کمالوندی

کمالوندی

 

Keputusan Presiden AS Donald Trump hari Selasa (28/1/2020) meresmikan peluncuran prakarsa damai Timur Tengah, "Kesepakatan Abad" atau "Deal of Century" memicu protes luas dari berbagai kalangan di tingkat dunia.

Pengamat Timur Tengah dari Indonesia, Yusli Effendi menilai prakarsa ini sebagai dagelan politik yang diusung Trump.

"Deal of century bagi saya adalah dagelan yang dibuat oleh Trump. Memang ini salah satu janji politik Trump ketika menjadi calon presiden AS untuk menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina," ujar Yusli kepada Parstoday hari Selasa (4/2/2020).

Dosen hubungan internasional Universitas Brawijaya Malang ini mengungkapkan bahwa usulan tersebut sudah digagas beberapa tahun yang lalu dan menemukan perwujudannya di konferensi Manama beberapa tahun lalu.

Jebolan universitas Exeter, Inggris ini menilai kesepakatan abad tidak memiliki prospek yang cerah, karena tidak menyodorkan solusi yang adil dan cenderung mendahulukan kepentingan Israel.

"Saya tidak melihat adanya prospek yang cerah, karena kesepakatan ini lebih terlihat sebagai dagelan, bahkan bisa dianggap apartheid. Sebab isi Trump Peace plan ini berpretensi bias dan mendahulukan kepentingan Israel," papar intelektual muda NU Malang ini.

Orang-orang Palestina, tutur Yusli, hanya diberikan kebebasan sangat terbatas, tapi Israel memiliki akses untuk menguasai sebagian besar daerah di Palestina.

Menurutnya, berdasarkan kesepakatan abad, Israel memiliki legitimasi untuk menguasai tidak hanya teritorial Palestina saja, tapi juga secara rasial, yang sangat diskriminatif dan rasis.

 

Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj mempertanyakan wacana pembangunan terowongan Istiqlal-Katedral. Ia tak paham maksud pembangunan terowongan yang menghubungkan kedua rumah ibadah tersebut.

"Apa budaya atau agama atau politik? Saya enggak paham itu. Saya baru tahu setelah diresmikan oleh pak Jokowi di telivisi," kata Said Aqil di Gedung PBNU di di Jalan Kramat, Jakarta, Sabtu, 8 Februari 2020.

Menurutnya, pembangunan tersebut harus memiliki nilai dan filosofi. Ia tak menangkap ada nilai dan pesan pembangunan tersebut.

"Apakah nilai budaya, agama atau ini cuma bagian strategi politik," ungkap dia seperti dilansir situs Medcom.id.

Saat dijelaskan tujuan Jokowi membangun terowongan tersebut sebagai wadah silaturahmi, Said Aqil sangsi. Menurutnya, silaturahmi tidak harus melalui terowongan tersebut.

"Apakah harus begitu (melalui terowongan) gitu loh pertanyaanya," ujar dia.

Pemerintah akan membangun terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Terowongan ini disebut sebagai 'terowongan silaturahmi'.

Terowongan ini salah satu bagian dari revitalisasi kawasan Masjid Istiqlal. Revitalisasi pertama kali dilakukan sejak Masjid Istiqlal berdiri.

"Tadi, ada usulan dibuat terowongan dari Masjid Istiqlal ke Katedral. Sudah saya setujui, ini menjadi terowongan silaturahmi," kata Jokowi di halaman Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat, 7 Februari 2020.

Presiden Jokowi meninjau progres renovasi Masjid Istiqlal Jakarta.
Di bagian lain, Said Aqil Siradj kembali mengingatkan pentingnya harmonisasi antara agama dengan negara. Benturan keduanya berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.

Dia pun mencontohkan kondisi negara di Timur Tengah yang selalu dilanda konflik. Sebab, mereka dianggap belum mampu mengharmonisasikan agama dengan negara.

"Mengapa di Timur Tengah selalu pecah karena belum selesai. Belum tuntas hubungan agama dan negara," kata Said Aqil dalam Simposium Nasional Islam Nusantara di Gedung PBNU di Jakarta.

