کمالوندی

کمالوندی

 

Platform media sosial Facebook ternyata tidak hanya melarang konten-konten berbau penentangan terhadap Holocaust, baru-baru ini bahkan mengarahkan akses para pengguna Facebook yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Holocaust ke sumber informasi yang dikehendakinya.

Menurut pengakuan pihak Facebook, para pengguna yang mencari informasi seputar Holocaust di Facebook, mereka akan diarahkan ke sumber-sumber informasi yang dikategorikan oleh Facebook sebagai sumber yang akurat dan kredibel. Suatu hari seorang penulis Libya, Osman Ismail terkait Holocaust, dan Zionis mengatakan, Zionisme ketakutan merujuk kepada sejarah, karena jangan-jangan mereka akan menemukan bahwa pembakaran manusia, genosida, dan kamar gas, ternyata sebuah kebohongan.
 
Menurut Osman Ismail dan orang-orang sepertinya yang banyak ditemui sekarang ini, mereka tidak bermaksud untuk menggugat sebuah realitas nyata, tapi sikap mereka lebih merupakan reaksi rasional atas sensitivitas kelewat batas yang ditunjukkan orang-orang Zionis dalam menjaga mitos yang selalu menutupi realitas sebenarnya terkait kejadian itu. Membahas mitos yang hanya memberikan banyak keunggulan kepada pencetusnya, dan tidak pernah mampu memanfaatkan etnis-etnis berpengaruh, semacam kelompok ekstrem Yahudi dan non-Yahudi, yang memiliki keyanian Zionisme, tidak pernah diungkap dalam kajian Holocaust. 
 
Konon katanya dokumen berusia 70 tahun terkait Holocaust disimpan di Jerman, dan hanya segelintir orang khusus yang diperbolehkan mengakses serta mempelajarinya. Dalam beberapa dekade terakhir, Zionis mereaksi bermunculannya keraguan soal Holocaust, dengan melakukan banyak langkah propaganda termasuk penerbitan buku, film, dan publikasi media. Buku “Memoirs of Adolf Eichmann”, dan film “Schindler's List” di antara karya yang menegaskan adanya peristiwa Holocaust, dan menjadikan cerita orang-orang Zionis seputar kejadian di masa itu sebagai dasar pembuatan karya tersebut.
 
Baru-baru ini langkah yang dilakukan Facebook, membuktikan bahwa orang-orang Zionis ketakutan jika sejumlah informasi, dan kenyataan terkait apa yang sebenarnya terjadi di masa Perang Dunia Kedua, terungkap. Direktur Facebook, Mark Zuckerberg mengumumkan kebijakan baru terkait masalah Holocaust, yang melarang unggahan status di Facebook yang mengingkari atau menyimpangkan Holocaust. Selain itu, saat pengguna Facebook melakukan pencarian di mesin pencari platform media sosial itu, mereka akan diarahkan ke sumber-sumber informasi yang dianggap Facebook, sebagai sumber yang kredibel. 
 
Zionis menyambut baik keputusan Facebook itu, dan mengatakan, pengingkaran terhadap Holocaust bukan sebuah pembahasan sejarah, tapi merupakan bentuk propaganda anti-Yahudi. Kementerian Luar Negeri rezim Zionis Israel pada 13 Oktober 2020 di akun resminya memuji keputusan terbaru Facebook dan menulis, pengingkaran terhadap Holocaust bukan masalah sejarah, tapi merupakan bentuk keganasan dari propaganda anti-Yahudi.
 
Rabbi kota Moskow, Rusia, Pinchas Goldsmith dalam konferensi kaum Yahudi Eropa berharap keputusan Facebook dapat dilengkapi dengan langkah selanjutnya. Ia mengatakan, hal ini terutama karena di masa pandemi Corona, kecenderungan sayap kanan ekstrem, dan statemen-statemen anti-Yahudi, banyak tersebar di media sosial.
 
Wakil ketua Komite Auschwitz Internasional, Christoph Heubner juga menyebut keputusan Facebook sebagai sebuah langkah simbolik yang sangat penting. Ia mengaku gembira karena Mark Zuckerberg akhirnya menyadari kekuatan, dan daya jangkau jaringan serta kehadirannya, juga pengaruh dan pemanfaatan kelompok-kelompok ekstrem kanan, dan anti-Yahudi.
 
Mark Zuckerberg sekitar dua tahun lalu dalam sebuah wawancara kontroversial mengaku tidak bersedia membantah Holocaust, dan melarang secara penuh status-status anti-Yahudi di Facebook. Ia menegaskan bahwa dirinya adalah seorang Yahudi, dan tersiksa dengan statemen-statemen anti-Yahudi, namun menurutnya, Facebook tidak berkewajiban menghapus segala sesuatu yang dianggap salah, karena kebanyakan masyarakat melakukan kesalahan dengan tidak disengaja.
 
Dengan sendirinya, bukan sesuatu yang mengejutkan jika Facebook dan perusahaan-perusahaan serupa di Amerika Serikat demi menjaga mitos pembantaian warga Yahudi, melakukan langkah-langkah semacam ini, dan meneriakkannya. Namun Facebook kali ini bukan saja melarang pernyataan-pernyataan yang mengkritisi Holocaust, tapi menyaring setiap infomasi yang bisa diakses pengguna Facebook terkait hal ini.
 
Hal yang dianggap lucu dalam masalah ini adalah pengakuan implisit Facebook atas pelanggaran prinsip kebebasan berpendapat. Facebook mengumumkan, meski terdapat perdebatan seputar kebebasan berpendapat dalam masalah ini, tapi kami sedang berusaha meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh pengingkaran terhadap Holocaust.
 
Ini bukan pertama kalinya, pihak-pihak yang mengklaim sebagai pembela kebebasan berpendapat melakukan hal semacam ini. Sampai sekarang aturan yang menetapkan hukuman penjara bagi pembakar bendera LGBT, penutupan akun media sosial mereka yang menyebarkan foto Letjend Qassem Soleimani, pelarangan publikasi surat Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar kepada pemuda Eropa, pencegahan produksi, dan pameran karya-karya seni-media penentang Holocaust, pemecatan reporter televisi, dan wartawan yang melawan Holocaust, dan ratusan peristiwa serupa, masih berlaku.
 
Kebijakan standar ganda, dan perilaku hipokrit terkait kebebasan berpendapat, sedemikian jelasnya sehingga sampai sekarang berulangkali kita menyaksikan protes tokoh-tokoh agama, dan politik dunia. Contoh terakhir karikatur menghina Nabi Muhammad Saw yang diterbitkan oleh majalah Prancis, Charlie Hebdo yang memicu reaksi keras dari umat Islam, dan berbagai tokoh politik serta budaya.
 
Perang Dunia Kedua yang pecah tahun 1939, dan berlangsung hingga tahun 1945-1946, adalah perang yang berpusat di Eropa, dan menyebabkan wilayah-wilayah lain dunia ikut menderita. Perang ini dilakukan oleh kubu yang terdiri dari Jerman, NAZI, bersama Italia fasis, dan imperium Jepang di satu sisi, melawan kubu seberang yang terdiri dari Prancis, Inggris, dan Cina bersama Uni Soviet dan Amerika.
 
Dalam perang ini hampir seluruh wilayah Eropa, dan beberapa bagian penting Asia serta Afrika tersulut api pertempuran, dan jumlah korban jiwa baik yang langsung maupun tidak langsung dalam perang ini mencapai jutaan orang. Dalam perang ini kerugian terbesar, dan korban jiwa terbanyak berasal dari kubu Jerman, Uni Soviet, Jepang, Cina, kemudian negara-negara Eropa lain. Kerugian paling sedikit dialami Amerika, namun mendapatkan keuntungan terbesar dari perang ini.
 
Peristiwa Holocaust terjadi di masa perang ini, dan orang-orang Yahudi mengatakan selama bertahun-tahun PD II, pemerintah Jerman berdasarkan pemikiran anti-Yahudi, dan rasisme Adolf Hitler, pertama mengeluarkan perintah pengumpulan orang Yahudi Jerman, dan negara lain yang didudukinya, kemudian menempatkan mereka di kamp-kamp konsentrasi, lalu memerintahkan pembantaian massal terhadap mereka.Orang-orang Yahudi dalam membela klaimnya bersandar pada istilah-isitilah semacam Final Solution yang ditemukan di beberapa dokumen Nazi, dan menurut mereka maksud dari Final Solution adalah genosida bangsa Yahudi.
 
Meski hasil penghitungan total korban jiwa akibat Holocaust yang diklaim Yahudi dari setiap kamp konsentrasi terkadang menembus angka 10 juta, namun pada akhirnya mereka bersepakat pada angka 6 juta orang. Mereka sekarang mengumumkan dengan tegas, lebih dari enam juta Yahudi tewas di kamp-kamp penampungan. Istilah Holocaust atau Savah menurut orang-orang Yahudi, menunjukkan arti pembantaian manusia dengan cara dibakar.
 
Dewasa ini, Holocaust berubah menjadi sebuah industri yang bisa mendatangkan keuntungan berlimpah, dan ia kemudian dikenal sebagai Industri Holocaust karena membawa keuntungan ekonomi yang besar bagi orang-orang Yahudi. Kepentingan ekonomi dari Holocaust tidak hanya terbatas pada ganti rugi yang harus dibayar Jerman selama bertahun-tahun kepada Israel, dan itu akan berlangsung hingga tahun 2030.
 
Holocaust saat ini menjadi dalih bagi penarikan bantuan ekonomi dalam jumlah yang sangat  besar, fasilitas ekonomi signifikan, dan fasilitas finansial serta ekonomi raksasa yang diberikan negara-negara Barat kepada orang-orang Yahudi. Selain kepentingan ekonomi, industri penuh untung ini juga membawa manfaat diplomatik, dan internasional yang banyak bagi Israel. Dukungan internasional, dan diplomatik Amerika serta negara-negara Barat terhadap Israel di arena internasional, dan masyarakat di dalam negeri, dibenarkan oleh Holocaust ini.
 
Bermain korban atau play victim yang terus dipertontonkan dalam setiap propaganda adalah bangunan asli peristiwa Holocaust, dan sumber keuntungan utama mereka dari klaim tersebut, bukan hanya manfaat-manfaat yang sudah disebutkan di atas, klaim itu bahkan telah menciptakan imej di benak publik dunia bahwa orang-orang Yahudi adalah manusia tanpa tanah air, yang terbuang dan tertindas.
 
Mereka berkesimpulan untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa, lebih baik agar orang-orang Yahudi itu diberi sepetak tanah di sudut dunia, dan hal inilah yang kemudian dijadikan Zionis untuk merampok rakyat Palestina, dan mendirikan pemerintahan. Oleh karena itu justifikasi tindakan Zionis, dan tersingkapnya kejahatan yang dilakukannya, serta ditutupinya genosida orang-orang Palestina oleh Yahudi, semua tercipta berkat industri Holocaust. 
 
