کمالوندی
Kebohongan AS soal Penumpasan Daesh
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memang terkenal dengan keputusan-keputusan kontroversial dan tak terduga. Pada 19 Desember 2018, ia secara mengejutkan mengumumkan penarikan pasukan AS dari Suriah.
Trump mengumumkan kemenangan atas kelompok teroris Daesh dan mengklaim bahwa AS sudah tidak punya alasan lagi untuk bertahan di Suriah.
"Kami sudah mengalahkan Daesh di Suriah dan ini adalah satu-satunya alasan kehadiran kami di sana selama masa pemerintahan saya," kata Trump via akun Twitter-nya. Dalam sebuah tweet lain, Presiden AS menulis, "Setelah kami memperoleh kemenangan bersejarah dalam perang melawan Daesh, sekarang tiba waktunya untuk memulangkan pasukan kami dari Suriah ke rumah."
Gedung Putih dalam sebuah statemen pada 22 Maret 2019, menyatakan basis terakhir Daesh di Suriah sudah dihancurkan.
Namun, klaim Trump tentang kekalahan Daesh dan rencananya menarik pasukan dari Suriah, tidak mendapat sambutan dari dalam negeri dan para sekutu Amerika. Senator Republik, Lindsey Graham menganggap penarikan pasukan AS dari Suriah sebagai kesalahan dan mengatakan, langkah ini akan menambah motivasi Daesh untuk bangkit.
Menurut Profesor Nader Entessar, dosen Universitas Alabama, keputusan AS ini atau lebih tepatnya keputusan pribadi Trump dalam situasi saat ini, benar-benar di luar prediksi dan menimbulkan syok dalam kebijakan luar negeri AS.
Departemen Pertahanan AS pada 7 Agustus 2019 menyatakan Daesh memperkuat kemampuan operasi teror di Irak dan kembali bangkit di Suriah. Laporan Pentagon ini bertentangan dengan statemen Trump mengenai kekalahan Daesh.
Menurut situs resmi Pentagon, laporan Operation Inherent Resolve (OIR) mengatakan bahwa teroris Daesh sedang berpindah tempat di Suriah dan memperkuat posisinya di Irak.
OIR adalah sebuah operasi yang dilakukan militer AS dengan klaim mengalahkan Daesh dan digelar dari 21 Agustus 2016 sampai sekarang. Berdasarkan prediksi OIR, sekitar 14.000 – 18.000 teroris Daesh beroperasi di Irak dan Suriah, lebih dari 3.000 dari mereka adalah petempur asing yang bergabung dengan Daesh.
Trump menyebut Obama sebagai pendiri Daesh.
Utusan Khusus AS untuk Suriah, James Jeffrey pada Agustus 2019 mengatakan sekitar 15.000 ribu anggota aktif Daesh memiliki kehadiran di Suriah dan Irak.
Meski ada peringatan tentang kebangkitan kembali Daesh, Trump tetap menarik pasukan Amerika dari daerah yang diserang Turki di Suriah Utara pada Oktober lalu. Militer Turki menggelar operasi di Suriah Utara sejak 9 Oktober dengan klaim membersihkan anasir teroris dari perbatasannya dan memulangkan pengungsi Suriah ke negaranya.
Dalam operasi itu, militer Turki ikut menyerang penjara dan kamp-kamp tempat menampung teroris Daesh dan keluarga mereka. Serangan ini memberikan ruang bagi Daesh untuk melarikan diri. Hampir 11.000 teroris Daesh dipenjara di Suriah Utara.
Menurut beberapa laporan, sedikitnya 800 teroris Daesh melarikan diri dari penjara-penjara yang dikendalikan oleh pasukan Kurdi Suriah. Trump secara lahiriyah meminta pasukan Turki dan Kurdi untuk mencegah teroris Daesh melarikan dairi dari Suriah Utara.
"Kami memiliki tahanan Daesh yang paling jahat. Turki dan Kurdi tidak boleh membiarkan mereka melarikan diri. Eropa seharusnya memulangkannya kembali setelah banyak permintaan. Mereka harus melakukannya sekarang. Mereka tidak akan pernah datang atau diizinkan masuk ke Amerika Serikat!," tulis Trump di akun Twitter-nya.
Trump sebenarnya mengambil sikap standar ganda dalam masalah tersebut. Di satu sisi, dia mengklaim bahwa Daesh di Suriah telah musnah dan tidak ada alasan lain untuk mempertahankan kehadiran pasukan AS di negara Arab itu. Sebab, mereka telah bertugas sejak 2014 dengan dalih memerangi terorisme di bawah koalisi internasional anti-Daesh.
Di sisi lain, Trump memperingatkan Ankara dan Kurdi untuk mengawasi para teroris Daesh agar tidak melarikan diri dari penjara-penjara di Suriah Utara dan memulai kembali kegiatan mereka.
Mantan Menteri Pertahanan AS, James Mattis mengatakan jika Washington tidak melanjutkan tekanannya terhadap Daesh di Suriah, kelompok teroris ini akan memulai kembali aktivitasnya dan bangkit kembali.
Abu Bakr al-Baghdadi.
Pada 27 Oktober lalu, media-media Amerika mengutip keterangan para pejabat Washington, menyatakan militer AS telah membunuh pemimpin Daesh Abu Bakr al-Baghdadi dalam sebuah operasi di barat laut Suriah.
Majalah Newsweek melaporkan bahwa operasi itu dilakukan oleh pasukan khusus AS setelah memperoleh informasi akurat tentang tempat persembunyian al-Baghdadi di Provinsi Idlib.