Menurutnya, di Indonesia tak ada lagi perdebatan hubungan antara negara dengan agama. Hal ini sudah disepakati sejumlah ormas Islam di Indonesia.

"Hubungan negara dan agama bagi Hasyim Ashari (pendiri NU) selesai. Diamini pendiri oleh Muhammadiyah, Al Irsyad, Al Wasliyah. Tidak bisa dipisahkan agama yang sakral dari langit, dengan budaya kreativitas manusia, nasionalisme. Selesai, tidak perlu bicara hubungan agama dan negara," ungkap dia.

Said menekankan Islam nusantara seperti ajaran NU mampu membawa perdamaian. Sebab, mengharmoniskan hubungan dengan tuhan dengan manusia.

"Islam nusantara adalah Islam yang harmonis antara akidah dan syariah, antara Ilahiyah dan Insaniyah," ujar dia.

Harmonisasi antara agama dan negara bisa menjadikan Indonesia pusat peradaban Islam baru. Indonesia bisa menjadi contoh negara-negara Islam lainnya.

"Kalau Islam sudah harmonis dengan budaya, itu berarti Islam dengan total dan tidak ada masalah berbeda suku, berbeda aliran, politik, etnik dan sebagainya," ungkap dia. 

Minggu, 09 Februari 2020 19:36

Jihad Islam: Kesepakatan Abad Pasti Gagal

 

Juru bicara Gerakan Jihad Islam Palestina menjelaskan, rencana kesepakatan abad tidak memiliki nilai, karena hak bangsa Palestina tidak dapat dinegosiasikan dan konspirasi ini akan gagal dengan perlawanan bangsa Palestina serta resistensi bangsa Arab dan Islam.

Musab al-Breim Sabtu (08/02) saat diwawancarai Tasnim News menyebut kesepakatan abad rencana Zionis, penjajah dan kolonial. Ia menambahkan, ini adalah hak bangsa Palestina untuk mengusir rezim Zionis dari tanah air mereka karena rezim ini termasuk penghalang jalan kebangkitan Islam dan Arab serta kebebasan wilayah. "Nasib rezim ini adalah kehancuran," papar al-Breim.

Ia menjelaskan, Amerika menganggap dirinya melindungi kepentingannya dan Tel Aviv melalui dukungan terhadap rezim Zionis, namun muqawama Palestina melalui prestasinya telah membuktikan kepada dunia bahwa apa yang diupayakan AS tak lebih sebuah ilusi dan dukungan Washington terhadap terorisme akan menghancurkan dirinya sendiri.

Jubir Jihad Islam Palestina ini mengatakan, bangsa Palestina dengan upaya dan resistensinya akan mengalahkan kesepakatan abad serta membuktikan bahwa Israel sebuah eksistensi yang rapuh dan tidak mampu melindungi dirinya serta pemukim Zionis.

 

Sekjen Asaib Ahl Al Haq Irak mengatakan, jika pasukan Amerika Serikat menolak keluar dari Irak, maka langkah militer terhadap mereka tidak hanya dilakukan kelompok perlawanan Syiah, tapi juga oleh kelompok Sunni di Provinsi Salahuddin, Al Anbar dan Mosul.

IRNA (9/2/2020) melaporkan, Qais Al Khazali, Sabtu (8/2) malam menuturkan, teror terhadap Abu Mahdi Al Muhandis dan Letjen Qasem Soleimani menandai berakhirnya kehadiran militer Amerika di Irak.

Qais Al Khazali menambahkan, teror para komandan itu menjadi awal dimulainya realisasi perlawanan di Irak, dan program ini akan selesai pada tahun 2022.

Menurutnya, undang-undang penarikan pasukan Amerika dari Irak yang disahkan parlemen, bangkit dari motivasi yang sepenuhnya bersifat nasional.

"Penentangan terhadap pendudukan pasukan Amerika di Irak, tidak terbatas hanya pada warga Syiah," pungkasnya.