Kenyataannya adalah sebagian besar penelitian tentang Holocaust, dilakukan bukan untuk menjelekkan nama komunitas Yahudi, tapi untuk memperjelas penyimpangan sejarah oleh Zionis, dan perlunya peninjauan ulang dalam penulisan sejarah dalam masalah ini.
 
Banyak bukti yang menunjukkan lembaga-lembaga Zionis di sejumlah negara termasuk Anti-Defamation League, ADL, Board of Deputies of British Jews, World Jewish Congress di Austria, American Jewish Committee, AJC, Cape South African Jewish Board of Deputies, Cape SAJBD, dan beberapa organiasasi sejenis, setiap tahun menganggarkan dana besar untuk menyebarkan propaganda dengan maksud menjaga Holocaust tetap hidup.
 
Organisasi-organisasi ini sangat ketakutan atas segala jenis pembicaraan, penelitian atau bahkan kecurigaan terhadap detail peristiwa PD II, dan mencegahnya. Sebagai contoh pada Januari 2020 digelar sebuah pertemuan bertema “World Holocaust Forum” kelima di Pelestina pendudukan.
 
Pertemuan ini dianggap sebagai pertemuan kontroversial, dan Presiden Polandia, Andrzej Duda dijadwalkan hadir di dalamnya, tapi karena tidak diberi kesempatan berbicara di podium, ia urung datang. Zionis mengundang Andrzej Duda datang ke Israel, tapi karena takut ia mengeluarkan statemen yang mengungkap realitas Holocaust, akhirnya ia tidak diizinkan berpidato.
 
Kejadian ini sekali lagi memunculkan pertanyaan apakah Zionis menyembunyikan sesuatu atau telah menyampaikan informasi yang keliru kepada dunia. Pertanyaan yang dilemparkan kepada bos Facebook, Mark Zuckerberg, dan kebijakan barunya juga menimbulkan keraguan yang sama di benak publik internasional.

 

Barat mengklaim sebagai pengibar bendera hak asasi manusia, termasuk di bidang kebebasan berekspresi, tapi pada saat yang sama melanggarnya.

Contoh terbaru terjadi di Prancis dengan standar gandanya dalam kebebasan berekspresi. Negara-negara Eropa, khususnya pemerintah Perancis, secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam menghasut gerakan anti-Islam demi menangkal kehadiran umat Islam yang semakin meningkat di Eropa dengan tetap diam, bahkan  membela tindakan anti-Islam.

Mengingat negara itu memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa, Prancis secara alami telah menjadi sasaran serangan propaganda anti-Islam dalam konteks Islamofobia dan upaya untuk menghancurkan citra Nabi Muhammad Saw.

Kasus baru-baru ini mengenai pembunuhan seorang guru di Prancis bernama Samuel Patty, yang menunjukkan kepada murid-muridnya kartun Nabi Muhammad Saw yang baru-baru ini diterbitkan ulang di majalah Charlie Hebdo di kelas. Dia dibunuh pada malam 16 Oktober di sebuah jalan di kota Conflan-Sainte-Honorine, sekitar 30 km barat laut Paris. Polisi Prancis mengatakan pelaku seorang imigran dari Chechnya berusia 18 tahun.

Patty, yang mengajar sejarah dan geografi di sekolah menunjukkan majalah Charlie Hebdo awal bulan ini dalam diskusi tentang kebebasan berekspresi, dengan menampilkan beberapa kartun yang merendahkan Nabi Muhammad Saw kepada siswa. Dia telah meminta siswa Muslim di kelas untuk meninggalkan kelas jika mereka merasa dilecehkan. 

Orang tua dari beberapa siswa Muslim mengeluh kepada sekolah tentang perilaku Patty di sekolah, dan guru menerima beberapa pesan ancaman. Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan insiden itu sebagai "serangan teroris oleh Islamis" dan mengklaim bahwa guru berusia 47 tahun itu dibunuh karena "mengajarkan kebebasan berekspresi" kepada murid-muridnya.

"Itu adalah serangan terhadap Republik Prancis dan nilai-nilainya, dan perang Prancis melawan terorisme Islam adalah perjuangan eksistensial," kata Macron. Dalam pidatonya, Presiden Prancis tidak menyebutkan motif pembunuh dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw. Tak lama setelah kejadian ini, imam Masjid Muslim Bordeaux dan banyak pemimpin Islam di Prancis mengutuknya.

Menteri pendidikan Prancis juga menyebut aksi ini sebagai serangan terhadap Republik Prancis. Langkah itu bertepatan dengan serangan terhadap kantor Charlie Hebdo lima tahun lalu, yang menarik banyak perhatian media dan publik internasional.

Tapi tampaknya ada hal yang terlewatkan dalam hal ini bahwa Macron dan pemerintah Prancis. Mereka bukannya mengambil langkah-langkah untuk mengurangi serangan propaganda terhadap Islam dan Muslim, terutama Nabi Muhammad Saw, tapi membiarkan bahkan mendukungnya atas nama kebebasan berekspresi. Faktanya, dengan pendekatannya saat ini, ia menghasut dan mendorong semakin banyak munculnya gerakan anti-Islam yang mengarah pada reaksi seperti insiden baru-baru ini di pinggiran kota Paris.

Pada awal September 2020, Charlie Hebdo menerbitkan ulang karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw ditambah tulisan provokatif "milik sejarah dan sejarah tidak dapat ditulis ulang atau dihapus."

Faktanya, tindakan penghinaan ini dianggap sebagai tanda kelanjutan dari pendekatan permusuhan terhadap Islam dengan tujuan menghancurkan citra agung dan luhur Nabi Muhammad Saw. Dua belas kartun yang menghina Nabi Islam pertama kali diterbitkan di sebuah surat kabar Denmark pada tahun 2005, dan Charlie Hebdo pertama kali menerbitkan kartun tersebut pada tahun 2006.

Langkah tersebut disambut dengan protes luas oleh umat Islam di seluruh dunia, dan kantornya diserang pasukan bersenjata pada tahun 2015 karena kelalaian, bahkan cemoohan dari stafnya.

Setelah serangan tahun 2015 di kantor Charlie Hebdo, partai-partai sayap kanan seperti Front Nasional, yang dipimpin oleh Marine Le Pen, melihatnya sebagai kesempatan emas untuk melancarkan gerakan menentang Islam sambil mendulang dukungan suara warga Prancis.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut penistaan ​​agama sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dalam sebuah pernyataan terang-terangan setelah protes baru-baru ini di dunia Muslim terhadap Charlie Hebdo. "Saya di sini untuk mempertahankan kebebasan ini," klaimnya.

Meski menghina agama sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, beberapa negara Barat  mengkriminalisasi orang yang menyangkal peristiwa Holocaust.

Macron telah menggunakan isu kebebasan berekspresi untuk membenarkan tindakan Charlie Hebdo, padahal bertentangan dengan norma internasional, terutama tentang multikulturalisme.

Para ahli menunjukkan pada kontradiksi antara pembelaan Macron atas penghinaan yang dilakukan Charlie Hebdo terhadap agama Islam, dan kaitannya dengan kebebasan berekspresi, padahal perkataan yang mendorong kebencian bertentangan dengan hukum Prancis.

Macron mengklaim bahwa bersama dengan "kebebasan berekspresi, ada kewajiban untuk mencegah ujaran kebencian". Namun, pertanyaannya adalah apakah izin pemerintah Prancis untuk menerbitkan kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw oleh Charlie Hebdo dan pembelaan Macron atas fungsi ini bukannya akan meningkatkan kebencian orang Eropa dan kecurigaan mereka terhadap Islam dan Muslim dengan menghadirkan citra yang tidak realistis mengenai Nabi Muhammad Saw. Jelas bahwa dengan berlanjutnya pandangan seperti ini tidak hanya akan meneruskan tindakan ofensif, tetapi juga akan memperluas gerakan anti-Islamis di Eropa dan akan memperluas cakupan tindakannya. 

Menurut Abdul Latif Nazari, seorang politisi dan pakar urusan internasional Afghanistan menilai langkah keji ini tidak hanya melukai hati umat Islam, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekstremisme dan terorisme. Umat ​​Islam berharap pemerintah Prancis tidak membiarkan kebebasan berekspresi menyinggung jutaan Muslim di dunia.

Persoalan penting lainnya di negara-negara Barat, terutama di Eropa yang menunjukkan standar ganda dalam kebebasan bereskpresi mengenai langkah pemerintah Konservatif yang menginstruksikan kepala sekolah dan guru untuk menghapus pelajaran tentang anti-kapitalis dari buku teks. The Guardian menerbitkan sebuah laporan pada 27 September yang mengungkapkan perintah Kementerian Pendidikan Inggris kepada kepala sekolah dan guru untuk melarang pengajaran apapun yang bertentangan dengan kapitalisme.

"Ideologi anti-kapitalis sering mengarah pada posisi politik ekstremis dan meningkatkan kebebasan berekspresi, pembatasan dan tindakan kriminal dan ilegal di masyarakat," tulis The Guardian. "Dalam situasi apa pun sekolah tidak boleh menggunakan sumber daya pendidikan yang disediakan oleh lembaga ekstremis untuk memotivasi  siswa untuk mempelajarinya," tegas media Inggris ini.

Tariq Ali, seorang penulis dan aktivis sosial menyatakan bahwa pada dasarnya keputusan dan pemikiran seperti itu sebagai tanda kemunduran dan kebangkrutan politik dan moral dari arus yang berkuasa di Inggris. Ia menulis, “Kenyataannya di era internet dan media sosial, ada begitu banyak kata yang tidak lebih dari kebodohan daripada negara dan penyensoran yang meluas. Faktanya adalah bahwa hukum semacam itu pada dasarnya tidak efektif. Alasannya sangat sederhana. Jika Anda memasukkan sesuatu ke dalam daftar hal-hal terlarang, maka Anda secara praktis telah mendorong kaum muda yang berada di puncak keingintahuan untuk mempelajarinya.

The Guardian menulis, "Tepat di tengah geografi yang telah mengalami Revolusi Industri dan Pencerahan, sangat sulit memberikan perintah tegas untuk menghapus konten tertentu". Menurut John McDonald, mantan presiden University of Warwick, "Undang-undang dan upaya untuk menegakkannya tidak lebih dari sifat Partai Konservatif,".

Faktanya, dukungan penuh dari pemerintah dan presiden Prancis untuk tindakan anti-Islam dan propaganda penghinaan kepada Nabi Muhammad Saw serta larangan pemerintah Konservatif Inggris untuk mengajarkan materi anti-kapitalis di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa pemerintah Eropa dan juga Amerika Serikat menghormati kebebasan berekspresi hanya jika itu untuk kepentingan mereka dan sistem kapitalis, tapi pada saat yang sama melancarkan propaganda negatif melawan pemikiran saingan dan anti-Barat seperti Islam yang dianggap sebagai ancaman mereka. Inilah wajah standar ganda Barat.

