کمالوندی

کمالوندی

Rabu, 04 November 2020 16:04

Instagram Blokir Akun Resmi Rahbar

 

Jejaring media sosial Instagram menutup akun resmi Pusat Informasi Kantor Perlindungan dan Publikasi Karya Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, dalam bahasa Prancis.

Sebelumnya, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Rabu malam, 28 Oktober 2020 mengirim pesan pendek kepada para pemuda Prancis melalui media sosial.

Dalam pesannya, Rahbar meminta pemuda Prancis untuk bertanya kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron mengapa dia mendukung aksi penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw, dan menganggapnya sebagai kebebasan berpendapat, tetapi meragukan Holocaust dianggap kejahatan, dan jika ada yang menulis tentang hal ini akan dijebloskan ke penjara.

Laman baru Instagram Rahbar dalam bahasa Prancis sebagai pengganti laman yang sudah ditutup sudah beroperasi di alamat instagram.com/fr.Khamenei.ir.

Umat Muslim di seluruh dunia memprotes penyataan anti-Islam yang dilontarkan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait dengan publikasi karikatur penghinaan terhadap Rasulullah SAW. Umat Islam juga menyerukan pemboikotan terhadap barang-barang produk Prancis.

Protes luas umat Islam meluap setelah Macron membela publikasi karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang dimuat di Majalah Satir Charlie Hebdo dengan dalih kebebasan berekspresi dan berpendapat. Sikap Prancis pun, dibalas dunia dengan protes, kecaman, hingga boikot produk negara itu termasuk umat Islam di Pakistan hingga Bangladesh. Mereka turun ke jalan untuk mengecam pernyataan Presiden Prancis.

Umat Muslim dunia juga marah setelah pernyataan kontroversial Macron, yang mengaitkan muslim dengan gerakan separatis pasca insiden pembunuhan seorang guru yang sempat mempertunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW dan membahasnya bersama murid-murid di kelas kebebasan berekspresi.

Umat Islam semakin meradang setelah Macron meminta karikatur Nabi Muhammad SAW dipajang dan diproyeksikan di gedung-gedung pemerintahan sebagai sikap pembelaannya terhadap kebebasan berekspresi.

Seruan boikot produk perancis, juga menggema di negara-negara Muslim, seperti yang terjadi di Turki, dan Jordania. Produk-produk buatan Prancis ditarik dari rak-rak di pasar-pasar swalayan.

 

Peserta Konferensi Internasional Persatuan Islam menekankan perlunya membangun Organisasi Persatuan Islam demi mewujudkan umat yang satu dan peradaban baru Islam.

Hal itu disampaikan dalam deklarasi konferensi yang dikeluarkan pada Selasa (3/11/2020) malam di Tehran.

"Demi terwujudnya umat yang satu dan peradaban baru Islam, maka perlu dibentuk Organisasi Persatuan Islam karena badan ini mampu mengorganisir kerja sama dunia Islam dan sinergi bangsa-bangsa Muslim serta mencegah perpecahan dan agresi di dunia Islam," kata pernyataan tersebut.

Peserta konferensi menyatakan penyesalan dan kecaman terhadap perilaku beberapa pemimpin negara Muslim yang menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis dan mengabaikan perjuangan Palestina dan Quds.

"Palestina masih menjadi isu utama dunia Islam dan setiap upaya untuk mengabaikan atau mendistorsi dan berkompromi dalam hal ini seperti prakarsa Kesepakatan Abad, pasti akan gagal," tegasnya.

Peserta konferensi menyerukan kerja sama kaum Muslim untuk memberikan solusi dan tindakan segera dalam membela Palestina dan Masjid al-Aqsa serta dalam mendukung perlawanan Islam.

Mereka menyatakan bahwa pembebasan Palestina harus berjalan berbarengan dengan pembebasan penuh wilayah yang diduduki Zionis seperti Dataran Tinggi Golan Suriah, wilayah pertanian Shebaa di Lebanon Selatan, dan daerah pendudukan lainnya.

Peserta konferensi juga mengusulkan agar menteri kesehatan negara-negara Muslim melakukan pertemuan untuk membahas masalah penanganan wabah virus Corona. Mereka bisa saling memanfaatkan kapasitas untuk mencegah, mengobati, dan melawan segala penyakit menular di dunia, khususnya pandemi Covid-19.

Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-34 yang diselenggarakan secara virtual di Tehran, resmi ditutup pada Selasa kemarin. 

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei dalam pidato memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw dan kelahiran Imam Ja'far Shadiq hari Selasa (3/11/2020) menegaskan dua isu sentral mengenai urgensi persatuan Islam dan kebijakan rasional resistensi melawan hegemoni AS.

Rahbar menjelaskan pentingnya persatuan di dunia Islam dalam kondisi global yang sensitif saat ini. Beliau juga menyinggung motif di balik layar penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw yang dilakukan media Prancis yang didukung Presidennya, Emannuel Macron, dengan mengatakan, "Dukungan getir dan buruk dari pemerintah Prancis dan beberapa negara lain terhadap tindakan penghinaan [kepada Nabi Muhammad Saw] ini menunjukkan adanya plot yang terorganisir di balik tindakan tersebut, sebagaimana terjadi di masa lalu,".

Ayatullah Khamenei menyebut pembelaan presiden dan pemerintah Prancis terhadap barbarisme budaya dan tindakan kriminal karikaturis, sebagai satu sisi gambar dari mata uang dengan sisi lainnya mendukung rezim despotik Saddam dahulu.

Poin penting lainnya dalam pidato Rahbar kemarin mengenai identifikasi karakter asli rezim arogan global, terutama Amerika Serikat. Selama bertahun-tahun, Amerika Serikat berusaha untuk mendominasi dunia dengan menggunakan segala cara yang dimilikinya, bahkan melakukan hegemoni dan monopoli di bidang sains dan teknologi.

Faktanya, Amerika Serikat untuk pertama kalinya menggunakan sains untuk menghancurkan dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki dengan senjata nuklir. AS memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan hegemoninya. Tidak hanya itu, Amerika Serikat juga meluncurkan perang pre-emptive yang terjadi setelah peristiwa 11 September 2001.

Sebagian dari rekam jejak kelam AS ini mengindikasikan signifikansi pernyataan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengenai urgensi perlawanan terhadap hegemoni AS di tingkat global, dan pemanfaatan potensi besar dunia Islam untuk melawannya demi kebaikan bersama umat manusia. 

Rahbar dalam pidatonya menyinggung urgensi persatuan Islam dalam kondisi getir dunia Islam dewasa ini, seperti perang lima tahun di Yaman dan pemboman brutal terhadap rakyatnya oleh Arab Saudi, maupun penghinaan beberapa rezim yang mempermalukan Umat Islam dengan mengabaikan masalah Palestina. Ayatullah Khamenei menekankan bahwa persoalan yang menimpa bangsa dan negara Muslim dari Kashmir hingga Libya akan bisa diselesaikan dengan persatuan Islam.

Ayatullah Khamenei menyebut faktor utama permusuhan Amerika Serikat terhadap Republik Islam disebabkan karena bangsa Iran tidak mau menerima dikte AS yang menindas dan menolak mengakui dominasi mereka. Ayatullah Khamenei menegaskan, "Permusuhan ini akan terus berlanjut dan satu-satunya cara untuk menyelesaikannya dengan membuat musuh putus asa, sehingga mereka tidak lagi melanjutkan serangan terhadap rakyat dan pemerintah Iran,".

Pernyataan Rahbar mengingatkan pada pelajaran sejarah dan fakta bahwa perilaku AS tidak berubah dari dulu hingga sekarang. Itulah sebabnya Ayatullah Khamenei memandang transisi kekuasaan di AS tidak akan mengubah kebijakan Iran. Di sisi lain, fenomena pilpres AS dalam pandangan Rahbar sebagai cermin dari wajah buruk demokrasi liberal di negara ini. Ayatullah Khamenei menekankan, "Terlepas dari siapa yang akan berkuasa di Amerika Serikat, situasi saat ini menunjukkan degradasi moral hingga sosial yang parah di Amerika Serikat. Pada akhirnya, berlanjutnya kondisi demikian akan mengarah pada kepunahan dan kehancuran,".

