کمالوندی

کمالوندی

Dalam sidang tahunan Dewan Uni Eropa dan rezim Zionis Israel yang digelar pada Selasa (24/7) di Brussels, organisasi ini tidak bersedia memasukkan gerakan Muqawama Islam Lebanon (Hizbullah) dalam daftar organisasi teroris.

Avigdor Lieberman, Menteri Luar Negeri Rezim Zionis dalam pertemuan tersebut menuntut Uni Eropa untuk mem-blacklist Hizbullah dan memasukkannya dalam daftar organisasi teroris seperti yang dilakukan Amerika Serikat.

Lieberman mengklaim bahwa Israel memiliki bukti kuat atas keterlibatan Hizbullah dalam pemboman di sebuah bus yang mengangkut turis Israel di Bulgaria pekan lalu sehingga Tel Aviv mendesak Uni Eropa untuk memasukkan kelompok Muqawama itu dalam daftar hitam kelompok teroris.

Setiap terjadi ledakan atau peristiwa serupa, Barat selalu menuduh pelakunya adalah umat Islam tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Rupanya tindakan itu telah ditiru oleh Israel dimana setiap ancaman terhadap kepentingan rezim Zionis maka Tel Aviv langsung menuduh kelompok Muqawama seperti Hizbullah dan Hamas serta negara-negara seperti Iran dan Suriah sebagai dalangnya.

Menteri luar negeri negara-negara anggota Uni Eropa dalam sidang di Brussels tidak mencapai kesepakatan untuk memenuhi tuntutan rezim Zionis. Negara-negara Barat memiliki pendapat berbeda-beda tentang Hizbullah. Inggris hanya menganggap Hizbullah ilegal jika berada di negara itu sementara Belanda secara umum hanya menyatakan bahwa Hizbullah adalah kelompok ilegal.

Beragamnya penilaian terhadap Hizbullah menyebabkan perbedaan sikap terhadap kelompok Muqawama ini. Erato Kazakou Marcoullis, Menteri Luar Negeri Siprus yang memimpin sidang di Brussels mengatakan, Hizbullah adalah sebuah kelompok yang terorganisir dari partai politik, lembaga layanan sosial, dan juga sayap militer. Oleh karena itu, kelompok ini tidak dapat dianggap sebagai kelompok yang hanya berkecimpung di bidang militer.

Marcoullis yang negaranya menjadi pemimpin bergilir Uni Eropa, mengatakan, sejumlah anggota Uni Eropa menentang jika Hizbullah dimasukkan dalam daftar kelompok teroris mengingat gerakan ini memiliki peran aktif di sektor politik. Selain itu, mereka juga memiliki berbagai alasan lain untuk menolak tuntutan Israel itu.

Rezim Zionis berulangkali mengabaikan tuntutan Uni Eropa untuk menghentikan pembangunan distrik Zionis di tanah-tanah pendudukan. Oleh karena itu, penolakan tuntutan Zionis terkait Hizbullah dapat dianggap sebagai tekanan Eropa terhadap Israel supaya tindakan Tel Aviv terkoordinasi dengan kebijakan Uni Eropa di Timur Tengah.

Meski Uni Eropa menolak tuntutan rezim Zionis, namun sidang Dewan Uni Eropa dan Israel terkait kerjasama kedua belah pihak di berbagai bidang sangat memuaskan Tel Aviv.

Dalam pertemuan tersebut dicapai berbagai kesepakatan yang menguntungkan Israel diantaranya; disahkannya kerjasama sembilan lembaga Uni Eropa dengan Israel termasuk pasukan polisi gabungan antara kedua belah pihak, dan yang terpenting adalah kesepakatan diperluasnya hubungan ekonomi kedua belah pihak dimana 60 persen perdagangan luar rezim Zionis dilakukan dengan Eropa.

Meski telah dicapai berbagai kesepakatan ekonomi di sidang Brussels, namun untuk merealisasikan keputusan tersebut Uni Eropa menghadapi beberapa masalah khususnya kesepakatan terkait pembelian produk-produk industri Israel. Sebab Uni Eropa sebenarnya hanya mengakui tanah pendudukan Israel hingga tahun 1967 sebagai wilayah teritorialnya dan jika produk-produk Israel dikirim dari wilayah-wilayah pendudukan pasca tahun 1967, maka hal itu dianggap ilegal oleh Eropa. (IRIB Indonesia/RA/NA)

 

Kamis, 26 Juli 2012 11:55

Kemampuan Iran dan Sanksi Barat

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyatakan bahwa tekanan asing tidak akan mengubah perhitungan Iran dan fakta bahwa Barat sedang menghadapi krisis serius. Ayatullah Khamenei mengemukakan pernyataan itu Selasa malam (25/7) dalam pertemuan dengan para pejabat tinggi negara di Tehran.

Rahbar mengatakan bahwa bangsa Iran tidak akan menyerah pada tekanan Barat dan bahwa sanksi rekayasa AS anti-Iran hanya akan membuat para pejabat Iran lebih bertekad untuk memperjuangkan hak-hak bangsa. "Mereka (musuh-musuh Iran) secara eksplisit mengatakan bahwa dengan meningkatkan tekanan dan sanksi, mereka berusaha memaksa para pejabat Iran untuk mempertimbangkan kembali perhitungan mereka. Namun pada kenyataannya, kami tidak akan mempertimbangkan kembali perhitungan kami, dan kami akan terus melangkah lebih kokoh," kata Rahbar seraya menekankan bahwa Iran akan melawan tekanan ekonomi Barat.

Beliau kembali menjelaskan bahwa Amerika Serikat dan sekutunya mencoba untuk menekan Iran atas program energi nuklirnya dan isu hak asasi manusia, akan tetapi sebenarnya mereka bermasalah dengan pemerintahan Islam. "Permusuhan pemerintah-pemerintah arogan ini terhadap Republik Islam bersumber dari penentangan mereka terhadap prinsip pemerintahan Islam, namun mereka berusaha menjustifikasi permusuhan mereka terhadap bangsa Iran dengan dalih program energi nuklir serta isu hak asasi manusia."

Dewasa ini mengingat biaya besar bagi agresi militer, perang lunak dan ekonomi menjadi pilihan utama kekuatan imperialis dunia. Salah satunya adalah strategi sanksi ekonomi. Dalam hal ini sanksi ekonomi Barat terhadap Iran selama tiga dekade lalu membuktikan hal ini.

Menurut Rahbar pengecualian 20 negara dari sanksi anti minyak Iran oleh Amerika Serikat dan upaya sejumlah negara Barat untuk menghapus sanksi mengindikasikan bahwa strategi ini telah usang dan tidak efektif lagi. Selama tiga dekade ini, bangsa Iran yang dijatuhi sanksi sepihak Barat malah mampu memanfaatkannya sebagai peluang untuk menggapai kemajuan di berbagai bidang.

