کمالوندی
Sayid Mujahid
Fatwa Sayid Mohammad Tabatabai terkait kewajiban jihad melawan agresi Rusia ke Iran sangat terkenal dan oleh karena itu di sejarah beliau dikenal dengan sebutan Sayid Mujahid.
Sayid Mohammad Tabatabai dilahirkan pada tahun 1180 H di kota Karbala, Irak. Ayahnya Sayid Ali Tabatabi dikenal dengan Sahib Riyad, salah satu ulama terkenal dan marja taqlid Syiah. Ibunya adalah cucu dari Allamah Vahid Behbahani yang dikenal sebagai ulama mumpuni dan terkenal di zamannya karena ketinggian ilmunya.
Sayid Mohammad Tabatabai
Sayid Mohammad dilahirkan ketika Karbala menjadi pusat dunia Syiah berkat upaya Allamah Behbahani. Sehingga pelajar dari maktab Karbala dianggap sebagai penggerak ilmu dan fiqih di seluruh dunia Syi'ah dan telah membentuk seminari ilmiah di berbagai belahan dunia Islam seperti Mashhad, Kashan, Qom, Kadhimaian, Najaf, Karbala, Tabriz dan India. Sayid Mohammad juga mulai belajar di tempat ini di bawah pendidikan ayahnya Sayidd Ali Tabatabai.
Sayid Mohammad tidak memiliki kesempatan belajar di kelas kakeknya, Allamah Vahid Behbahani, tapi ia belajar dari murid kakekhnya. Selain belajar dari ayahnya, Sayid Mohammad juga belajar di bawah asuhan Allamah Bahrul Ulum di Najaf. Selain belajar, ia juga menyerap banyak dari kezuhudan dan karamah Allamah dan akhirnya diambil menantu oleh gurunya ini.
Sayid Mohammad di kota Najaf juga belajar kepada Ulama besar, Sheikh Kashif al-Ghita'. Sheikh Ja'far Kashif al-Ghita' dikenal mengusai ilmu fiqih dan ushul fiqih. Selain menjadi pemuka agama, Sheikh Kashif al-Ghita' juga dikenal keberaniannya. Salah satu karakteristik Sheikh adalah pemahamannya akan zaman dan kebutuhannya. Sayid Mohammad Tabatabai bukan saja belajar ilmu fiqih dari gurunya ini, tapi juga belajar akan rasa tanggung jawab atas masalah sosial dan keberanian.
Dengan usaha keras Sayid Mohammad Mujahid dalam mempelajari ilmu-ilmu seperti ushul dan fiqih, dia dengan cepat mencapai otoritas ilmiah, sedemikian rupa sehingga ayahnya mengenalinya sebagai lebih berpengetahuan daripada dirinya sendiri dan seorang ilmuwan, dan dia tidak lagi mengeluarkan fatwa. Adalah umum di kalangan ulama Syi'ah bahwa mereka tidak menganggap diri mereka berwenang untuk mengeluarkan fatwa di hadapan ulama yang lebih bijaksana. Untuk alasan ini, Sayid Muhammad beremigrasi dari Karbala ke Isfahan untuk menghormati ayahnya. Sayid Mohammad Mojahid tinggal di Isfahan selama sekitar sepuluh tahun. Isfahan merupakan pusat penting ilmu-ilmu agama pada masa itu. Selama periode ini, banyak cendekiawan dari seminari (hauzah ilmiah) itu menghadiri kuliahnya dan menganggapnya sebagai profesor terkemuka di seminari Karbala dan Isfahan.
Setelah kematian ayahnya yang mulia, Sayid Ali Tabatabai, Sayid Mohammad kembali ke Karbala dari Isfahan dan mengambil alih otoritas dan kepemimpinan Syiah setelahnya. Setelah serangan brutal Wahabi di Karbala dan pembantaian beberapa ribu orang dan ulama di kota ini, Sayid Mohammad bermigrasi ke Kadhimain dan aktif mengajar, berdiskusi dan mengelola komunitas Syiah di dekat kompleks makam suci Imam Askari (as).
Pada masa marjaiyah Ayatullah Sayid Mohammad Tabatabai, periode kedua perang Iran-Rusia dimulai dan ulama yang dipimpin oleh ahli hukum yang terhormat ini memainkan peran yang efektif di dalamnya, dan karena alasan ini, ia dikenal sebagai Ayatullah Mujahid. Pemerintahan Fath Ali Shah, yang sebagian sezaman dengan kehidupan Ayatullah Mujahidin, adalah salah satu tahap paling sensitif dan kritis dalam sejarah Iran dan dunia. Saat itu, terjadi persaingan sengit antara kekuatan besar dunia untuk akses ke Asia dan Afrika atas nama kolonialisme. Iran sangat penting bagi penjajah karena lokasi geografisnya.
Setelah perang Iran-Rusia pertama dan kekalahan Iran pada 1228 H, sebuah perjanjian memalukan yang disebut "Perjanjian Golestan" ditandatangani antara Iran dan Rusia, yang menyebutkan wilayah Iran dipisahkan dan dianeksasi ke Rusia. Namun, karena tidak adanya garis demarkasi antara kedua negara, terjadi perselisihan lagi dari Rusia dan pasukan Rusia menduduki bagian lain Iran. Fath Ali Shah Qajar juga tidak memiliki kemauan dan strategi yang diperlukan untuk menghadapi Rusia di medan perang dan Rusia menyadari kelemahannya.
Pada tahun 1241 H, kabar buruk datang ke Tehran dari daerah-daerah yang diduduki Rusia. Tentara Rusia merampok hasil pertanian dari wilayah-wilayah yang mereka duduki, mereka juga melecehkan masjid, al-Quran dan sakralitas umat Muslim, dan memaksa warga Muslim memasukkan anaknya ke sekolah Kristen. Warga wilayah pendudukan mengirim surat kepada marja' saat itu, Ayatullah Sayid Mohammad Tabatabi menjelaskan kondisi mereka dan meminta bantuan.
Komandan pasukan Iran saat itu adalah Abbas Mirza, dan tidak seperti raja, dia ingin melawan agresi Rusia dan meminta bantuan dari pihak berwenang, termasuk Ayatullah Tabatabai, untuk memaksa Fath Ali Shah melawan. Pada saat itu, beberapa ulama Irak dan Iran, termasuk Ayatullah Sayid Mohammad Tabatabai, menanggapi permintaan ini dengan baik, memberikan kehidupan baru kepada pasukan Iran dengan menulis risalah jihad dan mendorong orang-orang untuk melawan pasukan Rusia. Pada saat itu, mata orang-orang tertuju pada otoritas agama dan seminari (Hauzah), sehingga dalam situasi seperti itu, Ayatullah Mujahid memberi tahu ulama lain tentang peristiwa tersebut, dan semua orang setuju untuk mengeluarkan fatwa tentang jihad melawan Rusia. Dia mengirim surat kepada Fath Ali Shah memintanya untuk menghentikan penindasan dan agresi tentara Rusia.
Setelah dikeluarkannya fatwa jihad, Ayatullah Mujahid berhijrah ke Iran bersama sekelompok ulama dan cendekiawan serta mengundang para ulama tersebut ke ibu kota di Tehran. Setelah undangan ini, para ulama berkumpul di Tehran dan menyetujui perang dengan Rusia. Kehadiran ulama yang dipimpin oleh Ayatullah Mujahidin memicu gerakan rakyat di Iran dan memobilisasi kekuatan besar dari seluruh Iran. Setelah mempersiapkan dan mengirim pasukan, Ayatullah Mujahid dan sekelompok ulama pergi ke Tabriz, zona perang antara Iran dan Rusia. Dalam tiga minggu, pasukan Iran mampu merebut kembali sebagian besar wilayah yang telah diserahkan ke Rusia di bawah Perjanjian Golestan dengan bantuan penduduk setempat.
Tetapi Fath Ali Shah, yang sejak awal tidak memiliki kemauan dan upaya untuk melawan, segera setelah kemenangan awal ini, mengulurkan tangan perdamaiannya kepada musuh agresor, tetapi upaya awalnya untuk perdamaian bagi Rusia tidak memiliki pesan bagi Iran selain kelemahan, jadi dia dipermalukan oleh Rusia. Raja juga memerintahkan para pangeran untuk mundur dari garis depan, dan perintah ini menyebabkan keretakan dan keputusasaan di tentara Iran. Kecerobohan raja ini menyebabkan tentara Iran melemah dan kalah serta kehilangan tanah yang telah direbutnya kembali.
Sayid Mohammad Mojahid tetap berada di Tabriz, tetapi setelah beberapa saat dia menjadi sakit parah karena kesulitan yang dia alami dalam pertempuran ini, dan sementara dia sangat kecewa dengan kelemahan pemerintah dalam membela orang-orang yang tertindas dan kebutaan beberapa prajuritnya, dia meninggalkan Tabriz. Dalam situasi ini, pemerintah Qajar yang sangat takut dengan kekuatan ulama dalam memobilisasi rakyat dan sambutan mereka kepada para marja berusaha menghilangkan mereka dari mata rakyat dengan berbagai cara. Beberapa pejabat pemerintah dan beberapa orang yang membenci agama dan ulama mencoba untuk menyalahkan semua kekalahan pada ulama yang memberikan fatwa jihad, dan dalam pidato dan tulisannya, mereka berusaha menutupi kelemahan dan kecerobohan raja dan komandan tentara dan malah menuding para ulama pejuang.
Itu wajar di kondisi sulit akibat kekalahan yang ditanggung rakyat, sejumlah orang yang tidak mengetahui cerita di balik layak, mempercayai desas desus ini. Dengan demikian, dalam perjalanan kembali dari Tabriz, Sayid Mujahid ditindas oleh literatur bodoh di kota Qazvin dan menjadi sasaran untuk menghina dan mengolok-olok orang yang tidak kompeten. Dia meninggal pada tanggal 13 Jamadi Thani 1242 H di kota Qazvin karena penyakit yang sama, pada puncak penindasan dan kesedihan, dan tubuh sucinya dipindahkan ke Karbala dan dimakamkan di sana.
Meskipun pada waktu itu dalam sejarah, upaya para ulama untuk melindungi persatuan umat Islam dari agresor tidak memuaskan akibat sabotase yang kami sebutkan, tetapi sisi lain mata uang, membuktikan kekuatan ulama dan marja agama dalam memobilisasi orang untuk menyadari hak dan perjuangan melawan kebatilan. Sebuah kekuatan yang berlangsung sampai kemenangan atas lawan yang kuat seperti Rusia dan merupakan pengalaman yang baik dalam mengidentifikasi kelemahan dan resiko kehadiran ulama dan pemuka agama di lapangan dan manajemen masyarakat.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, pengalaman-pengalaman ini akan menciptakan epik besar kehadiran ulama di bidang sensitif masyarakat yang mengatur dan memotong tangan para agresor, yang akan kita bahas dalam program-program mendatang sesuai dengan tema program.
Mullah Fazel Naraqi
Mullah Ahmad Naraqi yang dikenal dengan Fazel Naraqi, penulis kitab Mi'raj al-Saadah, seorang faqih terkenal Syiah di abad 13 Hijriah. Ia adalah pemimpin pada masanya dalam ilmu fiqih, ushul, hadits, rijal, astronomi, matematika, sastra dan puisi.
Ketakwaan dan akhlak ulama ini juga terkenal baik dikalangan khusus maupun di tengah masyarakat umum. Mullah Naraqi juga termasuk salah satu guur Sheikh Murtadha Ansari.
Mullah Ahmad dilahirkan pada tahun 1185 H di Naraq, salah satu daerah di sekitara Kashan. Ayahnya bernama Mullah Mahdi Naraqi, dan dikenal dengan sebutan Muhaqqiq Naraqi, pakar matematika dan filsof intelektual. Dikatakan bahwa Muhaqqiq Naraqi adalah ilmuwan Iran pertama yang menaruh perhatian pada penelitian dan penemuan ilmuwan Barat di bidang astronomi. Sebagai seorang anak dan remaja, Ahmad mendapat manfaat dari pelajaran ayahnya. Ketika berumur dua puluh tahun, dia hijrah ke Najaf Ashraf bersama keluarganya untuk menuntut ilmu dan hikmah serta mengikuti pelajaran Allamah Vahid Behbahani. Sepeninggal Allamah Vahid, Mullah Ahmad kembali ke kampung halamannya.
Empat tahun setelah Fazel Naraqi kehilangan guru besarnya, Allamah Vahid Behbahani, pada tahun 1209, ia juga kehilangan ayahnya yang bijaksana. Kehilangan seorang ayah yang telah memajukan putranya selangkah demi selangkah dalam pengetahuan dan akhlak adalah rasa sakit yang luar biasa bagi Ahmad. Dia, yang tidak bisa melihat pintu ilmu tertutup baginya, sekali lagi memutuskan untuk pergi ke Najaf untuk mendapatkan keuntungan dari kehadiran profesor terkenal seperti Allamah Bahrul Ulum dan Allamah Kashif al-Ghita. Selama periode ini, ia mencapai keunggulan dalam berbagai ilmu dan keahlian seperti yurisprudensi, usul fiqih, teologi, etika, puisi, tasawuf, filsafat dan logika, aritmatika dan geometri, dll serta menjadi seorang pakar dan ahli.
