کمالوندی
Komandan Israel: Iran, Hamas dan Hizbullah Sangat Cerdas
Komandan Divisi Pertahanan Udara, Israel Air Force, IAF menyebut Iran, Hizbullah dan Hamas sangat cerdas. Menurutnya, ancaman dari Jalur Gaza telah mengganggu konsentrasi Israel pada front utara yaitu perbatasan Lebanon.
Fars News (3/12/2019) melaporkan, Brigjen Ran Kochav dalam sebuah seminar yang digelar di Rishon LeTsiyon, wilayah pendudukan, memperingatkan kemampuan tempur kelompok perlawanan Palestina di Gaza dan Lebanon serta rudal-rudal mereka.
Sebagaimana diberitakan surat kabar Maariv, Ran Kochav menuturkan, militer Israel sudah melakukan banyak upaya untuk mengatasi ancaman rudal yang terus berkembang, tapi pertahanan udara penuh tidak mungkin dilakukan.
Ia menambahkan, upaya musuh mempersenjatai diri dengan rudal yang lebih canggih dan baru memaksa Israel masuk perlombaan senjata, dan langkah musuh membuat kami harus terus mempertahankan pengembangan sistem pertahanan udara.
Menurut Kochav, Israel ingin memusatkan perhatiannya pada perbatasan Lebanon, karena itu adalah front yang lebih berbahaya, namun ancaman permanen Jalur Gaza merusak konsentrasi kami.
Ia menegaskan, musuh Israel termasuk Iran, Hamas dan Hizbullah memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. (
UEA Berharap Seluruh Wilayah Suriah di Bawah Assad
Salah satu atase Uni Emirat Arab di Suriah berharap keamanan, stabilitas dan ketenangan dapat terwujud di seluruh wilayah negara ini.
Kantor berita resmi Suriah, SANA (3/12/2019) melaporkan, Abdul Hakim Ibrahim Al Nuaimi pada peringatan ulang tahun UEA ke-48 di Damaskus mengatakan, kami mengucapkan terimakasih kepada pemerintah dan rakyat Suriah yang telah menyambut pejabat kementerian luar negeri negara kami, dan mengurangi permasalahan yang akan dihadapi kedutaan besar UEA di Damaskus.
Di awal krisis Suriah, UEA mengambil sikap berseberangan dengan pemerintah Damaskus, namun tahun lalu setelah pemerintah Suriah berhasil memenangkan perang melawan kelompok teroris, UEA membuka kembali kedubesnya di Damaskus.
Kisah Abu Nawas; Merasa Sedih
Abu Nawas sedang duduk seorang diri di sudut mesjid. Ia nampak sedih sekali. Tiba-tiba seorang teman menghampirinya dan bertanya,
“Kenapa engkau terlihat bersedih wahai Abu Nawas?” tanya temannya.
“Ibu mertuaku sangat bawel, aku selalu bertengkar denganya. Ia bersumpah tidak akan berbicara kepadaku selama seminggu.?” Jawab Abu Nawas.
“Bukankah itu kabar baik, seharusnya kamu senang?” Kata temannya.
“Bagaimana aku bisa senang,,, Ini adalah hari terakhir dari semingu itu!!?” Jawab Abu Nawas kesal.
Tahukah hikmah apa yang bias kita dapatkan dari kisah ini?
Hikmahnya adalah kenapa ibu mertua itu selalu mempunyai image “menyebalkan” bagi para menantu? dan dengan kisah di atas,harusnya menjadi sebuah ajang pengkoreksian diri untuk para ibu mertua sehingga mereka bisa mempunyai hubungan yang baik dengan menantunya.
Kisah Abu Nawas; Menampar Raja
Pada suatu hari, Abu Nawas singgah di rumah kenalan baru di tepi hutan dengan maksud memperkuat silaturrahmi. ia seorang Yahudi. sesampainya dirumah Yahudi tersebut, ternyata di sana tengah berlangsung permainan musik yang meriah. Banyak orang yang menonton sehingga suasana begitu meriah. Semua tamu yang hadir ikut larut dalam permainan musik indah itu, termasuk Abu Nawas yang baru saja masuk.
Ada yang bermain kecapi, ada yang menari-nari dan sebagainya, semuanya bersuka cita.
