کمالوندی
Siapa Saja Yang Akan Mewujud Menjadi Semut Kecil Di Hari Mahsyar?
Mereka yang berjalan dengan sombong dan ria di muka bumi ini menunjukan bahwa mereka mempunyai jiwa yang kerdil.
Kadang dalam menyikapi nikmat-nikmat Allah Swt seperti rumah yang luas, kendaraan yang baik, pabrik-pabrik pribadi, perkebunan dan peternakan, mempunyai kecerdasan dan kekuatan hafalan, berhasil lolos di sekolah dan universitas favorit, berhasil mendapatkan ijazah dengan nillai tertinggi, mempunyai badan yang tegap dan kuat, paras yang rupawan, mempunyai orangtua yang berilmu, sayang pada anak-anaknya, mempunyai derajat di sisi masyarakat, mempunyai kedudukan di negara, … bukannya kita tawadhu akan nikmat-nikmat yang telah Allah swt berikan dna bersyukur serta mensucikan-Nya, kita malah sombong dan ria serta membusungkan dada pada oranglain.
Hal ini seperti yang dilakukan oleh Karun di zamannya. Al-Quran menjelaskan kisah Qarun ini bahwa masyarakat menasihati Karun untuk tidak berbuat dosa dan kemungkaran di muka bumi ini menggunakan hartanya. Selain itu mereka juga menasihati padanya bahwa Allah swt telah memberikan harta yang berlimpah untuknya maka dari itu ia juga harus membantu masyarakat yang membutuhkan. Bukannya bertaubat, Karun malah berkata kasar pada mereka.
Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. (Surah Qasas, ayat 78)
Karun menyangkal tentang hartanya itu bukan datang dari Allah swt namun dihasilkan dari ilmu yang ia miliki. Dan akhirnya Karun dicatat dalam sejarah bahwa ia mendapatkan azab dari Allah swt.
Mereka yang sombong dan ria menunjukan bahwa kekerdilan ruh mereka. Sebabnya jika mereka mempunyai ruh yang tinggi dan iman yang kuat, mereka akan mengetahui bahwasanya segala apa yang mereka punya itu datang dari Allah swt dan bukan datang dari dirinya sendiri.
Maka dari itu orang-orang ‘kerdil’ jiwanya seperti ini selain mereka itu kecil dan hina di dunia maka mereka pun akan mewujud menjadi makhluk kecil di akhirat kelak seperti ‘semut’ yang akan diinjak-injak oleh yang lainnya dan mereka akan sampai pada kehinaan karena amal mereka di Hari Mahsyar.
Kisah Abu Nawas; Menolak Hadiah
Kisah Abu Nawas; Dunia ini adalah tempat persinggahan yang sementara. Mempunyai harta banyak tidak di larang dalam agama Islam. Namun mencintai harta dan melupakan Tuhan lah yang sangat hina dalam agama Islam.
Suatu ketika Abu Nawas dipanggil oleh Raja Harun Al Rasyid di istana kerajaan dan terjadilah percakapan di antara keduanya.
Rupanya kali ini Abu Nawas sedang memperingatkan rajanya perihal harta dunia yang tidak akan dibawa mati ke kuburan karena Abu Nawas mengetahui jika baginda ingin menjadikan ia sebagai saudara dengan memberikan banyak hadiah dan fasilitas kepada Abu Nawas.
Baca juga: Rahasia Alam Semesta; Delapan Jenis Kunci Surga
Sesampainya di istana kerajaan, Abu Nawas dengan santainya langsung menegur baginda raja tanpa basa-basi terlebih dahulu.
“Wahai Amirul Mukminin, bagaimana nanti jika Allah swt menghadapkan Anda di hadapan-Nya, lalu meminta pertanggungjawaban Anda tentang lalat hitam, burung kenari dan kulit ari.” Kata Abu Nawas kepada Raja Harun.
Begitu mendengar penuturan Abu Nawas yang tiba-tiba itu, menyebabkan Raja Harun Al Rasyid sedih, sehingga menangis tersedu-sedu. Melihat rajanya bersedih, salah seorang kepala pengawal segera bertindak dengan memarahi Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, engkau diamlah, engkau telah menyakiti hati sang Raja!” Bentak kepala pengawal kerajaan kepada Abu Nawas.
“Biarkan dia!” Kata Raja Harun.
“Sebenarnya yang merusak dan menyakiti itu Anda”, kata Abu Nawas dengan berani.