Barat dalam menjalankan strateginya terhadap Iran telah mengalami kekeliruan besar. Iran adalah sebuah negara dengan sumber energi besar. Hal ini masih ditunjang dengan kekuatan ekonomi, pertahanan dan politik. Kemampuan ini membuat Iran masih dapat berdiri tegar menghadapi konspirasi Barat meski dijatuhi beragam sanksi sepihak.

Di bagian lain Rahbar menyinggung kegagalan AS dalam perang di Irak dan Afghanistan, serta krisis finansial yang sedang melanda Barat. Menurut beliau, nasib AS di Irak, kendala tak berkesudahan AS di Afghanistan, dan kegagalan politik AS di Timur Tengah adalah contoh tipikal kelemahan yang dihadapi musuh.

Beliau juga menyinggung krisis yang kini tengah melanda Eropa. Rahbar menegaskan,"Krisis ekonomi serius di Eropa dan zona euro, instabilitas di sejumlah negara Eropa, dan runtuhnya beberapa pemerintah Eropa, serta defisit anggaran yang tinggi dan kebangkitan gerakan persen 99 di AS, adalah peristiwa-peristiwa penting yang tidak boleh diabaikan." (IRIB Indonesia/MF/NA

Kamis, 26 Juli 2012 11:52

Detik-detik Keintiman dengan Tuhan

Kitab suci al-Quran sebagai mukjizat abadi Rasulullah Saw, mengandung nilai-nilai pendidikan yang luhur untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia. Kitab petunjuk ini mencakup dimensi kehidupan material dan spiritual manusia. Al-Quran mempersembahkan puncak pengetahuan dalam bidang antropologi, sosiologi, sejarah bangsa-bangsa, dan seluruh disiplin ilmu pengetahuan. Setiap individu akan memperoleh manfaat sebatas pemahaman dan kapasitasnya dari sumber yang tak terbatas ini. Kitab suci ini juga tidak ada tandingannya dari segi sastra, keindahan, dan bentuk penggunaan kata, kalimat, dan susunan jumlah. Meskipun al-Quran diturunkan selama 23 tahun, namun keselarasan dan keterikatan makna antara kalimat dan ayat-ayatnya tetap terjaga.

Salah satu ibadah yang sering disinggung oleh ayat-ayat al-Quran adalah masalah shalat. Ibadah ini bahkan telah ada sejak masa diturunkannya al-Quran dan mengarah pada bentuk tertentu dari kegiatan ritual. Sebagian kaum musyrik Arab melaksanakan ritual tertentu di depan kabah yang disebut shalat. Namun, shalat mereka tentu saja sangat jauh berbeda dengan shalat dalam ajaran Islam dari segi pengertian dan tata cara pelaksanaannya. Pada dasarnya, Arab Jahiliyah pada masa permulaan Islam mengenal shalat sebagai sebuah ritual spesifik. Oleh karena itu, mereka tidak heran ketika mendengar ayat-ayat al-Quran yang menyerukan shalat, hanya bentuk dan tata caranya saja yang terbilang baru dan asing bagi mereka.

Afif Kindi mengatakan;"Aku adalah seorang pedagang yang berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji, dan aku pergi menemui sahabat lamaku, Abbas ibn Abdul Mutthalib untuk membeli barang dagangan darinya. Suatu hari aku bersama Abbas duduk di Masjidil Haram, tiba-tiba aku melihat seorang laki-laki menuju Kabah untuk mendirikan shalat, kemudian aku menyaksikan seorang remaja datang berdiri di sampingnya. Setelah kedua orang tadi, aku juga melihat seorang perempuan datang dan berdiri di belakang mereka. Kemudian aku menyaksikan laki-laki tadi melakukan ruku yang diikuti oleh kedua orang di belakangnya. Lalu ia melakukan sujud yang juga diikuti oleh mereka berdua. Kemudian aku bertanya kepada Abbas; agama apakah itu? Abbas menjawab; itu adalah agama Muhammad ibn Abdullah, keponakanku dan ia meyakini telah ditunjuk oleh Tuhan sebagai utusan-Nya. Sementara remaja itu adalah Ali ibn Abi Thalib, keponakanku juga dan perempuan di belakangnya adalah istri Muhammad."

Kata shalat dalam al-Quran memiliki sisi keagungan, kesakralan, dan kedalaman khusus. Kata ini dengan berbagai bentuknya punya hubungan makna dengan kebanyakan kata-kata lain dalam al-Quran, seperti kata-kata doa, zikir, dan tasbih.

Doa secara etimologi berarti memohon dan meminta kebutuhan. Salah satu arti kata shalat dalam bahasa Arab adalah doa, karena shalat sendiri mengandung unsur memohon dan menyeru Sang Pencipta. Sebagaimana dalam berbagai ayat al-Quran, doa digolongkan sebagai sebuah bentuk ibadah. Imam Jakfar Shadiq as dengan mengutip surat al-Ghafir ayat 60 – "Dan Tuhanmu berfirman, berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan" – menyebut doa sebagai sebuah bentuk ibadah. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa shalat adalah sebuah gerakan menuju Tuhan dan menanjak menghadap Allah Swt, sementara doa adalah sebuah gerakan dua arah, Tuhan berjanji akan mengabulkan doa para pemohon ketika mereka menyeru-Nya. Oleh karena itu, siapa saja yang menyeru dengan penuh keikhlasan, maka Tuhan pasti akan mengabulkan permintaannya.

Tujuan mendirikan shalat adalah untuk mengingat Allah Swt, sementara mengingat itu sendiri adalah ruh dan hakikat shalat. Zikir berarti mengingat sesuatu dalam pikiran, hati atau lisan setelah kealpaan dan kelalaian. Kata zikir dalam al-Quran digunakan lebih dari 70 kali untuk berbagai tema dan dalam arti yang berbeda pula. Salah satu keuntungan mewajibkan shalat lima waktu adalah untuk mengingatkan manusia dari kelalaian dan kesibukan dalam menghadapi berbagai problema kehidupan dunia. Allah Swt dalam sebuah hadis Qudsi berfirman: "Wahai anak Adam! Ingatlah Aku dalam hatimu, sehingga Aku selalu mengingatmu. Ingatlah Aku dalam kesendirianmu, sehingga Aku pun mengingatmu. Ingatlah Aku ketika berkumpul dengan orang lain, sehingga Aku mengingatmu lebih baik daripada kamu mengingat-Ku."

Tasbih juga termasuk kata yang memiliki hubungan makna dengan kata shalat. Tasbih berasal dari kata sabaha, yang artinya menjauh. Bertasbih dalam pengertian syariat artinya menjauhkan Allah Swt dari segala sifat kekurangan dan keburukan. Sekelompok sahabat menafsirkan beberapa ayat tasbih dengan shalat. Sebagai contoh, seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah engkau menemukan shalat lima waktu dalam al-Quran? Ibnu Abbas menjawab: "Iya aku menemukannya." Lalu ia membaca ayat 17 dan 18 surat ar-Ruum "Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh. Dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu Zuhur."

