کمالوندی

کمالوندی

 

Hari pertama bulan suci Ramadan 1442 H di Republik Islam Iran dimulai pada Rabu, 14 April 2021.

Pada hari pertama Ramadan digelar Tadarus al-Quran di Mushalla Besar Tehran dan di Huseiniyah Imam Khomeini ra di Tehran, ibu kota Republik Islam Iran.

Acara yang melibatkan para Qari dan Hafiz terkemuka Iran itu dihadiri secara virtual oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei.

Tadarus yang dimulai pada pukul 17.00  waktu setempat itu juga disiarkan secara langsung melalui saluran radio dan televisi chanel al-Quran.

Rahbar dalam pembukaan Tadarus menyampaikan beberapa poin penting mengenai kebijakan Republik Islam Iran. Ayatullah Khamenei mengatakan, kebijakan Iran mengenai kesepakatan nuklir JCPOA dan sanksi telah kami umumkan secara terbuka atau kami sampaikan dalam rapat dengan para pejabat secara tertulis.

"Jadi kebijakan negara sudah jelas dan mereka tahu apa yang harus dilakukan," kata Ayatullah Khamenei.

Dia menambahkan, para pejabat berkesimpulan bahwa mereka harus berunding untuk menerapkan kebijakan tersebut dan ini tidak masalah bagi kami, tapi perlu diwaspadai agar negosiasi tidak berlarut-larut, karena ini merugikan negara.

Menurut Ayatullah Khamenei, tujuan Amerika Serikat yang bersikeras pada negosiasi merupakan upaya untuk memaksakan sebuah perkataan yang batil.

"Landasan logika Republik Islam adalah, pertama AS harus mencabut sanksi, karena mereka tidak bisa dipercaya dan berulang kali melanggar kesepakatan, bahkan sebagian negosiator Eropa mengakui dan membenarkan hal itu dalam pertemuan tertutup, meskipun mereka tunduk pada AS dalam membuat keputusan dan tidak memiliki independensi," jelasnya.

Rahbar mencatat bahwa usulan dominan Amerika bernada arogan dan merendahkan dan bahkan tidak patut untuk diperhatikan.

Ayatullah Khamenei berharap agar para pejabat melangkah ke depan dengan mata terbuka, hati yang teguh, dan bertawakkal kepada Allah, serta membuat bangsa senang dengan pertolongan Ilahi.

 

Hari pertama bulan suci Ramadan 1442 H di Republik Islam Iran dimulai pada Rabu, 14 April 2021.

Pada hari pertama Ramadan digelar Tadarus al-Quran di Mushalla Besar Tehran dan di Huseiniyah Imam Khomeini ra di Tehran, ibu kota Republik Islam Iran.

Acara yang melibatkan para Qari dan Hafiz terkemuka Iran itu dihadiri secara virtual oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei.

Tadarus yang dimulai pada pukul 17.00  waktu setempat itu juga disiarkan secara langsung melalui saluran radio dan televisi chanel al-Quran.

Rahbar dalam pembukaan Tadarus menyampaikan beberapa poin penting mengenai kebijakan Republik Islam Iran. Ayatullah Khamenei mengatakan, kebijakan Iran mengenai kesepakatan nuklir JCPOA dan sanksi telah kami umumkan secara terbuka atau kami sampaikan dalam rapat dengan para pejabat secara tertulis.

"Jadi kebijakan negara sudah jelas dan mereka tahu apa yang harus dilakukan," kata Ayatullah Khamenei.

Dia menambahkan, para pejabat berkesimpulan bahwa mereka harus berunding untuk menerapkan kebijakan tersebut dan ini tidak masalah bagi kami, tapi perlu diwaspadai agar negosiasi tidak berlarut-larut, karena ini merugikan negara.

Menurut Ayatullah Khamenei, tujuan Amerika Serikat yang bersikeras pada negosiasi merupakan upaya untuk memaksakan sebuah perkataan yang batil.