Para malaikat berduka atas syahidnya Imam Hasan al-Askari as yang terjadi pada 8 Rabiul Awwal tahun 260 Hijriyah. Imam yang suci dan keturunan Ahlul Bait ini gugur di tangan penguasa lalim, al-Mu’tamid Abbasi.

Perilaku dan ucapan Imam al-Askari as, semuanya mengandung pelajaran cinta, makrifat, akhlak, keutamaan, dan kemanusiaan. Munajat cinta yang ia panjatkan menembus alam malakut dan ibadahnya di malam hari menghidupkan ingatan tentang sosok Imam Ali as, mengingatkan orang pada munajat yang dilakukan oleh leluhurnya, Sayidah Fatimah az-Zahra as. Sujudnya yang panjang menghidupkan memori tentang Imam Sajjad, dan keterasingannya dalam penjara sama seperti yang dialami Imam Musa al-Kazim as.

Pemuda 28 tahun ini bukanlah manusia biasa, tetapi intisari dari semua kebaikan dan kebesaran jiwa. Kita mengucapkan belasungkawa atas kesyahidan imam besar ini dan menyampaikan salam kepadanya. “Salam atasmu wahai penunjuk jalan umat, salam atasmu wahai perantara nikmat, salam atasmu wahai mutiara ilmu, salam atasmu wahai bahtera yang sabar, dan salam atasmu wahai ayah dari Imam al-Muntazar (Imam Mahdi as).”

Imam Hasan Askari as adalah pemimpin kaum Muslim yang ke-11. Imam yang menghabiskan hidupnya yang singkat (28 tahun) di sebuah garnisun di kota Samarra, bersama dengan ayahnya Imam Ali al-Hadi as. Mereka berada di bawah pengawasan yang sangat ketat oleh penguasa lalim, para khalifah Dinasti Abbasiyah.

Setelah ayahnya gugur syahid, situasi mencekam ini terus berlangsung dan ia berulang kali dipenjara oleh para tiran saat itu. Padahal, keimanan, kemuliaan, kebesaran, keutamaan, kesempurnaan, dan kepribadian luhur Imam al-Askari as diakui oleh para penguasa Abbasiyah.

Salah satu menteri penting Dinasti Abbasiyah, Ubaidillah bin Khaqan berkata kepada putranya, Ahmad, “Aku tidak melihat atau mengenal pria di Samarra di antara pembesar Alawi seperti Hasan bin Ali (Imam al-Askari). Jika kekhalifahan Bani Abbasiyah berakhir, maka tidak ada seorang pun dari Bani Hasyim yang pantas menjadi khalifah kecuali Hasan al-Askari, karena ia memiliki keutamaan, ilmu, kesalehan, kesabaran, zuhud, ahli ibadah, berakhlak mulia, dan kebaikan-kebaikannya membuat ia berhak atas posisi khalifah, dan tidak ada yang seperti dia.”

Imam Hasan al-Askari as adalah sosok yang paling berbudi luhur dan paling saleh di masanya. Tidak ada yang seperti dia dalam masalah ibadah dan munajat kepada Allah Swt. Dia begitu khusyu’ dalam beribadah dan bermunajat sehingga memesona semua hati dan mengingatkan orang lain tentang Tuhan.

Imam al-Askari membimbing bahkan orang-orang yang sesat ke jalan yang lurus dan membuat mereka menjadi ahli ibadah dan ahli tahajud. Daya tarik dari makrifat yang dimilikinya telah menarik bahkan orang-orang yang paling jahat, dan karena aura kesalehannya, mereka berubah menjadi manusia terbaik.


 

Beberapa pejabat Dinasti Abbasiyah memerintahkan Saleh bin Wasif, kepala penjara untuk bersikap keras terhadap Imam al-Askari as. Mereka berkata kepada Wasif, "Tekan Abu Muhammad semampumu dan jangan biarkan ia menikmati kelonggaran!" Saleh bin Wasif menjawab, "Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah menempatkan dua orang terkejam dari bawahanku untuk mengawasinya, keduanya sekarang tidak hanya menganggap Abu Muhammad sebagai tahanan, tapi mereka juga mencapai kedudukan yang tinggi dalam ibadah, shalat, dan puasa."

Para pejabat tersebut kemudian memerintahkan Wasif untuk menghadirkan kedua algojonya itu. Mereka berkata kepada para algojo itu, "Celaka kalian! Apa yang telah membuat kalian lunak terhadap tahanan itu?" Mereka menjawab, "Apa yang harus kami katakan tentang seseorang yang hari-harinya dilewati dengan puasa dan seluruh malamnya dihabiskan dengan ibadah? Ia tidak melakukan pekerjaan lain kecuali beribadah dan bermunajat dengan Tuhannya. Setiap kali ia menatap kami, wibawa dan kebesarannya menguasai seluruh wujud kami."

Para penguasa Abbasiyah yang kejam, sangat takut terhadap aura kesalehan dan kepribadian luhur para imam maksum sehingga selalu menjauhkan mereka dari umatnya.

Imam Hasan al-Askari as, seperti para leluhurnya, adalah sosok yang dermawan dan dalam banyak kesempatan, ia memenuhi kebutuhan orang lain sebelum orang tersebut meminta kepadanya. Memperhatikan kaum papa dan memenuhi kebutuhan mereka adalah salah satu perilaku mulia Imam al-Askari.

Abu Yusuf, penyair Dinasti Abbasiah berkata, "Saya pernah mengalami kondisi yang sangat sulit. Saat itu saya baru mempunyai seorang anak. Kondisi sulit saat itu membuat saya menulis surat ke para pembesar Bani Abbas dan menyampaikan problemanya kepada mereka. Namun sangat disayangkan, mereka sama sekali tidak peduli. Di tengah rasa pesimis, saya teringat pada Imam Hasan al-Askari as. Kemudian, saya mendatangi rumah beliau. Saat itu, saya ragu; Apakah saya harus menyampaikan kesulitan ini kepada Imam al-Askari? Sebab, saya khawatir, imam tak akan membantu karena tahu bahwa saya pernah menjadi penyair Dinasti Abbasiyah. Kegelisahan terus mengitari benakku. Pada akhirnya, saya memutuskan untuk mengetuk pintu rumahnya. Tidak lama setelah saya mengetuk, pintu rumah terbuka dan berdiri seorang sahabat imam membawa sekantong uang. Sahabat Imam itu berkata, "Ambillah uang 400 dirham ini! Imam as berpesan, “Gunakanlah uang ini untuk anakmu yang baru lahir. Dengan keberadaan anak itu, Allah Swt memberikan berkah dan kebaikan kepadamu." Menyaksikan peristiwa tersebut, saya benar-benar terkejut dan bersyukur kepada Allah.”

Selama enam tahun masa kepemimpinannya, Imam al-Askari as menghadapi situasi yang sulit dan penuh rintangan, sebab para penguasa Abbasiyah menerapkan pembatasan yang ketat dan mengawasi gerak-gerik imam. Meski demikian, Imam al-Askari as tetap memimpin serangkain kegiatan politik dan sosial secara diam-diam.

Para imam maksum dan masyarakat Syiah telah membangun jaringan komunikasi di berbagai kota selama bertahun-tahun, dan jaringan ini semakin meluas pada masa Imam al-Askari as. Ia menempatkan orang-orang kepercayaan di berbagai kota penting di Irak, Iran, dan daerah lain yang dihuni kaum Muslim. Masyarakat melalui perwakilan ini, menyampaikan surat, khumus, dan persoalannya kepada Imam Hasan al-Askari as dan kemudian memperoleh jawaban darinya.

Jaringan penghubung ini sangat tertutup dan hanya para pengikut setia imam yang mengetahui adanya jaringan ini. Sebagai contoh, Utsman bin Said, seorang sahabat penting imam selalu mendatangi beliau dengan menyamar sebagai penjual minyak. Imam Hasan al-Askari as menyimpan sebagian surat yang ditujukan kepada wakil-wakilnya di kedai minyak milik Utsman bin Said.


Dalam situasi apapun, para imam maksum as tidak pernah melalaikan tugas-tugas yang diembankan oleh Allah Swt kepadanya dan mereka mengambil langkah-langkah efektif untuk membimbing masyarakat ke arah keutamaan dan kebaikan, serta menghapus keraguan dari relung kaum Muslim.

Di tengah tekanan dan kondisi mencekam, Imam al-Askari as berhasil mendidik murid-muridnya, yang kemudian memainkan peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam dan memberantas syubhat. Syeikh Thusi mencatat jumlah murid Imam al-Askari melebihi dari 100 orang, di mana antaranya adalah tokoh-tokoh besar seperti, Ahmad Asy'ari Qummi, Usman ibn Sa'id Amri, Ali ibn Ja'far, dan Muhammad ibn Hasan Saffar.

Pengaruh pemikiran dan spiritualitas Imam al-Askari as membuat para penguasa Abbasiyah ketakutan. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk membunuhnya. Penguasa Dinasti Abbasiyah akhirnya menyusun sebuah skenario pembunuhan Imam al-Askari. Ia syahid setelah beberapa hari menahan rasa sakit akibat diracun oleh Mu’tamid Abbasi.

Namun, penguasa lalim tidak berhasil memadamkan cahaya hidayah Imam al-Askari as, karena ia meninggalkan seorang pewaris yang saleh, juru selamat bagi umat manusia, serta pembawa pesan keadilan dan perdamaian yaitu Imam Mahdi as.

Imam Hasan al-Askari berkata, “Segala puji bagi Allah Swt karena Dia tidak mengambilku dari dunia ini tanpa menunjukkan kepadaku seorang pengganti. Ia (anakku) yang paling dekat dengan Rasulullah dalam hal perawakan dan karakternya. Allah akan menjaganya ketika ia dalam kegaiban sampai kemudian Dia akan memunculkannya untuk memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan.” 

Rabu, 04 November 2020 16:14

Persatuan, Kunci Kemenangan Umat Islam

 

Islam adalah agama persatuan, empati, welas asing dan cinta damai, serta penolakan terhadap kekerasan. Persatuan menjadi salah satu fondasi utama dunia Islam untuk mengatasi berbagai masalah yang merintanginya. Tetapi mengapa faktanya terjadi perpecahan di dunia Islam hari ini?

Untuk menjawab pertanyaan ini, seseorang tidak dapat mengabaikan fakta bahwa akar dari perpecahan tersebut karena menjauhkan diri dari kebenaran Islam dan mengabaikan elemen vital persatuan Islam. Sayangnya, terlepas dari kapasitas Islam untuk mempromosikan wacana persatuan, dunia Islam belum bisa menikmati persatuan dan kohesi politik yang layak diterimanya.