Setelah membacakan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan, "Bertasbih di permulaan malam mengisyaratkan pada shalat magrib dan isya, bertasbih pada subuh hari menyinggung shalat subuh dan bertasbih di waktu petang, mengisyaratkan pada shalat asar, serta bertasbih pada waktu zuhur, menjelaskan kewajiban shalat zuhur." Pakar bahasa dari Mesir, Ibnu Manzur meyakini bahwa shalat disebut tasbih karena di dalamnya ada pengagungan dan penyucian Tuhan dari segala keburukan.

Masjid adalah kata lain yang memiliki hubungan makna dengan shalat. Masjid dalam al-Quran adalah tempat untuk berzikir kepada Tuhan dan bersujud di hadapan-Nya. Objek-objek untuk bersujud yang bersentuhan dengan tanah juga disebutmasjid. Imam Ali Zainal Abidin as berkata: "Maksud dari tempat sujud (masjid) tujuh anggota badan adalah sujud di dalam shalat." Ketujuh anggota itu adalah dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ibu jari. Dalam beberapa ayat, kata masjid mengisyaratkan shalat itu sendiri. Seperti dalam surat al-Araf ayat 31, Allah Swt berfirman: "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. . . " Ayat ini memerintahkan untuk mempercantik penampilan ketika menunaikan shalat. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Imam Hasan as senantiasa memakai pakaian yang paling indah ketika ingin melaksanakan shalat dan berkata: "Tuhan adalah Maha Indah dan Dia mencintai keindahan. Aku menghias diri untuk Tuhanku."

Menurut syariat Islam, shalat memiliki rukun-rukun yang jika ditinggalkan salah satunya, maka batal shalat yang dilakukan seperti, ruku dan sujud. Dalam beberapa ayat al-Quran, ruku dan sujud digunakan untuk mengisyaratkan shalat. Ruku berarti membungkukkan badan yang dibarengi dengan semangat penghambaan dan ketertundukan. Dalam kamus agama, ruku termasuk salah satu rukun shalat. Allah Swt dalam surat al-Fath ayat 29 berfirman: "...kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya." Atau dalam surat Ali Imran ayat 43, Allah berfirman: "Wahai Maryam, taatlah kamu kepada Tuhanmu, bersujudlah, dan rukulah bersama orang-orang yang ruku." Pada dasarnya, perintah untuk ruku dalam ayat tersebut adalah perintah untuk melaksanakan ibadah seperti shalat.

Dalam beberapa ayat al-Quran, sujud sama halnya sepertiruku juga disebut sebagai shalat itu sendiri, seperti dalam surat Qaaf ayat 40, Allah Swt berfirman: "Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang." Dengan merujuk pada ayat-ayat al-Quran tentang ruku dan sujud, kita bisa memahami betapa pentingnya mengulangi kedua perbuatan ini dalam shalat. Ruh shalat terletak pada ketundukan dan kekusyukan seorang hamba di hadapan Tuhannya.

Shalat adalah sarana menuju kesempurnaan dan kebahagiaan manusia. Perintah Tuhan untuk mendirikan shalat adalah bentuk kasih sayang dan rahmat-Nya untuk mencapai kesempurnaan insani. (IRIB Indonesia/RM/NA)

 

Wakil Sekretaris DewanTinggi Keamanan Nasional Iran (SNSC) memuji hasil pembicaraan dengan Deputi Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton di Istanbul Turki.

Ali Baqeri menyebut negosiasi dengan Helga Schmid yang diselenggarakan pada Selasa (24/7) positif dan sesuai dengan kesepakatan dan negosiasi di Moskow.

Ia juga menyinggung pembicaraan antara Iran dan Kelompok 5+1 (Inggris, Cina, Perancis, Rusia, Amerika Serikat ditambah Jerman) di Moskow, ibukota Rusia, pada bulan Juni.

"Dalam negosiasi di Moskow, disepakati bahwa pertemuan tingkat ahli akan digelar. Pertemuan tersebut diadakan pada tanggal 3 Juli yang merupakan pertemuan yang positif dan baik serta kedua belah pihak menegaskan hal ini, " imbuhnya.

Lebih lanjut Baqeri mengatakan, perundingan tingkat wakil pada Selasa diagendakan untuk membuka jalan bagi pembicaraan mendatang antara Ashton dan Sekretaris SNSC Saeed Jalili.

"Selama negosiasi kemarin dengan Schmid, kami berhasil untuk bergerak maju dalam kerangka kerja yang baik dan mencapai kesepakatan untuk melanjutkan tugasdan pembicaraan di masa depan," katanya. (IRIB Indonsia/RA)

Kamis, 26 Juli 2012 11:42

Mesir Akan Reaksi Penghinaan Israel

Presiden Mesir Muhammad Mursi menyerahkan tanggung jawab kepada departemen luar negeri untuk menanggapi publikasi film propaganda oleh media-media rezim Zionis Israel dan penghinaan terhadap presiden.

Televisi al-Alam Kamis (26/7) melaporkan, Yasir Ali, wakil juru bicara kepresidenan Mesir mengatakan, Kementerian Luar Negeri Mesir adalah pihak yang bertanggung jawab untuk menindaklanjuti masalah luar khususnya hubungan dengan rezim Zionis dan menjawab penghinaan terhadap presiden Mesir.

Sebuah iklan online buatan media Ibrani Israel Ahad (22/7) mengusik pengamat dunia maya Mesir. Mereka menyatakan iklan tersebut secara tak langsung menghina Presiden Mesir Muhammad Mursi.

Iklan berjudul "The Children are Ready" itu tengah mempromosikan pembangunan kembali kuil Solomon. Dalam iklan tersebut, sebuah keluarga Israel digambarkan tengah mengunjungi pantai.

Keluarga tersebut bermain di pantai. Anak-anak mereka membangun sebuah kuil. Sementara, sang ayah duduk santai sambil membaca koran.

Setelah kuil pasir tersebut selesai dibangun, kedua anak itu mengajak ayah mereka bangkit untuk melihat kuil pasir hasil karya mereka.

Sang ayah berdiri menyaksikan bangunan pasir tersebut. Dia kemudian melemparkan koran yang sedang dibacanya hingga jatuh tepat di dekat kakinya. Dalam halaman koran tersebut, tampak foto yang menunjukkan gambar Presiden Muhammad Mursi.

Pengamat sosial media mengatakan gambaran iklan ini memiliki pesan simbolis. Pesan tersebut mengisyaratkan bahwa Mursi tak dapat mencegah Israel membangun kembali Kuil Solomon. (IRIB Indonesia/RA)

Senin, 23 Juli 2012 05:24

Tadarus Ramadhan 1 : Manusia & Agama

Bismihi Ta'la

Allahumma shalli 'ala Muhammad wa aali Muhammad

 

Al-Quran menyebutkan bahwa beragama merupakan fitrah manusia, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. al-Rum: 30).