Mullah Ahmad Naraqi kembali ke kampung halamannya setelah menyelesaikan studinya. Dia menetap di kota Kashan dan karena dia menikmati posisi ilmiah yang baik dan posisi yang baik di antara orang-orang, dia mencapai posisi otoritas agama dan mengambil kepemimpinan agama dan politik orang-orang di wilayah itu seperti ayahnya. Dia selalu memperhatikan kesejahteraan dan kenyamanan orang-orang yang tertindas dan berdiri untuk membela hak-hak orang-orang tertindas di wilayah itu dalam berbagai kesempatan dan berperang melawan penindas.
Meskipun sarjana besar ini dihormati oleh pemerintah, dia tidak tinggal diam menghadapi penindasan pemerintah yang berkuasa. Disebutkan dalam buku-buku sejarah bahwa para gubernur yang ditunjuk oleh Fath Ali Shah untuk wilayah Kashan berperilaku kejam terhadap rakyat, dan untuk alasan ini, Mullah Ahmad Naraqi berdiri untuk mereka dan bahkan menendang gubernur yang ditunjuk oleh Shah keluar dari kota beberapa kali.
Sikap Fazel Naraqi terhadap penindasan dan pengusiran orang-orang yang ditunjuk raja dari kota menyebabkan ketidaksenangan raja. Karena itu, dia memanggil cendekiawan besar itu ke ibu kota, Tehran, dan dengan marah menuduhnya mengganggu urusan negara. Mullah Ahmad Naraqi, yang melihat desakan raja atas kekejamannya, menyingsingkan lengan bajunya, mengangkat tangannya ke langit dan berbicara kepada Tuhan dan berkata: "Demi Tuhan! Sultan yang kejam ini menempatkan penguasa yang kejam atas rakyat, dan saya menghapus penindasan, dan tiran ini marah kepada saya."
Mullah Ahmed ingin mengutuk raja, dan raja yang mengakui kekuatan iman dan tekad ulama besar Syiah ini takut! Dia bangkit dari tempat tidurnya dan mendekati Mullah Ahmad. Dia dengan cemas meraih tangannya dan meminta maaf dan memohon Mullah Ahmad untuk tidak mengutuknya. Kemudian, dengan konsultasi dan persetujuan Mullah Ahmad, dia mengangkat seorang penguasa yang layak untuk Provinsi Kashan. Dari kasus sejarah ini, selain pengaruh dan kekuatan spiritual Mullah Ahmad Naraqi di kalangan masyarajat, dapat dipahami bahwa Fath Ali Shah, dengan segala kesombongan dan keangkuhannya, menyadari status spiritual Mullah Ahmad dan meyakininya, itu sebabnya dia meminta maaf dan mencegahnya dari kutukan.
Salah satu bidang penelitian Fazel Naraqi adalah pembahasan mengenai belajar dan mengajar. Di bidang ini, beliau tercatat sebagai seorang pakar dan memiliki banyak pandangan yang penting, dan para peneliti setelahnya banyak memuji ulama besar ini. Menurut perspektif ulama besar ini, belajar dan mengajar memiliki posisi penting dan khusus di kehidupan manusia, dan paling mendasar dari bidang ini adalah "harga diri". Jika kita ingin menjelaskan secara sederhana dari maksud harga diri, maka itu berarti harga diri adalah kita harus menyadari bahwa kita adalah orang yang terhormat dan bernilai.
Jika seseorang memiliki pandangan seperti ini terhadap dirinya sendiri, maka perilakunya juga akan selaras dengan pengetahuannya ini dan tidak akan bersedia melakukan pekerjaan buruk atau berbuat salah. Imam Ali as berkata, "Orang memiliki harga diri, tidak akan pernah melakukan dosa, kehinaan dan keburukan." Ada banyak faktor yang dapat memicu harga diri atau izzah al-nafs. Salah satu faktor terpenting adalah interaksi yang dimiliki keluarga dan orang-orang di sekitarnya dengan orang tersebut selama masa kanak-kanak. Sebuah hadis dari Rasulullah Saw dan Imam Maksum as sangat menekankan untuk menjaga kehormatan dan harga diri anak-anak serta menghormatinya.
Dari sudut pandang Fazel Naraqi, mendekatkan diri kepada Tuhan dan meraih keridhaan-Nya adalah kesempurnaan tertinggi yang dapat dibayangkan bagi manusia, dan inilah tujuan ideal yang untuknya seluruh sistem keberadaan manusia harus disesuaikan dan diatur, serta nilai-nilai spiritual dan moral tidak mungkin dipisahkan dari proses pendidikan. Fadel Naraqi menganggap tazkiyatun nafs atau pembersihan diri dan jiwa harus didahulukan dari pendidikan, artinya mensucikan jiwa dari kejahatan dan keburukan sebelum mempelajari berbagai ilmu. Bahkan dia, bersama dengan banyak ulama, percaya bahwa pengetahuan yang benar hanya dapat dicapai melalui pembersihan diri. Asas lain yang ditekankan ulama Syi'ah ini adalah asas aktivitas, artinya seseorang harus menjadi peserta aktif dalam proses pembelajaran dan tidak pasif, sehingga dengan demikian pembelajaran mengarah pada transformasi kepribadiannya, bukan sekedar informasi tambahan dari sebelumnya. Di antara prinsip-prinsip lain yang diandalkan Fazel Naraqi dalam pendidikan adalah prinsip pemilihan prestasi dan memperhatikan kemampuan orang.
Image Caption
Dalam pembahasan analisis metode pendidikan, Fadel Naraqi menekankan pada beberapa metode khusus, salah satunya mengacu pada "metode penanaman hafalan, latihan dan pengulangan" dan menganggap metode ini cocok untuk menghafal materi dan mencapai penguasaan kognitif dan mental serta harus dilakukan sebelum mencapai kedewasaan intelektual dan kemampuan untuk memilah dan memahami atau yang menurut istilah modern, berpikir abstrak. Juga, mereka menganggap metode "dialog dan diskusi ilmiah" menjadi penyebab kebebasan berpikir dan inovasi dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan budaya.
Ulama Syi'ah terkenal ini juga menekankan efek "mencintai" dalam pendidikan dan percaya bahwa dengan memberikan konteks keakraban dan hubungan emosional, guru dapat membina anak didik dan memperkuat motivasi penanaman dan pendidikan pada siswa. Juga, mereka mengatakan bahwa itu adalah salah satu metode pendidikan yang paling efektif dan berpengaruh bagi orang tua dan guru untuk mencoba menjadi panutan yang baik bagi anak-anak mereka dengan perilaku positif dan konstruktif mereka.
Sekitar tiga puluh buku tentang puisi, fikih, usul fikih, etika dan matematika telah ditinggalkan oleh Mullah Ahmad Naraqi. Karya paling terkenal dari ulama besar ini adalah sebuah buku berjudul "Mi'raj al-Saadah" yang ditulis tentang masalah etika Islam. Mi'raj al-Saadah dianggap sebagai ringkasan dari buku Jaame' al-Saadah karya Mullah Mahdi Naraqi, ayah Mullah Ahmad.
Mullah Ahmad menilai keberhasilannya di bidang ilmu, agama dan akhlak berkat upaya dan kerja keras ayahnya serta di karya tulisnya mengikuti motedo ayahnya serta di bidang pemikiran dan kajian ilmiah juga mengaku sangat dipengaruhi oleh ayahnya. Misalnya, dalam fikih, ayahnya menulis Mu'tamad al-Syiah, dan dia menulis Mustanad al-Syiah dengan topik yang sama, tetapi dengan cara yang lebih detail dan terperinci. Mi'raj al-Saadah karya Fazil Naraqi juga ditulis dalam penyelesaian buku Jame al-Saadah, karya ayahnya sendiri.
Audiens Mi'raj al-Saadah adalah masyarakat umum dan tidak hanya ulama dan peneliti. Oleh karena itu, penulis telah mencoba untuk mengungkapkan isi dalam bahasa yang fasih dan sederhana atau jauh dari kompleksitas topik ilmiah. Sedangkan Jame al-Saadah lebih mementingkan argumentasi rasional dan memiliki bahasa ilmiah. Untuk alasan ini, Fath Ali Shah Qajar meminta Mullah Ahmad untuk merangkum buku ini dan memisahkan topik-topik penting dan membuat terjemahan yang jelas dalam bahasa Persia sehingga penutur bahasa Persia yang setia dapat mengambil manfaat darinya.
Selain memilih bahasa yang sederhana untuk buku ini, Mullah Ahmad mencampurkan isinya yang sangat penting dan ilmiah dengan khutbah dan peringatan yang penuh kasih, yang menambah keindahan dan keefektifan buku ini. Juga, sesuai dengan topiknya, ia menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an dan riwayat para Imam Maksum as, ucapan orang bijak dan puisi penyair yang bijaksana untuk mengekspresikan konten, yang membantu memperkaya konten dan membuatnya menyenangkan.
Sayid Mohammad Baqir Shafti
Sayid Mohammad Baqir Gilani al-Shafti dilahirkan tahun 1181 di desa Chirza di Provinsi Zanjan. Ayahnya adalah seorang sayid terkenal dan ulama yang merakyat serta salah satu keturunan Imam Musa al-Kadhim as. Mohammad Baqir setelah menempuh pendidikan dasar di bawah asuhan ayahnya, di usia 16 tahun, ia meninggalkan keluarganya dan menuju Karbala untuk melanjutkan pendidikannya.
Sayid Mohammad Baqir menetap di Karbala selama satu tahun dan belajar di kuliah umum Allamah Vahid Behbahani dan Allamah Bahrul Ulum. Kemudian ia menuju kota Najaf dan belajar di Hauzah Ilmiah Najaf selama enam tahun di bawah bimbingan para guru besar seperti Sheikh Ja'far Kashif al-Ghita. Selanjutnya ia pergi ke Hauzah Ilmiah Kadhimaian untuk menimba ilmu dibawah bimbingan ulama terkenal seperti Sayid Mohsen A'raji. Kemudian Sayid Mohammad Baqir tinggal beberapa waktu di kota Qom dan Kashan serta belajar dari ulama besar seperti Mirza Qomi dan Mullah Mehdi Naraqi. Kemudian di tahun 1216, Sayid Mohammad Baqir menuju kota Isfahan.
Sayid Mohammad Baqir atau Sayid Shafti hidup penuh kesederhanaan. Ia seorang warga desa yang haus akan ilmu dan hikmah, serta menghabiskan siang dan malam masa mudanya untuk menimba ilmu, dan telah menderita kesulitan karena jauh dari tanah air dan kemiskinannya. Ketika dia datang ke Isfahan setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan, tasnya terbuat dari emas dan kawat, dan sebaliknya dadanya penuh dengan ajaran Ahlul Bait as. Ia memulai kehidupan zuhudnya di Sekolah Chaharbagh di kota ini.
Kebesaran dan pengetahuannya semakin terlihat oleh para siswa setiap hari, tetapi kelompok belajarnya yang berkembang membuat kesal pemilik sekolah. Jadi dia pergi ke sekolah lain dan menyebarkan penelitian dan pengajarannya di tempat lain. Sedikit demi sedikit, karena keberanian dan akhlak Sayid Shafti, masyarakat mulai menyambtunya, dan sejak para ulama besar dan ahli hukum pada masa itu mengakui kemampuannya di bidang fikih, ushul fikih, al-Quran dan hadis serta ilmu-ilmu keislaman lainnya, maka peluang bagi majaiyah Sayid Baqir Shafti terbuka lebar.
Sayid Mohammad Baqir Shafti sangat mencintai dan memiliki perhatian besar terhadap kewajiban. Ibadah khusyu'nya di tengah malam menjadi pelajaran bagi teman dekatnya. Salah satu orang dekat Sayid Mohammad Baqir terkait hal ini menulis,"Saat shalat, tubuhnya gemetar hebat (karena takut kepada Allah). Dari tengah malam hingga pagi, ia sibuk beribadah dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selama shalat, dia memiliki suasana hati yang istimewa dan menangis dengan keras. Di akhir hidupnya, para dokter menganggap berbahaya bagi mereka untuk banyak menangis dan melarang Sayid melakukan ini, tetapi air mata tetap mengalir tak terkendali dari matanya."
Kecintaan besarnya terhadap Ahlul Bait as dan ajarannya sangat dikenal masyarakat. Ia akan sangat terpengaruh ketika mendengar musibah Ahlul Bait as, bahkan para pembaca syair duka Ahlul Bait berusaha untuk hadir lebih sedikit dihadapan beliau.
Kami mengatakan bahwa Sayidd Mohammad Baqir Shafti, karena keberanian, kesalehan dan kejujurannya, menghadapi nasib langka orang-orang di Isfahan dan memperoleh banyak pengaruh dan popularitas. Kepercayaan masyarakat terhadap kebaikan dan sifat amanahnya menyebabkan para saudagar banyak menyumbangkan hartanya kepada Sayid Shafti. Sayid juga mengelola properti yang ada bersamanya sesuai dengan kebiasaan Baitul-Mal dan membelanjakan hasilnya untuk orang-orang yang membutuhkan dan urusan material dan spiritual kaum Syi'ah.