Trump dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih pada tanggal yang sama, memberikan briefing tentang proses pembunuhan al-Baghdadi. Dia mengatakan tadi malam AS membunuh pemimpin organisasi teroris terbesar di dunia dan ia sendiri memantau pelaksanaan operasi tersebut.
Namun, Trump sama sekali tidak berbicara tentang peran pemerintah AS dalam membentuk kelompok-kelompok teroris seperti Daesh. "Tadi malam, Amerika Serikat membawa pemimpin teroris nomor satu dunia itu ke pengadilan. Abu Bakar al-Baghdadi sudah mati. Dia adalah pendiri dan pemimpin Daesh, organisasi teror paling kejam dan paling buas di dunia," kata Presiden AS.
Trump mulai melakukan propaganda media mengenai kematian al-Baghdadi dan sama seperti para pemimpin Amerika sebelumnya, ia juga berdiri di depan pers dan berusaha menampilkan dirinya sebagai pahlawan. Padahal, Trump pernah berkata Daesh dibentuk oleh pemerintahan Barack Obama.
Selama masa kampanye pilpres 2016, Trump menyebut pemerintahan Obama sebagai aktor pembentuk kelompok teroris Daesh. Jadi, sebenarnya AS adalah pembentuk dan pendukung utama Daesh. Dia mengkritik keras pemerintahan Obama mengenai kemunculan Daesh. Trump dalam kampanye pada Januari 2016 mengatakan, "Mereka (Barack Obama dan Hillary Clinton) adalah orang-orang yang tidak jujur. Hillary bersama Obama telah membentuk Daesh."
Apakah Trump benar-benar lupa mengenai pernyataannya di masa lalu atau sekarang berusaha mengalihkan opini publik Amerika dari persoalan yang dihadapinya seperti isu pemakzulan di Kongres.
AS membebaskan Abu Bakr al-Baghdadi dari penjara Abu Ghraib Irak pada 2009. Keputusan ini membuka peluang baginya untuk memimpin sebuah kelompok teroris-takfiri Daesh, dan kemudian melakukan kejahatan besar-besaran di Suriah, Irak, dan wilayah lain. Sekarang masa pakai al-Baghdadi telah habis dan pasukan AS membunuhnya sehingga rahasia-rahasia yang dimiliknya akan terkubur untuk selamanya.
AS tidak dapat menutupi perannya dalam kemunculan Daesh. Sepak terjang AS di Suriah menunjukkan bahwa Washington benar-benar memperlakukan Daesh sebagai alat. Meski AS selalu mengklaim memerangi terorisme, tetapi perang ini sangat terbatas dan tidak punya misi untuk memusnahkan kelompok teroris.
AS dari 2011 sampai 2014 memberikan dukungan kepada Daesh dan memainkan peran besar dalam penyediaan logistik dan dana. Pada masa Obama, AS hanya berusaha mengontrol kelompok teroris Daesh dan pada 2014, membentuk koalisi internasional anti-Daesh.
Pada masa itu, AS ingin mempertahankan Daesh dalam batas yang bisa dikendalikan sehingga dapat digunakan untuk memerangi militer dan pemerintah Suriah dan sekutunya.
Patroli pasukan AS di sekitar ladang minyak Suriah.
Pemerintah AS sampai sekarang masih mempertahankan pasukannya di Suriah dengan alasan melindungi ladang-ladang minyak negara Arab itu. Menteri Pertahanan AS Mark Esper pada 28 Oktober 2019, mengklaim bahwa kehadiran pasukan AS di Suriah bertujuan untuk melindungi ladang minyak negara itu, karena kami tidak ingin ladang minyak kembali jatuh ke tangan Daesh.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov mengatakan badan-badan pemerintah AS telah menyelundupkan minyak Suriah dan mereka memperoleh pemasukan lebih dari 30 juta dolar dari penyelundupan minyak Suriah.
Meskipun AS mengaku ingin melindungi sumur minyak Suriah agar tidak jatuh ke tangan Daesh, namun Benjamin Hart dalam artikelnya di New York Magazine menulis, “Prioritas pertama kebijakan pemerintahan Trump di Suriah adalah menyita dan menguasai sumber-sumber minyak negara Arab itu.”
Tindakan AS jelas melanggar hukum dan aturan internasional. Mereka tidak hanya melanggar Piagam PBB yaitu menduduki negara lain secara ilegal, tetapi memposisikan dirinya sebagai polisi dunia dan menganggap dirinya bertanggung jawab untuk melindungi instalasi minyak Suriah.
Lalu, lembaga internasional mana yang telah memberikan otorisasi ini kepada AS? Apakah ada permintaan dari pemerintah Damaskus kepada Washington?
AS telah menduduki sebuah negara berdaulat dengan alasan memerangi terorisme dan mencegah kebangkitan Daesh, padahal Trump berulang kali menegaskan bahwa Daesh telah musnah.
Sekarang benar-benar jelas bahwa Daesh dan perang anti-teror hanya alasan AS untuk menempatkan pasukannya dan merusak stabilitas Suriah.
Perlawanan Anti Arogansi Global Perspektif Rahbar
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei pada Ahad (3/11/2019) melakukan pertemuan dengan mahasiswa dan pelajar di Tehran. Pertemuan ini untuk menyambut peringatan Hari Nasional Melawan Arogansi Global yang jatuh pada tanggal 13 Aban atau 4 November 2019.
Pada 4 November 1979, mahasiswa Iran menduduki Kedutaan Besar AS (sarang spionase) di Tehran dalam sebuah aksi protes menentang intervensi Washington. Setiap tahun, rakyat Iran memperingati momen itu sebagai Hari Nasional Melawan Arogansi Global dengan menggelar pawai akbar menyuarakan pekikan anti-Amerika sebagai simbol imperialis dunia.
