کمالوندی
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009,
IMAM ALI DAN HAK ASASI MANUSIA DALAM NAHJUL BALÂGHAH TINJAUAN TAFSIR AL-QURÂN
DRS. KH MUCHTAR ADAM
Di Uhud, ketika pasukan kafir Quraisy berhasil membuat barisan muslimin kocar-kacir, bahkan banyak yang melarikan diri, Ali tetap menyertai Nabi dan berperang dengan gigih di sisi orang yang ia cintai itu. Di tangan Ali-lah pasukan Quraisy yang mengepung dan berusaha membunuh Nabi, berhasil dipukul mundur. Di medan yang penuh hiruk pikuk itu, luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya, tidak membuat kendur semangat ‘Ali bin Abi Thalib untuk berkorban dan membela Rasulullah Saww. Di Uhud inilah terdengar suara Jibril yang memuji ‘Ali dengan mengatakan, “Tidak ada pahlawan seperti ‘Ali dan tidak ada pedang seperti Dzul Fiqar.”
Di sisi lain, di pojok sebuah mesjid sederhana, Imam Ali ‘a.s. biasa menangis tersedu-sedu di hadapan Sang Khalik meneteskan air mata sampai membasahi janggut dan tanahnya sambil bermunajat, “Allahumma, Ya Allah, Engkaulah yang paling dekat menghibur para wali-Mu, yang paling menjamin kecukupan bagi siapa saja yang bertawakkal kepada-Mu. Engkau melihat sampai ke lubuk hati mereka, menembus jauh dalam nurani mereka dan mengetahui kedalaman perasaan mereka. Semua rahasia mereka terbuka di hadapan-Mu, semua bisikan hati mereka mendamba rnengharap dari-Mu. Bila menderita keterasingan, mereka segera terhibur dengan sebutan-Mu. Dan bila tercurah atas mereka aneka ragam musibah, mereka pun berlindung kepada-Mu. Mereka benar-benar menyadari bahwa kendali segalanya berada di tangan-Mu sebagaimana kemunculannya berasal dari ketentuan-Mu.”
Itulah Imam ‘Ali k.w., hadiah bagi peradaban manusia. Ia bukan hanya anak zaman awal lahirnya Islam dan bukan juga hanya milik satu bangsa atau satu agama. Imam ‘Ali adalah anak setiap zaman, anak masa depan, dan milik semua bangsa dan semua agama, milik semua masa dan tempat, milik semua umat manusia. Pikiran, ide dan petuahnya, seakan-akan hidup di tengah kita semua. Semua karya, pemikiran, dan ucapannya adalah Madrasah bagi seluruh generasi.
Dalam Nahjul Balaghah, kumpulan khutbah, surat dan petuah-petuah Imam ‘Ali memberi perhatian yang besar pada persoalan-persoalan tauhid, ibadah, suluk, kemasyarakatan, hubungan individu dan sosial, hubungan antara penguasa dan rakyat, persoalan keadilan dan hak asasi manusia. Syaikh Muhammad Abduh, salah seorang komentator Kitab Nahjul Balâghah mengatakan : “Di masyarakat Arab, tidak ada seorangpun yang tidak berkeyakinan bahwa ucapan ‘Ali ‘a.s. adalah ucapan paling mulia, paling fasih, paling dalam maknanya dan paling lengkap sesudah al-Qur ân dan al-Hadits Nabi.”[2] Abduh juga berkata, “Dalam kalimat-kalimat Imam Ali terlihat hakikat mukjizat. Tokoh besar ini, dengan kalimat-kalimatnya ada kalanya mengantar manusia ke alam supernatural dan ada kalanya pula ia menggiring perhatian manusia kepada suasana alam dunia. Keberanian dan keteguhan telah beliau kristalkan, dan ketika beliau mensifatinya, seorang yang pemberani pun akan bergetar, dan jika ia menjelaskan mengenai cinta dan kasih sayang, orang yang keras hati pun akan tersentuh.”
Di antara tema pemikiran Imam Ali dan pandangannya dalam Nahjul Balaghah yang sangat relevan hingga saat ini untuk dikaji adalah mengenai hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi yang terkandung didalam al-Qur ân, terpancar dan merasuk dalam jiwanya, mulai dari Hak Hidup - Hak Milik - Hak atas Penghargaan - Hak Kemerdekaan - Hak Memperoleh Ilmu Pengetahuan,yang berujung pada pangkalnya yaitu KEADILAN.
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia.
Dalam sejarah peradaban Islam, Imam ‘Ali pernah memangku jabatan tertinggi dalam komunitas Islam yaitu khalifah. Dengan posisi dan jabatan itu, demi keadilan Imam ‘Ali tidak segan duduk bersama satu bangku dengan pencuri baju perangnya. Imam ‘Ali menunggu keputusan hakim yang menangani kasus tersebut. Berikut ini sekilas tentang hak-hak asasi manusia dalam Nahjul Balaghah tinjauan al-Qur ân dengan perspektif tafsir Imam Ali k.w.
- Keadilan
Keadilan adalah salah satu prinsip agama Ilahi. Keadilan dalam pandangan Imam Ali ialah bahwa seluruh manusia memiliki hak yang sama. Allah Swt banyak mengungkapkan masalah ini dalam al-Qurân di antaranya surah al-Nahl [16]: 90 ;
Sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan dan kebaikan dan pemberian perhatian kepada kaum kerabat. Dan Dia melarang hal-hal yang keji dan jahat. Dan memberi kamu sekalian petunjuk agar kamu merenungkan.
Dalam memahami makna ayat ini, Imam Ali berkata dalam Nahjul Balaghah, no. 421
Imam ‘Ali ‘a.s. ditanya, manakah yang lebih utama antara keadilan dan al-jữd (kedermawanan)? Jika pertanyaan ini dijawab dengan kriteria moralitas individu maka al-jữd lebih utama daripada keadilan. Namun Imam ‘Ali k.w. menjawab sebaliknya. Beliau lebih mengutamakan keadilan daripada al-jữd dengan dua alasan :
Pertama, keadilan secara terminologi adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, sementara al-jữd tidak demikian. Maksudnya keadilan adalah memperhatikan hak-hak secara kongkrit dan memberikan orang lain sesuai dengan amal dan kapasitasnya.
Kedua, keadilan adalah sebuah kendali yang bersifat umum, sementara al-jữd atau kedermawanan itu bersifat spesifik. Keadilan bisa dijadikan undang-undang bersifat umum, mengatur seluruh urusan masyarakat dimana seseorang harus komitmen kepadanya, sementara al-jữd adalah kondisi yang bersifat eksklusif dan tidak bisa dijadikan undang-undang umum.
Keadilan yang dimaksud Imam ‘Ali k.w. ialah bahwa seluruh manusia memiliki hak yang sama. Tidak ada perbedaan antara penguasa dan rakyat, antara yang miskin dan kaya, antara yang besar dan kecil. Seseorang dalam pandangan Imam ‘Ali k.w. harus bekerja dalam lingkungan dan masyarakatnya, diberi imbalan sesuai dengan kenerjanya secara proporsional. Seseorang tidak boleh diberi lebih dari apa yang dilakukannya, meskipun orang itu memiliki kedudukan dan posisi tinggi dalam masyarakat.
Imam ‘Ali telah meletakkan dasar hubungan yang adil antara penguasa dengan rakyat dan antara sesama manusia itu sendiri, jauh sebelum Eropa menyerukan konsep hak asasi manusianya. Imam ‘Ali k.w. berkata : “Sungai adalah untuk yang memanfatkannya, bukan untuk yang menguasainya.” Perkataanya yang lain : “Aku tidak pernah melihat adanya kenikmatan yang berlimpah ruah, kecuali di sana ada hak yang terabaikan. Tiap kenikmatan yang dirasakan orang kaya adalah kelaparan yang diderita orang miskin.”
Imam ‘Ali bin Abi Thâlib menganggap keadilan sebagai kewajiban dari Allah Swt, karena itu beliau tidak membenarkan seorang Muslim berpangku tangan menyaksikan norma-norma keadilan ditinggalkan masyarakat, sehingga terbentuk pengkotakan dan kelas-kelas dalam masyarakat. Imam ‘Ali bin Abi Thâlib, sempat menasehati para hakim, bahwa, ” ketika kebenaran tiba, mereka harus menyampaikan penilaiannya tanpa rasa takut, tidak memihak atau berprasangka.” [3] Sama halnya, ketika Imam ‘Ali menekankan suatu lembaga peradilan yang berada di atas setiap jenis tekanan pengaruh atau campur tangan eksekutif, bebas dari rasa takut dan pamrih, intrik dan penyelewengan.[4] Inilah salah satu deklarasi tertua dalam sejarah oleh seorang pemimpin negara mengenai pentingnya lembaga peradilan yang bebas.
Dalam surah al-Nisa [4] : 135 ;
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Dan surah al-Maidah [5] : 8 ;
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,
Adalah konsep Islam yang sangat jelas dalam membumikan nilai-nilai keadilan, kebaikan, dan persamaan, egaliter pada masyarakat sehingga malampaui sekat-sekat mazhab, ras, dan keagamaan. Konsep itu harus tetap ditegakkan sampai dengan orang yang berbeda pendapat atau berlainan keyakinan sekalipun.
Dalam penegasan Imam ‘Ali, pemerintah dan pembela hak-hak maysarakat, haruslah berpegang teguh kepada konsep-konsep keadilan, jika tidak, maka hendaknya tampuk pemerintahan harus diserahkan kepada orang lain. Logika ini dipetik dari ajaran-ajaran al-Qurân yang tersurat dalam beberapa ayat, antara lain dalam surah al-Nisa’ [4] : 58 ;
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Ada beberapa pendapat dalam penafsiran ayat ini.
Dalam memahami intepretasi ayat ini, kita bisa melihat surat-surat Imam ‘Ali yang sebagian dirangkum dalam kitab Nahjul Balaghah. Dalam surat yang ditujukan kepada para pejabat, Imam Ali berkata:
“Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa kekuasaan yang telah diserahkan kepadamu itu adalah hasil buruan yang jatuh ke tanganmu. Itu adalah amanat yang diletakkan ke pundakmu. Pihak yang diatasmu mengharapkan engkau dapat menjaga dan melindungi hak-hak rakyat. Maka janganlah engkau berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat.”
Imam ‘Ali k.w. ketika menjabat sebagai khalifah pernah berpesan kepada gubernur Malik al-Asytar: “Pikirlah baik-baik terlebih dahulu untuk memilih seseorang sebagai penanggung jawab. Angkatlah dia setelah dia siap untuk bekerja dan janganlah kau angkat mereka hanya dengan kemauanmu sendiri tanpa bermusyawarah dengannya, karena ini adalah perbuatan khianat.”
Ibnu Abil Hadid, seorang ulama terkenal mengomentari pesan Imam ‘Ali dalam Kitab Nahjul Balaghah sebagai berikut : “Maksud dari kalimat Imam ‘Ali ini ialah memilih seseorang tanpa berdasarkan seleksi yang semestinya adalah perbuatan khianat dan zalim. Kezaliman disini terjadi karena seorang pemimpin tidak menyerahkan tanggung jawab kepada orang yang berhak dan malah menyerahkannya kepada orang yang tidak patut. Kezaliman ini menimpa orang yang layak menerima tanggung jawab. “Adapun khianat disini, terjadi karena amanat menuntut penyerahan tugas kepada orang yang layak dan siapapun yang berbuat sebaliknya, berarti dia telah berkhianat kepada Allah dan umat.”
Imam ‘Ali k.w. yang hidup dan besar dalam tarbiyah al-Rasữl dan wahyu telah menempatkan program-program utamanya untuk penentangan terhadap kezaliman. “Imam ‘Ali bin Abi Thâlib, sebagai murid utama ajaran Islam, sangat sensitif terhadap kezaliman. Di banyak bagian dalam kitab Nahjul Balaghah, masalah ini sangat jelas. Antara lain beliau berkata: “Andaikan aku ditidurkan di atas duri padang pasir tanpa pakaian, atau seandainya aku dibelenggu rantai dan diseret di atas tanah, demi Allah aku bersumpah bahwa itu lebih baik daripada seandainya aku berjumpa Allah dan Rasul di hari kiamat sementara aku pernah menzalimi makhluk Allah atau aku merampas urusan-urusan duniawi.”
Imam ‘Ali k.w. juga pernah berkata kepada anak-anak dan generasinya : “Jadilah kamu musuh orang zalim dan sahabat orang tertindas. “ Menurut Imam Ali, seorang Muslim bukan saja harus menjauhi kezaliman, tapi juga harus menjadi kawan dan merasa senasib dengan seorang yang tertindas. Jadi menurut beliau, Islam tidak membenarkan umatnya diam tak bergeming menyaksikan seseorang menjadi obyek kezaliman dan penindasan.
Kezaliman sangat dicela oleh Islam. Berkenaan berbagai kezaliman, Hujjatul Islam Bahman Pur mengatakan : “Menurut Imam ‘Ali, kezaliman ada tiga bentuk yaitu :
Pertama, perbuatan syirik kepada Allah Swt. Kezaliman ini sama sekali tidak akan mendapat pintu ampunan Allah, sebagaimana yang ditegaskan dalam al-Qurân.
Kedua, kezaliman yang dapat diampuni oleh Allah Swt yaitu berbuat dosa atau ada kekurangan dalam mengerjakan perintah Allah.
Ketiga, kezaliman yang harus dibalas atau diqisas, baik di dunia maupun di akhirat. Kezaliman dalam kategori ini adalah tindakan aniaya yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Imam ‘Ali k.w. pernah menuturkan bahwa balasan Allah sangat keras kepada orang yang berbuat zalim. Manusia yang paling sempurna dan guru Imam ‘Ali, yaitu Nabi besar Muhammad Saww, menegaskan: “Hari dimana seorang yang teraniaya membalas si zalim, jauh lebih pedih ketimbang hari dimana si zalim menganiaya si tertindas.” Imam ‘Ali bertutur kepada putra-putri dan generasinya. “Jadilah kalian sahabat orang yang tertindas dan musuh orang zalim.”
Wasiat Imam ‘Ali ini bukan hanya datang dari seseorang yang berstatus pemimpin ummat, tapi juga dari orang yang berhasil meraih kesempurnaan insani yang tak lupa berusaha menyirami naluri atau fitrah manusia dengan pesan ini. Kita berharap masyarakat penghuni dunia ini benar-benar meresapi dan kembali kepada fitrah mereka demi menjauhi fanatisme agama, golongan, bangsa dan etnis untuk kembali kemudian menyadari apa tugas mereka terhadap orang-orang tertindas yang dilanggar haknya tanpa ada perlawanan.
‘Ali bin Abi Thalib banyak berwasiat dan memberikan wawasan yang luas betapa pentingnya menegakan keadilan, sebagaimana beliau ungkapkan : “Keadilan itu adalah dasar dan landasan untuk membangun dunia ini.”
Tanpa keadilan, keamanan dan kesejahteraan dunia tidak akan terwujud. Terjadinya kekacauan dunia saat ini termasuk di Indonesia disebabkan karena merosotnya keadilan, baik dari segi hukum maupun keadilan dalam sosial ekonomi.
Imam ‘Ali mewasiatkan, keadilan adalah benteng tegaknya negara-negara itu dan iman yang ada dalam diri seseorang itu akan hancur ketika keadilan tersingkir karena keadilan itu inti dari keimanan dan hiasan iman.
Hal ini mengacu kepada ayat al-Qurân surah al-An’am [6] : 82 ;
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman , mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
2.Imam ‘Ali pengusung mazhab cinta .
Landasan kedua dalam menjalankan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Imam ‘Ali adalah landasan kecintaan pada nilai-nilai luhur kemanusiaan. Dalam suratnya kepada Malik Asytar,gubernur Mesir Imam mengatakan, “insafkan hatimu agar selalu memperlakukan rakyatmu dengan kasih sayang, cinta dan kelembutan hati. Jangan kau jadikan dirimu laksana binatang buas lalu menjadikan mereka sebagai mangsamu. Mereka itu sesungguhnya hanya satu di antara dua : saudaramu dalam agama atau makhluk Tuhan sepertimu.”
Ibnu Abil Hadid menjelaskan, “Jadikan kasih sayang sebagai syiarmu, yaitu satu karakter yang menonjol pada dirimu, karena rakyatmu adalah saudaramu dalam agama atau manusia sepertimu yang butuh akan kelembutan dan kasih sayang” Hal ini dijiwai oleh al-Qur ân surah al-Mâidah [5] : 32 ;“
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa : barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.
Tentu saja kecintaan bukan hanya berarti kelembutan dan menyerah pada kesalahan. Imam ‘Ali berkata, “Jika kecintaan dan kelembutan hanya mengakibatkan timbulnya kekerasan maka kekerasan adalah suatu bentuk kelembutan hati.”
Ungkapan beliau yang paling populer ialah :
اِجْعَلْ نَفْسَكَ مِيْزَانًا فِيْمَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ غَيْرِكَ ،وَأَحِبَّ لِغَيْرِكَ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ، وَاِكْرَهْ لَهُ مَا تَكْرَهُ لَهَا، لاَ تَظْلِمْ كَمَا لاَ تُحِبُّ أَنْ تُظْلَمَ، وَأَحْسِنْ كَمَا تُحِبُّ أَنْ يُحْسَنَ إِلَيْكَ، وَاسْتَقْبِحْ لِنَفْسِكَ مَا تَسْتَقْبِحْهُ مِنْ غَيْرِكَ، وَاِرْض مِنَ النَّاسِ مَا تَرْضٰى لَهُمْ مِنْكَ.
Jadikanlah dirimu sebagai timbangan dalam hubunganmu dengan orang lain, dan cintailah orang lain itu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, dan bencilah orang lain sebagaimana kamu benci dirimu sendiri, janganlah engkau menganiaya sebagimana engkau tidak senang dianiaya, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana engkau senang orang lain berbuat baik kepadamu, dan pandang jeleklah terhadap dirimu sebagaimana orang lain memandang jelek, dan tumpahkan relamu kepada manusia sebgaimana engkau rela jika orang lain rela kepadamu.
(Nahjul Balaghah 31)
Imam ‘Ali k.w. adalah diantara sedikit manusia yang bisa memadukan dua sifat yang sangat susah dipadukan yaitu keadilan dan kecintaan. Akhirnya sebagai pencinta Ahlul Bait Nabi, mari kita aktualisasikan dan realisasikan hak-hak asasi manusia yang telah dibangun pondasinya oleh Imam Ali k.w. dari seluruh aspek kehidupan kita. Mudah-mudahan kita diberi berkah untuk dapat menjadi pengikutnya. Wallahu a’alam
Ciburial Indah, 7 Rajab 1430 H
Imam Khomeini; dari Lahir hingga Wafat
Ruhullah Musavi Khomeini lahir pada tanggal 20 Jumadis-Tsani 1320 H (24 September 1902) di kota Khomein, provinsi Markazi, Iran tengah. Ia terlahir di tengah keluarga agamis, ahli ilmu, dan pejuang, keluarga terhormat yang masih menyimpan darah keturunan Sayidah Fatimah Az-Zahra as, putri Rasulullah saw. Ruhullah adalah pribadi agung yang menjadi pewaris kemuliaan para bapak dan datuknya yang selalu mengabdikan diri untuk membimbing umat dan menuntut makrifat ilahi dari suatu generasi ke generasi lainnya.
Ayah Imam Khomeini adalah Al-Marhum Ayatollah Sayid Mostafa Musavi. Beliau hiudp sezaman dengan Al-Marhum Ayatollah Al-Udzma Mirza-e Shirazi. Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu agama di kota suci Najaf dan berhasil meraih gelar mujtahid, Ayatollah Sayid Mostafa Musavi kembali ke Iran dan menetap di Khomein. Di kota kecil inilah beliau mendermakan umurnya untuk mengabdi kepada masyarakat dan menjadi pembimbing mereka dalam urusan agama.
Hanya selang 5 bulan setelah kelahiran Ruhullah, Ayatollah Sayid Mostafa Musavi, gugur syahid akibat serangan teror pembunuh bayaran para tuan tanah Khomein di waktu itu. Beliau meneguk manisnya madu syahadah setelah peluruh panas bersarang ke tubuhnya saat menempuh perjalanan dari kota Khomein menuju Arak. Di masa itu, ayah Ruhullah memang dikenal sebagai seorang pejuang yang senantiasa menentang kezaliman para penguasa. Tak lama kemudian, sanak famili Ayatollah Musavi bertandang ke pemerintah pusat Tehran, guna menuntut diterapkannya hukum Qishash terhadap para pelaku teror.
Sejak kecil Ruhullah memang sudah terbiasa dengan derita anak yatim dan mengenal arti syahid. Di masa kecil dan remajanya, Ruhullah berada di bawah asuhan ibunya, bernama Hajar. Ibunya sendiri adalah putri keluarga ulama. Ia adalah cucu Al-Marhum Ayatollah Khounsari, penulis kitab Zubdah Al-Tasanif. Bersama ibunya, Ruhullah juga diasuh oleh bibinya yang dikenal sebagai seorang perempuan pejuang, bernama Sahebah. Namun menginjak usia 15 tahun, Ruhullah pun kehilangan belaian kasih ibu dan bibinya.
Hijrah ke Qom
Tak lama setelah kepindahan Ayatollah Al-Udzma Haj Syeikh Abdul Karim Hairi Yazdi, ke Qom pada Rajab 1340 H (Sekitar bulan Maret 1921), Imam Khomeini pun akhirnya turut hijrah ke Hauzah Ilmiah Qom dan dengan segera ia menyelesaikan pendidikan tingkat akhirnya di sana. Imam Khomeini mempelajari bagian akhir kitab Al-Muthawwal di bidang ilmu ma’ani dan bayan (sastra Arab) di bawah bimbingan Agha Mirza Muhammad Ali Adib Tehrani. Sebagian besar pelajaran tingkat menengah hauzahnya ia tamatkan di bawah asuhan Ayatollah Sayid Ali Yatsribi Kashani, dan juga Ayatollah Sayid Muhammad Taqi Khounsari. Sementara pelajaran Fiqih dan Ushul Fiqih beliau pelajari dari Ayatollah Al-Udzma Haj Syeikh Abdul Karim Hairi Yazdi, pendiri Hauzah Ilmiah Qom.
Setelah wafatnya Ayatollah Hairi Yazdi, berkat upaya Imam Khomeini dan para ulama besar Hauzah Ilmiah Qom lainnya, Ayatollah Al-Udzma Boroujerdi akhirnya dikukuhkan sebagai pengasuh Hauzah Ilmiah Qom. Di masa itu, Imam Khomeini terpilih sebagai salah satu pengajar Hauzah dan dikenal sebagai mujtahid di bidang Fiqih, Ushul Fiqih, Filsafat, Irfan, dan Akhlak. Selama bertahun-tahun menjadi pengajar di Hauzah, Imam Khomeini mengajar di madrasah Faiziyah, masjid A’zam, masjid Muhammadiyah, madrasah Haj Molla Shadiq, masjid Salmasi dan beberapa tempat lainnya.
Sementara itu, selama 14 tahun di Hauzah Ilmiah Najaf, Irak, Imam Khomeini mengajar ilmu-ilmu Ahlul Bait as dan fiqih pada peringkat tertinggi Hauzah, di masjid Syeikh A’zam Ansari. Di kota Najaf inilah, Imam Khomeini untuk pertama kalinya mengungkapkan dasar-dasar teori pemerintahan Islam dalam rangkaian pelajaran wilayatul-faqihnya.
Perjuangan dan Kebangkitan Imam Khomeini
Semangat perjuangan dan jihad Imam Khomeini, berakar pada pandangan akidah, pendidikan, lingkungan keluarga, dan situasi politik dan sosial di sepanjang masa hidupnya. Perjuangan beliau dimulai sejak masa remajanya, lantas berkembang kian matang seiring dengan perkembangan psikologis dan ilmiah Imam Khomeini di satu sisi, dan transformasi politik dan sosial di Iran dan dunia Islam di sisi lain.
Pada tahun 1340 hingga 1341 HS (1961-1962), rezim Pahlevi mengesahkan aturan yang dikenal dengan nama Anjomanha-ye Eyalati va Velayati (Lembaga Lokal dan Federasi). Peristiwa ini merupakan kesempatan bagi Imam Khomeini untuk memimpin kebangkitan para ulama. Sehingga kebangkitan massal para ulama dan rakyat Iran pada tanggal 15 Khordad 1342 HS (5 Juni 1963) meletus. Kebangkitan 15 Khordad memiliki dua ciri utama: kepemimpinan tunggal Imam Khomeini dan keIslaman motif, tujuan, dan slogan kebangkitan. Kebangkitan ini merupakan babak baru perjuangan bangsa Iran yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Islam.
Saat Perang Dunia I berlangsung, Imam Khomeini masih berusia 12 tahun. Terkait hal ini, Imam Khomeini menuturkan, “Saya masih ingat terjadinya dua perang dunia. Kala itu saya masih kecil tapi tetap pergi sekolah. Saya melihat para tentara Uni Soviet yang saat itu tengah berada di Khomein. Kami pun menjadi bulan-bulanan kekejaman mereka di era Perang Dunia I”.
Di bagian lain kenangannya, Imam Khomeini pernah menyebut nama-nama sejumlah penjahat bayaran yang berlindung di bawah penguasa wilayah Markazi, Iran. Mereka adalah para pengganas yang kerap merampas harta dan harga diri warga Markazi. Mengenai hal ini, Imam Khomeini mengungkapkan, “Sejak kecil saya sudah terbiasa dengan perang. Kami menjadi sasaran kejahatan kelompok Zalaqi dan Rajab Ali. Namun kami punya senjata sendiri. Pernah di suatu hari, saat saya masih anak-anak atau kira-kira di masa-masa awal baligh, saya mengawasi kantong-kantong perlindungan di kampung kami dan turut menjaga benteng pertahanan. Sementara para penjahat bayaran hendak menyerang dan merampok”.
