کمالوندی
Perjuangan Imam al-Kazim Membimbing Umat
Imam Musa bin Jakfar al-Kazim as dilahirkan di tengah keluarga mukmin dan taat beragama. Ia adalah putra dari Imam Jakfar Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Hesein bin Ali bin Abi Thalib, dan ibunya bernama Hamidah Khatun.
Hamidah Khatun dikenal sosok yang bertakwa sehingga Imam Shadiq as memberinya gelar al-Musaffa, yaitu orang yang sudah terbebas dari semua aib dan noda. Mengenai penguasaannya tentang ilmu pengetahuan dan persoalan agama, Imam Shadiq as selalu meminta Hamidah mengajari dan memberikan bimbingan kepada komunitas perempuan Muslim.
Di masa kehidupan Imam Musa al-Kazim (Imam ketujuh umat Muslim Syiah), nilai-nilai Ilahi mulai memudar di tengah masyarakat Muslim. Para penguasa yang seharusnya mengabdi kepada masyarakat dan agama, justru terperosok dalam perilaku korup, ketamakan, dan penilapan kekayaan publik.
Ulama dan faqih kerajaan sibuk memuji para penguasa lalim dan dengan menjilat para penguasa Bani Abbasiyah, mereka menjustifikasi perilaku batil sebagai sebuah kebenaran di depan masyarakat.
Dalam situasi seperti itu, Imam al-Kazim as bangkit melawan mereka dan menggunakan setiap kesempatan untuk memberikan pencerahan sehingga publik memahami bahwa para penguasanya tidak bermoral dan berilmu. Imam mengajak masyarakat untuk berpikir dan mengingatkan bahwa segala sesuatu ada petunjuknya dan petunjuk orang yang berakal adalah berpikir. Beliau berkata, “Bukti akal adalah berpikir dan bukti dari berpikir adalah diam.”
Orang bijak akan memberikan nutrisi kepada akalnya dengan berdiam dan kemudian memperkuat akal dengan cara berpikir.
Salah satu kegiatan sentral Imam Kazim adalah mendidik ratusan ulama hadis, tafsir, dan mubaligh di berbagai bidang agama. Meskipun situasinya tidak kondusif untuk meningkatkan kegiatan ilmiah dan budaya sama seperti periode ayahnya Imam Shadiq as, namun Imam Kazim telah mengambil langkah besar untuk menyebarluaskan budaya Islam dan mendidik para ulama.
Para murid madrasah Imam al-Kazim sangat mahir di bidang fiqih, hadis, tafsir, dan kalam sehingga tidak ada yang sepadan dengan mereka. Dengan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan, mereka mampu menjawab paham-paham pemikiran dan teologi yang menjamur pada masa itu. Para pakar teologi masa itu takluk di hadapan mereka dan mengakui kelemahannya dalam setiap perdebatan dengan murid-murid Imam Kazim as.
Ketakwaan dan popularitas para murid Imam Kazim di tengah masyarakat, telah memicu ketakutan musuh terutama penguasa. Mereka sangat mengkhawatirkan kebangkitan para murid Imam yang berpeluang besar diikuti oleh masyarakat.
Penguasa Bani Abbasiyah, Harun al-Rasyid dalam sebuah ucapannya mengenai Hisyam bin Hakam (salah satu murid Imam al-Kazim) berkata, “Dia lebih berbahaya daripada ratusan pasukan berpedang.”
Salah satu kegiatan Imam Kazim as adalah memperluas badan perwakilan. Badan ini dibentuk pada masa Imam Shadiq dengan misi mengumpulkan dan mendistribusikan pengeluaran wajib seperti khumus, zakat, dan nazar. Di sini, para wakil Imam juga berperan sebagai jembatan antara Imam dan para pengikutnya.
Setelah ayahnya gugur syahid, Imam Kazim as mampu mempertahankan jaringan perwakilan ini dan bahkan memperluasnya. Para wakilnya tersebar di berbagai wilayah kekuasaan Islam seperti Kufah, Baghdad, Madinah, Mesir, dan daerah lain sehingga pengikut Syiah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan materialnya melalui jaringan perwakilan ini.
Kesabaran dan ketabahan telah menjadi salah satu identitas Ahlul Bait Nabi as. Imam Kazim juga menyandang sifat ini dan ia melewati segala kesulitan dan musibah dengan penuh kesabaran. Ia memilih menahan diri terhadap orang-orang yang menghinanya atas dasar kebodohan atau hasutan pihak lain, serta meredam kemarahannya demi meraih keridhaan Allah Swt.
Disebabkan kesabarannya yang besar dan kemampuannya mengendalikan amarah dalam menghadapi orang yang berperilaku buruk padanya sehingga ia digelari sebagai al-Kazim.
Tentu saja sifat ini tidak menghalangi Imam Kazim untuk bersikap keras di hadapan para penguasa lalim. Ia menunjukkan sikap yang tegas dalam menghadapi orang-orang zalim dan bahkan melarang muridnya untuk bekerja sama dengan rezim.
Salah seorang murid Imam, Ziyad bin Salamah menuturkan, “Aku memiliki keluarga dan aku bekerja di pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.” Imam Kazim berkata kepadanya, “Aku lebih memilih jatuh dari bangunan yang tinggi dan tercabik-cabik daripada harus memikul salah satu tugas dari tugas-tugas mereka atau menginjakkan kakiku di salah satu permadani mereka.”
Kompleks Makam Imam Musa al-Kazim dan Imam Muhammad al-Jawad di kota Kazimain.
Imam Kazim as memanfaatkan setiap kesempatan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, ia dikenal sebagai Zain al-Mujtahidin yaitu hiasan orang-orang yang beribadah dan berjuang di jalan Allah. Detik-detik terindah dalam hidupnya adalah ketika ia berkhalwat dengan Sang Pencipta dan puncak keindahan adalah ketika ia menunaikan shalat dan melaksanakan kewajiban Ilahi.
Jiwa dan raganya tenggelam dalam penghambaan kepada Allah, dan tetesan air matanya jatuh membasahi tempat sujudnya. Imam Kazim as memiliki suara yang merdu dalam membaca al-Quran, seakan suara ini keluar dari seluruh wujudnya. Bacaannya menggetarkan batin orang lain sehingga mereka tanpa sadar terdiam menyimak ayat-ayat yang keluar dari lisan Imam Kazim.
Lebih dari itu, Imam mempelajari pelajaran perlawanan dan kesabaran dari al-Quran dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Imam Kazim memikul tanggung jawab imamah (kepemimpinan) umat Islam hampir 35 tahun dan sebagian besarnya dihabiskan di penjara dan tempat pengasingan. Harun al-Rasyid telah memenjarakan Imam Kazim selama dua kali dan kali kedua berlangsung selama empat tahun.
Lingkungan penjara membuat orang-orang tertekan dan depresi, namun Imam Kazim dengan kegiatan ibadah telah mengubah penjara menjadi lingkungan yang ramah. Oleh karena itu, Harun al-Rasyid berulang kali memindahkan lokasi penahanan Imam sehingga para sipir penjara tidak terpengaruh olehnya.
Penjara terakhir tempat mengurung Imam Kazim dijaga oleh seorang sipir berhati batu yaitu Sandy bin Syahik. Disebutkan bahwa Harun al-Rasyid sangat terganggu atas hubungan umat Syiah dengan Imam Kazim dan juga karena ketakutan bahwa keyakinan Syiah pada imamah, akan melemahkan pemerintahannya.
Syeikh Mufid berkata, "Atas perintah Harun al-Rasyid, Sandy meracuni Imam Musa al-Kazim as dan tiga hari setelah itu ia gugur syahid.” Kesyahidannya bertepatan dengan 25 Rajab 183/799 H di kota Baghdad, Irak.
Pesan Universal Pengutusan Rasulullah Saw
Muhammad Saw – beberapa tahun sebelum pengangkatan – selalu berdiam diri di Gua Hira selama satu bulan di sepanjang tahun. Ia duduk di atas bongkahan batu sambil menatap bintang-bintang dan keindahan kota Makkah.
Ia duduk di sana merenungkan keagungan badan manusia, bumi, pepohonan dan tanaman, binatang, gunung-gunung dan ngarai, lautan yang luas dan gelombang yang menderu. Muhammad Saw bersujud di hadapan kekuasaan dan keagungan Sang Pencipta alam semesta.
Muhammad Saw juga gelisah dengan orang-orang yang menyembah berhala dan meninggalkan Sang Pencipta. Ia kadang memikirkan fenomena penindasan yang dilakukan oleh para pembesar kaum dan orang kaya terhadap masyarakat lemah dan miskin serta mencari solusinya. Saat rasa lelah menghadapi kondisi kala itu menderanya, Muhammad Saw akan bersimpuh di hadapan Allah Swt serta larut dalam ibadah dan munajat. Ia meminta bantuan Tuhan untuk mengakhiri penyimpangan akidah dan problema sosial dan moral masyarakat.
Setelah mengakhiri masa 'itikaf satu bulan di Gua Hira, Muhammad Saw kembali ke kota Makkah dengan hati yang tenang, wajah yang bercahaya, dan penuh optimis. Ia kemudian melakukan thawaf di Ka'bah dan selanjutnya pulang ke rumah untuk memulai rutinitas kehidupan. Muhammad Saw diutus menjadi Rasul pada usia 40 tahun ketika sedang berkhalwat di Gua Hira. Malaikat Jibril datang dan membawa wahyu kepadanya sambil berkata, "Bacalah!" "Aku tidak bisa membaca," jawab Muhammad.
"Bacalah," ulang Malaikat Jibri. Tapi Muhammad terus memberi jawaban yang sama sampai tiga kali dan akhirnya ia pun berkata, "Apa yang harus kubaca?" Jibril menjawab, "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
Inilah wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw dan inilah momen pengangkatan beliau sebagai Rasulullah, utusan Allah kepada seluruh umat manusia. Keagungan dan kandungan wahyu membuat tubuh Muhammad gemetar dan mengucurkan banyak keringat, dan ia pun kembali ke rumahnya.
Setelah menguasai dirinya, Muhammad menyaksikan gunung, bebatuan, dan apa saja yang dilewatinya menyampaikan salam kepadanya dan mereka berkata, "Salam atasmu wahai Muhammad. Salam atasmu wahai Wali Allah. Salam atasmu wahai Rasulullah. Berbahagialah karena Tuhan memberikan keutamaan dan keindahan kepadamu dan memuliakanmu atas segenap manusia dari yang pertama sampai yang terakhir. Orang yang utama adalah ia yang diberikan keutamaan oleh Tuhan dan orang yang terhormat adalah ia yang diberikan kehormatan oleh Tuhan. Jangan gelisah, Allah akan segera mengantarkanmu ke derajat yang paling tinggi dan kedudukan yang paling mulia." (Bihar al-Anwar, jilid 18)
Risalah kenabian Muhammad Saw memiliki keistimewaan yang khas dibanding risalah para nabi sebelumnya. Ciri khas risalah Rasul Saw adalah sebagai penutup, penghapus risalah sebelumnya, penyempurna risalah para nabi terdahulu, ditujukan untuk seluruh umat manusia, dan sebagai rahmat bagi semesta alam. Ciri-ciri ini dimiliki oleh Nabi Muhammad dan tidak dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Risalah para nabi terdahulu hanya untuk kaum tertentu saja dan sesuai dengan kondisi pada masa itu. Sementara risalah Nabi Muhammad Saw diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan berlaku hingga akhir zaman.