Di awal pertemuan, Rahbar mengucapkan selamat datang kepada para pelajar dan mahasiswa, serta menyebut mereka sebagai generasi baru yang penuh energi dan pekerja keras.
"Hari ini generasi baru di negara kita memiliki sifat-sifat ini: mereka penuh energi, kekuatan, dan motivasi. Mereka siap memikul setiap tugas yang diserahkan kepadanya. Inilah yang kami saksikan di sebagian besar pemuda di negara ini. Keberadaan kalian kaum muda dan orang-orang terkasih adalah berkah bagi negara. Kalian harus mempertahankan diri di jalan yang lurus karena negara ini membutuhkan kalian," tambahnya.
Ayatullah Khamenei kemudian berbicara tentang Hari Nasional Melawan Arogansi Global dan mengatakan permusuhan Amerika terhadap bangsa Iran adalah kebijakan permanen para pejabat Washington.
"Saya akan memberi tahu kalian bahwa AS tidak pernah berubah sejak bulan Aban tahun 1343 Hijriah Syamsiah. Selama masa itu, rezim yang ditunjuk oleh AS, mengirim Imam yang kita cintai (Imam Khomeini ra) ke pengasingan, mereka tidak pernah berubah sampai Aban 1398 yang merupakan masa sekarang," ungkapnya.
Menurut Rahbar, Amerika tetap Amerika yang sama. Mereka adalah serigala yang sama yang ada pada masa itu, mereka ada di Washington pada saat ini. Kediktatoran global dan internasional yang sama juga ada di AS dewasa ini.
"Di masa itu, AS adalah sebuah diktator internasional yang memiliki pasukan di berbagai belahan dunia. Gendarme dan tentara bayaran regionalnya adalah Mohammad Reza Pahlavi. Di bagian lain dunia, ada individu-individu lain. Saat ini kediktatoran yang sama tetap ada, tetapi dengan metode dan alat yang lebih baru. Tetap dengan sifat serigala yang sama, kediktatoran internasional yang sama, keburukan yang sama, dan tetap arogan yang sama sekali tidak mengenal batas. AS adalah tetap Amerika yang sama. AS hari ini tentu saja telah melemah. Mereka sudah lebih lemah dibandingkan dengan tahun 1343 HS, tetapi juga menjadi lebih buas dan lebih nekad. Inilah Amerika," paparnya.
Ayatullah Khamenei lebih lanjut menuturkan AS selalu memperlihatkan permusuhan terhadap Iran di sepanjang sejarah hubungan Washington-Tehran. Ini bahkan terjadi selama masa rezim despotik. Permusuhannya terhadap Iran sebelum revolusi melibatkan kudeta terhadap Doktor Mossadegh.
Dampak dari kudeta ini, AS secara penuh mengendalikan angkatan bersenjata, minyak, kebijakan, dan budaya bangsa Iran. Pasca kemenangan Revolusi Islam pada 1979, AS melanjutkan permusuhan terhadap rakyat Iran melalui ancaman, sanksi, gangguan, dan infiltrasi.
Rahbar menjelaskan bahwa beberapa orang mendistorsi sejarah, mereka percaya bahwa perselisihan antara Iran dan AS dimulai setelah peristiwa pendudukan sarang spionase AS.
"Konflik antara bangsa Iran dan AS dimulai sejak tanggal 28 Mordad dan bahkan sebelum itu. Pada 28 Mordad, perselisihan mencapai puncaknya. Mereka-lah yang bersikap pengecut dan licik. Lewat kudeta, mereka membuat rakyat Iran sengsara di bawah rezim yang korup dan dependen. Ini bukan masalah yang kecil!
Selama bertahun-tahun, negara kita diinjak-injak oleh rezim boneka Amerika. Jadi, titik awal permusuhan adalah 28 Mordad tahun 1332 HS (Agustus 1953) dan tentu saja, sebelum itu ada konspirasi tertentu juga. Para pejabat AS terjun ke arena dan melancarkan sebuah kudeta di negara merdeka terhadap pemerintahan nasional dan merakyat yang telah mempercayai AS. Washington kemudian memasang sebuah rezim yang korup, jahat, rezim yang menindas, dan kejam.
Pada masa itu bangsa Iran mengambil posisi yang realistis terhadap AS. Lihatlah bahwa Imam Khomeini ra berkata pada tahun 1342 HS – 10 tahun setelah kudeta 28 Mordad – bahwa bangsa Iran tidak membenci siapa pun di dunia lebih dari presiden AS. Dengan kata lain, Imam pada tahun 1342 HS mengenal rakyatnya, dan kondisinya memang seperti itu," kata Ayatullah Khamenei.
Rahbar memandang Revolusi Islam sebagai sebuah gerakan yang bertujuan melawan Amerika. Revolusi Islam di bawah kepemimpinan Imam Khomeini dan dengan partisipasi rakyat, telah menggulingkan rezim monarki despotik dan mendirikan Republik Islam.
"Slogan orang-orang dan kelompok yang turun ke jalan serta menempatkan diri mereka dalam bahaya adalah slogan-slogan anti-Amerika. Selama rentang waktu itu yakni dari 1357 sampai sekarang, AS melakukan apapun yang mereka bisa untuk menunjukkan permusuhannya terhadap bangsa Iran.
Tindakan itu termasuk kudeta, berusaha memecah wilayah Iran, blokade, dan sejenisnya. Kalian melihat bahwa AS telah melakukan apapun yang mereka bisa selama masa itu. AS menunjukkan permusuhannya terhadap bangsa Iran sebanyak yang mereka bisa.