Kekurangan ini telah menciptakan ruang bagi kemunculan dan penyebaran gagasan ekstremisme dan jahiliyah modern. Ironisnya, para penguasa segelintir negara Muslim seperti Arab Saudi justru menjadi pelopor perpecahan dan menodai wajah Islam yang sebenarnya.

Dalam hal ini, musuh Islam, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Israel, dengan bantuan beberapa pemerintahan Arab yang reaksioner, tidak berhenti merencanakan perpecahan di negara-negara Muslim. Tren ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari kebijakan yang sama pada periode kolonialisme yang menerapkan slogal kolonial Inggris, "Pecah belah dan kuasai".

Rezim Zionis dan Amerika Serikat adalah penyebab utama perpecahan di tubuh umat Islam. Kecenderungan menyimpang ini telah terjadi selama satu abad terakhir, terutama dalam dua dekade milenium ketiga yang  menyingkirkan kebajikan dan nilai moral,serta menggantinya  dengan perilaku jahat.

Pengaruh arus menyimpang ini dapat dilihat pada masalah sosial, ekonomi dan politik dunia Islam. Kita menyaksikan pergolakan politik minus moral di banyak negara kawasan dengan berbagai peristiwa getirnya. Penggunaan perang dan kekerasan terhadap negara-negara Muslim telah digunakan dengan tujuan untuk mengganggu persatuan umat Islam.

"Perbedaan perdapat wajar terjadi di antara sesama umat Islam, tetapi persatuan dan persaudaraan sangat penting dan harus diprioritaskan untuk menghadapi musuh," kata Ali Akbar Velayati, sekretaris jenderal Dewan Kebangkitan Islam Sedunia.

Musuh-musuh Islam sangat menyadari bahwa perpecahan sengaja disulut untuk mematahkan perlawanan Islam dan menghilangkan rintangan ekspansionisme Amerika dan Israel di kawasan. Musuh menyulut perpecahan dan mempromosikan terorisme di bawah panji kelompok-kelompok teroris seperti Daesh dan Jabhat al-Nusra dan lainnya

Kebijakan utama Amerika melawan Islam dan Muslim adalah menghasut perang, dan keinginan jahatnya adalah membunuh Muslim di tangan satu sama lain.

Tidak diragukan lagi, apa yang telah kita saksikan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di Afghanistan, Suriah, Irak dan di Gaza, Yaman, Bahrain dan negeri-negeri Islam lainnya di Afrika sebagai kelanjutan dari proses konspirasi musuh untuk melemahkan umat Islam.

Dalam situasi seperti itu, kembali ke nilai dan prinsip persatuan Islam dengan berpijak pada Al-Quran dan Nabi Muhammad Saw  menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi masalah dunia Islam dewasa ini. Sebab, persatuan Islam bertentangan dengan keinginan musuh-musuh Islam yang di semua era, dan terutama di periode ini yang terus menerus berupaya melemahkan umat Islam.  

Ancaman yang dihadapi umat Islam dan nilai-nilai agama saat ini adalah kekerasan dan perpecahan atas nama Islam. Aparat propaganda Barat mencoba melemahkan Umat Islam dengan mendiskreditkan Islam dan menghancurkan bangsa. Tidak diragukan lagi, mengungkap konspirasi ini dan menggagalkannya merupakan tanggung jawab yang besar. Bertindak atas tanggung jawab ini dalam situasi kritis dapat mengalahkan banyak konspirasi musuh.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei dalam pidatonya yang disampaikan dalam acara Maulid Nabi Muhammad Saw, dan kelahiran Imam Ja'far Sadiq  yang dihadiri para pejabat tinggi Iran dan duta besar negara-negara Muslim mengatakan, "Amerika, rezim Zionis, rezim reaksioner dan pengekornya sebagai Firaun dunia modern". Mengenai sepak terjang  AS dalam menciptakan perselisihan dan perang di tubuh Umat Islam, Rahbar menegaskan, "Beberapa politisi Amerika suka atau tidak mengakui  harus ada perang dan konflik di kawasan Asia Barat sehingga rezim Zionis berada di zona aman dan tubuh berdarah dunia Islam tidak akan bisa meraih kemajuan,".

Di bagian lain pernyataannnya, Ayatullah Khamenei menyinggung masalah Palestina dengan menekankan, "Masalah Palestina saat ini berada di puncak masalah politik Umat Muslim dan setiap orang berkewajiban untuk bekerja dan berjuang untuk kebebasan dan keselamatan rakyat Palestina."

Tidak diragukan lagi, kehormatan dunia Islam adalah perlawanan menghadapi penindas dan kubu imperialis.Poin penting di bidang ini mengenai pendekatan pada fondasi berharga persatuan Islam dan kembalinya identitas Islam yang sebenarnya. Persatuan memiliki peran mendasar dalam proses transformasi dan perubahan masyarakat Islam dan negara-negara tertindas di manapun di dunia, dan merawatnya memiliki dampak yang besar dalam membebaskan dunia Islam dari dominasi dan pengaruh sistem hegemonik dunia.

Presiden Republik Islam Iran, Hassan Rouhani, menekankan urgensi persatuan umat Islam pada Konferensi Internasional ke-31 tentang Persatuan Islam dengan mengatakan, "Tugas besar kita adalah menyembuhkan luka-luka di tahun-tahun terakhir yang telah diciptakan oleh kolonialisme, imperialis dan hegemon global, dan kini hal ini menjadi misi dan tugas kami yang harus diproritaskan."

 

Di masa Imam Jafar Shadiq as, mazhab Syiah mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat, dan madrasah Imam Jafar membuka kesempatan untuk menghidupkan kembali ajaran Islam secara luas.

Rasionalitas, pemahaman agama yang mendalam, menjauh dari fanatisme tak berdasar, dan sikap inovatif terhadap fikih, merupakan karakteristik madrasah Imam Shadiq as yang menyebabkan aliran ini dinamis.
 
Hari ini, rumah Imam Kelima Syiah diterangi cahaya kelahiran Imam Jafar Shadiq as. Imam Shadiq adalah putra Imam Muhammad Baqir as, dan beliau menimba ilmu pengetahuan yang sangat luas dari ayahnya.
 
Masa Imam Shadiq yang penuh gejolak, adalah masa beradunya berbagai aliran, dan bertarungnya beragam aliran pemikiran filsafat serta teologi. Hal ini terjadi karena persentuhan bangsa-bangsa Muslim dengan masyarakat dari negara-negara yang dikuasai, dan hubungan pusat-pusat Islam dengan dunia luar. Pada kondisi seperti ini, Imam Shadiq berpikir untuk menyelamatkan masyarakat Muslim dari kondisi kekufuran, ketidakberagamaan, dan mencegah penyimpangan prinsip serta ajaran Islam.
 
Di masa itu, banyak aliran pemikiran, bahkan yang di luar Islam, mengancam keyakinan umat Islam, dan Imam Shadiq bangkit membela agama secara rasional. Beliau mengenalkan akidah, ahkam, dan tauhid dari sudut pandang Syiah, dan menyampaikan argumen serta logika Syiah kepada aliran-aliran pemikiran menyimpang, pasalnya mengenalkan agama dan membelanya dengan argumen akal, dapat memperkuat dan mengokohkan agama, memuluskan jalan penerimaan agama, dan mengokohkan kebenaran mazhab serta posisi para Imam Maksum as.
 
Imam Shadiq menerima hakikat agama dari Nabi Muhammad Saw, dan Nabi mendapatkannya langsung melalui perantara wahyu. Oleh karena itu, Imam Shadiq dalam berhadapan dengan berbagai aliran, mengedepankan sikap selektif, rasional, dan kritis, dan saat berhadapan dengan berbagai aliran, jika melihat ada kebenaran pada aliran-aliran itu, maka beliau akan mengkonfirmasinya, dan jika menemukan kesalahan, beliau akan menolaknya.
 
Karena ilmu pengetahuan, dan rasionalitas memainkan peran kunci dalam membimbing umat manusia, meningkatkan ilmu pengetahuan, dan rasionalitas umat manusia menjadi perhatian paling penting Imam Shadiq. Kemurnian, dan keabadian pemikiran Syiah adalah tujuan penting yang berusaha dicapai Imam Shadiq. Jika sebuah pemikiran berlandaskan akal sehat, maka jelas ia akan memiliki kemurnian.
 
Pemikiran-pemikiran yang bangkit dari nafsu atau politik dan terkait dengan sebagian kepentingan manusia, tidak akan memiliki nilai serta kemurnian. Nilai sebuah pemikiran terletak pada fondasi-fondasi penyokongnya yang benar dan kokoh. Imam Shadiq di masa hidupnya telah membuktikan dengan baik bahwa pemikiran Islam berlandaskan logika, dan akal.
 
Dengan memperhatikan riwayat-riwayat Imam Maksum as, kita akan melihat dengan jelas manifestasi rasionalitas dalam pernyataan-pernyataan mereka. Riwayat semacam ini banyak ditemui berasal dari Imam Shadiq.
 
Sebagai contoh, pernyataan Imam Shadiq terkait pentingnya akal. Beliau berkata, Allah Swt menciptakan akal dari cahaya-Nya, dan menjadikannya lebih unggul dari semua ciptaan. Beliau juga menganggap akal sebagai batas antara iman, dan kufur. Imam Shadiq bersabda, tidak ada jarak antara iman dan kufur kecuali lemahnya akal. Berdasarkan riwayat ini, akal manusia yang tidak terdapat keraguan, kekufuran, dan hawa nafsu di dalamnya, membuktikan urgensitas iman, dan dipilihnya kekufuran adalah bukti tidak digunakannya akal.
 
Imam Shadiq di riwayat lain kepada Hisham bin Hakam bersabda, Allah Swt menganugerahi manusia dua pembimbing, yang pertama pembimbing eksternal seperti para nabi dan imam, dan yang kedua pembimbing internal yang terdapat di dalam diri manusia, dan itu adalah akal. Oleh karena itu, salah satu tolok ukur nilai sebuah aliran pemikiran adalah akal, dan aliran yang tidak menganggap akal bernilai, tidak perlu diperhatikan.
 
Nilai dan kemurnian pemikiran Imam Shadiq selain perhatian terhadap akal, juga menganggap penting ilmu pengetahuan. Jika sebuah aliran menganggap ilmu pengetahuan penting, maka ia memiliki nilai tinggi. Sebuah aliran pemikiran yang mendorong masyarakat kepada kebodohan, dan meliburkan potensi akal manusia, sama sekali tidak bernilai, bahkan bisa dikatakan berbahaya.
 
Sejarah mencatat aliran-aliran pemikiran yang memunggungi akal manusia, sebenarnya sedang berusaha menjajah pemikiran manusia, sehingga membuat kosong, dan rapuh diri mereka dari dalam, dan menggantikan Tuhan sebagai poros, dengan ego.
 