Allah Swt mengangkat Muhammad al-Amin sebagai manusia yang paling layak dan paling sempurna. Muhammad Saw adalah sosok manusia sempurna dan moderat, di mana tidak pernah berbuat sesuatu secara ifrat (berlebihan) dan tafrit (pengurangan). Muhammad Saw diutus untuk menyelamatkan manusia yang tenggelam dalam penyembahan berhala dan kebodohan. Dengan bantuan akal dan fitrah mereka sendiri, ia membimbing masyarakat ke jalan tauhid dan meninggalkan berhala.
Pesan utama dan terpenting dari pengutusan Muhammad Saw adalah prinsip tauhid. Prinsip ini bersifat universal sehinggal Islam dikenal sebagai agama tauhid. Para nabi terdahulu juga membawa ajaran tauhid seperti yang disebutkan dalam suarat Al-Anbiya ayat 25, "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya; "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku."
Tauhid tentu saja bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan krisis-krisis di era Jahiliyah. Tauhid berarti membenci, menjauhi, dan menghapus segala bentuk syirik, menolak semua bentuk kezaliman, dan tidak mengandalkan semua kekuatan lain selain kekuasaan Allah. Tauhid seperti inilah yang sangat dibutuhkan oleh manusia modern.
Di antara misi pengutusan Nabi Muhammad Saw adalah menegakkan keadilan di tengah masyarakat. Dalam surat Al-Hadid ayat 25, Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." Untuk menciptakan keadilan di masyarakat, pertama-tama harus mengenal keadilan itu sendiri dan kemudian motivasi untuk melaksanakannya di tengah masyarakat.
Rasulullah Saw telah memperjelas masalah keadilan baik secara teoritis maupun praktis. Semua manusia sama kedudukannya di hadapan beliau. Nabi Muhammad – tanpa alasan yang pantas – tidak pernah memuliakan seseorang dari yang lain atau merendahkan seseorang. Beliau bahkan mengarahkan pandangannya ke masyarakat secara adil. Demikian juga ketika mendengarkan pembicaraan masyarakat.
Para sahabat berkisah bahwa Rasulullah Saw menyimak pendapat kami sedemikian rupa sehingga kami berpikir beliau tidak mengerti apa-apa dan baru pertama kali mendengarnya. Padahal, beliau adalah sosok manusia sempurna yang selalu ditemani oleh Jibril.
Pendidikan dan pengajaran merupakan pilar utama kebahagiaan individu dan masyarakat. Semua nabi diutus untuk membimbing manusia ke jalan kebahagiaan dan kesempurnaan. Mereka adalah para guru dan pendidik sejati, di mana mengajarkan makrifat dan hukum-hukum Tuhan kepada manusia dengan ucapan dan amalan. Para nabi tidak pernah mengenal lelah dalam berdakwah demi menghapus kerusakan dan kebobrokan dari masyarakat.
Rasulullah Saw membaktikan seluruh hidupnya untuk mendidik dan membimbing masyarakat. Di tengah berkecamuknya Perang Uhud dan ketika beliau terluka parah dan giginya patah, sekelompok sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kutuklah mereka! Engkau berjuang untuk membimbing dan menyelamatkan mereka, tapi mereka justru berperang denganmu!" Rasul Saw kemudian meletakkan patahan giginya di telapak tangan dan mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berseru,"Ya Allah! Berilah mereka petunjuk, tunjuklah jalan kepada mereka. Mereka tidak mengetahui."
Dalam peristiwa Perang Badar, ketika para tawanan yang terikat rantai dibawa menghadap Rasulullah Saw, sebuah senyuman tersungging di bibir beliau. Salah satu tawanan kemudian berkata, "Seharusnya engkau tertawa karena telah mengalahkan kami dan sekarang kami menjadi tawananmu." Rasul bersabda, "Jangan salah! Senyuman saya, bukan senyuman kemenangan dan penaklukan, tapi ini karena harus mengantarkan orang-orang seperti kalian ke surga dengan rantai. Saya ingin menyelamatkan kalian dan kalian melakukan perlawanan terhadap saya, dan kalian menghunus pedang!"
Rasulullah telah mengubah gaya hidup dan hubungan kemanusiaan, budaya politik, budaya pemerintahan dan lain-lain. Beliau membuat masyarakat punya jati diri dan kepribadian, serta menjadikan mereka lebih bertanggung jawab. Rasul bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.”
Allah Swt telah menciptakan manusia dengan berbagai potensi dan kapasitas. Akal dan fitrah adalah dua sarana internal untuk memperoleh kemuliaan material dan spiritual. Namun mengingat akal dengan sendirinya tidak cukup untuk meniti jalan menuju Tuhan, maka Dia mengutus para nabi sebagai pembimbing eksternal, dan tentu ini tidak menciderai orisinalitas akal dan kedudukannya. Rasulullah Saw juga memberikan perhatian khusus kepada akal, ilmu pengetahuan, dan orisinalitas akal.
Akhir kata, peringatan hari pengutusan Rasulullah Saw merupakan sebuah kesempatan untuk kembali mendalami ajaran-ajaran Islam – penjamin kebahagiaan – dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad. Masyarakat modern harus kembali ke jalan Rasulullah Saw untuk menyingkirkan sifat-sifat syirik dari dalam diri.
Menapaktilasi Kejahatan Keji Senjata Kimia, Halabcheh
Rezim Saddam selama era Perang Pertahanan Suci, telah melancarkan berbagai serangan bom kimia ke banyak kota Iran dan melakukan berbagai kejahatan kemanusiaan keji. Dalam serangan tersebut lebih dari 100 ribu warga gugur syahid atau terluka. Namun mengingat kebungkaman masyarakat internasional, rezim Saddam mengulangi kejahatannya pada 16 Maret 1988di kota Halabcheh, Kurdistan, Irak. Bombardir senjata kimia di Halabcheh telah merenggut nyawa 5.000 perempuan, laki-laki dan anak-anak.
Rezim Zionis pada pemboman kimia menggunakan gas-gas berbahaya dan mematikan termasuk gas sulfur mustard atau gas-gas yang melumpuhkan saraf. Republik Islam Iran, sebelum tragedi Halabcheh, telah melayangkan beberapa surat kepada Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyinggung penggunaan senjata kimia oleh rezim Saddam, serta mengharapkan pengiriman tim ahli PBB untuk menyelidiki kejahatan tersebut.
Pada bombardir kimia Halabcheh, 25 Juni 1988, kota Sardasht, di Iran Barat juga menjadi target bombardir kimia rezim Saddam. Dalam insiden tersebut lebih dari 100 warga sipil di kota itu gugur syahid dan delapan ribu lainnya terluka atau terkontaminasi gas-gas beracun mematikan. Ini merupakan kejahatan kimia pertama yang tercatat dalam sejarah terhadap sebuah kota dan seluruh warganya. Kebungkaman masyarakat internasional dan veto Barat atas resolusi PBB berisi kecaman terhadap kejahatan tersebut, telah membuat rezim Saddam merasa terlindungi untuk menggunakan kembali senjata pemusnah massal tersebut.
Pada tahun 1984, PBB merilis sebuah laporan semi-resmi dan ambigu seraya menyatakan bahwa Irak telah menggunakan gas beracun terhadap tentara Iran di medan tempur yang 30 kasus di antaranya terjadi di wilayah sipil perkotaan dan pedesaan. Sekjen PBB kala itu, empat tahun berikutnya ketika Halacheh menjadi target bombardir kimia, menunjukkan reaksi lambat pada 25 Maret 1988 dengan mengirim tim ahli ke Iran dan menuju lokasi serangan. Tim ahli itu menyerahkan laporan mereka kepada Sekjen PBB pada 25 April 1988, berdasarkan pemeriksaan korban luka akibat bombardir kimia di Iran dan Irak.
Dewan Keamanan PBB pada tanggal 9 Mei 1988, merilis resolusi 612, sebagai resolusi pertama terkait penggunaan senjata kimia. Penggunaan senjata kimia dikecam dalam resolusi itu, akan tetapi nama Irak sebagai pengguna senjata pemusnah massal itu tidak disebutkan di dalamnya. Resolusi pincang itu hanya mengimbau penghindaran penggunaan senjata kimia. Puluhan perusahaan asal Jerman, Belanda, Perancis, Belgia, Rusia dan Amerika Serikat terlibat dalam penyediaan bahan-bahan kimia dan teknologinya untuk rezim Saddam.
Kebungkaman masyarakat internasional dan veto berbagai resolusi PBB dalam mengecam kejahatan itu oleh negara-negara pengeskpor bom-bom kimia tersebut kepada Irak, membuat rezim Saddam merasa bebas dari konsekuensi penggunaan jenis senjata terlarang itu.
Korban senjata kimia Halabche
Catatan pertama penggunaan senjata kimia oleh Irak kembali pada Januari 1981. Mulai saat itu hingga akhir perang, pasukan Irak telah melakukan lebih dari 3.500 kali serangan bom kimia dan telah menarget lebih dari 100.000 kota dan berbagai wilayah perbatasan serta medan pertempuran. Tidak adanya sikap tegas dan juga dukungan terhadap rezim Saddam kala itu, kian memprovokasi rezim Saddam meningkatkan aksi-aksi kriminalnya.
Rezim agresor Saddam Hossein dalam perang yang dipaksakan terhadap Iran, memulai agresinya setelah mendapat lampu hijau dari Amerika Serikat dan sejak akhir dekade 80-an mendapat dukungan langsung dari sejumlah negara Barat termasuk Amerika Serikat, Perancis dan sejumlah negara lain. Rezim Saddam menerima bantuan bahan-bahan senjata dan juga perlengkapannya.
Berbagai laporan dokumentasi menunjukkan bahwa Amerika Serikat pada tahun 1977 hingga 1983, memainkan peran esensial dalam melengkapi gudang persenjataan Irak dengan berbagai jenis senjata pemusnah massal. Berdasarkan dokumen-dokumen sejarah yang telah terpublikasi, sejumlah perusahaan senjata Perancis Thompson CFS, Alcatel, Matra dan Peter&Bros, telah mengantongi profit hingga miliaran USD dalam menyuplai senjata dan amunisi tempur untuk Irak.
Pada tahap berikutnya, Irak menggunakan sarana-sarana tersebut untuk membangun pabrik-pabrik senjata kimia serta memproduksinya secara massal. Berbagai jenis senjata kimia tersebut digunakan di berbagai medan pertempuran melawan Iran atau di wilayah sipil Iran.