Pada tanggal 3 Esfand tahun 1299 HS (22 Februari 1921), Reza Khan menggelar aksi kudeta. Berdasarkan data-data dan bukti sejarah yang valid, kudeta tersebut didalangi dan diorganisir oleh Inggris. Meski kudeta Reza Khan berhasil mengakhiri era kekuasaan dinasti Qajar, dan mampu meminimalisir gerak para penguasa lokal yang zalim, namun kudeta tersebut memunculkan diktator baru. Diktator baru ini lantas mendirikan dinasti Pahlevi sebagai penguasa tunggal Iran.
Pasca meletusnya Revolusi Konstitusional dan tekanan bertubi-tubi pemerintah dan konspirasi Inggris di satu sisi, serta perselisihan kaum elite dan intelektual kebarat-baratan di sisi lain, mendorong kalangan ulama yang ditekan untuk bangkit berjuang membela Islam. Atas permintaan para ulama Qom, Ayatollah Al-Udzma Haj Syeikh Abdul Karim Hairi Yazdi dari Arak hijrah ke Qom. Tak lama setelah itu, Imam Khomeini pun dengan segera menyelesaikan pelajaran tingkat dasar dan menengah Hauzahnya di Khomein dan Arak, lantas menyusul ke Qom. Beliau juga turut aktif dalam memperkuat posisi Hauzah Ilmiah Qom yang baru saja berdiri. Dalam waktu yang relatif singkat, Imam Khomeini pun lantas dikenal sebagai ulama terkemuka di bidang irfan, filsafat, fiqih, dan ushul fiqih.
Dengan wafatnya Ayatollah Al-Udzma Hairi Yazdi, pada tanggal 10 Bahman 1315 (30 Januari 1937), Hauzah Ilmiah Qom yang baru saja didirikan terancam bubar. Namun demikian, para ulama Hauzah pun segera mencari solusi. Selama delapan tahun, Hauzah Ilmiah Qom diasuh oleh Ayatollah Al-Udzma Sayid Mohammad Hojjat, Ayatollah Al-Udzma Sadruddin Sadr, dan Ayatollah Al-Udzma Sayid Muhammad Taqi Khounsari. Selang masa itu, khususnya setelah tumbangnya Reza Khan, situasi untuk memunculkan marjaiyat yang besar mulai terbuka.
Ayatollah Al-Udzma Boroujerdi, merupakan figur ulama besar, yang layak untuk menggantikan posisi Al-Marhum Ayatollah Al-Udzma Hairi Yazdi. Karena itu para murid Ayatollah Hairi Yazdi termasuk Imam Khomeini segera mengusulkan untuk memilih Ayatollah Boroujerdi sebagai pengasuh Hauzah Ilmiah Qom. Dengan penuh kesungguhan, Imam Khomeini mengundang Ayatollah Boroujerdi untuk berhijrah ke Qom dan menerima tanggung jawab besar sebagai pengasuh Hauzah Ilmiah di kota ini.
Dengan begitu teliti dan cermat, Imam Khomeini selalu memantau situasi politik Iran dan kondisi Hauzah. Pelbagai informasi dan data beliau peroleh lewat telaah tak kenal lelah buku-buku sejarah kontemporer, beragam majalah, dan koran. Imam Khomeini juga kerap pergi ke Tehran dan berhubungan dengan para tokoh politik Islam, seperti Ayatollah Modarres. Imam Khomeini melihat bahwa satu-satunya harapan untuk melepaskan bangsa Iran dari jeratan penguasa dikatotar dan konspirasi asing, pasca kegagalan Revolusi Konstitusional dan berkuasanya Reza Khan adalah kebangkitan para ulama Hauzah. Tentu saja sebelum kebangkitan itu dilancarkan, upaya menjamin keberadaan Hauzah Ilmiah dan hubungan spritual masyarakat dengan ulama harus terealisasikan terlebih dahulu.
Guna mencapai tujuan luhurnya, pada tahun 1328 HS (1949), Imam Khomeini bersama Ayatollah Morteza Hairi merancang program reformasi mendasar struktur Hauzah Ilmiah dan mengusulkannya kepada Ayatollah Al-Udzma Boroujerdi. Usulan tersebut mendapat sambutan positif dan dukungan para ulama dan pelajar Hauzah yang berpikiran reformis.
Di sisi lain, politik rezim Syah mengalami kegagalan. Rancangan Anjomanha-ye Eyalati va Velayati yang mencabut syarat status keislaman, sumpah dengan Al-Quran, dan berjenis kelamin pria bagi para pemilih dan kandidat pemilihan umum, disahkan oleh kabinet PM Amir Asadollah Alam pada tanggal 16 Mehr 1341 HS (8 Oktober 1962). Kebebasan memilih bagi perempuan, sejatinya merupakan kedok untuk menyembunyikan agenda tersembunyi rezim Syah. Penghapusan dan perubahan dua syarat pertama di atas merupakan upaya untuk melegalkan kehadiran oknum-oknum Bahaism di pemerintahan.
Sebelum itu, AS mengumumkan bahwa pihaknya akan membela Syah jika rezim ini mendukung rezim zionis Israel dan meningkatkan hubungan kerjasama Tehran-Tel Aviv. Pengaruh kubu Bahai yang didukung kekuatan penjajah Inggris, baik di kalangan pemerintah, parlemen, maupun yudikatif Iran berhasil merealisasikan syarat yang diinginkan oleh AS.
Segera setelah disahkannya rancangan tersebut, Imam Khomeini bersama para ulama besar Qom dan Tehran mengadakan pertemuan, lantas diteruskan dengan menggelar aksi protes massal. Peran pencerahan Imam Khomeini dalam mengungkap agenda gelap rezim Syah dan mengingatkan tugas berat para ulama dan Hauzah Ilmiah amat berperan penting dalam situasi kritis saat itu. Pelbagai telegram dan surat protes terbuka para ulama kepada Syah dan Perdana Menteri Asadollah Alam memantik dukungan luas rakyat Iran. Nada bicara surat protes Imam Khomeini kepada Syah dan Perdana Menteri begitu pedas dan keras. Dalam salah satu surat protes ini dinyatakan, “Saya kembali menesehati Anda untuk taat kepada Allah swt dan konsititusi. Takutlah kalian pada akibat buruk dari melanggar Al-Quran, hukum para ulama dan pemimpin kaum muslimin, serta undang-undang dasar. Janganlah kalian sengaja dan tanpa sebab menyeret negara ke dalam kondisi bahaya. Karena jika tidak, para ulama Islam tidak akan berdiam diri melontarkan pandangannya mengenai kalian”.
Dengan demikian, peristiwa Anjomanha-ye Eyalati va Velayati merupakan pengalaman kemenangan yang sangat berharga bagi rakyat Iran. Terlebih, kemenangan tersebut merupakan kesempatan bagi rakyat Iran untuk mengenal figur pemimpin umat Islam yang layak dari berbagai dimensi, semacam Imam Khomeini. Namun demikian, meski skenario politik Syah mengalami kegagalan dalam kasus Anjomanha, tekanan AS untuk melakukan reformasi terus berlangsung. Akhirnya pada bulan Dey 1341 (Januari 1963), Syah mengajukan enam prinsip reformasinya yang dikenal sebagai Revolusi Putih, dan menghendaki digelarnya referendum.
Kebijakan reformasi rancangan AS ini mendapat tanggapan serius para ulama. Untuk kesekian kalinya Imam Khomeini mengajak para marji dan ulama Qom untuk mencari solusi dan langkah bersama. Imam Khomeini mengusulkan untuk memboikot pesta perayaan tahun baru tradisional (Nouruz) Iran 1341 HS (Maret 1963) sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Syah. Dalam statemennya, Imam Khomeini menyebut Revolusi Putih rancangan AS sebagai revolusi hitam dan beliau membongkar tujuan AS dan rezim zionis Israel di balik program revolusi tersebut.
Tentu saja gelombang protes para ulama benar-benar memukul posisi Syah. Dalam berbagai pertemuan terbukanya dengan masyarakat, Imam Khomeini mengajak rakyat Iran untuk bangkit dan secara terang-terangan menyebut Syah sebagai pelaku utama kejahatan dan sekutu rezim zionis. Imam Khomeini dalam pidatonya pada tanggal 12 Farvardin 1342 (1 April 1963) mengkritik keras sikap bungkam para ulama Qom dan Najaf serta negara-negara muslim lainnya di hadapan kejahatan rezim zionis Israel terhadap rakyat Palestina. Dalam pidatonya itu, Imam menyatakan, “Hari ini, sikap membisu sama artinya dengan mendukung penguasa zalim”.
Sehari setelah itu, 13 Farvardin 1342 (2 April 1963), Imam Khomeini mengeluarkan statemen tertulisnya yang terkenal dengan tajuk “Bersahabat dengan Syah Berarti Penjarahan”. Sejatinya, rahasia pengaruh besar pesan dan pernyataan Imam Khomeini terhadap jiwa pendengarnya hingga mereka rela berkorban, terletak pada kemurnian pemikiran, kekuatan pandangan, dan kejujuran Imam Khomeini kepada masyarakat.
Tahun 1342 HS (1963) diawali dengan boikot pesta perayaan tahun baru tradisional (Nouruz) Iran dan peristiwa berdarah di madrasah Faiziyah Qom. Satu sisi, Syah begitu berhasrat untuk menerapkan Revolusi Putih sebagaimana yang diinginkan oleh AS, namun di sisi lain Imam Khomeini terus berjuang menyadarkan rakyat dan bangkit menentang campur tangan AS dan pengkhianatan Syah terhadap bangsanya sendiri.
Pada tanggal 14 Farvardin 1342 (3 April 1963), Ayatollah Al-Udzma Hakim di Najaf, Irak, mengirim telegram kepada para ulama dan maraji Iran yang berisi ajakan untuk hijrah ke Najaf secara massal. Usulan ini merupakan upaya untuk menyelamatkan para ulama dan tokoh hauzah. Namun demikian, tanpa mempedulikan ancaman dan tekanan Syah, Imam Khomeini membalas telegram Ayatollah Hakim. Dalam telegramnya itu, Imam Khomeini menilai bukan maslahat jika para ulama hijrah secara massal ke Najaf dan membiarkan Hauzah Ilmiah Qom dalam keadaan kosong. Imam Khomeini dalam pesannya tertanggal 12 Ordibehesht 1342 HS (2 Mei 1963) memperingati 40 hari terjadinya tragedi Faiziyah menegaskan perlunya ulama dan rakyat Iran untuk bersama-sama mendukung para pemimpin negara-negara Islam dan pemerintahan Arab menentang rezim zionis Israel serta mengutuk persekutuan Syah dengan rezim zionis.
Kebangkitan 15 Khordad
Bulan Muharram datang bersamaan dengan bulan Khordad 1342 HS. Imam Khomeini memanfaatkan moment tersebut untuk menggerakkan rakyat Iran bangkit melawan rezim diktator Syah Pahlevi. Pada sore Asyura 13 Khordad 1342 HS (3 Juni 1963) Imam Khomeini menyampaikan pidato bersejarahnya di madrasah Faiziyah Qom. Pidato ini merupakan titik awal kebangkitan 15 Khordad. Dalam pidatonya ini, Imam secara lantang berbicara kepada Syah dan menyatakan, “Tuan, saya menasehati Anda. Wahai Syah! Wahai yang terhormat Syah! Saya menasehati Anda agar meninggalkan seluruh upaya yang membuat Anda menjadi lalai. Saya tak ingin, suatu hari jika Anda hendak pergi justru disyukuri oleh semua pihak...Jika engkau didikte dan diperintah membaca, berpikirlah pada sekelilingmu...Dengarlah nasehat saya. Apa sebenarnya hubungan Syah dengan Israel, sehingga pihak keamanan melarang untuk tidak angkat bicara soal Israel...Apakah Syah adalah orang Israel?”
Syah mengeluarkan perintah untuk menumpas gerakan kebangkitan rakyat. Mulanya, pihak keamanan menangkap banyak sahabat dan pendukung Imam Khomeini pada malam 14 Khordad (4 Juni 1963). Kemudian, pada pukul 3 pagi, 15 Khordad 1342 HS (5 Juni 1963), ratusan tentara Syah mengepung rumah Imam Khomeini. Mereka menangkap Imam saat beliau sedang menjalankan shalat malam dan segera membawanya ke Tehran. Beliau dijebloskan di penjara Bashgah-e Afsaran. Sore harinya, beliau dipindahkan ke penjara Ghasr. Pagi tanggal 15 Khordad berita penangkapan Imam Khomeini pun menyebar ke kota-kota besar Iran, seperti Qom, Tehran, Mashhad, Shiraz, dan kota-kota lainnya.
Jenderal Hossein Fardust, orang kepercayaan Syah, dalam kesaksiannya menuturkan bahwa upaya penumpasan gerak kebangkitan 15 Khordad dilakukan dengan memanfaatkan pelbagai pengalaman dan bekerjasama dengan para politisi dan petugas intelijen paling handal AS. Fardust juga mengungkapkan betapa terguncangnya Syah, kalangan istana, para petinggi militer dan agen mata-mata Iran (SAVAK) saat terjadinya aksi kebangkitan 15 Khordad. Ia juga membeberkan bagaimana Syah dan para jenderal arogan mengeluarkan perintah penumpasan gerakan rakyat.
Setelah 19 hari mendekam di penjara Ghasr, Imam Khomeini dipindahkan ke sebuah penjara di pangkalan militer Eshrat Abad. Dengan ditangkapnya pemimpin revolusi, Imam Khomeini, dan dilancarkannya pembantaian massal pada peristiwa 15 Khordad, tampaknya gerak revolusi sudah berhasil dipadamkan.
Di penjara, Imam Khomeini dengan beraninya menolak seluruh pertanyaan yang diajukan dalam proses intrograsi. Beliau dengan lantang menyatakan bahwa pemerintah dan lembaga yudikatif Iran adalah penguasa yang ilegal dan tidak sah. Tanpa pemberitahuan sebelumnya, pada malam 18 Farvardin 1343 HS (7 April 1964), Imam Khomeini akhirnya dibebaskan dan dipindahkan ke Qom. Kabar pembebasan Imam pun menyebar luas dan disambut gembira oleh rakyat.
Peringatan tahun pertama hari Kebangkitan 15 Khordad pada tahun 1343 HS (5 Juni 1964) diperingati dengan dirilisnya statemen bersama Imam Khomeini dan para marji taqlid lainnya serta pernyataan terpisah Hauzah Ilmiah. Hari itu dinyatakan sebagai hari duka. Pada tanggal 4 Aban 1343 HS (26 Oktober 1964) Imam Khomeini mengeluarkan statemen revolusioner dan menyatakan, “Dunia harus tahu, setiap musibah yang menimpa bangsa Iran dan bangsa-bangsa muslim lainnya bersumber dari pihak asing, dari AS. Secara umum, bangsa-bangsa Islam membenci pihak asing, khususnya AS. Amerikalah yang mendukung rezim zionis Israel dan para sekutunya. Amerikalah yang memberi kekuatan pada Israel hingga membuat warga muslim Arab terlantar”.
Penentangan Imam Khomeini dan terungkapnya agenda AS di balik rencana disahkannya rancangan Kapitulasi, mendorong rakyat Iran untuk bangkit kembali. Dini hari 13 Aban 1343 HS (4 November 1964), pihak keamanan dari Tehran kembali datang ke Qom dan mengepung rumah Imam Khomeini. Anehnya, seperti tahun sebelumnya, Imam ditangkap saat beliau tengah menunaikan shalat malam. Imam pun ditangkap dan langsung di bawa menuju bandara Mehrabad, Tehran. Di bawah kawalan ketat pihak keamanan Imam diboyong ke Ankara, Turki dengan sebuah pesawat militer yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Sore harinya agen intelijen Iran (SAVAK) mengumumkan berita pengasingan Imam Khomeini di koran-koran Iran dengan tuduhan merongrong keamanan negara. Meski situasi Iran berada di bawah tekanan pemerintah, namun gelombang protes dan demo tetap marak. Gelombang protes itu diwujudkan dalam bentuk aksi unjuk rasa warga di pasar besar Tehran, diliburkannya aktifitas Hauzah Ilmiah untuk jangka panjang, pengiriman kumpulan tanda tangan dan surat protes kepada lembaga-lembaga internasional dan para marji taqlid.
Pengasingan Imam khomeini di Turki berlangsung selama 11 bulan. Selang masa itu, rezim syah dengan otoriternya berusaha menumpas total gerakan kebangkitan rakyat Iran yang masih tersisa dan dengan segera menerapkan rencana reformasi sebagaimana yang dirancang oleh AS. Masa pengasingan Imam Khomeini di Turki merupakan juga kesempatan bagi beliau untuk memulai penulisan buku Tahrirul-Wasilah.
Pengasingan Imam Khomeini dari Turki ke Irak
Tanggal 13 Mehr 1343 (5 Oktober 1965) Imam Khomeini bersama putranya, Ayatollah Haj Agha Mostafa dipindahkan dari Turki dan diasingkan ke Irak. Setelah memasuki Baghdad, Imam Khomeini segera memanfaatkan waktu yang ada untuk berziarah ke makam para Imam Ahlul Bait as seperti di Kadzimain, Samarra, dan Karbala. Seminggu setelahnya, Imam pergi ke tempat pengasingannya di Najaf.
Meski selama di Irak, Imam Khomeini relatif lebih bebas ketimbang di Iran atau Turki, namun masa pengasingan di Najaf selama 13 tahun dimulai dengan maraknya penentangan, hasutan, dan fitnah musuh-musuh Imam, bahkan beliau juga mendapat penentangan keras dari kalangan yang berkedok ulama. Imam bahkan menyebut masa pengasingan di Irak sebagai babak perjuangan yang begitu pahit. Namun begitu, beliau tetap sabar menghadapi segala tantangan yang ada dan terus melanjutkan perjuangannya.
Di bawah tekanan para penentangnya, Imam Khomeini mulai mengajar rangkaian pelajaran fiqih tingkat tingginya di masjid Syeikh Anshari, Najaf pada bulan Aban 1344 HS (sekitar November 1965). Kegiatan mengajar tersebut beliau lanjutkan hingga akhirnya beliau pindah ke Paris. Pelajaran fiqih Imam terkenal sebagai salah satu kelas Hauzah Ilmiah Najaf paling berbobot dan diminati.
Hubungan Imam Khomeini dengan kawan-kawan seperjuangannya di Iran masih beliau jalin lewat pengiriman surat dan utusan. Imam Khomeini selalu memandu mereka dan mengajak mereka untuk tetap bertahan memperjuangkan cita-cita Kebangkitan 15 Khordad.
Di masa-masa pasca pengasingan, Imam Khomeini tak pernah menyerah untuk berhenti berjuang meski didera berbagai tekanan dan ancaman. Ceramah-ceramah dan pesan-pesan tertulis Imam Khomeini selalu mengobarkan harapan kemenangan di hati setiap rakyat Iran.
Pada tanggal 19 Mehr 1347 HS (11 Oktober 1968), dalam dialognya dengan utusan gerakan Fatah, Palestina, Imam Khomeini memaparkan pandangannya tentang persoalan dunia Islam dan perjuangan rakyat Palestina. Dalam dialog ini pula, Imam Khomeini mengeluarkan fatwa yang mewajibkan untuk menyisihkan sebagian harta zakat bagi kepentingan para pejuang Palestina.
Pada awal tahun 1348 HS (1969), perselisihan antara rezim Syah dan partai Ba’ath yang berkuasa di Irak soal perbatasan air Iran-Irak makin memuncak. Pemerintah Irak mengusir banyak warga Iran yang bermukim di Irak. Mereka juga berupaya memanfaatkan permusuhan Imam Khomeini dengan rezim Syah. Setelah 4 tahun mengajar di Hauzah Najaf dan berjuang keras mencerahkan masyarakat di sekitarnya, Imam Khomeini relatif berhasil mengubah situasi Hauzah Ilmiah Najaf. Akhirnya pada tahun 1348 HS (1969) Imam Khomeini tidak hanya berhasil menjaring dukungan dari dalam negeri Iran, tapi juga berhasil menarik dukungan masyarakat muslim lainnya seperti dari Irak, Lebanon dan negara-negara Islam yang lain. Paradigma perjuangan Imam Khomeini mereka jadikan sebagai model perjuangan mereka.
Perjuangan Tak Kenal Menyerah Imam Khomeini (1350-1356 HS)
Paruh kedua tahun 1350 (menjelang akhir tahun 1971), perselisihan antara rezim Ba’ast Irak dan Syah Iran makin memanas. Perselisihan itu diikuti dengan diusirnya warga Iran yang bermukim di Irak. Dalam telegramnya kepada Presiden Irak di masa itu, Imam Khomeini mengecam keras aksi pengusiran tersebut. Dalam situasi semacam itu, Imam Khomeini bertekad untuk segera keluar dari Irak. Namun pemerintah Baghad tanggap dengan dampak dari keluarnya Imam Khomeini dari Irak sehingga Imam pun dilarang meninggalkan Irak.
Pada tahun 1354 HS (Juni 1975) bersamaan dengan peringatan hari Kebangkitan 15 Khordad, madrasah Faiziyah kembali menjadi pentas kebangkitan para santri revolusioner Iran. Yel-yel ‘Hidup Khomeini dan matilah dinasti Pahlevi’ terus membahana selama dua hari berturut-turut. Padahal, sebelum peristiwa ini, banyak organisasai-organisasi perjuangan rakyat yang telah dilumpuhkan, para tokoh keagamaan dan politik yang aktif berjuang ramai yang dijebloskan ke penjara.
Di sisi lain, Syah terus melanjutkan politik anti-Islamnya. Kebijakan anti-Islamnya itu ditandai dengan diubahnya dasar kalender nasional Iran pada bulan Esfand 1354 HS (Maret 1976). Selama ini, dasar kalender nasional Iran dihitung sejak dimulainya hijrah Nabi Muhammad saw. Namun dasar tersebut diubah oleh Syah dengan menetapkan masa dimulainya kekuasaan dinasti Achemanid sebagai dasar perhitungan kalender nasional Iran. Mereaksi hal itu, Imam Khomeini mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggunaan kalender nasional Iran versi Syah. Rakyat Iran pun mendukung penuh fatwa Imam Khomeini tersebut, mereka juga turut mendukung diboikotnya Partai Rastakhiz (Kebangkitan). Kedua masalah ini merupakan pukulan berat bagi rezim Syah hingga akhirnya pada tahun 1357 (1978), Syah terpaksa melangkah mundur dan membatalkan penggunaan kalender nasional versi pemerintah.
Geliat Revolusi Islam dan Kebangkitan Rakyat
Dengan begitu teliti dan cermat, Imam Khomeini terus memantau perkembangan terbaru di Iran maupun dunia internasional. Beliau juga amat tanggap dalam memanfaatkan secara maksimal kesempatan yang muncul. Imam Khomeini pada bulan Mordad 1356 HS (Agustus 1977) dalam pesan tertulisnya menyatakan, “Kini, lewat situasi dalam dan luar negeri yang ada, serta dengan terungkapnya kejahatan rezim Syah di mata publik dan media asing merupakan kesempatan bagi kalangan ilmuan, budayawan, tokoh nasionalis, mahasiswa dalam dan luar negeri, dan organisasi-organisasi Islam di mana pun berada untuk tanggap memanfaatkan peluang yang ada dan bangkit secara terbuka”.
Gugur syahidnya, putra Imam Khomeini, Ayatollah Haj Agha Mostafa Khomeini, pada awal bulan Aban 1356 HS (23 Oktober 1977) merupakan titik tolak gerakan kebangkitan kembali komunitas Hauzah dan masyarakat muslim Iran. Imam Khomeini bahkan menyebut peristiwa itu sebagai anugrah tersembunyi ilahi.
Sementara itu rezim Syah membalas aksi Imam Khomeini dengan melansir sebuah artikel di koran Ettela’at . Artikel ini berisi hinaan terhadap Imam Khomeini. Protes luas rakyat Iran terhadap artikel tersebut berujung dengan melutusnya peristiwa Kebangkitan 19 Dey 1356 HS (9 Januari 1978) di Qom. Dalam peristiwa tersebut, sejumlah santri pendukung revolusi gugur syahid akibat tindak represif pihak keamanan. Meski Syah melancarkan aksi pembantaian massal untuk melumpuhkan gejolak kebangkitan rakyat, namun ia tetap gagal memadamkannya.
Dari Najaf ke Paris
Pertemuan para menteri luar negeri Iran dan Irak di New York memutuskan untuk mengeluarkan Imam Khomeini dari Irak. Hari kedua bulan Mehr 1357 HS (24 September 1978) rumah Imam Khomeini di Najaf di epung oleh tentara Ba’ath Irak. Tersebarnya berita ini menyulut kemarahan luas umat Islam di Iran, Irak, dn negara-negara lainnya. Pada tanggal 12 Mehr 1357 HS (4 Oktober 1978), Imam Khomeini berencana meninggalkan Najaf menuju perbatasan Kuwait. Namun pemerintah Kuwait atas desakan rezim Syah menolak Imam Khomeini memasuki negara ini. Rencana hijrah ke Lebanon dan Syria pun sempat dibicarakan, namun setelah bermusyawarah dengan putranya, Hojjatul Islam Haj Sayed Ahmad Khomeini, Imam khomeini akhirnya memutuskan untuk hijrah ke Paris.