Ketika para tamu sudah lelah dan kehausan, tuan rumah menyuguhkan kopi kepada para hadirin. Masing-maisng mendapat secangkir kopi, termasuk Abu Nawas.
Ketika Abu Nawas hendak meminum kopi itu, ia ditampar oleh si Yahudi, yahudi itu mengatakan agar lebih terlihat akrab karena Abu Nawas merupakan teman barunya. Namun karena sudah terlanjur larut dalam kegembiraan, Abu Nawas tidak terlalu menghiraukan. Abu Nawas kembali mengangkat cangkir kopinya untuk diteguk. Namu tidak disangka ia kembali mendapat tamparan yang begitu keras dari pemilik rumah itu,dan begitu seterusnya. Pemilik rumah tersebut hanya tersenyum saja tanpa merasa bersalah sedikit pun. Begitu juga para tamu yang hadir bukannya kasihan, malahan menertawakan Abu Nawas. Dengan perasaan marah bercampur geram, Abu Nawas pun langsung pergi meninggalkan mereka tanpa berkata sepatah kata pun.
Abu Nawas terus berjalan menuju rumahnya, dalam hati ia bergumam,
“Jahat benar perangai Yahudi itu, main tampar seenaknya saja. Kelakuan seperti itu tidak boleh dibiarkan berlangsung di Baghdad. Aku harus mencari cara menghentikan Yahudi tersebut?” Gumamnya dalam hati.
“oh ya,,aku ada akal.” Gumam Abu Nawas selanjutnya.
Keesokan harinya, Abu Nawas menghadap baginda raja di istana.
“Ampun baginda, hamba mendengar di negeri ini ada suatu permainan yang belum pernah hamba kenal, permainan itu sangat aneh!!” Lapor Abu Nawas.
“Di mana tempatnya?” Tanya baginda.
“Di tepi hutan sana Baginda.” Kata Abu Nawas.
“Mari kita lihat.” Ajak baginda.
“Nanti malam saja kita pergi baginda. kita akan pergi berdua saja dengan pakaian biasa agar tidak ada yang mengenali baginda.” Ucap Abu Nawas.
Pada malam hari, maka berangkatlah Baginda dan Abu Nawas ke rumah Yahudi itu.
Ketika sampai di sana, kebetulan si Yahudi sedang asyik bermain musik dengan teman-temannya, maka Baginda pun dipersilahkan duduk.
Ketika diminta untuk menari, Baginda menolak sehingga ia dipaksa dan ditampar pipinya kanan kiri.
Sampai di situ Baginda baru sadar bahwa ia telah dipermainkan oleh Abu Nawas.
Tapi apa daya ia tak mampu melawan orang sebanyak itu.
Maka, dengan terpaksa menarilah baginda sampai keringat mengucur di seluruh tubuhnya. Setelah merasa sangat lelah dan kehausan barulah dibagikan kopi kepada semua tamu, dan melihat hal itu, Abu Nawas meminta izin untuk keluar ruangan dengan alasan akan pergi ke kamar mandi untuk kencing.
“Biar Baginda merasakan sendiri peristiwa itu, karena salahnya sendiri tidak pernah mengetahui keadaan rakyatnya dan hanya percaya kepada laporan para menteri.” Pikir Abu Nawas dalam hati sembari meluncur pulang ke rumahnya.
Tatkala hendak mengankat cangkir kopi ke mulutnya, Baginda ditampar oleh si Yahudi itu. Ketika ia hendak mengangkat cangkir kopinya lagi, ia pun terkena tamparan lagi begitu seterusnya hingga baginda merasakan sangat kesakitan dan mukanya menjadi lembam memerah, sementara tamu lainnya terus menertawainya.
Ia sadar jika Abu Nawas pasti sudah meninggalkannya, dan ia pun tahu jika itu adalah cara Abu Nawas menunjukkan kejahilan yang terjadi pada rakyatnya. Dan selalu saja Baginda yang dijadikan korban.
karena tidak sanggup lagi menerima tamparan dari Yahudi tersebut. Baginda pun langsung pergi tanpa berkata sepatah kata pun.
Pada keesokan harinya, setelah bangun tidur, Baginda Raja Harun Ar-Rasyid memerintahkan seorang pengawal istana untuk memanggil Abu Nawas menghadap.