Rasulullah saaw bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah yang akan menjadikan ia sebagai yahudi atau nasrani.” (al-Majlisi, Bihar al-Anwar juz 3. h. 178)

Saat menjelaskan ayat di atas, Imam Ja’far Shadiq as. menyatakan bahwa fitrah itu berarti tauhid (mengesakan Tuhan), Islam, dan juga ma’rifah (mengenal Tuhan). (Lihat Al-Kulaini, Al-Kafi Jilid 2, h. 12-13; al-Majlisi, Bihar al-Anwar juz 3, h. 175-178).

Imam Khumaini menambahkan bahwa yang dimaksud dengan fitrah Allah yang semua manusia tercipta dengannya adalah kondisi dan kualitas penciptaan manusia. Semua manusia, tanpa terkecuali, tercipta dengan fitrah itu sebagai konsekuensi keberadaannya. Fitrah ini telah terkait erat dengan esensi wujudnya. Fitrah adalah salah satu rahmat Allah Swt. yang khusus dianugerahkan kepada manusia. (Imam Khomeini. 40 Hadis: h. 207).

Para ahli tafsir menjelaskan bahwa : seluruh manusia memiliki jiwa keberagamaan yang tertanam dalam dan tidak bisa dihilangkan. Maksud dari dîn (agama) dalam ayat ini bisa berarti sekumpulan ajaran-ajaran dan hukum-hukum pokok Islam, atau kondisi penyerahan diri dan tunduk secara total di hadapan Allah. Alhasil, dari ayat di atas dapat dipahami bahwa mengenal Tuhan dan meyembahnya adalah hal yang bersifat fitri dan telah dibawa sejak lahir. jadi, manusia adalah makhluk beragama. (Lihat Allamah Thabathabai. Tafsir al-Mizan Jilid 16. h. 182-186; Nashir Makarim Syirazi. Tafsir al-Amtsal Jilid 12. h. 471-473).

Begitu pula, di alam gaib, sebelum manusia dilahirkan, dalam suatu acara ‘tatap muka’, ia bersaksi akan keberadaan dan keesaan allah. Allah berfirman : “Dan (ingatlah) Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat nanti kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (keesaan Tuhan).’ (Q.S. al-A’raf: 172)

Makna ayat ini berarti bahwa sebelum manusia dilahirkan ke alam dunia, mereka terlebih dahulu dikumpulkan di alam gaib (malakuti) untuk memberikan kesaksian atas keberadaan dan keesaan Allah swt. Kesaksian mereka menjadi mitsaq (perjanjian) langsung dengan Allah swt. yang mengikat hingga sampai hari akhir nanti dan harus dipertanggungjawabkan, dimana manusia tidak dapat mengingkarinya dengan alasan apapun. Ini berarti bahwa setiap orang secara genetik telah cenderung mengakui adanya Tuhan. (Lihat Yazdi. Filsafat Tauhid, h. 45-47; Allamah Thabathabai. Tafsir al-Mizan jilid 8, h. 311-330; Syeikh Nashir Makarim Syirazi, Tafsir al-Amtsal jilid 5, h. 262-267; Fakhr al-Razi, Tafsir al-Kabir jilid 15, h. 40-49; Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Quran jilid 3, h. 670)

Pandangan al-Quran ini diakui oleh banyak ilmuwan yang saat ini. Mereka menyatakan bahwa manusia dilahirkan membawa jiwa keagamaan, dan baru berfungsi kemudian setelah melalui bimbingan dan latihan sesuai dengan tahap perkembangan jiwanya. Will Durant misalnya, mengatakan : “agama merupakan suatu perkara yang alamiah, lahir secara lansung dari kebutuhan dan perasaan instinktif kita” (Religion is a natural matter, born directly of our instinctive needs and feelings).

Alexis Carrel menulis : ‘Perasaan beragama terpancar dalam diri manusia sebagai insting dasar. Manusia, sebagaimana ia membutuhkan air bagi kehidupan, begitu pula ia membutuhkan Tuhan” (The mistic sense is the stirring deep within us of a basic instinct. Man, just as he needs water, solikewise needs God).

Sayid Mujtaba Musawi Lari menyebutkan ada empat pembawan dasar manusia, yaitu : 1. Perasaan beragama (religious sense) 2. Kebenaran (truth), 3. Kebaikan (goodness), 4. Keindahan (beauty). (lihat Musawi Lari, Knowing God, h. 20; Musawi Lari. Ushul al-Aqaid fi al-Islam Juz I. h. 28-29)

Fitrah manusia dibagi dua pada dasarnya di bagi pada dua jenis :

1. Fitrah akal (aqliah) yang merupakan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia tanpa dipelajari (badihiyât awwaliyah)

2. Fitrah iman, kecenderungan dan keinginan untuk beribadah dan menyembah Tuhan.

 

Adapun ciri-ciri fitrah adalah :

a. Fitrah merupakan pemberian Allah dan format penciptaan.

b. Fitrah bersifat universal yakni terdapat pada setiap wujud manusia.

c. Fitrah tidak dapat dilenyapkan (meskipun sering disembunyikan) dan akan senantiasa ada selama manusia hidup.

d. Fitrah tidak diperoleh dari proses belajar, meskipun untuk memperkuat dan mengarahkannya proses pendidikan sangat diperlukan.

 

Dengan demikian, fitrah mengenal Tuhan telah terdapat dalam diri manusia secara langsung yang menjadi model sekaligus modal khusus bagi dirinya. Terdapat ruang di dalam hati manusia untuk mengenal Tuhan secara sadar dan mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan menggunakan dalil-dalil akal yang argumentatif. ‘Jika akal menemukan Tuhan dengan keteraturan dan pemikiran, maka rasa keberagamaan menemukan Tuhan dengan cinta’, ucapk Sayid Mujtaba Musawi Lari. Muhammad Taqi Falsafi menambahkan, “selama di muka bumi masih terdapat manusia, selama masih terdapat fitrah, niscaya cahaya tersebut tak akan pernah padam.” Jadi, agama adalah fitrah yang telah tertanam kuat pada diri manusia, bukan hasil rekayasa budaya dan ilmu. Fitrah tersebut merupakan model penciptaan yang tak bisa diubah dan dihilangkan, walaupun ia dapat ditekan dan disembunyikan. Cahaya keimanan terus membara dalam kalbu umat manusia, karena sumber cahaya yang membara ini adalah fitrah manusia. Wallahu a'lam

Sabtu, 21 Juli 2012 07:51

Hak Hidup

Hak hidup termasuk hak yang paling alami dan utama, Allah SWT berfirman, Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang padamu.[1] Dan, Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.[2]

Islam memperhatikan hak hidup ini sejak awal munculnya nuthfah (sperma) yang merupakan materi penciptaan. Karena itu, syariat Islam melarang untuk membunuhnya, dan barang siapa yang membunuhnnya akan mendapatkan balasan material setimpal (madi).