Produksi senjata pemusnah massal itu kerap dijadikan alasan bagi Amerika Serikat untuk menuding atau menyudutkan negara-negara independen atau penentang Amerika Serikat. Diawali tuduhan itu, Amerika Serikat menggalang dukungan politik dari masyarakat internasional dan opini publik untuk menekan negara-negara tersebut. Padahal Amerika Serikat adalah pelanggar utama berbagai konvensi internasional tentang perlucutan senjata kimia dan biologi, serta membantu rezim Saddam melancarkan kejahatan tersebut.
Dalam skala global, penggunaan senjata kimia dilakukan pertama kali pada 1915, ketika Jerman pada Perang Dunia Pertama menggunakan gas beracun untuk menguasai kota Ypres di Belgia. Jumlah korban akibat serangan tersebut tercatat lima hingga 15 ribu orang. Setelah itu, Britania pada dekade 1920, menggunakan gas kimia berancun terhadap warga Irak ayng umumnya dari etnis Kurdi, yang melakukan perlawanan atas penjajahan Inggris di Irak. Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada 1935-1936, pasukan Italia dalam perang di Ethiopia menggunakan gas mustard di negara itu dan juga di Libya. Tercatat 15 ribu orang tewas dalam serangan tesrebut.
Di lain pihak, jepang juga menggunakan gas mustard dan perusak saraf dalam perang di Cina. Tidak ada catatan pasti terkait jumlah korban dalam eristiwa yang terjadi antara tahun 1945 hingga 1947 itu. Tidak hanya itu, pada perang Vietnam antara 1955 hingga 1975, Amerika Serikat juga menggunakan hingga 75 juga liter senjata kimia yang menewaskan ratusan ribu perempuan dan anak-anak serta merusak 500 ribu hektar hasil pertanian di Vietnam. Kementerian Luar Negeri Vietnam dalam sebuah laporan menyebutkan, sekitar lima juta warga negara itu terancam gas racun berbahaya, dan 400 ribu orang di antaranya tewas atau cacat.
New York Times pada 14 Februari 1994 menulis, Amerika Serikat dengan merelokasi unsur dan bahan-bahan kimia, telah membantu proses perang senjata biologi di dunia. Secara terang-terangan, Amerika Serikat melanggar seluruh kesepakatan internasional termasuk ABM, CTBT dan berbagai konvensi lain dalam hal ini. Dengan alasan menjaga rahasia atau masalah keamanan nasional, Amerika Serikat menolak dilakukannya peninjauan ke fasilitas dwi-fungsi dan fasilitas militer di bidang biologis.
Pakaian untuk melindungi diri dari serangan senjata kimia
Amerika Serikat dan Uni Eropa harus memberikan jawaban mengapa mereka membiarkan rezim Zionis bebas melanggar dan tidak mematuhi ketentuan internasional di bidang senjata pemusnah massal. Rezim Zionis merupakan satu-satunya produsen dan pemilik senjata pemusnah massal di kawasan Timur Tengah. Dan dengan dukungan Amerika Serikat, Israel terus mengembangkan dan menimbun jenis persenjataan tersebut.
Salah satu sarana penangkal penggunaan senjata pemusnah massal adalah pelaksanaan kesepakatan laranan penggunaan senjata kimia dan mikroba. Menyusul protokel pada tanggal 17 Juni 1925, negara-negara yang menandatangani kesepakatan tersebut dilarang menggunakan gas-gas kimia dan berancus. Larangan tersebut termasuk peralatan perang dan mikroba, serta para negara penandatangan juga harus mematuhi protokol tambahakn. Relokasi langsung atau tidak langsung bahan-bahan kimia, senjata kimia dan perlengkapannya kepada sebuah negara atau kelompokTraktat lain yang disusun dalam hal ini adalah Konvensi Senjata Kimia (CWC). Konvensi itu ditandatangani pada 3 September 1992, setelah 20 tahun perundingan dan pembahasan. Pada tahun 1997 PBB menetapkan konvensi susulan OPCW yang diratifikasi di Den Haag. Saat ini 190 negara dunia termasuk Iran menjadi anggota OPCW.
Republik Islam Iran sejak awal dimulainya perundingan terkait penyusunan konvensi di Jenewa dan juga komisi pembukaan, termasuk negara anggota yang paling aktif. Dan pada tahun 1997, atas ketetapan parlemen Republik Islam, Iran menjadi anggota OPCW, sebagai korban senjata kimia terbesar di dunia. Oleh karena itu, Iran sangat menekankan pelaksanaan konvensi larangan penggunaan senjata pemusnah massal tanpa diskriminasi.
Mengenali Karakteristik Unggul Imam Husein as
Kota Madinah pada 3 Sya’ban tahun 4 Hijriah menjadi tuan rumah kelahiran anak dari keluarga Nabi. Keluarga yang kerap disebut Rasulullah sebagai Ahlul Bait Nabi pasca turunnya ayat Tathir. Nabi pun senantiasa mengucapkan salam kepada keluarga ini.
Di hari yang berbahagia tersebut, Nabi berdiri di samping pintu rumah Fatimah. Beliau menunggu terbitnya cahaya Husein as. Ketika dunia diterangi cahaya suci Husein, nabi kemudian berkata, Asma’ bawa kesini anakku! Asma’ menjawab, Ya Rasulullah! Aku belum membersihkan bayi ini dan menyiapkannya. Dengan penuh keheranan Nabi bertanya, Kamu membersihkannya? Asma’ kemudian memandang Nabi dan akhirnya ia memahami pertanyaan beliau. Asma’ pun membawa Husein kepada Rasulullah. Nabi kemudian merangkul cucunya, menciumnya dan secara perlahan berbicara kepadanya.
Husein adalah kecintaan Rasulullah. Ia akan tenang ketika dalam pelukan Nabi dan hati Rasulullah akan gembira saat bertemu dengan Husein. Masa kecil Husein dilalui dengan kenangan manis bersama kakek tercintanya, Rasulullah. Terkadang pundak Rasulullah menjadi tempat duduk Husein dan terkadang tangan beliau menggandeng sang cucu kesana kemari. Semua orang menyaksikan ciuman Rasulullah ke wajah Husein. Nabi berbicara dengan Husein menggunakan bahasa anak-anak serta sangat menyayanginya.
Terkait kasih sayangnya yang besar terhadap Husein, Nabi dengan transparan menjelaskan, “Kasih sayang yang Aku limpahkan kepada Husein, lebih besar lagi dari apa yang kalian saksikan.” Sabda Nabi ini telah mengarahkan manusia pada hakikat bahwa kasih sayang yang dilimpahkan Rasulullah kepada anak kecil ini, bukan sekedar kecintaan keturunan dan keluarga, tapi sebuah kecintaan Ilahi. Telah jelas bahwa Nabi bukan manusia biasa. Menurut al-Quran, seluruh perilaku dan ucapan Nabi bukan bersumber dari pribadi dan hawa nafsu, seperti yang dijelaskan dalam Surat An-Najm ayat 3-4 yang artinya, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
Oleh karena itu, Allah Swt berfirman dalam Surat al-Ahzab ayat 21 yang artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Kecintaan besar Rasulullah Saw kepada Husein banyak dimuat di berbagai kitab, bahkan kitab-kitab dari Ahlu Sunnah pun banyak menukilnya.
Di antaranya adalah sebuah riwayat yang menyebutkan, sekelompok orang bersama Rasulullah pergi bertamu, Nabi pun berjalan di depan dan mendahului kelompok ini. Di tengah jalan, Nabi bertemu dengan Husein. Nabi ingin memeluk Husein, namun cucunya tersebut lari kesana kemari. Nabi menyaksikan tingkah laku cucunya dan kemudian mengejarnya. Ketika berhasil memegang Husein, Rasul kemudian memeluk dan menciumnya. Selanjutkan Nabi menghadap kepada masyarakat dan bersabda, “Husein dariku dan Aku dari Husein. Siapa saja yang mencintai Husein, maka Allah akan mencintainya.” (Hadis ini diriwayatkan dari Musnad Ahmad jilid 4, Sunan Ibnu Majah jilid 1 dan Manaqib Ibn Sharashub jilid 3)
Imam Husein memiliki karakteristik unggul di berbagai dimensi. Imam bahkan unggul dari manusia lain di seluruh kesempurnaan, keutamaan dan ibadah. Imam Husein memiliki ibadah dan penghambaan khusus, karena sejak masih berada di kandungan ibunya, Fatimah as hingga kepala beliau dipenggal oleh jahiliyah Umawiyah, Imam Husein senantiasa sibuk dengan memuji dan bertasbih kepada Allah Swt serta bacaan al-Quran terus terdengar dari mulut suci beliau. Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad, putra beliau menceritakan tentang ibadah sang ayah dan bersabda, “Ayahku, Husein bin Ali bin Abi Thalib menghabiskan waktu malamnya dengan ruku’, sujud dan berdoa kepada Allah Swt. Setiap malam, ayahku banyak mengerjakan shalat.”
Imam Husein adalah penjaga ajaran agama dan sunnah Rasulullah. Beliau dengan gigih memajukan tujuan dan misi suci Islam. Salah satu karakteristik Imam Husein adalah cinta kebebasan dan membenci kezaliman. Beliau adalah pahlawan yang tidak pernah bersedia berdampingan dengan kezaliman dan depotisme. Beliau dikenal sebagai peletak metode kebebasan dan nilai-nilai kemanusiaan, di mana seluruh pencinta kebebasan dan anti kezaliman serta pejuang di jalan keadilan harus mengambil teladan darinya.
Sikap anti kezaliman dan keberanian Imam Husein tercermin nyata ketika dipaksa untuk berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah yang jelas-jelas fasid dan melakukan dosa secara terang-terangan. Beliau bersabda, “Husein tidak akan tunduk pada kehinaan...”Menghormati kepribadian seseorang merupakan karakteristik unggul lain Imam Husein. Dalam hal ini Imam akan berbuat sedemikian hati-hati dalam menegur kesalahan orang lain sehingga orang tersebut tidak akan merasa malu akan kesalahannya tersebut.
Diriwayatkan bahwa Imam Husein menyaksikan seseorang melakukan kesalahan dalam berwudhu dan orang tersebut membutuhkan bimbingan wudhu yang benar. Namun karena takut membuat malu orang tersebut, Imam akhirnya memikirkan cara yang lebih baik supaya tidak menyinggung orang ini. Imam Husein kemudian mengajak saudaranya, Imam Hasan as untuk berlomba wudhu dan meminta orang tersebut sebagai wasit. Dengan demikian Imam telah memberikan pelajaran wudhu yang benar secara tidak langsung kepada orang ini.
Akhirnya orang tersebut memahami kesalahannya dan mendapat pelajaran wudhu yang benar. Orang tersebut berkata kepada kedua cucu Rasulullah, “Kalian berdua telah wudhu dengan benar, dalam hal ini Aku yang keliru dan tidak memahami kewajibanku dengan benar. Kalian berdua dengan tepat telah memberi pelajaran kepadaku bagaimana wudhu yang benar.”