Dikatakan bahwa tidak ada orang yang membutuhkan akan kembali dengan tangan kosong saat meminta bantuan kepadanya. Juga, Sayid juga membuka toko roti dan toko daging dan memberikan kiriman uang kepada lebih dari seribu orang miskin untuk mendapatkan roti dan daging yang mereka butuhkan dari toko-toko ini. Sedikit demi sedikit Sayid Shafti memperoleh kekayaan sedemikian rupa sehingga sebagian orang menganggapnya sebagai ulama Syiah terkaya, tetapi perlu diketahui bahwa kekayaan ini bukanlah kekayaan pribadinya, melainkan kekayaan yang diberikan umat Islam kepada Sayid karena kepercayaan dan keyakinan mereka, jadi bahwa dia bisa membelanjakan untuk urusan umat Islam.
Hujjatul Islam Shafti kini menjadi salah ulama Syiah paling berpengaruh dan terkuat. Ia tidak pernah lelah mengurusi urusan umat Islam dan menyelesaikannya, dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menyelesaikan masalah sosial dan pribadi warga. Agama Islam bukan saja memiliki ajaran dan pengaturan bagi kehidupan pribadi dan ibadah manusia, tapi juga untuk sisi sosial, politik dan ekonomi manusia jua memiliki ajaran yang teliti.
Oleh karena itu, umat Syiah senantiasa merujuk kepada ulama untuk menyelesaikan urusan sosial dan ekonominya, termasuk menyelesaikan friksi dan meminta keputusan, dan yang berperkara dan yang terhukum semuanya mematuhi keputusan hakim syar'i. Tentu saja, kadang-kadang karena kondisi mencekik di masyarakat, kemungkinan seperti itu tidak ada bagi para ulama, tetapi selama masa Sayid Shafti di Iran, khususnya di Isfahan, situasinya sedemikian rupa sehingga raja tidak dapat secara terbuka mencegah tindakannya karena dukungan dan sambutan rakyat serta keberanian dan stabilitas Sayid Shafti sendiri. Oleh karena itu,Sayid melakukan tugas sosialnya dengan sekuat tenaga, termasuk menghakimi di antara orang-orang.
Seorang bijak yang berpikiran mendalam dan mujtahid berpengetahuan, Sayid Mohammad Baqir Shafti bersikeras pada penerapan hukum-hukum ilahi dan selalu berkata, hukum dan syariat ilahi harus dilaksanakan, dan meskipun ditentang pemerintah, dia masih menerapkan syariah ilahi, dan dia tidak mengijinkan penguasa zalim untuk memberi pendapat dan campur tangan dalam hal ini. "Hudud" disebut hukuman yang didefinisikan dalam syariah untuk kejahatan tertentu. Dalam pandangan Tuhan, "penegakan hukum" adalah salah satu cara yang paling penting dan vital untuk menjaga kesehatan masyarakat dari polusi dan kejahatan. Sayid Mohammad Baqir Shafti adalah salah satu ulama yang dengan berani dan gigih mulai menerapkan hukum ilahi dan tertulis bahwa ia menerapkan hampir seratus hukum dengan tangannya sendiri.
Salah satu jasa berharga Sayid Shafti kepada dunia Syiah adalah membangun masjid megah di Isfahan, yang kemudian dikenal sebagai Masjid Sayid. Bangunan ini dibangun pada tahun 1240 H dan karena kebesaran dan arsitekturnya yang unik, masjid ini dianggap sebagai salah satu masjid paling langka di Iran. Suatu hari, Fath Ali Shah melihat bangunan yang belum selesai dari masjid besar ini dan berkata, Anda tidak memiliki kekuatan untuk menyelesaikan bangunan besar ini, jadikanlah saya mitra dalam penyelesaian masjid. Sayid tidak menerima dan menjawab, tanganku ada di perbendaharaan Allah Swt. Sementara sebagian besar masjid besar di dunia dibangun oleh raja, Tuhan memberi Sayid Shafti kesempatan untuk menyelesaikan pembangunan masjid ini tanpa bantuan raja dan penguasa. Sayid shalat di masjid ini hingga akhir hayatnya yang mulia dan ribuan orang ikut serta dalam shalatnya karena popularitasnya di kalangan masyarakat.
Masjid Sayid di Isfahan
Hajjatul Islam Sayid Muhammad Baqir Shafti adalah seorang ulama yang cakap dan sadar akan perkembangan zaman. Dia melawan tirani penguasa Isfahan dan mengekspos dan mencerahkan rakyat dalam berbagai masalah politik dengan keberanian besar. Terlepas dari perbedaan yang dia miliki dengan pemerintah, Sayid juga sangat waspada terhadap konspirasi asing. Dalam situasi di mana duta besar Inggris ingin memanfaatkan perbedaan antara ulama dan pemimpin pemerintah pada 1253 H dan melemahkan pemerintah Iran, Sayid menyadari niat rahasia Inggris dan dengan kewaspadaan menggagalkan seluruh konspirasi ini.
Pada tahun 1257 H, salah seorang ulama bernama Muhammad Taqi bin Abi Thalib Yazdi dimarahi raja karena hal-hal yang dikatakannya menentang kekafiran dan penindasan, dan ia berlindung di wilayah kekuasaan marja Syi'ah. Raja yang tidak bisa mentolerir kebesaran marjaiyah Syi'ah, mengirim pasukannya ke Isfahan dengan tujuan untuk mendobrak kesucian marjaiyah dan menangkap Muhammad Taqi Yazdi. Khan Qajar menyerang kediaman Sayid Shafti di Isfahan dan menangkap ulama dan pakar fiki,Yazdi, dan kekayaan Sayid Shafti, yang sebenarnya adalah properti yang telah dipercayakan Muslim kepada otoritas mereka untuk dibelanjakan demi agama, dicuri dan pasukan ini dalam keadaan mabuk kembali ke Tehran.
Perilaku buruk Shah sangat menyakiti marjaiyah Syiah dan mereka berdoa, "Ya Allah ! Jangan ijinkan kehinaan lebih besar kepada anak-anak Zahra (as)." Allah Swt mengabulkan doa hamba-Nya yang saleh ini dan tak lama kemudian, marja Syiah ini meninggal di usia 85 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Masjid Sayid yang sebelumnya telah ditentukan. Meski jenazah ulama berpengaruh Syiah ini terkubur di bawah tanah, tapi jiwanya terbang ke duni abadi. Ia ridha kepada Tuhan dan Tuhan pun ridha kepadanya.
Mirza Masih Mujtahid
Beliau adalah Mirza Masih Mujtahid, ulama terkenal dengan fatwa Sharaf yang memainkan peran penting di transformasi sosial dan politik di zamannya.
Mirza Masih Mujtahid dilahirkan tahun 1193 H di kota Astarabad yang saat ini bernama Gorgan. Ayahnya bernama Qadi Saeed Astarabadi, sosol mulia dan bertakwa. Meski ia hidup di zaman penuh kekacauan dan kerusuhan, tapi ia berusaha mempertahankan lingkungan rumahnya tetap tenang dan menyenangkan demi mendidik anak-anaknya. Ia menyusun program pendidikan anaknya sesuai dengan budaya Ahlul Bait dan keyakinan agama, dan mereka sejak usia tujuh tahun diajarkan untuk menunaikan shalat serta dikenalkan dengan sifat-sifat mulai.
Setelah mempelajari dasar-dasar agama dari ayahnya, Masih melanjutkan pendidikannya ke Hauzah Ilmiah di kotanya, dan kemudian melanjutkan jenjang pendidikannya ke Hauzah Ilmiah Qom, salah satu pusat ilmiah penting dunia Islam. Masih belajar fikih, usul fikik, hadis dan dirayah dari ulama besar saat itu, Mirza Qommi dan dalam waktu singkat menjadi murid unggul guru besar ini. Mirza Masih setelah mencapai derajat ijtihad di Qom, kemudian pindah ke Tehran.
Mirza Masih Mujtahid
Mirza Masih adalah sosok zuhud dan mencintai hidup yang sederhana, dan di hari-hari pertama kedatangannya di Tehran, ia hanya memimpin shalat berjamaah di masjid jami, dan juga menyebarkan ajaran agama serta menjawab pertanyaan fikih dan hukum masyarakat. Ia juga menyelidiki kondisi orang-orang yang tidak mampu, dan tidak segan-segan menyelesaikan kesulitan yang dihadapi umat Syiah serta semampunya menjaga masyarakat muslim dan mengawasinya. Saat ia menyaksikan penyimpangan dan pelanggaran, Mirza Masih tidak duduk diam dan bangkit untuk memperbaikinya, sehingga budaya masyarakat menjadi lurus kembali. Ini adalah karakteristik yang dimiliki Mirza Masih di samping takwa dan keutamaan akhlak seperti tawadhu dan wajah yang menyenangkan sehingga warga sangat mencitaninya dan sedikit demi sedikit ia menjadi mujtahid di Tehran yang paling terkenal.
Selama Mirza Masih hidup, karena ketidakmampuan dan kelemahan pemerintah dan perbedaan para pangeran dan Fath Ali Shah Qajar yang suka berfoya-foya, Iran dirampok, diserbu dan diserang oleh orang asing. Rusia memanfaatkan kelemahan dan disorganisasi para pangeran Iran, mencaplok sebagian wilayah Iran dalam agresi berturut-turut, dan memberlakukan perjanjian yang memalukan, termasuk Perjanjian Turkmenchai, di negara Iran. Perjanjian ini menyebabkan pemisahan sebagian besar wilayah Iran dan aneksasinya ke Rusia, dan pengenaan kompensasi 20 juta rubel di Iran. Mirza Masih, seperti cendekiawan bersemangat lainnya, tidak menyukai kerendahan hati dan kelemahan yang dipaksakan oleh orang asing terhadap umat Islam Iran dan menggunakan setiap kesempatan untuk memberi tahu masyarakat tentang kondisi yang ada.
Salah satu peristiwa penting dalam hidup Mirza Masih Mujtahid adalah fatwa yang dikeluarkannya untuk membela kehormatan umat Islam dan melawan penindasan dan agresi asing. Ceritanya adalah setelah perjanjian Turkmenchi yang terkenal antara Iran dan Rusia, bangsa Rusia, yang dianggap menang di lapangan, menyewa salah satu politisi mereka untuk memantau pelaksanaan ketentuan perjanjian dan melindungi kepentingan mereka. Dalam hal ini Griboyedov, yang dikirim ke Iran sebagai duta besar.
Griboyedov dan bersama rombongan setibanya di Iran hingga sampai ke Tehran menunjukkan perilaku keras dan tak terpuji. Ia yang menganggap dirinya sebagai duta di negara yang dikalahkan oleh pemerintah yang menang, mulai melecehkan dan menghina bangsa Iran. Selain itu, orang-orang disekitarnya juga mengulangi perilakunya dan menunjukkan sifat yang tidak terpuji. Di sejarah disebutkan bahwa mereka menghina warga di jalan-jalan dan pasar dalam kondisi mabuk. Tak hanya melecehkan warga, mereka juga memukulinya. Perilaku menjijikkan ini sangat merugikan umat Islam. Saat menemui Shah, Griboyedov bahkan tidak bersedia menjaga adat dan tradisi kerajaan, serta memberikan hadiah Tzar tanpa memberi mematuhi tradisi di Iran.
Griboyedov melakukan langkah-langkah di Tehran; Seperti, dia meminta pemerintah Iran untuk menyerahkan semua warga negara Georgia yang tinggal di Iran ke kedutaan Rusia agar mereka dapat kembali ke negaranya. Tetapi beberapa dari orang-orang ini telah tinggal di Iran selama bertahun-tahun dan telah menikah dengan orang Iran dan membentuk keluarga, termasuk beberapa wanita Georgia yang masuk Islam di Iran dan memiliki anak serta keluarga. Namun Griboyedov, dalam tindakan yang tidak etis, memerintahkan untuk memasuki rumah mereka tanpa izin dan membawa para wanita tersebut ke kediamannya dengan paksa dan dengan perilaku kekerasan.
Pemindahan perempuan yang menghina dan menahan mereka pada malam hari di sebuah gedung yang semua penghuninya adalah laki-laki non-Muslim menjadi sangat mahal bagi orang-orang, apalagi ketika suara doa dan doa minta bantuan perempuan dari balik tembok sampai ke telinga laki-laki Muslim. Masyarakat yang melihat pemerintah tidak siap membela rakyat dari penindasan asing, berlindung ke rumah Mirza Masih Mujtahid. Haji Mirza Masih Astrabadi beberapa kali mengirim pesan ke duta besar Rusia, namun duta besar tidak menghiraukannya.
Griboyedov
Mirza Masih, seorang mujtahid berpengaruh, sangat terpengaruh oleh penghinaan terhadap masyarakat Islam dan mengeluarkan fatwa bahwa menyelamatkan wanita Muslim adalah wajib dan dianggap sebagai Jihad. Pada hari Rabu tanggal 6 Sya'ban 1244 H yang bertepatan dengan tanggal 11 Februari 1829, orang-orang menutup toko dan pasar dan bergerak dari semua sisi menuju tempat tinggal Griboyedov untuk membebaskan wanita tersebut baik dengan kata-kata yang baik atau dengan paksa.
Ketika orang-orang yang marah tiba di tempat tinggal Griboyedov, mereka pertama kali mengajukan tuntutan, tetapi karena ketidakpedulian Rusia, konflik pecah dan beberapa orang, termasuk seorang remaja, tewas dalam penembakan pengawal duta besar. Hal ini menyebabkan ribuan orang yang marah menyerang gedung tersebut, dan Griboyedov sendiri serta beberapa rekannya tewas dalam serangan ini, dan para wanita yang terjebak di sana dibebaskan dan dikembalikan ke rumah mereka.