Ishaq bin ‘Ammar meriwayatkan, aku bertanya kepada abu Hasan (Imam Ridha as), tentang seorang wanita yang takut hamil, lantas ia minum obat pengugur kandungan lalu mengenai apa yang di dalam rahimnya.

Imam as bersabda, “Tidak! (Itu tidak boleh).”

Aku berkata, “Itu hanya sebuah nuthfah!”

Beliau as menjawab, “Sesungguhnya materi pertama yang diciptakan adalah nuthfah.”[3]

Atas dasar itu, maka hak hidup menempati posisi yang amat penting dalam ajaran Ahlulbait as. Hal ini Nampak sejelas-jelasnya bagi orang yang mengkaji riwayat-riwayat hadis yang berkaitan dengan bab Qishash, dan akan didapati sebuah pandangan yang lebih mendalam mengenai hak ini; sebuah tanggapan tegas bahwa semua sebab yang dibuat (dengan sengaja) atau secara langsung membunuh nutfah dan membunuh jiwa serta menumpahkan darah secara haram dianggap sebuah pelanggaran hak hidup manusia, yang konsekuensinya adalah hukuman berat di dunia dan di akhirat.

Salah satu dalil naqli (tekstual; al-Qur’an & hadis) yang menunjukan atas haramnya membunuh secara tidak langsung, antara lain Muhammad bin Muslim meriwayatkan dari Abu Ja’far (Imam Baqir) as yang berkata, “Akan datang seorang pria pada hari kiamat sedang di tangannya terdapat kantung yang berisi darah, ia berkata, “Demi Allah, aku tidak membunuh dan tidak pula ikut andil dalam (menumpahkan) darah ini!”

Lantas diberitahukan (kepadanya), “Memang benar, tapi kamu telah menyebut (tentang) si fulan hamba-Ku, yang menyebabkan ia terancam (fataraqqa dzalika)[4] dan terbunuh. Sehingga daranya tertumpah karenamu.”[5]

Dalam Hadis lain sisebutkan, Rasulullah saww, “Allah Swt mencintai dusta demi kemaslahatan, dan membenci kejujuran demi kemaksiatan.”

Begitu pula terdapat riwayat-riwayat tentang larangan bunuh diri, yang ringkasnya seorang mukmin akan diuji dengan segala cobaan dan akan mati dengan berbagai cara kematian (meninggal secara alamiah) selain (dengan cara) bunh diri. Dan barang siapa yang membunuh dirinya dengan sengaja, maka kelak ia berada di neraka jahanam selama-lamanya.

Mengenai hal ini, ada sebagaian orang yang dangkal pandangannya atau buta hatinya, mencela dan meragukan prinsip taqiyah pengikut Ahlulbait as. Ia bodoh atau pura-pura bodoh akan kedalaman hikamh di balik perumusan prinsip ini sebagai sebuah dasar solusi alternative tanpa pertumpahan darah.

Muhaqqiq al-Hili berkata, “Jika ia (seorang) dipaksa membunuh, maka hukum qishash jatuh pada si pembunh, bukan orang lain.”

Dalam riwayat Ali bin Ri’ab, “Dalam pembunuh harus dipenjara sampai mati, jika yang dipaksa membunuh sudah baligh dan berakal.”[6]

Dalam Hadis lain dari Aimah as, “Nabi-nabi sebelum Rasulullah saww melakukan taqiyah untuk melindungi umatnya.”

Taqiyah memiliki syarat-syarat dan batasan-batasan yang harus diperhatikan, terutama ketika sebuah kasus telah sampai pada batas membahayakan nyawa orang lain. Sesuai dengan kandungan hadits, “Taqiyah dibuat untuk mencegah pertumpahan darah. Artinya, jika darah tertumpuh, tiada taqiyah.”[7]

 

[1] QS. An-Nisa: 29

[2] QS. Al-Maidah: 32

[3] Man la Yahdhuruhul Faqih IV, 126/440 & al-Wasail 29:25 /1, Bab VII, al-Qishash fin-Nafs

[4] Fataraqqa dzalika, maksudnya mengangkat. Hadis ini menerangkan keharusan merahasiakan sesuatu ketika ada kemungkinan bahaya dilakukan.

[5] Wasailusy Syi’ah, 29:17/1, Bab 2, al-Qishas fin-Nafs.

[6] Syarayi’il Islam Bab al-Qishash, 4:975, Dar al-Huda, Qum cet. 3

[7] Al-Kafi, 2:228/16, Bab Taqiyah.

Sabtu, 21 Juli 2012 07:44

Merajut Dakwah Dalam Bingkali Ukhuwah

Allah SWT Berfirman :

“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (penalaran filosofis), dan Nasehat yang baik (himbauan moralis), dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya (harmonis). (Q.S. An-Nahl: 125)

Berdasarkan ayat ini para mufassir menjelaskan tiga cara atau jenjang dalam mengajak menusia agar mendapatkan hidayah. Setiap cara harus dipahami oleh juru dakwah sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Murtadha Muthahhari, menjelaskan ayat ini dengan menyatakan bahwa ketika disebutkan kata Rabb (Tuhan yang maha pemelihara), maka disitu terasa adanya perhatian yang menunjukkan kearah tarbiyah, yaitu pemeliharaan dan pendidikan. Yakni serulah manusia kejalan Rabb-mu yaitu Tuhan-mu yang memberikan pendidikan bagi manusia. Dengan cara bagaimana?

Pertama, dengan hikmah, yaitu suatu ucapan yang cermat dan tegas, tidak tersentuh oleh cacat dan tidak menimbulkan keraguan sedikitpun. Ini berarti sebuah penalaran filosofis – ingat filsafat diterjemahkan dengan hikmah dan filosof disebut juga dengan hukama— dalam menjelaskan ajaran-ajaran Islam, dengan mengajukan bukti-bukti yang tak terbantahkan (argumentasi) melalui penjabaran ilmiah, sehingga menanamkan keyakinan kuat yang terpatri dalam hati.

Kita tunjukkan bahwa agama Islam itu benar, karena secara rasional argumentasi Islam harus diterima. Seorang pendakwah harus mampu berbicara dengan hikmah, dengan penalaran filosofis, dengan argumentasi rasional. Pendeknya aktivis dakwah harus mampu menjelaskan wahyu al-Quran dan sunnah nabi dengan menggunakan akal sehat. “kami para nabi, diperintahkan agar berbicara kepada manusia sesuai tingkatan akal mereka” begitu sabda Rasulullah Saw.

Kedua, adalah nasehat yang baik (mauizhah hasanah), yang bagi Muthahhari, menyeru ke jalan Tuhan dengan memberikan nasehat yang tepat dan cermat serta dengan ucapan-ucapan yang mudah diterima dan dicerna. Ini berarti sebuah himbauan moral yang mengajak untuk memperbaiki diri, dan menjauhi perbuatan terlarang, Bila penalaran filosofis (hikmah) mengaplikasikan dimensi ilmiah (teoritis) maka himbauan moral lebih terfokus pada dimensi amaliah (praktis).

