh dan Palestina?
Eskalasi krisis Nagorno-Karabakh dan memanasnya tensi antara Republik Azerbaijan dan Armenia kembali menjadikan konflik di kawasan Kaukasus ini menjadi krisis global.
Republik Azerbaijan dan Armenia sebelum tumbangnya Uni Soviet di tahun 1988 dan setelah pengumuman pemisahan wilayah Karabakh dari Republik Azerbaijan, terlibat konflik atas wilayah ini. Setelah tumbangnya Uni Soviet, perang antara kedua negara ini masih terus berlanjut hingga Mei 1994 atas prakarsa Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) dan PBB diterapkan gencatan senjata.
Akhirnya dibentuk kelompok Minsk (OSCE Minsk Group) untuk mengawai gencatan senajta ini dan dilanjutkannya dialog guna menyelesaikan konflik Karabakh. Amerika Serikat, Rusia dan Prancis menjadi pemimpin bersama kelompok Minsk dan negara seperti Belarus, Jerman, Italia, Portugis, Belanda, Swedia, Finlandia, Turki dan Azerbaijan serta Armenia menjadi anggota.
Sejak saat itu dan selanjutnya, meski diterapkan gencatan senjata, masih juga terjadi bentrokan bersenjata. Armenia dengan menguasai wilayah sekitar pegunungan Karabakh dan menduduki tujuh distrik di wilayah Azerbaijan yang ditetapkan sebagai zona penyangga, telah menduduki sekitar seperlima wilayah Republik Azerbaijan.
Ratusan ribu etnis Azeri di Karabakh dan tujuh distrik di sekitarnya mengungsi dan meninggalkan kawasan ini. Namun ada berbagai pandangan mengenai pendudukan Karabakh dan mekanisme penyelesaiannya. Sebagian menyamakan pendudukan Karabakh dengan Palestina dan menuntut dukungan negara-negara Islam untuk membebaskan Karabakh.
Tak diragukan lagi, pendudukan Karabakh dalam bentuk apapun, seperti pendudukan Palestina, layak untuk dikecam dan penjajah harus meninggalkan wilayah jajahannya. Namun terdapat perbedaan antara pendudukan Palestina dan pendudukan wilayah lain seperti Nagorno-Karabakh atau Kashmir. Palestina memiliki banyak kesucian tidak hanya di kalangan Muslim tetapi juga di antara agama-agama Samawi lainnya.
Nabi Muhammad Saw selama 13 tahun kenabian shalat menghadap Masjid al-Aqsa dan kemudian atas perintah Tuhan menjadikan Ka'bah sebagai kiblat umat Islam. Oleh karena itu, Baitul Maqdis senantiasa memiliki posisi khusus di tengah umat Muslim. Baitul Maqdis juga tempat kelahiran agama tauhid sepanjang sejarah dan juga kelahiran peradaban. Tidak ada tempat seperti Baitul Maqdis dari sisi besarnya pengikut dan mereka yang meyakini sakralitas tempat suci ini.
Jika kita mempelajari sejarah para nabi, maka akan jelas sakralitas kota Baitul Maqdis. Diriwayat disebutkan bahwa Nabi Isa as dilahirkan di dekat Baitul Maqdis. Nabi Adam as, Musa, Yusuf dan seluruh nabi Bani Israel mewasiatkan untuk dikebumikan di Baitul Maqdis. Para nabi dan rasul seperti Ibrahim as, Ishaq dan Ya'kub as telah menginjakkan kakinya di wilayah suci ini.
Selain itu, Nabi Musa as dikuburkan di Baitul Maqdis dan Nabi Isa as diangkat ke langit oleh Tuhan dari kota ini. Selain itu, Baitul Maqdis juga menjadi kota suci bagi umat Islam mengingat Rasulullah Saw melalukan Isra dan Mi'raj dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsa dan kemudian dari kota ini menuju langit. «سُبْحانَ الَّذی أَسْری بِعَبْدِهِ لَیلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرامِ إِلَی الْمَسْجِدِ الْأَقْصَی الَّذی بارَکنا حَوْلَهُ لِنُرِیهُ مِنْ آیاتِنا إِنَّهُ هُوَ السَّمیعُ الْبَصیر» . Masjid al-Aqsa selain Masjid Nabawi dan Masjidil Haram termasuk tiga tempat suci penting bagi umat Islam. Kota ini setelah Mekah dan Madinah merupakan kota suci penting bagi Muslimin.
Masjid al-Aqsa dan seluruh peninggalan Islam yang ada di sekitar kota Baitul Maqdis merupakan bukti keagungan sejarah umat Islam. Pendudukan Palestina bukan pendudukan sebuah wilayah atau negara, tapi bentuk kolonialisme anti Islam dan kanker di jantung dunia Islam untuk menghancurkan dunia Islam dan mencegah terbentuknya peradaban Islam. Dari sisi ini, isu Palestina selain memiliki dimensi agama juga berkaitan erat dengan independensi, keamanan dan kepentingan bangsa seluruh negara Islam.
Beberapa media Azerbaijan yang membandingkan pendudukan Palestina dengan pendudukan Nagorno-Karabakh tidak memperhatikan atau tidak mau berbicara tentang mengapa pemerintah Azerbaijan memiliki hubungan politik, keamanan, militer dan intelijen yang luas dengan rezim pendudukan Palestina? Pendudukan dalam bentuk apapun, baik di Palestina atau Nagorno-Karabakh, dikutuk.