Simonich yang menggantikan Griboyedov di kenangannya menyinggung peristiwa ini dan menulis, "Griboyedov ...di sini telah melakukan kesalahan besar, karena memerintahkan para perempuan dipindahkan ke tempat tinggalnya yang penuh dengan laki-laki. Adalah bijaksana bagi para wanita untuk menanggalkan pakaian di salah satu rumah Muslim sebelum dikirim ke Georgia. Dengan demikian, gerakan itu didirikan dan harus diakui bahwa situasi ini akan terjadi di negara lain mana pun. Karena bukan syarat kesopanan bagi sekelompok wanita untuk tinggal di bawah satu atap dengan sejumlah pemuda... Di kota Tehran, ada pembicaraan tentang fakta bahwa wanita Muslim dibenci dan difitnah oleh non- muslim di depan umum. Griboyedov tidak memperhatikan apa yang terjadi dan tidak memahami kejadian tersebut karena kesombongannya.»
Setelah kejadian tersebut, Fath Ali Shah dan pemerintah sangat ketakutan dan cemas dan mengirimkan delegasi ke Rusia untuk meminta maaf. Dalam pertemuan yang digelar, saksi mata, termasuk anggota kedutaan yang masih hidup, bersaksi bahwa perilaku dan tindakan Griboyedov selama kunjungan singkatnya di Tehran dan keberaniannya terhadap wanita Muslim menjadi penyebab insiden ini. Oleh karena itu, delegasi Iran tidak hanya dapat meyakinkan Tsar bahwa pembunuhan Griboyedov bukanlah kesalahan orang Iran dan bahwa dia adalah korban karena sikap keras kepalanya untuk mengembalikan wanita yang sudah menikah, tetapi mereka juga bisa mendapatkan diskon bagian penting dari kompensasi perang yang dikenakan pada Iran.
Setelah kejadian ini, meskipun kesalahan Griboyedov jelas bagi semua orang, termasuk pemerintah Rusia, tetapi Fath Ali Shah, yang tidak menerima perlawanan dan pemberontakan rakyat, dan takut akan memburuknya hubungan antara Iran dan Rusia, memerintahkan pengasingan Mirza Masih Mujtahid ke Irak. Ketika berita pengasingan Mirza Masih menyebar di Tehran, badai kemarahan orang-orang kembali muncul. Demonstrasi besar terjadi dan gelombang orang berbaris di jalan-jalan dan menyatakan penolakan mereka terhadap rencana ini. Para pejabat pemerintah memperlakukan orang-orang yang memprotes dengan kasar dan brutal, tetapi orang-orang tidak tenang. Akhirnya, untuk mencegah lebih banyak kekerasan terhadap rakyat, Mirza Masih Mujtahid sendiri berangkat ke tempat suci di Irak.
Meski Mirza Masih memiliki berkah hidup disamping haram Imam Ali as dan Imam Husein as di Najaf dan Karbala serta menambah keilmuan dan spiritual Mirza, tapi karena usia tua, fisik yang terus lemah dan kekacauan di Irak, mujtahid besar ini sangat menderita. Akhirnya setelah 18 tahun pengasingan dan jauh dari keluarga dan tanah air, Mirza Masih Mujtahid Astarabadi, mujtahid yang sangat dicintai rakyat Iran ini meninggal dunia di usia 70 tahun di Najaf Ashraf. Tapi demikian fatwa beliau untuk melindungi kehormatan wanita muslim yang menunjukkan kepada agresor menjinakkan pemimpin dan raja Iran dengan emas dan permata, tapi mereka tidak akan mampu menyukseskan rencananya merusak kehormatan rakyat Iran.
Jenazah ulama besar Syiah ini dikebumikan di Haram Imam Ali as di kota Najaf Ashraf.
Ayatullah Sheikh Mohammad Taqi Baraghani
Ayatullah Sheikh Mohammad Taqi Baraghani atau yang dikenal dengan Mujtahid Baraghani adalah seorang ahli fikih dan mujtahid terkenal yang membela kehormatan Syiah. Ulama besar ini tidak hanya sibuk mengajar dan menulis buku, tapi juga hadir di medan pertempuran melawan penyimpangan. Kegigihannya dalam membela umat dari penyimpangan dan kesesatan membuat kelompok sesat ini membunuh ulama besar ini di mihrabnya dan ia kemudian dikenal dengan sebutan Syahid Tsalis (Syahid ketiga).
Mullah Mohammad Taqi Baraghani pada tahun 1172 H. Ia lahir di desa Baraghan di Taleghan dalam keluarga pecinta Ahlulbait as yang terpelajar dan penyayang. Ayahnya, Ayatullah Mulla Mohammad Malaeke Baraghani, adalah seorang ahli fikih yang saleh dan dihormati yang melakukan upaya besar dalam penyebaran Syiah. Mohammad Taqi berimigrasi ke Qazvin bersama keluarganya saat masih kecil. Saat itu, Qazvin dianggap sebagai salah satu pusat keilmuan mazhab Syi'ah, tempat Mullah Muhammad Malakeh menjelaskan dan menyebarkan Syi'ah serta memerangi penyimpangan intelektual dengan sangat antusias.
Mujtahid Baraghani
Mohammad Taqi, setelah mempelajari ilmu-ilmu dasar dengan ayahnya, siap hijrah untuk menuntut ilmu dan menahan rasa sakit karena jauh dari negara dan keluarganya dengan semangat mempelajari ilmu. Dia pertama kali menghabiskan bertahun-tahun di Hauzah Ilmiah Qom dan Isfahan di bawah bimbingan para ulama besar, kemudian dia pergi ke Karbala dan Najaf dan setelah menyelesaikan studinya di Irak, dia kembali ke Tehran.
Selama perjalanan ini, dia mendapat manfaat dari kehadiran guru-guru hebat seperti Mirzai Qomi, Ayatullah Behbahani Hairi, Sayid Ali Tabatabai dan Allamah Kashif al-Ghita, dan dia sendiri menjadi master Muslim dalam ilmu intelektual dan naratif. Setelah bertahun-tahun belajar di Irak, dia kembali ke Iran dan menetap di Tehran, dan dalam waktu singkat, peringkat ilmiah dan moralnya terungkap ke dunia dan masyarakat umum, dan para pelajar ilmu agama dari jauh dan dekat berboondong-bondong menghadiri kelasnya untuk memanfaatkan kehadirannya.
Mujtahid Baraghani telah meninggalkan banyak karya di bidang fikih, ushul, tafsir dan hadis. Karyanya yang paling penting adalah " Majāles al-mottaqīn" yang berisi lima puluh bab, yang masing-masing membahas khutbah dan hadits Imam Hussain (as) serta menyebutkan penderitaan Sayyid al-Shuhada. “Uyun al-Usul” yang merupakan mata kuliah prinsip-prinsip fikih yang detail dan lengkap, dan buku terpentingnya “Manhaj al-Ijtihad” yang merupakan buku detail dalam 24 jilid dan berisi hukum-hukum Syariah Islam.
Selama masa hidup Mullah Mohammad Taqi Baraghani, karena ketidakmampuan Fath Ali Shah Qajar, perang hebat pecah antara Iran dan Rusia, dan provinsi utara Iran diduduki oleh tentara Rusia. Setelah kekalahan Iran oleh Rusia (1228 H), persaingan antara Inggris dan Prancis untuk merebut Iran semakin intensif; Secara khusus, Inggris memanfaatkan kelemahan pemerintah Iran untuk mencampuri semua urusan internal negara. Dalam situasi seperti itu, untuk pertama kalinya di hadapan Fath Ali Shah Qajar dan dalam dewan yang terdiri dari ulama dan ilmuwan, Mujtahid Baraghani mengusulkan teori "yurisprudensi" (Welayat-e Faqih) dan menyatakan monarki tidak sah dan menuntut penghapusan otoritas dari raja dan pangeran. Dalam pertemuan ini, sekelompok ulama dan saudara Sheikh Muhammad Taqi juga mendukung keputusan Mujtahid Baraghani dan menyatakan bahwa menurut agama, selama masa ghaibah Imam Ma'sum (as) urusan pemerintahan seperti perang, perdamaian, negosiasi dengan pemerintah asing, dll, harus dilakukan dengan izin dari ahli fikih yang memenuhi syarat lengkap dan raja tidak memiliki legitimasi untuk mengeluarkan keputusan tersebut. Fath Ali Shah, yang takut dengan keputusan Sheikh, melihat cara terbaik untuk selamat dari masalah ini dengan mengasingkannya dan saudara-saudaranya ke Irak.
Setelah diasingkan ke Irak, Ayatullah Baraghani tinggal di Karbala dan Najaf untuk sementara. Ketika Sheikh Jaafar, sahib Kashif al-Ghita, pergi ke Tehran atas undangan pemerintah Iran, dia membawa Mujtahid Baraghani dan saudara-saudaranya ke Iran. Fath Ali Shah menetapkan bahwa Mujtahid Baraghani dapat kembali ke Iran, tetapi dia tidak boleh berada di Tehran. Setelah kembali ke Iran, Mullah Mohammad Taqi pergi ke Qazvin dan menjadikannya markas gerakan ilmiahnya. Dia membangun sekolah dan masjid di sana dan mulai mengajar dan menulis dengan tulus dan usaha. Kemasyhuran sekolah Mujtahid Baraghani menyebar ke seluruh negeri dan para pelajar agama bergegas mendatanginya dari seluruh dunia.
Selama kehidupan Syahid Tsalis, banyak gerakan intelektual dan arus menyimpang terbentuk dan berkembang, dan jika para ulama Syiah tidak mencoba mengklarifikasi dan menghapus keraguan, ada kemungkinan penyimpangan total dari Syiah. Salah satu sekolah menyimpang utama di masanya adalah "Babisme" yang berakar pada gerakan yang disebut Syaikhiyah. Syaikhiyah berangkat dari keyakinan khusus seorang ulama bernama Syaikh Ahmad Ihsai. Ihsai memiliki gagasan tentang kebangkitan fisik, akal dan ijtihad dalam agama, yang dianggap oleh ulama besar Syiah bertentangan dengan Alquran dan Sunnah. Keyakinannya yang paling penting, yang kemudian menjadi sumber banyak penyimpangan, adalah keyakinannya pada pilar keempat. Makna Syaikhiyah dari rukun keempat adalah bahwa pada setiap zaman pasti ada seorang syekh dan manusia sempurna yang mengambil aturan-aturan agama langsung dari Imam Zaman dan menyampaikannya kepada umat. Setelah Ihsai, murid-muridnya pertama kali mengaku sebagai pilar dan perantara antara Imam Zaman dan orang-orang, dan setelah beberapa saat mereka mengaku sebagai Imam Zaman dan bahkan mengaku sebagai nabi dan mengklaim bahwa kitab suci baru diturunkan kepada mereka.
Image Caption
Ketika Mujtahid Baraghani berdebat dan berbicang dengan Syeikh Ihsai, dia memperhatikan penyimpangan pemikiran Ihsai dari Islam dan mazhab Syiah, dan karena kecerdasannya, dia meramalkan masa depan kelam Syaikhiyah. Karena alasan ini, dia menentang Ihsai lebih dari ulama lain dan lebih serius dari mereka. Dia mencerahkan keyakinan salah ini dalam ceramah dan debat, dalam khutbah dan ceramah, dan dalam surat dan buku, dan memperingatkan tentang bahaya penyimpangan ini bagi aliran Syiah. Tapi Ihsai bersikeras pada keyakinannya dan membawa sekelompok besar Syiah bersamanya. Mujtahid Baraghani akhirnya mengeluarkan keputusan untuk mengucilkan Ihsai karena desakan Ihasi pada keyakinan palsu dan upayanya untuk menyebarkan keyakinan tersebut di kalangan Syiah. Putusan ini merupakan titik balik dalam sejarah Syi'ah, karena menyebabkan banyak ulama lainnya mengeluarkan keputusan pengucilan terhadap Ihsai, dan gerakan sesat Syaikhiyah, diikuti oleh Babisme, jatuh dan musnah.
Upaya ekstensif Ayatullah Baraghani melawan Syaikhiyah berlanjut bahkan setelah kematian Ihsai. Mujtahid Baraghani juga mengucilkan penerus Ihsai, Kazem Rashti. Namun aliran Syaikhiyah tidak berhenti sampai di situ dan setelah Kazem Rashti, para pengikut Syaikhiyah mengepung Ali Muhammad Shirazi, yang kemudian dikenal sebagai Ali Muhammad Bab, dan mendirikan Sekte Babiyah (Babisme). Pada awalnya, Ali Muhammad Bab menganggap dirinya sebagai perantara antara Imam Zaman as dan masyarakat, kemudian dia mengaku sebagai Imam Zaman. Dari waktu ke waktu, dia menambah klaimnya dan mengaku sebagai nabi, misi baru, dan kitab suci baru, dan akhirnya dia mengklaim memiliki Tuhan di dalam dirinya. Kaum Babisme yang merupakan pengikut Ali Muhammad Bab banyak melakukan kekerasan terhadap lawan dan melakukan banyak pembunuhan, penjarahan dan pertumpahan darah.