Dengan mauidhah al-hasanah (nasehat yang baik) seorang juru dakwah menjadi perayu-perayu ulung yang mengetarkan hati setiap insan. Bawalah orang yang didakwahi dalam suasana nyaman yang seolah-olah mereka berada di dalamnya dengan penuh perasaan dan gejolak emosi yang tersentuh dalam. Dengan himbauan-himbauan moral kita sentuh keinginan-keinginan dan kerinduan mereka, kita redakan kegelisahan dan kecemasan mereka.

Cara Ketiga, adalah “berdiskusi dengan cara yang baik” atau penuh keharmonisan. Islam ialah agama yang siap untuk dikritik, diprotes, atau dibantah. Kalau ada lawan-lawan Islam yang mencoba meruntuhkan ajaran Islam dengan menyerang ajaran-ajarannya, maka seorang pendakwah menjadi juru bicara untuk menjawab kritik dan keberatan-keberatan yang di ajukan oleh musuh-musuh Islam. Kita diperintahkan untuk berdiskusi dan menerima tantangan untuk berdebat, bukan menghindarinya. Tetapi ingat, seperti dijelaskan ayat ini, haruslah digunakan etika diskusi yang baik dan harmonis. Seperti dipesankan Muthahhari, DALAM BERDEBAT JANGAN SEKALI-KALI MENYIMPANG DARI JALAN KEBENARAN, TETAPI HENDAKLAH SENANTIASA BERSIKAP ADIL, TIDAK MENUTUP MATA TERHADAP KEBENARAN DAN TIDAK SEKALI-KALI MENGUCAPKAN KEBOHONGAN.

Dengan perdebatan dan diskusi kita berusaha menyampaikan kebenaran disertai niat agar memperoleh hidayah Allah Swt. Dalam perdebatan kita mesti pula membekali diri dengan dua hal sebelumnya, yakni penalaran filosofis dan himbauan moralis. Berdebat bukan untuk menang tetapi untuk membuktikan kebenaran. Karenanya seorang juru dakwah mesti mempunyai keahlian dan kualitas diri untuk mampu berpikir rasional dan argumentatif sekaligus berbicara dengan bahasa yang kokoh, mudah dipahami, terutama mudah menarik hati.

Jadi seorang juru dakwah, seperti dikatakan Sayid Hussain Fadhullah, dituntut untuk memperbanyak perbendaharaan ilmiah serta tidak menyakitkan perasaan dan hati penerima dakwah. Hal ini karena tugas juru dakwah dalam berdiskusi adalah memasukkan mereka para pembangkang kebarisan sasaran dakwah, mendekatkan mereka untuk mengikuti aqidah yang benar, meluruskan pemikiran-pemikiran dan keimanan mereka. Bukan membikin putus asa, mengalahkan atau membunuh mereka. Tugas juru dakwah bukan meraih kemenangan atas musuh untuk memuaskan ambisi kesombongan diri. Tugas juru dakwah adalah untuk menyadarkan orang lain untuk mengikuti kemanusiaannya, dan mengingatkannya akan akidah yang mengikatnya. Lalu membentuknya untuk mengikuti jalan yang benar, sehingga pada gilirannya akan menjadi sahabat dalam mensukseskan dakwah menuju Allah Swt.

Dengan demikian, layaknya seorang orator ulung, juru dakwah harus membuktikan kredibilitas dirinya, kekuatan argumentasinya, dan penjelasan yang mampu menghujam akal dan sanubari orang yang didakwahinya. Sebagai seorang pendakwah kita harus mampu mengaplikasikan ketiga cara tersebut dengan memperhatikan kondisi dan situasi sekitarnya.

Tambahan dari itu semua, perlu disadari, dalam menyampaikan pesan dakwah, baik dengan cara hikmah, nasehat yang baik ataupun dengan cara diskusi, kita harus bersatu padu. Jangan terkurung dalam sekat-sekat mazhab yang sempit. Janganlah kita saling menghujat dan menyalahkan bahkan mungkin sampai pada tahap pengkafiran hanya karena orang lain berbeda pendapat dengan kita. Kita harus menyadari apa yang kita amalkan adalah produk dari apa yang kita pikirkan. Ajaran Islam tidak terbatas, karenanya tidak ada kajian yang sudah tuntas. Terlebih apa yang kita pahami tergantung seberapa informasi yang kita terima.

Akhirul kalam, kemajuan Islam tidak akan berhasil jika tidak dimanajemen dengan baik, akan tetapi manajemen tidak akan berjalan tanpa adanya kebersamaan diantara kita. Karenanya, mari kita jalin ukhuwah dalam dakwah Islam bukan pecah belah, kita cari titik temu yang mempersatukan bukan titik beda yang menyebabkan pertengkaran. Juru dakwah dan ummat hendaknya harus saling berbagi informasi dan membentuk integritas diri serta menambah wawasan dan memperbaiki pemahaman. Sesama juru dakwah dan sesama anggota jemaah harus mampu membina jalinan dan komitmen yang harmonis. Untuk itu kita bentuk berbagai sarana dan wadah untuk mengembangkan sistem informasi dalam menjalin silaturrahmi antara berbagai organisasi sehingga terbentuk kekuatan dakwah serta pemikiran Islam. INILAH DIA, MERAJUT KETANGGUHAN DAKWAH DALAM JALINAN UKHUWAH. Wallahu a’lam bi al- shawab.

 

Jumat, 20 Juli 2012 20:40

Imam Husein as, Mentari Keutamaan

Tanggal 3 Sya'ban 4 H, kota suci Madinah menjadi saksi kelahiran seorang bayi suci, buah cinta Ali bin Abi Thalib as dan Fathimah az-Zahra as. Ia adalah putra kedua sebuah keluarga yang selalu dipuji-puji oleh Rasulullah Saw dan disebutnya sebagai Ahlul Bait. Bahkan al-Quran pun menegaskan kesucian mereka dari segala dosa dan noda. Dalam surat al-Ahzab ayat 33, Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."

Ibunda bayi lelaki itu adalah Sayidah Fathimah az-Zahra as, putri Rasulullah Saw. Ia adalah perempuan terbaik lantaran keutamaan akhlak dan kesempurnaannya. Allah Swt menurunkan surat al-Kautsar sebagai bentuk penghargaan terhadap posisi Sayidah Fathimah yang begitu luhur.

Sementara ayah dari bayi suci itu adalah Ali bin Abi Thalib as. Ia adalah lelaki pertama yang memeluk Islam dan tak pernah ternodai dengan kemusyrikan. Ia dikenal sebagai sosok manusia yang pemberani, pujangga, dan orator ulung. Perjuangan beliau dalam membela Islam sedemikian besarnya, hingga ia mendapat julukan "Asadullah", Singa Allah.

Pada hari yang penuh dengan berkah dan kebahagiaan itu, sang bayi pun segera diantar ke pangkuan Rasulullah Saw. Dengan penuh penghormatan, Imam Ali as meminta Rasulullah saw untuk memberi nama cucunya yang baru lahir itu. Dan akhirnya sang kakek memberinya nama Husein.