Sementara banyak riwayat Imam Shadiq yang menganjurkan untuk menuntut ilmu, dan menggunakan akal. Mazhab Syiah yang selalu mengajak masyarakat untuk memperdalam agama Tuhan, dan Imam Maksum as, dan merupakan manifestasi dari seluruh ajaran Ilahi, selalu bersandar pada hakikat akal, dan ilmu, dan mengajak para pengikutnya untuk melakukan hal yang sama. 
 
Imam Shadiq mengajarkan fikih sesuai syariat Islam kepada murid-murid, dan para penuntut ilmu, sehingga dikenalah istilah Fikih Jafari. Imam Shadiq mengajar sekitar 20.000 murid, dan mereka menyebarkan Islam dan Syiah ke seluruh penjuru dunia Islam.
 
Ilmu fikih yang sekarang berada di tangan kita, sebagian besar bersumber dari hadis-hadis fikih yang dikutip dari Imam Shadiq. 400 sahabat Imam Shadiq mencatat hadis-hadis dari beliau yang berasal dari ayah-ayah beliau, kemudian mereka menyampaikannya kepada Imam Shadiq, jika benar, beliau akan mengkonfirmasinya, dan dijadikan ahkam, serta aturan fikih.
 
Di bidang tafsir, tafsir paling benar, dan paling bisa dipercaya karena tersambung langsung kepada ayah-ayah beliau sampai Nabi Muhammad Saw adalah tafsir Imam Shadiq. Di antara tafsir yang dikutip oleh murid-murid Imam Shadiq, dan dihimpun oleh para ulama tafsir, dan sampai ke tangan kita, adalah tafsir Al Tibyan, dan Majma Al Bayan yang memanfaatkan penjelasan berharga Imam Shadiq dan para Imam lainnya.
 
Di bidang teologi, dan akidah, perhatian Imam Shadiq juga sangat tinggi, dan beliau membentuk sebuah fondasi ajaran Jafari di bidang teologi, dan akidah, serta penjelasan akidah berdasarkan argumen, bukti logika, dan akal. Di bidang ini Imam Shadiq mendidik banyak murid untuk membantu masyarakat, dan menjawab pertanyaan serta keraguan mereka, dan Hisham bin Hakam salah satu yang paling terkenal.
 
Kitab Tauhid Al Mufadhal adalah catatan kata-kata Imam Shadiq tentang akidah yang beliau jelaskan kepada Mufadhal bin Umar Ju’fi. Di bidang kesehatan, dan kedokteran, Imam Shadiq menyampaikan bimbingan serta pendidikan medis, dan mendidik banyak murid di bidang ini.
 
Keluasan ilmu Imam Shadiq mempengaruhi masyarakat dunia, dan berbagai aliran pemikiran serta mazhab Islam dan non-Islam. Salah satu murid terkenal Imam Shadiq adalah Jabir bin Khayyan, ilmuwan Iran, bapak ilmu kimia.
 
Salah satu prinsip debat adalah memusatkan perhatian pada poin-poin yang menjadi kesamaan dua pihak, dan berpikir juga berasal dari bab ini, dan jelas bahwa dalam pembahasan akidah, harus dicapai titik persamaan yang disepakati kedua pihak, dan itu adalah kaidah logika, dan akal. Debat-debat yang dilakukan Imam Shadiq dengan para ahli dari berbagai mazhab dan agama, pada akhirnya mengalahkan mereka karena beliau menggunakan pemikiran, dan argumen logika untuk membuktikan kebenaran.
 
Di bidang pendidikan yang sampai ke tangan kita dari Imam Shadiq adalah Shahifah Shadiqiyah yang meliputi doa beliau untuk mendidik masyarakat, dan mukmin, dan dengan cara tertentu beliau bermunajat kepada Allah Swt dengan doa-doa tersebut.
 
Para pemuka agama, dan mazhab berbeda mengakui bahwa kemunculan aliran Takfiri hari ini adalah buah dari kejumudan berpikir, dan keluar dari garis rasionalitas, serta logika dalam akidah, pemikiran agama dan mazhab. Tidak diragukan, mengikuti logika agama dan madrasah Jafari dapat menjadi garis efektif untuk membimbing pemikiran, dan keyakinan umat manusia, serta mengantarkan masyarakat kepada kebahagiaan, kesadaran dan kemanusiaan, dan apa yang bisa menyatukan umat Islam adalah kembali kepada sumber asli Islam hakiki.
 
Di akhir tulisan ini kami ingin menyampaikan kepada Imam Shadiq, Wahai Shadiq Aali Muhammad, Syiah mendengar suara nafasmu di setiap kitab, dan semua yang kami miliki berasal dari logika mentarimu. Wahai Hujjat Allah Swt, Engkau mengenalkan hakikat murni Muhammadi kepada para pecinta Ahlul Bait as, dan Engkau datang agar semua orang memahami bahwa pakaian usang yang dikenakan para khalifah, bukanlah Islam. Ya Allah, di hari kelahiran Imam Shadiq, kami memohon agar Engkau menjadikan kami bagian dari rantai murid-murid Imam Shadiq, dan menikmati lezatnya pengetahuan Jafari. 

 

Dunia Islam saat ini didera banyak masalah dan penderitaan. Padahal agama Islam telah menawarkan jalan keselamatan dan kebahagiaan bagi manusia yang mengikutinya.

Penelitian dan studi sosiologis menunjukkan bahwa tidak semua masalah di dunia Islam dipicu masalah internal, tetapi faktor utama yang menimpa negara-negara Muslim akibat dari penetrasi ide-ide Barat dan pengaruh lembaga-lembaga think tank Barat.

Kebijakan Republik Islam Iran melawan konspirasi ini sebagai bagian dari kewajiban teologisnya dengan menekankan perlunya kembali pada prinsip persatuan Islam.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei dalam pidatonya menjelaskan urgensi masalah ini dan faktor-faktor pemecah belah dunia Islam. Rahbar mengatakan, "Persatuan ulama dan cendekiawan Muslim untuk menemukan solusi Islam dalam cara hidup Islami, kerja sama universitas Islam untuk mempromosikan sains dan teknologi dan membangun fondasi peradaban baru,". Untuk mendukung masalah ini, Ayatullah Khamenei menyinggung isu lain seperti peran media Islam dalam mereformasi akar budaya masyarakat.

Memperkuat angkatan bersenjata negara-negara Muslim untuk mencegah terjadinya perang dan agresi di kawasan, serta memperkuat hubungan dan kerja sama antar pasar Islam mendukung perekonomian negara-negara tersebut dari pengaruh dominasi korporasi penjarah sebagai komponen lain dari penguatan persatuan dalam keamanan dan ekonomi.

Di bidang pertukaran budaya, yang berperan penting dalam persatuan Islam, peningkatan perjalanan orang untuk meningkatkan interaksi, empati, persatuan dan persahabatan sebagai cara-cara untuk meningkatkan persatuan dan menghindari perpecahan di dunia Islam.

Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan anggota Forum Ahl al-Bayt Sedunia dan Persatuan Radio dan Televisi Islam menjelaskan rencana Amerika dalam tiga arus utama.

Rahbar menjelaskan tiga arus dilancarkan musuh Islam dengan mengatakan, "Politik untuk menciptakan perselisihan antarnegara di kawasan; pengaruh politik, ekonomi dan budaya di negara-negara Islam; dan perselisihan di antara sesama Muslim."

Merujuk pada taktik musuh-musuh persatuan Islam, dengan membuat tembok antara Iran dan dunia Islam, beliau menyatakan, "Setiap orang wajib berusaha membongkar tembok palsu ini,".

Masalahnya adalah saat ini kita menyaksikan arus pemecah belah dunia islam dan Islamofobia yang berasal dari Barat dengan tujuan mengganggu persatuan Islam dan menciptakan perpecahan di antara sesama Muslim. Misalnya, selama beberapa pekan terakhir kita kembali menyaksikan bagaimana pemerintah Prancis membuktikan sifat jahatnya dengan mendukung tindakan tidak manusiawi dari salah satu medianya yang secara terang-terangan menghina Nabi Muhammad Saw.

Tabloid Prancis Charlie Hebdo baru-baru ini menerbitkan beberapa kartun yang menghina  Nabi Muhammad Saw. Presiden Prancis Emmanuel Macron, dalam sebuah pernyataan yang jauh dari etika diplomatik dan prinsip demokrasi, mengatakan bahwa Prancis akan terus menerbitkan kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw.

Pengulangan tren ini dan tindakan menghina kesucian Islam menunjukkan apa yang dibutuhkan dunia Islam saat ini adalah persatuan muslim melawan sistem hegemoni dunia.

Ayatullah Khamenei dalam pidatonya menyingung pengaruh budaya Barat terhadap bangsa-bangsa lain, termasuk di dunia Islam. Salah satunya, stempel pejoratif ekstremisme terhadap bangsa-bangsa Muslim.

Tantangan lain yang membayangi dunia Islam selama lebih dari setengah abad adalah pendudukan Palestina dengan tidak adanya persatuan Islam dalam menghadapi rezim Zionis.

Faktanya, penindasan terbesar dalam beberapa abad terakhir yang terjadi di Palestina sangat menyakitkan. Sebuah bangsa yang dirampas tanah, rumah dan pertanian serta propertinya, bahkan identitasnya.

Mengenai nasib Palestina, Pemimpin Besar Revolusi Islam menekankan perlunya menjaga kewaspadaan, persatuan dan solidaritas rakyat Palestina serta perjuangan menggagalkan rencana jahat musuh.

Berbagai bukti menunjukkan bahwa saat ini Amerika Serikat dan rezim Zionis sedang berusaha untuk menghancurkan dan memecah belah dunia Islam dengan menormalisasi hubungan rezim kriminal Israel dengan negara-negara Muslim. Itulah mengapa rahbar selalu menekankan perlunya persatuan umat Islam melawan AS dan rezim Zionis, serta telah menasehati para pemimpin beberapa negara Islam untuk menghindari perilaku yang merendahkan martabat Muslim.

Dunia Islam saat ini sangat membutuhkan persatuan Islam dan upaya untuk menghilangkan hambatan persatuan melebihi sebelumnya. Para elit politik dan cendekiawan Muslim yang sadar memiliki tugas yang lebih berat.

Masalah ini menjadi perhatian besar Konferensi Persatuan Islam Tahun ini yang digelar dalam keadaan khusus karena penyebaran pandemi Covid-19. Meskipun dilakukan secara virtual, tapi perhatian tetap tertuju pada nilai-nilai yang tertanam dalam ajaran Islam sebagai agama rahmat dan kebaikan juga persatuan serta harkat dan martabat manusia.

 

Tanggal 13 Aban di kalender nasional Iran pasca kemenangan Revolusi Islam diperingati sebagai Hari Anti-Imperialisme Global.

Hari ini mengingatkan tiga peristiwa penting di sejarah kontemporer Iran di tiga periode yang berbeda.