Tanggal 14 Mehr 1357 HS (6 Oktober 1978), Imam Khomeini memasuki Paris. Dua hari setelahnya, Imam Khomeini tinggal di kediaman salah seorang warga Iran mukim Perancis di Nofel Loshato, sebuah kota kecil di pinggiran Paris. Para pejabat Perancis menyampaikan pandangan presiden negaranya kepada Imam Khomeini yang berisi desakan untuk menjauhi segala bentuk aktifitas politik selama tinggal di Perancis. Mereaksi desakan tersebut, Imam Khomeini secara lantang menegaskan bahwa pembatasan semacam itu bertentangan nyata dengan slogan demokrasi yang selama ini didengung-dengungkan oleh Perancis. Beliau bahkan menyatakan tidak akan berhenti memperjuangkan cita-citanya meski harus berpindah-pindah dari satu airport ke airport lainnya.
Pada bulan Dey 1357 HS (Januari 1979), Imam Khomeini membentuk Dewan Revolusi Islam. Sementara Syah Iran kabur meninggalkan Iran pada tanggal 26 Dey 1357 HS (16 Januari 1979) setelah terbentuknya Dewan Kerajaan dan pengambilan mosi kepercayaan atas kabinet PM Bakhtiar. Berita kepergian Syah pun menyebar ke Tehran dan akhirnya ke seluruh pelosok negeri. Berita pun ini disambut dengan suka cita oleh seluruh rakyat Iran.
Imam Khomeini Kembali ke Iran
Awal bulan Bahman 1357 HS (akhir Januari 1979), kabar tentang keputusan Imam Khomeini untuk kembali ke tanah airnya tersebar luas. Bagi rakyat Iran, kabar tersebut merupakan berita gembira yang paling dinanti-nantikan. Sekitar 14 tahun rakyat Iran merindukan kembalinya Imam Khomeini ke negerinya. Meski demikian, mereka juga amat mengkhawatirkan keselamatan jiwa pemimpin revolusi itu. Sebab hingga saat itu, pemerintah buatan Syah masih bercokol dan Iran berada di bawah kendali militer.
Kendati situasi di Iran masih begitu kritis dan berbahaya, namun Imam Khomeini bertekad untuk kembali ke tanah airnya. Dalam pesannya kepada rakyat Iran, beliau menyatakan bahwa dirinya ingin bersama rakyat di saat-saat yang paling menentukan dan kritis.
PM Bakhtiar bersama pihak militer menutup seluruh bandar udara negara untuk penerbangan asing. Namun setelah beberapa hari, pemerintah Bakhtiar tak sanggup bertahan dan terpaksa memenuhi desakan rakyat. Akhirnya pagi 12 Bahman 1357 (1 Februari 1979) setelah 14 tahun hidup di pengasingan, Imam Khomeini kembali ke tanah air tercintannya. Rakyat Iran menyambut kedatangan Imam Khomeini secara besar-besaran dan penuh suka cita. Menurut pengakuan media-media Barat, warga yang menyambut kedatangan Imam Khomeini di jalan-jalan kota Tehran mencapai sekitar 4 sampai 6 juta orang.
Selamat Jalan Imam!
Imam Khomeini telah menyampaikan seluruh tujuan dan cita-cita perjuangan yang mesti diungkapkan. Dalam prakteknya pun, beliau mengerahkan seluruh daya dan upaya yang dimilikinya untuk merealisasikan cita-cita tersebut. Kini menjelang paruh kedua bulan Khordad 1368 (Juni 1989), Imam Khomeini seakan tengah mempersiapkan dirinya untuk menemui Sang Kekasih, Dzat Maha Suci yang selama ini seluruh perjuangan Imam senantiasa ditujukan untuk mengabdi kepada-Nya. Seluruh rintihan dan puisi sufistik Imam Khomeini merupakan jelmaan dari derita perpisahannya dengan Sang Kekasih dan kerinduannya untuk bertemu dengan Dia. Dan kini, saat-saat perpisahan Imam Khomeini dengan rakyatnya pun telah tiba. Dalam surat wasiatnya beliau menulis, “Dengan hati yang damai, kalbu yang tenang, jiwa yang bahagia dan diri yang penuh harapan kepada karunia ilahi, saya mohon pamit kepada Saudari dan Saudara sekalian menempuh perjalanan menuju tempat keabadian. Saya sangat memerlukan doa baik kalian. Kepada Tuhan yang maha pengasih dan penyayang saya meminta maaf atas segala kekurangan dan kesalahan saya dalam berkhidmat. Saya juga berharap bangsa Iran bisa menerima maaf saya atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada. Saya berharap bangsa Iran bisa terus melangkah maju dengan teguh, tekad, dan kehendak”. Yang menakjubkan beberapa tahun sebelum beliau wafat, Imam Khomeini dalam salah satu puisinya pernah menuturkan:
Aku menanti datangnya anugrah ilahi di paruh Khordad
Tahun demi tahun berlalu
Peristiwa demi peristiwa berganti
Sabtu 13 Khordad 1367 HS, pukul 22.20 adalah saat-saat perpisahan. Sebuah jantung yang menghidupkan jutaan jantung-jantung lainnya dengan sinaran ilahi dan spiritualitas, berhenti berdetak. Lewat kamera tersembunyi yang terpasang di ruang perawatan Imam Khomeini, di sebuah rumah sakit di Tehran, masa-masa operasi jantung dan detik-detik kepergian sang pemimpin revolusi, seluruhnya terekam sebagai dokumen sejarah. Menjelang masa-masa akhir, kondisi ruhani dan jasmani Imam Khomeini ditayangkan lewat televisi. Tangis dan duka rakyat Iran pun tak bisa ditahan.
Bibir Imam Khomeini selalu mengisyaratkan rangkaian dzikir yang tak putus-putusnya. Di malam terakhir hidupnya, setelah menjalani operasi jantung yang sangat berat dan melelahkan di usianya yang ke-87 tahun, beliau masih menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah shalat malam meski kedua tangannya masih dipenuhi serum dan infus. Beliau masih meluangkan dirinya untuk membaca kalam suci Al-Quran.
Saat detik-detik akhir mulai menjelang, raut muka Imam Khomeini terlihat seperti diliputi aura ketenangan dan penuh damai. Lidahnya tak pernah putus mengucap syahadat atas keesaan Allah dan risalah Rasulullah. Dalam suasana yang begitu pekat dengan cahaya surgawi inilah, jiwa Imam Khomeini terbang menuju keharibaan ilahi.
Iran seakan terguncang hebat, saat berita wafatnya Imam Khomeini diumumkan. Seantero Iran dan seluruh sudut dunia yang mengenal pesan dan perjuangan Imam Khomeini tenggelam dalam duka. Tak ada ungkapan dan tulisan yang bisa melukiskan betapa sedihnya rakyat dan umat revolusioner saat melepas kepergian sang Imam, pemimpin agung yang berhasil melepaskan negerinya dari jeratan kezaliman penguasa yang diktator dan campur tangan asing, sosok yang berhasil menghidupkan kembali Islam, mengembalikan kemuliaan umat Islam, mendirikan Republik Islam, seorang ulama besar yang tak gentar menghadapi dua kekuatan adidaya dunia, Timur dan Barat.
Selama 10 tahun Imam Khomeini bertahan menghadapi segala bentuk konspirasi penggulingan, kudeta, kerusuhan, dan pelbagai fitnah. Selama delapan tahun, beliau tetap teguh memimpin jihad pertahanan suci menghadapi agresi militer rezim Ba’ath Irak yang didukung oleh dua adidaya dunia, Timur dan Barat. Rakyat benar-benar kehilangan seorang pemimpin tercinta, ulama besar, dan pejuang Islam yang sejati.
Mungkin tak ada siapapun yang kuasa untuk menafsirkan perpisahan ini, ketika mereka mendengar betapa banyak pecinta Imam Khomeini yang meninggal dunia lantaran tak mampu menahan pedihnya perpisahan, ketika mereka melihat betapa banyak rakyat yang kehilangan kesadarannya saat melihat jenazah Imam Khomeini disemayamkan, dan ketika menyaksikan jutaan pengagum sang pemimpin revolusi tenggelam dalam tangis dan duka yang mendalam. Namun bagi mereka yang pernah merasakan manisnya cinta, tentu mudah memahami hakikat semua ini.
Benar, rakyat Iran sungguh jatuh cinta kepada Imam Khomeini. Dalam selarik puisi yang begitu indah, rakyat Iran menuturkan, “Cinta kepada Khomeini adalah cinta kepada seluruh kebaikan”.
Tanggal 14 Khordad 1368 HS (4 Juni 1989), Dewan Ahli Kepemimpinan Revolusi Islam menggelar sidang. Setelah dibacakannya wasiat Imam Khomeini oleh Ayatollah Ali Khamenei yang berlangsung selama dua setengah jam, pembahasan mengenai calon pengganti Imam Khomeini dan pemimpin tertinggi revolusi dimulai. Setelah beberapa jam berlalu, presiden Iran saat itu, Ayatollah Sayid Ali Khamenei terpilih sebagai pemimpin tertinggi revolusi Islam. Beliau adalah salah satu murid dekat Imam Khomeini, tokoh terkemuka pejuang revolusi, dan sahabat seperjuangan yang selalu menyertai Imam di segala keadaaan.
Selama bertahun-tahun, Barat dan anasir bonekanya di dalam negeri Iran merasa putus asa untuk menumbangkan Imam Khomeini dan mereka selalu menantikan wafatnya beliau. Namun rakyat Iran begitu waspada dan tanggap. Dengan segera rakyat mendukung keputusan Dewan Ahli yang memilih Ayatollah Sayid Ali Khamenei sebagai pemimpin revolusi sehingga konspirasi musuh pun gagal kembali.
Selama ini musuh mengira dengan wafatnya Imam Khomeini , Revolusi Islam pun berakhir. Namun nyatanya, kepergian Imam justru menempatkan era Khomeini ke ranah yang lebih luas dari sebelumnya. Sebab, apakah mungkin pemikiran luhur, kebaikan, spritualitas, dan hakikat bisa musnah?
Siang dan malam 15 Khordad 1368 HS (5 Juni 1989), jutaan warga Iran yang datang dari pelbagai kota dan desa datang ke Tehran, memenuhi Mushalla Besar Tehran, untuk melepas kepergian Imam Khomeini yang terakhir kalinya. Dalam upacara pemakamam agung itu, tak terlihat suasana upacara resmi kenegaraan sebagaiman yang biasa dilakukan dalam prosesi pemakaman seorang pemimpin negara. Yang terlihat hanya suasana kerakyatan dan penuh cinta sebuah bangsa revolusioner yang berduka dan menangis melepas pemimpinnya menuju ke haribaan ilahi.
Dari kejauhan terlihat jenazah Imam yang terbaring damai di tengah lautan pecintanya yang berduka. Setiap orang berbicara kepada Imamnya dengan bahasa masing-masing sembari menetaskan air mata. Seluruh jalanan yang menuju Mushalla Besar Tehran penuh dengan lautan manusia berbusana hitam, yang mengisyaratkan betapa pedihnya sebuah perpisahan. Bendera-bendera tanda duka terpasang di sudut-sudut kota, lantunan kalam suci Al-Quran terdengar bersahutan di masjid-masjid, rumah-rumah dan perkantoran. Saat malam tiba, ribuan lilin di sekeliling Mushalla Besar Tehran dinyalakan untuk mengenang kobaran revolusi yang dinyalakan Imam.
Malam itu, mata seluruh rakyat yang berduka menatapi nyala lilin, seakan mengenang seluruh pengorbanan yang diberikan Imam Khomeini kepada bangsanya. Teriakan “Ya...Husein” para pecinta Imam Khomeini yang merasa menjadi yatim, mengubah malam penuh duka itu menjadi seperti malam-malam Asyura, malam yang begitu tragis saat Imam Husein as, cucu Rasulullah saw dibantai di padang Karbala oleh para durjana. Mereka sadar, suara lembut Imam Khomeini tak akan terdengar lagi di Huseiniyeh Jamaran, tempat di mana Imam biasa mengutarakan cermah-ceramahnya kepada rakyat Iran. Rakyat terus mendampingi jenazah Imam hingga pagi tiba.
Awal pagi 16 Khordad 1368 HS (6 Juni 1989), sembari meneteskan air mata jutaan manusia menggelar shalat jenazah yang diimami oleh Ayatollah Al-Udzma Golpaygani. Lautan manusia di saat itu mengingatkan kembali pada peristiwa penyambutan besar-besaran rakyat Iran yang menyambut kedatangan Imam Khomeini dari pengasingan pada tanggal 12 Bahman 1357 HS (1 Februari 1979). Dua peristiwa besar yang akan senantiasa diingat oleh sejarah.
Media-media massa dunia memperkirakan, lautan pelayat Imam Khomeini saat itu sekitar 9 juta orang, sementara pada peristiwa penyambutan 12 Bahman, diperkirakan sekitar 6 juta orang. Padahal selama 11 tahun lebih kepemimpinan Imam Khomeini di Iran, beragam fitnah, konspirasi, tekanan dan ancaman negara-negara adidaya, tak pernah berhenti mendera rakyat Iran. Melihat kondisi yang demikian itu, semestinya rakyat Iran sudah letih dengan pelbagai kesulitan yang ada. Namun ajaibnya, justru di tengah pelbagai cobaan dan ujian berat tersebut, rakyat Iran semakin matang dan tegar. Generasi hasil didikan ideologi ilahi Imam Khomeini benar-benar memegang teguh ajaran beliau yang berbunyi, “Beban menahan kerja keras, kesusahan, pengorbanan, kesyahidan, dan derita di dunia sebanding dengan besarnya tujuan, kebernilaian dan ketinggian peringkat tersebut”.
Setelah melihat bahwa prosesi pemakaman tak mungkin dilanjutkan di tengah emosi penuh duka rakyat Iran, pemerintah mengumumkan untuk menunda pemakaman dan meminta para pelayat kembali ke rumahnya masing-masing sampai pengumuman berikutnya. Namun di sisi lain, mengingat bahwa penundaan prosesi pemakaman bisa menambah jumlah pelayat yang makin banyak berdatangan dari kota-kota lainnya, maka pemerintah pun memutuskan untuk mengebumikan jenazah Imam Khomeini selepas dzuhur hari itu juga.
Prosesi pemakaman pun berlangsung di tengah himpitan lautan manusia yang tenggelam dalam tangis dan duka. Lewat siaran pelbagai media massa, seluruh dunia juga turut menyaksikan prosesi pemakaman seorang pemimpin agung Revolusi Islam ini. Dengan demikian seperti halnya masa-masa hidup Imam Khomeini yang menjadi sumber perjuangan dan kebangkitan, saat-saat kepergian beliau pun seperti itu juga. Semoga abadilah dia. Karena dia adalah hakikat dan hakikat akan senantiasa abadi dan tak kenal fana!
Imam Musa Kadzim, Bintang Kesempurnaan
Perbedaan mendasar antara penyeru ajaran langit dengan yang lainnya terletak pada kesempurnaan eksistensi dan kemanusiaan mereka. Karakteristik ini tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah. Kehidupan meraka menjadi teladan bagi para pencari hakikat.
Ahlul Bait Rasulullah adalah cahaya yang menerangi kegelapan dan perahu penyelamat bagi umat manusia di samudera kehidupan. Cahaya petunjuk mereka senantiasa menerangi hati orang-orang yang merindukan kebenaran. Salah seorang dari manusia suci ini adalah Imam Musa Kadzim as. Beliau meneguk cawan syahadah pada 25 Rajab 183 H. Dunia Islam berduka mengiringi kepergian manusia mulia ini.
Kesabaran senantiasa terpancar dari seluruh Ahlul Bait Rasulullah. Namun sifat ini begitu menonjol dan menjadi karakteristik khusus Imam Musa Kadzim as. Beliau menjalani kehidupannya yang dipenuhi penderitaan dengan kesabaran. Ketika orang lain berbuat buruk kepadanya, beliau membalas dengan kebaikan karena Allah. Karena itu beliau dinamai Kadzim yang bermakna orang yang menahan amarah.
Imam Musa Kadzim as diperlakukan sewenang-wenang oleh pemerintah zalim Khalifah Abbasiah, hingga beliau terpaksa meninggalkan Madinah dan menetap di Baghdad, pusat pemerintahan Dinasti Abbasiah. Kezaliman terhadap Imam Musa Kadzim mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun al-Rasyid.
Para pemimpin Dinasti Abbasiah tenggelam dalam kebobrokan moral, kerusakan, korupsi dan penumpukan harta. Meskipun demikian, pemerintahan zalim ini terlihat sebagai pembela agama dari luar. Padahal, sepak terjang khalifah Abbasiah dan antek-anteknya tidak menjaga nilai-nilai Islam, bahkan menginjak-injaknya. Dengan kelicikannya, Harun menyebut diri sebagai penerus Rasulullah. Dengan cara-cara culas dan dibarengi tekanan, sebagian kelompok Islam menerima pemerintahan Harun yang zalim. Dalam situasi dan kondisi demikian, Imam Musa Kadzim berupaya mengungkap wajah asli para pemimpin Dinasti Abbasiah terutama Harun al-Rasyid dengan argumentasi dan bukti yang kuat.
Harun al-Rasyid adalah raja yang zalim dan kebijakannya senantiasa menekan umat Islam. Ia menguasai pemerintahan Islam yang terbentang luas dan menyebut dirinya sebagai pemimpin yang berdaulat. Padahal, dilubuk hati yang terdalam masyarakat hanya mengakui Imam Musa Kadzim sebagai pemimpinnya. Beliau lebih melekat di hati umat Islam, karena kemuliaan akhlaknya, keindahan tutur katanya dan ketinggian statusnya sebagai keturunan Rasulullah.
Pengaruh Imam Kadzim semakin luas, bahkan para pejabat kerajaan Abbasiah sendiri diam-diam mendukung dan menemui Imam Kadzim untuk menunaikan kewajiban syar’inya kepada beliau. Imam Musa pun membagikan dana pemberian tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan.
Sebagai pemimpin dan pembimbing sejati umat Islam, Imam Musa Kadzim menjelaskan ajaran Islam kepada masyarakat. Beliau menolak segala bentuk kerjasama dengan pemerintahan zalim, namun memberikan izin kepada pengikutnya untuk bekerja pada pemerintahan Abbasiah. Sebagai contoh, Ali bin Yaqtin atas persetujuan Imam Kadzim menjadi menteri dalam pemerintahan Harun. Dengan cara demikian, kepentingan Ahlul Bait Rasulullah tetap terjaga, serta jiwa dan harta mereka pun selamat. Terkait hal ini, Imam Musa Kadzim mengkritik ulama yang menjual pengetahuannya untuk melayani kepentingan rezim Abbasiah. Karena keberadaan ulama di samping pemimpin zalim bermakna pengakuan terhadap legitimasi pemerintahan lalim tersebut.
Imam Musa Kadzim juga mengungkapkan, ahli agama akan selamat selama ia tidak menjual dirinya ditukar dengan dunia. Kemudian seseorang bertanya, “Bagaimana seorang ahli fikih menjual agamanya?” Imam menjawab: “Ketika mereka mengikuti pemimpin zalim, sejak itu agama telah terlepas dari dirinya.”
Setelah ayahnya Imam Shadiq as, Imam Kadzim adalah orang yang paling mulia dan paling berilmu dari seluruh manusia di zaman itu. Mengenai putranya, Imam Shadiq as mengatakan, “Anakku, Musa Kadzim memiliki kecerdasan hingga apa saja yang ditanyakan mengenai isi Quran, maka ia akan menjawabnya. Ia adalah pusat pengetahuan dan hikmah.”
Imam Musa Kadzim mendidik murid-murid terkemuka di zamannya. Mereka memiliki pengetahuan yang mumpuni di berbagai bidang tertentu. Karena itu tidak mengherankan bila murid-murid Imam Musa mampu menghadapi berbagai gelombang pemikiran yang berkembang ketika itu. Salah seorang murid terkemuka Imam Musa Kadzim adalah Hisyam bin Hakam. Dengan kemampuan ilmu dan logika yang mumpuni, ia hadir di berbagai pertemuan dan debat ilmiah. Tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkannya. Imam Musa kepada Hisyam mengatakan, “Wahai Hisyam, berpikir dan diam merupakan tanda orang yang berilmu dan kendaraan orang yang berilmu adalah tawadhu.”
Meski Imam Musa Kadzim menjalani sebagian hidupnya di dalam penjara, namun beliau senantiasa memperhatikan kehidupan masyarakat. Masyarakat ketika itu, terutama rakyat kecil mendapatkan uluran tangan kebaikan Imam Kadzim. Terkait hal ini, sejarawan mengemukakan, beliau selalu membawa kantong dan memberikan bantuan kepada orang yang memohon bantuan padanya.”
Bantuan ini selain menunjukkan kemulian akhlak Imam Musa juga memperlihatkan bahwa beliau memiliki banyak pengikut yang memberikan hadiah padanya untuk dibagikan pada orang yang membutuhkan. Mereka adalah para pendukung setia beliau yang memiliki keimanan kepada Ahlul Bait Rasulullah yang terhunjam di sanubari mereka. Walaupun demikian, mereka terpaksa menyembunyikan keimanannya karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan.
Pencerahan dan perlawanan terhadap kezaliman membut sebagian kehidupan Imam Musa dijalani di penjara. Poin yang menjadi perhatian pada masa penahanan di penjara adalah, khalifah Harun terpaksa memindah sel penjara Imam Musa, karena sikap mulia beliau juga mempengaruhi para kepala penjara dan mereka terpesona oleh keluhuran akhlaknya. Kepala penjara yang terakhir bertemu dengan Imam Kadzim adalah seorang tahanan kasar dan keras hati bernama Sindi bin Shahik.
Akhirnya, melalui sebuah konspirasi, khalifah Harun al-Rasyid meracun Imam Kadzim hingga akhirnya beliau syahid pada usia 55 tahun.
Imam Musa Kadzim berkata,
”Sesungguhnya kewajibanmu yang terbesar atas saudaramu adalah bahwa jangan sampai engkau menghalangi dan menutupi apa saja yang mengungtungkan kehidupan dunia dan akhirat bagi saudara mu..”
Ditempat lain, beliau berkata:
“Siapa yang menginginkan menjadi orang yang paling kuat, maka ia harus bertawakal kepada Allah Swt.”
Jejak-Jejak Pahlawan Karbala, Hurr bin Yazid Al-Riyahi
Kebebasan berada pada saat manusia menghormati dan memuliakan dirinya serta tidak menyerahkan dirinya kehinaan dan kenistaan jiwanya dalam tawanan dunia. Dalam kerumitan kehidupan terkadang muncul satu peristiwa yang membuat manusia rela menjadi hina dan nista demi meraih tujuan-tujuan dunia. Namun ada manusia bebas yang tidak akan pernah membiarkan dirinya terhina dengan tebusan apapun. Satu dari contoh manusia semacam ini adalah Imam Husein as. Dalam salah satu ucapannya Imam Husein as berkata, “Kematian dengan kemuliaan lebih mulia daripada kehidupan penuh kehinaan.” (Bihar al-Anwar, jilid 44, hal 196)
Kebangkitan Asyura merupakan manifestasi kebebasan Imam Husein as dan para sahabatnya. Dalam Islam kebebasan merupakan nilai. Kebebasan dan berkehendak berkelindan erat dengan wujud manusia. Masalah ini menjadi sarana paling baik bagi pertumbuhan dan kesempurnaan sehingga mencapai derajat spiritual yang tinggi. Imam Ali as dalam wasiatnya kepada anaknya mengatakan, “Wahai anakku, Setiap apa yang engkau berikan dan jual dapat diberi harga, tapi ada satu yang tidak dapati dinilai dengan materi. Bila engkau menjual jiwamu, maka tidak akan dapat dihargai dengan seluruh dunia.”
Dalam al-Quran, kebebasan berarti terbebasnya penghambaan manusia dari selain Allah. Banyak ayat yang menjelaskan masalah ini. Allah Swt dalam surat az-Zumar ayat 2 berfirman, “Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” Dalam budaya Islam penghambaan kepada selain Allah dan melakukan maksiat merupakan perbudakan itu sendiri.
Syarat pertama melalui jalan kebenaran adalah melepaskan dari diri dan melepaskan segala kecenderungan duniawi. Siapa saja yang tertawan keinginan duniawi, maka ia tidak akan dapat mencapai tujuan mulia. Senantiasa ada ketakutan akan kehilangan harta yang dimilikinya. Hal ini membuatnya tidak dapat mengambil keputusan besar. Sementara ciri khas orang yang bebas adalah tidak tertawan oleh kecenderungan hawa nafsunya. Betapa banyak ketamakan dan keinginan yang menggilas manusia. Begitu juga betapa banyak orang yang tidak tertawan kecenderungan hawa nafsu yang membawanya ke puncak kesempurnaan. Hal ini dapat disaksikan pada para pahlawan Karbala.
Imam Husein as menuntut orang-orang yang menyertainya melepaskan dirinya dari simpul-simpul kecenderungan duniawi. Bila itu dapat dilakukan maka mereka mampu menciptakan peristiwa heroik dalam membela nilai-nilai ilahi yang akan terus dikenang oleh sejarah. Satu dari pahlawan Karbala yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan adalah Hurr bin Yazid al-Riyahi. Hurr saat bergabung dengan pasukan Umar bin Saad memiliki posisi yang cukup tinggi. Namun tiba-tiba semua itu ditinggalkannya dan dengan bebas ia bergabung dengan Imam Husein as.
Hurr bin Yazid al-Riyahi melewati gurun pasir dalam rangka melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada dasarnya Hurr tidak satu hati untuk melakukan tugas ini. Hurr tahu benar siapa Yazid bin Muawiyah. Ia seorang fasik, namun tidak ada pilihan baginya, selain membaiatnya demi melindungi jiwa ayah dan keluarganya. Ubaidillah bin Ziyad, Gubernur Kufah menyerahkan ribuan pasukan menjadi anak buahnya. Pelimpahan ini sangat mengganggu batin Hurr. Karena ia bersama pasukannya ditugaskan mencegah perjalanan karavan Imam Husein as dan menggiring mereka ke Dar al-Imarah, istana gubernur Kufah.