Tidak mungkin membandingkan pendudukan Palestina dengan Nagorno-Karabakh. Republik Azerbaijan menjalin hubungan strategis dengan rezim penjajah seperti Israel yang jaraknya lebih dari seribu kilometer, mengabaikan sifat pendudukan rezim Zionis, namun secara irasional memprotes hubungan normal Iran dengan Armenia sebagai salah satu tetangganya.
Namun, perbedaan utama antara rezim Zionis dan Armenia adalah bahwa rezim Zionis seluruhnya terdiri dari orang-orang Palestina dan Tanah Suci Yerusalem, tetapi Armenia telah menduduki sebagian wilayah negara tetangga, yang tentu saja, Selama 30 tahun terakhir, dia telah bernegosiasi bagaimana mengembalikan tanah yang diduduki, tetapi sayangnya negosiasi tersebut belum berhasil.
Selain itu, tidak ada permusuhan yang melekat antara Armenia dan dunia Islam, dan jika masalah pendudukan wilayah Republik Azerbaijan oleh Armenia diselesaikan, pada dasarnya tidak akan ada alasan atau motif permusuhan antara kedua negara dan dunia Islam dan Republik Islam Iran. Ini juga akan menghilangkan konsekuensi tidak langsung dan tidak berguna dari krisis ini. Namun, berbeda dengan pendudukan Nagorno-Karabakh yang dapat diselesaikan dengan persetujuan Baku dan Yerevan, pendudukan rezim Zionis hanya dapat diselesaikan dengan membubarkan rezim yang tidak memiliki hak atas rakyat asli Palestina.
Tujuan dari beberapa media dan tokoh Azerbaijan dalam membandingkan pendudukan Nagorno-Karabakh dengan pendudukan Palestina adalah untuk mempertanyakan posisi Iran dalam mendukung rakyat tertindas di Palestina dan pengabaian Iran atas pendudukan Nagorno-Karabakh. Hal penting lainnya adalah bahwa rezim Zionis selalu memiliki niat konspirasi dalam membangun hubungan dengan negara yang berbeda, dan hasil kehadirannya di banyak negara telah membawa bencana; Seperti kehadiran Israel di Kurdistan Irak, Darfur dan Sudan Selatan, Sudan, Kashmir di wilayah India dan Pakistan, yang kesemuanya itu, kehadiran Israel telah memperparah isu separatisme atau menyebabkan disintegrasi negara Islam besar seperti Sudan.
Di kawasan Kaukasus, dengan dalih kerjasama dan bantuan di bidang keamanan, militer dan persenjataan, Israel telah menjadikan sektor pertahanan, militer dan perminyakan Republik Azerbaijan sepenuhnya bergantung padanya dan memanfaatkan ketergantungan tersebut untuk menyulut perang Nagorno-Karabakh dan mempersulit upaya penyelesaian isu ini. Republik Islam Iran telah berulang kali mengajukan proposal penting ke Baku untuk menghilangkan ketergantungan Republik Azerbaijan pada rezim Zionis di bidang minyak, energi, keamanan dan pertahanan, tetapi yang mengejutkan, Baku telah menolak semua proposal tersebut.
Mengingat sifat politik krisis Nagorno-Karabakh, Republik Islam Iran menekankan perlunya solusi politik dan sipil untuk krisis tersebut, yang tidak dapat diselesaikan melalui perang dan konflik militer. Akan tetapi, rezim Zionis, berdasarkan sifatnya yang menghasut dan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari penjualan senjata ke Republik Azerbaijan dan penyitaan dolar minyaknya, mengipasi api perang Karabakh dan menghasut Republik Azerbaijan untuk melanjutkan perang. Adalah kepentingan Amerika Serikat dan rezim Zionis di kawasan untuk mengguncang dan mengguncang kawasan Kaukasus. Mereka berusaha untuk mengintensifkan dan mengabadikan ketidakamanan di Kaukasus dengan memusuhi Republik Islam Iran dan mencoba menghancurkan hubungan Republik Azerbaijan dengan Iran.
Namun, kita tidak dapat membayangkan berakhirnya konflik Nagorno-Karabakh dalam waktu dekat, karena tidak ada kemauan politik yang serius dalam pemerintahan Republik Azerbaijan dan mitra keamanan dan senjatanya untuk mengakhiri konflik, dan tidak ada kekuatan berpengaruh yang berniat untuk mengakhiri konflik. Mereka punya provokasi sendiri untuk mengakhiri konflik ini. Anehnya, di masa lalu, elemen lokal yang berafiliasi dengan rezim Zionis mencoba mengalihkan opini publik dengan menyembunyikan sifat mereka dan mengklaim dualitas posisi Iran terhadap Palestina dan Nagorno-Karabakh, namun belakangan ini karena tipu daya musuh, beberapa teman dan umat beragama Republik Azerbaijan juga beranggapan bahwa Quds dan Nagorno-Karabakh adalah sama dan mengambil kesimpulan yang salah.
Sementara itu, pendekatan keliru menyamakan pendudukan Quds dan Karabakh serta kesimpulan yang salah dari kasus ini sejatinya membuat isu Karabakh semakin rumit dan mempersulit solusi krisis ini.



