“Wahai Abu Nawas, baik sekali perbuatanmu semalam, engkau biarkan diriku disiksa dan dipermalukan seperti itu.” Kata Baginda.
“Ampun beribu ampun wahai Baginda Raja, pada malam sebelumnya hamba telah mendapat perlakuan yang sama seperti itu. Apabila hal itu hamba laporkan secara jujur, pasti Baginda tidak akan percaya dan mengira itu adalah akal-akalan hamba saja. Dari itu, hamba bawa baginda ke sana agar mengetahui dengan kepala sendiri perilaku rakyat yang tidak senonoh itu.” Jawab Abu Nawas membela diri.
Baginda tidak dapat membantah ucapan Abu Nawas, lalu disuruhnya beberapa pengawal untuk memanggil si Yahudi itu.
“Wahai Yahudi, apa sebabnya engkau menampar aku tadi malam?” Tanya Baginda marah.
“Wahai Tuanku, sesungguhnya hamba tidak tahu jika malam itu adalah Tuanku. Jika sekiranya hamba tahu, hamba tidak akan berbuat seperti itu.” Jawab si Yahudi membela diri.
Apa daya, pembelaan Yahudi tidak disetujui oleh Baginda. Karena menampar orang termasuk perbuatan menyiksa dengan kejam dan Baginda harus mengambil tindakan tegas karenanya.
“Sekarang terimalah pembalasanku.” Kata Baginda.
“Ampunilah hamba, Tuanku!! Ucap si Yahudi.
Segera saja Baginda memerintahkan para prajurit untuk memasukkan si Yahudi ke dalam penjara.
Sejak saat itu Raja Harun amat memperhatikan rakyatnya. Ia berterimakasih atas laporan yang diberikan oleh Abu Nawas tersebut, meski caranya selalu aneh dan membuat ia hampir celaka.
Kisah Nyata; Perantara Bismillah, Luqman Dapat Ilmu Hikmah
Kenapa Luqman menjadi seorang yang mendapatkan hikmah?
Suatu hari, ketika Luqman sedang berjalan, ia menemukan sebuah pelepah yang tergeletak di tanah. Ia pun mengambil dan melihat apa yang tertulis di pelepah itu.
Pelepah yang diambil Luqman ternyata bertuliskan بسم الله الرحمن الرحیم. Setelah itu ia mencuci dan meminum airnya. Dan dikarenakan penghormatan Luqman ini, Allah swt memberikan hikmah kepadanya.
ولقد اتینا لقمان الحکمه
Surah Luqman {31}: (12).
Hikmah mempunyai makna yang banyak, yaitu;
Mengetahui rahasia-rahasia alam semesta.
Sampai kepada kebenaran dengan perkataan, amal, makrifat, dan pengenalan Tuhan.
Kumpulan dari makrifat, ilmu, akhlaq baik, taqwa, dan cahaya hidayah.
Maksud dari hikmah adalah pemahaman dan akal.
Hikmah ialah Luqman mengetahui siapa Utusan Allah swt pada waktu itu.
Kisah Abu Nawas; Merayu Tuhan
Kembali pada diskusi sebelumnya, para murid-murid Abu Nawas mengajukan beberapa muridnya mengajukan beberapa pertanyaan kepada Abu Nawas.
“Wahai guru kami, mungkinkah manusia bisa merayu Tuhan, seperti yang dilakukan sesama manusia?” Tanya muridnya.
Mungkin!? Jawab Abu Nawas.
Bagaimana caranya guru?? Tanya muridnya kembali.
Merayu-Nya dengan pujian dan doa? Kata Abu Nawas.
Ajarkanlah doa itu pada kami wahai guru! Pinta murid-murid Abu Nawas.
Dengarkan ! Kata Abu Nawas sambil kemudian membaca doa.
Doa itu adalah: Ilahi lastu lil firdausi ahla, wala aqwa? alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil adhimi
Artinya:
Wahai Tuhanku, aku tidak pantas menjadi penghuni surga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.
Sejarah Nabi: Seorang Yang Miskin Menjadi Kaya Raya
Suatu ketika salah satu sahabat Nabi saw -dari sisi harta- sedang begitu sangat kekurangan. Istrinya berkata kepadanya, “Seandainya engkau pergi ke sisi Nabi saw dan engkau meminta sesuatu dari beliau.”