Pidato Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran yang membahas berbagai dimensi menekankan masalah strategis yang ditekankan berulangkali sebelumnya. Sebuah kunci yang terus ditegaskan Rahbar sebagai pengingat bahwa permusuhan Washington terhadap Tehran disebabkan karena bangsa Iran tidak mau menerima kebijakan opresif AS, dan satu-satunya opsi dengan melanjutkan perlawanan hingga musuh putus asa. Dalam konteks global, umat Islam harus kuat dan memperkuat semua sarana yang dibutuhkan dalam melawan hegemoni Barat.

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei menilai kemarahan dan protes umat Islam terhadap penghinaan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai indikasi umat Islam masih hidup dan eksis.

Rahbar dalam pidato memperingati maulid Nabi Muhammad Saw dan kelahiran Imam Ja'far Sadiq hari Selasa (3/11/2020) mengatakan bahwa hari ini musuh utama Islam adalah adidaya arogan dan Zionisme yang mengerahkan segenap kekuatannya untuk menghancurkan umat Islam.

Menyinggung penerbitan kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw di Prancis, Ayatullah Khamenei menegaskan, "Seorang kartunis telah melakukan kesalahan, tapi ini bukan hanya penyimpangan dan kerusakan yang dilakukan seorang seniman. Sebab masalahnya terletak pada kebijakan pemerintah yang mendukung perbuatan salah tersebut. Persoalannya seorang pejabat politik secara eksplisit mendukungnya,".

"Pemerintah Prancis mengaitkan masalah ini dengan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Langkah ini justru menjadi kebijakan yang telah merangkul teroris paling kejam di dunia," tegas Rahbar.

Ayatullah Khamenei menyinggung jejak kelam pemerintah Prancis yang dahulu membantu serigala haus darah seperti Saddam selama perang yang dipaksakan terhadap Iran pada tahun 1980 hingga 1988, dengan menjelaskan bahwa pembelaan terhadap kebiadaban dan tindakan kriminal kartunis adalah satu sisi dari mata uang dengan sisi lainnya mendukung rezim Saddam.

"Para teroris telah membunuh presiden, ketua mahkamah agung dan perdana menteri, serta beberapa pejabat Iran, juga 17.000 orang di jalan dan pasar di negara ini," papar Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran.

Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa kemarahan dan protes umat Islam terhadap penghinaan yang dilakukan media Prancis kepada Nabi Muhammad Saw merupakan pertanda bahwa dunia Islam masih hidup, dan tetap mempertahankan identitas keislamannya.

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei menyatakan bahwa kebijakan Republik Islam yang telah diperhitungkan tidak akan berubah seiring dengan terjadinya transisi kekuasaan di Amerika Serikat.

Ayatullah Khamenei dalam pidato memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw dan kelahiran Imam Ja'far Shadiq hari Selasa (3/11/2020) menyinggung kondisi politik AS menjelang penyelenggaraan pemilu presiden dengan mengatakan, "Presiden yang sekarang menjabat di AS menyebut pilpres kali ini sebagai yang pemilu paling curang, pada saat yang sama lawannya juga menuding Trump bermaksud melakukan penipuan masif,".

Rahbar menggambarkan situasi ini sebagai contoh dari wajah buruk demokrasi liberal di AS.

"Terlepas dari siapa yang akan berkuasa di Amerika Serikat, situasi saat ini menunjukkan degradasi dari moral hingga sosial yang parah di Amerika Serikat. Pada akhirnya berlanjutnya kondisi demikian akan mengarah pada kepunahan dan kehancuran," papar Ayatullah Khamenei.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyebut faktor utama permusuhan Amerika Serikat terhadap Republik Islam disebabkan karena bangsa Iran tidak mau menerima dikte AS yang menindas dan menolak mengakui dominasi mereka. 

"Permusuhan ini akan terus berlanjut dan satu-satunya cara untuk menyelesaikannya dengan membuat musuh putus asa, sehingga tidak lagi melanjutkan serangan terhadap rakyat dan pemerintah Iran," tegas Ayatullah Khamenei.

Di bagian lain pidatonya, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran juga menekankan urgensi Pekan Persatuan Islam dalam menangkal konspirasi musuh.