Pasukan yang bersama Hurr seluruhnya menunggang kuda. Oleh karenanya, dengan cepat mereka mencapai karavan Imam Husein as. Ketika berhadap-hadapan dengan kafilah Imam Husein as, Hurr sejenak tertegun dan kembali keraguan membakar dirinya. Saat itu Imam Husein as melihat bahwa pasukan Hurr kehausan setelah melewati jarak yang jauh tanpa henti, beliau berkata kepada para sahabatnya, “Berikan air kepada mereka dan kuda-kudanya.” Pada waktu Imam melihat satu dari pasukan Hurr tidak dapat minum sendiri, saking lemasnya, beliau sendiri bangkit dan memberinya dan kudanya minum langsung dari tangan penuh berkahnya. Setelah itu beliau memerintahkan sahabatnya untuk mendinginkan tengkuk kuda-kuda itu.
Waktu shalat telah tiba. Hurr bersama pasukannya ikut shalat berjamaah yang dipimpin oleh Imam Husein as. Usai melakukan shalat, Imam Husein as bangkit dan memberikan ceramah singkat dan berkata, “Wahai umat Islam, takutlah kalian kepada Allah. Bila kalian tidak mengetahui kebenaran kami dan pandangan kalian berbeda dengan apa yang kalian tuliskan dalam surat-surat yang dikirimkan kepada kami, maka saya memilih kembali.” Hurr mengatakan, “Surat seperti apa yang engkau bicarakan?” Seorang dari sahabat Imam Husein menunjukkan satu bungkusan penuh surat dari warga Kufah. Hurr berkata, “Saya tidak tahu menahu soal surat-surat ini. Saya ditugaskan untuk membawa kalian menghadap Ubaidillah di Kufah.”
Imam Husein as mulai memahami bahwa pembicaraannya dengan Hurr dan pasukannya tidak menghasilkan apa-apa, beliau lalu memerintahkan anggota karavannya untuk melanjutkan perjalanan. Namun pasukan Hurr menutup ruang gerak Imam. Sikap pasukan Hurr membuat kafilah Imam Husein tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Kufah dan akhirnya mereka terpaksa memilih arah lain dan sampai ke Karbala.
Hari kesepuluh bulan Muharram yang dikenal dengan Asyura, sekitar 30 ribu tentara mengepung Imam Husein as dan 72 sahabatnya. Menyaksikan keadaan itu, Hurr bin Yazid al-Riyahi merasa yakin Bani Umayyah serius membunuh Imam Husein bin Ali as. Seketika ia berbicara pada dirinya, “Ya ilahi, kini aku berdiri menghadap anak Fathimah, sebagian dari tubuh Rasulullah Saw. Ilahi, aku telah menutupi jalan bagi anak Nabi-Mu.” Dialog batinnya ini semakin membuatnya ragu untuk tetap berada di pasukan Umar bin Saad.
Hurr melemparkan pandangannya ke dua arah; kesesatan dan kebahagiaan. Kembali ia berdialog dengan batinnya, “Ya Allah, Jangan sampai pintu-pintu dunia yang Engkau bukakan kepadaku menjadi sebab tertutupnya pintu-pintu surga. Aku telah hidup lebih dari setengah abad. Seberapa lama lagi aku ingin hidup? Seandainya mereka memberikan istana Syam kepadaku, tapi pada akhirnya kematian bakal menghampiriku. Pada waktu itu apa yang harus aku lakukan?”
Hurr terus berdialog dengan dirinya sendiri, “Ketika tanganku berlumuran darah anak Nabi, bukankah hanya laknat yang sampai kepadaku?Alangkah baiknya ketika aku menutupi jalannya, aku katakan kepadanya bahwa aku tidak punya niat berperang dengannya. Ya Allah, ia dengan sikap ksatria memberi minum aku dan pasukanku. Aku telah menutup jalannya dan anak-anaknya. Ya Allah, aku telah membuat takut anak-anak Imam Husein as. Saya yang bersalah telah menyeret mereka ke lembah ini. Sungguh celaka diriku.”
Hurr bin Yazid al-Riyahi mengetahui benar kemazluman Imam Husein as. Ia juga mendengar panggilan Imam Husein as yang meminta siapa saja yang siap menolongnya. Pada waktu itu, Hurr memutuskan untuk memenuhi panggilan Imam Husein as. Kepada pasukan Yazid ia beralasan bahwa kudanya kehausan. Untuk itu perlahan-lahan ia mulai meninggalkan pasukan Yazid dan mulai mendekati Imam Husein as dan rombongan.
Ketika Hurr sampai ke tenda Imam Husein as, ia berkata, “Wahai Husein! Saya adalah orang yang menyakiti hati Zainab as dan membawamu ke lembah ini. Aku telah membuatmu menjadi tamu yang kehausan, terblokade dan ditemani 33 ribu pasukan dengan pedang terhunus.” Imam Husein as berkata kepadanya, “Hurr, mengapa engkau tidak turun dari kudamu? Hurr menjawab, “Aku tidak akan turun sampai anak-anakmu memaafkanku, sehingga Zainab memaafkan dosaku dan tangan cintamu menuntun tanganku. Imam berkata, “Hurr, turunlah, kami akan menjamu engkau.”
Pada saat itu Hurr berkata dengan nada putus asa, “Apakah Allah menerima taubatku?” Imam Husein menjawab, “Ya, Allah menerima taubatmu dan memaafkan dosamu.” Hurr masih terus berkata, “Aku adalah orang pertama yang menutup jalanmu. Aku tidak akan turun dari kudaku sampai engkau memberiku izin menjadi orang pertama yang syahid dalam jalan dan cita-citamu. Dengan perbuatan ini, semoga aku bisa berada satu tempat dengan Nabi Muhammad Saw.”
Dengan sigap dan segera, Hurr menggerakkan kudanya menuju medan pertempuran. Pada awalnya, Hurr menasihati pasukan musuh. Namun anak panah berseliweran di sekitarnya meminta nyawanya. Ia kemudian berteriak, “Aku adalah Hurr. Aku adalah penjaga pria terbaik kota Mekah. Aku berperang, mengayunkan pedang dan tidak kenal takut.”
Keberanian Hurr membuat takut pasukan musuh. Tapi banyaknya anak panah yang menancap di tubuh kudanya, membuat kudanya tidak dapat bangkit lagi. Hurr akhirnya turun dari kudanya dan melesat ke tengah-tengah pasukan Yazid. Hal itu dilakukannya hingga sebuah panah menembus dadanya. Hurr terjatuh ke atas tanah. Ia masih memaksakan dirinya untuk berteriak, “Wahai anak Nabi, lihatlah aku!” Hurr tidak sabar membawa dirinya menghadap Imam Husein as.
Waktu sejenak berlalu. Hurr merasakan panasnya tangan Imam Husein as yang diletakkan di atas dahinya. Kepadanya Imam Husein as berkata, “Tenanglah. Biarkan tanganku membalut dahimu. Bukankah engkau sendiri yang mengatakan agar di akhir hidupmu, aku berada di sampingmu? Bukalah matamu dan saksikan bahwa engkau bebas. Engkau menjadi manusia bebas di dunia dan di akhirat.” Imam kemudian membalut dahi Hurr. Saat itu Hurr berkata, “Apakah engkau memaafkanku? Apakah Allah memaafkan dosaku yang lalu? Wahai tuanku, tersenyumlah untukku agar aku mendapat ketenangan dan menuju Allah dengan tenang. Sambil membersihkan darah dan tanah yang menutupi wajah Hurr, Imam Husein berkata, “Betapa indahnya seorang pria yang bebas mendengar seruan pertolongan Husein dan mengorbankan dirinya. Ya Allah, terimalah ia di surga-Mu.” (IRIB Indonesia/SL/NA)
Perjalanan Revolusi Kafilah Ruhani Imam Husain as dari Madinah ke Karbala dan Suriah
Lembaga Budaya dan Hubungan Islam Divisi Hubungan Internasional Pusat Internasional Tabligh
Penerjemah:
Mohammad Adany
Syamsul Arif
Perjalanan Revolusi Kafilah Ruhani Imam Husain as
Perjalanan Revolusi Karavan
Sayyidus Syuhada Abu Abdillah Al-Husain as dari Madinah ke Karbala dan
Lembaga Budaya dan Hubungan Islam
Divisi Hubungan Internasional
Pusat Internasional Tabligh
Dengan Nama Tuhan Syuhada dan Shiddiqin
Perjalanan Revolusi Kafilah Ruhani
Imam Husain as dari Madinah ke Karbala dan Suriah
Karya: Divisi IT Pusat Internasional Tabligh
Penerjemah: Mohammad Adlany
Syamsul Arif
Qom Al-Muqaddasah
Aban 1390 HS/Dzulhijjah 1432 H
Mukadimah
· Filsafat kebangkitan Imam Husain as dapat diperoleh dari ucapan dan pernyataan beliau yang pernah dilontarkan di permulaan gerakan di Madinah dan juga di peristiwa-peristiwa yang terjadi tempat-tempat persinggahan selama perjalan beliau.
· Dalam koleksi ini, di samping kita bisa mengenal nama-nama tempat persinggahan tersebut dan berikut sejarah perjalanan Imam Husain as dari Madinah hingga Karbala, kita juga akan mengenal tujuan dan prinsip-prinsip beliau, serta kondisi politik dan sosial kala itu secara ringkas.
Madinah
Paruh Kedua Bulan Rajab 60 Hijriah
· Setelah Mu’awiyah mati, gubernur Madinah kala itu, Walid bin ‘Utbah, menerima perintah untuk memaksa Imam Husain as membaiat Yazid. Imam Husain as menjawab, “Yazid adalah penenggak minuman keras dan fasik yang menumpahkan darah tanpa hak, penebar kerusakan, dan tangannya telah ternodai oleh darah orang-orang tak bersalah. Orang seperti saya tidak akan pernah membaiat orang bejat seperti ini.”
· Ketika Marwan bin Hakam meminta Imam Husain as untuk membaiat Yazid, beliau menjawab, “Hai musuh Allah! Enyahlah dari sini. Saya pernah mendengar Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Kekhilafahan adalah haram bagi keturunan Abu Sufyan. Jika kalian melihat Mu’awiyah duduk di atas mimbarku, maka bunuhlah dia.’ Umat beliau telah melihat peristiwa ini terjadi. Akan tetapi, mereka melakukan perintah beliau. Sekarang, Allah telah menjerat mereka dengan Yazid yang fasik ini.”
· Pada malam 28 Rajab 60, setelah mengucapkan salam perpisahan dengan Rasulullah saw, Imam Husain as meninggalkan Madinah untuk menuju Makkah dengan disertai oleh mayoritas keluarga dan sebagian sahabat setia beliau.
Imam Husain as menjelaskan tujuan beliau keluar dari Madinah dalam sebuah surat wasiat, “Saya keluar hanya untuk memperbaiki umat kakekku. Saya ingin melakukan amar makruf dan nahi mungkar, serta ingin bertindak seperti tindakan kakekku Rasulullah saw dan ayahku Ali as.”
Makkah
3 Sya’ban – 8 Dzulhijah 60 Hijriah
· Imam Husain as tiba di Makkah pada tanggal 3 Sya’ban dan tinggal di rumah Abbas bin Abdil Muthalib. Penduduk Makkah dan para peziarah Baitullah yang datang dari berbagai penjuru berjumpa dengan beliau.
· Setelah menerima 12.000 surat dari penduduk Kufah, Imam Husain as mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah sebagai wakil beliau pada tanggal 15 Ramadhan.
· Melalui beberapa surat yang dikirimkan untuk penduduk Kufah dan Bashrah, Imam Husain as menegaskan kepada mereka bahwa orang yang paling layak untuk memegang kekhalifahan adalah Ahlul Bait as.
· Setelah menerima surat Muslim bin Aqil bahwa penduduk Kufah telah berbaiat dan juga guna menjaga kehormatan Baitullah lantaran penguasa telah mengambil keputusan untuk membunuh Imam Husain as, beliau merubah niat haji menjadi umrah. Pada tanggal 8 Dzulhijjah, sekalipun banyak sahabat yang menentang, beliau meninggalkan Makkah menuju Irak.
Sebagian isi dari pidato Imam Husain as di Makkah, “Kami Ahlul Bait rida dengan keridaan Allah ... Barang siapa bersedia untuk berkorban di jalan kami dan mengorbankan darahnya di jalan menuju perjumpaan dengan Allah, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk berangkat bersama kami.”
Tan’im
Rabu, 9 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Pada permulaan perjalanan menuju Irak, Imam Husain as tidak mengarahkan karavan ke arah timur laut dan persinggahan Shaffah yang merupakan persinggahan pertama di perjalanan dari Makkah ke Kufah. Sebagai gantinya, beliau mengarahkan karavan ke arah Tan’im di barat daya dan melalui jalan yang menuju Madinah. Dengan demikian, 9 km perjalanan menuju Irak lebih jauh telah ditempuh karavan. Mungkin hal ini adalah sebuah siasat yang dilakukan untuk menghindari pengejaran bala tentara penguasa yang berusaha untuk mencegah Imam Husain as menuju ke Irak.
· Di persinggahan ini, Imam Husain as berjumpa dengan karavan yang datang dari arah Yaman. Beliau menyewa beberapa unta untuk membawa barang-barang beliau sendiri dan para sahabat beliau dari karavan tersebut. Beliau juga menawarkan kepada mereka untuk mengikuti beliau.
· Sebagian kelompok menerima tawaran Imam Husain as dan sekelompok yang lain menolak dan melanjutkan perjalanan mereka.
Ucapan Imam Husain as ketika berjumpa dengan karavan Yaman di Tan’im, “Barang siapa ingin bergabung bersama kami, maka kami akan menanggung seluruh biayanya dan kami akan menjadi teman perjalanan yang baik baginya. Barang siapa ingin berpisah dari kami di pertengahan jalan, maka kami akan menanggung biayanya selama perjalanan bersama kami.”
Shaffah
Kamis, 10 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Karavan Karbala telah tiba di persinggahan ketiga; yakni Shaffah. Di persinggahan ini, Farazdaq penyair masyhur berjumpa dengan Imam Husain as seraya berkata, “Segala sesuatu yang Anda inginkan dari Allah, maka Dia pasti menganugerahkannya kepada Anda.” “Ceritakanlah kondisi rakyat Irak kepadaku,” lanjut Imam Husain as.
· Farazdaq menjawab, “Anda telah bertanya kepada orang yang tahu. Hati rakyat bersama Anda dan pedang mereka bersama Bani Umaiyah. Ketentuan Ilahi turun dari langit dan segala sesuatu yang Dia kehendaki pasti terjadi.”
· Imam Husain as menimpali, “Benar ucapanmu. Segala sesuatu ada di tangan Allah. Setiap hari Dia pasti memiliki kehendak. Jika ketentuan Ilahi sesuai dengan kehendak kami, maka kami akan bersyukur kepada-Nya atas seluruh nikmat yang telah Dia anugerahkan. Untuk bersyukur ini, kami memohon taufik kepada-Nya. Jika ketentuan Ilahi memisahkan antara kami dan harapan-harapan kami, maka amal setiap orang yang tulus dan bersumber dari ketakwaan kepada Allah tidak akan pernah terlupakan.”
Ucapan Imam Husain as kepada Farazdaq di persinggahan ini, “Jika seluruh peristiwa sesuai dengan kehendak kami, maka kami akan bersyukur kepada Allah lantaran seluruh nikmat yang telah Dia turunkan. Jika seluruh peristiwa tidak sesuai dengan kehendak kami, maka orang yang memiliki niat benar dan hatinya didominasi ketakwaan tidak akan keluar dari jalan yang benar dan ia tidak akan pernah merugi.”
Wadil ‘Aqiq
Jumat, 11 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Di persinggahan ini, 'Aun dan Muhammad dua putera Abdullah bin Ja'far Thayyar berhasil mengejar Imam Husain as dengan membawa surat ayah mereka untuk beliau. Dalam surat ini, Abdullah meminta supaya Imam Husain as mengurungkan niat ke Kufah dan segera kembali ke Makkah. Ketika menulis surat tersebut, Abdullah bin Ja'far pergi menjumpai Amr bin Sa'id gubernur Makkah dan berhasil memperoleh jaminan keamanan bagi Imam Husain as. Setelah itu, Abdullah mengirimkan surat jaminan keamanan tersebut kepada Imam Husain as melalui saudara Amr bin Sa'id. Abdullah sendiri akhirnya datang dan berjumpa dengan Imam Husain as di Dzatul 'Irq dan membacakan surat tersebut kepada beliau.
· Imam Husain as menolak untuk kembali ke Makkah seraya berkata, "Saya bermimpi berjumpa Rasulullah saw. Ia memerintahkan supaya saya meneruskan perjalan ini. Saya pasti akan melaksanakan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Rasulullah saw."
· Setelah itu, Imam Husain as menjawab surat Amr bin Sa'id. Abdullah bin Ja'far dan Yahya bin Sa'id pun berpisah dari Imam Husain as. Akan tetapi, kedua putra Abdullah tetap bersama beliau. Abdullah berpesan kepada mereka supaya senantiasa bersama Imam Husain as. Akan tetapi, ia sendiri memohon maaf dan kembali ke Makkah.
Sebagian isi surat Imam Husain as kepada Amr bin Sa'id gubernur Makkah, "Jaminan keamanan yang terbaik adalah jaminan keamanan yang dimiliki oleh Allah. Di dunia ini, saya memohon supaya memiliki rasa takut kepada-Nya sehingga di akhirat kelak Dia akan memberikan jaminan keamanan."
Wadis Shafra'
Sabtu, 12 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Setelah Wadil 'Aqiq, karavan Imam Husain as tiba di Wadis Shafra'. Menurut sebuah riwayat, di persinggahan ini, Mujamma' bin Ziyad dan 'Abbad bin Muhajir bergabung dengan karavan ini.
· Mujamma' dan 'Abbad berdomisili di persinggahan Juhainah di pinggiran kota Madinah. Setelah Imam Husain as keluar dari Makkah dan tiba di persinggahan ini, Mujamma' dan 'Abbad menjumpai beliau dan bersedia menemani beliau dalam perjalanan ini. Mereka setia bersama beliau hingga tiba di Karbala seraya berperang di barisan beliau dan menengguk cawan syahadah.
Di antara ucapan Imam Husain as selama dalam perjalanan dari Makkah ke Karbala, "Saya tidak melihat kematian kecuali kebahagiaan dan hidup bersama orang-orang lalim tidak lain kecuali kecelaan."
Dzatul 'Irq
Senin, 14 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Imam Husain as beserta rombongan tiba di Dzatul 'Irq dan berisitirahat di persinggahan ini.
· Di persinggahan ini, Imam Husain as berjumpa dengan seseorang dari kabilah Bani Asad yang bernama Busyr bin Ghalib. Beliau menanyakan kondisi Kufah kepadanya. Busyr menjawab, "Hati mereka bersama Anda dan pedang bersama Bani Umaiyah." "Betul apa yang kamu ucapkan, hai saudaraku dari Bani Asad," beliau menimpali. Setelah itu, Busyr bertanya kepada beliau tentang maksud ayat yang menegaskan, "Dan ingatlah suatu hari ketika Kami memanggil setiap umat bersama imam mereka." Imam Husain as menjawab, "Maksud imam tersebut adalah imam yang mengajak umat manusia kepada jalan yang benar dan mereka juga menerima ajakannya. Begitu pula imam yang mengajak umat manusia kepada kesesatan dan mereka juga mengiyakan ajakan ini. Golongan pertama akan masuk ke dalam surga dan golongan kedua akan berada di dalam api neraka."
Dzatul 'Irq adalahl sebuah persinggahan yang digunakan oleh para jamaah haji dari Irak untuk memulai ihram. Persinggahan ini adalah pembatas antara Tuhamah dan Najd.
Al-Hajir
Selasa, 15 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Di persinggahan ini, Imam Husain as mengirimkan sepucuk surat kepada sebagian penduduk Kufah melalui Qais bin Musahhar. Dalam surat ini tertulis, "Surat Muslim bin Aqil yang menyebutkan kesepakatan kalian untuk membantu kami telah saya terima. Semoga Allah menganugerahkan pahala besar lantaran kesediaan kalian untuk memberikan bantuan ini. Ketika utusanku ini (Qais) sampai kepada kalian, bersikukuhlah dalam setiap tindakan kalian. Saya akan tiba dalam beberapa hari ini."
· Di pertengahan jalan, para kaki tangan penguasa menangkap Qais. Ia pun terpaksa merobek surat Imam Husain as supaya tak seorang pun mengetahui isinya. Setelah itu, ia dibawa ke istana Darul Imarah untuk dihadapkan kepada Ubaidullah bin Ziyad. Mereka memaksa supaya menyebutkan nama orang-orang yang telah menulis surat kepada Imam Husain as, atau mencela Imam Husain, ayah, dan saudaranya di hadapan umum. Ia naik ke atas istana. Di samping memuji-muji Ali dan anak keturunannya, serta memperkenalkan dirinya, ia melaknat Ibn Ziyad dan para kaki tangannya. Ia memberitahukan kepada penduduk bahwa Imam Husain as sedang bergerak menuju mereka dan meminta mereka supaya menjawab setiap ajakan beliau. Mendengar semua itu, Ubaidullah memerintahkan supaya Qais dilemparkan dari atas istana. Tubuhnya pun terpotong-potong.
Sebagian isi surat Imam Husain as kepada penduduk Kufah, "Saya memohon kepada Allah supaya melimpahkan kebaikan kepada kami dan menganugerahkan pahala agung kepada kalian ... Ketika utusanku ini sampai kepada kalian, maka bersegeralah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Saya akan sampai dalam beberapa hari ini, insya Allah.
Wassalamu 'alakum
Al-Khuzaimiyyah
Jumat, 18 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Imam Husain as dan rombongan bermalam di persinggahan ini selama sehari semalam. Ketika pagi tiba, Zainab Kubra as menjumpai Imam Husain seraya berkata, "Wahai saudaraku! Saya keluar dari kemah di pertengahan malam dan mendengar suara penyeru yang menyenandungkan dua bait syair berikut ini:
Hai mata, menangislah dengan penuh sedih; siapakah yang akan menangisi syuahada ini setelahku.
Menangislah atas kaum yang telah dibimbing oleh kematian ini; sehingga mereka menepati janji yang telah diikat terhadap Allah.
· Mendengar itu, Imam Husain as membesarkan hati saudara perempuan beliau dan mengajaknya supaya bersabar.
· Menurut sebagian riwayat, Zuhair bin Qain bergabung dengan Imam Husain as di persinggahan ini.
Imam Husain as berkata kepada saudara perempuan beliau, Zainab Kubra as di persinggahan ini, "Hai Saudariku! Segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah pasti akan terjadi."
Zarud
Senin, 21 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Zuhair bin Qain adalah seorang pembela setia Utsman bin Affan. Pada tahun itu, ia melaksanakan ibadah haji dan sedang dalam perjalanan menuju Kufah.
· Zuhair sangat tidak senang apabila berhenti di sebuah tempat bersama Imam Husain as. Akan tetapi, di persinggahan ini, ia terpaksa harus berhenti sekalipun Imam Husain as juga berhenti di tempat itu. Ketika Zuhari sedang sibuk menyantap makanan bersama teman-teman seperjalanan, Imam Husain as mengundangnya untuk datang ke kemah beliau. Akan tetapi, Zuhair acuh tak acuh. Istri Zuhair berkata kepadanya, "Maha suci Allah! Putra Rasulullah memanggilmu dan kamu tidak memenuhi panggilannya." Akhirnya, Zuhair pergi menjumpai beliau dengan terpaksa. Akan tetapi, ketika kembali dari kemah Imam Husain as, Zuhair sangat bahagia seraya berkata kepada teman-teman seperjalanan, "Saya akan bergabung dengan Husain. Barang siapa hendak membantu putra Rasulullah, hendaklah ia ikut bersamaku. Dan barang siapa tidak ingin bersama kami, maka saya akan berpisah darinya." Istri Zuhair tidak meninggalkannya dan hingga kesyahidan Zuhair, ia masih setia bersama karavan Husaini.
Setelah Zuhair gugur syahid, Imam Husain as berkata, "Wahai Zuhair! Semoga Allah tidak menjauhkanmu dari rahmat dan inayah-Nya. Semoga Dia melaknat para pembunuhmu bak kaum Bani Israil yang telah diganti wajah mereka menjadi kera dan babi."
Tsa'labiyah
Selasa, 22 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Imam Husain as memasuki persinggahan ini di malam hari. Beliau mendengar kesyahidan Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah di persinggahan ini.
· Mendengar berita ini, Imam Husain as berseru, "Inna lillah wa inna ilahi raji'un. Setelah mereka pergi, kehidupan ini tidak berguna." Setelah itu, beliau pun meneteskan air mata dan para pengikut beliau juga menangis syahdu.
· Imam Husain as bertanya kepada putra-putra Muslim, "Sekarang apa yang akan kalian lakukan?" Mereka menjawab, "Demi Allah! Kami tidak akan kembali, kecuali setelah membalas dendam atas kematiannya atau kami juga gugur sebagai syahid."
· Menurut ahli sejarah, Imam Husain as menyempurnakan hujah bagi seluruh pengikut beliau. Setelah mendengar kesyahidan Muslim tersebut, mereka yang mengikuti Imam Husain as hanya demi menumpuk harta dan kedudukan meninggalkan beliau.
Ucapan Imam Husain as kepada seorang penduduk Kufah di persinggahan ini, "Demi Allah! Sendainya saya berjumpa denganmu di Madinah, niscaya saya akan tunjukkan kepadamu bekas Jibril di rumah kami dan bagaimana ia turun untuk membawakan wahyu kepada kakekku. Wahai saudaraku! Banyak orang yang telah mempelajari ilmu pengetahuan dari kami."