Peristiwa penting tersebut adalah pengasingan Imam Khomeini ke Turki pada 13 Aban 1343 Hs (4 November 1964), pembunuhan sejumlah siswa yang memprotes rezim Shah Pahlevi pada Aban 1357  (4 November 1978) dan juga gerakan revolusioner mahasiswa pengikut garis Imam menduduki sarang spionase AS di Tehran (Kedubes AS) pada 13 Aban 1358 (4 November 1979).

Pawai 13 Aban (dok)
Titik sama dari ketiga peristiwa ini adalah gerakan revolusi dan anti arogansi. Di peristiwa 13 Aban 1343, Imam Khomeini, Bapak pendiri Republik Islam Iran dalam sebuah gerakan anti kubu arogan Amerika dan di pidatonya yang membongkar kebusukan musuh, menentang penerapan undang-undang kapitulasi. Kapitulasi berakar pada kolonialisme, dan kekuatan kolonial memberlakukan undang-undang ini di negara-negara lemah yang didominasi. Protes yang terungkap ini menyebabkan penangkapan Imam Khomeini dan deportasi berikutnya ke Turki pada 4 November 1964.

Pada Hari Mahasiswa, 4 November 1978, ketika Revolusi Islam mendekati hari-hari yang menentukan, sekelompok mahasiswa yang memprotes di Universitas Teheran ditembak oleh agen-agen penindas. Dalam penindasan berdarah ini, 56 orang menjadi martir dan ratusan lainnya luka-luka. Untuk mengenang para syuhada tersebut, hari ini dalam sejarah Revolusi Islam dinamakan Hari Pelajar.

Penangkapan sarang mata-mata adalah peristiwa penting lainnya dalam perang melawan arogansi global, yang didaftarkan pada 4 November 1979. Dalam pesannya, Imam Khomeini menyebut gerakan ini sebagai revolusi kedua dan lebih besar dari revolusi pertama.

Dengan demikian, tanggal 13 Aban menjadi simbol perjuangan bangsa Iran melawan arogansi dan tetap selamanya dikenang dalam sejarah Iran. Sejarah peristiwa setelah kemenangan revolusi menunjukkan bahwa selama empat puluh satu tahun terakhir, Amerika Serikat telah melakukan banyak tindakan permusuhan terhadap bangsa Iran.

Pengakuan pejabat AS untuk mendukung para pemberontak dan hubungan elemen utama dan adegan kerusuhan jalanan di Iran melalui agen CIA, Mossad dan jaringan anti-rezim di wilayah tersebut; Ini telah mengungkapkan sifat sebenarnya dan kedalaman permusuhan AS terhadap Iran.

Hillary Clinton, mantan menteri luar negeri Amerika di bukunya “Hard Choices” (pilihan sulit) seraya mengisyaratkan isu kerusuhan pasca pemilu presiden Iran menulis, “Pemerintah Barack Obama selama beberapa tahun pasca kerusuhan pemilu presiden di Iran tahun 1388 Hs (2009) membelanjakan puluhan juta dolar untuk melatih lebih dari 5000 anasir anti Iran di seluruh dunia.”

Sementera itu, Presiden AS saat ini, Donald Trump sama seperti pendahulunya berharap mampu memulihkan kondisi sebelumnya melalui represi politik dan sanksi ekonomi dan memaksa bangsa Iran bertekuk lutut dihadapan arogansi Amerika.

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei tahun lalu di pidatonya bertepatan dengan peringatan 13 Aban, Hari Anti-Imperialisme Global seraya mengisyaratkan berlanjutnya permusuhan mendalam Amerika terhadap bangsa Iran mengingatkan sebagian langkah Amerika selama 41 tahun lalu termasuk ancaman, kudeta, sanksi, provokasi sektarian dan etnis, disintegrasi, kerusuhan, blokade ekonomi dan berbagai medote lainnya. “Mereka (AS) selama ini melakukan berbagai langkah dan cara yang mereka ketahui untuk melancarkan konspirasi terhadap lembaga yang dibentuk revolusi terutama pemerintahan Republik Islam,” ungkap Rahbar.

Imam Khomeini
Mahdi Alikhani, pakar politik terkait intervensi global Amerika selama beberapa periode kekuasaan Republik dan Demokrat serta dampaknya mengatakan, “...Intervensi nyata melalui militer, ancaman atau kudeta militer dan aksi-aksi penumbangan pemerintah nasional dan sipil yang menolak program dan tuntutan unilateral AS serta menggantikannya dengan pemerintahan yang menjadi pelaksana kepentingan kapitalis termasuk metode yang diterapkan Washington selama satu tahun terakhir khususnya awal dekade 50-an demi menjalankan dan memajukan kepentingannya di negara-negara dunia, khususnya di dunia ketiga.”

Intervensi Amerika di panggung dunia selalu ada selama masa kepresidenan Demokrat dan Republik, tetapi jenisnya bervariasi dari intervensi politik selama masa jabatan Demokrat hingga intervensi militer selama era Republik.

Selama empat dekade terakhir, Amerika Serikat telah memberlakukan tindakan koersif sepihak terhadap rakyat Iran. Menghasut Saddam Hussein untuk menyerang Iran dan memberlakukan perang 8 tahun, mengaktifkan kelompok teroris di Iran; Merusak perbatasan Iran dengan mendukung kelompok teroris; Penciptaan jaringan media dengan tujuan untuk mengubah identitas budaya dan agama Iran dan memulai perang ekonomi dan terorisme ekonomi dengan kedok pemberian sanksi terhadap Iran adalah di antara langkah-langkah yang telah diambil dalam empat puluh satu tahun terakhir.

Adapun pemerintahan Trump memilih menerapkan pendekatan represi maksimum dengan keluar dari perjanjian nuklir JCPOA.

Dalam perang ekonomi yang dilancarkan Amerika Serikat atas nama “tekanan maksimum” melalui pengenaan sanksi baru, bahkan impor obat dan peralatan medis dijadikan alat untuk meraih target. Bahkan orang sakit, perempuan dan anak, pengungsi, orang miskin dan mereka yang rentan, bertentangan dengan semua prinsip hukum internasional, berubah menjadi sasaran utama terorisme ekonomi AS. Oleh karena itu, berkas kinerja Amerika penuh dengan catatan hitam, konspirasi dan intervensi serta permusuhan.

Ayatullah Khamenei di pidatonya seraya menjelaskan realita bahwa Amerika sejak kemenangan revolusi Islam hingga kini tidak pernah berubah menjelaskan, “Kejahatan, sifat serigala, upaya untuk membentuk diktator internasional serta hegemoni tak terbatas, saat ini juga ada di Amerika. Brutalitas dan keburukan lebih besar perilaku, permusuhan dan konspirasi ini mengindikasikan realita bersejarah ini bahwa permusuhan Amerika dengan Iran memiliki akar yang mendalam.”

Seperti yang dijelaskan Rahbar, Amerika mendapat tamparan dengan kemenangan Revolusi rakyat Iran dan kini ketika tangannya terbelenggu untuk meraih manfaat yang besar, Washington berhalusinasi mampu kembali ke masa sebelumnya dan menganggap jalan untuk meraih tujuan ini adalah permusuhan dan konspirasi.

Kesalahan perhitungan musuh Republik Islam Iran ini mendorong mereka menempuh jalan panjang di permusuhannya dengan Tehran. Pergerakan ini berbeda dengan perhitungan Gedung Putih, malah menambah keagunan dan kebanggaan bangsa Iran di mana musuh bangsa Iran bahkan mengakui realita ini.

 

Seiring dengan tibanya pekan persatuan yakni 12 hingga 17 Rabiul Awwal yang dimaksudkan untuk menjaga kelahiran Nabi Muhammad Saw dan membentuk persatuan antara Ahlu Sunnah dan Syiah telah berlangsung selama beberapa dekade. Ide pekan persatuan dicetuskan oleh Republik Islam Iran.

Isu ini semakin membuat perhatian dunia Islam terhadap masalah berlanjutnya pendekatan permusuhan Barat khususnya Prancis terhadap pribadi suci Rasulullah Saw.

Terkait kepribadian dan misi Rasulullah Saw, al-Quran di Surah al-Anbiya ayat 107 menyebutkan, " وَ ما أَرْسَلْناکَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعالَمِین Artinya, Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Artinya Rasulullah Saw adalah rahmat bagi seluruh manusia di seluruh masa dan di seluruh tempat, serta tidak ada kebutuhan akan nabi lain.

Keberadaan Nabi Khatam (penutup) menyebabkan kebahagiaan dua dunia manusia. Karena praktek ritual dan rencana yang dibawanya akan mengakhiri kegagalan, kesengsaraan, kezaliman dan kebobrokan, dan pada akhirnya akan mengarah pada aturan orang benar dengan iman di dunia, dan pada akhirnya akan membawa berkah abadi dan abadi. Dia akan mencapai akhirat secara permanen. Tafsir tentang dunia "dunia" dalam ayat ini memiliki arti yang begitu luas sehingga mencakup semua manusia di segala usia dan abad, dan oleh karena itu ayat ini dianggap sebagai rujukan pada finalitas Nabi Islam; Karena keberadaannya adalah rahmat, pemimpin, pemimpin dan muqtada bagi seluruh umat manusia masa depan hingga ujung dunia.

Menurut Ayatollah Makarem Shirazi: Di ​​dunia saat ini di mana korupsi, kehancuran, penindasan, dan tirani jatuh dari pintu dan temboknya, api perang berkobar di mana-mana, dan cengkeraman para penguasa tirani menekan tenggorokan mereka yang tertindas, di dunia di mana Ketidaktahuan, kerusakan moral, pengkhianatan, penindasan, tirani, dan diskriminasi telah menciptakan ribuan jenis kekacauan; benar di dunia semacam ini arti dari keberadaan Nabi sebagai rahmat semakin nyata. Apa yang lebih baik dari rahmat yang membawa program di mana menjalankannya akan mengakhiri segala bentuk kegagalan, kesengsaraan dan hari-hari yang gelap? Benar Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawanya serta nilai-nilai moral yang diusungnya seluruhnya adalah rahmat, rahmat bagi seluruh umat manusia dan kelanjutan rahmat ini adalah terbentuknya pemerintahan orang saleh dengan penuh keimanan di seluruh muka bumi.

Meski keberadaan gemilang Rasulullah Saw dan peran tak tergantikannya dalam membentuk sejarah dunia yang bahkan banyak ilmuwan Barat mengakui beliau adalah sosok terbesar sejarah, namun menyimak sejarah barat menunjukkan bahwa Barat senantiasa memiliki pendekatan permusuhan terkait Islam dan Nabi Muhammad Saw. Barat menfokuskan upayanya untuk mempertanyakan kepribadian dan kesucian nabi besar Islam ini.