Rekan setia kami mewakili seluruh kerabat kerja Radio Melayu Suara Republik Islam Iran, tak lupa mengucapkan selamat sejahtera atas datangnya hari kelahiran Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib as. Semoga kita semua di hari yang penuh bahagia ini mendapat berkah dan inayah dari Allah Swt.

Kecintaan dan perhatian Rasulullah Saw kepada Imam Husein sudah menjadi buah bibir umat Islam di masa itu. Bint al-Shati, penulis kenamaan Mesir menuturkan, "Bagi Nabi, nama Hasan dan Husein adalah senandung indah dan suara merdu yang tak pernah membosankan untuk selalu disebut-sebutnya. Beliau selalu menganggap kedua cucunya itu seperti anak sendiri. Allah Swt menganugerahkan nikmat yang demikian besar kepada Sayidah Zahra as sehingga keturunan Rasulullah Saw terus bersambung melalui putra-putranya dan memberi kehormatan kepada Ali bin Abi Thalib as sehingga melaluinya keturunan Nabi Saw tiada terputus".

Kecintaan Rasulullah saw kepada kedua cucunya itu bukan sekedar karena ikatan keluarga dan darah. Sebab sebagaimana yang ditegaskan sendiri oleh al-Quran, seluruh perilaku dan ucapan Nabi Saw tidak pernah ternodai oleh hawa nafsu dan keinginan pribadi, melainkan selalu bersumber dari wahyu dan bimbingan ilahi. Kecintaan Rasulullah Saw kepada Hasan dan Husein sejatinya bersumber dari posisi istimewa kedua cucunya itu di kalangan umat Islam. Seluruh jiwa dan kalbu Rasulullah Saw dipenuhi oleh rasa sayang dan cintanya kepada Hasan dan Husein as. Sampai-sampai beliau bersabda, "Barang siapa yang mencintai mereka, maka ia sejatinya mencintaiku. Dan barang siapa yang memusuhinya, maka ia memusuhiku".

Saat peristiwa Mubahalah terjadi, Husein bin Ali masih kecil. Pada hari itu, Rasulullah Saw mengajukan tantangan Mubahalah kepada kaum Nasrani Najran untuk membuktikan ajaran mana yang benar dan mengharap kehancuran bagi yang salah. Untuk membuktikan keseriusan beliau dalam bermubahalah dengan para pemimpin kaum nasrani Najran, Rasulullah pun membawa orang-orang yang paling dicintainya, yaitu Ahlul Bait beliau sendiri. Mereka adalah Imam Ali as, Sayidah Fatimah, dan kedua putranya, Hasan as dan Husein as.

Perlahan tanpa terasa, Husein as telah menginjak usia enam tahun. Pada usianya yang masih kanak-kanak itulah, Rasulullah Saw memenuhi panggilan ilahi dan menutup mata untuk selamanya. Rasulullah Saw meninggalkan umatnya setelah beliau berpesan untuk menjadikan Ahlul Bait sebagai rujukan utama dan selalu mencintai mereka.

Selang beberapa tahun setelah kepergian Rasulullah Saw, umat Islam akhirnya meminta Imam Ali as sebagai khalifah. Di masa itu, Husein bin Ali as selalu menjadi sahabat setia perjuangan ayahnya dalam menegakkan Islam. Bersama saudaranya, Hasan bin Ali as, Husein bin Ali as senantiasa mendampingi Imam Ali as baik di medan laga maupun di kancah politik.

Pasca syahidnya Imam Ali as, tampuk kepemimpinan umat beralih ke Imam Hasan as, kakak Husein bin Ali as. Seperti halnya di masa Imam Ali, Husein bin Ali as selalu setia mendampingi perjuangan dan kepemimpinan Imam Hasan as. Setelah Imam Hasan gugur syahid, kendali imamah berada di tangan Imam Husein as hingga akhirnya terjadilah peristiwa heroik di padang Karbala dan menempatkan dirinya sebagai pahlawan pembebasan terbesar di sepanjang masa.

Tak syak, Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya as adalah suri teladan terbaik bagi seluruh manusia. Dengan mengenal dan menerapkan model kehidupan mereka, niscaya kita akan memiliki suatu kehidupan yang luhur dan berorientasi ilahi.

Sirah dan model kehidupan Imam Husein as berpijak di atas landasan kecintaan terhadap umat. Keberadaan beliau merupakan manifestasi kecintaan kepada Sang Khaliq hingga sinaran cintanya menerangi seluruh alam semesta dan menyeru umat manusia untuk memeluk kebenaran.

Imam Husein as terkenal sebagai sosok manusia yang amat pengasih dan pemaaf. Dalam sejarah kehidupannya dicatat, suatu ketika seorang dari Syam bernama Isham datang ke kota Madinah. Setibanya di sana, ia melihat seorang pribadi yang terlihat amat berbeda dengan khalayak lainnya. Ia pun bertanya kepada orang-orang, siapakah gerangan sosok istimewa yang dilihatnya itu. Mereka menjawab, ia adalah Husein bin Ali as. Isham yang saat itu terpengaruh oleh fitnah dan propaganda Bani Umayyah segera pergi mendekati beliau dan mencercanya dengan segala hinaan dan makian. Menanggapi perilaku Isham, Imam Husein tak lantas marah begitu saja, sebaliknya beliau justru menatapnya dengan penuh keramahan dan kasih sayang. Sejenak kemudian, beliau pun membacakan ayat suci al-Quran mengenai sikap maaf dan mengabaikan kekhilafan orang lain, lalu berkata, "Wahai lelaki, aku siap melayani dan membantu apapun yang engkau perlukan". Kemudian Imam as bertanya, "Apakah engkau berasal dari Syam?" Lelaki itupun menjawabnya, "Iya".

Imam lantas berkata, "Aku tahu mengapa engkau bersikap demikian. Tapi kini engkau sekarang berada di kota kami dan terasing di sini. Jika engkau memerlukan sesuatu, aku siap membantu dan menyambutmu di rumahku".

Melihat sikap Imam Husein yang di luar dugaan dan begitu ramah itu, Isham pun menjadi takjub dan terkesima. Hingga ia pun berkata, "Di saat itu, aku berharap bumi terbelah dan aku tergelincir di dalamnya daripada bersikap begitu keras kepala dan ceroboh semacam itu. Bayangkah saja, hingga saat itu aku masih menyimpan kebencian yang sangat mendalam terhadap Husein dan ayahnya. Namun sikap penuh welas asih Husein bin Ali as membuat diriku malu dan menyesal. Dan kini tak ada siapapun yang lebih aku cintai kecuali dia dan ayahnya".