"Landasan logika Republik Islam adalah, pertama AS harus mencabut sanksi, karena mereka tidak bisa dipercaya dan berulang kali melanggar kesepakatan, bahkan sebagian negosiator Eropa mengakui dan membenarkan hal itu dalam pertemuan tertutup, meskipun mereka tunduk pada AS dalam membuat keputusan dan tidak memiliki independensi," jelasnya.

Rahbar mencatat bahwa usulan dominan Amerika bernada arogan dan merendahkan dan bahkan tidak patut untuk diperhatikan.

Ayatullah Khamenei berharap agar para pejabat melangkah ke depan dengan mata terbuka, hati yang teguh, dan bertawakkal kepada Allah, serta membuat bangsa senang dengan pertolongan Ilahi. (RA)

 

Pertemuan Komisi Bersama, Rencana Aksi Komprehensif Bersama, JCPOA di Wina hari ini, Kamis (15/4/2021) ditutup, dan rencananya dialog teknis akan dilanjutkan pada pertemuan tingkat ahli.

Deputi Menteri Luar Negeri Iran urusan politik Sayid Abbas Araqchi, Kamis dalam pertemuan Komisi Bersama JCPOA di Wina memprotes sikap lemah negara-negara Eropa terkait sabotase rezim Zionis Israel di situs nuklir Natanz.

Pertemuan Komisi Bersama JCPOA beberapa saat lalu ditutup, dan akan dilanjutkan dengan dialog teknis dalam pertemuan-pertemuan tingkat ahli.

Di awal pertemuan, Abbas Araqchi memprotes sabotase terbaru Israel di fasilitas pengayaan uranium Natanz, dan menyesalkan sikap lemah Eropa terkait insiden ini.

Ia menegaskan, negara-negara anggota JCPOA harus satu kata dan tanpa kompromi politik, mengecam dan mengutuk aksi yang merupakan bukti terorisme nuklir, dan pelanggaran tegas terhadap hukum internasional ini.

Araqchi menambahkan, "Delegasi Iran tidak menginginkan 'perundingan atrisi' dan perundingan yang membuang waktu, perundingan harus dalam kerangka yang jelas, dan diselenggarakan pada waktu yang bisa diterima."

Sehubungan dengan pengayaan uranium 60 persen di Iran, Araqchi menjelaskan bahwa pengayaan ini dilakukan dalam kerangka hak Iran di bawah Pasal 26 dan 36 JCPOA dengan tujuan untuk memenuhi sebagian kebutuhan nasional di bidang kedokteran.

 

Pengelola Kompleks Imamzadeh Saleh di Tehran menyiapkan 1100 paket sembako untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Pengemasan ribuan paket sembako tersebut dilakukan di halaman Kompleks Imamzadeh Saleh pada hari Rabu (14/4/2021), yaitu hari pertama bulan suci Ramadan di Republik Islam Iran.

Direktur Eksekutif Astan Moqaddas Imamzadeh Saleh Hujjatul Islam Ehsan Biniaz Tehrani mengatakan, paket sembako ini disiapkan dari tempat sumbangan amal bekerja sama dengan Badan Amal Hazrat Ruqayah dan akan diberikan kepada masyarkaat yang memerlukan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan tim-tim Rukyatul Hilal dari Lembaga Pengamatan Hilal, Kantor Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, pada hari Senin (12/4/2021) petang, hilal bulan Ramadan 1442 Hijriah tidak dapat diamati di seluruh wilayah Iran.

Oleh karena itu bulan Syaban tahun ini genap 30 hari, dan Rabu (14/4/2021) adalah hari pertama bulan suci Ramadan 1442 Hijriah, di Iran.

 

Presiden Joe Biden mengatakan waktu untuk mengakhiri perang terpanjang Amerika Serikat di Afghanistan telah tiba.

"AS akan mendukung pemerintah Afghanistan, tetapi tidak akan terlibat dalam operasi militer," kata Biden dalam pidatonya tentang rencana penarikan pasukan dari Afghanistan, Rabu (14/4/2021) seperti dikutip Farsnews.

