کمالوندی

کمالوندی

 

Sebagian besar warga Jalur Gaza khususnya anak-anak membutuhkan dukungan kesehatan mental setelah 11 hari serangan udara militer rezim Zionis Israel yang merenggut nyawa sedikitnya 254 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak.

Menurut para psikolog, banyak anak di Gaza menunjukkan tanda-tanda depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku akibat trauma pasca serangan udara yang dilancarkan militer Israel ke Gaza dari tanggal 10-21 Mei 2021.

Seorang warga Palestina, Mohammad Alaf tidak bisa melupakan momen ketika sebuah rudal Israel menghantam dekat rumahnya di kota Gaza. Ayah lima anak ini ingat bahwa suara ledakan telah membuat putrinya yang berusia 6 tahun panik total.

"Saya merasa jantungnya akan berhenti. Dia benar-benar merasa ngeri," kata Alaf kepada Anadolu Agency.

Alaf menambahkan, putri saya mengalami trauma dan tidak bisa tidur lebih dari 24 jam, dan dia menjadi benar-benar terdiam dan menarik diri. "Apakah ini yang ingin dicapai Israel?" ujarnya.

Alaf, yang anak-anaknya berusia antara 3 dan 15 tahun, mengatakan bahwa anak-anaknya telah menjalani hari-hari yang panjang dalam penantian dan terus bertanya tentang apa yang akan terjadi pada kerabat dan teman mereka di sekitar jika terjadi serangan Israel di daerah tersebut.

"Mereka bertanya kepada saya apa yang akan terjadi pada anak-anak yang tinggal di gedung-gedung ini, atau apakah pesawat-pesawat tempur akan mengebom rumah kami," paparnya.

Pertanyaan mereka, lanjut Alaf, menunjukkan betapa mereka takut dibunuh di bawah reruntuhan rumah mereka. Sayangnya, saya tidak memiliki jawaban tentang pertanyaan mereka.

Untuk meredakan kepanikan mereka, Alaf melibatkan anak-anaknya dalam kegiatan seperti menggambar, menyanyi, mendongeng, dan permainan dalam upaya untuk meyakinkan mereka dan membuat mereka tenang. Hingga saat ini, anak-anaknya masih mengalami mimpi buruk dan panik dengan suara keras di luar ruangan.

Sementara itu, Ameera, 17 tahun, mengatakan, saudara laki-lakinya yang berusia 7 tahun, Ahmed, menjadi panik setiap kali dia mendengar suara pesawat tempur Israel terbang di atas mereka.

"Dia sangat takut dan mulai menangis. Dia mulai bertanya kepada ayah saya apakah kami akan tetap hidup untuk melihat ibu kami dibebaskan dari penjara atau serangan udara Israel akan membunuh kami," kata gadis itu kepada Anadolu Agency.

Ibu mereka, Nisreen Abu Kmail, dipenjara oleh Israel pada 2015 atas tuduhan mata-mata untuk kelompok perlawanan Palestina. Dia diperkirakan akan dibebaskan pada Oktober 2021 setelah menjalani hukuman penjara 6 tahun.

Mereka tidak pernah mengunjungi ibunya sejak ditahan. Satu-satunya cara komunikasi mereka adalah melalui podcasting radio yang biasa mereka gunakan untuk memberitahu ibunya tentang kabar mereka.

Namun pada 15 Mei 2021, sebuah pesawat tempur Israel menyerang dan menghancurkan menara Al-Jalaa 12 lantai, yang menampung kantor radio yang biasa mereka gunakan untuk kontak dengan ibu mereka, dan kini kontak mereka telah terputus.

"Peristiwa yang paling mengerikan bukanlah pengeboman. Itu adalah ketakutan kami tentang ibu kami yang di dalam penjara. Dia tidak tahu apa-apa tentang kami, dan ini sangat meresahkan," kata Ameera.

Selama pemboman Israel di Gaza, Ahmed tidak bisa tidur di tempat tidurnya.

"Saya terus memeluk dan menciumnya karena saya tidak tahu apakah kami akan bangun keesokan harinya atau tidak. Itu adalah hari-hari yang mengerikan. Saya tidak tahu bagaimana kami bertahan," kenang Ameera.