Mujtahid Baraghani dengan berani berdiri di depan mereka dan mengeluarkan perintah untuk mengucilkan pengikut Babisme dan tidak lalai untuk mengklarifikasi kelompok sesat ini dan menghilangkan keraguan dari pikiran orang-orang. Upaya gigih Mujtahid Baraghani memulai gerakan serius di kalangan ulama Syiah untuk melawan Babisme, yang akhirnya menyebabkan melemahnya dan kekalahan sekte ini di kalangan Syiah. Juga, klarifikasinya tentang ketidakabsahan keyakinan Syaikhiyah dan Babiyah (Babisme) menyebabkan sekte-sekte ini kehilangan basis rakyat mereka, sementara pada awalnya mereka mampu menarik sejumlah besar orang untuk bergabung dengan mereka.
Mujtahid Baraghani sangat dibenci oleh kelompok Babisme karena perjuangan tak kenal lelahnya melawan arus penyimpangan dan kesesatan. Ulama besar ini akhirnya meneguk cawan syahadah di mihrabnya di tangan pengikut sesat Babisme pada subuh 15 Zulhijjah 1263 H. Ulama pejuang ini setelah gugur dikenal di kalangan Syiah sebagai Syahid Tsalis (Syahid Ketiga). Allamah Abu Abdullah Makki Amili dikenal sebagai Syahid Awwal, Allamah Zainuddin Amili, Syahid Tsani dan Mujtahid Baraghani, Syahid Tsalis.
Syahid Tsalis berwasiat agar jenazahnya dikebumikan di Karbala, tapi karena kondisi saat itu tidak memungkinkan, maka hal ini sulit dilaksanakan. Dengan demikian, anak-anak Mujtahid Baraghani memutuskan untuk mengebumikan ayahnya di Qazwin, dan setelah kondisi memungkinkan dan di waktu yang tepat, jenazah ulama ini akan dipindahkan ke Karbala.
16 tahun kemudian, ketika rencana pemindahan jenazah Mujtahid Baraghani ke Karbala dilaksanakan dan saat makam ulama ini dibongkar, ternyata jenazahnya masih utuh. Warga Qazwin setelah menyaksikan jenazah ulama besar ini masih utuh, mereka berkumpul dan menangis serta memohon supaya ulama besar ini tidak dipindahkan dari daerah mereka. Makam Mujtahid Baraghani saat ini masih tetap di Qazwin dan menjadi salah satu tempat ziarah umat Islam dan pecinta Ahlulbait as.
Mohammad Shaif Mazandarani
Sharif al-Ulama Mazandarani juga dikenal sebagai penggagas ilmu ushul fikih dan guru besar Hauzah Ilmiah Karbala yang telah mengeluarkan ratusan mujtahid dan ulama terkenal.
Sharif al-Ulama Mazandarai yang nama lengkapnya adalah Mohammad Sharif bin Hasan Ali Amoli Mazandarari Hairi lahir di Karbala, Irak tahun 1200 H. Ayahnya adalah Mulla Hasan Ali Amoli, salah satu ulama saleh di zamannya dan asli dari Mazandaran, Iran dan hijrah ke Karbala untuk melanjutkan pendidikannya dan belajar dari ulama terkenal saat itu.
Mohammad Sharif mempelajari dasar-dasar ilmu agama di Karbala dan kemudian melanjutkan pendidikannya di bawah asuhan Sayid Mohammad Mujahid dan Sayid Ali Tabatabai yang dikenal dengan sebutan Sahib Riyad. Kemudian ia bersama ayahnya berpindah-pindah dari Hauzah Ilmiah Irak dan Iran untuk menuntut ilmu di bawah bimbingan ulama terkenal. Di kota-kota seperti Najaf, Baghdad, Mashhad, Qom dan Tehran, Mohammad Sharif belajar di bawah ulama terkenal zaman itu, dan terkadang di sejumlah kota ia hanya menetap selama satu bulan. Mohammad Sharif di penghujung perjalanannya ini berakhir di kota Mashhad di Khurasan dan setelah berziarah ke makam suci Imam Ridha as, ia kembali ke Karbala dan belajar kembali di bawah bimbingan guru besarnya, Sahib Riyad.
Image Caption
Mohammad Sharif Mazandarani setelah menyelesaikan masa pendidikannya, ia mulai mengajar dan aktif membimbing murid-muridnya serta mereka yang haus akan maarif Ahlul Bait as. Tak butuh waktu yang lama, kelas Mohammad Sharif Mazandari dipenuhi pelajar dan mereka yang haus ilmu, dan menurut catatan sejarah, jumlah mudir ulama ini mencapai seribu orang.
Hauzah ilmiah Karbala di zaman Mohammad Sharif Mazandarani mencapai kejayaan ilmiahnya, dan ulama besar seperti Sheikh Ansari, Sahib Dzawabid, Fadhil Darbandi dan puluhan mujtahid besar lainnya belajar dari ulama ini. Meski demikian, ulama besar ini masih tetap melanjutkan belajarnya di bawah bimbingan guru besar Ali Sahib Riyad, dan senantiasa merasa membutuhkan bimbingannya.
Ketinggian ilmiah Mulla Mohammad Sharif Mazandarani terkait pembahasan fikik dan kekuatan pemahaman serta interpretasi serta ingatannya yang sangatkuta, membuat dirinya dikenal sebagai marja agama yang mumpuni dan unggul di zamannya. Ia di kalangan guru dan murid-muridnya dikenal dengan sebutan Sharif al-Ulama. Anugerah ilahi disamping dengan upaya tak kenal henti serta siang dan malam Sharif al-Ulama yang disertai dengan keikhlasannya dalam beribadah dan penghambaan kepada Tuhan, telah membuat sinar keilmuan bersinar di hati ulama ini. Ia juga berhasil meletakkan dasar-dasar fikih dan ushul fikih baru dengan bersandar pada al-Quran, hadis, akal dan ijma'. Ini adalah kebanggaan ilmiah terbesar Sharif al-Ulama bersama murid-muridnya.
Salah satu karakteristik Sharif al-Ulama dalah kemampuannya yang luar biasa dalam berdebat dan keindahan tutur katanya. Ulama mulia yang menguasai ilmu fikih, hadits dan ilmu-ilmu agama lainnya ini juga sukses dan mengagumkan dalam menjawab pertanyaan, sanggahan dan keraguan ilmiah yang dilontarkan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah atau di tingkat masyarakat. Menurut kesaksian orang-orang sezaman dan murid-muridnya, siapa pun yang berdebat dengannya, Sharif al-Ulama pasti akan memenangkannya, dan dia dapat membuktikan kepada orang lain apa yang dia yakini benar dari sudut pandang sains dan yurisprudensi, dan menjawab pertanyaan mereka dan menghapus keberatan dan menepis klaim palsu dengan alasan yang jelas.
Guru hebat ini berusaha memperkuat kemampuan diskusi dan respon pada murid-muridnya. Metode pengajarannya adalah setelah mengajar, ia menugaskan salah satu muridnya yang terpandang untuk mempresentasikan kembali pelajaran yang sama sehingga jika ada ketidakjelasan dapat diselesaikan. Kemudian ia membagi murid-muridnya menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari beberapa orang sehingga mereka dapat saling mendiskusikan materi yang disampaikan dalam pelajaran yang sama dalam satu hari satu malam.
Metode diskusi di seminari (Hauzah Ilmiah) merupakan metode belajar yang terkenal dan populer. Para guru besar ilmu agama menyarankan empat tahap agar pelajaran tetap dalam ingatan dan pemahaman yang lebih baik: "pra-membaca" yang berlangsung sebelum awal pelajaran, "menghadiri pelajaran", "belajar setelah pelajaran" dan akhirnya "diskusi ". Dalam sesi diskusi, satu orang bertugas untuk menceritakan kembali pelajaran sebelumnya, dan yang lainnya mengkritik, melakukan kesalahan, dan mengoreksi. Di satu sisi, diskusi adalah cara untuk lebih memahami pelajaran dan memecahkan masalah dengan lebih baik dan benar, dan di sisi lain, itu adalah cara untuk melatih dan memperkuat ekspresi dan teknik berbicara. Selain itu, ini adalah semacam praktik untuk kelas dan pengajaran. Dalam beberapa tahun terakhir, karena perkembangan metodologi dan penyediaan fasilitas seperti pencatatan pelajaran dan kemungkinan akses cepat ke bahan pelajaran, tradisi ini menjadi kurang penting, dan masalah ini perlu diperhatikan.
Terlepas dari keahlian khususnya dalam ilmu-ilmu Islam dan dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu prinsip, master yang luar biasa ini tidak meninggalkan karya tulis lain kecuali risalah tentang masalah perintah dan kewajiban. Dia percaya bahwa pelatihan siswa elit jauh lebih penting daripada menulis buku, dan karya berharga yang ditulis oleh para sarjana adalah hasil dari upaya guru mereka.
Diketahui bahwa ia biasa berkata: "Tugas saya adalah melatih siswa dan mendidik yang terpelajar, dan apa yang Anda tulis siswa sebenarnya adalah hasil usaha saya." Semangat luhur Sharif al-Ulama untuk mendidik para santri elit membuatnya mengadakan dua majelis ilmu setiap hari, satu majelis untuk mahasiswa umum dan satu majelis khusus untuk mahasiswa unggulan, yang mencakup topik-topik ilmiah yang lebih kompleks dan berat. Sementara ulama lain ada yang belajar setiap hari bahkan ada yang satu atau dua minggu sekali.
Image Caption
Bagi murid-muridnya, Sharif al-Ulama tidak hanya ahli dalam pelajaran dan diskusi, tetapi seperti seorang ayah yang baik hati, ia memperhatikan pendidikan, masalah hidup, dan bahkan mata pencaharian mereka. Diceritakan ketika salah satu murid elitnya bernama Mulla Ismail Yazdi menderita epilepsi, dia membawakannya seorang dokter dari Baghdad dan menghabiskan banyak uang untuk mengobatinya. Mullah Ismail Yazdi, setelah kematian Sharif al-Ulama, menggantikan guru untuk sementara dan mengajar menggantikannya.
Tentu saja, seorang guru dengan gelar akademik tersebut; Dia memiliki gaya hidup khusus. Sosok yang ribuan orang berlutut di pelajarannya setiap hari, dan para tokoh terhormat dan tetua menganggapnya sebagai pengecualian dari zaman di bidang pengetahuan dan kesalehan. Dikatakan bahwa dia biasa menghabiskan berjam-jam di malam hari untuk belajar dan berpikir, dan lampu bacanya hanya dimatikan sebentar pada malam hari. Ia tidak tertarik untuk sering silaturahmi dan bergaul dengan gaya yang biasa di antara orang-orang untuk menghabiskan waktu, dan sebaliknya ia mencoba mengadakan pertemuan, duduk dan bangun di bidang pembelajaran dan peningkatan diri serta mematuhi Tuhan.
Sesuai dengan kondisi dan kebutuhan saat itu serta sesuai dengan kemampuan dan bakat mereka, Sharif al-Ulama telah menciptakan tugas untuk dirinya sendiri dan ia berusaha melakukan yang terbaik untuk memenuhi tugas tersebut. Ia bahkan tidak menerima tugas sebagai imam jamaah. Masalah ini mungkin karena intensitas kesalehannya, atau mungkin karena kebutuhan untuk fokus pada masalah pengajaran dan administrasi seminari (Hauzah). Karena imam jamaah, suka atau tidak suka, mengemban beberapa tugas sosial khusus, seperti menangani masalah sehari-hari masyarakat dan tersedia untuk mereka. Dan mungkin saja ulama yang mulia ini lebih memilih menghabiskan seluruh waktunya untuk mengajar dan mendidik para santri yang berbudi luhur dan menyerahkan kepemimpinan imam jamaah kepada ulama lainnya.
Sharif al-Ulama Mazandarani setelah bertahun-tahun usaha keras menyebakan agama dan fikih Ahlul Bait as, serta mendidik ratusan mujtahid Syiah, pada tahun 1245 H meninggal dunia di usia 50-an. Prestasi Sharif al-Ulama dalam mendidik ratusan mujtahid Syiah ini dilakukan dalam usianya yang singat. Saat itu, wabah melanda Karbala dan berbagai kota di sekitarnya. Sepertinya istri dan dua anak Sharif al-Ulama juga meninggal akibat wabah ini.
Jenazah suci ulama besar ini dikebumikan di Karbala, di ruang bawah tanah rumahnya sendiri. Setelah meninggalnya Sharif al-Ulama, Hauzah Ilmiah Karbala mulai mengalami kemunduran dan kehilangan prestasinya sebangai pusat hauzah ilmiah Syiah. Ribuan santri dan murid yang haus akan pengetahuan dan maarif Ahlul Bait as kemudian pindah ke Hauzah Ilmiah Najaf, serta menimba ilmu dari Sahib Jawahir.
Meski Sharif al-Ulama tidak meninggalkan keturunan dan anak, tapi putra-putra sepiritualnya yang saat ini giat menimbal ilmu di Hauzah dan mempelajari ajaran dan pemikirannya sangat banyak.
Zainab Kubra; Teladan Perempuan Sepanjang Masa
Sayidah Zainab dilahirkan pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun kelima Hijriah di Madinah. Beliau diasuh dan dibesarkan oleh manusia agung sepanjang sejarah yaitu, Nabi Muhammad Saw, Imam Ali dan Sayidah Fatimah. Selain itu, beliau adalah saudari dari dua pemuda penghulu surga, Imam Hasan dan Imam Husein.