"Proses penarikan pasukan AS akan dimulai pada 1 Mei," tambahnya.

Sebelum ini, seorang pejabat senior Washington mengatakan penarikan pasukan AS dimulai pada bulan Mei dan semua pasukan AS akan ditarik dari Afghanistan hingga 11 September tahun ini.

Taliban telah memperingatkan bahwa jika pasukan asing tidak keluar dari Afghanistan pada batas waktu yang ditentukan, mereka menganggapnya sebagai pelanggaran perjanjian Doha dan berjanji akan memulai serangan baru.

 

Aksi represif junta militer terhadah demonstran Myanmar menewaskan lebih dari 700 orang, termasuk 50 anak.

Komisoner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Michelle Bachelet, Selasa (13/4), mengatakan konflik Myanmar berpotensi semakin meluas dan mengkhawatirkan.

Saya khawatir situasi di Myanmar sedang menuju konflik besar-besaran," kata Bachelet.

Ia juga memperingatkan kemungkinan terjadinya krisis kemanusiaan, dan meminta negara-negara di dunia segera beraksi untuk mendorong militer Myanmar segera  menghentikan aksi represif terhadap warganya sendiri.

Sejak kudeta militer meletus di Myanmar, sekitar 710 warga sipil, termasuk sekitar 50 anak dan remaja terbunuh, dan ribuan terluka serta sekitar 2.700 ditangkap.

Rakyat Myanmar melancarkan memprotes terhadap kudeta militer yang dilancarkan 1 Februari 2021 dengan membatalkan perayaan Tahun Baru dan turun ke jalan.

Liburan Tahun Baru lima hari, yang disebut Tingyan biasa dirayakan dengan doa dan pembersihan patung Buddha di kuil. Tapi tahun ini mengambil bentuk berbeda dengan kehadiran para pengunjuk rasa di jalan-jalan Myanmar.

Selama beberapa hari terakhir, sebanyak 19 pengunjuk rasa di Myanmar dijatuhi hukuman mati atas pembunuhan seorang asisten perwira militer.

Pada 1 Februari, junta militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap partai berkuasa Liga Nasional untuk Demokratisi (NLD) yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, dan merebut kekuasaan dengan klaim terjadi kecurangan pemilu.

 

Gedung Putih telah memberitahu Kongres AS untuk menjalankan kesepakatan penjualan senjata dan alutsista dengan UEA senilai 23 miliar dolar, termasuk jet tempur F-35, yang ditandatangani oleh pemerintahan Donald Trump.

Meskipun para pejabat pemerintahan Joe Biden menyinggung revisi perjanjian 90 menit antara Donald Trump dengan pemimpin UEA untuk menjual jet tempur F-35 dan senjata lainnya, tapi pemerintahan Biden hari Selasa (13/4/2021) menyampaikan kepada Kongres AS untuk menjalankannya. 

Sebelumnya, Joe Biden telah menangguhkan kesepakatan senjata yang ditandatangani oleh Donald Trump sejak menjabat untuk meninjau perjanjian tersebut.

Satu jam sebelum akhir masa kepresidenannya di Amerika Serikat, Donald Trump memberi tahu Kongres AS bahwa kesepakatan senjata senilai 23 miliar dolar antara Washington dan Abu Dhabi adalah dampak dari normalisasi hubungan UEA dengan Israel.

Di bawah kesepakatan senjata AS dengan UEA senilai 23,37 miliar dolar, sebanyak 50 jet tempur F-35 akan dijual, bersama dengan berbagai drone pintar dan amunisi canggih.

Keputusan baru pemerintahan Biden ini diambil di saat Washington mengklaim sedang mendorong upaya untuk mengakhiri perang di Yaman.

Uni Emirat Arab terlibat dalam koalisi agresi yang dipimpin Arab Saudi di Yaman sejak 2015.

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menekankan bahwa kebijakan Iran dalam masalah JCPOA sudah jelas, dan para pejabat negara Iran harus berhati-hati dalam negosiasi supaya tidak merugikan kepentingan nasional.

Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei dalam pidato yang disampaikan pada tadarus Al Quran menyinggung masalah yang berkaitan dengan JCPOA, sanksi dan pembicaraan Wina, dengan menyatakan bahwa tujuan Amerika untuk menekankan dan bersikeras dalam negosiasi demi memaksakan kata-katanya yang keliru.

Putaran baru pembicaraan nuklir yang bertujuan untuk menghidupkan kembali JCPOA antara Iran dan kelompok 4+1 dimulai sekitar 10 hari yang lalu di Wina untuk menemukan cara efektif dalam pencabutan sanksi AS terhadap Iran dan kemudian Tehran memverifikasinya.

Logika dan kebijakan Iran dalam putaran pembicaraan Wina kali ini menekankan agar Amerika Serikat mencabut sanksi terlebih dahulu, karena pengalaman menunjukkan bahwa Tehran tidak mempercayai Amerika Serikat yang telah melanggar kesepakatan dengan meninggalkan JCPOA.

Menyusul keluarnya Amerika Serikat dari JCPOA, pihak Eropa juga gagal memenuhi komitmennya dan secara praktis mengamini langkah mantan Presiden AS Donald Trump. Pihak Eropa mengakui bahwa Washington melanggar kesepakatan bersama yang telah dicapai, tetapi sebagaimana disampaikan Rahbar, pihak Eropa berada dalam posisi untuk menyerah kepada Amerika dan tidak memiliki independensi.

Dengan pergantian pemerintahan dan kekuasaan di AS yang saat ini dipimpin Biden saat ini, upaya untuk menghidupkan kembali JCPOA melalui dialog dan diplomasi dilanjutkan, dan akhirnya pembicaraan nuklir di Wina menjadi kunci.

Kebijakan definitif Iran untuk menghidupkan kembali JCPOA adalah pencabutan sanksi AS secara efektif dan kemudian Tehran memverifikasinya. Selain itu, setiap proposal di luar pendekatan ini tidak disetujui oleh Iran, dan Republik Islam tidak hadir di Wina hanya untuk bernegosiasi tanpa kejelasan hasilnya. Perilaku pemerintahan Biden terhadap JCPOA sejauh ini sama dengan pemerintahan Trump, dan untuk alasan ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Islam telah memperingatkan akan terkikisnya negosiasi. 

Mahmoud Vaezi, Kepala kantor Presiden Republik Islam Iran, hari Rabu mengatakan bahwa semakin lama perundingan, semakin besar tekanan sanksi terhadap rakyat Iran. Sementara pemerintahan baru AS mengumumkan bahwa kebijakan tekanan maksimal telah gagal dan tidak menerima kebijakan ini. tapi di sisi lain mempertahankan sanksi dengan mengambil jalan yang sama dengan pemerintahan Trump.

Kegagalan kebijakan tekanan maksimum membuktikan bahwa "tekanan, ancaman, dan sabotase" bukanlah cara untuk mendapatkan konsesi dari Iran di meja perundingan. Sebab satu-satunya cara untuk menghidupkan kembali JCPOA adalah pencabutan sanksi secara efektif.

Iran telah mencapai tahap kepastian dalam industri nuklir, dan dimulainya proses pengayaan uranium 60 persen di fasilitas nuklir Natanz sebagai tanggapan terhadap terorisme nuklir dan sabotase di fasilitas tersebut. 

Sebagaimana ditekankan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif bahwa siklus berbahaya terorisme nuklir di Natanz hanya dapat dihentikan dengan mengakhiri terorisme ekonomi pemerintahan Trump. Dalam keadaan seperti itu, pemerintahan Biden hanya dapat kembali ke JCPOA dengan secara efektif mencabut sanksi terhadap Iran, Jika tidak, maka tidak ada lagi kesempatan untuk pembicaraan Wina.

 

Pada 22 Februari 2021 anggota Majelis Khobregan (Dewan Ahli Kepemimpinan) bertemu dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei di Tehran.