“Begini Abu Nawas, saya ingin mengikat tali persaudaraan denganmu dengan pemberian fasilitas dan hadiah-hadiah.” Kata Raja Harun Al Rasyid.
“Kembalikan saja semua harta ketempat semula yang hendak paduka berikan kepada hamba”, jawab Abu Nawas.
“Lalu bagaimana dengan kebutuhanmu?” Tanya Raja Harun.
“Aku ingin Anda tidak melihatku dan akupun tidak melihat paduka. Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, Aiman bin Nail dari Qudamah bin Abdullah al-Kalaby pernah berkata, Aku telah melihat Rasululah SAW melempar jumrah Aqabah di atas ontanya yang kemerah-merahan, tanpa ada pukulan dan tidak pula dengan pengusiran.” Jawab Abu Nawas.
Setelah berkata demikian, Abu Nawas pun segera meninggalkan istana.
Wahai pembaca yang budiman! Dunia ini adalah tempat persinggahan yang sementara. Mempunyai harta banyak tidak di larang dalam agama Islam. Namun mencintai harta dan melupakan Tuhan lah yang sangat hina dalam agama Islam. Jika kita mempunyai harta yang banyak, jangan lupa untuk menyisihkan dan membelanjakan harta kita di jalan Islam seperti halnya yang dilakukan oleh Bunda Siti Khadijah.
Kisah Abu Nawas; Tuhan Tidak Beranak
Kisah Abu Nawas; Suatu hari ketika berada di pasar bersama para temannya, Abu Nawas tiba-tiba berkata,
“Kawan-kawan, hari ini saya menjadi orang yang paling kaya, bahkan lebih kaya daripada Allah swt ” Ujar Abu Nawas.
kata-kata Abu Nawas tersebut dipandang sangat aneh oleh teman-temannya dan membuat kegaduhan di pasar, orang-orang sekitar mulai membicarakan sikap Abu Nawas ini, karena selama ini dia dianggap orang yang alim dan taqwa meski suka jenaka. Kata-kata Abu Nawas tersebut sampai ke istana. Baginda memerintahkan pengawal kerajaan untuk segera menangkap dan membawa Abu Nawas kehadapannya, menanyai pertanggungjawaban Abu Nawas.
Sesampai di istana, baginda raja bertanya,
“Hai Abu Nawas, benarkah engkau berkata seperti yang dibicarakan orang-orang?” Tanya Raja.
“Benar, Baginda?” Jawab Abu Nawas.
“Mengapa kau berkata begitu, apa engkau sudah kafir?” Tanya baginda lagi.
“Ampun baginda, jangan marah dahulu dengarkan penjelasan hamba!” Kata Abu Nawas menenangkan suasana.
“Apa yang telah engkau dakwahkan disana? Mengapa engkau menyebut jika engkau lebih kaya dari Allah swt yang maha kaya?” Tanya baginda.
“Saya lebih kaya daripada Allah SWT karena saya mempunyai anak, sedangkan Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” Jawab Abu Nawas.
“Itu memang benar, tetapi apa maksudmu berkata begitu di tengah pasar sehingga membuat kegaduhan?” Tanya baginda tidak habis pikir.
Dengan santai Abu Nawas menjawab,
“Hanya untuk ditangkap dan dihadapkan pada baginda yang mulia.”
“Apa perlunya kamu menghadapku?”
“Agar memperoleh hadiah dari Khalifah.” Jawab Abu Nawas tegas.
“Dasar kamu!” Komentar baginda. Kemudian memerintahkan Abu Nawas untuk meninggalkan istana dan juga tidak lupa diberikan hadiah.
Percakapan Malaikat Tentang Manusia
Manusia harus mengetahui alasana kenapa mereka diciptakan sehingga mereka bisa menentukan jalan hidup mereka dan apa saja yang akan mereka lakukan di dunia ini.
Halaman NuOnline mengabarkan dalam kitab Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû li ‘Allâm al-Ghuyûb, Sayyid Abdul Aziz al-Darani (w. 697 H) mencatat sebuah riwayat yang mengisahkan dialog dua malaikat. Diceritakan oleh Sayyid Abdul Aziz al-Darani:
أنّ ملكين من السماء كل يوم يقول احدهما: يا ليت الخلق لم يخلقوا, ويقول الآخر: ليتهم إذا خلقوا علموا لماذا خلقوا, ويقول الأول: ليتهم إذا علموا لماذا خلقوا عملوا بما علموا, ويقول الآخر: ليتهم إذا لم يعلموا تابوا مما عملوا, ويقال: العمر بضاعة والرابح من صرفه في الطاعة
Sesungguhnya dua malaikat dari langit setiap hari (turun). Salah satu dari dua malaikat tersebut berkata: “Alangkah baiknya kiranya manusia tidak diciptakan!”