Upaya ini meski di abad 19 dan 20 mayoritasnya dilakukan dalam bentuk merusak citra dan banyak kritikan melalui buku-buku orientalis Eropa dengan harapan selain menolak risalah Muhammad juga mencitrakan sosok Nabi sebagai orang biasa. Namun begitu di abad 21 kita menyaksikan upaya sistematis dan luas Barat dalam melawan Islam dan Nabi Muhammad Saw dalam bentuk Islamofobia dan selama beberapa tahun terakhir gerakan anti Islam.

Contoh dari upaya ini adalah penghinaan dan melecehkan kesucian Nabi Muhammad Saw oleh sejumlah majalah Eropa khususnya Majalah Charlie Hebdo yang beberapa kali dan tanpa mengindahkan protes luas Muslim di seluruh dunia, menerbitkan karikatur yang menghina kesucian nabi Islam ini. Alasan kampanye besar-besaran anti Islam adalah ketakutan pemerintah Barat akan penyebaran cepat Islam di Eropa. Bahkan kini negara seperti Prancis menjadi pusat gerakan anti Islam di Eropa di mana sekitar 10 persen populasinya adalah Muslim dan Islam mengalami pertumbuhan pesat di negara ini.

Ini telah membunyikan alarm bagi politisi serta Gereja Katolik Prancis. Di saat yang sama, aksi anti-Islam baru-baru ini di negara-negara Eropa pada tahun 2020, khususnya pembakaran Alquran di Swedia, dan aksi majalah humor Prancis Charlie Hebdo dalam mencetak ulang kartun-kartun yang menghina Nabi Islam (SAW) menunjukkan bahwa arus anti-Islam sedang berusaha lebih keras menentang Islam dan menampilkan citra tak pantas dari nabi besar agama samawi ini.

Arus anti Islam ini dipimpin oleh kelompok sayap kanan yang dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh dua fenomena, yaitu krisis ekonomi di Eropa sejak 2008 dan saat ini resesi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang disebabkan oleh wabah virus Corona dan penyakit Covid-19, serta invasi para pencari suaka, yang sebagian besar adalah Muslim, telah mampu secara bertahap meningkatkan posisi mereka dengan menarik opini publik di Eropa dan, sejalan dengan itu, untuk memperluas praktik anti-Islam mereka.

Lembaga riset politik, ekonomi dan sosial SETA September 2019 menyatakan, munculnya kelompok sayap kanan di Eropa telah menyebabkan peningkatan dramatis dalam kasus Islamofobia dan ancaman terhadap keamanan dan stabilitas Eropa. Menurut Nosratollah Tajik, pengamat politik, “Proses ini sedemikian rupa sehingga komunitas muslim jika sebelumnya merasa aman di Barat, kini tidak lagi memiliki perasaan ini dan mereka ditekan dibawah Islamofobia.”

Isu penting dalam hal ini adalah dukungan penuh dari Presiden Prancis Emmanuel Macron atas tindakan anti-Islam, termasuk penerbitan kartun penghinaan terhadap Nabi (SAW) dengan dalih menjaga kebebasan berekspresi, khususnya kebebasan penistaan ​​di Prancis. Pendekatan yang sesat dan desakan untuk terus berlanjut ini telah memicu reaksi kekerasan berupa serangan senjata tajam di berbagai penjuru Perancis, dan telah meninggalkan negara besar Eropa itu dengan pandangan yang menakutkan. Dalam hal ini, pada hari Kamis, 29 Oktober, Itu adalah hari yang berdarah di Prancis.

Dalam insiden pertama, yang terjadi di kota Nice pada jam 9 pagi, seorang pria bersenjata pisau menyerang orang-orang di dekat gereja Notre Dame di kota Nice di selatan Prancis. Menyusul kejadian tersebut, polisi setempat mengonfirmasi kematian sedikitnya tiga orang dan melukai beberapa lainnya.

Media lokal kemudian melaporkan bahwa polisi menembak dan membunuh pria bersenjata lainnya di kota Avignon, Prancis tenggara, yang diidentifikasi sebagai anggota kelompok sayap kanan yang ekstrim. Juga Kamis malam, polisi di kota Lyon menangkap seorang pria bersenjata yang berencana melakukan operasi penusukan. Polisi Saudi juga telah menangkap seorang warga Saudi yang menyerang seorang penjaga di konsulat Prancis di Jeddah.

Presiden Prancis Emmanuel Macron
Rangkaian peristiwa berdarah tersebut, yang merupakan reaksi terhadap kelanjutan anti-Islamisme di Prancis, menunjukkan pendekatan Emmanuel Macron yang keras kepala dan irasional dalam mendukung penuh aksi-aksi anti-Islam, termasuk desakan Charlie Hebdo untuk terus menerbitkan kartun-kartun satir Nabi (SAW) dengan dalih kebebasan berekspresi, tidak ada hasil selain menghasut umat Islam dan meningkatnya ketegangan dan konfrontasi dalam masyarakat Prancis, dan kelanjutan tren saat ini dapat menyebabkan peningkatan kekerasan yang luar biasa di negara Eropa ini.

Akan tetapi, kali ini, tanpa menyebutkan peran penting dari sikap anti-Islamnya dalam pembentukan dan kelanjutan serangan ini, Macron menggambarkan serangan pisau di Nice sebagai "serangan teroris oleh Islamis" dan berkata: "Prancis tidak pernah menyerah terhadap teror dalam mempertahankan nilai-nilainya.” Faktanya, sikap anti-Islam Macron yang berulang-ulang dalam membela penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad dan desakannya untuk menghadirkan RUU anti-Islam telah menempatkan Prancis pada garis ketegangan dan ketidakamanan.

Menurut Sayid Hadi Burhani, pakar Asia Barat, Prancis negara paling bebas dalam menghina nilai-nilai Islam dan gerakan anti Islam. Masalah ini yakni aksi dan reaksi yang mendapat perhatian Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif. Di cuitan Twwiternya saat mengecam serangan hari Kamis di Nice menulis, ini lingkaran setan penyebaran kebencian, provokasi dan kekerasan harus digantikan dengan rasionalitas. Semua pihak harus menyadari bahwa radikalisme hanya akan meningkatkan radikalisme dan perdamaian tidak dapat diraih melalui provokasi. Macron dengan dalih kekebasan berekspresi di negaranya untuk menghina kesucian Islam telah membangkitkan banyak kritik dan protes di dalam negeri Prancis sendiri. Penghinaan terhadap kesucian di berbagai negara dunia, bahkan di sejumlah negara sekuler dan yang bertumpu pada pemisahan antara agama dan politik juga dinyatakan sebagai kejahatan.

Sejatinya sikap Macron dan upayanya untuk menyamakan Islam dan terorisme dimaksudkan untuk mencitrakan wajah pro kekerasan Islam serta menemukan alasan baru untuk menekan umat Islam di Prancis serta melanjutkan aksi anti Islam. Padahal tokoh-tokoh Islam secara jelas menolak hal ini.

Sayid Hasan Nasrullah, sekjen Hizbullah Lebanon seraya menekankan bahwa umat Islam tidak pernah dapat mentolerir dan menerima segala bentuk penghinaan terhadap Nabi Muhammad, serta mengecam insiden Nice Prancis mengatakan, masalah ini harus dipahami dengan ajaran Islam yang melarang pembunuhan orang tak berdosa. Petinggi Prancis tidak dapat menyebut umat Muslim bertanggug jawab atas kejahatan di kota Nice.

"Jika kita berasumsi bahwa seorang Kristen telah melakukan kejahatan, maka tidaklah tepat bagi kita untuk meminta umat Kristiani dan agama Kristen bertanggung jawab," jelasnya.

Sekjen Hizbullah mengkritik pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang Islam dan kaum Muslim. "Tidak tepat jika berbicara tentang terorisme dan fasisme Islam," tandasnya.

Nasrallah menggarisbawahi bahwa tidak ada Muslim yang menyebut kejahatan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Eropa di Aljazair, Libya, dan Afghanistan sebagai terorisme Kristen.

"Untuk menghormati Islam sebagai agama, maka istilah seperti terorisme dan fasisme Islam tidak perlu digunakan," imbuhnya.

Rabu, 04 November 2020 16:10

Akar dan Faktor Islamofobia di Barat

 

Isu Islamofobia di Barat semakin hari kian memiliki dimensi baru dan pemerintah serta media Barat memperparah isu ini. Islamofobia sebuah wacana baru yang mengacu pada diskriminasi atau fanatisme anti Islam dan Muslim. Kini domain Islamofobia kain luas dan berubah menjadi anti Islam yakni tindakan praktis terhadap Islam dan Muslim di Barat.

Perlakuan ini cukup luas baik di bidang politik, sosial dan media. Istilah Islamofobia untuk pertama kalinya muncul di dekade 1980-an, namun menjadi umum setelah insiden 11 September 2001. Di balik wacana Islamofobia tersembunyi beragam skema di antaranya ketakutan dan kebencian terhadap Muslim dan ada anggapan bahwa Islam tidak selaras dengan nilai-nilai bersama berbagai budaya, maka Islam lebih rendah dari Barat. Serta pada akhirnya klaim bahwa Islam bukan sebuah agama samawi, tapi sebuah ideologi kekerasan politik.

Bagaimanapun juga Islamofobia dapat disebut sebuah pendekatan politik media yang dikejar Barat untuk mencitrakan wajah negatif Islam dengan melekatkan sifat seperti kekerasan, terorisme, anti HAM, despotisme, keterbelakangan, tidak beradab, berbahaya bagi dunia dan tidak rasional. Mereka melalui upaya ini ingin mempersiapkan ruang mental yang diperlukan bagi Islamofobia. Mengingat bahwa Kristen agama mayoritas di dunia Barat, oleh karena itu Islam menjadi agama yang paling banyak dihadapi dan dipikirkan Kristen dan banyak disalahpahami. Dengan demikian Islam mendapat serangan keras dari Dunia Kristen.

Insiden 11 September 2001
Meski proses Islamofobia dan anti Islam semakin meningkat pasca insiden 11 September 2011, namun fenomena ini memiliki akar di abad-abad lalu dan di era perang Salib. Seiring berlalunya waktu, hal masih tetap tersimpan di benak Barat dan kemudian dilahirkan kembali. Insiden 11 September dan fenomena terorisme selama beberapa tahun terakhir di Eropa kembali menghidupkan kecenderungan tersembunyi ini dan dan masuk ke konstelasi sosial dan politik di negara-negara Barat.

Selain itu, di gelombang kontemporer Islamofobia dan anti Islam, insiden 11 September menjadi titik balik dan penggerak sangat penting di mana untuk selanjutnya Islamofobia muncul dalam bergam bentuk, dari sebuah kecenderungan tersembunyi dan subkultur terisolasi di komunitas Barat menjadi sebuah arus efektif dan universal. Diakuinya secara resmi Islamfobia dan arusnya yang mengkampanyekan kecenderungan ini dan memperparahnya, termasuk bentuk terpenting Ismofobia modern dan gelombang bagi pasca insiden 11 September hingga kini. Dengan kata lain, saat ini kita menyaksikan kecenderungan radikal sosial dan politik resmi semakin kuat terhadap Muslim.