Imam Husein juga terkenal sangat menghormati hak-hak orang lain. Diceritakan seorang bernama Abdurrahman telah mengajari surat al-Fatihah kepada salah satu anaknya, kemudian Imam memberinya hadiah seribu dinar dan seribu pakaian serta berbagai hadiah lainnya. Orang tersebut sangat takjub dengan pemberian Imam. Imam Husein yang menyaksikan kondisinya, lantas berkata, “Semua hadiah ini tidak berarti dengan apa yang telah kamu lakukan.”
Karakteristik lain Imam Husein as adalah kelembutan beliau kepada orang lain dan suka bersahabat, khususnya kepada mereka tertimpa kemurungan dan kesedihan dalam mengarungi kehidupan yang pasang surut ini, atau mereka menghadapi kesulitan besar dan menemui jalan buntu. Diceritakan Imam Husein pergi mengunjungi Usamah bin Zaid. Sesampainya di rumah Usamah, Imam menyaksikannya dalam kondisi murung dan sedih. Imam kemudian bertanya kepada Usamah apa yang menyebabkannya terlihat begitu sedih. Usama pun kemudian mengungkapkan kesedihannya dihadapan Imam Husein.
Usamah berkata, “Aku memikul hak orang lain di pundakku. Aku berhutang kepada orang lain dan Aku berharap selama masih hidup mampu mengembalikan hutang tersebut. Aku tidak ingin mati dengan membawa beban hutang.” Setelah mendengar penuturan Usamah, Imam Husein langsung memerintahkan untuk melunasi hutang Usamah. Saat itulah, Usamah dengan hati lapang meninggalkan dunia yang fana ini.
Salah satu karakteristik unggul lain Imam Husein adalah infak secara ikhlas baik itu infak secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, kepada orang yang tak dikenal atau tidak. Malam hari Imam Husein tak segan-segan memanggul bahan makanan dan kebutuhan hidup bagi mereka yang membutuhkan dan anak-anak yatim serta meletakkannya di depan pintu rumah mereka.
Oleh karena itu, di hari Asyura, terlihat bekas-bekas di pundak beliau yang menunjukkan bahwa beliau sering memanggul barang berat. Ketika Imam Sajjad ditanya sebab dari bekas-bekas tersebut, beliau berkata, “Itu adalah bekas dari memanggul sedekah dan hadiah secara sembunyi-sembunyi yang dipikul ayahku pada malam hari dan diberikan kepada anak yatim serta orang-orang miskin.
Abul Fadhl Abbas; Simbol Militansi dan Perjuangan Membela Kebenaran
Ketika bulan Sya'ban tahun 26 Hijriah Qamariah menginjak hari keempat terlahir seorang anak penuh berkah yang membuat keluarga Imam Ali as bergembira. Ia diberi nama Abbas.
Hazrat Abbas dianggap sebagai manifestasi kesopanan dan loyalitas. Jika bepergian ke Karbala, Anda akan melihat dua makam suci di Bain al-Haramain yang berjarak 378 meter. Kedua makam suci ini bercahaya di puncak keagungan dan kebesaran. Yah, ketika melihat, seolah-olah Anda sedang melihat pembawa bendera Karbala, yang berada pada puncak solidaritas, setelah kematian, masih tetap bertahan sebagai pelindung saudara lelakinya.
Ia begitu menjaga tata krama, sehingga tidak akan duduk tanpa izin dari Imam Husein as. Ia selalu menggunakan ungkapan yang sopan saat memanggil Imam Husein as dengan "keturunan Nabi Allah", "tuanku" dan "junjunganku" demi menjaga derajat dan posisi saudaranya. Mungkin inilah sebabnya banyak peziarah saat memasuki Bain al-Haramain pertama mengucapkan salam kepada Hazrat Abbas dan dengan izinnya mereka kemudian menziarahi Imam Husein as dan setelah itu kembali lagi menziarahi Hazrat Abbas. Kami mengucapkan selamat atas kelahiran Hazrat Abbas kepada semua mujahid yang mencapai derajat veteran.
Tepat hari keempat dari bulan Sya'ban tahun 26 Hijriah Qamariah, seorang bayi laki-laki lahir di tengah keluarga Imam Ali as yang membuat keluarga ini berbahagia. Mereka menamakannya dengan Abbas. Ia melangkah di rumah yang meskipun tidak dihiasi dengan perhiasan duniawi, tapi dipenuhi dengan cahaya iman. Sejak awal di rumah tersebut, ia terbiasa dengan konsep keadilan dan perjuangan melawan kezaliman. Dari sini, muncul sarana bagi ketegaran dan pengabdian di jalan yang benar dalam dirinya.
Di masa kecilnya, Abbas dapat menyaksikan ayahnya yang berharga, sebagai cerminan iman, memiliki pengetahuan dan kesempurnaan di depannya. Ucapan ilahi dan perilaku langitnya begitu mempengaruhi dirinya. Abbas menggunakan pengetahuan dan wawasan Ali as. Sekaitan dengan kesempurnaan dan kedinamisan anaknya, Imam Ali as berkata, "Sesungguhnya, Abbas, anak saya telah belajar berbagai pengetahuan dari saya di masa kecilnya, sebagaimana bayi burung dara yang mengambil makanan dan air dari ibunya." Abbas mendapat didikan di linkungan yang sumber tauhid mengalir di sana. Mendapat pendidikan oleh Ali as yang disebut oleh Nabi Muhammad Saw sebagai pintu gerbang ilmu dan selalu terpesona akan Zat Ilahi membuat hari-hari remaja dan pemuda Abbas penuh dengan kesucian dan berkah, sehingga di masa depan, Hazrat Abbas tampil menjadi simbol istiqamah, benteng, perjuangan dan kepahlawanan.
Hazrat Abbas bersama dua cucu Nabi Muhammad Saw, Hasan dan Husein, berada dalam kelas yang sama mempelajari prinsip-prinsip kebajikan. Ia selalu bersama dengan Husein as dan menjadi teladan perilakunya bagi jiwanya. Imam Husein as yang menyadari loyalitas suci saudaranya, Abbas, beliau mendahulukannya dari seluruh keluarganya dan dengan tulus berbaik hati kepadanya. Teladan pendidikan Abbas mendorongnya ke tingkat reformator kemanusiaan besar yang mengubah jalan sejarah dengan pengorbanan dan upaya berkelanjutan untuk menyelamatkan komunitas manusia dari kehinaan dan untuk menghidupkan kembali cita-cita kemanusiaan yang hebat. Sejak awal pertumbuhannya, anak ini telah belajar untuk berjuang di jalan meningkatkan kalimat kebenaran dan mengibarkan bendera tauhid, begitu juga ia telah mencapai keyakinan di dalam jiwanya dan berkelindan erat dengan hatinya.
Sejarah memberi tahu kita bahwa Ali as sangat berkomitmen dalam membina anak-anaknya dan Abbas, di samping pendidikan spiritual dan moral, dari sisi fisik ia dididik dan tumbuh sampai pada titik di mana kebugaran dan kemampuan Abbas mewakili kemampuan dan kesiapan fisiknya. Selain kelebihan keturunan yang diwarisi oleh Abbas dari ayahnya, kegiatan sehari-hari, termasuk membantu ayahnya mengairi kebun kurma, mengalirkan air sungai ke perkebunan dan menggali sumur, serta melakukan permainan seperti remaja yang lain memperkuat kekuatan fisiknya. Ali as mengajarkan Abbas sesuai anjuran Nabi tentang olahraga pemuda dan remaja, termasuk menunggang kuda, memanah, gulat dan berenang serta beliau mengajarkan sendiri kepada Abbas seni perang.
Kekuatan iman kepada Tuhan dan keteguhan di dalamnya adalah salah satu kelebihannya yang paling menonjol. Sang ayah mendidiknya dengan keyakinan yang didasarkan pada pengetahuan dan kontemplasi tentang kebenaran dan rahasia alam; keyakinan yang dideskripsikan sendiri, "Jika tabir disibakkan untuk saya, tidak akan menambah keyakinan saya."
Iman yang dalam dan mengakar ini telah bergabung dengan partikel-partikel wujud Abbas dan menjadikannya salah satu manusia hebat dalam takwa dan tauhid. Iman yang agung dan berkelanjutan inilah yang membuatnya mengorbankan dirinya dan saudara-saudaranya di jalan Allah dan hanya kepada Allah.
Berani dan keberanian adalah tanda yang paling mencolok dari seorang pria. Karena itu adalah tanda kekuatan dan ketegaran dalam menghadapi peristiwa. Abul Fadhl Abbas mewarisi sifat ini dari ayahnya yang merupakan manusia paling berani dan pamannya yang merupakan pahlawan Arab yang terkenal.
Abul Fadhl Abbas adalah dunia kepahlawanan dan seperti yang dikatakan para sejarawan, ia tidak pernah takut dalam perang yang diikutinya bersama ayahnya. Dikatakan bahwa dalam panasnya pertempuran Siffin, seorang pemuda terpisah dari barisan pasukan Islam yang memiliki topeng di wajahnya. Ia maju dan melepas topeng dari wajahnya, menantang pasukan lawan untuk duel dengan berapi-api. Umurnya diperkirakan sekitar tujuh belas tahun.
Muawiyah menoleh ke Abu Sya'tsa, seorang panglima perang yang kuat di pasukannya dan memerintahkannya untuk melawannya. Abu Sya'tsa dengan suara keras menjawab, "Orang-orang menyebut makan malam saya sama dengan seribu pasukan berkuda, tapi engkau ingin mengirim saya untuk berperang dengan seorang remaja? Ia kemudian memerintahkan salah satu anaknya untuk berperang dengan Hazrat Abbas. Setelah beberapa saat, Abbas berhasil membuatnya terbaring dengan darah menyelimutinya. Ketika debu perang hilang, Abu Sya'tsa benar-benar kaget menyaksikan anaknya terbaring dalam darah dan tanah. Ia memiliki tujuh anak laki-laki. Kemudian ia memerintahkan anaknya yang lain, tapi hasilnya tidak berubah. Satu persatu dari anaknya dikirim untuk berperang dengan Abbas, tapi pemuda pemberani itu membunuh semuanya. Abu Sya'tsa yang melihat martabat dan latar belakang perang keluarganya nyaris sirna, akhirnya ia sendiri masuk berperang dengan Abbas, namun hasilnya tetap sama, Abbas berhasil membunuhnya. Setelah itu tidak ada yang berani melawannya. Para sahabat Imam Ali as takjub dan heran dengan keberaniannya. Ketika ia kembali ke pasukannya, Ali as melepas topeng dari wajah anaknya dan membersihkan wajahnya dari debu."