Zubalah
Rabu, 23 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Imam Husain as memberitahukan berita kesyahidan Muslim bin Aqil, Hani bin Urwah, dan Adullah bin Yaqthir kepada para pengikut di persinggahan ini. Setelah itu, beliau berkata, "Para pengikut Syiah di Kufah telah meninggalkan kita tanpa penolong. Barang siapa di antara kalian menghendaki, maka ia bisa kembali dan ia tidak memiliki tanggungan apapun dari kami." Menurut ahli sejarah, sekelompok lain pun meninggalkan Imam Husain as.
· Imam Husain as mengutus Abdullah bin Yaqthir untuk menyusul Muslim bin Aqil. Akan tetapi, ia tertangkap di pertengahan jalan dan diserahkan kepada Ubaidullah bin Ziyad. Di atas istana Darul Imarah, Abdullah memperkenalkan dirinya sebagai wakil Imam Husain as dan menekankan supaya mereka tetap setiap untuk menolong Imam Husain as. Dengan ini, ia berusaha membangkitkan masyarakat untuk melawan Yazid. Akan tetapi, Ibn Ziyad memerintahkan supaya ia dilemparkan ke bawah dan dengan cara ini, ia menengguk cawan syahadah.
Ketika seseorang bertanya kepada Imam Husain as tentang ayat yang menyatakan, "Ingatlah suatu hari ketika Kami memanggil setiap umat bersama imam mereka," beliau menjawab, "Maksud imam tersebut adalah imam yang mengajak umat manusia kepada jalan yang benar dan mereka juga menerima ajakannya. Begitu pula imam yang mengajak umat manusia kepada kesesatan dan mereka juga mengiyakan ajakan ini. Golongan pertama akan masuk ke dalam surga dan golongan kedua akan berada di dalam api neraka."
Bathnul 'Aqabah
Jumat, 25 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Seorang kakek tua berkata kepada Imam Husain as, "Demi Allah! Kembalilah dari tempat ini, karena dalam perjalanan ini, Anda tidak akan menemui kecuali panah dan tombak. Seandainya mereka yang telah mengundang Anda itu berani memikul beban perang dan mempersiapkan segala sesuatu untuk Anda, lalu Anda mendatangi mereka, makan mungkin masih ada harapan. Akan tetapi, dengan kondisi yang telah terjadi ini, menurut saya, tidak baik Anda melanjutkan perjalanan." Imam Husain as menjawab ucapan kakek tua ini, "Masalah ini sangat jelas bagiku dan saya juga sependapat denganmu. Akan tetapi, tak seorang pun dapat mengalahkan ketentuan Ilahi."
· Imam Husain as berkata kepada para pengikut beliau, "Saya yakin bahwa saya pasti akan terbunuh." Mereka bertanya alasan ucapan ini. Beliau menjawab, "Saya bermimpi sekelompok anjing menyerangku. Di antara sekelompok anjing ini, ada seekor anjing yang sangat buas dan memotong-motongku."
Ucapan Imam Husain as di persinggahan ini, "Bani Umaiyah tidak akan pernah membiarkan kita sebelum mereka mengambil jiwa kita. Jika mereka bertindak demikian, maka Allah akan menguasakan atas mereka orang-orang yang akan menghinakan mereka."
Syaraf dan Dzu Husm
Sabtu, 26 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Di persinggahan Syaraf, Imam Husain as memerintahkan kepada para pengikut beliau supaya membawa banyak air dan berangkat di pagi hari. Di pertengahan jalan dan saat Zhuhur tiba, mereka bertemu dengan sebuah laskar. Imam Husain as menggerakkan karavan dengan cepat dan berhasil tiba di persinggahan Dzu Husm sebelum laskar itu tiba. Setelah itu, beliau memerintahkan supaya laskar dan kuda-kuda mereka diberi minum.
· Laskar Imam Husain as dan laskar musuh yang dikomandani oleh Hurr melaksanakan shalat Zhuhur. Imam Husain as bertindak sebagai imam jamaah.
· Imam Husain as berkata kepada laskar Hurr, "Kami Ahlul Bait as lebih layak untuk memegang kepemimpinan atas kalian daripada para pengaku yang tidak bertindak dengan adil dan selalu melalimi kalian. Wahai masyarakat! Saya tidak datang kepada kalian kecuali kalian telah mengundangku. Jika kalian tidak senang dengan kedatanganku, maka saya akan kembali." Ketika beliau ingin kembali, Hurr menghalang-halangi beliau. Imam Husain as berkata, "Semoga ibumu berduka! Apa yang kamu inginkan?" Hurr menjawab, "Saya memperoleh perintah untuk menyerahkanmu kepada Ubaidullah bin Ziyad. Jika kamu tidak menerima, maka paling tidak kamu harus memilih sebuah jalan yang tidak menuju Kufah dan tidak pula menuju Madinah."
Ucapan Imam Husain as di persinggahan ini, "Apakah kalian tidak melihat bahwa hak tidak diamalkan dan batil tidak dihindari? Pada kondisi seperti ini, seorang Mukmin seyogyanya memohon supaya berjumpa dengan Allah."
Al-Baidhah
Minggu, 27 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Laskar Imam Husain dan laskar Hurr bin Yazid Riyahi yang berjalan beriringan tiba di persinggahan ini. Pada kesempatan ini, Imam Husain as berkata kepada laskar Hurr, "Bani Umaiyah dengan perintah setan menentang Allah dan berbuat kerusakan. Mereka tidak memperhatikan hukum-hukum Allah dan merampas Baitul Mal untuk diri mereka. Mereka menghalalkan seluruh haram Allah dan mengharamkan seluruh halal-Nya. Kalian telah menulis surat kepadaku dan menegaskan bahwa kalian telah berbaiat kepadaku. Jika kalian masih setia memegang baiat kalian terhadapku, maka kalian telah bertindak logis, karena saya adalah putra dari putri Rasulullah dan uswah bagi kalian. Jika kalian memutuskan baiat tersebut, maka demi Allah, ini bukanlah suatu hal yang aneh. Kalian telah melanggar janji terhadap ayahku Ali, saudaraku Hasan, dan anak pamanku Muslim. Ketahuilah, jika kalian melakukan hal ini, maka kalian telah kehilangan kebahagiaan kalian."
Ucapan Imam Husain as di persinggahan ini, "Wahai manusia! Rasulullah saw pernah besabda, 'Barang siapa melihat seorang penguasa zalim, pengkhianat, penghalal hal-hal yang haram, dan penentang Sunah Rasulullah saw, lalu ia tidak bangkit untuk menentangnya, maka ia akan memiliki tempat di Jahanam bersamanya."
'Udzaibul Hajanat
Senin, 28 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Beberapa orang penduduk Kufah menjumpai Imam Husain as dan menjelaskan kondisi kota seraya berkata, "Para pembesar Kufah telah menerima suap dalam jumlah yang sangat banyak. Sekarang, mereka memusuhi Anda dengan satu suara. Hati seluruh penduduk bersama Anda. Akan tetapi, besok pedang mereka akan dihunus untuk melawan Anda."
· Imam Husain as bertanya kepada mereka tentang utusan beliau, Qais bin Musahhar. Mereka menjawab, "Mereka membawa Qais setelah tertangkap ke atas istana Darul Imarah supaya melaknat Anda dan ayah Anda. Akan tetapi, ia mengirimkan salam untuk Anda dan ayah Anda, dan lantas melaknat Ibn Ziyad dan ayahnya. Ia juga memberitahukan bahwa Anda sedang datang. Untuk itu, Ibn Ziyad memerintahkan supaya ia dilemparkan dari atas Darul Imarah dan lantas ia syahid." Mendengar cerita ini, Imam Husain as menangis seraya membaca ayat, "Dari kalangan Mukminin ada sekelompok orang yang memegang teguh janji mereka terhadap Allah. Sebagian dari mereka menyongsong kematian dan sebagian yang lain masih menunggu."
Ketika mendengar berita kesyahidan Qais di persinggahan ini, Imam Husain as berdoa, "Ya Allah! Tetapkanlah posisi yang tinggi bagi kami dan para pengikut kami di sisi-Mu dan kumpukanlah kami di haribaan rahmat-Mu."
Qashr Bani Muqatil
Rabu, 1 Muharam 61 Hijriah
· Sekelompok penduduk Kufah telah memasang kemah di persinggahan ini. Imam Husain as bertanya kepada mereka, "Apakah kalian siap membantu kami?" Sebagian menjawab, "Hati kami tidak rela untuk mati." Sebagian yang lain menjawab, "Kami memiliki banyak istri dan anak. Kami banyak menerima titipan harta masyarakat dan kami tidak bisa yakin terhadap nasib perang ini. Oleh karena itu, kami tidak siap membantumu."
· Imam Husain as memerintahkan para pemuda untuk mengambil air dan bergerak di malam hari. Beliau tertidur sejenak di atas kuda tunggangan. Setelah terbangun, beliau berkali-kali mengulangi ucapan "inna lillah wa inna ilaihi raji'un". Ali Akbar maju ke depan dan menanyakan alasan beliau mengucapkan kalimat itu. Imam Husain as menjawab, "Seorang penunggang kuda hadir di hadapanku seraya berkata, 'Kaum ini bergerak di malam hari, sedangkan kematian sedang menunggu mereka.'" Ali Akbar bertanya, "Ayahku! Bukankah kita berada dalam kebenaran?" "Demi Allah! Kita berada dalam kebenarang," jawab Imam Husain menimpali. "Jika begitu, kita tidak akan pernah takut terhadap kematian," jawab Ali Akbar tegas. "Semoga Allah menganugerahkan kebaikan kepadamu," jawab Imam Husain as.
Imam berkata kepada Ubaidullah Ju'fi di persinggahan ini, "Jika engkau enggan membantu kami, maka janganlah masuk ke dalam golongan yang memerangi kami. Demi Allah! Barang siapa mendengar jeritan kami dan enggan menolong kami, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka dengan muka di bawah."
Nainawa dan Karbala
Kamis, 2 Muharam 61 Hijriah
· Nainawa adalah sebuah tempat yang Hurr memperoleh perintah supaya Imam Husain as diberhentikan di sebuah gurun pasir yang tak berair, tak berpohon, dan tak berbenteng. Guna mencari tempat yang lebih cocok, beliau meneruskan perjalanan hingga sampai di sebuah tempat. Beliau menanyakan nama tempat ini. Ketika mendengar bahwa nama tempat ini adalah Karbala, beliau menangis seraya berkata, "Turunlah kalian. Di sinilah darah kita akan diteteskan dan tempat kuburan kita. Di sinilah kuburan kita akan menjadi tempat ziarah. Begitulah kakekku Rasulullah menjanjikan." Mendengar seruan ini, para sahabat beliau turun dan menurunkan seluruh barang bawaan. Laskar Hurr mengambil posisi di tempat berhadapan dengan laskar Imam Husain as.
· Imam Husain as mengumpulkan seluruh keluarga dan memandangi mereka. Beliau pun menangis. Setelah itu, beliau berkata, "Ilahi! Mereka telah mengusir kami dari tanah suci kakekku. Bani Umaiyah telah menzalimi hak kami. Ya Allah! Ambillah hak kami dari para lalim dan menangkanlah kami atas musuh-musuh kami."
· Ubaidullah bin Ziyah menulis sepuruk surat kepada Imam Husain as yang berisi, "Berita ketibaanmu di Karbala telah kami terima. Yazid bin Mu'awiyah telah memerintahkanku supaya aku tidak tidur sebelum membunuhmu, atau engkau menerima ketentuanku dan ketentuan Yazid bin Mua'wiyah. Wassalam." Imam Husain as berkata, "Surat ini tidak perlu dijawab, karena Ubaidullah memang sudah ditentukan menerima azab Ilahi."
Setelah Imam Husain as membaca surat Ibn Ziyad, beliau berkata, "Semoga tidak berjaya golongan yang telah rela membeli keridaan manusia dengan harga amarah Allah." (Yaitu lebih mementingkan keridaan manusia atas amarah Allah).
Karbala
Jumat, 3 Muharam 61 Hijriah
· Umar bin Sa’ad memasuki Karbala dengan laskar Kufah yang berjumlah empat ribu orang.
· Sebagian menuliskan, “Kabilah Umar bin Sa’ad (Bani Zuhrah) datang mendekati dan menyumpahnya untuk mengurungkan diri dari keputusannya (menjadi sukarelawan untuk berperang menentang Imam Husain as), karena hal ini akan menyebabkan permusuhan antara mereka dan Bani Hasyim.
· Di sisi lain, salah satu dari dua putranya yang bernama Hafsh mendorongnya untuk membunuh Imam Husain as, sedang yang lainnya memperingatkan untuk mengurungkan niat itu. Dan usulan Hafsh-lah yang terpilih. Ia bersama ayahnya memutuskan diri pergi ke Karbala untuk memerangi Imam Husain as.
· Saat Umar bin Sa’ad mengirim seseorang kepada Imam Husain as untuk mengetahui alasan kedatangan beliau ke negeri ini, beliau as berkata, “Rakyat kota Anda telah menulis surat kepadaku dan mengundangku. Jika kedatanganku telah membuat Anda tak senang, maka saya akan kembali!”
· Begitu Umar bin Sa’ad mendengar pesan Imam Husain as ini, ia berkata, “Semoga Allah melepaskanku dari memerangi Husain.”
Saat memasuki Karbala, Imam Husain as berkata, “Manusia adalah budak dunia dan agama mereka hanya menjadi hiasan di bibir. Selama kehidupan mereka masih berputar, mereka akan mengikuti agama. Namun, begitu ujian dan cobaan datang, hanya sedikit dari mereka yang masih tetap mempertahankan agamanya.”
Karbala
Sabtu, 4 Muharam 61 Hijriah
· Di masjid Kufah, Abdullah bin Ziyad berkata kepada warga yang hadir, “Wahai warga Kufah! Kalian telah menguji keturunan Abu Sufyan, dan telah menemukan mereka sebagaimana yang kalian inginkan! Kalian mengenal Yazid yang berakhlak dan berperilaku baik pada para bawahannya. Seluruh pemberian-pemberiannya berada pada tempatnya yang tepat. Demikian juga dengan ayahnya. Kini Yazid memerintahkanku untuk membagi-bagikan uang kepada kalian dan mengirimkan kalian untuk melawan musuhnya, Husain.”
· Setelah itu, ia memerintahkan untuk mengumumkan kepada seluruh warga dan mempersiapkan rakyat untuk bergerak menuju medan laga.
· Syimr bin Dzil Jausyan bersama empat ribu pasukan; Yazid bin Rakab, dua ribu, Husain bin Namir, empat ribu; Mazhayir bin Rahinah, tiga ribu, dan Nashr bin Harsyah dengan dua ribu pasukan. Keseluruhannya menyatakan diri siap berperang melawan Imam Husain as.
· Dan perjalanan menuju Karbala segera dimulai.
Dalam menjawab Qais bin Asy’ab yang menyarankannya untuk berbaiat pada Yazid, Imam Husain bin Ali as berkata, “Tidak, demi Allah! Aku tidak akan meletakkan tanganku dengan hina di atas tangan mereka, dan juga tidak akan melarikan diri dari medan laga sebagaimana para budak.”
Karbala
Minggu, 5 Muharam 61 Hijriah
· Akhirnya secara bertahap, pasukan yang terpencar di seluruh kota Kufah berkumpul dan bergabung dengan pasukan Umar bin Sa’ad. Menurut sebuah riwayat, Syabts bin Rub’i telah bergerak ke arah Karbala dengan seribu pasukan berkuda.
· Ubaidullah memerintahkan kepada sebagian pasukan untuk berdiri di jalanan yang menujuke arah Karbala dan menghalangi siapa pun yang keluar dari Kufah untuk membantu Imam Husain as.
· Karena sekelompok warga mengetahui bahwa perang melawan Imam Husain as berada dalam hukum perang menentang-Nya dan menentang rasul-Nya, maka di pertengahan jalan mereka memisahkan diri dari pasukan musuh dan melarikan diri.
· Menurut sebuah riwayat, seorang komandan laskar yang sebelumnya bergerak dari Kufah dengan seribu pasukan, begitu sampai di Karbala,pasukan yang tersisa hanya sekitar tiga atau empat ratus orang, dan selebihnya melarikan diri karena tidak memiliki keyakinan terhadap perang ini.
Penggalan dari pidato Imam Husain as yang ditujukan pada pasukan musuh, ”Perhatikanlah! Kami tidak akan pernah menyerah dengan hina. Allah, Rasul-Nya dan para mukmin tidak akan pernah menerima kehinaan untuk kami. Pangkuan-pangkuan suci yang telah membesarkan kami. Kepandaian dan keberanian mereka tidak akan pernah mengajarkan untuk mendahulukan ketaatan pada orang-orang hina atas kematian secara ksatria.”
Karbala
Senin, 6 Muharam 61 Hijriah
· Umar bin Sa’ad memperoleh sebuah surat dari Ubaidullah yang isinya demikian, “Aku tidak begitu saja menyerahkan pasukan berkuda dan pasukan berjalan kepadamu. Perhatikanlah bahwa aku memberikan tugas untuk melaporkan keadaan di sini setiap hari kepadaku.”
· Habib bin Mazhahir meminta izin kepada Imam Husain as untuk mendekati kabilah Bani Asad yang hidup di dekat daerah itu dan mengajak mereka untuk bergabung. Beliau mengizinkan. Habib kemudian mendatangi mereka dan berkata, “Ikutilah perintahku hari ini dan bergegaslah untuk membantu Husain supaya kalian berada dalam kemuliaan dunia dan akhirat.”
· Sejumlah sembilan puluh orang bangkit dan bergerak menuju Karbala. Akan tetapi, di pertengahan jalan mereka bersirobok dengan pasukan Umar bin Sa’ad, dan karena tidak memiliki pertahanan yang kuat, akhirnya mereka terpencar dan kembali ke rumah masing-masing.
· Habib mendatangi Imam Husain as dan menceritakan peristiwa ini. Beliau hanya berkata, “Laa haula wa laa quwwata illa billah.”
Surat Imam Husain as dari Karbala kepada saudaranya Muhammad bin Hanafiyah dan Bani Hasyim, “Seakan dunia sama sekali tak pernah ada (dan demikian inilah dunia yang berkesudahandan tanpa arti), sementara akhirat adalah senantiasa.”
Karbala
Selasa, 7 Muharam 61 Hijriah
· Dituliskan bahwa pasukan yang mengambil baju, senjata perang dan gaji dari pemerintah Bani Umayyah dan siap untuk berperang menentang Imam Husain as berjumlah lebih dari 30 ribu orang.
· Umar bin Sa’ad kembali mendapatkan sebuah surat dari Ubaidullah dengan isi sebagai berikut, “Jadikanlah pasukanmu untuk memisahkan antara Husain dan sahabat-sahabatnya dengan sungai Furat, sedemikian hingga bahkan tak ada setetes air pun yang sampai ke mereka, sebagaimana Utsman bin Affan dulu terhalangi dari air.”
· Kemudian Umar bin Sa’ad menempatkan 500 pasukan penunggang kuda di sisi sungai Furat. Salahsatu dari mereka berteriak, “Husain! ... Demi Allah ... Engkau tidak akan meminum air ini walau setetes pun hingga kehausan merenggut nyawamu.”
· Imam Husain as berkata, “Ilahi!! Binasakan ia dengan kehausan dan jauhkan ia dari segala rahmat-Mu!” Hamid bin Muslim mengatakan, aku melihat dengan mataku sendiri bahwa kutukan Imam Husain as betul-betul terlaksana.
Demikian Abu Abdillah Imam Husain as mengutuk pasukan musuh, “Ilahi! Tahanlah hujan-Mu dari mereka, ciptakan kesulitan dan kekeringan (sebagaimana tahun-tahun Yusuf), dan tempatkan budak Tsaqafi (Hajjaj bin Yusuf) untuk mereka supaya mereka merasakan pahitnya tegukan racun, dan ambilkan balas dendamku, para sahabatku, Ahlul Bait dan para Syiah-ku dari mereka.”
Karbala
Rabu, 8 Muharam 61 Hijriah
· Rasa kehausan di kemah-kemah makin lama terasa semakin mencekik. Imam Husain as memerintah saudaranya, Abbas, bersama beberapa orang untuk bergerak ke sungai Furat di malam hari. Dengan rencana yang matang, mereka berhasil mematahkan dan menerobos barisan musuh dan kembali ke kemah dengan kantong-kantong penuh air.
Pertemuan Imam Husain as dengan Umar bin Sa’ad
· Imam Husain berskata, “Wahai anak Sa’ad! Apakah engkau datang menemuiku dan tidak memiliki keluhan pada-Nya?” Ibnu Sa’ad mengatakan, “Jika aku memisahkan diri dari kelompok ini, maka rumahku akan rusak, kekayaanku akan dirampas, dan aku mengkhawatirkan anggota keluargaku dari kemarahan Ibnu Ziyad.” Imam Husain berkata, “Bagaimana dengan dirimu sendiri? Allah akan segera mengambil jiwamu dan engkau tidak akan terampuni di hari kiamat ... Apakah engkau mengira akan sampai pada pemerintahan Rey dan Gurgan? Demi Allah! Tidaklah demikian, karena engkau tidak akan pernah sampai pada keinginanmu.”
· Ubaidullah dalam surat selanjutnya mengancam Umar bin Sa’ad bahwa ia akan memecatnya dari tugasnya, berkata, “Jika engkau mempermainkan dan tidak mentaati perintahku, maka aku akan menyerahkan tanggung jawab pasukan ini pada Syimr bin Dzil Jausyan.”
Penggalan dari pidato Imam Husain as kepada para sahabatnya, “Wahai para keturunan besar dan agung! Bersabarlah, karena kematian hanyalah sebuah jembatan tempat kalian akan melewati segala kesulitan dan penderitaan dan mengantarkan kalian ke syurga yang luas dengan segala nikmatnya yang senantiasa.”
Karbala
Kamis, 9 Muharam 61 Hijriah
· Syimr mendatangi perkemahan Imam Husain as. Selain memanggil Abbas dan putra-putra Ummul Banin lainnya, ia mengatakan, “Aku telah mengambil surat jaminan untuk kalian dari Ubaidullah.” Secara bersamaan, mereka berkata, “Allah melaknatmu dan melaknat surat jaminanmu! Kami berada dalam keamanan dan putra dari putri Rasulullah berada dalam ancaman?!”
· Melalui saudara lelakinya, Abbas, Imam Husain as meminta kesempatan satu malam dari musuh untuk melakukan shalat, berdoa, berkhalwat dengan Tuhan dan membaca Al-Quran.
· Penggalian parit di seputar perkemahan untuk menghadapi musuh dan memutus hubungan musuh dengan perkemahan dari tiga arah. Interaksi hanya bisa dilakukan dari satu arah dimana para sahabat Imam Husain as ditempatkan. Ini adalah strategi Imam Husain as yang sangat bermanfaat bagi para sahabat.
· Sekelompok dari laskar Umar bin Sa’ad bergabung dengan pasukan Imam Husain as.
Pidato Imam Husain as kepada musuh, “Celaka kalian! Kerugian apa yang akan kalian peroleh jika mendengarkan perkataanku? Aku mengajak kalian ke jalan yang benar. Akan tetapi kalian menolak seluruh perintahku dan tidak mendengarkan perkataanku, karena perut-perut kalian telah terpenuhi oleh kekayaan haram hingga mengeraskan hati-hati kalian.”
Karbala
Jumat, 10 Muharam 61 Hijriah
· Setelah menunaikan shalat Subuh bersama para sahabatnya, Imam Husain as bersabda, “ ... Allah telah memerintahkan pada kesyahidanku dan kesyahidan kalian. Selamat atas kalian yang memilih kesabaran.”
· Imam Husain as memerintahkan Zuhair bin Qain untuk memegang komando pasukan sebelah kanan, dan Habib bin Mazhahir, pasukan sebelah kiri. Sementara bendera berada di tangan saudaranya, Abbas.
· Kendati pasukan musuh telah mendekati perkemahan, namun Imam Husain as belum memerintahkan untuk melemparkan anak panah. Beliau berkata, “Aku tidak ingin memulai perang dengan pasukan ini.”
· Umar bin Sa’ad meletakkan anak panah di panahnya dan melemparkannya ke arah para sahabat Imam Husain seraya berkata, “Saksikanlah bahwa akulah orang pertama yang melemparkan anak panah ke arah pasukan Husain.” Kemudian tindakan ini diikuti oleh para pasukan Umar bin Sa’ad. Mereka membidik para sahabat Imam Husain as dari segala arah.
· Imam Husain as bersabda, “Bangkitlah wahai para sahabatku, dan bergegaslah menuju kesyahidan! Allah akan mengampuni kalian.”
· Pada serangan pertama, lebih dari empat puluh sahabat Imam Husain as gugur syahid. Selebihnya, secara bergilir satu persatu dari mereka maju ke medan pertempuran untuk bergegas menyambut kesyahidan. Ketika seluruh sahabat telah gugur, tibalah giliran keturunan Bani Hasyim untuk maju ke medan laga bersabung nyawa. Namun mereka pun mereguk madu kesyahidan, seluruhnya, tanpa tersisa.
Kini Imam Husain as sendirian, tak berteman. Dengan pandangan penuh haru,beliau memandang ke arah jasad-jasad suci para sahabatnya dan memanggil mereka satu persatu, kemudian bergerak ke arah perkemahan untuk mengucapkan perpisahan terakhir. Setelah itu, beliau lantas mengeluarkan pedang dari sarungnya, berdiri berhadapan dengan musuh, dan memulai peperangan yang tak seimbang. Musuh segera mengepungnya dari segala arah. Tiba-tiba, sebuah anak panah bercabang tiga mengenai dada sebelah kirinya, menancap tepat di jantungnya, sementara tubuh sucinya dipenuhi oleh seratus lebih anak-anak panah yang menancap. Imam Husain as tersungkur jatuh, gugur syahid. Ruhnya yang mulia bergabung ke alam malakut yang tinggi. Jeritan para wanita dan anak-anak, bahkan para malaikat membahana, mengharu biru dan memenuhi belantara langit.