Tentu saja kita juga tidak tinggal diam. Kita juga melakukan apapun yang kita bisa untuk melawan AS. Kita berhasil menyudutkan lawan di atas ring pada kesempatan tertentu dan mereka gagal membela diri. Ini sangat jelas dan seluruh dunia juga melihatnya," tambahnya.
Menurut Ayatullah Khamenei, cara terpenting Republik Islam dalam melawan konspirasi AS adalah menutup jalan baru infiltrasi politik mereka di Iran. Ketika dikatakan bahwa kita tidak boleh bernegosiasi, ini adalah salah satu alat untuk mencegah masuknya AS ke negara ini.
Tentu saja ini sangat menyakitkan bagi Amerika. Para pejabat AS yang sombong dan arogan, membuat para pemimpin negara dan pejabat negara lain merasa berkewajiban untuk duduk dan berbicara dengan mereka. Mereka bersikeras selama bertahun-tahun untuk bernegosiasi dengan para pemimpin Republik Islam dan Iran menolak melakukannya. Ini sangat sulit bagi AS.
Ini menandakan bahwa ada sebuah bangsa dan pemerintah di dunia yang tidak menerima dan menyerah pada kekuatan, arogansi, dan kediktatoran internasional Amerika, dan mereka menolak tunduk.
Larangan negosiasi ini bukan sekadar perilaku yang emosional. Ada logika yang kuat di baliknya yaitu menutup pintu untuk infiltrasi musuh. Ini menunjukkan kekuatan dan wibawa Republik Islam kepada dunia, dan membuat wibawa semu musuh runtuh di hadapan dunia, karena Iran tidak duduk di meja perundingan bersama mereka.
Ayatullah Khamenei menganggap perundingan dengan AS sebagai sebuah kesalahan besar, di mana masalah negara tidak akan terpecahkan. "Kehadiran kita di meja perundingan dan menerima negosiasi akan dianggap bahwa Republik Islam sudah bertekuk lutut. AS ingin mengatakan bahwa mereka akhirnya berhasil membuat Iran bertekuk lutut dengan sanksi berat sampai ia setuju duduk di meja perundingan dengan AS.
"AS ingin mengumumkan ini ke seluruh dunia. Mereka ingin membuktikan bahwa kebijakan tekanan maksimum adalah kebijakan yang benar, karena berhasil membawa Republik Islam ke meja perundingan. Saya memberitahu kalian, AS ingin mengatakan bahwa mereka tidak memberikan konsesi apapun kepada Iran.
Jika para pejabat Iran menunjukkan kenaifan dengan duduk di meja perundingan dengan AS, mereka pasti tidak akan mendapatkan apa-apa. Sanksi maupun tekanan tidak akan berkurang. Segera setelah Iran bernegosiasi dengan AS, tuntutan dan pemaksaan baru akan muncul. Sebagai contoh, mereka akan mendikte bahwa rudal kalian harus seperti ini, kita tidak boleh memiliki rudal dengan jangkauan melebihi 100 atau 150 kilometer.
Hari ini – berkat pertolongan Allah Swt – generasi muda kita membangun rudal yang tepat yang jangkauannya 2.000 kilometer. Dengan jangkauan 2.000 kilometer, mereka mampu mengenai setiap target dengan tingkat kesalahan satu meter. Nah, ini sangat sulit bagi mereka.
AS mengatakan bahwa kita harus menghancurkan rudal ini, jangkauan rudal-rudal kita tidak boleh melebihi 150 kilometer. Mereka mengajukan tuntutan ini. Jika kita menerima persyaratan ini, kita akan hancur. Jika kita menolaknya, ini akan menjadi kisah yang sama seperti yang kalian saksikan.
Mereka akan mulai mengatakan hal yang sama seperti yang mereka katakan hari ini bahwa pihak lain tidak akan memberikan konsesi kepada Anda," pungkas Ayatullah Khamenei.
Imam Askari, Benderang Pelita Kebenaran
Imam Hassan Askari gugur syahid pada tahun 260 Hq (873 M) diracun oleh penguasa lalim ketika itu, tetapi pesan perjuangan menegakkan kebenaran hingga kini terus bersinar terang.
Imam Hasan Askari dilahirkan tahun 232 Hijriah di kota Suci Madinah, dan syahid di Samarra, pada 8 Rabiul Awal tahun 260 Hijriah. Sepanjang hidupnya beliau giat membimbing umat dan menghidupkan serta menjaga ajaran suci Islam.
Imam Hassan Askari sepanjang hidupnya senantiasa memperjuangkan kebenaran dan melawan kezaliman yang terjadi di tengah masyarakat. Meskipun Imam Hasan Askari hidup tidak lebih dari 28 tahun, tapi di usia yang singkat ini telah menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah Islam.
Manusia mulia ini mewariskan karya besar dan penting di bidang tafsir al-Quran, fiqih dan ilmu pengetahuan bagi umat Islam. Di tengah ketatnya pembatasan dan tingginya tekanan dinasti Abbasiyah terhadap Ahlul Bait Rasulullah Saw, Imam Askari masih tetap menyampaikan ajaran Islam kepada umat Islam secara terorganisir untuk menyiapkan kondisi keghaiban Imam Mahdi setelah beliau.