Sayidah Zainab merupakan salah satu wanita yang menjadi contoh bagi seluruh perempuan di berbagai bidang. Zainab tidak hanya berkaitan dengan masa lalu, tapi juga hari ini dan esok. Sebab, kemuliaan manusia, pengabdian, penghambaan, perjuangan untuk menegakkan keadilan, kemerdekaan dan kebenaran adalah nilai-nilai yang tidak terkait hanya untuk periode khusus atau masyarakat tertentu saja.
Manusia besar melampaui sejarah hidupnya. Zainab Kubra, termasuk wanita yang berada dalam naungan pancaran cahaya imamah. Sejak kecil, Zainab berada di pangkuan risalah dan imamah. Sayidah Zainab telah menghiasi diri dengan ketinggian akhlak, kesempurnaan spiritualitas dan keagungan perilaku.
Sayidah Zainab mewarisi ilmu dan marifat Rasulullah Saw. Martabat dan harga diri Sayidah Zainab as mirip dengan Sayidah Khadijah, dan kesucian serta kesederhanaan serta kesopanannya bak Sayidah Fatimah. Kezuhudan, kefasihan dan retorika Zainab dalam berpidato mirip dengan Imam Ali bin Abi Thalib. Beliau juga memiliki kelembutan dan kesabaran seperti Imam Hasan, serta keberanian dan keteguhan hati sebagaimana Imam Husein.
Salah satu karakteristik yang paling menonjol dari Sayidah Zainab adalah keberaniannya yang tiada tara. Dalam ziarah yang biasa dibaca, disebutkan kaya "Labwatul Hasyimiah" atau perempuan pemberani dari keluarga Hasyimi.
Para ahli etika mengklasifikasikan keberanian dalam tiga kategori. Pertama, tidak takut kepada orang lain. Kedua, keberanian yang lebih tinggi dari pertama yaitu keberanian yang dibarengi dengan penguasaan diri. Sedangkan keberanian ketiga adalah keberanian yang lebih tinggi lain, dengan tidak mempertimbangkan situasi dan kondisi, baik itu penentangan maupun kecaman dari pihak lain demi memperjuangkan kebenaran.Zainab menampilkan keberanian pada tingkatan yang tertinggi.
Suara perlawanan Sayidah Zainab melawan kezaliman dan menegakkan keadilan senantiasa tertancap di jantung sejarah. Ketika beliau menjadi perempuan yang ditawan oleh pasukan Yazid, bersama tawanan lainnya pasca terjadinya tragedi Karbala memasuki Istana Yazid, semua orang menanti putri Sayidina Ali ini meminta maaf kepada putra Muawiyah yang membantai Imam Husein. Tapi, Sayidah Zainab dengan keberanian dan keahlian retorikanya menunjukkan kesalahan Yazid di istananya sendiri.
Sayidah Zainab tegar berdiri di hadapan orang-orang zalim Dinasti Umayah dan menyampaikan kebenaran yang dibawa Imam Husein, hingga beliau dan pengikutnya syahid di padang Karbala. Pidato Sayidah Zainab bukan hanya mengguncang pilar-pilar kezaliman Dinasti Umayah, tapi lebih dari itu menghantam sistem rusak di sepanjang sejarah.
Dalam kondisi sulit dan kalah secara militer, ketika kepala para syuhada diarak di ujung tombak musuh, dan kondisi paling mengenaskan, Sayidah Zainab menyampaikan pidato yang ditujukan langsung kepada Yazid bin Muawiyah, yang saat itu mengklaim sebagai khalifah kaum Muslimin. Zainab berkata, "Tuhanku! Ambillah hak kami dari orang-orang lalim, dan kirimkanlah kemarahan-Mu kepada orang yang menumpahkan darah kami di bumi, dan membunuh para pendukung kami, ".
Yazid dan pengikutnya menyebarkan propaganda luas supaya langkah Imam Husein dianggap sebagai gerakan bughot dan bertentangan dengan kepentingan umat Islam. Yazid menyebarkan fitnah bahwa Imam Husein as sedang mengejar kekuasaan dan materi dalam revolusinya sehingga ia dengan mudah menumpas para penentangnya. Namun Sayidah Zainab telah menjadi penghalang propaganda itu, dan bahkan juga mengungkap kejahatan dan kebusukan Yazid dan pengikutnya.
Dalam pidatonya yang berapi-api, Sayidah Zainab telah mengguncang pemikiran keliru masyarakat di masa itu. Warga Kufah yang hampir 20 tahun tidak mendengar pidato Imam Ali as, mereka terhentak dengan suara Zainab as yang nadanya seperti perkataan Ali as.
Perkataan seorang perempuan yang menjadi tawanan Yazid menguncang legitimasi pemerintah Bani Umayah. Zainab dengan kecerdasan, kefasihan dan keindahan bahasanya, mengingatkan kepada ayahnya, Ali bin Abi Thalib.
Putri Ali bin Abi Thalib berkata, "Musibah besar menyebabkanku terpaksa harus berbicara dengan orang sepertimu [Yazid] ! Aku melihatmu lebih kecil dari kedudukan zahirmu saat ini. Engkau hina ! Mengapa aku tidak memakimu, ketika aku terluka karena kehilangan orang-orang tercinta. Oh ! Aneh sekali manusia besar yang berada di jalan Tuhan tewas di tangan setan ! Tangan berdarahmu, telah berlumuran darah kami Ahlul Bait Rasulullah Saw, dan mulut kalian dipenuhi sesak oleh daging kami. Ya ! Sesungguhnya bukan tempatnya untuk malu ketika hidup di atas bumi ini dengan bersih dan suci. Srigala gurun liar menerjang mereka dan engkau [Yazid] dengan sombong menduduki singgasana ?"
Zainab menegaskan sebuah poin penting bahwa Ahlul Bait Rasulullah Saw tidak akan bisa dihapus dari sejarah. Putri Ali bin Abi Thalib ini berkata, "Yazid, jika ingin menipu dan makar, maka lakukanlah. Tapi ketahuilah engkau tidak akan bisa menghapus [dalam sejarah] orang-orang mengingat kami. Engkau tidak memiliki kemampuan untuk memusnahkan kami, dan memadamkan orang-orang yang mengingat kami. Suatu hari kebenaran akan datang dengan meneriakkan "Laknat Tuhan bagi orang-orang zalim".
Kemudian, Sayidah Zainab mengakhiri pidatonya dengan bersyukur kepada Allah swt. Beliau berkata, "Kini, aku menyampaikan rasa syukur kepada Allah swt yang memulai kehidupan Ahlul Bait dengan syahadat dan ampunan, serta mengakhiri dengan syahadat dan ampunan serta rahmat ilahi. Tuhanku, tambahkanlah pahala bagi syuhada kami dan nasib kami berada di tangan-Mu."
Dengan pidato ini, Sayidah Zainab menunjukkan bukan hanya kesyahidan saudaranya, Imam Husein bin Ali sebagai sebuah keindahan.Tapi lebih dari itu, putri Ali bin Abi Thalib ini menggambarkan ditawannya Ahlul Bait sebagai puncak keindahan.
Sayidah Zainab melampaui sejarah zamannya. Beliau menunjukkan nilai harga diri keberanian dan ketinggian jiwa kesatria sebagai pakaian kemuliaan. Dalam keadaan sebagai tawanan, putri Ali bin Abi Thalib ini meniupkan optimisme menghadapi kezaliman.
Wanita agung ini memberikan pelajaran bagaimana menghadapi kelaliman kapada umat manusia sepanjang sejarah. Seorang perempuan dalam kondisi yang sangat sulit sekalipun mampu menampakkan cahayanya menerangi masyarakat di bidang politik dan sosial yang berada dalam kegelapan.
Di hari yang berbahagia ini, kami menyampaikan selamat atas kelahiran perempuan pemberani Ahlul Bait ini. Salam atasmu, ya Sayidah Zainab.
Basij di Mata Ayatullah Khamenei
"Basij adalah Maktab Cinta dan Maktab Syahid dikenal dan tak dikenal, di mana telah memberi lantunan syahadah dan keberanian sebagai puncak tertingginya. Betapa sastra yang luar biasa dan ungkapan yang tinggi! Pohon lebat penuh buah yang mekarnya menganugerahkan aroma musim semi dan kesegaran kepastian dan hadis cinta."
Ini adalah ungkapan murni Imam Khomeini, semoga Allah merahmatinya, tentang Basij.
Ayatullah Khamenei, dalam pertemuan dengan ratusan anggota Basij, menyebut pembentukan Basij sebagai salah satu prakarsa terpenting Imam Khomeini, dan dengan mengatakan beberapa kata yang menggambarkan Basij, Rahbar menganggap lembaga rakyat ini sebagai budaya, pemikiran, dan wacana yang memiliki kapasitas untuk menggerakkan bangsa besar dapat maju dengan langkah besar.
Bangga menjadi anggota Basij, Imam Khomeini berkata dalam sebuah pernyataan pada bulan Desember 1988 dengan rendah hati, dengan cinta dan pengabdian kepada anggota Basij, "Saya mencium setiap tangan Anda". Rahbar menyatakan, "Kalian Basij hari ini adalah pendengar dari pernyataan ini. Imam tidak mengatakan Basij tahun 60-an, tetapi beliau mengatakan Basij. Anda dan Basiji setelah Anda, sampai periode mendatang, semua termasuk dalam ucapan Imam ini, "Saya mencium tangan Anda".
Ayatullah Khamenei menyebut berkhidmat tanpa pamrih dan tak berharap dari masyarakat dan negara sebagai budaya Basiji dan menyatakan, "Apa arti budaya Basiji? Artinya, kaki setinggi lutut tenggelam dalam lumpur karena membersihkan rumah dan kamar keluarga yang terendam banjir. Artinya menempatkan dirinya dalam bahaya tertular virus Corona dan bahaya kematian demi menyelamatkan pasien Corona dan menjauhkannya dari bahaya kematian. Budaya Basij berarti tidak pernah bosan membantu karena iman.
Dalam skala yang lebih luas, Ayatullah Khamenei menganggap budaya Basij sebagai budaya pejuang tanpa nama seperti syuhada nuklir dan syahid seperti Syahid Kazemi, yang memasuki medan konfrontasi dengan musuh dalam setiap kampanye politik dan militer dengan karya ilmiah dan penelitian dan tanpa berharap apa pun, mereka melakukan semua yang mereka bisa.
Rahbar mengatakan, “Budaya Basij adalah siap menghadapi risiko, tidak takut, berkhidmat untuk semua orang dan untuk negara, lebih mementingkan orang lain, bahkan siap ditindas untuk membebaskan yang tertindas. Anda lihat dalam kasus-kasus baru-baru ini, orang-orang Basij tertindas. Mereka tertindas agar bangsa tidak tertindas oleh segelintir pembuat onar - tidak sadar atau bodoh atau tentara bayaran. Mereka sendiri ditindas untuk menghentikan penindasan terhadap orang lain. Mereka tidak membiarkan diri mereka putus asa."
Rahbar menyebut upaya melatih dan menciptakan metode yang terupdate di Basij, serta persiapan Basij untuk memajukan negara, sebagai salah satu kapasitas penting negara dan mengingatkan bahwa kapasitas dan semangat Basij dan tidak takut sebenarnya sudah ada di generasi bangsa Iran sebelumnya, yang sayangnya pada rezim taghut, semangat ini ditindas oleh asing atau pemerintahan yang korup. Pemimpin Besar Revolusi Islam, menyebut pejuang seperti Sheikh Mohammad Khiyabani, Mohammad Taqi Khan Pessian, Mirza Kochak Khan Janggali, Agha Najafi, Asayid Abd Al-Hossein Lari dan Rais Ali Delwari serta ulama seperti Sheikh Jafar Mahalati sebagai Basij yang telah melakukan langkah-langkah berpengaruh
Ayatullah Khamenei menganggap kemenangan revolusi sebagai penyebab pembebasan semangat dan berkembangnya bakat, budaya, dan pemikiran Basij, dan menyebut keberadaan jutaan Basij resmi dan tidak resmi di Iran sebagai kenangan akan Imam Khomeini, yang tetap ada. dan akan tetap untuk masa depan. Rahbar berkata, “Sejalan dengan fenomena mobilisasi ini di negara kita, Basij juga ada di dunia Islam. Kita juga memiliki jutaan orang Basij di dunia Islam. Para Basij tidak mengerti bahasa kita, dan kita juga tidak mengerti bahasa mereka, tapi bahasa hati kita dan hati mereka sama."
Ayatullah Khamenei mengutip dari Imam Khomeini, menyebut Basij sebagai pohon kebaikan yang buahnya bermacam-macam. Rahbar mengatakan, pohon yang baik, seperti disebutkan dalam Al-Quran "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit," Ciri-ciri pohon kebaikan adalah ia menghasilkan buahnya yang manis dan hasilnya di setiap masa.”