Karbala
Tragedi Petang Hari Asyura
· Sore hari kesepuluh, setelah kesyahidan Imam Husain as,
Yazid memerintahkan laskarnya untuk merampas, menjarah, membakar perkemahan dan menyiksa para keluarga kenabian. Dengan membabi buta mereka segera menaati perintah ini. mereka menyerbu ke arah perkemahan Imam Husain as, menjarah peralatan, pakaian dan unta-unta, dan kadang kala tanpa malu terlihat tengah merebut dan mengambil paksa pakaian dari tangan seorang wanita Ahlul Bait as. Putri-putri Rasulullah saw dan keluarga Imam Husain as keluar dari perkemahan, menangis dan menjerit karena kehilangan para pelindung dan orang-orang yang mereka kasihi.
· Setelah itu, dengan kepala terbuka, kaki telanjang dan pakaian-pakaian yang telah terjarah, keluarga ini menjadi tawanan Umar bin Sa’ad. Perempuan-perempuan agung ini berkata, "Lewatkanlah kami dari tempat terbunuhnya Imam Husain as." Saat pandangan mereka jatuh ke jasad para syuhada, kembali terdengar jeritan dan raungan yang membahana. Mereka menampari wajah-wajah mereka sendiri. Setelah peristiwa ini, Umar bin Sa’ad yang terlaknat, mengumumkan pada laskarnya, “Siapakah diantara kalian yang bersedia menginjak-injak punggung dan dada Husain dengan kuda?!” Sepuluh orang bangkit menyatakan kesediaannya, dan mulai mengarahkan kuda-kudanya untuk menginjak-injak tubuh mulia Imam Husain as.
· Sore itu juga, Umar bin Sa’ad memerintah pasukan Khuli bin Yazid Ashbahi dan Hamid bin Muslim Azdi untuk mengirimkan kepala mulia Imam Husain as ke Ubaidullah bin Ziyad di Kufah. Sementara yang lainnya mengumpulkan kepala-kepala para sahabat dan keluarga beliau yang berjumlah tujuh puluh dua kepala, kemudian mengirimkan seluruh kepala ini ke Kufah bersama Syimr bin Dzil Jausyan dan Qais bin Asy’ats. Setelah itu, mereka mulai mencari-cari orang-orang mereka yang terbunuh lalu menguburkannya. Namun jenazah Imam Husain dan para sahabatnya yang tak berkepala tetap dalam keadaan telanjang di sahara Karbala sampai hari kedua belas Muharam, hingga akhirnya kabilah Bani Asad menguburkan mereka atas arahan Imam Sajjad as.
Karbala
Sabtu, 11 Muharam 61 Hijriah
· Pada hari kesebelas Muharam, Umar bin Sa’ad mengeluarkan perintah untuk meninggalkan Karbala menuju Kufah, para wanita dan harim Imam Husain as dinaikkan ke atas unta-unta yang tak berperlengkapan. Para keluarga nubuwwat ini ditawan layaknya para tawanan kafir yang berada dalam kondisi tersulit dan penderitaan terberat. Saat bergerak dari Karbala, Umar bin Sa’ad memerintahkan untuk mengarahkan para tawanan ke medan pertempuran. Qais bin Qurrah mengatakan, “Aku tak akan pernah melupakan bagaimana kondisi Zainab putri Fatimah as saat melihat jasad Husain yang tak berkepala dan tersungkur di atas tanah, jeritannya begitu menyayat." Imam Sajjad as berkata, “Saat aku memandang jasad para syuhada yang tersungkur di atas tanah dan tiada seorang pun dari mereka yang bersedia menguburkannya, dadaku penuh sesak dan rasa berat yang tak terhingga telah melingkupiku hingga hampir saja jiwaku melayang. Saat mengetahui keadaanku, bibiku Zainab menenangkanku supaya aku sabar menghadapi semuanya.”
Tiada cara bagiku ‘tuk tak pergi dan tak meninggalkanmu,
Wahai tubuh yang tercabik-cabik, kuserahkan dirimu pada-Nya
Kufah
Minggu, 12 Muharam 61 Hijriah
· Selain sebelumnya Ubaidullah bin Ziyad telah melakukan propaganda salah untuk menentang Imam Husain as dan para keturunannya, dan memperkenalkan beliau sebagai orang asing, kini ia juga mendorong rakyat Kufah untuk hadir dalam pesta perayaan kemenangan.
· Rakyat Kufah yang gembira atas kemenangan ini berdatangan ke lorong-lorong dan pasar untuk melihat para tawanan. Namun tiba-tiba kegembiraan sebagian besar dari mereka yang memiliki sedikit cahaya keimanan di dalam kalbu berubah menjadi api kebencian dan kesedihan saat mendengar pidato Imam Sajjad as dan bibinya, Zainab Kubra sa yang berkobar.
· Selama berada di Kufah, kedua manusia agung ini bersama mereka yang tersisa dari tragedi Karbala, berada di antara rakyat sebagai tawanan perang dan berjalan di antara kepala-kepala syuhada Karbala yang ditancapkan di ujung-ujung tombak.
· Perlahan-lahan, para penduduk Kufah mempertanyakan keturunan dan asal para tawanan ini. Mereka memasuki Darul Imarah dengan keraguan dan pertanyaan-pertanyaan yang senada hingga akhirnya mendapatkan jawabannya dalam pertemuan Ubaidullah bin Ziyad, penguasa bengis Kufah dan penyebab utama kesyahidan Imam Husain as.
· Di depan kemarahan para tawanan dan penduduk, Ubaidullah bin Ziyad mengambil tongkat kayu seraya memukul kepala mulia Imam Husain as dan menyatakan bahwa kejadian ini merupakan kemenangan baginya di medan laga, dan terbunuhnya Imam Husain merupakan kehendak-Nya. Saat itulah ia mendapatkan jawaban yang mematikan dan sangat pedas dari Zainab as dan Imam Ali bin Imam Husain as yang menyebabkan kehinaan Yazid dan para keturunan Yazid.
Setelah sehari (atau beberapa hari, menurut sebuah riwayat) Ibnu Ziyad membawa kepala-kepala para syuhada untuk berkeliling di lorong-lorong dan tempat-tempat di Kufah, ia kemudian mengirimkan mereka ke Yazid bin Muawiyyah di Syam. Setelah itu, menyerahkan para tawanan pada tanggung jawab Mukhaddhar bin Tsa’labah ‘Aidzi dan Syimr bin Dzil Jausyan untuk membawa mereka ke Syam. Ia memerintahkan supaya tubuh Zainal Abidin as diikat, kedua tangannya dikuncikan di leher, kemudian dinaikkan ke atas seekor unta yang tak berperlengkapan.
Di Pinggiran Sungai Furat
· Para pembawa kepala-kepala syuhada menurunkan bawaannya di rumah peristirahatan pertama, lalu sibuk bergembira dan mempermainkan kepala suci Imam Husain as dan menghabiskan sebagian malam untuk minum dan bermabuk-mabuk. Namun, tiba-tiba sebuah tangan keluar dari tembok dan menuliskan sebuah sajak dengan tinta darah dari sebuah pena besi, dan mengatakan, “Apakah kelompok yang membunuh Imam Husain as akan menerima syafaat dari kakeknya pada hari kiamat?”
· Di dekat tempat kejadian, seorang rahib yang saat itu tengah sibuk bermunajat di tempat peribadatannya mendengar perkataan ini. Ia bangkit. Dari jendela, ia melihat sebuah tombak yang tersandar di tembok dengan cahaya yang terang benderang hingga menuju langit. Ia juga melihat para malaikat langit yang turun berkelompok-kelompok ke arahnya. Rahib menyaksikan kejadian ini dengan takjub. Rasa ketakutan melingkupinya. Ia keluar dari tempatnya dan mendekati para pengikut Ibnu Ziyad, bertanya, “Siapakah pemimpin kalian?” Menjawab, “Khuli.”
· Rahib mendatangi Khuli dan bertanya, “Kepala siapakah itu?” Menjawab “Kepala seorang asing yang melakukan perlawanan di tanah Irak dan ia terbunuh di tangan Ibnu Ziyad.” Berkata, “Siapa namanya?”, menjawab “Husain bin Ali bin Abi Thalib.” Bertanya, “Siapa nama ibunya?” menjawab, “Fatimah binti Muhammad Mushtafa.” Berkata, “Apakah ia adalah Muhammad, nabi kalian?”, menjawab, “Benar”, berkata, “Binasalah kalian dengan apa yang telah kalian lakukan.”
· Rahib mendesak mereka untuk menyerahkan kepala tersebut hingga pagi hari di rumahnya. Khuli mengatakan, kami tidak bisa menyerahkannya hingga kami membawanya kepada Yazid bin Muwiyyah dan mengambil hadiah darinya. Rahib bertanya, “Berapakah hadiah yang dijanjikan kepada kalian? Aku akan memberikan sepuluh ribu dirham.”
Khuli menerima dirham tersebut dan menyerahkan kepala mulia Imam Husain as ke tangan sang rahib. Rahib meletakkan kepala tersebut di atas sajadahnya dan mengharumkannya dengan minyak misik, kemudian menangis sepanjang malam. Ketika pagi tiba, ia berkata, “Wahai kepala! Aku tidak memiliki sesuatu selain tubuh. Akan tetapi, aku bersaksi bahwa tiada sembahan selain Tuhan. Kakekmu adalah Muhammad, rasul-Nya dan aku bersaksi bahwa aku adalah budak dan hambamu. Wahai Abu Abdillah, demi Allah!Sangat sulit bagiku tidak berada di Karbala dan mengorbankan jiwaku untukmu. Wahai Abu Abdillah! Saat engkau bertemu dengan kakekmu, bersaksilah untukku bahwa aku telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan telah berkhidmat kepadamu dan kepada Islam." Kemudian rahib berkata, Asyhadu anlaa ilaha illa huwa...., kemudian ia menyerahkan kembali kepala tersebut kepada mereka. Setelah peristiwa ini, ia keluar dari tempat peribadatannya dan mengabdikan diri pada Ahlul Bait as.
Takrit
· Saat kafilah Karbala sampai di Takrit, para petugas menulis surat kepada gubernur setempat yang berisi, "Temuilah kami, karena kami bersama kepala orang-orang asing." Setelah gubernur membaca surat ini, ia memerintahkan untuk segera mengibarkan bendera-bendera, memukul genderang dan menghias kota. Rakyat dari segala penjuru kota pun berdatangan. Gubernur bergerak keluar untuk menemui mereka dan setiap kali ditanyakan kepada mereka tentang siapakah kepala ini, ia akan menjawabnya dengan mengatakan bahwa ini adalah kepala orang asing yang bangkit untuk menentang Yazid, dan Ibnu Ziyad telah berhasil membunuhnya. Namun, seorang Nashrani yang hadir di tempat itu mengatakan, “Wahai rakyat Takrit! Aku berada di Kufah saat kepala ini dibawa. Ini bukanlah kepala orang asing. Ini tidak lain adalah kepala Imam Husain as.”
· Begitu mendengar perkataan ini, mereka langsung menggantikan bunyi genderang dengan membunyikan terompet untuk memperingati kebesaran Imam Husain as, dan mengatakan bahwa kami membenci kaum yang membunuh putra dari putri nabi mereka sendiri.
· Saat mendengar kabar mengenai reaksi rakyat Takrit yang seperti ini, petugas Yazid mengurungkan diri untuk memasukkan kafilah tawanan Karbala ke kota itu. Selanjutnya kafilah duka ini melanjutkan perjalanannya dari luar Takrit melalui padang sahara.
A’ma, Dair ‘Urwah, Dan Shalita
· Perjalanan dari Takrit terus berlanjut hingga sampai ke sebuah daerah bernama A’ma, setelah itu dilanjutkan ke Dair ‘Urwah, dan seterusnya tanpa henti menuju ke Shalita.
Nakhlah
· Saat sampai di daerah bernama Wadi Nakhlah, waktu telah menjelang malam, dan di sini pulalah kafilah berhenti dan melewati malam. Pada malam itu, suara jeritan, raungan, tangisan anak-anak dan senandung duka para wanita kembali terdengar. Tangisan dan tetesan air mata yang menghikayatkan duka, derita dan nestapa karena kehilangan orang-orang terkasih. Akan tetapi, mata dan hati buta para petugas kafilah sama sekali tak tergugah dan tersentuh oleh air mata dan tangisan-tangisan ini. Hingga Shubuh, para petugas Yazid disibukkan dengan pesta pora dan hura-hura.
Marsyad dan Lina
· Dari Wadi Nakhlah, kafilah duka Karbala bergerak ke arah Marsyad. Pada awalnya kaum lelaki dan perempuan kota ini berdatangan untuk menyambut mereka. Namun ketika mereka menyaksikan kondisi para tawanan ini, segera suara isakan, jerit dan tangisan membahana ke awan, dan ketakutan mereka untuk menyerang para pembunuh Imam Husain as pun sirna.
Mushal dan Sinjar
· Di dekat daerah Mushal, para petugas Yazid menulis sebuah surat kepada gubernur Mushal untuk menghias kota dan mempersiapkan diri melakukan acara penyambutan bagi kedatangan kafilah duka Karbala.
· Sesuai dengan perintah penguasa setempat, kota Mushal telah dipercantik, lampu-lampu benderang dan gemerlapan telah menghias kota dan semarak kota terlihat di seluruh penjuru kota.
· Rakyat di daerah ini bertanya-tanya, apa gerangan yang menyebabkan seluruh kegembiraan dan kebahagiaan ini? Dalam jawabannya dikatakan, “Ubaidullah telah membunuh sejumlah orang yang menentang Yazid dan mereka akan mengirimkan kepala-kepalanya kepada Yazid.”
· Namun, seseorang yang berada di tengah-tengah rakyat mulai meneriakkan kata-kata, “Wahai rakyat Mushal! mereka semua berbohong. Ketahuilah bahwa sebenarnya yang telah dibunuh oleh Ibnu Ziyad bukanlah orang-orang asing. Mereka tidak lain melainkan putra Rasulullah dan dalam kafilah ini terdapat kepala Imam Husain yang hendak diserahkan ke Yazid.”
Nashibain
· Di Nashibain, penguasa kota mengeluarkan perintah untuk memperindah kota. Saat orang yang membawa kepala Imam hendak memasuki kota, tiba-tiba kuda yang ditungganginya tidak mengikuti perintah tuannya sehingga dipersiapkanlah kuda yang lain. Namun, kuda yang ini pun melakukan tindakan yang serupa, dan kejadian ini terulang beberapa kali. Hingga akhirnya mereka melihat kepala mulia Imam Husain as yang berada di atas tanah. Ibrahim Mushali mengambil dan mengamatinya baik-baik hingga mengenalinya. Setelah itu ia segera melaknat dan mengutuk para petugas. Saat warga kota menyaksikan peristiwa ini, mereka segera memutuskan untuk membunuh pembawa kepala Imam Husain as. Akhirnya karena ketakutan dengan reaksi rakyat, kepala Imam Husain as tidak jadi dibawa masuk ke kota ini.
'Ainul Ward dan Da'awat
· Setelah keluar dari Nashibin, kafilah Karbala memasuki ‘Ainul Ward. Para pembesar dan rakyat kota ini sepakat untuk mengarak kepala-kepala para syuhada dan mengambil keputusan untuk memasuki kota dari pintu ‘Arbain. Selanjutnya, kepala bercahaya Imam Husain as ditancapkan di atas tombak, diletakkan di alun-alun kota, dan menjadi tontonan rakyat dari tengah hari hingga petang. Sekelompok dari mereka bergembira, karena ini adalah kepala-kepala asing, sementara sekelompok lainnya menangis.
Qansarin
· Qansarin merupakan sebuah tempat yang ramai dan berpenduduk banyak. Ketika warga kota ini mendapatkan informasi mengenai kedatangan kafilah ini, mereka segera menutup pintu gerbang kota dan melarang mereka memasukinya. Mereka melaknat rakyat Bani Umayyah dan melempari batu kepada para petugas dan mengatakan, “Wahai orang-orang jahat! Wahai para pembunuh putra-putra para Nabi! Demi Allah! Kalian jangan memasuki kota kami, kendati kalian membunuh orang terakhir dari kami.”
Halb
· Kafilah berhenti untuk sejenak beristirahatdi samping sebuah gunung bernama Jausyan selama satu malam. Para pembawa kepala Imam meletakkan kepala mulia Imam di atas sebuah batu. Saat terbit matahari dan kepala diangkat dari sana, beberapa tetes darah dari kepala Imam Husain mengalir di atas batu. Rakyat kota ini baru menyadari masalah ini setelah kafilah bergerak. Setelah kepergian kafilah, mereka berkumpul di sekitar tetesan-tetesan darah itu dan melakukan majelis duka di tempat ini.
Kufr Thab
· Pintu gerbang di benteng kecil ini tertutup untuk kafilah. Rakyat duduk di atas menara dan tidak bersedia memberikan perbekalan kepada para petugas Yazid, bahkan mereka juga tidak bersedia memberikan sedikit pun air kepada mereka. Khuli mendekati Hushain dan berteriak, “Wahai rakyat Kufr Thab! Bukankah kalian berada di bawah ketaatan pada kami, lalu kenapa kalian tidak bersedia memberikan air kepada kami?!”
· Rakyat menjawab, “Demi Zat-Nya! Kami tidak akan memberikan air kepada kalian, sekalikan setetes. Kalianlah yang telah menutup air atas para keturunan Telaga Kautsar dan membuat mereka syahid dengan bibir-bibir yang kehausan.”
Ma'arrah Nu'man
· Para penghuni kota ini membuka pintu gerbang untuk menyambut kedatangan kafilah Karbala ke kota ini. Mereka menjamu laskar Yazid, memberikan air dan perbekalan kepada mereka dan laskar ini menghabiskan beberapa hari di tempat ini.
Humah dan Himsh
· Setelah melewati Humah, akhirnya kafilah duka Karbala tiba di tempat bernama Himsh. Kota Himsh telah berhiaskan dengan bendera-bendera merah dan kuning untuk menyambut kedatangan kafilah ini. Namun, ketika rakyat kota menyadari bahwa tawanan kafilah ini adalah para putra Ali bin Abi Thalib as dan para putra Rasulullah saw, mereka merasa bersalah dan para perempuan kota segera melakukan majelis duka dan bersenandung duka.
· Para lelaki kota yang kecewa dengan keadaan ini, mulai melemparkan bebatuan ke arah laskar Ibnu Ziyad. Karena lemparan ini, sekitar dua puluh enam orang dari pasukan Yazid menemui ajalnya.
· Rakyat menutup pintu gerbang kota dan menyatakan bahwa kami tidak akan membiarkan satu orang pun dari kalian yang selamat melewati pintu. Kami harus membunuh Khuli dan mengambil kembali kepala Imam Husain as, dan hingga hari kiamat, kebanggaan ini akan menjadi milik kami.
· Laskar Ibnu Ziyad akhirnya mengambil kepala-kepala dan para tawanan dari pintu-pintu kota lainnya dan melarikan diri.
Ba'labak
· Saat para tawanan sampai di dekat kota Ba’labak, rakyat mengibarkan bendera-bendera perayaan, bahkan anak-anak juga dipaksa untuk keluar dari kota hingga satu farsakh untuk menyambut mereka. Sejumlah banyak rakyat lain, keluar dari kota dan mulai menggelar perayaan dengan cara mereka sendiri.
· Ummu Kultsum berkata kepada mereka, “Allah akan memecah belah dan memusnahkan kalian, dan kalian akan dikuasai oleh mereka yang tidak memiliki belas kasih kepada kalian.”
Dair Nashraniyan
· Sore mulai beranjak malam Kafilah yang tengah berada di dekat Syam mendengar berita bahwa akan ada sekelompok orang yang hendak menumpahkan darah malam ini untuk membebaskan para tawanan. Mendengar kabar ini, laskar Ibnu Ziyad segera mencari perlindungan ke Dair Nashraniyah.
· Seorang rahib mengatakan, “Dair ini tidak memiliki tempat untuk kalian. Masukkanlah kepala-kepala itu dan para tawanan, sementara kalian berjaga-jaga di balik tembok-tembok benteng untuk mengawasi supaya tidak ada musuh yang menyerang kalian."
· Rahib menempatkan para tawanan di tempat yang layak dan meletakkan kepala para syuhada di sebuah ruang khusus. Saat malam tiba, sang rahib tua mensucikan dan mengharumkan dirinya, memasuki ruangan dan membuka kunci kotak tempat penyimpanan kepala Imam Husain as. Ia segera mengeluarkan kepala mulia itu ia dari kotak dan dengan penghormatan sempurna ia mulai mencucinya dengan air bunga dan lalu mengharumkannya dengan minyak wangi. Setelah itu, ia meletakkannya ke arah kiblat dan berdiri di depannya.
· Malam itu sang rahib mengajak para muridnya untuk memeluk agama Islam dan mengusulkan kepada Imam Sajjad as bahwa mereka akan berperang dan membunuh para petugas Yazid. Namun, Imam Sajjad tidak mengijinkannya seraya berkata, “Allah sendirilah yang akan mengambil balas dendam dari mereka.”
Suriah (Damaskus, Syam)
Tanggal Masuk: 1 Shafar 61 Hijriah
· Kafilah Ahlul Bait Abu Abdillah Imam Husain as memasuki kota Damaskus pada hari pertama Shafar, dan hari itu Bani Umayyah menyelenggarakan pesta perayaan.
· Setelah melewati perjalanan panjang dari Kufah hingga Syam, dan diarak di berbagai kota di sepanjang perjalanan bersama kepala-kepala bercahaya para syahid Karbala, kini kepala-kepala ini diarahkan menuju kota Damaskus.
· Saat mendekati pintu gerbang Damaskus, Ummu Kultsum memanggil Syimr dan berkata, “Bawalah kami memasuki kota Syam dari pintu gerbang yang tidak ramai oleh penduduk. Jauhkan kepala-kepala dari beludru-beludru supaya rakyat tidak melihat ke arah kami.”
· Berlawanan dengan apa yang diminta oleh putri Fatimah as dan cucu Rasul saw, Syimr dengan keras kepala malah memerintahkan supaya kepala para syuhada ditancapkan di atas tombak-tombak, ditempatkan di antara beludru-beludru, kemudian melenggangkan mereka di tengah-tengah rakyat yang datang menonton.
· Para perempuan dan anak-anak Ahlul Bait diarahkan untuk melewati pintu gerbang utama Damaskus, diarak di tengah-tengah pasar kota, sementara Zainab Kubra dan putri-putri Imam Husain bin Ali as berada di antara mereka.
· Peristiwa lain yang terjadi di Syam adalah kehadiran Ahlul Bait Imam Husain as di tempat perjamuan Yazid. Dalam majelis pertemuan ini, Imam Zainal Abidin as dan Zainab Kubra dengan khotbah-khotbahnya berhasil menjelaskan banyak realita dan fakta untuk rakyat dan membongkar wajah Yazid dan keturunan Yazid yang zalim dan bengis.
· Kejadian lainnya di kota ini adalah penempatan kafilah Ahlul Bait di reruntuhan bangunan.
· Dan tragedi paling menyayat adalah meninggalnya Ruqayyah, putri Imam Husain yang baru berusia tiga tahun di reruntuhan ini dikarenakan luka yang dideritanya selama masa tawanan. Ia meninggal di sisi kepala ayahnya.
Sumber rujukan:
· Al-Maqtal, Muqarram, terjemahan Azizullah ‘Atharudi.
· Khulaseh-ye Tarikh-e Islam, Rasuli Mahallati, ringkasan Chenarani.
· Zendegani-ye Hazrat-e Abi Abdillah Al-Husain as, Imadzadeh.
· Sokhanan-e Husain bin Ali as az Madinah ta Syahadat, Muhammad Shadiq Najmi.
· Qesseh-ye Karbala, Ali Nazari Munfarid.
· Waq’ah Al-Thuff, Abi Mikhnaf, riset ulang Muhammad Hadi Yusufi.
· Al-Husain fi Thariqih ila Al-Syahadah, Sayid Ali Hasyimi.
Kewajiban haji dan umrah dalam islam
Pengertian haji dan Umrah
Pengertian haji menurut syara’ adalah : menuju ka’bah untuk beribadah dengan melakukan beberapa perbuatan yaitu : Ihram, Wukuf, Thawaf, Sa’I dan Thawaf Nisa(Perempuan).
Sedangkan pengertian umrah menurut syara’ adalah : menuju ka’bah untuk beribadah dengan melakukan amalan-amalan berikut yaitu ihram, thawaf, sa’I, thawaf nisa dan cukur atau memotong rambut.
Hukum Haji dan Umrah
Hukum Haji
Haji sebagai salah satu ibadah dalam islam menjadi rukun Islam kelima hukumnya wajib sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam yang memenuhi syarat, berdasarkan firman Allah SWT:
... وَ للَّهِ عَلى النَّاسِ حِجُّ الْبَیْتِ مَنِ استَطاعَ إِلَیْهِ سبِیلاً
(آل عمران 97)
Artinya:
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah
(Q.S. AUImran;97)
Kisah Imam Husein
Mimpi Ummul Fadhl
Suatu hari Ummul Fadhl, isteri Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad Saw) berkata, “Kemarin malam aku bermimpi tentang kelahiran Husein. Pada waktu itu aku menyaksikan sebagian daging badan Nabi terpisah dan jatuh di atas pangkuanku.”