Dalam rangkaian wejangannya, Imam Husien as berkata, "Wahai umat manusia, hiduplah kalian dengan nilai-nilai moral yang luhur dan berlomba-lombalah kalian untuk memperoleh bekal kebahagiaan. Jika kalian berbuat baik kepada seseorang, namun ia tak membalas kebaikanmu, janganlah khawatir. Sebab Allah Swt akan memberimu ganjaran yang terbaik. Ketahuilah, kebutuhan masyarakat kepada kalian merupakan nikmat ilahi. Maka, jangan kalian lewatkan kenikmatan itu supaya kalian bisa terhindar dari azab ilahi."

Imam Husein as juga pernah berkata, "Barang siapa yang terjebak dalam kesulitan dan ia tak tahu mesti berbuat apa lagi, maka kasih sayang dan bersikap lemah lembut dengan masyarakat merupakan kunci untuk menyelesaikan persoalannya".

Imam pernah pula menuturkan, "Insan yang paling pemaaf adalah seseorang yang memaafkan saat ia berada di puncak kekuasaannya".

Tanggal 4 Syaban 26 H, Abbas bin Ali bin Abi Thalib terlahir ke dunia. Ibunya bernama Fatimah dari Kabilah Bani Kilab. Kabilah Bani Kilab dikenal karena keberanian dan sikap ksatrianya. Ibu yang mulia ini, diperistri oleh Imam Ali as beberapa tahun setelah wafatnya Sayyidah Fatimah az-Zahra as. Pernikahannya dengan Imam Ali membuahkan empat putra. Lantaran memiliki empat anak laki-laki inilah Fatimah lantas dijuluki sebagai Ummul Banin, ibu anak-anak lelaki. Saat terjadinya tragedi Karbala, anak-anak Ummul Banin begitu banyak berkorban hingga gugur syahid demi membela keluarga nabi dan agama Allah.

Abul Fadhl dikenal memiliki wajah yang rupawan dan tubuh yang kekar. Karena itu, ia dijuluki sebagai Qamarul Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim. Mengomentari keistimewaan Abul Fadhl ini, Ibnu Shahr Ashub dalam kitab Manaqib menulis, "Dia mendapat gelar Rembulan Bani Hasyim karena keutamaan rohani dan jasmaninya, karena cahaya kehambaan dan ikhlasnya terpancar dari wajahnya".

Abbas bin Ali dilahirkan di sebuah rumah yang juga menjadi ruang ilmu pengetahuan dan hikmah. Selama 14 tahun, ia melewati masa-masa hidupnya bersama sang ayah, Imam Ali as, sehingga ia pun banyak belajar mengenai keilmuan, iman dan kesempurnaan dari ayahnya itu. Ia pun banyak belajar mengenai budi bahasa dan pandangan yang mendalam dari ayahnya. Imam Ali as sendiri memberikan perhatian khusus kepada putranya ini. Selain memberikan pendidikan ruhani dan spiritual. Imam Ali juga banyak memberikan pendidikan jasmani dan seni perang kepada Abbas.

Salah satu karakter utama Abbas bin Ali adalah kedekatan dan rasa sayangnya kepada sang kakak, Imam Husein as. Sehingga Abbas pun banyak memperoleh pengaruh positif, dari segi keutamaan moral dan spritual dari kakaknya itu. Kedekatan dan kesetian Abbas bin Ali kepada kakaknya, Imam Husein terlihat nyata saat terjadinya tragedi Karbala.

Sejak kecil, kalbu Abbas bin Ali telah terikat dengan Sang Khaliq. Gairah iman dan takwa beliau selalu berkobar di sepanjang masa hidupnya, sehingga prilaku dan tindakan beliau senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dari segi keilmuan dan spiritualnya, Abbas bin Ali dikenal sebagai tokoh yang amat bertakwa, berprilaku saleh dan menjadi kepercayaan masyarakat. Siapapun yang mengenalnya niscaya mengakui beliau sebagai seorang yang bijak dan mulia. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat siapapun tertarik kepada belaiu.

Kebijaksanaan dan ketinggian ilmu Abbas bin Ali menjadikannya sebagai tempat rujukan umat untuk meminta pandangan dan bermusyawarah. Ia juga dikenal memiliki pengetahuan agama yang mendalam, baik di bidang fiqih maupun akidah. Abal Fadhl atau Abbas bin Ali dijuluki pula sebagai Babul Hawaij, seseorang yang memenuhi keinginan dan keperluan orang lain, lantaran kebiasaan beliau yang selalu membantu dan menolong orang yang memerlukan.

Abbas bin Ali adalah seorang yang amat rendah hati dan santun. Keteguhan, kesantunan, dan kesabaran Abbas bin Ali mengingatkan kita pada ucapan mutiara Imam Ali yang berbunyi, "Tak ada warisan yang lebih mulia kecuali akhlak". Ia tak pernah duduk tanpa meminta ijin di hadapan kakak-kakaknya seperti Imam Hasan as dan Imam Husein as. Dan selam 34 tahun masa hidupnya, ia senantiasa memanggil kedua kakaknya itu dengan sebutan wahai putra nabi atau wahai tuanku.

Sikap rela berkorban adalah karakter utama kpribadian Abbas bin Ali. Pengorbanan agungnya itu ia pentaskan dengan begitu indahnya di medan Karbala. Hingga masa-masa akhir hidupnya, ia masih menjadi penolong setia Imam Husein. Sampai-sampai tiap kali nama Imam Husein as disebut dalam mengenang peristiwa Asyura, maka nama Abul Fadhl pun akan terucap pula. Abbas bin Ali adalah pembawa bendera pasukan Imam Husein dalam peristiwa kebangkitan Karbala.

Ketika tragedi Karbala berkecamuk, saat Imam Husein dan keluarga nabi lainnya didera oleh dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali menerobos kepungan tentara musuh yang berusaha menghalagi pasukan Imam Husein memperoleh air dari sungai Furat. Setibanya di bibir sungai, ia menatap segarnya air sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia mengurungkan niatnya untuk meneguk air lantaran teringat oleh wajah kehausan Imam Husein, saudara-saudara, dan sanak familinya yang lain. Ia pun segera mengisi kantong persediaan airnya dengan air sungai dan memacu kudanya kembali menuju perkemahan pasukan Imam Husein. Namun di tengah jalan ia menjadi sasaran serbuan musuh, hingga kedua tanggannya terpenggal dan gugur syahid.

Keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali ini menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali yang menyatakan, "Orang beriman yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang orang beriman lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya untuk orang lain."

Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari makrifat dan pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita-cita ilahi. Pengetahuan yang mendalam itu membentuk pribadinya sehingga mendorong beliau untuk rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya, Imam Ali as, bahwa hidup harus bertujuan. Karena itu alangkah mulianya jika hidup manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan ketidakadilan.

Para ulama dan muhaddis besar saat memuji keutamaan Abbas bin Ali menyatakan, "Dia bagaikan lautan yang berombak indah, dengan pantai yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan". Semoga Allah Swt menyambungkan jiwa dan hati kita pada segala sumber kesempurnaan dan kesucian.