Pertemuan anggota Basij dengan Ayatullah Khamenei
Pemimpin Besar Revolusi Islam, sembari mengungkapkan buah manis Basij, mencatat bahwa keberadaan Basij menunjukkan bahwa revolusi itu hidup, lahir dan produktif. Di sisi lain, semangat kerja jihad tanpa berharap dan tanpa nama dan lencana Basij menciptakan lompatan di negeri ini dan memajukannya. Selain itu, kegiatan Basij dikaitkan dengan spiritualitas yang meningkatkan motivasi dan semangat kerja. Rahbar menyebut idealisme dan gerakan menuju nilai-nilai bersama dengan pragmatisme di antara berkah semangat Basiji dan menekankan bahwa Basiji itu praktis. Basij itu tidak hanya berbicara, dia bertindak. Namun seiring dengan pragmatisme, ia bergerak menuju cita-cita. Tentu saja, buah dan berkah ini selama semangat Basiji tetap terjaga di masyarakat dan dia tidak menderita wabah kesombongan.
Ayatullah Khamenei, dalam bagian lain pidatonya tentang kedudukan Basij dalam geografi politik dunia Islam, mengatakan, Front kolonialis Barat memberi perhatian khusus pada kawasan Asia Barat atau Timur Tengah. Karena kawasan itu penting dan pergerakan roda industri dunia Barat adalah karena bergantung pada minyak yang ada di wilayah kita. Sedangkan Iran adalah yang terpenting, karena kekayaannya, minyak, gas, tambang alamnya, lebih banyak dari semua negara tersebut, apalagi merupakan persimpangan jalan; Persimpangan Timur dan Barat, Persimpangan Utara dan Selatan. Dan untuk alasan ini, mereka menciptakan rezim penjarah Zionis sebagai basis mereka di wilayah tersebut untuk berperang dan menjajah.
Ayatullah Khamenei, saat menggambarkan dominasi dan tekanan Amerika terhadap Iran, mengatakan, Tekanan ini sedemikian rupa sehingga disebutkan dalam memoar para pemimpin politik era Pahlavi, bahkan Mohammad Reza Pahlavi mengeluhkan meningkatnya pemerasan Amerika, tetapi dia tidak berani berbicara. Menurut Rahbar, Terjadinya revolusi tiba-tiba membuyarkan tidur mereka dan Revolusi Islam merupakan pukulan fatal bagi kebijakan kolonial. Revolusi menciptakan penghalang yang kuat dan mendorong mereka ke tepi dan terisolasi. “Ini menjadi identitas baru. Artinya, negara mengubah identitas ketergantungan pada Inggris dan Amerika menjadi identitas independensi, kekuatan, berdiri di atas kaki sendiri, berbicara dengan kuat, tidak membayar pemerasan. Hal utama adalah tidak membayar uang pemerasan."
Merujuk pada isu ekspor Revolusi Islam ke bangsa dan negara lain, Pemimpin Revolusi Islam menambahkan, “Kami tidak bermaksud mengekspor revolusi, tetapi revolusi kami seperti aroma bunga, seperti udara musim semi, yang menyebar dan tidak ada yang bisa menghentikannya. Ketika Anda memiliki taman yang penuh dengan bunga di sini, para tetangga di sekitar memanfaatkan bau bunga ini, tidak ada yang bisa menghentikannya. Dan ini terjadi. Di negara-negara lain, bangsa-bangsa tersadar dan bangun."
Ayatullah Khamenei mengingatkan bahwa Barat banyak melakukan persekongkolan untuk menghadapi sistem Islam. Dengan dukungan habis-habisan, mereka mengirim Irak untuk berperang dengan Iran, yang manifestasi nyatanya adalah kekalahan Saddam dan pendukung Baratnya dalam delapan tahun Pertahanan Suci. Rencana Amerika lainnya, yang diungkapkan sekitar 15 tahun yang lalu oleh tokoh-tokoh negara ini, adalah untuk menggulingkan enam negara Irak, Suriah, Lebanon, Libya, Sudan dan Somalia, sehingga pada akhirnya, kedalaman dan perluasan strategis Iran di wilayah tersebut akan hancur dan melemahnya negara tersebut pada akhirnya akan menyebabkan runtuhnya Republik Islam Iran sendiri. Namun rencana mereka, konspirasi mereka digagalkan oleh kekuatan Republik Islam yang hebat dan efisien. Perwujudan dan panji kekuatan besar ini adalah seseorang bernama Haj Qassem Soleimani... yang menggagalkan rencana mendalam musuh, semoga Allah meridainya."
Menyatakan bahwa negosiasi tidak akan menyelesaikan masalah kami dengan Amerika, Pemimpin Besar Revolusi Islam memberikan penjelasan tentang tujuan musuh mengusulkan JCPOA II dan III, dan mengatakan, "Beberapa orang mengklaim pemahaman politik dan mengatakan bahwa untuk mengakhiri kerusuhan, kami harus menyelesaikan masalah kita dengan Amerika atau mereka mengatakan Anda harus mendengarkan suara bangsa untuk mengakhiri kerusuhan. Pertanyaannya adalah, bagaimana masalah kita dengan Amerika akan diselesaikan? Apakah dengan bernegosiasi dan mendapatkan komitmen masalah akan berakhir? Pada pertemuan di Aljazair, mereka duduk dan bernegosiasi dengan Amerika Serikat tentang masalah pembebasan sandera pada tahun 1960 dan mengambil komitmen. Apakah Amerika memenuhi kewajibannya? Apakah dia menghapus sanksi dan mengembalikan kekayaan kita?"
Dari sudut pandang Pemimpin Besar Revolusi Islam, dengan memahami dan menganalisis kampanye besar-besaran ini, kita dapat memahami apa alasan desakan musuh pada JCPOA II dan III. JCPOA II berarti bahwa Iran harus sepenuhnya meninggalkan kawasan. JCPOA III berarti Iran berkomitmen untuk tidak memproduksi senjata strategis penting apa pun dan tidak memiliki drone dan rudal.
Mengacu pada kata-kata para perusuh, Ayatullah Khamenei menjelaskan, "Mereka mengatakan agar mendengarkan suara bangsa! Anda mendengar suara gemuruh bangsa dikumandangkan pada tanggal 13 Aban tahun ini? Anda mendengar suara bangsa Iran? Memangnya sudah berapa berlalu sejak pemakaman Syahid Soleimani? Kerumunan besar itu adalah suara bangsa Iran, pemakaman yang dihadiri sepuluh juta orang itu, atau mungkin lebih dari sepuluh juta dalam arti tertentu, adalah suara bangsa Iran. Hari ini, pemakaman para syahid adalah suara bangsa Iran. Ketika ada satu orang mati syahid di Isfahan, di Shiraz, di Masyhad, di Karaj, di tempat lain, banyak orang berbaris dan meneriakkan slogan melawan teroris, melawan perusuh. Inilah suara bangsa. Mengapa Anda tidak mendengar suara bangsa?"
Di akhir pidatonya, Ayatullah Khamenei memberikan nasehat kepada para Basij dengan membacakan ayat 139 Surat Al-Imran "وَ لا تَهِنوا وَ لا تَحزَنوا وَ اَنتُمُ الاَعلَونَ اِن کُنتُم مُؤمِنین" (Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.)
Sepuluh Mitos Tentang Zionis Israel
Penulis dan sejarawan Yahudi Ilan Pappe telah berulang kali bersimpati dengan rakyat Palestina yang tertindas dan menyebut negara yang didirikan di atasnya sebagai palsu dan kriminal.
Hype Piala Dunia sekali lagi menjadi kesempatan bagi Zionis Israel penjarah untuk melakukan serangan kriminal di Jalur Gaza. Para perampas tanah suci Quds selalu mengeksploitasi peluang hiburan dunia untuk tujuan jahat mereka dan menganiaya serta melakukan kejahatan terhadap warga Palestina. Namun kebijakan kotor pemerintah palsu Israel ini bukan hanya membuat para pendukung Palestina di seluruh belahan dunia bereaksi terhadap rezim penjajah ini, tetapi juga membuat komunitas Yahudi melawan rezim ini untuk memprotes dan bereaksi serta membeberkan kebijakan tentara bayaran dari para penjajah Zionis.
Buku Sepuluh Mitos Tentang Israel (Ten Myths About Israel) oleh Ilan Pappe adalah tentang 10 mitos tak berdasar tentang Zionis Israel. Menarik untuk diketahui bahwa Ilan Pappe, penulis buku ini, adalah seorang Israel yang menentang Israel dan pembunuhan anak-anaknya.
Ilan Pappe, penulis dan sejarawan Yahudi menganggap negara Israel palsu sejak berdirinya dan juga sejarahnya. Salah satu karyanya adalah buku 10 Mitos Tentang Israel, di mana ia mencoba mengungkap 10 mitos dan kebohongan besar yang disebarkan oleh Zionis Israel dan mesin propagandanya serta menunjukkan realitasnya kepada semua orang. Dia percaya bahwa dokumen yang ditempatkan Kementerian Luar Negeri Zionis Israel di situs resminya sebagai sejarah orang Yahudi di Palestina adalah kebohongan dan lebih seperti lelucon pahit. Dia sering bersimpati dengan orang-orang Palestina yang tertindas dan menyebut pemerintah di mana dia berada palsu dan kriminal.
Dalam buku ini, Ilan Pappe pertama kali mengemukakan 10 proposisi sejarah yang menjadi dasar negara palsu Israel, dan kemudian ia menyelidiki klaim tersebut dengan alasan sejarah dan dokumen serta bukti. “Pekerjaan ini berupaya memperbaiki keseimbangan kekuasaan bagi warga Palestina yang terjajah, diduduki, dan tertindas,” tulisnya.
Dia menyebut bukunya sebagai penyelidikan yang tidak memihak, realistis, dan akademis yang ditulis melawan rezim tidak manusiawi yang saat ini beroperasi di Palestina. Dia percaya bahwa pernyataan fakta sejarah akan berpengaruh pada kemungkinan tercapainya perdamaian dan rekonsiliasi di Israel dan Palestina. Berikut ini akan dibahas beberapa kebohongan sejarah yang telah dibahas dalam buku ini.
Salah satu kebohongan mendasar Kementerian Luar Negeri Zionis Israel tentang sejarah Palestina adalah bahwa mereka menulis bahwa komunitas Yahudi Palestina terdiri dari keturunan Yahudi yang selalu tinggal di tanah ini, serta para imigran yang datang ke sana dari Afrika Utara dan Eropa.
Fakta yang ditunjukkan Pappe tentang Palestina adalah bahwa sebelum pendudukan Israel, negara ini dianggap sebagai masyarakat Arab yang berkembang pesat, di mana sebagian besar penduduknya adalah Muslim dan sebagian besar penduduk pedesaan, dan tentu saja memiliki serangkaian pusat kota yang hidup. Peneliti Israel ini mengatakan bahwa Palestina saat itu terbuka untuk perubahan dan modernisasi, dan jauh sebelum Zionisme mencapainya, sudah mulai bergerak ke arah pembangunan. Artinya, Palestina adalah negara yang makmur dan berkembang sebelum penjajah Zionis Israel menguasainya.
Pappe berkata, "Pada saat itu, hanya sebagian kecil orang di negara ini adalah orang Yahudi, dan yang luar biasa adalah kelompok orang Yahudi ini pada saat itu menolak ide-ide yang dipromosikan oleh gerakan Zionis." Dia menambahkan, “Terlepas dari fakta bahwa pada saat itu tidak ada pemerintahan yang disebut negara Palestina, situasi budaya Palestina cukup jelas dan rasa kesatuan terhadap tanah ini terlihat di dalamnya. Dengan demikian, sebelum Zionisme datang ke Palestina, negara ini bukanlah gurun yang menunggu untuk dikembangbiakkan oleh Israel." Dia menulis, "Palestina secara konseptual adalah sebuah negara dan bersiap untuk memasuki abad ke-20 sebagai masyarakat modern."
Ilan Pappe percaya bahwa penjajahan negara ini oleh gerakan Zionis menggagalkan proses ini dan mengubah kehidupan rakyatnya menjadi bencana.
Proses penjarahan tanah Palestina oleh Zionis Israel
Kebohongan besar lainnya yang diceritakan oleh rezim penjarah Israel adalah bahwa mereka bukan penjajah! Sebaliknya, tanah ini adalah milik orang Yahudi. Dalam bukunya, Ilan Pappe menanggapi kebohongan besar ini dan menulis penolakannya, “Zionisme adalah gerakan kolonial bertipe patriot. Sama seperti gerakan Eropa lainnya yang menjajah Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), Afrika Selatan, Australia, dan Selandia Baru, dan dengan membunuh atau menggusur penduduk asli di wilayah ini, mereka menciptakan tanah air dan menciptakan negara baru.
Dalam diskusi inilah penulis membahas perbedaan antara kolonialisme konvensional dan kolonialisme patrimonial dan mengatakan, “Dalam kolonialisme konvensional, kekuatan kolonial seperti Kerajaan Inggris menjajah dan mengeksploitasi negara dan rakyat India, tetapi tidak mengusir mereka dari negaranya. dan menamai tanah mereka dengan nama mereka sendiri. Sementara kolonial patrimonial para penjajah datang untuk mengusir penduduk asli daerah atau negara yang bersangkutan dan menggantikannya. Dan inilah yang telah dilakukan Israel."
Mengacu pada penelitian orang-orang seperti Rashid Khalidi dan Mohammad Mosleh, Ilan Pappe percaya bahwa sebelum tahun 1882, ketika para imigran Zionis pertama memasuki Palestina, bagian elit Palestina dan bagian non-elit dari masyarakat ini menentang kehadiran orang Yahudi dan ekspansinya di tanah mereka.