Keesokan harinya aku segera menghadap Rasulullah Saw dengan penuh kekhawatiran. Sesampainya aku di hadapan Nabi, aku menceritakan semua yang kulihat dalam mimpiku kepada beliau. Nabi begitu gembira mendengar kisahku dan berkata, “Wahai Ummul Fadhl, kabar gembira yang engkau berikan kepadaku. Ta’bir mimpimu demikian. Allah Swt akan segera menganugerahkan aku seorang anak dan ia akan kuserahkan kepadamu untuk disusui.” (Kisah yang sama juga disebutkan terkait kelahiran Imam Hasan as seperti dalam “Sad Pand va Hekayat” az Zendegi Emam Hassan as)
Sehari setelah bertemu dengan Nabi, Sayidah Fathimah melahirkan seorang bayi dan Nabi menyerahkannya kepadaku untuk kususui.
Suatu hari aku membawa Husein kepada Rasulullah Saw. Beliau meletakkan bayi itu di atas lututnya kemudian menciumnya. Saat itu Husein mengencingi pakaian Nabi. Saya merasa tidak enak dan langsung ingin mengambilnya dari pelukan Nabi. Tapi yang terjadi Husein malah menangis. Rasulullah Saw kemudian berkata, “Ummul Fadhl, bajuku dengan mudah dicuci, tapi engkau telah menyakiti anakku.”
Aku akhirnya membiarkan Husein. Aku kemudian keluar dari kamar untuk mengambil air. Setelah itu aku kembali ke kamar dan menyaksikan Nabi Muhammad Saw sedang menangis. Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Mengapa engkau menangis?”
Nabi menjawab, “Beberasa saat lalu Jibril mengabarkan kepadaku bahwa orang terburuk dari umatku akan membunuh Husein.
Sumber: “Sad Pand va Hekayat”Husein
Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal adalah masjid negara Republik Indonesia yang terletak di pusat ibukota Jakarta. Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Soekarno di mana pemancangan batu pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan.
Lokasi kompleks masjid ini berada di bekas Taman Wilhelmina, di timur laut lapangan Medan Merdeka yang ditengahnya berdiri Monumen Nasional (Monas). Di seberang timur masjid ini berdiri Gereja Katedral Jakarta. Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima lantai dan satu lantai dasar. Masjid ini memiliki gaya arsitektur modern dengan dinding dan lantai berlapis marmer, dihiasi ornamen geometrik dari baja antikarat. Bangunan utama masjid dimahkotai satu kubah besar berdiameter 45 meter yang ditopang 12 tiang besar. Menara tunggal setinggi total 96,66 meter menjulang di sudut selatan selasar masjid. Masjid ini mampu menampung lebih dari dua ratus ribu jamaah.
Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia, aktivitas sosial, dan kegiatan umum. Masjid ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal di Jakarta. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung umumnya wisatawan domestik, dan sebagian wisatawan asing yang beragama Islam. Masyarakat non-Muslim juga dapat berkunjung ke masjid ini setelah sebelumnya mendapat pembekalan informasi mengenai Islam dan Masjid Istiqlal, meskipun demikian bagian yang boleh dikunjungi kaum non-Muslim terbatas dan harus didampingi pemandu.
Pada tiap hari besar Islam seperti Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru Hijriyah, Maulid Nabi Muhammad dan Isra dan Mi'raj, Presiden Republik Indonesia selalu mengadakan kegiatan keagamaan di masjid ini yang disiarkan secara langsung melalui televisi nasional (TVRI) dan sebagian televisi swasta.
Nama Masjid
Masjid Istiqlal merupakan masjid negara Indonesia, yaitu masjid yang mewakili umat muslim Indonesia. Karena menyandang status terhormat ini maka masjid ini harus dapat menjadi kebanggaan bangsa Indonesia sekaligus menggambarkan semangat perjuangan dalam meraih kemerdekaan. Masjid ini dibangun sebagai ungkapan dan wujud dari rasa syukur bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, atas berkat dan rahmat Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat kemerdekaan, terbebas dari cengkraman penjajah. Karena itulah masjid ini dinamakan "Istiqlal" yang dalam bahasa Arab berarti "Merdeka".
Sejarah
Setelah perang kemerdekaan Indonesia, mulai berkembang gagasan besar untuk mendirikan masjid nasional. Ide pembangunan masjid tercetus setelah empat tahun proklamasi kemerdekaan. Gagasan pembangunan masjid kenegaraan ini sejalan dengan tradisi bangsa Indonesia yang sejak zaman kerajaan purba pernah membangun bangunan monumental keagamaan yang melambangkan kejayaan negara. Misalnya pada zaman kerajaan Hindu-Buddha bangsa Indonesia telah berjaya membangun candi Borobudur dan Prambanan. Karena itulah di masa kemerdekaan Indonesia terbit gagasan membangun masjid agung yang megah dan pantas menyandang predikat sebagai masjid negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Perencanaan
Pada tahun 1950, KH. Wahid Hasyim yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia dan H. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Pertemuan dipimpin oleh KH. Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan masjid. Gedung pertemuan yang bersebelahan dengan Istana Merdeka itu, kini tinggal sejarah. Deca Park dan beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai.
Masjid tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan, yang secara istilah menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat berupa kemerdekaan bangsa.
Pada pertemuan di gedung Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati H. Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Beliau juga ditunjuk secara mufakat sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal meskipun beliau terlambat hadir karena baru kembali ke tanah air setelah bertugas sebagai delegasi Indonesia ke Jepang membicarakan masalah pampasan perang saat itu.
Pada tahun 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan rencana pembangunan masjid itu kepada kepala negara. Presiden Soekarno menyambut baik rencana tersebut, bahkan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal. Kemudian Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal 7 Desember 1954.
Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak beliau ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Februari 1955. Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan diundang untuk turut serta dalam sayembara itu.
Terjadi perbedaan pendapat mengenai rencana lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Ir. H. Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI) berpendapat bahwa lokasi yang paling tepat untuk pembangunan Masjid Istiqlal tersebut adalah di Jl. Moh. Husni Thamrin yang kini menjadi lokasi Hotel Indonesia. Dengan pertimbangan lokasi tersebut berada di lingkungan masyarakat Muslim dan waktu itu belum ada bangunan di atasnya.
Sementara itu, Ir. Soekarno (Presiden RI saat) mengusulkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina, yang di dalamnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat perdagangan serta dekat dengan Istana Merdeka. Hal ini sesuai dengan simbol kekuasaan kraton di Jawa dan daerah-daerah di Indonesia bahwa masjid harus selalu berdekatan dengan kraton atau dekat dengan alun-alun, dan Taman Medan Merdeka dianggap sebagai alun-alun Ibu Kota Jakarta. Selain itu Soekarno juga menghendaki masjid negara Indonesia ini berdampingan dengan Gereja Katedral Jakarta untuk melambangkan semangat persaudaraan, persatuan dan toleransi beragama sesuai Pancasila.
Pendapat H. Moh. Hatta tersebut akan lebih hemat karena tidak akan mengeluarkan biaya untuk penggusuran bangunan-bangunan yang ada di atas dan di sekitar lokasi. Namun, setelah dilakukan musyawarah, akhirnya ditetapkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina. Untuk memberi tempat bagi masjid ini, bekas benteng Belanda yaitu benteng Prins Frederick yang dibangun pada tahun 1837 dibongkar.
Sayembara rancang bangun masjid
Dewan Juri sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal, terdiri dari para Arsitek dan Ulama terkenal. Susunan Dewan Juri adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan anggotanya Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H. Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Sayembara berlangsung mulai tanggal 22 Februari 1955 sampai dengan 30 Mei 1955. Sambutan masyarakat sangat menggembirakan, tergambar dari banyaknya peminat hingga mencapai 30 peserta. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, dan hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.
Setelah dewan juri menilai dan mengevaluasi, akhirnya ditetapkanlah 5 (lima) peserta sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah:
1. Pemenang Pertama: Fredrerich Silaban dengan disain bersandi Ketuhanan
2. Pemenang Kedua: R. Utoyo dengan disain bersandi Istighfar
3. Pemenang Ketiga: Hans Gronewegen dengan disain bersandi Salam
4. Pemenang Keempat: 5 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Ilham
5. Pemenang Kelima: adalah 3 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Khatulistiwa dan NV. Associatie dengan sandi Lima Arab
Pada tanggal 5 Juli 1955, Dewan Juri menetapkan F. Silaban sebagai pemenang pertama. Penetapan tersebut dilakukan di Istana Merdeka, sekaligus menganugerahkan sebuah medali emas 75 gram dan uang Rp. 25.000. Pemenang kedua, ketiga, dan keempat diberikan hadiah. Dan seluruh peserta mendapat sertifikat penghargaan.
Pembangunan
Pemancangan tiang pertama dilakukan oleh Presiden Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, disaksikan oleh ribuan umat Islam.
Selanjutnya pelaksanaan pembangunan masjid ini tidak berjalan lancar. Sejak direncanakan pada tahun 1950 sampai dengan 1965 tidak mengalami banyak kemajuan. Proyek ini tersendat, karena situasi politik yang kurang kondusif. Pada masa itu, berlaku demokrasi parlementer, partai-partai politik saling bertikai untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada tahun 1965 saat meletus peristiwa G30S/PKI, sehingga pembangunan masjid terhenti sama sekali. Setelah situasi politik mereda,pada tahun 1966, Menteri Agama KH. M. Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini. Kepengurusan dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.
Tujuh belas tahun kemudian, Masjid Istiqlal selesai dibangun. Dimulai pada tanggal 24 Agustus 1961, dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978, ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam. Biaya pembangunan diperoleh terutama dari APBN sebesar Rp. 7.000.000.000,- (tujuh miliar rupiah) dan US$. 12.000.000 (dua belas juta dollar AS).
Peristiwa kontemporer
Karena Masjid Istiqlal adalah masjid nasional Republik Indonesia, setiap upacara atau peringatan hari besar Islam senantiasa digelar di masjid ini. Misalnya Hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Isra Mi'raj, dan Maulid Nabi digelar di masjid ini dan diliput televisi nasional. Untuk turut memeriahkan perhelatan Visit Indonesia Year 1991 digelarlah Festival Istiqlal yang pertama pada tahun 1991. Festival ini digelar untuk memamerkan seni dan kebudayaan Islam Indonesia, turut hadir perwakilan negara sahabat berpenduduk muslim seperti Iran, Arab Saudi, dan perwakilan muslim China dari Uighur. Festival Istiqlal yang kedua digelar pada tahun 1995 untuk memperingati 50 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada pukul 15.20 WIB hari Senin, 19 April 1999 bom meledak di lantai dasar Masjid Istiqlal. Letusan ini meretakkan tembok dan memecahkan kaca beberapa kantor organisasi Islam yang berkantor di Masjid Istiqlal, termasuk kantor Majelis Ulama Indonesia. Dua orang terluka akibat ledakan ini. Pada bulan Juni 1999 Polisi mengumumkan tujuh orang pengamen tersangka pelaku pengeboman Masjid Istiqlal yang telah ditangkap. Ketujuh orang ini adalah pelaksana yang menempatkan bom di Masjid Istiqlal, meskipun demikian siapakah otak perencana di balik pengeboman ini masih belum terungkap jelas.
Karena letak Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta yang bedampingan, maka kedekatan ini menjadi simbol keharmonisan antarumat beragama di Indonesia. Kendaraan umat Katolik yang merayakan misa hari besar keagamaan Katolik diperkenankan menggunakan lahan parkir Masjid Istiqlal.
Pengunjung
Barack dan Michelle Obama mengunjungi Masjid Istiqlal dipandu oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Kyai al-Hajj Ali Musthafa Ya'qub pada tanggal 10 November 2010.
Sebagai masjid terbesar di Kawasan Timur Asia (Asia Tenggara dan Asia Timur), Masjid Istiqlal menarik perhatian wisatawan dalam dan luar negeri, terutama wisatawan muslim yang datang dari berbagai penjuru Indonesia ataupun wisatawan muslim dari luar negeri. Pengunjung muslim dapat langsung masuk dan berbaur dengan jemaah untuk menunaikan shalat berjamaah. Wisatawan non-Muslim diperbolehkan berkunjung dan memasuki masjid ini, setelah sebelumnya mendapat pembekalan informasi mengenai Islam dan Masjid Istiqlal. Pengunjung non-Muslim harus mengikuti tata cara mengunjungi masjid seperti melepaskan alas kaki serta mengenakan busana yang sopan dan pantas. Misalnya pengunjung tidak diperkenankan mengenakan celana pendek atau pakaian yang kurang pantas (busana lengan pendek, kaus kutang atau tank top). Pengunjung yang mengenakan celana pendek biasanya dipinjamkan sarung, sedangkan pengunjung wanita diminta mengenakan kerudung. Meskipun demikian bagian yang boleh dikunjungi kaum non-Muslim terbatas dan harus didampingi pemandu. Misalnya pengunjung non-Muslim (kecuali tamu negara atau VVIP) tidak diperkenankan memasuki lantai pertama ruang utama tempat mihrab dan mimbar, tetapi diperbolehkan melihat bagian dalam ruangan ini dari balkon lantai kedua. Selebihnya pengunjung non-Muslim boleh mengunjungi bagian lain seperti pelataran terbuka, selasar, kaki menara dan koridor masjid.
Setelah presiden Amerika Serikat Barack Obama didampingi istrinya mengunjungi Masjid Istiqal pada November 2010, makin banyak wisatawan asing yang berkunjung ke masjid ini, rata-rata sekitar 20 wisatawan asing mengunjungi masjid ini tiap harinya. Kebanyakan berasal dari Eropa. Para tokoh penting asing terkenal yang pernah mengunjungi Masjid Istiqlal antara lain; Bill Clinton Presiden Amerika Serikat pada tahun 1994, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Libya Muammar Gaddafi, Pangeran Charles dari Britania Raya, Li Yuanchao wakil ketua Partai Komunis China, Presiden Cile Sebastián Piñera, Heinz Fischer Presiden Austria, dan Jens Stoltenberg Perdana Menteri Norwegia, dan Kanselir Jerman Angela Merkel pada tahun 2012.
Arsitektur
Sebagai masjid negara Indonesia, Masjid Istiqlal diharapkan dapat menampung jamaah dalam jumlah yang besar. Karena itu arsitekturnya menerapkan prinsip minimalis, dengan mempertimbangkan keberadaannya di kawasan beriklim tropis. Masjid dirancang agar udara dapat bebas bersirkulasi sehingga ruangan tetap sejuk, sementara jemaah terbebas dari panas matahari dan hujan. Ruangan shalat yang berada di lantai utama dan terbuka sekelilingnya diapit oleh plaza atau pelataran terbuka di kiri-kanan bangunan utama dengan tiang-tiang dengan bukaan lowong yang lebar di antaranya, dimaksudkan untuk memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami.
Gaya arsitektur
Masjid Istiqlal dilihat dari pelataran
Masjid ini bergaya arsitektur Islam modern internasional, yaitu menerapkan bentuk-bentuk geometri sederhana seperti kubus, persegi, dan kubah bola, dalam ukuran raksasa untuk menimbulkan kesan agung dan monumental. Bahannya pun dipilih yang besifat kokoh, netral, sederhana, dan minimalis, yaitu marmer putih dan baja antikarat (stainless steel). Ragam hias ornamen masjid pun bersifat sederhana namun elegan, yaitu pola geometris berupa ornamen logam krawangan (kerangka logam berlubang) berpola lingkaran, kubus, atau persegi. Ornamen-ornamen ini selain berfungsi sabagai penyekat, jendela, atau lubang udara, juga berfungsi sebagai unsur estetik dari bangunan ini. Krawangan dari baja ini ditempatkan sebagai jendela, lubang angin, atau ornamen koridor masjid. Pagar langkan di tepi balkon setiap lantainya serta pagar tangga pun terbuat dari baja antikarat. Langit-langit masjid dan bagian dalam kubah pun dilapisi kerangka baja antikarat. Dua belas pilar utama penyangga kubah pun dilapisi lempengan baja antikarat.
Karena bangunan yang begitu besar dan luas, jika memanfaatkan seluruh permukaan lantai di semua bagian bangunan, masjid ini dapat menampung maksimal sekitar 200.000 jamaah, meskipun demikian kapasitas ideal masjid ini adalah sekitar 120.000 jamaah. Masjid ini mempunyai arsitektur yang bergaya modern. Jamaah dan wisatawan yang berkunjung ke masjid ini dapat melihat konstruksi kokoh bangunan masjid yang didominasi oleh batuan marmer pada tiang-tiang, lantai, dinding dan tangga serta baja antikarat pada tiang utama, kubah, puncak menara, plafon, dinding, pintu krawangan, tempat wudhu, dan pagar keliling halaman.
Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Istiqlal juga merupakan obyek wisata religi, pusat pendidikan, dan pusat aktivitas syiar Islam. Dengan berkunjung ke masjid ini, jamaah dan wisatawan dapat melihat keunikan arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara arsitektur Indonesia, Timur Tengah, dan Eropa. Arsitektur Indonesia nampak pada bangunan yang bersifat terbuka dengan memungkinkan sirkulasi udara alami sesuai dengan iklim tropis serta letak masjid yang berdekatan dengan bangunan pusat pemerintahan. Kemudian pada bagian dalam kubah masjid yang berhiaskan kaligrafi merupakan hasil adopsi arsitektur Timur Tengah. Masjid ini juga dipengaruhi gaya arsitektur Barat, sebagaimana terlihat dari bentuk tiang dan dinding yang kokoh.
Arsitektur Masjid Istiqlal juga menampilkan pendekatan yang unik terhadap berbagai serapan budaya dalam komposisi yang harmonis. Perpaduan itu menunjukkan kuatnya pemahaman yang menghargai berbagai budaya dari masyarakat yang berbeda, yang ditempatkan sebagai potensi untuk membangun harmoni dan toleransi antar umat beragama, dalam rangka membina kesatuan dan persatuan bangsa.
Beberapa kalangan menganggap arsitektur Islam modern Timur Tengah masjid Istiqlal berupa kubah besar dan menara terlalu bersifat Arab dan modern, sehingga terlepas dari kaitan harmoni dan warisan tradisi arsitektur Islam Nusantara tradisional Indonesia. Mungkin sebagai jawabannya mantan presiden Suharto melalui Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila menyeponsori pembangunan berbagai masjid beratap limas tingkat tiga bergaya tradisional masjid Jawa.
Simbolisme
Interior ruang utama masjid Istiqlal; kubah raksasa ditopang 12 tiang berlapis baja antikarat
Ribuan umat muslim Indonesia berkumpul untuk menunaikan shalat Ied pada Hari Raya Idul Fitri di Masjid Istiqlal.
Rancangan arsitektur Masjid Istiqlal mengandung angka dan ukuran yang memiliki makna dan perlambang tertentu. Terdapat tujuh gerbang untuk memasuki ruangan dalam Istiqlal yang masing-masing dinamai berdasarkan Al-Asmaul-Husna, nama-nama Allah yang mulia dan terpuji. Angka tujuh melambangkan tujuh lapis langit dalam kosmologi alam semesta Islam, serta tujuh hari dalam seminggu. Tempat wudhu terletak di lantai dasar, sementara ruangan utama dan pelataran utama terletak di lantai satu yang ditinggikan. Bangunan masjid terdiri atas dua bangunan; bangunan utama dan bangunan pendamping yang lebih kecil. Bangunan pendamping berfungsi sebagai tangga sekaligus tempat tambahan untuk beribadah. Bangunan utama ini dimahkotai kubah dengan bentang diameter sebesar 45 meter, angka "45" melambangkan tahun 1945, tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Kemuncak atau mastaka kubah utama dimahkotai ornamen baja antikarat berbentuk Bulan sabit dan bintang, simbol Islam.
Kubah utama ini ditopang oleh 12 tiang ruang ibadah utama disusun melingkar tepi dasar kubah, dikelilingi empat tingkat balkon. Angka "12" yang dilambangkan oleh 12 tiang melambangkan hari kelahiran nabi Muhammad yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal, juga melambangkan 12 bulan dalam penanggalan Islam (juga penanggalan Masehi) dalam satu tahun. Empat tingkat balkon dan satu lantai utama melambangkan angka "5" yang melambangkan lima Rukun Islam sekaligus melambangkan Pancasila, falsafah kebangsaan Indonesia. Tangga terletak di keempat sudut ruangan menjangkau semua lantai. Pada bangunan pendamping dimahkotai kubah yang lebih kecil berdiameter 8 meter.
Adanya dua bangunan masjid; yaitu bangunan utama dan bangunan pendamping (berfungsi sebagai tangga, ruang tambahan dan pintu masuk Al Fattah), serta dua kubah yaitu kubah utama dan kubah pendamping, melambangkan angka "2" atau dualisme yang saling berdampingan dan melengkapi; langit dan bumi, kepentingan akhirat dan kepentingan duniawi, bathin dan lahir, serta dua bentuk hubungan penting bagi muslim yaitu Hablum minallah (hubungan manusia dengan Tuhannya) dan Hablum minannaas (hubungan manusia dengan sesamanya). Hal ini sesuai dengan sifat agama Islam yang lengkap, mengatur baik urusan keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Islam tidak semata-mata bertitik berat pada masalah ibadah dan akhirat saja tetapi juga memperhatikan urusan duniawi; kesejahteraan, keadilan dan kepedulian sosial, ekonomi, hukum, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kehidupan sehari-hari umat muslim.
Rancangan interior masjid ini sederhana, minimalis, dengan hiasan minimal berupa ornamen geometrik dari bahan baja antikarat. Sifat gaya arsitektur dan ragam hias geometris yang sederhana, bersih dan minimalis ini mengandung makna bahwa dalam kesederhanaan terkandung keindahan. Pada dinding utama yang menghadap kiblat terdapat mihrab dan mimbar di tengahnya. Pada dinding utama terdapat ornamen logam bertuliskan aksara Arab Allah di sebelah kanan dan nama Muhammad di sebelah kiri, di tengahnya terdapat kaligrafi Arab Surah Thaha ayat ke-14. Semua ornamen logam baja antikarat didatangkan dari Jerman. Pada awalnya direncanakan menggunakan bahan marmer impor dari Italia seperti Monumen Nasional. Akan tetapi untuk menghemat biaya dan mendukung industri mamer lokal maka bahan marmer akhirnya diambil dari Tulungagung di Jawa Timur.
Struktur bangunan utama dihubungkan dengan emper dan koridor yang mengelilingi pelataran terbuka yang luas. Teras besar terbuka ini berukuran seluas 29.800 meter persegi, berupa pelataran berlapis tegel keramik berwarna merah bata yang disusun sesuai shaf shalat, terletak di sisi dan belakang gedung utama. Teras ini berfungsi menampung jemaah pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Koridor di sekeliling teras pelataran menghubungkan bangunan utama dengan menara masjid. Tidak seperti masjid dalam arsitektur Islam Arab, Persia, Turki, dan India yang memiliki banyak menara, Istiqlal hanya memiliki satu menara yang melambangkan Keesaan Allah. Struktur menara berlapis marmer berukuran tinggi 66,66 meter (6.666 cm),melambangkan 6.666 ayat dalam persepsi tradisional dalam Al Quran. Ditambah kemuncak yang memahkotai menara terbuat dari kerangka baja setinggi 30 meter melambangkan 30 juz' dalam Al Quran, maka tinggi total menara adalah 96,66 meter. Selain koridor emper keliling terdapat pula koridor di tengah yang menghubungkan Gerbang Al Fattah dengan Gerbang Ar Rozzaq. Jika masjid sudah tentu berkiblat ke arah Mekkah, penjuru koridor ini mengarah ke Monumen Nasional, hal ini untuk menunjukkan bahwa masjid ini adalah masjid nasional Republik Indonesia.
Di masjid ini juga terdapat bedug raksasa yang terbuat dari dari sebatang pohon kayu meranti merah asal pulau Kalimantan yang berusia sekitar 300 tahun.
Masjid Istiqlal dikenal dengan kemegahan bangunannya. Luas bangunannya hanya mencapai 26% dari kawasan seluas 9.32 hektare, yang selebihnya adalah halaman dan pertamanan. Pada taman masjid di sudut barat daya terdapat kolam besar dengan air mancur yang dapat menyemburkan air setinggi 45 meter. Air mancur ini hanya diaktifkan tiap hari Jumat menjelang shalat Jumat atau pada hari raya dan hari penting keagamaan Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, dan Isra Miraj.
Lingkungan sekitar
Kerumunan jemaah shalat Ied di depan gerbang Al Fattah, Masjid Istiqlal.
Pada tahun 1950, keadaan dan kondisi kawasan Taman Wilhelmina yang berada di depan Lapangan Banteng merupakan tempat yang sepi, gelap, kotor, dan tak terurus. Reruntuhan tembok bekas bangunan Benteng Prins Frederick di taman itu penuh dengan lumut, dan ditumbuhi ilalang dimana-mana.
Pada tanggal 21 Mei 1961, dalam rangka peringatan Hari Kebangkitan Nasional di tempat yang sama, sekitar 50.000 orang dari berbagai unsur lapisan masyarakat, termasuk pegawai negeri dan swasta, alim ulama, tentara, dan lain-lain bekerja bakti membersihkan taman Wilhelmina yang tak terurus itu, sebagai persiapan lokasi pembangunan Masjid yang diawali dengan pidato Menteri Jaksa Agung.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 24 Agustus 1961, telah menjadi tanggal yang paling bersejarah bagi kaum muslimin di Jakarta khususnya, dan Indonesia pada umumnya, untuk pertama kalinya di bekas taman itu, kota Jakarta akan memiliki sebuah masjid besar dan monumental. Maka dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim Presiden RI Ir. Soekarno meresmikan permulaan pembangunan Masjid Istiqlal diatas area seluas 9.32 Ha. Yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang disaksikan oleh ribuan ummat Islam. Sebuah masjid yang akan menjadi simbol kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Kompleks Masjid Istiqlal juga mempunyai daya tampung parkir untuk 800 kendaraan.
Pagar dan pintu gerbang
Komplek Masjid Istiqlal dikelilingi pagar setinggi empat meter, terdiri dari tembok setinggi satu meter dan diatasnya berdiri pagar setinggi tiga meter yang terbuat dari bahan stainless steel, baja anti karat sepanjang 1.165 meter.