 

Ketua Parlemen Kuwait Marzouq al-Ghanim memasukkan berkas-berkas prakarsa Kesepakatan Abad (Deal of the Century) –yang dirancang oleh Amerika Serikat untuk apa yang diklaim Washington sebagai cara untuk menyelesaikan konflik antara Palestina dan rezim Zionis Israel– ke keranjang sampah.

"Atas nama bangsa-bangsa Arab, Islam dan setiap orang terhormat serta seluruh orang merdeka dunia, saya mengatakan bahwa Kesepakatan Abad ini tempatnya yang tepat adalah dalam sampah sejarah," kata al-Ghanim dengan nada keras sebelum mencampakkan berkas tersebut ke keranjang sampah dalam pertemuan ke-30 Uni Parlemen Arab di Amman, ibu kota Yordania, Sabtu (8/2/2020).

Dia menambahkan, Kesepakatan Abad lahir dalam keadaan gugur, di mana seribu pemerintahan dan seribu lembaga propaganda dan iklanpun percuma untuk mempromosikannya.

"Orang yang ingin mempromosikan penyelesaian damai harus bekerja untuk membuat persyaratan yang benar, seimbang dan adil untuk perundingan sebagai upaya sejati yang berujung pada Negara Palestina yang memenuhi semua hak atas seluruh tanah Palestina dengan al-Quds sebagai ibu kotanya," tegasnya seperti dilansir Liputanislam.

Ketua Parlemen Kuwai itu menilai penjadwalan Kesepakatan Abad yang terdiri dari sekitar 81 halaman itu tidak matang dan menunjukkan kedangkalan yang aneh, serta merupakan dagelan yang gegabah.

Al-Ghanim menuturkan bahwa prakarsa AS tersebut ditolak oleh rakyat Palestina sendiri sebagai pihak yang berperkara, dari yang paling kanan hingga yang paling kiri, ditolak oleh para pemimpin, pemerintah, elit dan rakyat Arab, dan ditolak pula oleh umat Islam dari Rabat hingga Jakarta.

"Orang-orang Eropa yang tidak antusias saja menyadari bahwa itu tidak realistis dan tak mungkin dapat  diimplementasikan. Dan yang menarik kali ini adalah bahwa banyak sekali suara Amerika dan Yahudi yang juga menyatakan penolakan mereka terhadap prakarsa ini. Tak seorang pun mendukung rencana penyelesaian dalam bentuk yang menggelikan itu," tuturunya.

Pajabat tinggi parlemen Kuwait itu mengatakan, setiap suara yang mencoba menggambarkan pertemuan kita ini sebagai forum untuk hanya bertukar pidato bergaung adalah suara yang mencurigakan.

Al-Ghanem menegaskan, Palestina dan  al-Quds cepat atau lambat akan kembali kepada bangsa Palestina.

Presiden AS Donald Trump mengumumkan Kesepakatan Abad pada hari Selasa, 28 Januari 2020 setelah melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri rezim Zionis Israel Benjamin Netanyahu dan seorang politisi senior rezim ini, Benny Gantz.

Berbicara di samping Trump di Gedung Putih, Netanyahu mengatakan bahwa Israel juga harus memiliki kedaulatan di Lembah Yordania.

Pemimpin Otorita Ramallah Mahmoud Abbas terkait Kesepakatan Abad mengatakan, al-Quds tidak untuk dijual. Dia menyebut Kesepakatan Abad sebagai "tamparan abad ini."

"Saya katakan kepada Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu: al-Quds tidak untuk dijual, semua hak kami tidak untuk dijual dan tidak untuk tawar-menawar. Dan kesepakatan Anda, konspirasi, tidak akan lolos," kata Abbas.

Sami Abu Zuhri, pejabat senior Hamas juga mereaksi Kesepakatan Abad dan mengatakan, pernyataan Trump mengenai apa yang disebut sebagai pakarsa perdamaian (Kesepakatan Abad) adalah permusuhan dan akan menciptakan kemarahan luas.