"Obat berbagai masalah getir dunia Islam seperti perang lima tahun di Yaman dan pemboman brutal terhadap rakyatnya oleh rezim Saudi, maupun penghinaan beberapa pemerintah yang mempermalukan Umat Islam dengan mengabaikan masalah Palestina berada dalam koridor persatuan Islam," jelas Rahbar.(

 

Berlanjutnya konflik bersenjata antara Armenia dan Republik Azerbaijan terkait kawasan Nagorno-Karabakh telah memicu kekhawatiran di tingkat regional.

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Selasa (3/11/2020) di sebagian pidatonya bertepatan dengan peringatan kelahiran Rasulullah Saw (Maulid Nabi) dan Imam Jakfar Sadiq as, menyebut perang antara Armenia dan Republik Azerbaijan sebagai peristiwa pahit dan ancaman bagi keamanan kawasan.

Rahbar mengatakan, konfrontasi bersenjata ini harus secepatnya diakhiri; seluruh wilayah Republik Azerbaijan yang direbut Armenia harus dibebaskan dan dikembalikan kepada Baku.

Rahbar menekankan untuk menjaga keamanan Armenia di wilayahnya dan mematuhi perbatasan internasional oleh kedua pihak. “Teroris yang berdasarkan laporan terpercaya telah memasuki wilayah ini, tidak boleh mendekati perbatasan Iran dan jika mereka berani mendekat, pastinya akan dihadapi dengan tegas.”

Pidato Rahbar terkait konflik Karabakh menunjukkan sikap transparan dan rasional Republik Islam Iran terkait konflik tersebut yang berubah menjadi luka lama dan jika tidak dipikirkan cara untuk menyelesaikannya, akan berujung pada tensi lebih besar. Dari perspektif ini, ada dua poin yang patut dipikirkan: pertama, ancaman yang dikobarkan melalui perang akan mengancam kawasan dan kedua, mekanisme penyelesaian konflik dengan mempertahankan kedaulatan wilayah dan menjaga hak kedua pihak dalam koridor prinsip di hubungan luar negeri.

Dengan dasar ini, Republik Islam Iran sejak awal konfrontasi di wilayah Nagorno-Karabakh memulai upayanya untuk menyelesaikan konflik ini. Sebagai kelanjutan dari upaya tersebut, Sayid Abbas Araqchi, wakil khusus Iran untuk menyelesaikan konflik Karabakh, pekan lalu dalam kunjungannya ke Baku dan Yerevan dan kemudian kunjungannya ke Rusia dan Turki, memaparkan prakarsa Iran untuk menerapkan perdamaian di Karabakh.

Utusan khusus presiden Iran ini menyebut diakhirinya pendudukan wilayah Republik Azerbaijan sebagai unsur penting di prakarsa Iran dan menambahkan, menjaga hak kaum minoritas dan HAM merupakan prinsip lain dari prakarsa Iran untuk mengakhiri konflik Nagorno-Karabakh. Pendekatan regional dan partisipasi negara-negara berpengaruh di kawasan juga karakteristik lain dari prakarsa Iran.

Krisis Nagorno-Karabakh berubah menjadi perang yang dahsyat pada Februari 1988 dan berlangsung hingga Maret 1994. Meskipun sejak awal konflik Nagorno-Karabakh banyak aktor dari Eropa hingga Amerika Serikat memasuki krisis dan mempresentasikan rencana, tetapi rencana ini termasuk pembentukan kelompok kerja Minsk tidak membuahkan hasil.

Pengalaman menunjukkan bahwa Barat memiliki tujuan di kawasan dan juga dengan penuh motivasi menjaga kepentingannya melalui pengobaran krisis di hubungan negara-negara kawasan. Bentrokan antara Republik Azerbaijan dan Armenia juga tidak terkecuali dari kaidah ini dan berlanjutnya hal ini pastinya akan merugikan kepentingan nasional kedua pihak yang berkonflik serta negara-negara kawasan.