Penguasa Abbasiyah menempuh berbagai cara untuk membatasi gerakan Imam Askari, akan tetapi Allah swt berkehendak lain dan juru selamat akan lahir ke dunia di tengah keluarga Sang Imam. Setelah kelahiran Imam Mahdi as, ayah beliau mulai mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi kondisi sulit di masa-masa mendatang. Imam Askari as di berbagai kesempatan berbicara tentang keadaan di masa keghaiban juru selamat, dan peran berpengaruh Imam Mahdi as dalam memimpin masa depan dunia. Beliau menekankan bahwa putranya akan menciptakan keadilan dan kemakmuran di seluruh penjuru dunia.
Di tengah gencarnya tekanan penguasa lalim terhadap beliau dan pengikutnya ketika itu, Imam Askari berhasil menyebarluaskan nilai-nilai dan pemikiran murni Islam di tengah masyarakat. Pernyataan rasional dan argumentatif Imam Askari dalam menjawab berbagai ketimpangan dan penyimpangan, membuktikan bahwa beliau memiliki program komprehensif untuk menyebarkan kebenaran Islam. Imam Askari aktif menghalau pemikiran-pemikiran sesat yang menyerang masyarakat Islam pada masa itu.
Di antara nilai-nilai luhur Islam adalah memberi perhatian kepada sesama, bekerjasama dalam kebaikan, dan mengabdikan diri untuk masyarakat. Dari berbagai ayat dan riwayat terlihat jelas bahwa tidak ada perbuatan lain – setelah menunaikan kewajiban – seperti berbuat baik dan mengabdi kepada masyarakat, yang akan mendekatkan seseorang kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, para nabi dan imam maksum senantiasa mengabdikan dirinya untuk masyarakat dan membantu mereka dalam kebaikan. Imam Askari as berkata, "Dua perkara yang tidak ada sesuatu pun yang lebih tinggi darinya yaitu, beriman kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama."
Imam Askari as selalu menekankan kepada para pengikutnya untuk bersikap jujur, membersihkan diri dan beramal shaleh. Hal ini beliau lakukan demi menjaga ajaran suci Islam. Imam menyadari sepenuhnya usaha memperdalam dan menyebarkan ajaran Islam terletak pada penerapan nilai-nilai Islam itu sendiri. Karena ketika iman dan amal saling berhubungan dengan kokoh, maka pengaruhnya pun semakin kuat. Oleh karena itu, Imam Askari as menekankan kepada para pengikutnya untuk mengoreksi diri dan tidak memandang remeh dosa.
Dalam perspektif Imam Askari as, para pengikut sejati Ahlul Bait as adalah mereka yang bersikap seperti para pemimpin agamanya dalam menjalankan ajaran Ilahi dan meninggalkan larangannya serta mengabdi kepada sesama. Ketika mendefinisikan kata Syiah, Imam Askari as berkata, "Para pengikut dan Syiah Ali adalah mereka yang memprioritaskan saudara-saudara seiman dari dirinya meskipun ia sendiri butuh."
Memperhatikan pentingnya pengabdian kepada masyarakat, Imam Askari as juga mengingatkan para ulama dan intelektual untuk tidak melupakan tanggung jawab besar itu. Beliau as berkata, "Kelompok ulama dan intelektual pengikut kami yang berusaha memberi pencerahan dan mengatasi masalah para pecinta kami, pada hari kiamat mereka akan tiba di padang mahsyar dengan memakai mahkota kemuliaan dan cahaya mereka menerangi semua tempat dan semua penduduk mahsyar memperoleh manfaat darinya."
Imam Askari as menyerukan kepada umat Islam untuk berakhlak mulia di tengah masyarakat. Beliau berkata, "Allah Swt senantiasa mengingatkan agar bertakwa dan jadilah keindahan bagi kami dengan amalmu. Kami bahagia, jika salah seorang dari kalian bersikap wara dan jujur, menjalankan amanah dan berbuat baik kepada orang lain."
Selain berbuat baik kepada sesama, perintah lain yang sangat ditekankan Islam dalam Quran dan Sunnah Rasul adalah berfikir. Kekuatan pemikiran adalah anugerah Allah Swt yang hanya diberikan kepada manusia. Berbagai kemajuan sains dan teknologi merupakan berkah nikmat akal dan pemikiran. Dengan kemampuan besar ini, manusia mampu menyingkap berbagai rahasia alam semesta.Terkait hal ini, Imam Askari as berkata, "Ibadah bukan dilihat dari banyaknya shalat dan puasa, namun berfikir dan beribadah kepada Tuhan."
Pengaruh pemikiran dan spiritualitas Imam Askari as membuat para penguasa Abbasiyah ketakutan. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk membunuhnya. Penguasa dinasti Abbasiyah akhirnya menyusun sebuah skenario untuk membunuh Imam Askari as. Beliau syahid setelah beberapa hari menahan rasa sakit akibat diracun musuhnya. Seorang pembantu Imam Askari berkata, "Ketika beliau terbaring sakit dan sedang melewati detik-detik terakhir dari kehidupannya, beliau teringat bahwa waktu shalat subuh telah tiba. Beliau berkata, ?Aku ingin shalat.' Mendengar itu, aku langsung menggelar sajadah di tempat tidurnya. Abu Muhammad kemudian mengambil wudhu dan shalat subuh terakhir dilakukan dalam keadaan sakit dan selang beberapa saat, ruh beliau menyambut panggilan Tuhan." Inna lillahi wa inna ilahi rajiun.