Berdasarkan Kesepakatan Abad, al-Quds akan diserahkan kepada rezim Zionis, pengungsi Palestina di luar negeri tidak berhak kembali ke tanah airnya, dan Palestina hanya terdiri dari wilayah yang tersisa di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Kesepakatan Abad merupakan prakarsa pemerintah AS untuk menghapus hak-hak rakyat Palestina. Prakarsa ini dibuat melalui kerja sama dengan sejumlah negara Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab.

Dalam kerangka Kesepakatan Abad, Trump pada 6 Desember 2017 mengumumkan al-Quds pendudukan sebagai ibu kota rezim Zionis.

AS kemudian memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke al-Quds pada Senin, 14 Mei 2018. Al-Quds diduduki rezim Zionis sejak tahun 1967.

Uni Parlemen Arab menyelenggarakan sidang darurat di Amman dengan tema "Mendukung Saudara Palestina dalam Perkara Adil Mereka" pada hari Sabtu. Sidang ini dihadiri oleh para delegasi dari 20 negara.

 

Khatib Shalat Jumat Tehran mengatakan, jika bukan karena Revolusi Islam, maka saat ini AS dan Israel akan menguasai Republik Islam Iran dan Dunia Islam.

Ayatullah Mohammad Emami Kashani di khutbah Shalat Jumat Tehran seraya menjelaskan bahwa Revolusi Islam Iran pada 22 Bahman 1357 Hs (11 Februari 1979) mencegah terealisasinya tujuan busuk dan destruktif kubu arogan, mengungkapkan, bersamaan dengan kemenangan Revolusi Islam di Iran, rakyat kawasan dan negara-negara Islam juga bangkit melawan konspirasi Zionis dan Amerika di kawasan.

Revolusi Islam Iran meraih kemenangan pada 22 Bahman 1357 Hs bertepatan dengan 11 Februari 1979.

Khatib shalat Jumat Tehran seraya menekankan bahwa rencana kesepakatan abad sejatinya sebuah skandal dan kehinaan abad bagi Amerika dan Israel mengatakan, rakyat kawasan dan Palestina akan melawan rencana AS-Zionis ini.

Presiden AS Donald Trump baru-baru ini meresmikan rencana kesepakatan abad yang beriji aneksasi penuh Quds dan distrik Zionis di Tepi Barat ke wilayah Palestina pendudukan serta pengabaian hak kepulangan pengungsi Palestina.

Berbagai negara, tokoh, elit politik dan agama di seluruh dunia, khususnya umat Muslim mengecam rencana jahat ini. 

Khatib dan Imam Shalat Jumat di Tehran, ibu kota Republik Islam Iran pada Jumat ini, 7 Februari 2020 adalah Ayatullah Mohammad Emami Kashani.

Dalam khutbahnya, Ayatullah Emami Kashani mengucapkan selamat atas peringatan Dahe Fajr (10 Fajar Kemenangan) kepada seluruh rakyat Iran.

1 Februari yang bertepatan dengan tanggal 12 Bahman merupakan awal dari epik Dahe Fajr di Iran. Imam Khomeini ra kembali ke Iran pada tangggal 1 Februari 1979 atau 12 Bahman 1357 HS setelah 15 tahun berada di pengasingan,  dan disambut meriah oleh rakyat negara ini.

Setelah 10 hari kembalinya Imam Khomeini ra ke Iran, Revolusi Islam Iran meraih kemenangan pada tanggal 22 Bahman 1357 HS atau 11 Februari 1979. Oleh karena itu, sejak tanggal 12-22 Bahman dinamai sebagai Dahe Fajr, di mana setiap tahun, rakyat Iran menggelar acara khusus pada 10 hari itu untuk memperingati kemenangan Revolusi Islam.

Peringatan kemenangan Revolusi Islam mencapai puncaknya pada 22 Bahman, di mana jutaan rakyat Iran akan turun ke jalan-jalan menggelar Pawai 22 Bahman.

Khatib Shalat Jumat di Tehran mengatakan, jika tidak ada Revolusi Islam, maka hari ini Amerika Serikat dan rezim Zionis Israsel akan mendominasi Iran dan dunia Islam.

Ayatullah Emami Kashani menuturkan, 22 Bahman adalah peristiwa penting dalam sejarah dan peristiwa mulia ini memenuhi tujuan Anbiya dan Auliya Allah Swt.