Di hadapan pada ulama dan pemuka agama ini, Rahbar mendahului pidatonya dengan menjelaskan poin-poin penting terkait kebutuhan masyarakat dewasa ini di bidang pemahaman dan nilai-nilai Islam serta urgensitas untuk memperbarui pemahaman ini.
 
Islam adalah agama yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari manusia dan aturan serta hukumnya tidak pernah usang. Oleh karena itu berdasarkan sumber dan tujuan Islam, dan dengan pengenalan yang akurat terkait waktu dan tempat, mekanisme efektif sesuai kebutuhan masyarakat dapat ditentukan.
 
Artinya inti sari ajaran Islam yang universal ini disimpulkan serta pemahaman falsafah, ajaran dan sistem Islam dicapai. Rahbar meminta Hauzah Ilmiah, pengajar hauzah dan universitas untuk membawa pemahaman Islam hingga ke tahap praktik di dunia nyata.
 
Ayatullah Khamenei mengatakan, sistem pengetahuan dan nilai Islam adalah serangkaian pemahaman yang jika dibawa ke tengah masyarakat, kemudian diterapkan dalam praktik keseharian, akan menjadi pekerjaan sangat besar dan penting. Di mana pun kita melakukan pekerjaan terkait masing-masing dari pemahaman yang akan saya jelaskan kemudian ini, bernilai bagi bangsa, negara, harga diri Islam, dan Republik Islam Iran, sebaliknya di mana pun kita lalai, kita akan tetap terbelakang.
 
Rahbar mengemukakan sejumlah contoh untuk memperjelas masalah, salah satu yang terbaru adalah wabah virus Corona. Ia mengatakan, konsep tolong menolong merupakan konsep bernilai di dalam sistem Islam, konsep ini dipraktikkan oleh rakyat, pemuda, instansi pemerintah, dan lembaga revolusi, kebangkitan besar dalam membantu sesama Mukmin di tengah wabah Corona, terbentuk dan berhasil mengatasi banyak permasalahan. Kenyataannya, konsep tolong menolong memiliki kapasitas yang bisa mempengaruhi masyarakat seperti sekarang ini.
 
Pada contoh lain Ayatullah Khamenei menyinggung kebijaksanaan dan keinginan Imam Khomeini untuk mempraktikkan konsep-konsep seperti tawakal, menjalankan kewajiban, pengorbanan, jihad dan martir. Ia menuturkan, semua ini sudah disampaikan, dan dengan munculnya Imam Khomeini, dengan pergerakan, pencerahan, dan tuntutan beliau yang menegaskan kehendak Ilahi, hal tersebut masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Hasilnya, selama delapan tahun, dalam sebuah perang yang realitasnya merupakan perang internasonal, kita berhasil menang atas para penentang.  
 
Rahbar bertemu Majelis Khobregan
 
Ayatullah Khamenei kemudian mengutip Surat An Nisa ayat 64,  “Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.” Menurutnya, ketaatan dan penyerahan diri tersebut bukan hanya terbatas pada pekerjaan-pekerjaan pribadi seperti salat dan puasa, melainkan harus dilaksanakan pada semua urusan kehidupan.
 
Sebagaimana Imam Khomeini menerapkan pandangan agama dengan menggunakan ayat-ayat ini pada ranah sosial dan pemerintahan. Imam Khomeini mengutip Surat Saba ayat 46, “Katakanlah: Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri…..” kemudian beliau memulai sebuah kebangkitan Islam pada tahun 1963.
 
Ayatullah Khamenei berkata, setelah itu seiring berlalunya waktu para pemikir, para pendukung, pecinta, murid-murid Imam Khomeini, terutama Imam sendiri memupuk pemikiran ini hingga akhirnya melahirkan revolusi, munculnya revolusi dan kemenangan revolusi, serta terbentuknya pemerintahan yang bersumber dari revolusi. Artinya, perhatikanlah ajaran-ajaran Al Quran, dan Islam, ajaran makrifat Islam, semuanya mampu mempengaruhi kehidupan manusia ketika dipraktikkan. Ini merupakan sebuah contoh dari pengaruh luar biasa mekanisme dan gerakan ini.
 