Pidato Rahbar terkait dampak perang Nagorno-Karabakh bagi keamanan kawasan sangat penting dari sisi ini. Sekaitan dengan ini, Sayid Abbas Mousavi, duta besar Iran di Baku di akun Twitternya menulis, menyusul arahan Rahbar terkait krisis saat ini di Nagorno-Karabakh, Deputi menlu Republik Azerbaijan, Khalaf Khalafov dalam sebuah kontak telepon menyatakan pujian pemerintah dan bangsa Azerbaijan atas pidato penting dan a

 

Sekretaris Jenderal Jihad Islam Palestina dan koordinator Front Aksi Islam Lebanon menekankan perlunya mengaktifkan perlawanan bersenjata menghadapi rezim Zionis.

Ziyad Al-Nakhalah, Sekretaris Jenderal Jihad Islam Palestina dalam pertemuan dengan Zuhair Al-Jaeed, koordinator Front Aksi Islam Lebanon di Beirut hari Senin (2/11/2020) mengatakan urgensi berlanjutnya perlawanan terhadap Israel.

Kedua pihak membahas mekanisme kerja sama antara gerakan Jihad Islam dan Front Aksi Islam untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina, termasuk diaktifkannya kembali perlawanan bersenjata.

Sekretaris Jenderal Jihad Islam dan Koordinator Front Aksi Islam mengkaji perkembangan terbaru isu Palestina, termasuk kesepakatan abad, langkah beberapa negara Arab untuk menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis dalam rangka melayani kepentingan Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu Zionis yang merugikan kepentingan bangsa Palestina.

 

Emir Qatar kembali menyampaikan dukungan kuat negaranya terhadap kemerdekaan Palestina.

Televisi Al-Jazeera melaporkan, Emir Qatar, Tamim bin Hamad hari Selasa (3/11/2020) mengatakan bahwa Qatar menekankan dukungannya terhadap perjuangan Palestina, dan Baitul Maqdis sebagai ibu kotanya.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Lolwah Al-Khater mengungkapkan bahwa negaranya tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan rezim Zionis sampai masalah Palestina diselesaikan.

Menurut Al-Khater, normalisasi hubungan dengan Israel tidak bisa menjadi solusi masalah Palestina, sebab langkah ini justru menyebabkan kondisi bangsa Palestina sebagai bangsa yang tidak memiliki kewarganegaraan dan diduduki semakin terjepit.

Tidak lama setelah pengumuman kesepakatan normalisasi antara rezim Zionis dan UEA pada 13 Agustus, Presiden AS Donald Trump pada 11 September juga mengumumkan normalisasi hubungan antara Bahrain dan rezim Zionis.

 

Perwakilan dari fraksi Sadiqun di parlemen Irak menyerukan penarikan pasukan AS dari negaranya yang sejalan dengan resolusi yang telah disahkan sebelumnya.

Perwakilan dari fraksi Sadiqun dalam sebuah pernyataan hari Selasa (3/11/2020) mengatakan bahwa resolusi parlemen Irak tentang penarikan pasukan AS mengharuskan pemerintah segera melaksanakan ketentuan tentang pengusiran pasukan AS dari negara tersebut yang menjadi prioritas tim perunding Irak dengan AS.

Anggota parlemen Irak juga mengkritik Amerika Serikat karena terus melanggar kedaulatan teritorial Irak, dan tidak adanya pertanggungjawaban mereka dalam masalah dukungan terhadap milisi teroris Daesh.

Hingga kini, Pasukan AS masih berada di beberapa pangkalan militer di berbagai wilayah Irak.

Rakyat Irak telah berulangkali menyatakan penentangan mereka terhadap kehadiran pasukan AS di negara itu, dan parlemen Irak telah mengeluarkan resolusi yang menekankan perlunya pengusiran pasukan asing dari negaranya.

 

Pemerintah Otoritas Palestina mengumumkan keadaan darurat selama 30 hari di wilayah Palestina sejak 3 November 2020 untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Menteri Kesehatan Palestina, Dr. Mai al-Kaila pada Selasa (3/11/2020) malam mengatakan selama 24 jam terakhir, 633 warga Palestina terinfeksi virus Corona, 8 di antaranya meninggal dunia.

"Jumlah pasien yang sembuh dari Covid-19 mencapai 88 persen, sementara kondisi 11 persen dari pasien yang terinfeksi masih kritis," tambahnya.

Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan bahwa 67.184 warga Palestina telah terinfeksi virus Corona, di mana 573 pasien meninggal dunia dan 12.979 melakukan karantina mandiri.