Kini para pencinta Ahlul Bait Rasulullah Saw hingga kini terus menziarahi makam Imam Hasan Askari, dan membaca doa di kompleks pemakaman suci, meskipun situasi Samarra rentan terhadap ancaman musuh. Semoga Allah Swt menjadikan kita semua termasuk para peziarah dan pembela haram suci Ahlul Bait Rasulullah Saw. "Ya Allah, shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya. Teriring salam bagi Imam Hasan bin Ali (Askari) yang telah menunjukkan jalan menuju agama-Mu, pembawa bendera hidayah, mata air ketakwaan, dan tambang akal, muara hikmah dan rahmah bagi umat. Wahai Imam yang terjaga dari dosa, wahai yang mewarisi ilmu kitab suci (al-Quran) yang dengannya menjadi pembeda antara hak dan batil. Salam bagimu, ya Imam Hasan Askari.
Iran Mulai Tingkatkan Level Pengayaan Uranium 5%
Republik Islam Iran akan meningkatkan level pengayaan uraniumnya menjadi 5% di instalasi nuklir Fordow yang dimulai pada hari Rabu (6/11/2019).
Peningkatan pengayaan uranium tersebut akan dimulai di bawah pengawasan para inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Kabar tersebut disampaikan oleh Kepala Organisasi Energi Atom Republik Islam Iran (AEOI) Ali Akbar Salehi pada hari Selasa tak lama setelah Presiden Hassan Rouhani memerintahkan AEOI untuk memulai injeksi gas ke sentrifugal UF6 di Fordow.
Salehi mengatakan, pengayaan uranium 5% dan produksi isotop stabil akan dilakukan di Fordow pada hari Rabu di hadapan inspektur IAEA.
Dia menambahkan, ada 1.044 sentrifugal dipasang di fasilitas pengayaan uranium Fordow, dan beberapa dari mereka akan mulai beroperasi lagi pada hari Rabu.
Kepala Organisasi Energi Atom Republik Islam Iran (AEOI) Ali Akbar Salehi
Menurut Kepala AEOI, keputusan telah diambil bahwa tidak akan ada pengayaan uranium 20% di Fordow untuk saat ini, tetapi produksi isotop stabil akan dilakukan di dalam reaktor nuklir ini.
"Ada cukup uranium yang diperkaya 20% yang disimpan di negara ini. Sesuai dengan perjanjian nulklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama), uranium yang diperkaya 20% bisa diproduksi lagi di instalasi tersebut jika reaktor Tehran kehabisan bahan bakar," ujarnya.
Menurut Salehi, IAEA telah diberitahu dalam sebuah surat tentang keputusan Iran untuk mengambil langkah keempat guna menurunkan komitmenya dalam perjanjian nuklir JCPOA.
Iran secara bertahap telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi komitmennya dalam JCPOA setiap dua bulan sejak Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan internasional ini pada 8 Mei 2018 dan juga setelah negara-negara Eropa yang telibat dalam perjanjian tersebut gagal memenuhi kepentingan Iran.
Mengacu pada butir 26 dan 36 dari perjanjian JCPOA, Iran telah mulai mengurangi komitmennya dan telah mengambil tiga langkah sejauh ini.
Sebelumnya, pemerintah Tehran telah memperingatkan bahwa jika pihak lain tidak mengambil tindakan praktis untuk memenuhi kepentingan Iran dalam beberapa hari ke depan, maka langkah keempat Iran akan dilaksanakan.
Langkah Keempat Iran; Pengayaan Uranium 5 Persen di Fordow
Presiden Republik Islam Iran dalam kerangka implementasi langkah keempat pengurangan komitmen Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), memerintahkan Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) untuk memulai injeksi gas ke sentrifugal UF6 di fasilitas pengayaan uranium Fordow.
Hassan Rouhani, Presiden Republik Islam Iran pada 6 November dengan berakhirnya kesempatan 2 bulan ketiga Iran kepada pihak-pihak Eropa untuk melaksanakan komitmen JCPOA-nya, karena sampai saat ini belum dilaksanakan, mengeluarkan perintah implementasi langkah keempat untuk tenggat waktu 2 bulan ke depan.
Presiden Republik Islam Iran Hassan Rouhani
Langkah keempat ini sangat penting dari dua sisi; Pertama, sesuai dengan kesepakatan JCPOA, pemasangan 1044 sentrifugal untuk pekerjaan riset di fasilitas pengayaan uranium Fordow, sementara belum akan dilakukan injeksi gas ke mesin-mesin ini.
Sesuai dengan perintah Presiden Republik Islam Iran hari Rabu, 6 November, injeksi gas ke 1.044 mesin sentrifugal di fasilitas pengayaan uranium Fordow akan dilakukan dengan pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang menjadi satu-satunya referensi sah yang memverifikasi JCPOA.
Kedua, bersamaan dengan implementasi langkah keempat, tingkat pengayaan uranium di fasilitas pengayaan uranium Fordow mencapai 5 persen. Tentu saja Iran mampu untuk memperkaya uranium hingga mencapai 20 persen, tapi untuk saat ini tidak dibutuhkan. Sesuai dengan JCPOA, rencananya tingkat pengayaan uranium di Iran adalah 3,67 persen.
Sekaitan dengan hal ini, Ali Akbar Salehi, Ketua Organisasi Energi Atom Iran mengatakan, "Iran dalam kerangka langkah keempat akan memperkaya uranium hingga 5 persen di fasilitas nuklir Fordow, dan bila diperlukan, mungkin saja Iran meningkatkan pengayaan uranium hingga 20 persen, tapi sekarang belum dibutuhkan."
Pemerintah Iran terus melanjutkan langkah demi langkah pengurangan komitmen JCPOA dan bila pihak-pihak Eropa memenuhi komitmen mereka, langkah keempat seperti tiga langkah sebelumnya juga dapat dikembalikan seperti semula.