Sahabat tersebut pergi ke sisi Nabi saw dan ketika ia melihat beliau, Nabi saw bersabda, “Siapa saja yang meminta sesuatu dari kami, kami akan memberikannya. Dan barang siapa yang memenuhi kebutuhannya (sendiri) maka Allah swt akan membuatnya kaya.”
Sahabat tersebut dalam hatinya berkata, “Maksud dari perkataan Nabi ini tidak ada yang lain lagi selain itu adalah aku.” Ia pun akhirnya kembali ke istrinya dan menceritakan sabda Nabi ini.
Sang istri berkata, “Nabi itu hanya manusia (menurutnya yakni beliau tidak tahu akan keadaanmu), cepatlah kembali pada Nabi dan ceritakan keadaanmu.”
Sahabat tersebut pun kembali menghadap Nabi saw dan hal sebelumnya terulang kembali. Ketika ia melihat Nabi saw, beliau bersabda, “Barang siapa yang meminta kepada kami maka kami akan memberinya dan siapa saja yang pergi berusaha maka Allah akan membuatnya kaya.”
Hal ini yakni pulang-pergi kembalinya sahabat terjadi sebanyak tiga kali. Pada akhirnya sahabat tersebut berencana untuk mencari pekerjaan. Ia keluar dari rumahnya, lalu ia meminjam sebuah sekop dan pergi ke gunung. Sahabat tersebut mengumpulkan sejumlah kayu bakar dan pergi ke Madinah lalu menukarnya dengan lima kantong tepung. Lalu ia kembali ke rumah, membuat roti setelah itu memakannya.
Esok harinya, ia kembali ke pegunungan dan kembali untuk mengumpulkan kayu bakar lebih banyak setelah itu membawanya ke kota dan menjualnya. Sedikit demi sedikit ia bisa menabung dan hasilnya ia bisa membeli sekop baru. Ia pun mencari pekerjaan (dengan sekopnya). Lambat laun, ia bisa membeli dua unta dan satu budak sehingga akhirnya ia pun menjadi kaya.
Ketika ia datang ke sisi Nabi saw, ia bercerita tentang apa yang telah ia kerjakan dan ia dapatkan. Tak lupa juga ia mengisahkan pulang pergi dirinya ke sisi Nabi saw sebanyak tiga kali pada waktu itu. Setlah itu Nabi saw bersabda, “Aku dari dulu berkata padamu bahwasanya siapa saja yang meminta kepada kami, kami akan memberinya dan siapa saja yang berusaha keras dan berupaya (menutupi kebutuhannya) maka Allah akan membuatnya kaya.”
Kisah Abu Nawas; Menghitung Bulu
Suatu hari, ada tiga orang bijak dan pandai pergi berkeliling negeri mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka, ketiga orang tersebut sangat terkenal pintar akan tetapi juga licik. Sampailah mereka di desa Abu Nawas tinggal. Orang-orang desa tersebut dibuat kewalahan menghadapi mereka. Akhirnya para penduduk bersepakat untuk menyerahkan permasalahan tersebut pada Abu Nawas untuk menghadapi kepintaran dan kelicikan ketiga orang tersebut.
Kali ini kepandaian Abu Nawas diuji oleh tiga orang bijak. Mereka menentang Abu Nawas menjawab pertanyaan yang mereka ajukan dengan benar. Mereka sepakat menentukan hari untuk menggelar tantangan tersebut di sebuah lapangan dan ditonton oleh seluruh penduduk desa.
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, penduduk desa berbondong-bondong menuju lapangan untuk menyaksikan kepandaian Abu Nawas menghadapi tiga orang bijak yang menantangnya.
Acara sudah dimulai. Sebagai tamu, ketiga orang bijak itu diberi kehormatan untuk mengutarakan pendapatnya kepada Abu Nawas,
“Sebagai rasa hormat kami, maka kalian bertiga terlebih dahulu diberi kesempatan untuk mengutarakan pertanyaan kepada Abu Nawas.” Kata kepala desa.
Mendapat kesempatan tersebut, ketiga orang itu merasa sangat senang. Orang bijak pertama bertanya kepada Abu Nawas.
“Di mana sebenarnya pusat bumi ini, wahai Abu Nawas yang tolol?” Tanyanya dengan sombong melecehkan Abu Nawas.