Penulis dan kritikus Israel ini mengecam keras kebijakan jahat Israel terhadap rakyat Palestina yang tertindas dan tidak menerima penindasan rakyat Palestina. Mengkritik "Hukum Pemulangan" bagi orang Yahudi dan diskriminasi dalam masalah ini bagi orang Palestina, Ilan Pappe menulis dalam bukunya, "Hukum Pemulangan secara otomatis diterapkan pada setiap orang Yahudi di seluruh dunia, di mana pun pria atau wanita ini dilahirkan. Ini memberikan kewarganegaraan Israel.
Undang-undang ini jelas tidak demokratis. Karena itu terkait dengan penolakan total terhadap hak Palestina untuk kembali! Dalam artian tidak mengizinkan warga Palestina Israel untuk berkumpul bersama dengan kerabat dekatnya atau mereka yang terusir pada tahun 1984. Menolak hak orang untuk kembali ke tanah air mereka dan pada saat yang sama menawarkan hak ini kepada orang lain yang tidak ada hubungannya dengan tanah ini adalah jenis perilaku Zionis yang tidak demokratis."
Dalam hal ini, Ilan Pappe mendukung gerakan Palestina yang telah dibentuk melawan kebijakan opresif rezim pendudukan dan terkadang mengambil tindakan militer, dan menganggap tindakan mereka sebagai tindakan alami melawan penindasan Israel. Dalam buku 10 Mitos Tentang Israel, Ilan Pappe menganggap gerakan Hamas sebagai gerakan untuk memulihkan hak-hak rakyat Palestina dan menjelaskan, Gerakan Hamas... adalah gerakan yang membebaskan, dan tentu saja itu juga merupakan gerakan pembebasan yang sah.
Dia mengingatkan, “Kita tidak boleh dipengaruhi oleh Israel dan menerima deskripsi Hamas sebagai kelompok teroris, klaim yang dibuat oleh penentang Hamas. Sebaliknya, kenyataannya Hamas berjuang untuk "membela diri, yaitu Palestina".
Dalam bukunya, Ilan Pappe membuat sindiran yang menarik dan bermakna tentang Israel dan tentunya negara-negara yang mendukungnya. Dia menulis di bagian buku ini, "Tampaknya mencegah kematian bertahap rakyat Gaza dan meyakinkan Israel untuk mundur membutuhkan lebih dari 'kapal perdamaian'."
Kiasan lainnya adalah para pendukung Israel palsu yang telah bersatu dengan rezim ini karena ketakutan. Dia menulis, "Tampaknya tidak perlu banyak biaya untuk menekan Israel untuk mencapai perdamaian dunia, stabilitas regional dan rekonsiliasi di Palestina!"
Di bagian lain bukunya, dengan keberanian khusus, dia menyebut kebijakan Israel sebagai "pembantaian yang meluas" dan berkata, "Frasa ini adalah satu-satunya cara yang tepat untuk menggambarkan perilaku tentara Zionis Israel di Jalur Gaza sejak 2006."
Ilan Pappe dan kritikus lain dan penentang kebijakan menindas rezim penjarah Israel telah menulis buku dan artikel yang mengungkapkan identitas palsu Israel kepada dunia. Pappe percaya bahwa "Zionisme, sejak pembentukannya di pertengahan abad ke-19, hanyalah sebuah bacaan, dan tentu saja bacaan non-dasar dari kehidupan budaya Yahudi, yang lahir di komunitas Yahudi di Eropa Tengah dan Timur."
Ilan Pappe dan kritikus lainnya mencoba menunjukkan dalam tulisan kontroversial mereka bahwa negara yang disebut Israel didasarkan pada sekumpulan mitos tidak nyata yang dibangun dengan terampil dan hati-hati dan mempertanyakan hak moral dan spiritual orang Palestina atas tanah mereka sendiri.
Dia percaya bahwa media arus utama dan elit politik Barat telah menerima legenda yang tidak nyata ini sebagai fakta yang jelas dan tidak perlu dipertanyakan dan telah menyebarkan kebohongan besar ini melalui berbagai media agar dapat dipercaya oleh masyarakat dunia.
Medsos dan Ambisi Politik
Bukti menunjukkan bahwa orang-orang seperti Elon Musk dan Donald Trump membuat suasana politik tegang dan mencapai impian dan ambisinya. Alat mereka adalah jejaring sosial dan tujuan mereka adalah penggunanya di seluruh dunia.
Kita berada di era dimana kecepatan teknologi dan teknologi digital sangat tinggi. Seiring berjalannya waktu dan kita bergerak maju, dunia maya dan jejaring sosial yang merupakan hasil dari teknologi baru semakin mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Sementara itu, politik memanfaatkan ruang virtual secara maksimal.
Pada awal tahun 2000-an, media lama mulai menurun karena munculnya internet. Dengan perluasan Internet dan khususnya jejaring sosial, kami melihat suara-suara yang berbeda dan lebih beragam di ruang politik, dan daya tarik media baru merupakan peluang baru bagi setiap orang untuk menggunakan metode baru di bidang ini. Di masa lalu yang tidak terlalu jauh, saluran televisi memiliki kekuatan lebih dan dapat mengekspresikan narasinya dalam monolog. Tetapi munculnya jejaring sosial memungkinkan munculnya suara yang berbeda dan lebih beragam, dan dalam hal ini, aktivis politik menghadapi tantangan baru. Tentu saja, kita tidak boleh terlalu bersemangat, karena suara-suara yang berbeda ini memiliki cerita dan di balik layar yang, meskipun mungkin tidak menyenangkan, adalah nyata.
Setelah hampir dua tahun ditangguhkan dan hanya beberapa hari setelah Elon Musk, miliarder Amerika yang kontroversial, sebagai pemilik utama Twitter, akun Donald Trump di jejaring sosial ini diaktifkan kembali.
Trump, yang kehilangan akun Twitternya setelah pemilihan presiden 2020 karena publikasi klaim tidak berdokumen tentang penipuan dalam pemilihan AS, awalnya tidak bereaksi terhadap masalah ini, tetapi bukti menunjukkan bahwa juga bukan orang yang tidak peduli, dan ia ingin memanfaatkan posisi ini untuk pemilu mendatang di Amerika.
Ketika pada Januari 2021, administrator Twitter memutuskan untuk memblokir akun Presiden Amerika Serikat saat itu karena melanggar prinsip jejaring sosial ini, 88 juta orang mengikuti sosok kontroversial ini di Twitter. Tweet terakhir Donald Trump dibagikan pada 8 Januari 2021.
Elon Musk, CEO baru Twitter, mengadakan jajak pendapat tentang menghidupkan kembali akun mantan Presiden AS Donald Trump. Namun setelah survei menunjukkan keinginan responden untuk mengembalikan Trump ke platform tersebut, mantan presiden Amerika Serikat itu mengumumkan bahwa dia tidak tertarik untuk kembali ke jejaring sosial tersebut. Ini adalah saat Donald Trump dilarang dari Twitter, Instagram dan Facebook setelah para pendukungnya menyerang Kongres karena mempromosikan kekerasan.
Menurut surat kabar USA Today, pemulihan akun Twitter Trump telah memicu reaksi berbeda dari politisi Amerika dan tokoh terkemuka lainnya dan membuat banyak orang khawatir tentang masa depan jejaring sosial ini. Misalnya, "Liz Cheney", seorang perwakilan Republik dan salah satu penentang Donald Trump, yang merupakan wakil komite investigasi Dewan Perwakilan Rakyat atas serangan terhadap Kongres setelah pemilu 2020, bereaksi terhadap pemulihan akun Twitter Trump di sebuah kicauan.
Cheney menulis dalam tweet ini: "Dengan Trump kembali ke Twitter, ini saat yang tepat untuk menonton ulasan tentang peristiwa 6 Januari ini." Sidang akan membahas semua tweet Trump pada hari serangan di Kongres, termasuk yang telah dihapus, serta pernyataan staf Gedung Putih tentang perilakunya yang tidak dapat dimaafkan selama serangan itu.
Dia merujuk pada peristiwa 6 Januari 2021, ketika Kongres Amerika Serikat sedang menghitung suara lembaga pemilihan (Electoral College) untuk mengonfirmasi hasil pemilihan presiden, dan setelah beberapa anggota parlemen memprotes hasil pemungutan suara di negara bagian Arizona, Donald Trump meminta para pendukungnya untuk menggelar demonstrasi
Pendukung Trump menyerang Kongres dan setelah bentrokan dengan pasukan keamanan, mereka dapat memasuki gedung dan ruangannya yang berbeda. Selama serangan kekerasan ini, lima orang termasuk seorang polisi tewas.
Pakar senior di bidang media setuju bahwa kembalinya Trump dan pembukaan akun mantan presiden AS oleh Elon Musk adalah dasar dari ambisi politik keduanya - Musk dan Trump.
Faktanya, berada di kancah politik adalah salah satu tujuan terpenting operator media sosial yang secara bertahap datang dari sela-sela teks dan mengungkapkannya dengan jelas. Baru-baru ini, Reuters melaporkan bahwa Elon Musk menyarankan lebih dari 110 juta pengikutnya (followers) untuk memilih Partai Republik dalam sebuah tweet. Ini adalah pertama kalinya pemilik jejaring sosial besar di Amerika secara terbuka mendukung partai politik sebelum pemilu.
Elon Musk mengklaim bahwa audiens pesan Twitter-nya adalah "pemilih independen" dan melanjutkan: "Kekuatan bersama akan mengekang ekstremisme terburuk dari kedua belah pihak. Oleh karena itu, saya merekomendasikan pemungutan suara untuk membentuk Kongres Republik mengingat presidennya adalah seorang Demokrat."
Ia pun mengatakan bersedia mendukung Ron DeSantis, Gubernur Florida dari Partai Republik dalam pemilihan presiden AS 2024, karena menurutnya; Mantan Presiden Donald Trump terlalu tua untuk mencalonkan diri lagi.
Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa pendapat dan rekomendasi ini sudah ketinggalan zaman dan jenis pengaruh politik yang diberikan oleh platform besar dan media sosial harus berbeda dan lebih halus daripada media lama. Tidak diragukan lagi, perlakuan semacam ini dapat mereduksi posisi jejaring sosial yang komprehensif hingga sebatas media periklanan partai politik dan kelompok.
Tentu saja, pemilik Twitter mengklaim ingin mempromosikan kebebasan berbicara. Namun, ada baiknya menjawab pertanyaan, apa yang akan terjadi jika beberapa negara menuntut untuk menghapus beberapa konten penting dari mereka? Akankah Musk mempertahankan kebebasan berbicara bahkan jika membela kebebasan berbicara berarti mengeluarkan modalnya dari negara-negara tersebut? Dia, yang telah melakukan investasi besar di banyak negara, pilihan apa yang akan dia miliki ketika semua aktivitasnya didasarkan pada profitabilitas?
Tindakan Elon Musk setelah menguasai Twitter memaksa banyak perusahaan periklanan besar berhenti bekerja di jejaring sosial ini. Mereka prihatin dengan pertumbuhan ujaran kebencian di Twitter, dan memantau dengan cermat perubahannya. Selama ini, Musk telah memecat setengah dari staf Twitter dan secara drastis mengurangi jumlah anggota tim pemantau keamanan yang bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran berita palsu dan konten yang menyinggung.
Gelombang analisis tentang jatuhnya Twitter ini telah berkembang hingga surat kabar Guardian dalam sebuah artikel dalam hal ini menyelidiki kemungkinan kebangkrutan Twitter dan beberapa mantan karyawan platform ini percaya bahwa masalah yang dihadapi perusahaan ini sebenarnya adalah masalah eksistensi dan pribadi Musk yang mengelola media ini. Richard Seymour, penulis dan aktivis politik menulis dalam sebuah artikel di surat kabar ini: Elon Musk menginginkan kemenangan politik.
Dalam konteks ini, ahli teori Amerika yang terkenal telah memperingatkan bahwa masalah dengan jejaring sosial dan messenger seperti Twitter, Facebook, atau Google tidak hanya karena mereka dapat menerbitkan berita palsu atau pemantauan mereka menjadi semakin berkurang, tetapi juga dimanfaatkan untuk amplifikasi besar-besaran suara tertentu dan pembungkaman suara lain dan setiap orang kaya dapat memiliki platform dan menggunakannya sebagai senjata.
Francis Fukuyama di American Press menulis, para pengguna Twitter saat merespon kepemilikan Musk atas platform media ini, telah pindah ke platform lain, tapi keputusan ini tidak efisien. Senjata telah penuh adalah platform media sosial berskala besar seperti Twitter di tangan Elon Musk.
Tidak ada pesaing yang menjangkau audiens dari jarak jauh seperti Twitter, dan mungkin tidak ada platform masa depan yang dapat bersaing dengan media ini dalam. Misalnya, Donald Trump memiliki 88 juta pengikut di Twitter, dan hari ini dia memiliki kurang dari 5 juta pengikut di Truth Social, media yang dia dirikan. Apa yang kita inginkan adalah ruang informasi online menjadi lebih terfragmentasi dan kompetitif dengan cara yang sesuai dengan penyebaran sudut pandang di seluruh populasi. Situasi seperti itu memungkinkan kekuasaan diambil dari platform besar dan didistribusikan secara lebih demokratis.



