Menyusul penarikan diri AS dari JCPOA pada 8 Mei 2018, pihak-pihak Eropa juga gagal memenuhi kewajiban mereka dan praktis JCPOA belum dilaksanakan. Melanjutkan situasi ini dan ketidakmampuan Eropa untuk mengimbangi biaya penarikan diri AS dari JCPOA, Iran telah mengajukan serangkaian tindakan, mengutip butir 26 dan 36 JCPOA, menetapkan sejumlah langkah-langkah sebagai agendanya untuk mengembalikan keseimbangan pelaksanaan komitmen dalam perjanjian multilateral.
Respons Iran terhadap terorisme ekonomi AS dan pelanggaran pihak Eropa di JCPOA menunjukkan bahwa tanggapan Iran berbeda, namun yang paling penting dari semuanya, "tekanan maksimum" AS tidak memengaruhi Iran di sektor ekonomi dan politik, bahkan tidak dapat mencegahnya, apalagi membuat gangguan di bidang pengembangan teknologi nuklir damai Iran. Peresmian generasi baru sentrifugal IR6 di Kompleks Pengayaan Natanz menunjukkan kegagalan kebijakan tekanan maksimum AS.
Sentrifugal
Dalam keadaan seperti itu, satu-satunya jalan ke depan untuk tiga negara Eropa pihak JCPOA adalah untuk memenuhi kewajiban mereka berdasarkan perjanjian multilateral ini. Karena kehidupan perjanjian semacam itu tergantung pada kepatuhan terhadap komitmen. Kalau tidak, apa pun yang terjadi pada JCPOA, pada langkah awal AS dan selanjutnya Eropa harus disalahkan serta mereka harus segera menjawab kekurangan dan bahaya yang terjadi pada JCPOA.
Baeidinejad: Kegagalan JCPOA Bawa Konsekuensi Buruk
Duta Besar Republik Islam Iran untuk Inggris Hamid Baeidinejad memperingatkan bahwa kegagalan perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama) akan menyebabkan konsekuensi buruk bagi keamanan dunia.
Hal itu disampaikan Baedinejad dalam sebuah wawancara dengan Sky News Network pada hari Selasa (5/11/2019).
Dia mengatakan, pasca penarikan sepihak Amerika Serikat dari JCPOA, negara-negara Eropa yang terlibat dalam kesepakatan ini gagal memenuhi komitmen mereka, namun Iran mengadopsi langkah-langkah untuk menjaga kesepakatan internasional itu.
"Pemerintah Tehran bekerja untuk memastikan bahwa JCPOA tidak sepenuhnya dihapuskan dan agar pihak-pihak lain dalam perjanjian ini kembali untuk memenuhi kewajiban-kewajiban mereka," ujarnya.
Baeidinejad menambahkan, Iran mengurangi beberapa kewajibannya dalam pernjanjian JCPOA untuk memperingatkan pihak-pihak lain dalam kesepakatan ini bahwa kesabarannya tidak dapat dipertahankan, dan Tehran juga meminta mereka untuk melaksanakan komitmennya.
Pada hari Selasa, Presiden Iran Hassan Rouhani dalam pidato peresmian Pabrik Inovasi Azadi –yang mendukung perusahaan-perusahaan baru dan berbasis ilmu pengetahuan di Iran– menyinggung kesepakatan nuklir Iran dengan kekuatan-kekuatan dunia, JCPOA.
Dia mengatakan bahwa dirinya akan segera memberikan perintah untuk melakukan langkah keempat guna mengurangi komitmen Iran dalam perjanjian tersebut.
"Langkah keempat Iran akan dimulai besok (Rabu) ketika gas akan disuntikkan ke sentrifugal baru di instalasi nuklir Fordow," ujarnya
Rouhani menegaskan, jika penandatangan lain JCPOA tidak komitmen melaksanakan kewajiban mereka dalam kesepakatan ini, maka mereka juga tidak bisa mengharapkan Iran untuk memenuhi komitmennya.
Iran secara bertahap telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi komitmennya dalam perjanjian JCPOA setiap dua bulan sejak Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan internasional ini pada 8 Mei 2018 dan juga setelah negara-negara Eropa yang telibat dalam perjanjian tersebut gagal memenuhi kepentingan Iran.
Mengacu pada butir 26 dan 36 dari perjanjian JCPOA, Iran telah mulai mengurangi komitmennya dan telah mengambil tiga langkah sejauh ini.
Sebelumnya, pemerintah Tehran telah memperingatkan bahwa jika pihak lain tidak mengambil tindakan praktis untuk memenuhi kepentingan Iran dalam beberapa hari ke depan, maka langkah keempat Iran akan dilaksanakan.
Hamas Ucapkan Terimakasih atas Dukungan Iran
Seorang pemimpin senior Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) menyalahkan rezim Zionis Israel atas semua konflik di kawasan, dan mengapresiasi dukungan Republik Islam Iran kepada rakyat Palestina dalam menghadapi penjajah
Yahya Sinwar pada hari Senin (4/11/2019) mengucapkan terima kasih kepada Iran karena mendukung Hamas dalam menghadapi rezim Zionis.
"Republik Islam Iran telah mendukung rakyat Palestina, sementara beberapa negara Arab telah meninggalkan Palestina serta beberapa negara lain telah membuat prasyarat untuk penyelesaian konflik Palestina dengan Amerika dan Barat," ujarnya.
Menurut Kelompok Analisis ISW News, Sinwar mengapresiasi dukungan rakyat Palestina dari prinsip-prinsip dan aspirasi mereka
"Dunia harus tahu bahwa 70.000 pemuda dilatih dalam batalyon al-Qassam dan al-Quds dan kelompok perlawanan lainnya di Jalur Gaza," imbuhnya.