“Tepat di bawah telapak kaki saya, saudara yang budiman.” Jawab Abu Nawas merendah diri.
Orang bijak kedua tidak terima dengan jawaban Abu Nawas. Ia langsung berkata dengan keras,
“Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?”
“Jika kalian tidak percaya atas jawabanku, ukur saja sendiri!” Jawab Abu Nawas.
Tampaknya jawaban tersebut membuat orang bijak pertama tertegun dan tidak bisa berkata apa-apa. Untuk itu, orang bijak kedua mengajukan pertanyaannya kepada Abu Nawas.
“Berapa banyak jumlah bintang di langit?”.
“Sama dengan jumlah rambut yang tumbuh di keledaiku ini, saudaraku!” Jawab Abu Nawas kembali dengan santai.
Jawaban tersebut tidak memuaskannya, ia kembali bertanya,
“Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?? Tanyanya.
“Nah, kalau saudara tidak percaya, hitung saja rambut yang ada di tubuh keledai ini, nanti saudara akan tahu berapa jumlahnya.” Jawab Abu Nawas.
“Itu hal bodoh, akal-akalanmu saja. Bagaimana bisa orang menghitung bulu keledai?” Sanggah orang bijak kedua itu.
“Nah, kalau aku bodoh, berarti saudara juga bodoh, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit?” Kata Abu Nawas.
Baca Juga : Kisah Abu Nawas; Merayu Tuhan
Mendengar jawaban Abu Nawas, si bijak kedua merasa sangat kesal, tetapi ia tidak bisa memberi alasan lagi untuk menyanggah. Sekarang giliran orang bijak ketiga yang merupakan paling bijak diantara yang lain. Ia tidak terlalu menyombongkan diri, berkata pada Abu Nawas,
“Tampaknya saudara tahu banyak mengenai keledai, coba saudara katakan kepadaku, berapa jumlah bulu yang ada di ekor keledai itu?” Tanyanya pada Abu Nawas.
“Jumlah bulu yang ada di ekor keledaiku ini sama dengan jumlah rambut yang ada di janggut saudara.” Jawab Abu Nawas dengan santai.
“Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?” Tanya si bijak ketiga mulai tersinggung.
“Oh itu mudah sekali !!! Begini, saudara mencabut sehelai bulu dari ekor keledaiku, kemudian saya akan mencabut sehelai rambut dari janggut saudara. Nah, kalau sama, maka yang aku katakan adalah benar. Kalau tidak, berarti saya keliru !!” Jawab Abu Nawas.
Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tak mau menerima cara menghitung tersebut dengan mengorbankan janggutnya. Dengan terpaksa, ketiga orang bijak yang sombong tersebut harus mengakui Abu Nawas sebagai orang yang paling bijak dari mereka. Dengan perasaan malu ketiga orang itu kemudian berlalu meninggalkan desa.
Percakapan Abul Hasan Dan Wanita Cantik
Pada saat menjalankan ibadah thawaf, Abul Hasan sempat melihat di antara orang yang sedang thawaf terdapat seorang wanita yang wajahnya bersinar terang mengagumkan. Keelokan wajahnya memaksa Abul Hasan menjadi terheran-heran.
Ia sampai melontarkan perkataan, “Demi Allah seumur-umur saya belum pernah melihat wajah wanita begitu bersinar melebihi wanita ini. Saya yakin, orang seperti demikian pasti tidak punya pikulan beban pikiran berat dalam hidupnya.”
Entah dengan sebab apa, wanita super cantik yang dikagumi tersebut bercerita atas kejadian yang menimpa pribadinya. “Demi Allah, sebenarnya saya adalah orang yang mempunyai pikulan beban pikiran sungguh berat. Hatiku kalut. Jiwa saya penuh dengan kesusahan. Tidak ada seorang pun yang dapat ikut merasakan beban beratku ini,” kata wanita ini memulai curhatnya.
Kisahnya, pada saat hari raya Idul Adha tiba, kami berkurban. Suamiku bertindak sebagai penyembelih kambing yang telah kami persiapkan sebelumnya. Salah seorang anakku menyaksikan proses penyembelihan.
Setelah melihat, anakku yang besar tersebut bertanya kepada adiknya, “Mau nggak saya kasih tahu bagaimana ayah tadi menyembelih hewan kambing kurban?” Karena mereka masing-masing masih kecil, adiknya yang masih kecil itupun juga mengiyakan begitu saja.