Dari sudut pandang Rahbar, sekarang pemerintahan Islam sudah terbentuk, dan cita-citanya sudah disampaikan berdasarkan prinsip anti-imperialisme, anti-penindasan, kehidupan ideal, peningkatan akhlak manusia, dan penyebarluasan keutamaan. Hal itu menuntut tersedianya seluruh instrumen yang diperlukan untuk mencapai cita-cita, dan konsep-konsep yang termasuk dalam pemahaman spiritual dan sistem makrifat Islam, mesti ditemukan, dipahami, diamalkan dan dijalankan, artinya ini merupakan sebuah perangkat lunak bagi perangkat keras pemerintahan Islam.
 
Ayatullah Khamanei menambahkan, untuk mencapai cita-cita ini diperlukan seperangkat instrumen. Instrumen-instrumen yang mengantarkan kita kepada cita-cita tidak diragukan lagi-lagi bisa ditemukan dalam sistem Islam, karena tidak mungkin tujuan memberitahu kita dan membangkitkan kita menuju tujuan tersebut tapi tidak menunjukkan jalan kepada kita.
 
Ayatullah Khamenei meyakini pengalaman 42 tahun pemerintahan Islam di Iran menunjukkan bahwa semakin jauh melangkah, rintangan-rintangan baru, arena-arena baru, dan pekerjaan-pekerjaan baru muncul bagi Republik Islam, dan menuntut pemerintahan Islam untuk memperluas rangkaian pemikiran yang menopangnya. Perangkat lunak dan sistem spiritual tersebut kembali meniupkan napas baru kehidupan bagi pemerintahan Islam.  Rahbar menuntut hal ini dari para ulama dan pemikir Islam, yaitu mereka yang terhindar dari kejumudan pemikiran dan cara berpikir eklektik.
 
Rahbar bertemu Majelis Khobregan
 
“Ketika kami mengatakan pembaruan pemikiran Islam yaitu sistem makrifat Islam, sama sekali bukan berarti memanipulasi sistem spiritual, tapi sebuah kenyataan dalam Al Quran dan sunah Nabi Muhammad Saw yang akan luput dari perhatian kita jika kita merasa tidak membutuhkannya, kita tidak menyadarinya, tapi saat kita membutuhkan kita akan sadar,” paparnya.
 
Rahbar memberi contoh, saat Republik Islam Iran berada di bawah tekanan musuh, dan mereka menjanjikan pencabutan sanksi dengan satu atau beberapa syarat yang pelaksanaannya mungkin saja membuat kita sangat tersesat dan binasa, apa yang harus dilakukan pemerintahan Islam ? Ayatullah Khamenei menjelaskan, pada kondisi seperti ini konsep agama tentang kesabaran dan perlawanan harus diubah menjadi sebuah gerakan massal di tengah masyarakat, itupun pada kondisi ketika masyarakat berhadapan dengan permasalahan yang sebagian darinya disebabkan tekanan musuh.
 
Rahbar di bagian kedua pidatonya menjelaskan masalah nuklir. Sehubungan dengan masalah perjanjian nuklir JCPOA, Rahbar menilai sikap terbaru Amerika dan tiga negara Eropa terhadap Iran, sebagai sikap penjajah, penuntut, salah dan keliru.
 
Ayatullah Khamenei mengatakan, mereka terus membahas tentang komitmen nuklir Iran, karena Iran mencabut sebagian komitmen ini, tapi tidak menyadari mereka sendiri sejak hari pertama sama sekali tidak menjalankan komitmennya, artinya orang yang harus diingatkan adalah mereka sendiri.
 
Ia melanjutkan, Republik Islam Iran untuk waktu yang lama menjalankan semua komitmennya berdasarkan perintah Islam yang mewajibkan untuk menunaikan janji, namun setelah sekian lama menyaksikan bahwa mereka bersikap seperti ini, salah satunya Amerika yang keluar dari perjanjian dan mengajak yang lain bersamanya, Al Quran dalam Surat Al Anfal ayat 58 berfirman, “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”.
 