Dua tokoh politik Barat terkemuka di tahun-tahun akhir Perang Dingin yakni, Bernard Lewis dan Samuel P. Huntington menggulirkan pandangan yang kemudian menorehkan perang dingin paling besar antara Barat dan Islam. Luwis yang dikenal sebagai arsitek pemikiran neo konservatif di pendudukan militer Irak di tahun 2003 merupakan sosok pertama yang di tahun 1988 dalam sebuah pidatonya menggulirkan ideologi ini.

Berdasarkan ideologi ini, status dan identitas Muslim dan Arab dicap sebagai ancaman. Sejatinya berdasarkan kecenderungan dan ideologi ini, nilai-nilai Barat dianggap unggul dan pihak lain, yang dimaksud di sini adalah muslim, melawan nilai-nilai ini dan mereka dianggap sebagai ancaman keamanan.

Sementara itu, Samuel Huntington yang tidak terlalu jauh dari Luwis, di awal dekade 1990-an melalui teori Clash of Civilizations, dia memperkenalkan mekanisme kognitif identitas yang sama dalam bentuk lain dan berbicara mengenai konfrontasi berdarah Barat dan Muslim di bidang peradaban. Titik kesamaan teori kedua tokoh politik Barat ini adalah Islamofobia dalam koridor identitas. Terkait hal ini Huntington menulis, “Selama Islam masih tetap eksis sebagai Islam, dan Barat tetap Barat, konflik mendasar antara dua peradaban ini dan cara hidup mereka akan menentukan hubungan mereka di masa depan, seperti yang terjadi dalam empat belas abad terakhir.”

Saat ini, Islamofobia yang meluas dan sistematis telah menjadi paradigma yang berlaku di dunia Barat dalam menghadapi dunia Islam dan umat Islam, khususnya umat Islam yang tinggal di Barat, dan telah menjadi perhatian utama mereka. Tren yang berkembang dari Islamofobia dan anti-Islamisme di Barat telah meningkatkan suasana ketidakpercayaan antara dunia Islam dan Barat, dan mempersulit kehidupan komunitas Muslim di Barat, khususnya di Eropa.

Meskipun masyarakat Eropa memiliki sejarah panjang interaksi dengan Islam dan pengaruh peradaban Islam, dan di era pasca-Perang Dunia II berhutang rekonstruksi negara mereka kepada pekerja Muslim yang murah, namun tantangan dan masalah sosial dan ekonomi di dalam masyarakat ini, terutama setelah krisis ekonomi tahun 2008, peristiwa 9/11 di Amerika Serikat, dan dampak yang ditimbulkan masyarakat Barat terhadap Islam dan Muslim, dan akhirnya pertumbuhan populasi Muslim dan kehadiran sosial, ekonomi dan politik mereka di Barat, terutama setelah meningkatnya imigrasi ke Barat sebagai pencari suaka telah memperkuat fenomena Islamofobia dan kebencian terhadap Muslim di Barat khususnya Eropa.

Meskipun Islamofobia dan asal-usulnya sudah ada sejak sebelum 9/11 dan bahkan lebih dari seribu tahun yang lalu, tidak ada keraguan bahwa 9/11 dan gelombang politik, keamanan, dan propaganda besar-besaran yang ditimbulkannya memiliki efek mendalam pada bagaimana menyikapi Muslim di Barat dan bagaimana berinteraksi dengan mereka dalam masyarakat Barat.

Apalagi, pasca merebaknya terorisme Takfiri di Asia Barat, di mana Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa menjadi faktor penting dalam pertumbuhan dan penyebaran kelompok teroris seperti ISIS, para teroris Takfiri ini mengalihkan serangannya ke negara-negara Eropa, khususnya Prancis dan Inggris. Isu tersebut memperburuk fenomena Islamofobia.

Gelombang Islamofobia yang tersebar luas dan terencana telah muncul dalam berbagai bentuk, formal dan informal, dan selain melukiskan gambaran Islam dan Muslim yang membingungkan dan menyimpang, telah memberlakukan banyak pembatasan dan tekanan psikologis dan hukum pada Muslim yang tinggal di negara-negara Barat.

Selama satu dekade terakhir, maraknya kelompok teroris ekstremis dan meluasnya aksi teror di negara-negara Barat, serta krisis pengungsi yang mayoritas penduduknya beragama Islam, menjadi dalih sebagian pemimpin dan media Barat untuk menyebarkan Islamofobia. Posisi dan berbagai pernyataan politisi populis di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat menarik perhatian publik atas serangan mereka terhadap Muslim dan menyalahkan mereka atas isu-isu seperti terorisme, pengangguran dan ketidakamanan di negara-negara tersebut.

Pada saat yang sama, sikap dan tindakan banyak pejabat senior Barat ditujukan untuk menyebarkan Islamofobia dan mendorong kekerasan terhadap Muslim. Secara khusus, Presiden AS Donald Trump berada di garis depan Islamofobia dan kebencian terhadap Muslim di Amerika Serikat dan Barat. Selama kampanye pemilihan presiden AS 2016, Trump mengumumkan bahwa Muslim harus dilarang memasuki Amerika Serikat dengan dalih memerangi terorisme.

Pernyataannya menuai kritik luas terhadap Trump dari dalam dan luar Amerika Serikat. Menurut Daniel Benjamin, seorang ahli politik Amerika, Trump telah bertindak lebih untuk memperluas aktivitas teroris daripada membantu memerangi terorisme. Dalam pidatonya, Trump secara eksplisit menyebut "terorisme Islam" sebagai penyamaan terorisme dengan Islam.

Di Inggris, Prancis, Jerman, dan beberapa negara Eropa lainnya, anti-Islamisme, kekerasan verbal dan fisik, dan diskriminasi terhadap Muslim telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena pertumbuhan dramatis kelompok dan partai sayap kanan dan semakin populernya politisi populis.

Serangan ke masjid dan aksi pembakaran tempat ibadah Islam, serangan fisik dan verbal terhadap umat Islam dan bahkan non-Muslim yang berpenampilan seperti orang-orang di negara-negara Islam di Asia Barat, dan ‌diskriminasi terhadap pemeluk Islam di berbagai bidang pendidikan dan pekerjaan hanyalah beberapa contoh Islamofobia di masyarakat Barat yang telah menyebabkan kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Muslim.

Insiden serangan teror ke Masjid di Selandia Baru
Secara khusus, serangan terhadap dua masjid di Selandia Baru pada 15 Maret 2019, dan pembunuhan puluhan Muslim di tangan ekstremis sayap kanan rasis menunjukkan bagaimana propaganda anti-Islam dan promosi Islamofobia oleh para pemimpin Barat seperti Trump dapat mendorong kelompok rasis untuk melakukan kekerasan terhadap Muslim.

Tampaknya propaganda Islamofobia yang meluas, serta proses tindakan anti-Islam dan anti-Muslim, kini telah mengambil dimensi baru, dan tidak hanya dalam masyarakat Barat, tetapi anti-Islamisme kini telah mengambil dimensi global. Faktanya, kita sekarang menyaksikan semua jenis tindakan anti-Islam dan penganiayaan terhadap Muslim di negara-negara Barat. Tindakan tersebut, seiring dengan merebaknya fenomena Islamophobia dan penciptaan ketakutan umat Islam oleh media Barat, telah menciptakan suasana negatif terhadap umat Islam di negara-negara yang menuntut kebebasan dan hak asasi manusia tersebut.

Secara global, Islamofobia di Barat dilakukan dalam berbagai bentuk mulai dari membingkai umat Muslim dengan berbagai kasus hukum palsu, melecehkan sakralitas Islam, progapanda negatif anti Islam dan Muslim, beragam penganiayaan dan menakut-nakuti Muslim serta diskriminasi terhadap mereka. Contoh terbaru dari langkah seperti ini yang menuai respon luas Muslim adalah perilisan beberap akali kartun yang menghina kesucian Nabi Muhammad Saw di Denmark dan Prancis. Tindakan seperti ini kini telah menjadi simbol Islamofobia.

 

Umat Muslim di seluruh dunia memprotes penyataan anti-Islam yang dilontarkan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait dengan publikasi karikatur penghinaan terhadap Rasulullah SAW. Umat Islam juga menyerukan pemboikotan terhadap barang-barang produk Prancis.

Protes luas umat Islam meluap setelah Macron membela publikasi karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang dimuat di Majalah Satir Charlie Hebdo dengan dalih kebebasan berekspresi dan berpendapat. Sikap Prancis pun, dibalas dunia dengan protes, kecaman, hingga boikot produk negara itu termasuk umat Islam di Pakistan hingga Bangladesh. Mereka turun ke jalan untuk mengecam pernyataan Presiden Prancis.

Umat Muslim dunia juga marah setelah pernyataan kontroversial Macron, yang mengaitkan muslim dengan gerakan separatis pasca insiden pembunuhan seorang guru yang sempat mempertunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW dan membahasnya bersama murid-murid di kelas kebebasan berekspresi.

Umat Islam semakin meradang setelah Macron meminta karikatur Nabi Muhammad SAW dipajang dan diproyeksikan di gedung-gedung pemerintahan sebagai sikap pembelaannya terhadap kebebasan berekspresi.

Seruan boikot produk perancis, juga menggema di negara-negara Muslim, seperti yang terjadi di Turki, dan Jordania. Produk-produk buatan Prancis ditarik dari rak-rak di pasar-pasar swalayan.

Prancis mendapat sorotan tajam karena menolak mengutuk penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW oleh Charlie Hebdo pada September 2020.

Peristiwa ini memancing kemarahan di banyak negara mayoritas Muslim dan memunculkan seruan untuk memboikot barang-barang Prancis. Selain itu, pernyataan Presiden Macron mengenai Islam juga telah memicu kemarahan bagi negara-negara mayoritas Muslim.

Macron menyatakan akan melawan segala bentuk 'separatisme Islam' pasca peristiwa pemenggalan seorang guru bernama Samuel Paty di luar Paris, awal Oktober 2020. 

Samuel Paty, 47 tahun, dibunuh dan dipenggal pada 16 Oktober 2020 di Conflans-Sainte-Honorine, di pinggiran Paris, oleh seorang pengungsi Chechnya yang berusia 18 tahun setelah dia dikecam karena menunjukkan kartun penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya dalam diskusi tentang kebebasan berekspresi di kelas.

Ketegangan semakin meningkat di Prancis setelah langkah keras pemerintah Paris terhadap umat Muslim pasca pembunuhan Paty tersebut. Pernyataan kontroversial Macron tentang Muslim juga memicu kecaman tajam dari para pemimpin dan aktivis Muslim dari seluruh dunia.