Saat itu, saya sedang di dapur untuk memasakkan keluarga kecilku tersebut. Anak saya yang paling kecil masih minum air susu sembari saya gendong. Mereka bercakap-cakap dan kemudian bermain seolah sang kakak bertindak sebagai ayahnya. Sedangkan adiknya menjadi seekor kambingnya.
Saat mereka main sembelih-sembelihan kurban, mereka tidak menggunakan pisau mainan, namun pisau asli. Pada akhirnya anakku yang besar bermain menyembelih kambing yang digantikan adiknya dengan pisau asli. Dan kemudian si adik benar-benar wafat.
Karena ketakutan, sang kakak melarikan diri dari rumah. Ia lari ke hutan. Namun apa daya. Ia diterkam singa hingga tamatlah riwayatnya. Yang lebih tragis. Ayahnya anak-anak masih mencoba mencarinya barang kali anak saya masih selamat. Namun sayang, suami saya malah tidak segera kembali pulang.
Saya susul di hutan. Anakku yang tadinya saya gendong saya lepaskan. Saya mencoba ingin tahu bagaimana keadaan suamiku. Ternyata suamiku mati kehausan. Satu-satunya anak yang masih saya gendong tadi, karena belum bisa berjalan, ia mencoba meraih apa saja yang ada di dapur.
Namun apa yang terjadi, ia meraih kuali yang masih panas di atas bara api. Airnya tumpah. Tubuh anak saya yang kecil itu melepuh bahkan sampai tulang-tulangnya. Ia pun menyusul mati kemudian.
Anakku tinggal satu, yaitu wanita yang sudah menikah. Cerita masih berlanjut. Anakku wanita yang sudah menikah tersebut, setelah mendengar kisah yang kami alami, karena tidak kuat, ia pun akhirnya terjun ke jurang, bunuh diri. Sepanjang masa itu saya menjadi hidup sebatang kara.
Mendengar kisah demikian, Abul Hasan kemudian bertanya kepada wanita tersebut. “Lalu bagaimana cara kesabaranmu menghadapi masalah yang kamu hadapi?”
Wanita itu menjawab “Tidak ada seorang pun baik yang bersabar maupun mengeluh kecuali memang di antara mereka terdapat perbedaan yang signifikan. Orang yang sabar, bersikap baik secara lahiriyahnya, ia akan mendapatkan kebaikan-kebaikan yang terpuji di kemudian hari. Adapun orang yang cemas dan mengeluh, ia tidak akan mendapatkan ganti rugi.”
Aku mulai meninggalkan wanita itu, kata Abul Hasan. Sang wanita menutup perkataannya dengan kalimat “Saya bersabar, sebab sabar adalah ratapan terbaik. Aku bersabar terhadap satu hal jika engkau merasakan sebagian saja akan membuahkan deraian air mata sampai engkau mampu mengusapnya.”
Sayidina Ali Membantu Seorang Pengikut Masehi
Suatu hari di masa pemerintahannya, Sayidina Ali berjalan mengelilingi kota. Tiba-tiba beliau melihat seorang yang sedang meminta-minta. Lalu beliau bertanya pada para sahabatnya.
“Siapa laki-laki tersebut, mengapa dia menjulurkan tangannya untuk meminta-minta?” tanya Sayidina Ali.
“Lelaki tua itu adalah mantan seorang kuli dan juga seorang pengikut Masehi!” jawab mereka.
Setelah mendengar hal ini, Sayidina Ali bin Abi Thalib kwz menegur dan menasihati para sahabatnya.
“Mengapa kalian menelantarkannya. Kalian menggunakan tenaganya ketika ia masih muda kemudian menelantarkannya ketika ia sudah tua. Cepat, berikan padanya bantuan dari Baitul Mal!” Tegur Sayidina Ali.
Saudara-saudaraku, inilah perwujudan Islam yang sebenarnya. Islam hadir di alam semesta ini untuk menjadikan manusia sebagai manusia yang seutuhnya. Jika Islam yang ada sekarang adalah Islam yang radikal maka niscayanya dia bukanlah Islam. Tapi pemikiran sebuah kelompok yang dibalut dengan Islam.



