Rahbar bertemu Majelis Khobregan
 
Rahbar menyebut orang yang terus-menerus mengatakan kami tidak akan membiarkan Iran menguasai senjata nuklir, sebagai badut Zionisme global, dan ia mengatakan, apa urusannya dengan Anda sampai melarang Iran menguasai senjata nuklir. Jika kami memutuskan untuk menguasai senjata nuklir, Anda dan orang yang lebih besar dari Anda sekalipun tidak akan mampu mencegah kami. Ajaran Islam yang melarang kami menguasai senjata yang menyebabkan warga sipil, orang tidak bersenjata, dan rakyat biasa binasa. Senjata semacam ini terlarang.
 
Ia menambahkan, Anda sendiri tidak mematuhi komitmen kesepakatan ini, Amerika dalam sehari membantai 220.000 orang. Selama lima tahun jet-jet tempur negara Barat membombardir rakyat, gang-gang, pasar, masjid, rumah sakit, dan sekolah, mereka membunuh warga sipil, memblokade rakyat sedemikian rupa, ini pekerjaan mereka. Republik Islam Iran menolak cara-cara semacam ini, maka dari itu kami sama sekali tidak berpikir untuk menguasai senjata nuklir, tapi untuk pekerjaan lain di bidang ini kami punya sejumlah rencana. 
 
Batas pengayaan uranium kami bukan 20 persen, sejauh diperlukan dan merupakan kebutuhan negara, hal itu akan dilakukan, misalnya untuk propulsi nuklir atau pekerjaan lain mungkin kami akan mencapai pengayaan uranium hingga 60 persen.
 
Ayatullah Khamenei melanjutkan, sebuah kontrak beberapa tahun sudah disiapkan, jika mereka mematuhinya, kami juga akan mematuhinya selama beberapa tahun itu, tapi negara-negara Barat tahu dengan baik kami tidak berusaha menguasai senjata nuklir. "Masalah senjata nuklir hanya dalih, mereka juga menentang kami menguasai senjata konvensional, karena sebenarnya mereka ingin merebut komponen-komponen kekuatan dari Iran," ujarnya.
 
Ia menerangkan, negara-negara Barat ingin membuat Iran tergantung pada mereka, saat membutuhkan energi nuklir, dan mereka akan menjadikan kebutuhan kami ini sebagai alat untuk menerapkan pemaksaan, dan pemerasan. "Republik Islam Iran dalam masalah nuklir, sebagaimana dalam masalah-masalah lainnya, tidak akan mundur, dan akan terus melangkah maju di jalur kemaslahatan dan kebutuhan negara hari ini atau esok," pungkasnya. 

 

Seorang perwira militer Amerika Serikat dan dua tentara mereka tewas dalam serangan roket di Pangkalan Ain al-Assad di Provinsi Anbar, Irak pada Rabu lalu (3 Maret 2021). Pemerintah AS berjanji akan menanggapi serangan itu dengan tegas tanpa tergesa-gesa.

Ini bukan pertama kalinya pangkalan AS di Irak menjadi sasaran serangan rudal. Kedutaan Besar AS dan pangkalan militernya berulang kali menjadi target serangan dalam setahun terakhir.

Aksi ini kemungkinan dipicu oleh beberapa hal, tetapi ada empat faktor utama yang melatari serangan tersebut.

Faktor pertama berkaitan dengan model pendekatan AS terhadap Irak. Militer AS berulang kali melanggar kedaulatan Irak dan membunuh sejumlah tentara Irak dan komandan pasukan perlawanan, puncaknya terjadi pada 3 Januari 2020.

Presiden AS waktu itu, Donald Trump secara langsung memerintahkan pembunuhan Komandan Pasukan Quds Iran Jenderal Qasem Soleimani dan Wakil Komandan Pasukan Hashd al-Shaabi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis pada 3 Januari 2020.

Setelah insiden tersebut, banyak analis dan bahkan para pejabat resmi dan politisi Amerika secara eksplisit menyatakan bahwa Irak tidak akan lagi aman bagi pasukan AS.