Dia menambahkan, tanpa 22 Bahman, AS dan Zionis akan mendominasi Iran dan dunia Islam, dalam hal itu, di bidang politik, ekonomi dan budaya, bahkan bidang-bidang lainnya.

"22 Bahman adalah peristiwa besar yang berdampak signifikan pada negara-negara lain dan sekarang musuh memiliki rencana untuk mendominasi dan menghambat kemajuannya, tetapi kami menyaksikan program apa pun yang ingin dipenuhi oleh AS akan sia-sia pada akhirnya," tegasnya.

Khatib Shalat Jumat di Tehran lebih lanjut mengatakan bahwa peringatan 22 Bahman (11 Februari 2020) mendatang adalah bertepatan dengan 40 hari kesyahidan Komandan Pasukan al-Quds Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Syahid Letnan Jenderal Qassem Soleimani.

Ayatullah Emami Kashani menjelaskan, Syahid Soleimani mencapai tempat terhormat dan kemuliaan ini melalui iman dan perbuatan baik dan  amal saleh,  di mana dia juga dipuji oleh rakyat Irak.

"Banyak negara di Asia Barat (Timur Tengah) mengatakan bahwa keamanan kami ini berkat kiprah Syahid Letjen Soleimani dan kami berhutang budi kepadanya," ujarnya.

Ayatullah Emami Kashani menjelaskan, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Sistani dalam surat ucapan belasungkawa kepada Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, memuji peran besar Syahid Letjen Soleimani dalam membantu rakyat Irak untuk menghadapi dan menumpas kelompok teroris takfiri Daesh (ISIS).

Khatib Shalat Jumat di Tehan itu menjelaskan, dalam suratnya, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Sistani mengatakan bahwa bantuan Letjen Soleimani kepada rakyat Irak dalam menghadapi teroris Daesh sangat luar biasa, tak tertandingi dan bantuannya itu tidak akan pernah dilupakan oleh rakyat Irak.

Di bagian lain khutbahnya, Ayatullah Emami Kashani menyinggung Kesepakatan Abad (the Deal of the Century) yang dirancang AS untuk apa yang disebut Gedung Putih sebagai cara untuk menyelesaikan konflik antara Palestina dan rezim Zionis.

Dia menjelaskan, Kesepakatan Abad sejatinya adalah sebuah skandal dan kehinaan abad bagi AS dan Israel, dan rakyat di kawasan dan Palestina akan melawan proyek tersebut, dan Kesepakatan Abad ini pasti akan gagal.

Presiden AS Donald Trump mengumumkan Kesepakatan Abad pada 28 Januari 2020 setelah melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri rezim Zionis Israel Benjamin Netanyahu dan seorang politisi senior rezim ini, Benny Gantz.

Berbicara di samping Trump di Gedung Putih, Netanyahu mengatakan bahwa Israel juga harus memiliki kedaulatan di Lembah Yordania.

Pemimpin Otorita Ramallah Mahmoud Abbas terkait Kesepakatan Abad mengatakan, al-Quds tidak untuk dijual. Dia menyebut Kesepakatan Abad sebagai "tamparan abad ini."

"Saya katakan kepada Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu: al-Quds tidak untuk dijual, semua hak kami tidak untuk dijual dan tidak untuk tawar-menawar. Dan kesepakatan Anda, konspirasi, tidak akan lolos," kata Abbas.

Sami Abu Zuhri, pejabat senior Hamas juga mereaksi Kesepakatan Abad dan mengatakan, pernyataan Trump mengenai apa yang disebut sebagai pakarsa perdamaian (Kesepakatan Abad) adalah permusuhan dan akan menciptakan kemarahan luas.

Berdasarkan Kesepakatan Abad, al-Quds akan diserahkan kepada rezim Zionis, pengungsi Palestina di luar negeri tidak berhak kembali ke tanah airnya, dan Palestina hanya terdiri dari wilayah yang tersisa di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Kesepakatan Abad merupakan prakarsa pemerintah AS untuk menghapus hak-hak rakyat Palestina. Prakarsa ini dibuat melalui kerja sama dengan sejumlah negara Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab.