Para ahli mengatakan serangan Israel merusak kesehatan mental anak-anak Palestina dan membuat mereka trauma. Menurut para psikolog, anak-anak di Gaza akan menderita untuk waktu yang lama dari masalah perilaku seperti stres, kegugupan ekstrem, dan respons yang parah. Mereka mungkin juga menderita serangan panik, mimpi buruk dan gangguan tidur. 

 

Mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak untuk meninggalkan kediaman resmi dan menyerahkannya kepada perdana menteri baru.

Dilansir kantor berita IRNA, Kamis (17/6/2021), media-media Israel melaporkan bahwa Netanyahu tidak akan mengosongkan kediaman resmi perdana menteri selama beberapa pekan ke depan.

Perdana Menteri Naftali Bennett dilaporkan tidak begitu peduli dengan situasi tersebut. Ia sepertinya berusaha untuk tidak memusuhi pendahulunya dan mantan mentornya itu.

“Netanyahu masih menggunakan kediaman perdana menteri di Balfour Street seolah-olah ia belum dicopot dari jabatannya. Dia memanfaatkan aturan transisi yang kurang jelas,” kata koresponden diplomatik, Tal Schneider.

“Dia menjamu tamu-tamu terkemuka, termasuk mantan Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley,” tambahnya.

Para kritikus menuduh Netanyahu mencampuradukkan kepentingan rezim Zionis dengan kebutuhan pribadinya.

Sekelompok anggota Knesset dan sebuah organisasi anti-Netanyahu telah meminta kabinet dan Mahkamah Agung rezim Zionis untuk mendesaknya segera meninggalkan tempat tersebut. 

 

Kelompok perlawanan Palestina memutuskan untuk meningkatkan tekanan di perbatasan Jalur Gaza dan wilayah pendudukan dengan mengirim balon-balon api ke rezim Zionis Israel.

Surat kabar Lebanon, Al Akhbar, Kamis (17/6/2021) melaporkan, bersamaan dengan berlanjutnya mediasi yang dilakukan Mesir untuk mempertahankan gencatan senjata, tekanan yang diberikan kelompok perlawanan Palestina terhadap Israel di sepanjang perbatasan Jalur Gaza, juga terus berlanjut.
 
Hal ini dilakukan kelompok perlawanan Palestina untuk mencegah terciptanya kondisi yang diharapkan Israel usai perang.
 
Menurut Al Akhbar, menjelang dialog baru yang rencananya akan digelar minggu depan di Kairo, kelompok perlawanan Palestina memutuskan untuk meningkatkan tekanan terhadap Israel. 
 
Dalam dialog baru di Kairo akan dibahas nasib gencatan senjata setelah naiknya kabinet baru Israel di bawah Naftali Bennett. 

 

Juru bicara Gerakan Asaib Ahl Al Haq Irak mengatakan, meski penyelidikan terkait teror para komandan poros perlawanan di Baghdad sudah berlalu lama, namun Amerika Serikat terus melarang Irak untuk mengumumkan hasil investigasi ini.

Mahmood Rubai, Kamis (17/6/2021) seperti dikutip situs Al Ahad menuturkan, hasil investigasi seputar teror Letjen Qassem Soleimani, Komandan Pasukan Quds, IRGC dan Abu Mahdi Al Muhandis, Wakil Ketua Hashd Al Shaabi, Irak, meski sudah terbukti siapa pelakunya, namun sampai sekarang belum juga diumumkan.
 
Ia menambahkan, AS terus memberikan tekanan politik kepada pemerintah Irak, supaya Baghdad tidak mengumumkan orang-orang yang terlibat dalam teror kedua komandan poros perlawanan ini.
 
Menurut Mahmood Rubai, AS berperan besar dalam upaya mencegah hasil penyelidikan teror tersebut disampaikan kepada publik. Pada saat yang sama Rubai meminta pemerintah Irak untuk segera mengumumkan hasil investigasi kepada rakyat negara ini.

 

Puluhan komando pasukan superelit rezim Zionis Israel baru-baru ini dikabarkan terjangkiti penyakit menular, Impetigo.

Surat kabar Israel Hayom, Kamis (17/6/2021) menulis, puluhan personel pasukan superelit Angkatan Laut Israel, Shayetet 13, tertular penyakit menular Impetigo.
 
Menurut koran Israel, 25 personel pasukan Shayetet 13 yang tertular Impetigo ini sudah dibebastugaskan.
 