Menurut pejabat tinggi Hamas itu, Zionis menjalankan pemerintahan Amerika Serikat. Dia menjelaskan, dalam konferensi Riyadh 2017, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Baitul Maqdis adalah ibu kota rezim Zionis dan ini tanpa penentangan Arab.
Dia juga menyinggung normalisasi hubungan beberapa negara Arab dengan Israel, dan menuturkan, sekarang adalah saatnya untuk mengakhiri perpecahan di antara rakyat Palestina dan memulai dialog di antara kelompok-kelompok Palestina untuk mengakhiri perpecahan ini.
Presiden Iran: Reaktor Fordow akan segera Beraktivitas Penuh
Presiden Republik Islam Iran Hassan Rouhani menyinggung penarikan secara sepihak Amerika Serikat dari perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama) yang disepakati pada tahun 2015.
Dia mengatakan, karena kebijakan AS dan sekutunya ini, instalasi nuklir Fordow akan segera memulai dan melanjutkan aktivitasnya secara penuh.
"Langkah keempat Iran untuk mengurangi komitmennya di bawah perjanjian nuklir JCPOA dengan menyuntikkan gas ke 1044 sentrifugal dimulai hari ini," kata Rouhani dalam sebuah tweet pada hari Rabu (6/11/2019).
Sebuah silinder berisi sekitar 2.000 kg uranium hexafluoride (UF6) telah dipindahkan dari Kompleks Pengayaan Uranium Natanz ke Kompleks Pengayaan Fordow di bawah pengawasan inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Silinder tersebut dipindahkan sesuai dengan perintah Presiden Republik Islam Iran Hassan Rouhani pada hari Rabu.
"Berkat kebijakan AS dan sekutunya, Fordow akan segera kembali beroperasi penuh," imbuh Rouhani dalam tweetnya.
Iran secara bertahap telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi komitmennya dalam perjanjian JCPOA setiap dua bulan sejak AS keluar dari kesepakatan internasional ini pada 8 Mei 2018 dan juga setelah negara-negara Eropa yang telibat dalam perjanjian tersebut gagal memenuhi kepentingan Iran.
Mengacu pada butir 26 dan 36 dari perjanjian JCPOA, Iran telah mulai mengurangi komitmennya dan telah mengambil tiga langkah sejauh ini.
Pemerintah Tehran telah memperingatkan bahwa jika pihak lain dalam perjanjian JCPOA tidak mengambil tindakan praktis untuk memenuhi kepentingan Iran dalam beberapa hari ke depan, maka langkah keempat Iran akan dilaksanakan.
Mulai Selasa Malam, Pemberlakuan Jam Malam di Baghdad Dicabut
Pejabat keamanan Irak memerintahkan untuk mencabut pemberlakuan jam malam di Baghdad meskipun protes anti-pemerintah berlanjut di ibu kota Irak ini.
Komandan Komando Operasi Gabungan di Baghdad Mayor Jenderal Qais al-Mohammadawi pada Selasa (5/11/2019) malam mengatakan, pembatasan jam malam telah dicabut sepenuhnya di Baghdad setelah beberapa hari protes yang telah merenggut nyawa puluhan pengunjuk rasa.
Dia menambahkan, keputusan ini diambil setelah terjalin kerja sama antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan.
Sebelumnya pada hari Selasa, Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengatakan, protes yang terjadi mengungkap masalah yang telah menumpuk setelah invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003.
Dia menuturkan, pemerintah Irak telah meminta pasukan keamanan untuk membedakan antara pengunjuk rasa damai dan mereka yang berusaha untuk menciptakan kekacauan.
Pemerintah Irak pada hari Selasa juga mengumumkan paket kebijakan baru yang akan dilakukan sebagai tanggapan atas protes yang telah melanda seluruh negeri.
Peringatan Kesyahidan Imam Hasan Askari as di Qom
Masyarakat, pelajar agama, ulama dan para Marja' Taklid di kota suci Qom, Republik Islam Iran memperingati kesyahidan Imam Hasan Askari as, cicit Rasulullah Saw.
Acara diisi dengan ceramah, pembacaan ringkasan sejarah dan syair-syair keagungan Ahlul Bait Rasulullah Saw dan doa bersama.
Tanggal 8 Rabiul Awal 260 H, Imam Hasan Askari as gugur syahid di kota Samara, Irak. Beliau lahir di Madinah pada tahun 232 H.
Setelah ayah beliau, Imam Hadi as gugur syahid, Imam Hasan Askari as mengemban tugas untuk melanjutkan tampuk keimamahan Kaum Muslimin.
Periode kepemimpinan Imam Askari asvmerupakan periode yang sangat berat karena kelahiran putra beliau, Imam Mahdi as. Saat itu, kekhalifahan Islam berada di tangan Dinasti Abbasiah yang menunggu dan mengawasi lahirnya calon imam ke-12 Kaum Muslimin ini untuk dibunuh.
Berkat perlindungan Allah Swt, imam terakhir itu hingga kini tetap hidup dan selamat. Namun, Imam Hasan Askari as sendiri akhirnya dibunuh dengan menggunakan racun oleh pemerintah Abbasiah.
Imam Hasan Askari as dikenal berilmu tinggi dan banyak melakukan langkah berpengaruh dalam pengembangan keilmuan Islam.
Di antara hadis beliau berbunyi, "Ada dua fitrah manusia yang terbaik , yaitu iman kepada Tuhan dan berbuat kebaikan kepada saudara. Aku mewasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa dalam beragama, jujur dalam berbicara, dan menunaikan amanah."



