Dalam kerangka Kesepakatan Abad, Trump pada 6 Desember 2017 mengumumkan al-Quds pendudukan sebagai ibu kota rezim Zionis.

AS kemudian memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke al-Quds pada Senin, 14 Mei 2018. Al-Quds diduduki rezim Zionis sejak tahun 1967. 

 

Petinggi Republik Islam Iran dan Pakistan menekankan pentingnya perluasan kerja sama pertahanan kedua negara.

Selama pertemuan antara Dubes Iran di Islamabad, Sayid Mohammad Ali Hosseini dan Menteri Industri Pertahanan Pakistan, Zubaida Jalal, kedua pihak seraya membahas kepentingan kolektif bilateral, menilai pengokohan hubungan antara kedua negara khususnya perluasan kerja sama pertahanan menguntungkan kepentingan rakyat Pakistan dan Iran.

Pertukaran lintas batas dan pengembangan kerja sama ekonomi antara Iran dan Pakistan juga isu lain yang dibahas di pertemuan ini.

Zubaida Jalal di pertemuan ini seraya mengisyaratkan kesamaan Iran dan Pakistan mengatakan, Islamabad sangat mementingkan perluasan hubungan dengan Tehran dan menganggap Iran sebagai negara sahabat serta tetangga.

"Hubungan Tehran-Islamabad bersahabat dan Pakistan siap memperluas kerja sama di seluruh sektor dengan Iran," kata Jalali. 

 

Iran tengah mempersiapkan peringatan 41 tahun kemenangan Revolusi Islam. Salah satu kehormatan Republik Islam Iran pada tahun-tahun ini adalah kemampuannya untuk melawan musuh dan menanggapi ancaman apa pun.

Dalam pidatonya di Khutbah Jumat di Tehran minggu ini menjelang peringatan empat puluh satu tahun kemenangan Revolusi Islam Iran, Marsekal Aziz Nasirzadeh, Komandan Angkatan Udara Republik Islam Iran, menyatakan:

"Selain mampu memberikan keamanan di kawasan dan menanggapi ancaman apa pun dengan cepat, kami memiliki kemampuan untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas serta tidak memerlukan kehadiran militer asing di kawasan Asia Barat."

Marsekal Aziz Nasirzadeh, Komandan Angkatan Udara Republik Islam Iran
Dengan sejarah kehormatan dan kemenangan berulang ditambah perjuangan penuh pengorbanan selama delapan tahun perang suci, Angkatan Udara Angkatan Darat telah melakukan pekerjaan besar dalam memaksakan keinginan politik dan militer terhadap musuh, mempertahankan arteri ekonomi negara dan menjaga keamanan.

Angkatan Udara Angkatan Iran menanggapi invasi musuh Baath dengan menerapkan operasi besar dan kecil pada awal perang yang dipaksakan, yang akan selalu tetap dalam sejarah negara itu.

Pada periode pasca perang, Angkatan Udara Iran juga fokus pada proyek-proyek baru untuk membangun pesawat tempur dan pesawat udara baru untuk Angkatan Udara serta mengimplementasikan proyek-proyek baru seperti merancang dan membangun pesawat tempur Kowsar, Saeqeh dan Azarakhsh sebagai keberhasilan dari upaya tanpa henti ini.

Jet tempur Kowsar diluncurkan pada Agustus 2018 dengan dihadiri Presiden dan Menteri Pertahanan Iran. Pesawat Kowsar adalah pesawat tempur modern dengan misi dukungan rudal dekat udara yang dibangun seluruhnya di dalam negeri, menjadikan Iran salah satu dari sedikit negara dengan teknologi untuk merancang dan membangun pesawat tempur.

Beberapa hari setelah pengumuman itu, Wakil Komandan Militer Iran Brigadir Jenderal Mohammad Hossein Dadras mengatakan kepada wartawan, "Jet tempur Kowsar tidak sebanding dengan rekan-rekan asingnya serta jauh lebih mampu dan telah diperbarui."