Baca juga: Kisah Abu Nawas; Tuhan Tidak Beranak
Berkata malaikat yang lain: “Alangkah baiknya, andai mereka tahu kenapa mereka diciptakan!”
Berkata malaikat yang pertama: “Sekiranya mereka tahu kenapa mereka diciptakan, tentu mereka akan beramal saleh dengan pengetahuannya.”
Berkata lagi malaikat lainnya: “Kiranya mereka belum beramal saleh, mereka (harus) bertobat dari apa yang telah mereka lakukan.”
Dikabarkan bahwa “umur adalah barang dagangan. Orang yang memperoleh laba adalah orang yang membelanjakannya dalam ketaatan.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003, h. 146)
Sejarah Nabi; Petik Hikmah dari Kisah Harits bin Malik
Suatu hari Nabi saw bertemu dengan Harits bin Malik bin N’uman yang mana ia adalah seorang muslim dari Madinah, dan bertanya padanya, “Bagaimana keadaanmu?”
“Wahai Rasulullah! Aku adalah seorang mukmin yang hakiki.” Jawab Harits.
“Segala sesuatu itu mempunyai hakikat. Hakikat seperti apa yang kau miliki?” tanya Nabi kembali.
Harits berkata, “Wahai Rasulullah! Aku tidak mempunyai ambisi lagi terhadap dunia. Aku hidupkan malamku untuk beribadah dan di hari yang panas, (dikarenakan berpuasa) aku bersabar menahan rasa haus. Seakan-akan aku melihat Arsy Allah swt telah disiapkan untuk menghisab amal-amal manusia di hari kiamat.
Baca juga: Kisah Abu Nawas; Tuhan Tidak Beranak
Juga seakan-akan aku melihat Ahli Surga yang saling sapa antara satu dengan yang lainnya dan seakan-akan aku mendengar jeritan para Penghuni Neraka yang sedang menerima azab.”
Rasulullah saw bersabda, “Ini adalah seorang hamba yang Allah telah berikan cahaya ke dalam hatinya.” Setelah itu beliau kembali bersabda, “Engkau telah mendapatkan bashirat, tetaplah dan kuatlah dalam keadaan seperti itu!”
“Wahai Rasulullah! Doakan aku supaya Allah swt menuliskan kesyahidan untukku dalam kitab-Nya.” Pinta Harits.
Nabi saw bersabda, “Allahummarzuq Haritsa assyahadah! Ya Allah berikanlah kesyahidan pada Harits.”
Beberapa hari setelah itu, Nabi saw mengirim Harits ke medan perang beserta pasukan untuk berperang dengan musuh. Harits berhasil mengirim musuh ke Neraka sebanyak sembilan atau sepuluh orang, setelah itu ia pun syahid.
Adapun hikmah yang penulis petik dari kisah Harits ini adalah ketika Allah swt telah memberikan cahaya pada hati seorang hamba-Nya maka seorang hamba tersebut akan mendapatkan sebuah pengalaman spiritual yang tidak pernah dirasakan sebelumnya yang akan membawanya pada kebahagiaan hakiki.
Seperti Harits yang pada waktu itu menjadi seorang hamba yang hanya melihat keridhaan Allah dan akhirat dalam setiap perkara sehingga tidak ada kecenderungan lagi pada dunia serta bisa menyaksikan para penduduk surga dan neraka.
Cerpen Hikmah; Jangan Pelit
Cerpen; Hari itu adalah hari minggu. Langit biru, angin sepoi-sepoi, dan cuaca begitu cerah seperti hari-hari di desa Mekar Manik Bandung biasanya. Anak-anak Arcamanik pun, laki-laki dan perempuan, pergi ke lapangan Sekolah Dasar Arcamanik II. Mereka berkumpul ada yang dari Pangeteran, Pamoyanan, Cilaja, namun kebanyakannya anak-anak dari Arcamanik rt04. Hari itu Asep dan Udin pun pergi ke sana untuk bermain bola dengan teman-temannya.
“Din oper kesini bolanya!” pinta Asep. Namun sayangnya ketika Udin mengoper bola, tim lawan menahan dengan kaki kirinya dan mengopernya ke si Oceng, anak dari Pamoyanan yang lincah ketika mengiring bola, sekilas mirip Messi sehingga ia menerobos masuk dalam barisan tim Arcamanik dan akhirnya..