Ketika Imam Ali as gugur syahid, Abbas membuat perjanjian dengan ayahnya untuk menemani dan mendukung saudara-saudaranya. Selama hidupnya dia tidak pernah melangkah lebih dari mereka. Selama masa Imam Hasan as dan berdamai dengan Muawiyah, Abbas menerapkan prinsip kepatuhan tanpa syarat kepada Imam yang benar dan berdiri di belakang saudaranya. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan itu, kita bahkan tidak menemukan satu hal pun dalam sejarah bahwa dia, terlepas dari kinerja beberapa sahabat, menyapa Imamnya untuk kebajikan dan nasihat. Setelah kembalinya Imam HAsan as ke Madinah, Abbas, bersama dengan Imam, membantu mereka yang membutuhkan dan membagi hadiah saudaranya di antara orang-orang miskin. Pada masa itulah ia dijuluki "Bab al-Hawaij" atau pintu bagi mereka yang membutuhkan dan di periode ini digunakan untuk melindungi masyarakat miskin.
Dengan berkuasanya Yazid, Hazrat Abbas melihat umat Islam di bawah mimpi buruk buruk Bani Umayah dan kehidupan mematikan yang penuh dengan kehinaan dan kenistaan. Sekelompok penjahat Bani Umayah memegang nasib rakyat, menghancurkan kekayaan mereka dan memainkan takdir mereka. Dalam menghadapi situasi yang membuat frustrasi ini, Abbas melihat kesetiaan kepada umat dengan berada bersama kebangkitan saudaranya Husein as. Jadi, dengan bersama saudaranya, slogan kebebasan dari para hamba Umayah dan pembebasan umat Islam dari perbudakan mereka serta memulai sebuah jihad suci untuk memulihkan kehidupan yang bermartabat bagi mereka. Dalam mengejar tujuan akhir ini, dirinya dan semua pengikutnya gugur syahid.
Peringatan kelahiran Abul Fadhl al-Abbas
Ketika mereka membawa barang-barang pampasan perang di Karbala ke Syam kepada Yazid, di antara barang-barang itu ada sebuah bendera besar. Yazid dan mereka yang ada di ruangan tersebut melihat melihat bahwa semua bendera ditusuk, tetapi pegangannya tidak masalah. Yazid bertanya, "Siapa yang membawa bendera ini?" Ada yang menjawab, "Abbas bin Ali". Yazid terkejut dan menghormati bendera itu dengan tiga kali berdiri dan kembali duduk lalu berkata, "Lihatlah bendera ini! Tidak ada yang selamat dari tusukan tombak dan pedang, kecuali pegangannya." Tiba-tiba Yazid berkta, "Wahai Abbas! Engkau berhasil menjauhkan laknat dan sumpah serapah dari dirimu. Sumpah serapah memang bukan untuk dirimu."
Iya. Demikianlah cara dan makna loyalitas seorang saudara kepada saudaranya.
Salam kepada Hazrat Abbas. Salam kepada manusia agung yang dipanggil Abu al-Fadhl karena kebajikan dan wajahnya yang bercaya membuatnya dikenal dengan "Qamar Bani Hasyim" atau bulan Bani Hasyim. Imam Shadiq as di awal bacaan ziarah untuk Hazrat Abbas mengakui kemurnia iman dan hati nuraninya yang tinggi lalu berkata:
أَشْهَدُ أَنَّکَ لَمْ تَهِنْ وَ لَمْ تَنْکُلْ وَ أَنَّکَ مَضَیْتَ عَلَى بَصِیرَةٍ مِنْ أَمْرِکَ
"Aku bersaksi bahwa engkau tidak pernah sekalipun menunjukkan kelemahan dan tidak kembali, tapi perjalananmu berdasarkan iman dan hati nurani dalam agama."
Imam Sajjad; Menghidupkan Agama di Era Represif
Imam Ali Zainal Abidin as dilahirkan tanggal 5 Sya'ban tahun 38 Hijriyah di kota Madinah. Putra Imam Husein as ini dijuluki dengan sebutan as-Sajjad, karena tekun beribadah dan bersujud kepada Allah Swt. Selain dekat dengan Tuhan, Imam Sajjad as juga dikenal sebagai orang yang sangat dermawan, baik budi, dan penyantun terutama kepada orang miskin, anak yatim dan orang-orang tertindas.
Tahun-tahun kepemimpinan Imam Sajjad as bersamaan dengan salah satu era kelam dan paling mencekam dalam sejarah pemerintahan Islam. Meskipun pada zaman Imam Ali as telah muncul sebuah rezim tirani yang digawangi oleh Muawiyah bin Abu Sufyan, tapi pada era Imam Sajjad as, para penguasa dari Dinasti Umayyah terang-terangan melecehkan sakralitas Islam dan menginjak-injak prinsip-prinsip Islam serta tidak ada seorang pun yang berani memprotes fenomena itu.
Sebagian besar dari masa kepemimpinan Imam Sajjad as berbarengan dengan era kekuasaan Abdul Malik bin Marwan, penguasa tiran rezim Umayyah. Dia berkuasa lebih dari 20 tahun dan suatu hari dalam pidatonya di Madinah, berkata, "Saya tidak akan mengobati masyarakat ini kecuali dengan pedang. Demi Tuhan! Barang siapa setelah ini menyeruku kepada ketakwaan dan ketaatan, aku akan menebas lehernya." Ucapan ini disampaikan sebagai pesan kepada para khatib dan imam shalat Jumat yang membuka khutbahnya dengan kalimat "bertakwalah kepada Allah."
Imam Sajjad as
Abdul Malik bin Marwan dikenal luas sebagai tukang jagal dan penumpah darah masyarakat. Para pembantu dan panglima tentaranya juga diketahui sebagai orang-orang yang haus darah dan kejam. Sebagai contoh, lihatlah sejarah kehidupan Hajjaj bin Yusuf, penguasa kota Kufah di Irak. Seorang pakar sejarah Islam abad ketiga Hijriyah, al-Mas'udi menulis, "Hajjaj bin Yusuf telah berkuasa selama 20 tahun dan orang-orang yang tewas dengan pedangnya atau disiksa selama masa itu berjumlah 120 ribu orang! Jumlah ini tidak termasuk mereka yang tewas oleh tentaranya ketika berperang melawan Hajjaj. Para tahanan gemetar ketika mendengar nama Hajjaj, ada sekitar 50 ribu laki-laki dan 30 ribu perempuan yang dipenjara di sana. Hajjaj mengurung mereka dalam satu tempat dan penjara itu tidak memiliki atap. Para tahanan tidak aman dari musim panas dan musim dingin."
Dalam kondisi seperti itu, Imam Ali bin Husein as memikul tugas untuk membimbing umat Islam. Pada masa itu, umat Islam terjebak dalam sebuah krisis pemikiran dan akidah. Mereka mengambil jarak dari ajaran Ahlul Bait, sementara para penguasa Dinasti Umayyah berupaya menyibukkan masyarakat dengan hal-hal yang tidak penting dan sepele. Masyarakat Islam juga terancam dengan ulah para penguasa tiran yang menyebarluaskan berbagai jenis kerusakan dan kemungkaran. Hidup mewah dan hedonisme telah menjadi sesuatu yang lumrah. Mereka menguasai banyak properti dan memborong para budak, termasuk mereka yang berprofesi sebagai penyanyi dan penghibur untuk jamuan-jamuan pesta para penguasa.
Dekadensi moral itu mencapai puncaknya pada masa kekuasaan Yazid bin Muawiyah, di mana dua kota suci Mekah dan Madinah juga ternodai oleh perilaku rezim. Al-Mas'udi menulis, "Kerusakan dan noda hitam Yazid juga meracuni para pembantu dan pegawainya. Pada masanya, lagu dan tarian terang-terangan dipentaskan di Makkah dan Madinah bersama pesta pora, masyarakat juga tidak canggung-canggung lagi untuk meneguk khamar. Kondisi mengenaskan ini berlanjut pada masa Abdul Malik bin Marwan."
Menyaksikan kondisi mengerikan itu, Imam Sajjad as menempuh sebuah cara di mana tidak hanya untuk menyelamatkan budaya Islam yang terancam punah, tapi juga untuk menciptakan kondisi bagi penyebaran nilai-nilai luhur Islam. Beliau melakukan revolusi budaya dengan mendidik para tenaga pengajar untuk menghidupkan Islam dan mempersiapkan kemunculan mazhab Jakfari. Selain mengkader para murid, Imam Sajjad as juga mendidik dan memberi pencerahan kepada para budak, dan kemudian memerdekakan mereka untuk berdakwah di tengah masyarakat.
Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa Imam Sajjad as telah memerdekakan seribu budak di jalan Allah Swt. Beliau membeli para budak dan kemudian membekali mereka dengan hakikat Islam. Ketika seorang budak dimerdekakan, pada dasarnya Imam Sajjad as telah meluluskan seorang individu yang merdeka, berpendidikan, arif, dan pecinta Ahlul Bait as. Daya tarik Imam Sajjad as sangat luar biasa di mana beberapa budak lebih memilih hidup bersama beliau daripada dimerdekakan.
Mengingat tuntutan kondisi, Imam Sajjad as tidak bisa terang-terangan menyampaikan ajaran-ajarannya kepada masyarakat. Beliau memanfaatkan metode nasehat dan doa untuk mengenalkan mereka dengan pemikiran-pemikiran Islam. Beliau menghidupkan kembali budaya Islam dan memberi pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang hakikat dan ajaran Islam. Imam Sajjad as dalam sebuah ucapannya berkata, "Jauhilah diri kalian dari berinteraksi dengan para pendosa, bekerjasama dengan para penindas, dan mendekatkan diri dengan orang-orang fasik. Waspadalah terhadap fitnah mereka dan menjauhlah dari mereka dan ketahuilah bahwa barang siapa yang menentang para auliya Allah dan mengikuti selain agama Tuhan serta bertindak gegabah di hadapan perintah kepemimpinan Ilahi, maka ia akan terperosok di neraka?"
Pada tahun 61 Hijriah, Imam Sajjad as turut menyertai ayah beliau yang berjuang melawan kezaliman pemerintahan Yazid, di Padang Karbala. Atas kehendak Allah Swt, saat itu beliau jatuh sakit sehingga tidak bisa ikut bertempur. Setelah Imam Husein as gugur syahid, tampuk imamah diemban oleh Imam Sajjad as. Di sepanjang hidupnya, Imam Sajjad as berusaha melestarikan nilai-nilai perjuangan Karbala dan menyebarluaskannya sebagai hasil dari sebuah kebangkitan besar dan abadi.
Tangisan dan ratapan duka Imam Sajjad as telah menghidupkan tragedi Karbala di tengah masyarakat. Setiap kali dibawakan air minum, beliau meneteskan air mata dan berkata, "Bagaimana aku bisa meminum air sedangkan mereka membunuh cucu Rasulullah Saw dalam keadaan dahaga?" Dan terkadang beliau juga berkata, "Setiap saat aku mengingat terbunuhnya anak-anak Fatimah as, aku tidak bisa menahan tangis." Imam Jakfar Shadiq as berkata kepada Zurarah, "Ketika kakekku Ali bin Husain as mengingat ayahnya, ia selalu menangis sehingga air mata membasahi janggut beliau dan membuat orang-orang lain yang melihatnya terharu dan menangis."