Angkatan Udara Republik Islam Iran berada bersama pasukan Angkatan Bersenjata lainnya, khusunya Pasukan Dirgantara telah berperan dalam memperkuat kemampuan pertahanan udara negara dengan memanfaatkan kapasitas dan kemampuan internalnya.

Di bidang perang elektronik, yang merupakan salah satu sistem terpenting yang memengaruhi kemampuan tempur udara, Angkatan Udara Iran dan Pasukan Dirgantara telah mencapai prestasi signifikan yang responsif terhadap senjata paling canggih milik musuh.

Brigjen Amir Ali Hajizadeh, Komandan Pasukan Dirgantara Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), pada hari Kamis, 6 Februari, di sela-sela acara menunjukkan bagian-bagian terbaru dari pesawat tak berawak Global Hawk milik Amerika serikat yang berhasil ditemukan dan ditembak jatuh pada 20 Juni oleh sistem udara 3 Khordad Pasukan Dirgantara IRGC setelah melanggar wilayah udara Iran di daerah pegunungan Mubarak (selatan Iran), mengatakan, "Iran sekarang telah mengenali seluruh kode dan frekuensi drone Amerika Serikat Global Hawk."

Pasukan Angkatan Udara Iran saat ini dianggap sebagai angkatan udara konvensional yang kuat di tingkat regional karena dua alasan:

Jatuhnya drone Global Hawk Amerika Serikat
Pertama, kemampuan untuk memproduksi peralatan canggih yang dibutuhkan dalam pertempuran udara. Dalam hal ini, Angkatan Udara Iran telah mampu mempertahankan teknologi terkini bagi pertahanan udara dan pencegahan.

Kedua, tingginya tingkat pengetahuan militer dalam pertempuran udara dan pelatihan khusus.

Memanfaatkan sumber daya manusia yang terampil dan berpegang pada nilai-nilai ilahi serta menggunakan peralatan pertahanan dalam negeri yang modern dan canggih telah melipatgandakan kemampuan militer Angkatan Udara Republik Islam Iran.

Prestasi ini telah menjadikan Angkatan Udara Republik Islam Iran membuatnya unik dan luar biasa dikarenakan keberanian, keyakinan dan juga memanfaatkan pengalaman 8 tahun perang suci sebagai satu perang klasik yang lama menyebabkan pasukan Angkatan Udara Iran menjadi pasukan kuat di kawasan.

 

Juru bicara Sepah Pasdaran Iran (IRGC) seraya menjelaskan bahwa bangsa Iran tidak akan membiarkan kubu arogan meraih ambisinya menekankan, jalan muqawama akan terus berlanjut hingga kubu ini keluar dari kawasan Asia Barat.

Seperti dilaporkan IRIB, Brigjen Ramazan Sharif di acara peringatan syuhada muqawama di kota Mashhad mengatakan, Amerika dan Israel dengan meneror para komandan muqawama tidak akan meraih ambisinya di kawasan.

"Dengan gugurnya Letjan Qasem Soleimani, komandan pasukan Quds IRGC, bukan saja kubu muqawam melemah, tapi kehadiran luas rakyat di acara tasyi' jenazah Syahid Soleimani menunjukkan bahwa banyak rakyat Iran mengikuti jalur muqawama," papar Ramazan Sharif.

Jubir Sepah Pasdaran Iran ini menilai alasan kehadiran kubu arogan di kawasan adalah untuk memperkuat keamanan Israel dan mengobarkan friksi di antara negara-negara Islam serta menekankan, tujuan kubu arogan di kawasan Asia Barat tidak akan pernah terealisasi.

Syahid Soleimani yang berkunjung ke Irak pada Jumat (03/01) atas undangan resmi petinggi negara ini gugur syahid bersama Abu Mahdi al-Muhandis serta delapan orang lainnya karena serangan udara militer Amerika di dekat Bandara Udara Baghdad.

Sekitar 25 juta rakyat Iran berpartisipasi di cara tasyi' jenazah Syahid Soleimani yang digelar di kota Ahwaz, Mashhad, Tehran, Qom dan Kerman.