“Gol….” Sorak sorai tim Pamoyanan.
Permainan pun selesai dan akhirnya tim Pamoyanan memenangkan permainan hari ini dengan skor 4-3 untuk Pamoyanan vs Arcamanik rt04.
“Uang saya kemana?” kata Asep sambil meraba-raba saku celananya.
“Lupa kali, tadi uangnya kamu simpan di kamar.” Udin menenangkan.
“Iya kali..”
“terus kumaha, saya haus ini. Ingin beli es cingcau nya ke warung Bi Edoh” Asep merengek.
“Harap tenang dan jangan khawatir, kan ada Si Udin” kata Udin sambil menepuk dada.
“Emang punya duit, Din? biasana mah kan kantong kamu kering” tanya Asep.
“Iyalah. Tadi malam Babeh baru pulang terus karena ulangan matematika saya bagus, dikasih uang jajan hari minggunya jadi lebih” kata Udin cengengesan.
Akhirnya mereka pun pergi ke warung Bi Edoh di belakang lapangan sekolah sekitar 200 meter dekat pohon beringin.
“Anak-anak jangan lupa surah Al-Kautsarnya dihafalkan ya. Besok ditalar kedepan saurang-saurang” kata Pak Ustadz Ujang menutup pengajian.
Ketika yang lain sudah pulang. Asep dan Udin menghampiri Pak Ustad Ujang.
“Pak ustadz, hari ini Udin beliin Asep es cingcau di warung Bi Edoh” kata Asep.
“Masa ? betul Din, kamu beliin Asep es cingcau?” tanya Ustadz Ujang.
“Iya dong Pak. Kan Udin mah gak pelit” sekali lagi Udin menepuk-nepuk dadanya.
“Alhamdulillah. InshaAllah engke kamu teh bakal menjadi orang yang mulia” kata Ustadz.
“ko bisa Ustadz?” tanya Asep
“Karena ada seorang Wali Allah berkata bahwasanya Siapasaja yang tidak pelit maka ia akan menjadi mulia. Ketika kita menjauhi sifat pelit dengan berbagi semampunya kepada keluarga, tetangga, teman, dan sahabat maka mereka akan menjadi orang mulia dan mereka akan mencintai kita. Maka dari itu jangan pelit ya!” Jelas Pak Ujang.
“Oh kalau begitu, besok-besok Asep kalau punya rezeki lebih, InshaAllah akan berbagi dengan yang lain.” kata Asep sembari mencium tangan Pak Ujang lalu meminta izin untuk pulang.
“Siapasaja yang tidak pelit maka ia akan menjadi mulia”
Amalan Yang Mampu Membersihkan Dosa Menurut Rasulullah Saw
Sayidina Ali bin Abi Thalib as pernah berkata, “Aku mendengar dari kekasihku, Rasulullah saw, bersabda bahwa ayat ini adalah ayat yang paling memberikan kita harapan.”
“Dan laksanakanlalah salat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat Allah.” (Q.S Hud ayat 114)
Setelah itu Rasul saw melanjutkan, ‘Wahai Ali! Aku bersumpah kepada Allah yang telah mengutusku sebagai pemberi kabar gembira kepada manusia bahwa ketika seorang manusia mengambil air untuk berwudhu, dosa-dosanya akan berguguran, ketika ia menghadap ke kiblat, maka ia bersih (dari dosa) dan tatkala ia mendirikan salat wajib harian maka ia seperti orang yang membersihkan dirinya dengan menggunakan air sungai di depan rumahnya sebanyak lima kali.’
Relasi Antara Akal, Rasa Malu, Dan Agama
Allah swt memerintah Malaikat Jibril as untuk menghampiri Nabi Adam as.
“Wahai Adam! Allah mengutusku kepadamu untuk menawarkan tiga hal yang mana kamu hanya bisa memilih satu.” Kata Jibril.
“Apa tiga hal itu?” Tanya Adam.
Jibril berkata, “Akal, rasa malu, dan agama.”
“Dari tiga hal yang engkau tawarkan padaku, aku pilih akal.” Pinta Adam.
Setelah itu Jibril as berkata pada rasa malu dan agama, “Kamu berdua pergi dari sini karena Adam tidak memilihmu.”
Namun rasa malu dan agama berkata pada Jibril, “Wahai Jibril! Kami telah diutus untuk selalu bersama akal dan tidak memisahkan diri dengan akal.”