Suatu hari, Imam Sajjad as memberitahu budaknya bahwa beliau akan pergi ke padang sahara. Sang budak berkata, "Aku pun lantas mengikuti beliau. Kulihat beliau sujud di atas sebongkah batu besar. Aku berdiri sambil memperhatikan suara rintihan dan tangisannya. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari sujud sedang air mata telah membasahi seluruh janggut dan wajahnya." Kepada beliau kukatakan, "Tuanku, sampai kapan kesedihanmu akan berakhir dan tangisanmu akan selesai?"
Imam Sajjad as
Imam Sajjad as menjawab, "Tahukah kamu bahwa Nabi Ya'qub bin Ishak bin Ibrahim adalah seorang nabi, anak nabi dan cucu nabi? Beliau mempunyai 12 orang anak. Ketika Allah menjauhkan salah seorang dari mereka, rambut kepalanya memutih karena sedih, punggungnya membungkuk karena duka dan matanya menjadi buta karena selalu menangis. Padahal anaknya masih hidup di dunia. Sedangkan aku, aku dengan mata kepalaku sendiri menyaksikan ayah, saudara dan 17 orang dari sanak keluargaku dibantai dan terkapar di Padang Karbala. Bagaimana mungkin kesedihanku akan berakhir dan tangisanku akan berkurang?"
Pada tanggal 25 Muharam tahun 95 Hijriah, Imam Sajjad as gugur syahid, tak lama setelah Hisyam bin Abdul Malik membubuhkan racun ke dalam makanannya. Beliau wafat pada usia 57 tahun dan dimakamkan di Baqi? di samping makam pamannya, Imam Hasan bin Ali as
Mengenang Perjuangan Imam Hadi as
Kini, kita berada di hari syahadah Imam Ali al-Hadi as, imam kesepuluh Ahlul Bait. Pada 3 Rajab tahun 254 Hijriah di hari seperti ini Imam Hadi as mereguk cawan syahadah. Beliau dibunuh oleh anasir penguasa bani Abbasiah, setelah melihat keberadaan beliau menjadi ancaman bagi kekuasaannya.
Ahlul Bait Nabi Saw merupakan manusia sempurna dan yang dipilih oleh Allah Swt. Perilaku dan ucapan mereka menjadi teladan bagi kehidupan manusia dan manifestasi nilai-nilai ilahi. Mengenal teladan dan mengikuti cara hidup mereka bakal membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Salah satu pilar dasar imamah adalah pengetahuan Imam, dimana berdasarkan itu umat manusia dibebaskan dari tungku kehancuran. Karakter ilmiah Imam Hadi as dibentuk dari masa kecilnya dan sebelum mencapai keimamahan. Debat ilmiah, jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang meragukan agama dan pelatihan murid-murid terkemuka adalah contoh paling menonjol dari ketinggian ilmu Imam Hadi as.
Sejak masih kecil, beliau telah memecahkan masalah fiqih yang kompleks, dimana banyak orang lebih tua dan ulama sedang berjuang untuk memecahkannya. Musuh yang berpikiran sederhana beranggapan dalam mengalahkan reputasi keilmuan beliau dengan mempersiapkan debat ilmiah, tapi yang terjadi hanya rasa malu yang diterima.
Image Caption
Kehidupan sosial dan politik Ahlul Bait menunjukkan betapa sensitifnya tanggung jawab yang mereka pikul dalam melindungi dan menyebarkan agama di tengah-tengah masyarakat. Periode kehidupan mereka penuh dengan peristiwa yang mengancam masyarakat Islam, akibat kebodohan masyarakat waktu itu atau oleh para penguasa zalim. Di masa kehidupan Imam Ali al-Hadi as muncul sejumlah pemikiran dan keyakinan di tengah-tengah umat Islam. Pembahasan seperti melihat Tuhan, keyakinan akan Jabr (Determinasi) atau sebaliknya lebih menekankan kebebasan manusia. Sebagian lagi justru cenderung pada tasawwuf yang kemudian berusaha merasuki pikiran masyarakat umum.
Munculnya fenomena seperti ini berasal dari perubahan dalam kebijakan budaya penguasa Bani Abbasiah dan serangan pemikiran filsafat materialistik dari bangsa-bangsa lain ke tengah masyarakat Islam. Para khalifah pasca Ma’mun telah mengalokasikan dana luar biasa untuk menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani. Bahkan disebutkan bahwa para penerjemah mendapat upah emas seberat buku yang diterjemahkan.
Patut diketahui bahwa dana sebesar itu tidak seluruhnya untuk proyek pengembangan ilmu pengetahuan. Para penguasa Bani Abbasiah berusaha menyebarkan ilmu-ilmu non-Islam ke tengah-tengah umat Islam dan menyelenggarakan dialog-dialog ilmiah antara Ahlul Bait dan para pemikir guna merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan sejak awal. Mereka berusaha melemahkan pemikiran Ahlul Bait, tapi setiap kali mereka berusaha, selalu saja menemui jalan buntu.
Banyaknya mazhab pemikiran menyebabkan beragamnya pendapat yang berujung buruk pada pemisahan budaya di antara umat Islam. Para penguasa Bani Abbasiah memanfaatkan kondisi ini untuk melemahkan pemikiran dan keyakinan para pengikut Ahul Bait.
Di sini Imam Ali al-Hadi as dengan kecakapannya mampu membongkar strategi Bani Abbasiyah. Sekalipun Imam Hadi berada di bawah pengawasan ketat para penguasa Bani Abbasiah dan membatasi kesempatan beliau untuk berhubungan dengan para pengikutnya, Imam Hadi as secara cerdas menghadapi penyimpangan pemikiran mereka.
Keagungan karakter Imam Hadi as memaksa musuh dan teman mengakui dan menghormati beliau. Sebagian dari pengakuan ini berdasarkan pada kepribadian Imam itu, secara moral dan sebagian karena dimensi ilmiahnya adalah hasil dari keramat yang muncul dari dirinya. Sekaitan dengan hal ini, "Ibnu Shahr Ashoub" menulis, "Imam Hadi as adalah orang yang paling berakhlak dan jujur. Orang yang melihatnya dari dekat akan menyebutnya orang yang paling ramah dan bila mendengar apa yang diceritakan tentang beliau dari jauh, maka akan mendengarkan sifat manusia sempurna. Setiap kali Anda diam di depannya, kewibawaan dan kemuliaannya akan menarik Anda dan setiap kali Anda berbicara, kebesaran dan kemurahan hatinya terungkap kepada Anda. Beliau adalah keturunan dari Risalah dan Imamah dan pewaris kekhalifahan bak pohon penuh berkah risalah..."
Salah satu ajaran penting dan kunci dari pernyataan Imam Hadi as yang mencerahkan adalah perhatian yang diberikan kepada dunia fana dan perannya dalam mempromosikan kebahagiaan manusia. Imam Hadi as memperkenalkan dunia sebagai pasar di mana kelompok mendapat manfaat darinya dan kelompok lainnya merugi. Di mata Imam, yang tercela adalah keterikatan akan dunia dan cinta dunia, bukan dunia itu sendiri, tetapi karena manusia mencari keuntungan di pasar akan terikat pada dunia. Keterikatan pada kesenangan duniawi ini adalah sumber kesalahan manusia dan penderitaannya karena melakukan dosa. Penderitaan ini dalam materi yan fana dan keinginan duniawi, menghancurkan manusia dan menjadi sarana bagi kejatuhan dan kemerosotannya. Keuntungan dan kerugian pasar dunia bergantung pada banyak faktor dan keadaan.
Sebagian orang melihat dunia sebagai tempat peralihan dan mencoba membangun cadangan untuk akhirat di dunia. Mereka adalah orang yang di pasar dunia menempatkan metode Nabi Saw dan Ahlul Bait as yang melangkah di jalur penghambaan diri kepada Allah dan berusaha keras di jalan kebenaran dan keadilan. Orang-orang seperti ini akan sampai pada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tetapi mereka yang menganggap dunia sebagai sesuatu yang permanen dan stabil, adalah tawanan hawa nafsu dan mengikuti setan serta dunia sebagai tujuannya. Mereka menjadi mainan dunia yang berkilau dan dosa yang mereka lakukan membuat mereka merugi dan akhirnya mereka mendapat azab ilahi di akhirat.
Imam Hadi as mengikuti secara penuh Sunnah Rasulullah Saw dan berusaha serius untuk merealisasikan persatuan umat Islam. Persatuan umat Islam merupakan prinsip dan nilai-nilai yang mendapat penegasan Nabi Muhammad Saw dan menurut beliau, kemuliaan dan kekuatan umat Islam di semua bidang berada di bawah cahaya persatuan dan solidaritas dalam menghadapi musuh bersama.
Imam Hadi as menerapkan mekanisme dan metode yang beragam untuk mempertahankan persatuan dan menciptakan koherensi di antara umat Islam. Salah satu mekanisme paling penting yang diterapkan beliau adalah penekanan akan dua prinsip bersama. Imam Hadi as sangat memperhatikan al-Quran dan perilaku Nabi Muhammad Saw sebagai dua prinsip bersama dalam kehidupan umat Islam dan bersandar pada keduanya dalam banyak kasus.
Dalam surat kepada para pengikut Syiah yang membahas mengenai perselisihan mereka, beliau menulis, "... Sesungguhnya seluruh umat Islam sepakat bahwa al-Quran itu benar dan tidak ada keraguan di dalamnya... Karenanya, ketika al-Quran bersaksi akan kebenaran sebuah riwayat, maka umat Islam harus mengakui riwayat tersebut. Karena ketika semua sepakat akan prinsip kebenaran al-Quran, keluarnya sekelompok umat Islam dari prinsip ini sama artinya dengan keluar dari umat Islam." Dengan demikian, sesuai dengan yang disampaikan Imam Hadi as, tidak ada satupun muslim yang meragukan prinsi al-Quran. Dari sini, bila al-Quran membenarkan sebuah berita, semua umat Islam harus menerimanya.
Imam Hadi as di sebagian urusan mazhab dan khususnya orang-orang Syiah menetapkan metode dan perilaku Rasulullah Saw sebagai parameter dalam pekerjaannya. Sebagai contoh, ketika sakit, beliau meminta kepada Abu Hasyim al-Ja'fari, seorang alim dan tokoh Syiah untuk mengirim seseorang dari yang dikenal dan Syiah ke Karbala untuk berdoa demi kesembuhan dirinya. Abu Hasyim mengutus seorang bernama Ali bin Bilal yang menerima perintah tersebut. Ia berkata, Imam sejajar dengan pribadi yang berada di Hair. Yakni, Imam Hadi as sejajar dengan Imam Husein sebagai Imam dan doa beliau untuk dirinya sendiri tentu lebih unggul dariku dan lebih cepat diijabahi.
Abu Hasyim mengabarkan berita ini kepada Imam dan sebagai jawabannya beliau berkata, "Nabi Muhammad Saw lebih mulia dari Ka'bah dan Hajar al-Aswad, tapi tetap mengitari dan thawaf mengelilingi Ka;bah dan mencium Hajar al-Aswad. Allah Swt memiliki tempat di bumi yang disukai agar manusia beribadah di sana dan di tempat-tempat yang diinginkan Allah ini, bila ada yang memohong kepada-Nya, pasti Allah kabulkan. Kuburan Imam Husein as termasuk salah satu dari tempat tersebut."