Selain itu, AS menggunakan wilayah Irak untuk menyerang pasukan perlawanan Irak atau Suriah. Sebagai contoh, jet-jet tempur AS menyerang posisi pasukan perlawanan di daerah Abu Kamal dan al-Qaem di perbatasan Suriah-Irak pada 26 Februari lalu. Serangan itu menyebabkan satu orang gugur dan empat lainnya terluka.

Faktor kedua berhubungan dengan model perilaku pemerintahan Mustafa al-Kadhimi di Irak. Ada dua kritikan terhadap pemerintah al-Kadhimi. Kritik pertama, resolusi parlemen Irak tentang pengusiran pasukan AS tidak ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah al-Kadhimi.

Dampak serangan roket ke Ain al-Assad.
Al-Kadhimi mengkritik serangan terhadap pangkalan Ain al-Assad dan mengatakan, "Pasukan AS datang ke sini atas permintaan pemerintah Irak, tetapi pemerintahan ini melakukan dialog strategis dengan Washington yang menyebabkan penarikan 60 persen pasukan koalisi dari Irak. Ini terjadi dengan bahasa dialog, bukan dengan senjata."

Namun, pernyataan al-Kadhimi benar-benar membuat kelompok-kelompok yang menentang kehadiran pasukan AS di Irak terkejut.

Kritik lainnya adalah pemerintah al-Kadhimi gagal mengidentifikasi para pelaku penyerangan terhadap Kedutaan Besar AS dan pangkalan militer mereka di Irak. Pemerintah al-Kadhimi memandang serangan itu dari segi politik ketimbang aspek keamanan atau hukum. Dia hanya sebatas menuduh beberapa kelompok perlawanan atau menekankan kembali posisi pemerintah bahwa Baghdad tidak akan membiarkan Irak menjadi zona konflik bagi aktor asing.

"Tanggung jawab nasional dan moral kami kepada rakyat adalah bahwa tidak membiarkan logika senjata mendahului logika pemerintah," tegas al-Kadhimi pada Sabtu (5/3/2021).

Faktor ketiga, keberadaan berbagai kelompok bersenjata di Irak. Dalam dua dekade terakhir dan sebenarnya sejak invasi Amerika ke Irak tahun 2003, kebanyakan warga Irak telah mengangkat senjata. Mayoritas penduduk yang memiliki senjata tidak menggunakannya, tetapi sebagian besar menggunakannya dalam berbagai bentuk, termasuk membentuk kelompok bersenjata.

Ilustrasi pasukan Hashd al-Shaabi.
Dengan begitu, terbentuklah kelompok-kelompok bersenjata yang berada di luar kendali pemerintah, Organisasi Mobilisasi Rakyat (Hashd al-Shaabi), dan kelompok-kelompok identitas di Irak. Mereka punya kesamaan sikap dalam menentang AS dan melakukan serangan terhadap kedutaan atau pangkalan militer AS di Irak.

Faktor keempat, keberadaan kelompok bersenjata yang tidak mempedulikan isu kehadiran atau penarikan pasukan AS. Mereka berafiliasi dengan sebagian kelompok lokal atau negara asing yang berusaha memperkenalkan kubu perlawanan Irak atau Republik Islam Iran sebagai ancaman bagi keamanan Irak.

Dalam pandangan kelompok ini atau negara asing tadi, jalan terbaik untuk mencapai tujuan mereka adalah dengan menyerang kedutaan atau pangkalan militer AS di Irak, karena mengingat konflik nyata antara Iran dan AS atau antara kubu perlawanan Irak dan AS, maka sangat mudah untuk mengaitkan serangan tersebut atas nama Iran dan kubu perlawanan Irak.

Poin terakhir, terlepas dari siapa aktor dan pelaku serangan terhadap kedutaan atau pangkalan militer AS di Irak, dampak utama dari serangan tersebut adalah memperlemah posisi pemerintah di Irak, sebuah pemerintah yang masih goyah.