Impetigo adalah infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lepuhan kecil berisi nanah. Penyakit ini bisa muncul setelah terjadinya infeksi saluran pernapasan seperti flu atau virus lainnya.
 
Shayetet 13 adalah pasukan superelit AL Israel yang mampu melancarkan serangan udara, darat dan laut. Salah satu tugas mereka melakukan agresi laut dan operasi rahasia di dalam wilayah musuh. 

 

Juru bicara Gerakan Perlawanan Islam Palestina Hamas mengatakan darah suci para pemuda revolusioner telah mengubah perang melawan rezim Zionis Israel, berbalik menguntungkan rakyat Palestina dan hak mereka.

Hazem Qassem, Kamis (17/6/2021) seperti dikutip Fars News mengatakan, Intifada pemuda revolusioner di Tepi Barat adalah penentu kemerdekaan Palestina.
 
Ia menambahkan, Intifada para pemuda ini merupakan satu-satunya jalan untuk mengusir Israel dari tanah Palestina.
 
Jubir Hamas itu menegaskan, "Pada saat yang sama, darah suci para pemuda ini juga akan mampu mempertahankan fondasi nasional Palestina.
 
Hazem Qassem berterimakasih kepada para pemuda di Nablus dan seluruh pemuda Tepi Barat karena bangkit melawan rezim Zionis.

 

Seiring dimulainya gelombang baru pengiriman balon api dari Jalur Gaza ke distrik-distrik Zionis di sekitar Jalur Gaza, para pemukim Zionis mengakui bahaya balon api Palestina tidak kalah dari rudal.

Dikutip situs Arabi 21, Kamis (17/6/2021), balon-balon api warga Palestina di Jalur Gaza sudah diterbangkan ke distrik-distrik Zionis sejak 15 tahun lalu, dan telah menyebabkan kebakaran luas di distrik Israel.
 
Di sisi lain situs surat kabar Israel Hayom menulis, para pemukim Zionis di sekitar Jalur Gaza menegaskan bahwa bahaya balon-balon api bukan saja tidak kalah dari rudal Palestina, bahkan terkadang lebih merusak.
 
Sejak dua hari lalu balon-balon api mulai diterbangkan lagi oleh kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza ke distrik-distrik Zionis sehingga menyebabkan 24 insiden kebakaran.

 

Salah seorang pejabat Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan, perang mendatang terkait Al Quds akan menjadi perang regional.

Khaled Al Batash, Kamis (17/6/2021) kepada stasiun televisi Al Mayadeen menuturkan, lima pemimpin penting di kawasan Timur Tengah sudah mengumumkan kesiapan untuk membela Al Quds.
 
Ia menambahkan, perang mendatang untuk membela Al Quds dari kejahatan rezim Zionis Israel, akan menjadi perang kawasan.
 
Menurut Khaled Al Batash, kelima kekuatan ini (negara kawasan) mampu melawan Israel dalam perang, dan mereka akan mengomando perang regional melawan Israel, untuk membela Al Quds.

 

Pasukan perlawanan Palestina berhasil menembak jatuh pesawat nirawak Israel di Jalur Gaza.

Saberin News melaporkan, pasukan perlawanan Palestina menembak jatuh sebuah pesawat tak berawak Israel di sebelah barat Kota Gaza pada Jumat (18/6/2021) pagi.

Drone-drone rezim Zionis menargetkan pangkalan milik pasukan perlawanan di timur Beit Lahia, yang terletak di utara Jalur Gaza.

Media tidak menyebutkan rincian dan jumlah korban tewas dan luka-luka serta jumlah kerusakan yang ditimbulkan akibat serangan terbaru militer Israel ke Gaza.

Rezim Zionis secara efektif telah melanggar perjanjian gencatan senjata dengan kelompok perlawanan Palestina.

Pada 10 Mei, rezim Zionis melancarkan perang melawan Palestina di Tepi Barat dan Gaza, tetapi, bertentangan dengan harapannya, mendapat tanggapan rudal yang sengit dari pasukan Perlawanan Palestina, yang menyebabkan rezim Zionis mangajukan gencatan senjata.

 

ebijakan diskriminatif di negara-negara Barat terus berlanjut dalam berbagai dimensi sosial. Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International dalam laporan terbarunya menjelang Hari Pengungsi Sedunia yang jatuh pada 20 Juni, menyebutkan bahwa Kanada setiap tahun memenjarakan ribuan orang, termasuk disabilitas dengan alasan terkait imigrasi, dan mereka mengalami diskriminasi.