Saba 248, Proyek Rintisan Helikopter Nasional Iran
Republik Islam Iran memiliki salah satu armada helikopter terbesar di Asia Barat. Berbagai jenis helikopter dinas dan tempur digunakan untuk angkatan bersenjata, termasuk angkatan darat, Pasukan Garda Revolusi Islam, polisi, dan berbagai instansi dan organisasi, seperti Bulan Sabit Merah dan Kementerian Perminyakan Iran.
Pada saat yang sama, Iran memiliki kemampuan yang signifikan di bidang perawatan helikopter, karena sejarah panjang Perusahaan Pendukung dan Renovasi Helikopter Iran (PANHA). Perusahaan ini memiliki pengalaman sekitar setengah abad dengan adanya tenaga ahli muda dan berbakat yang dapat memenuhi kebutuhan negara di bidang ini.
Perusahaan yang merupakan bagian dari Organisasi Industri Penerbangan Kementerian Pertahanan dan Angkatan Bersenjata Iran ini telah memainkan peran yang sangat penting dalam bidang perombakan berbagai helikopter, dan pada saat yang sama telah mengambil langkah besar dalam mendesain ulang dan pembuatan helikopter baru.
Berkaitan dengan hal tersebut telah ditandatangani Piagam Dewan Strategis Lini Produksi Helikopter Nasional Saba 248 di hadapan sekelompok pejabat negara pada malam peringatan hari ulang tahun ke-42 kemenangan Revolusi Islam di perusahaan PANHA.
Menurut Manouchehr Manteghi, Sekretaris Markas Besar Pengembangan Teknologi Antariksa dan Teknologi Transportasi Maju, perkembangan industri helikopter membutuhkan pembentukan jaringan industri dan jaringan penjualan yang maju, yang menunjukkan bahwa pekerjaan ini sangat kompleks dan memiliki dimensi yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan kerja sama dan perencanaan yang cermat, dan tersebar luas di berbagai bidang. Menurutnya, helikopter Saba 248 sudah berstandar internasional dan sebanding dengan model luar negeri.
Helikopter Saba 248, yang dirancang dan dibangun oleh para ahli Perusahaan PANHA, diresmikan pada 17 Isfand 1395 Hs dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Menteri Pertahanan Iran, Mayjen Dehghan dan Wakil Presiden Iran Urusan Sains dan Teknologi Sorena Sattari. Menurut Mayjen Dehghan, helikopter ini bisa ditawarkan dengan harga yang kompetitif berdasarkan kebutuhan pelanggan militer dan sipil dengan kemampuan ekspor ke pasar internasional, khususnya di negara-negara Muslim.
Yousef Ghorbani, Komandan Angkatan Udara Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, pada akhir Farvardin 1396 Hs mengatakan, "Helikopter nasional Saba 248, yang diluncurkan di Kementerian Pertahanan, akan segera diserahkan kepada Angkatan Udara dan akan digunakan untuk pelatihan dan operasi,".
Brigadir Jenderal Mojtaba Rouhani, CEO PANHA pada Bahman 1399 Hs juga mengumumkan bahwa helikopter asli Iran dan Saba 248, yang membutuhkan waktu sekitar satu dekade untuk rancang bangun telah maju dan dilengkapi dengan sistem terbaru di dunia serta mampu terbang dalam kondisi sulit.
Menurut Rouhani, helikopter Saba 248 telah menjalani semua uji terbangnya dengan baik. Ia mengatakan, "Helikopter yang diproduksi adalah jenis yang paling banyak digunakan dan memenuhi kebutuhan negara. Helikopter Saba 248 juga memiliki kekuatan khusus untuk melakukan operasi pertolongan, dan lainnya dengan tambahan opsi berdasarkan permintaan yang ada. Dalam waktu dekat kita akan melihat penggunaan helikopter ini di lingkungan angkatan bersenjata, pertolongan darurat dan lainnya,"
Brigadir Jenderal Rouhani dalam sebuah wawancara Shahrivar 1399 Hs menjelaskan proses pembangunan helikopter Saba 248. Ia memaparkan pengalaman teknis bertahun-tahun dari para akademisi dan tenaga ahli industri untuk merancang desain helikopter nasional dan memproduksinya dengan badan pesawat helikopter yang berbeda hingga menghasilkan Saba 248 saat ini.
Nama dari nomor ini adalah singkatan dari 2 pilot dan copilot, 4 baling-baling dan 8 penumpang. Pada awalnya, pembangunan badan helikopter Saba telah dimulai namun di bidang aksesoris mesin dan baling-baling, masih mengadopsi helikopter Italia, AW109 diproduksi oleh Augusta Westland. Tapi akhirnya helikopter Saba 248 dibangun dengan mengembangkan modelnya sendiri.
Generasi kedua atau platform baru dari helikopter nasional ini sedang dalam tahap pembangunan dan pada tahap ini telah dilakukan langkah-langkah agar helikopter ini dapat menggunakan beberapa mesin yang berbeda sesuai permintaan pelanggan. Sementara itu, pembangunan mesin telah dimulai oleh perusahaan lokal, dan setelah itu, dilakukan pembangunan baling-baling komposit yang seluruhnya dilakukan oleh tenaga ahli dalam negeri Iran.
Spesifikasi dan Fitur
Tingkat kerumitan produksi helikopter disebabkan metalurgi spesifik, dan teknologi canggih yang digunakannya. Oleh karena itu, sekitar 200.000 jam kerja telah dilakukan dalam merancang, membuat, dan merakit helikopter Saba 248.
Helikopter Saba 248 kelas ringan dan menengah multiguna, bermesin ganda, empat silinder dan berkapasitas 8 penumpang mampu melakukan misi angkutan kargo dan penumpang serta operasi penyelamatan, fotografi dan pengintaian, ambulans udara, operasi lepas pantai dan taksi udara.
Penggunaan teknologi modern di bidang navigasi, sistem panduan dan mekanis, pengoperasian yang dapat diterima dalam mode mesin senyap, keandalan tinggi, kebisingan dan getaran rendah serta kecepatan tinggi, kemampuan operasional pada kisaran suhu -25 hingga 55 derajat Celcius dan bodi aerodinamis yang cocok, menjadi spesifikasi teknis lainnya dari helikopter Saba 248.
Helikopter Saba 248 memiliki dua mesin. Mesin helikopter ini merupakan mesin generasi keempat dan memiliki sistem kendali tersendiri. Helikopter juga menggunakan sistem Full Glass Cockpit.
Penggunaan sistem ini, yang mengandalkan tampilan digital, memfasilitasi pekerjaan pilot helikopter dan menyediakan akses cepat ke data penerbangan dan berbagai sistem helikopter.
Helikopter ini menggunakan banyak sistem yang dual, termasuk memiliki dua pompa hidrolik, yang meningkatkan faktor keamanannya dan mencegah terjadinya kecelakaan. Helikopter Saba 248 juga memiliki sistem pemecahan masalah otomatis, yang meningkatkan faktor keamanannya.
Tingkat ketinggian helikopter Saba 248 berkisar 6.000 meter dan memiliki durasi penerbangan 4 jam 50 menit. Sistem pendaratan air darurat, tangki bahan bakar tambahan, lift penyelamat, kait kargo dan sistem perlindungan kabel adalah fitur lain dari helikopter ini.
Dengan menggandeng perusahaan berbasis pengetahuan dan berbagai perguruan tinggi terkemuka di Iran, helikopter Saba 248 terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan.
Jejak Pejuangan Berdarah di Balik Hari Bahasa Ibu Internasional
Setiap tanggal 21 Februari, dunia memperingati Hari Bahasa Ibu. Peringatan yang diadopsi PBB ini berawal dari tragedi berdarah rakyat Bangladesh memperjuangkan bahasa ibu mereka.
Di masa lampau, India, Pakistan, dan Bangladesh dijajah oleh Inggris. Setelah India memerdekakan diri pada 1947, Pakistan membentuk negara sendiri. Pakistan terbelah menjadi dua, Bengal Barat (Pakistan) dan Bengal Timur yang kelak menjadi Bangladesh. Keduanya sangat berbeda dalam budaya dan bahasa.
Kemudian pada 1948, pemerintah Pakistan menetapkan Urdu sebagai satu-satunya bahasa resmi Pakistan. Padahal, Bengal adalah bahasa yang lebih umum digunakan, khususnya di Bengal Timur
Kebijakan itu menuai protes dari rakyat Bengal Timur. Mereka ingin bahasa ibu mereka, Bengal, dijadikan salah satu bahasa nasional di samping bahasa Urdu. Sayangnya, protes ini dibalas dengan tekanan pemerintah Pakistan.
Pemerintah melarang rakyatnya berkumpul dan berunjuk rasa. Larangan ini semakin memicu amarah rakyat. Mahasiswa dan rakyat sipil menggelar unjuk rasa besar-besaran. Namun pada 21 Februari 1952, polisi menembaki demonstran.
Abul Barkat, Abdul Jabbar, Sofiur Rahman, dan Abdus Salam gugur. Upaya mereka baru membuahkan hasil setahun kemudian. Pada 1956, pemerintah akhirnya mengakui bahasa Bengal.
Sejak tahun 1955, Bengal Timur merayakan Hari Peringatan Bahasa untuk mengenang tragedi itu. Setelah konflik berkepanjangan, Bangladesh pun memerdekakan dirinya dari Pakistan pada 26 Maret 1971 lewat Perang Kemerdekaan Bangladesh. Monumen "Shahid Minar" didirikan untuk menghormati para pejuang bahasa Bengal.
Rafiqul Islam, seorang Bangli yang tinggal di Vancouver, Kanada menulis surat kepada Kofi Annan pada tanggal 9 Januari 1998 untuk memintanya mengambil langkah untuk menyelamatkan bahasa dunia dari kepunahan dengan mendeklarasikan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day).
Inisiatif Hari Bahasa Ibu Internasional pertama kali diumumkan oleh UNESCO pada 17 November 1999 yang secara resmi diakui oleh Majelis Umum PBB.
Akhirnya dipilihlah tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional karena pada tanggal tersebut, Bangladesh mengalami pembunuhan di tahun 1952 dalam memperjuangkan bahasa Bangli di Dhaka.
UNESCO sebagai bagian dari badan PBB mengajak seluruh negara di dunia untuk ikut merayakannya sebagai pengingat bahwa keberagaman bahasa dan multilingualisme adalah aspek penting.
Perbedaan bahasa di seluruh dunia menjadi hal penting untuk pembangunan berkelanjutan. Selain itu, dalam merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional ini UNESCO ingin mempromosikan tentang kesadaran akan keanekaragaman bahasa dan budaya serta mempromosikan multibahasa.
Apa Itu Bahasa Ibu?
Bahasa ibu adalah penguasaan bahasa seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertamanya (B1). Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang panjang. Dimulai anak tak bisa berbicara hingga fasih berbicara dan mulai mengenal bahasa lain (B2).