Jibril berkata, “Kalian lebih mengetahui.” Lalu Jibril pun pergi dari sisi Nabi Adam as.
Dari riwayat di atas, kita akan mengetahui bahwasanya terdapat hubungan erat antara akal, rasa malu, dan agama. Ketika seseorang mempunyai akal dan ia menjelma dalam dirinya dan kesehariannya maka rasa malu dan agama pun akan selalu bersama dirinya. Dalam kata lain, rasa malu dan agama akan tumbuh dalam kepribadiannya.
Rahasia Shalawat Pada Baginda Nabi Muhammad Saw
Seorang laki-laki datang menghampiri Rasulullah saw kemudian ia berkata:
“Seper tiga shalawatku, aku berikan untukmu. Tidak hanya itu, setengah dari shalawatku, akanku berikan untukmu. Lebih dari itu, seluruh shalawatku, aku persembahkan untukmu.”
Rasulullah saw bersabda, “Jikalau begitu kebutuhan dunia dan akhiratmu telah terjamin.”
Abu Bashir bertanya, “Apa maksud dari kalimat ‘seluruh shalawatku, aku berikan untukmu’?”
“Yakni sebelum kamu berdoa pada Allah swt, engkau memulainya dengan bershalawat atas nabi. Serta sama sekali kamu tidak memohon apapun kepada Allah kecuali kamu harus bershalawat sebelumnya lalu setelah itu meminta sesuatu dari Allah.”
Suatu hari ketika Baginda Nabi Muhammad saw sedang berada dalam sebuah masjid, masuklah seorang pria kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat. Setelah itu ia mengangkat ke dua tangannya dan berdoa.
Melihat peristiwa ini Baginda Nabi bersabda, “Pria ini begitu tergesa-gesa dalam berdoa.” (Yakni ia tidak memuja-muji Allah swt terlebih dahulu sebelum berdoa).
Setelah itu seorang pria lain masuk ke dalam masjid kemudian shalat. Lalu ia memuja-muji Allah swt kemudian ia bershalawat kepada Baginda Nabi juga pada keluarga beliau dan setelah itu ia berdoa.
Baginda Nabi Muhammad saw menerima cara pria tersebut ketika ia berdoa dan bersabda kepadanya, “Berdoalah! Niscaya doa-doa mu akan dikabulkan”.
Baca juga: Rahasia Shalawat Pada Baginda Nabi Muhammad saw
Dari riwayat di atas kita belajar bahwa salah satu adab-adaban ketika berdoa adalah sebelum berdoa, semestinya kita memuja-muji Allah swt dan bersholawat kepada baginda Nabi Muhammad saw beserta keluarganya terlebih dahulu. Dan patut diketahui bahwa jika hal demikian telah kita lakukan, inshaAllah Allah akan mengabulkan doa-doa yang kita panjatkan.
Inilah Rahasia Masuk Surga Dengan Amal Sedikit
Seorang murid berkata bahwa suatu hari aku bersama dengan Cucunda Baginda Nabi saw, Sayidina Jafar ra, lalu pembahasan kami sampai pada permasalahan amal.
“Amalku begitu sedikit!” keluhku.
Beliau menjawab, “Tenanglah! Mohonlah ampunan kepada Allah swt. Ketahuilah bahwasanya amal sedikit disertai takwa itu lebih baik dari pada amal banyak tanpa takwa.”
“Bagaimana bisa banyak beramal namun tidak bertakwa?” tanyaku.
“Bisa! Ia memberikan makan pada orang-orang, beramah-tamah pada tetangganya, dan pintu rumahnya selalu terbuka untuk orang-orang. Namun di saat yang sama, ketika kesempatan untuk melakukan perbuatan haram tersedia, ia lakukan perbuatan haram tersebut. Ini adalah amal tanpa takwa.”
“Akan tetapi jika ada kesempatan untuk berbuat haram namun ia menjauhinya, walaupun sejatinya ia tidak mempunyai amal yang banyak maka yang kedua itu lebih baik.” Lanjutnya.
Dari penjelasan di atas, kita bisa mengambil hikmah bahwa kita bisa mendapatkan surga dan kebahagiaan di akhirat walaupun sejatinya amal kita begitu sedikit. Dengan syarat bahwa amal sedikit kita disertai dengan takwa. Yaitu apabila kesempatan untuk berbuat haram tersedia, maka kita harus menjauhinya.



