Amnesty International juga melaporkan situasi mengerikan para migran di pusat-pusat penahanan Kanada, dan berdasarkan dokumen-dokumen, organisasi ini mengumumkan bahwa para migran di pusat-pusat penahanan secara teratur diborgol dan tidak memiliki kontak dan akses dengan dunia luar.

Laporan tersebut muncul ketika diskriminasi rasial, agama dan ideologi selalu ada di masyarakat Barat, terutama di Amerika Serikat dan Kanada, tetapi dalam beberapa tahun terakhir penerapan kebijakan diskriminatif menjadi lebih serius, sehingga Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengakui bahwa banyak warga Kanada tiba-tiba percaya bahwa diskriminasi adalah fakta yang jelas. Dia mengatakan, diskriminasi harus berakhir, dan kami sedang bekerja menangani masalah ini.

Penemuan kuburan massal 200 anak pribumi di Kanada dan pembunuhan satu keluarga Muslim di negara ini adalah beberapa kasus yang terbongkar dalam sebulan terakhir saja. Isu perlakuan diskriminatif terhadap migran dan orang berkebutuhan khusus (disabilitas) masih mengemuka. Di sisi lain, dengan merebaknya pandemi Covid-19, serangan terhadap migran dan warga keturunan Asia juga meningkat di negara-negara Barat, termasuk Kanada.

Menurut sebuah laporan oleh kelompok masyarakat sipil di Kanada, kekerasan rasial terhadap orang Amerika-Asia tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, dan berbagai jenis serangan fisik dan verbal terhadap keturunan Asia di Kanada juga telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir.

Ketua Dewan Nasional Cina-Kanada Amy Go mengatakan, serangan terhadap keturunan Asia di Kanada telah meningkat tajam, bahkan tahun lalu, kasusnya lebih banyak daripada di Amerika Serikat. Menurutnya, serangan terhadap keturunan Asia di Kanada meliputi serangan fisik dan verbal, dan pelecehan lainnya termasuk diludahi.

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau
Diskriminasi di Kanada, Amerika Serikat dan negara-negara Barat terjadi ketika negara-negara ini selalu meneriakkan slogan-slogan membela hak asasi manusia dan kesetaraan manusia, bahkan mereka menuduh banyak negara melanggar hak asasi manusia dan kesetaraan.

Diskriminasi merajalela tidak hanya di Kanada tetapi juga di Amerika Serikat dan banyak negara Eropa lainnya. Perlakuan kekerasan di negara-negara itu, bahkan dilakukan oleh polisi terhadap migran, warga kulit berwarna, etnis minoritas , agama minoritas dan perempuan. Kurangnya akses yang sama untuk kesejahteraan dan bahkan pendidikan bagi mereka semakin membuktikan omong kosong dari banyak slogan yang digaungkan oleh negara-negara itu di bidang hak asasi manusia dan kesetaraan manusia.

Pandemi Virus Corona dan perlunya akses yang sama terhadap pengobatan dan perawatan bagi migran, masyarakat adat dan etnis minoritas  yang tinggal di Kanada, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa, dan lambatnya akses untuk vaksin Covid-19, menunjukkan dimensi baru diskriminasi dan parahnya perilaku ini di Barat.

Di banyak negara ini, warga kulit berwarna, terutama kulit hitam dan migran, berada di barisan terakhir dalam akses ke obat-obatan, perawatan, dan vaksin, dan banyak yang meninggal karena penyakit dan kurangnya akses tersebut. Menurut Gubernur Illinois David Bowen, sulit untuk menebus adanya ketidaksetaraan yang telah ada selama beberapa dekade atau mungkin berabad-abad dalam penggunaan perawatan kesehatan di antara orang kulit berwarna.

Media-media dan lembaga internasional telah menerbitkan berbagai laporan tentang perilaku tidak manusiawi dan anti-hak asasi manusia di masyarakat Barat. Untuk itu para pejabat di negara-negara itu seharusnya berusaha untuk merevisi undang-undangnya dan memperbaiki kebijakan ketimbang hanya menggaungkan slogan-slogan politik dan omong kosong serta menuduh negara-negara lain melanggar hak asasi manusia, bahkan melakukan internvensi atas alasan tersebut.