Contohnya seperti anak yang lahir di suatu daerah akan mampu berbicara bahasa daerah dari orang tuanya, lingkungan sekitar, dan daerah tempat tinggalnya. Setelah itu, ia akan mengenal bahasa Indonesia sebagai jenjang bahasa yang formal karena menjadi bahasa pendidikan di tingkat dasar.
Melestarikan Keanekaragaman Bahasa Daerah
Berdasarkan dari UNESCO, banyak keanekaragaman bahasa semakin terancam karena makin banyaknya bahasa yang hilang. Setiap dua minggu, sebuah bahasa lenyap. Dengan hilangnya bahasa, secara langsung juga berdampak pada hilangnya warisan budaya pula.
“Ketika sebuah bahasa punah, dunia kehilangan warisan yang sangat berharga. Sejumlah besar legenda, puisi dan pengetahuan yang terhimpun dari generasi ke generasi akan ikut punah,” dikutip dari UNESCO.
Di Indonesia pun tercatat tujuh bahasa daerah punah di kepulauan Maluku. Walaupun Indonesia adalah negara yang kaya akan bahasa daerah dan budaya serta menjadi negara kedua yang memiliki bahasa daerah terbanyak setelah Papua Nugini, ancaman punahnya bahasa daerah juga dihadapi negara ini.
Tujuh bahasa yang punah tersebut antara lain bahasa Kayeli, Palumata, Moksela, hukumina, Piru, Loun, bahasa di Maluku Tengah dan Pulau Ambon. Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku, Asrif mengatakan, di Maluku ketujuh bahasa tersebut sudah tak ada lagi.
Prof Dadang Sunendar dari Badan Bahasa Indonesia menyatakan bahwa topik bahasa ibu di dunia internasional tetap menjadi isu penting ketika bahasa-bahasa daerah di dunia mulai banyak yang punah. Keanekaragaman bahasa semakin terancam karena semakin banyak bahasa yang hilang.
Badan Bahasa sendiri telah memetakan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah bahasa daerah terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini, Badan Bahasa telah memetakan sebanyak 668 bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek) di Indonesia.
Bahasa di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat belum semua teridentifikasi. Oleh karena itu, jumlah hasil pemetaan tersebut tentunya akan bertambah seiring bertambahnya jumlah daerah pengamatan (DP) dalam pemetaan berikutnya.
Dari 668 bahasa daerah yang telah dicatat dan diidentifikasi tersebut, baru 74 bahasa yang telah dipetakan vitalitas atau daya hidupnya berdasarkan kajian pada 2011-2017). Hasilnya, diketahui 11 bahasa dikategorikan punah, 4 bahasa kritis, 22 bahasa terancam punah, 2 bahasa mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi rentan (stabil, tetapi terancam punah), dan 19 bahasa berstatus aman.(
Imam Jawad, Teladan Keutamaan Ilmu dan Akhlak
Di bulan Rajab lahir pula manusia-manusia suci dan besar di sejarah umat Islam. Salah satunya adalah Imam Mohammad Jawad as.
Imam Muhammad Jawad lahir pada bulan Rajab 195 H dan mereguk cawan syahadat pada hari terakhir bulan Dzulqaidah tahun 220 H. Beliau menjadi imam di usia delapan tahun melanjutkan ayahnya yang syahid.
Imam Jawad sebagaimana ayahnya Imam Ridha memainkan peran penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai agama Islam di tengah masyarakat. Beliau menyebarkan ilmu al-Quran, akidah, fiqh, hadis, dan ilmu keislaman lainnya. Salah satunya mengenai tafsir al-Quran. Imam Jawab menjawab pertanyaan mengenai makna dan tafsir sejumlah ayat al-Quran.
Imam Jawad memang berumur belia saat meninggalkan dunia yang fana. Namun usia 25 tahun yang beliau lewati telah meninggalkan warisan ilmu dan khazanah hikmah yang tak terbatas. Sejarah menyebutkan nama 150 orang yang pernah berguru kepada Imam Jawad as dan mendapat bimbingan beliau. Diantara mereka, nampak nama-nama para tokoh yang dikenal figur besar di bidang keilmuan dan fiqh.
Imam Jawad memiliki kepedulian yang besar kepada masalah ilmu dan pendidikan. Beliau pernah berkata, "Tuntutlah ilmu sebab mencari ilmu adalah kewajiban bagi semua orang. Ilmu mempererat jalinan antara saudara seagama dan simbol kemuliaan. Ilmu adalah buah yang paling sesuai untuk hidangan sebuah pertemuan. Ilmu adalah kawan dalam perjalanan dan penghibur dalam keterasingan dan kesendirian."
Beliau dalam sebuah riwayat mengatakan, "Empat hal yang menjadi faktor keberhasilan orang dalam melakukan perbuatan baik dan amal salih adalah kesehatan, kekuatan, ilmu dan taufik dari Allah Swt."
Keutamaan ilmu dan kemuliaan akhlak Imam Jawad begitu harum semerbak di tengah masyarakat, hingga penguasa yang merasa terancam dengan popularitas sang Imam merancang sebuah konspirasi untuk menjatuhkan citra beliau. Pada hari yang telah ditentukan, penguasa Abbasiyah bersama Yahya bin Aktsam memasuki majelis besar yang dihadiri oleh orang-orang terhormat, bangsawan, dan para pejabat pemerintahan. Kemudian, datanglah Imam Jawad as ke majelis itu. Orang-orang yang hadir di dalam majelis itu berdiri menyambut kedatangan beliau.
Makmun berkata kepada Imam Jawad, "Yahya bin Aktsam ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu." "Silahkan bertanya apa pun yang ia ingin ditanyakan", jawab Imam Jawad. Yahya mulai melontarkan pertanyaannya kepada Imam, "Apa pendapatmu tentang orang yang mengenakan pakaian Ihram dan berziarah ke Ka'bah, pada saat yang sama ia juga pergi berburu dan membunuh seekor binatang di sana?"
Imam Al-Jawad berkata, "Wahai Yahya, kau telah menanyakan sebuah masalah yang masih sangat umum. Mana yang sebenarnya ingin kau tanyakan; apakah orang itu berada di dalam Tanah Haram atau di luar? Apakah ia tahu dan mengerti tentang larangan perbuatan itu atau tidak? Apakah dia membunuh binatang itu dengan sengaja atau tidak? Apakah dia itu seorang budak atau seorang merdeka? Apakah pelaku perbuatan itu menyesali perbuatannya atau tidak? Apakah kejadian ini terjadi pada malam atau siang hari? Apakah perbuatannya itu untuk yang pertama kali atau kedua kalinya atau ketiga kalinya? Apakah binatang buruan itu sejenis burung atau bukan? Apakah binatang buruan itu besar atau kecil?"
Mendengar jawaban dari Imam Jawad yang saat ini berusia sangat muda, Yahya bin Aktsam, takjub dan dari raut mukanya terlihat ketidakberdayaannya. Ia pun mengakui keilmuan Imam Jawad.
Imam Jawad juga memiliki sahabat dan murid-murid yang berjasa dalam penyebaran keilmuan Islam. Di antaranya adalah Muhammad Bin Khalid Barqi yang menulis sejumlah karya di bidang tafsir al-Quran, sejarah, sastra, ilmu hadis dan lainnya.
Mengenai pentingnya Ilmu pengetahuan, Imam Jawad berkata, "Beruntunglah orang yang menuntut ilmu. Sebab mempelajarinya diwajibkan bagimu. Membahas dan mengkajinya merupakan perbuatan baik dan terpuji. Ilmu mendekatkan saudara seiman, hadiah terbaik dalam setiap pertemuan, mengiringi manusia dalam setiap perjalanan, dan menemani manusia dalam keterasingan dan kesendirian."
Imam Jawad senantiasa menyerukan untuk menuntut ilmu dan menyebutnya sebagai penolong terbaik. Beliau menasehati sahabatnya supaya menghadiri majelis ilmu dan menghormati orang-orang yang berilmu.
Mengenai pembagian ilmu, Imam Jawad berkata, "Ilmu terbagi dua, yaitu ilmu yang berakar dari dalam diri manusia, dan ilmu yang diraih dari orang lain. Jika ilmu yang diraih tidak seirama dengan ilmu fitri, maka tidak ada gunanya sama sekali. Barang siapa yang tidak mengetahui kenikmatan hikmah dan tidak merasakan manisnya, maka ia tidak akan mempelajarinya. Keindahan sejati terdapat dalam lisan dan laku baik. Sedangkan kesempurnaan yang benar berada dalam akal."
Imam Jawad menyebut ilmu sebagai faktor pembawa kemenangan dan sarana mencapai kesempurnaan. Beliau menyarankan kepada para pencari hakikat dan orang-orang yang mencari kesempurnaan dalam kehidupannya untuk menuntut ilmu. Sebab ilmu akan membantu mencapai tujuan tinggi baik dunia maupun akhirat.
Imam Jawad dalam salah satu pesan kepada para sahabatnya mengungkapkan, "Setiap kali Allah Swt menambah dan memperbanyak nikmat-Nya kepada seseorang, maka kebutuhan masyarakat terhadap Zat Yang Maha Kuasa ini juga semakin besar. Apabila manusia tidak mau menanggung jerih payah ini, yakni apabila manusia tidak mau berusaha untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, maka nikmat-nikmat tersebut akan dicabut."
Imam Jawad dikenal di tengah masyarakat dengan sifat rendah hati dan tawadhu, serta akhlakul karimah. Imam Jawad dikenal sangat dermawan dan lapang dada, dan dengan alasan inilah beliau dijuluki Jawad yang berarti sangat dermawan dan lapang dada. Tak seorang pun yang datang kepada beliau kembali dengan tangan hampa.
Imam Jawad selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat meski disampaikan melalui surat. Oleh karena itulah kecintaan kepada Imam selalu melekat di hati para pengikutnya, walaupun terdapat jarak yang jauh antara beliau dengan pengikutnya.
Imam Jawad berkata, "Allah Swt menganugerahkan nikmat-Nya yang berlimpah kepada sekelompok orang untuk disalurkan lewat derma kepada orang lain. Jika menolak berinfak, maka Allah akan menarik rezeki-Nya dari mereka."
Menurut beliau, harta adalah amanat yang diberikan Allah kepada sebagian hamba-Nya sebagai perantara atau untuk menjadi ujian bagi mereka. Karena itu, siapa saja yang mendapatkan harta dari Allah hendaknya memandang harta itu sebagai titipan Allah untuk mengabdi dan membantu orang lain. Dalam hadis yang lain, beliau berkata, "Anugerah pemberian Allah kepada hamba-Nya tidak akan bertambah banyak kecuali ketika kebutuhan orang lain kepadanya meningkat. Karena itu orang yang tidak sanggup menerima amanat ini dan tidak bersedia membantu orang lain, maka Allah akan menarik rezeki dari tangannya."



