Semula pagar ini meski dibuat dari bahan baja antikarat dan cukup kokoh, namun tingginya hanya sekitar 1,2 meter ditambah 1 meter tembok sehingga memudahkan keluar masuknya orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara melompati pagar tersebut, ditambah lagi dengan pintu gerbang yang sangat mudah dilewati meski pintu tersebut dalam keadaan terkunci.
Sebagai solusinya maka mulai tahun 2007 pagar diganti menjadi lebih tinggi dan indah seperti yang disaksikan sekarang. Pintu gerbangpun diubah dan dipercantik dengan menggunakan alumunium cor dan dirancang memiliki celah-celah yang rapat yang tidak mungkin dilewati oleh manusia.
Saat ini untuk masuk ke wilayah Masjid Istiqlal baik menggunakan kendaraan ataupun berjalan kaki harus melalui pintu gerbang yang terbuka yang masing-masing mempunyai gardu jaga. Pintu-pintu gerbang tersebut terletak di sebelah utara, timur, tenggara dan selatan. Salah satu dari pintu gerbang tersebut diperuntukkan khusus untuk VIP yaitu RI 1 dan RI 2.
Terdapat lima pintu gerbang masuk menuju kompleks Masjid Istiqlal, beberapa gerbang masuk ini dihubungkan ke masjid oleh jembatan yang dibawahnya mengalir sungai Ciliwung dan di kiri kanannya terdapat lapangan parkir yang luas, sedangkan dua buah lainnya di bagian utara tidak dihubungkan dengan jembatan. Gerbang masjid ini terdapat di ketiga sisi kompleks masjid, yaitu sisi utara menghadap pintu air dan jalan Veteran, sisi timur menghadap Gereja Katedral Jakarta dan jalan Katedral, dan sisi tenggara-selatan menghadap jalan Perwira dan kantor pusat Pertamina. Sementara di sepanjang sisi barat terdapat rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Gambir dan Stasiun Juanda, di sisi barat ini tidak terdapat pintu gerbang.
1. Sisi Utara dari arah Pintu Air terdapat satu pintu gerbang yang langsung diarahkan menuju pintu As-Salam. Pada acara kenegaraan biasanya hanya dibuka untuk dilalui para undangan VIP setingkat pejabat negara, para menteri, duta-duta besar perwakilan negara sahabat, pejabat legislatif, pejabat daerah dan undangan VIP lainnya.
2. Sisi Timur Laut dari arah Katedral terdapat satu buah pintu gerbang berhadapan dengan bangunan gereja Katedral. Pintu gerbang inilah yang dibuka setiap harinya untuk keluar masuk area Masjid Istiqlal dan mulai pada pertengahan tahun 2008 perparkiran menggunakan sistem Check Point.
3. Sisi Tenggara-Selatan dari arah Kantor Pusat Pertamina dan jalan Perwira terdapat tiga pintu gerbang, satu pintu gerbang ujung selatan tepat di pertigaan Jalan Merdeka Timur dan jalan Perwira searah dengan gedung kantor pusat Pertamina dan Stasiun Gambir, satu pintu di sisi tenggara dekat jembatan Ciliwung, dan satu lagi dekat pertigaan Lapangan Banteng searah dengan gedung Kementerian Agama Pusat. Gerbang tenggara dekat jembatan Ciliwung biasanya dibuka untuk umum hanya pada saat shalat Jumat, sedangkan pintu gerbang ujung selatan khusus diperuntukkan bagi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia beserta rombongan bila menghadiri acara keagamaan yang diselenggarakan secara kenegaraan di Masjid Istiqlal, seperti peringatan hari-hari besar Islam seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Seluruh pintu gerbang ini dibuka setiap acara resmi kenegaraan, sedangkan untuk hari-hari biasa pintu gerbang yang dibuka hanya pintu dari arah Katedral yang langsung menuju pintu Al-Fattah.
Sedangkan pada bangunan Masjid Istiqlal terdapat 7 buah pintu gerbang yand dinamakan berdasarkan Asmaul Husna.
Taman, parkir, jembatan, dan air mancur
Air mancur di tengah kolam sudut barat daya taman Masjid Istiqlal.
Halaman di sekitar Masjid Istiqlal sebelah utara, selatan dan timur seluas 6,85 Ha terdari dari:
Pertamanan seluas 4,15 Ha, dibagi menjadi 23 lokasi dan masing-masing diberi nama sesuai dengan nama pepohonan yang dominan berada di lokasi tersebut. Misalnya Taman Kamboja dan lain-lain. Rindangnnya pertamanan berfungsi juga sebagai hutan kota, dihidupi pula dengan beberapa jenis unggas untuk menambah keindahan komplek Masjid Istiqlal. Dengan demikian menjadikan suasana masjid terasa sejuk sehinnga akan menambah kekhusyuan beribadah bagi para jamaah.
Perparkiran seluas 2,15 Ha, yang dapat menampung kurang lebih 800 kendaraan sekaligus melalui 7 buah pintu gerbang yang ada. Kualitas pengaspalan untuk halaman, parkir dan jalan dibuat dengan methode pengaspalan kelas satu. Sungai Ciliwung mengalir membelah kompleks Masjid Istiqlal. Karena halaman Masjid Istiqlal dikelilingi oleh sungai, maka dibangun pula tiga buah jembatan besar yang lebarnya 18,6 meter dan panjang sekitar 21 sampai 25 meter. Ditambah satu buah jembatan kecil untuk pejalan kaki, kerangka dari jembatan-jembatan ini juga terbuat dari bahan stainless steel. Tepat di taman ini aliran sungai Ciliwung bercabang dua, cabang ke barat mengarah ke Harmoni, Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk, dan kawasan Kota Tua Jakarta, sedangkan cabang ke timur mengarah ke Pasar Baru, Gunung Sahari dan Ancol. Di sisi utara cabang barat terdapat pintu air yang dibangun pada zaman kolonial Hindia Belanda.
Untuk menambah indahnya panorama kompleks Masjid Istiqlal, di halaman bagian selatan dilengkapi dengan kolam air mancur yang ditempatkan di tengah-tengah, taman air mancur ini seluas 2.803 meter persegi, dan kolam air mancur seluas 8.490 meter persegi, jadi luas keseluruhannya 11,293 meter persegi. Pada bagian tengah kolam dibuat ring penampung air bersih bergaris tengah 45 meter, jumlah nozel pemancar air mancur sebanyak: 1 buah tegak lurus di tengah-tengah cawan air mancur, 17 buah di lingkar luar, dan 8 buah buah di lingkar dalam pada kolam penampungan air bersih. Air mancur ini dapat memancarkan air setinggi 45 meter.
Gedung utama dan gedung pendukung
Masjid Istiqlal berdaya tampung jamaah sebanyak 200.000 orang yang terdiri dari:
1. Ruang shalat utama dan balkon serta sayap memuat 61.000 orang.
2. Ruang pada bangunan pendahuluan memuat 8.000 orang.
3. Ruang teras terbuka di lantai 2 memuat 50.000 orang.
4. Semua koridor dan tempat lainnya memuat 81.000 orang.
Pintu masuk
Terdapat tujuh pintu gerbang masuk ke dalam Masjid Istiqlal. Masing-masing pintu itu diberi nama berdasarkan Asmaul Husna. Dari ketujuh pintu ini tiga pintu yaitu Al Fattah, As Salam dan Ar Rozzaq adalah pintu utama. Ketujuh pintu itu adalah:
1. Al Fattah (Gerbang Pembuka): pintu utama yang terletak sisi timur laut berhadapan dengan Gereja Katedral. Pintu ini adalah pintu untuk masyarakat umum yang senantiasa terbuka dan terletak di bangunan pendamping dengan kubah kecil diatasnya.
2. Al Quddus (Gerbang Kesucian): pintu yang terletak di sisi timur laut terdapat di sudut bangunan utama masjid.
3. As Salam (Gerbang Kedamaian): salah satu pintu utama ini terletak di ujung utara pada sudut bangunan utama. Pintu ini langsung menuju dekat shaf terdepan barisan shalat, sehingga pintu ini digunakan untuk tamu penting VIP, seperti ulama, tamu asing, duta besar dari negara muslim, dan tamu penting lainnya pada acara keagamaan penting.
4. Al Malik (Gerbang Raja): pintu VVIP di sisi barat pada sudut bangunan utama masjid. Seperti pintu As Salam pintu ini juga langsung menuju dekat shaf terdepan barisan shalat, sehingga pintu ini digunakan untuk tamu penting VVIP seperti presiden dan wakil presiden Indonesia serta tamu negara yang berkunjung.
5. Al Ghaffar (Gerbang Ampunan): pintu ini terletak di ujung selatan pada bangunan selasar pelataran, tepat di bawah menara masjid Istiqlal. Pintu ini adalah yang paling dekat gerbang tenggara sekaligus yang terjauh dari mihrab masjid.
6. Ar Rozzaq (Gerbang Rezeki): salah satu pintu utama ini terletak di tengah-tengah sisi selatan selasar pelataran Istiqlal. Dari pintu ini terdapat koridor yang lurus menghubungkannya dengan pintu Al Fatah di sisi timur laut.
7. Ar Rahman (Gerbang Pengasih): pintu ini terletak di sudut barat daya bangunan selasar masjid, dekat pintu Al Malik.
Gedung utama
Mihrab dan mimbar di ruang utama
Tinggi: 60 meter
Panjang: 100 meter
Lebar: 100 meter
Tiang pancang: 2.361 buah
Masjid Istiqlal yang megah ini adalah bangunan berlantai dua. Lantai pertama untuk perkantoran, ruang pertemuan, instalasi AC sentral dan listrik, kamar mandi, toilet dan ruang tempat wudhu. Lantai dua, untuk shalat yang terdiri dari ruang shalat utama dan teras terbuka yang luas guna untuk menampung jemaah yang melimpah terutama pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
Gedung utama dengan ruang shalat utama mengarah ke kiblat (Mekkah), sedangkan teras terbuka yang luas mengarah ke Monumen Nasional (Monas).
Lantai utama yang disediakan untuk ruang sholat baik Rawatib ataupun sholat sunnat lainnya terletak di gedung utama dengan daya tampung 61.00 orang jamaah. Di bagian depan terdapat Mihrab tempat dimana imam memimpin sholat jamaah, dan disebelah kanan mihrab terdapat mimbar yang ditinggikan. Lantainya ditutupi karpet merah sumbangan seorang dermawan dari Kerajaan Arab Saudi.
Kubah besar
Dengan diameter 45 m, terbuat dari kerangka baja antikarat dari Jerman Barat dengan berat 86 ton, sementara bagian luarnya dilapisi dengan keramik. Diameter 45 meter merupakan simbol penghormatan dan rasa syukur atas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945 sesuai dengan nama Istiqlal itu sendiri. Bagian bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi Surat Yassin yang ditulis oleh K.H Fa'iz seorang Khatthaath senior dari Jawa Timur.
Dari luar atap bagian atas kubah dipasang penangkal petir berbentuk lambang Bulan dan Bintang yang terbuat dari stainless steel dengan diameter 3 meter dan berat 2,5 ton. Dari dalam kubah di topang oleh 12 pilar berdiameter 2,6 meter dengan tinggi 60 meter, 12 buah pilar ini merupakan simbol angka kelahiran nabi Muhammad SAW yaitu 12 Rabiul Awal tahun Gajah atau 20 April 571 M.
Seluruh bagian di gedung utama ini dilapisi marmer yang didatangkan langsung dari Tulungagung seluas 36.980 meter persegi.
Gedung pendahuluan
Tinggi: 52 meter
Panjang: 33 meter
Lebar: 27 meter
Bagian ini memiliki lima lantai yang terletak di belakang gedung utama yang diapit dua sayap teras. Luas lantainya 36.980 meter persegi, dilapisi dengan 17.300 meter persegi marmer. Jumlah tiang pancangnya sebanyak 1800 buah. Di atas gedung ini ada sebuah kubah kecil, fungsi utama dari gedung ini yaitu setiap jamaah dapat menuju gedung utama secara langsung. Selain itu juga bisa dimanfaatkan sebagai perluasan tempat shalat bila gedung utama penuh.
Teras raksasa
Teras raksasa terbuka seluas 29.800 meter terletak di sebelah kiri dan dibelakang gedung induk. Teras ini berlapis tegel keramik berwarna merah kecoklatan yang disusun membentuk shaf shalat. Teras ini dibuat untuk menampung jamaah pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain itu teras ini juga berfungsi sebagai tempat acara-acara keagamaan seperti MTQ dan pada emper tengah biasa digunakan untuk peragaan latihan manasik haji, teras raksasa ini dapat menampung sekitar 50.000 jamaah.
Emper keliling dan koridor
Panjang: 165 meter
Lebar : 125 meter
Emper atau koridor ini mengelilingi teras raksasa dan koridor tengah yang sekelilingya terdapat 1800 pilar guna menopang bangunan emper. Di bagian tengah terdapat koridor tengah yang menghubungkan pintu Al Fattah di timur laut dengan pintu Ar Rozzaq di barat daya. Arah poros koridor ini mengarah ke Monumen Nasional menandakan masjid ini adalah masjid nasional.
Menara
Menara Istiqlal dengan Monas terlihat di kejauhan
Tinggi tubuh menara marmer: 6.666 cm = 66.66 meter
Tinggi kemuncak (pinnacle) menara baja antikarat: 30 meter
Tinggi total menara: sekitar 90 meter
Diameter menara 5 meter
Bangunan menara meruncing ke atas ini berfungsi sebagai tempat Muadzin mengumandangkan adzan. Di atasnya terdapat pengeras suara yang dapat menyuarakan adzan ke kawasan sekitar masjid.
Menara megah tersebut melambangkan keagungan Islam, dan kemuliaan kaum muslimin. Keistimewaan lainnya, menara yang terletak di sudut selatan masjid, dengan ketinggian 6.666 cm ini dinisbahkan dengan jumlah ayat-ayat Al-Quran. Pada bagian ujung atas menara, berdiri kemuncak (pinnacle) dari besi baja yang menjulang ke angkasa setinggi 30 meter sebagai simbol dari jumlah juz dalam Al-Quran. Menara dan kemuncak baja ini membentuk tinggi total menara sekitar 90 meter.
Puncak menara yang meruncing dirancang berlubang-lubang terbuat dari kerangka baja tipis. Angka 6.666 merupakan simbol dari jumlah ayat yang terdapat dalam AL- Quran, seperti yang diyakini oleh sebahagian besar ulama di Indonesia.
Lantai dasar dan tangga
Ruangan shalat terdapat di lantai pertama tepat di atas lantai dasar, sedangkan lantai dasar terdapat ruang wudhu, kantor Masjid Istiqlal, dan kantor berbagai organisasi Islam. Lantai dasar Masjid Istiqlal seluruhnya ditutupi oleh marmer seluas 25.000 meter persegi dipersiapkan untuk sarana perkantoran, sarana penunjang masjid, dan ruang serbaguna. Gagasan semula tempat ini akan dibiarkan terbuka yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan, misalnya pada saat penyelenggaraan Festival Istiqlal I tahun 1991 dan Festival Istiqlal II tahun 1995 ruangan-ruangan serbaguna di lantai dasar dan pelataran halaman Masjid dijadikan ruang pameran seni Islam Indonesia dan bazaar. Namun pasca terjadinya pengeboman di Masjid Istiqlal pada tanggal 19 April 1999 maka dilakukanlah pemagaran dan pembuatan pintu-pintu strategis pada tahun 1999.
Jumlah tangga menuju lantai shalat utama sebanyak 11 unit. Tiga diantaranya memiliki ukuran besar dan berfungsi sebagai tangga utama yaitu: satu unit berada disisi utara gedung induk, satu unit berada pada gedung pendahuluan yang dapat dipergunakan langsung menuju lantai lima, dan satu unit lainnya berlokasi di emper selatan menuju lantai utama, tangga-tangga ini memiliki lebar 15 meter.
Disamping itu terdapat 4 unit tangga dengan ukuran lebar 3 meter berlokasi pada tiap-tiap pojok gedung utama yang langsung menuju lantai lima dan di sudut-sudut teras raksasa.
Sarana dan fasilitas
Koridor keliling dipenuhi jemaah shalat Ied hari raya Idul Fitri
Umat muslim Indonesia tengah membaca Al Quran setelah menunaikan shalat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Indonesia. Indonesia memiliki jumlah umat muslim terbesar di dunia
Ruang shalat utama luasnya satu hektare dapat menampung jamaah lebih dari 16.000 orang. Ruang tersebut ditambah balkon 4 tingkat dan sayap disebelah timur, selatan, dan utara sehingga luas seluruhnya menjadi 36.980 meter persegi atau sama dengan hampir 4 hektare yang berarti dapat menampung jamaah sekitar 61.000 orang.
Di sebelah barat ruang shalat utama terletak mimbar yang diapit sebelah kiri dan kanannya oleh tembok berlapiskan marmer di mana terpajang kaligrafi Arab yang indah berbunyi: "Allah" (sebelah utara), "La Illaha Illa Allah, Muhammad ar Rasulu Allah" (tengah), dan "Muhammad" (sebelah selatan).
Sarana peribadatan
Karpet
Seluruh lantai utama masjid ditutupi oleh karpet merah sumbangan dari seorang dermawan Arab Saudi bernama Sheikh Esmail Abu Daud yang diserah terimahkan pada tanggal 3 Juni 2005. Karpet sebanyak 103 gulung ini berwarna merah terbuat dari bahan dasar wol.
Perawatan karpet tersebut dikerjakan secara manual, setiap hari dibersihkan dengan menggunakan alat vacum cleaner. Jumlah karpet penutup lantai utama 18 lembar, setiap lembarnya berukuran: panjang 25 meter dan lebar 4 meter, rata-rata beratnya 250 kg.
Rak Al Quran
Masjid Istiqlal juga menyediakan mushaf Al-Qur'an untuk dibaca oleh para jama'ah yang ditempatkan pada rak yang melingkar di 12 tiang yang terdapat pada lantai utama, setiap rak berbentuk setengah lingkaran yang terdiri dari dua tingkat terbuat dari bahan stainless steel.
Setiap rak dapat menampung 100 sampai 150 buah mushaf yang disediakan oleh BPPMI serta waqaf dari jamaah.
Sketsel
Untuk pembatas antara tempat shalat bagi jamaah pria dan wanita dan batas area sholat rawatib, di lantai utama Masjid Istiqlal juga disediakan sketsel yang terbuat dari 20 modul dengan bahan stainless steel dan dari bahan kayu 20 modul dengan ukuran masing-masing 2 meter x 80 cm. Sketsel tersebut bersifat knock down yang bisa dipasang sesuai kebutuhan.
Sarana olahraga
Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Menjaga kesehatan dengan berolahraga merupakan hal yang rutin dilakukan oleh siswa-siswi madrasah dan remaja Masjid Istiqlal.
Untuk mendukung berbagai macam program yang ada, BPPMI menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti sarana olah raga yang representatif berstandart nasional dan internasional yang dibangun di pojok kiri bagian timur Masjid.
Pusat kegiatan olahraga ini berupa lapangan terbuka terdiri dari lapangan Futsal, Badminton, Bola Volly dan Basket. Lapangan olah raga ini berukuran 420 meter persegi, diresmikan penggunaannya oleh ibu Menteri Agama RI pada Tanggal 17 Januari 2009 M/20 Muharram 1430 M.
Tenaga listrik
Tenaga listrik di Masjid Istiqlal difungsikan untuk:
1. Penerangan
2. Tenaga Hydrofour
3. AC
4. Sound system
5. Air Mancur
6. Alat eloktronik lainnya seperti TV, Komputer dll.
Penggunaan listrik untuk kebutuhan penerangan diseluruh areal Masjid Istiqlal baik di gedung ataupun di taman dan halaman serta pagar menggunakan layanan listrik dari PLN. Suplai listrik yang diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan satu gardu tersendiri yang menyiapkan central box berkapasitas 2.000 KVA.
Sebagai cadangan bila terjadi pemadaman dari pihak PLN, disiapkan juga dua buah mesin diesel atau generator berkekuatan 825 KVA dan 500 KVA. Selain untuk penerangan tenaga listrik ini juga dipergunakan untuk mesin-mesin Hydrofour dan AC di ruang perkantoran yang terdapat di lantai dasar masjid, rata-rata konsumsi listrik setiap bulannya adalah 1.750 KVA, dengan pembayaran rekening rata-rata sebesar Rp: 125.000.000/bulan.
Sistem suara dan multimedia
Untuk keperluan ibadah dan sarana informasi Masjid Istiqlal menggunakan sound system yang dikendalikan secara terpusat yang terletak pada ruang kaca bagian belakang lantai dua, dengan jumlah speaker sebanyak 200 chanel yang tersebar pada lantai utama.
Jumlah speaker yang terdapat pada koridor, gedung penghubung dan gedung pendahuluan sebanyak 158 chanel. Sound system dikendalikan oleh 26 amplyfire dan 5 (lima) buah mixer dan diawasi oleh enam orang yang bertugas secara bergantian baik siang ataupun malam hari.
Untuk mendukung kelancaran komunikasi pada waktu pelaksanaan ibadah dan kegiatan, di lantai utama juga telah dipasang system TV plasma sehingga akses informasi dpat diikuti secara merata oleh para jamaah yang berada diseluruh area ruang utama Masjid.
Pendingin udara (AC)
AC difungsikan secara sentral yang meliputi seluruh perkantoran dan ruangan lain yang ada di lantai dasar. Untuk memenuhi kebutuhan AC ini didukung oleh empat buah mesin pendingin atau chiller.
Pendingin ruangan hanya digunakan bagi ruangan-ruangan kantor di lantai bawah dengan menggunakan sistem AC central dan AC split.
Untuk menambah kenyamanan beribadah bagi jamaah, sekarang ini ruang utama Masjid Istiqlal dilengkapi juga dengan 5 unit standing AC, masing-masing berkekuatan 5 PK dan sebelas unit AC celling berkekuatan masing-masing 5 PK, ditambah kipas angin berukuran besar.
Disamping itu pada ruangan perkantoran, ruang madrasah serta ruang VIP yang berada pada lantai dasar sistem pendinginnya juga menggunakan AC sentral yang digerakkan oleh empat unit mesin chiller dengan 300 buah fan coil unit yang tersebar pada setiap ruangan, karena termakan usia di beberapa ruangan ditemukan AC chiller sudah kurang berfungsi maka secara bertahap dilakukan penggantian dengan AC split.
Fasilitas air, ruang wudhu, kamar mandi, WC
Tempat wudhu pria
Tempat wudhu wanita
Keperluan air untuk bersuci di Masjid Istiqlal pada awalnya dari Perusahaan Air Minum (PAM). Sebagai cadangan untuk mengantisipasi kekurangan dan kerusakan maka dibuatlah 6 buah sumur artesis dengan kedalaman 100 M, menggunakan mesin berkekuatan 3 PK dan 3 fase berkapasitas 600 liter permenit dan didistribusikan ke tempat-tempat wudhu.
Untuk kebutuhan air di tempat pembuangan air kecil digunakan delapa buah mesin Hydrofour, ditambah empat tangki Hydrofour berkapasitas 1400 liter. Mesin-mesin air tersebut menggunakan tenaga listrik sebanyak 15 PK.
Tempat wudhu terdapat di beberapa lokasi di lantai dasar yaitu di sebelah utara, timur maupun selatan gedung utama. Di setiap lokasi tersedia 100 unit tempat wudhu dengan kran air terbuat dari bahan stainless steel, tiap unitnya terdiri atas 6 buah kran maka jumlah kran seluruhnya sebanyak 600 buah. Berarti pada saat yang bersamaan dapat melayani 600 orang berwudhu sekaligus.
Sedangkan toilet terdapat di lantai dasar sebelah barat, selatan dan timur di bawah teras raksasa. Toilet ini sengaja dibangun terpisah dari tempat wudhu, hal ini dimaksudkan agar tempat yang bersih dan suci tidak berdekatan dengan tempat yang kotor. Disisi sebelah timur, dibawah emper masjid terdapat dua lokasi urinior yang berkapasitas 80 ruang.
Selain itu juga terdapat 52 kamar mandi dan WC, dengan rincian: 12 buah dibawah emper barat, 12 buah dibawah emper selatan dekat menara dan 28 buah dibawah emper sebelah timur. Keperluan air untuk wudhu, kamar mandi dan toilet ini setiap hari dipasok air dari PAM yaang berkapasitas 600 liter per menit.
Lift bagi penyandang cacat
Mengingat Masjid Istiqlal sebagai sarana umum dan jamaah yang berkunjung juga terdapat diantaranya penyandang cacat dan jamaah lanjut usia. Karena itu bagi penyandang cacat yang akan menuju ke lantai dua dan lantai utama disediakan lift yang terletak di bagian selatan. Hal ini dalam rangka peningkatan pelayanan kepada para jamaah penyandang cacat dan lansia.
Keberadaan satu unit lift yang diperuntukkan khusus bagi jamaah penyandang cacat dan lansia ini adalah berkat bantuan pemerintah DKI Jakarta. Lift tersebut berkapasitas 6 orang dan dioperasikan pada waktu-waktu tertentu sesuai kebutuhan.
Lift ini terdapat di lokasi pintu Ar-Rahman dan dapat diakses melalui pintu gerbang depan kantor pusat pertamina.
Perpustakaan Islam
Firman yang pertama kali diturunkan-Nya dalam Al Quran adalah perintah membaca, melalui firman-Nya tersebut Allah memerintahkan manusia membaca sebagai jalan untuk menuntut ilmu. Jadi jika menutut ilmu memiliki kedudukan mulia, maka jalan kearahnya pun dengan membaca menjadi jalan yang mulia. Kesadaran akan pentingnya membaca sebagai jalan masuknya ilmu telah mendorong generasi terdahulu umat Islam untuk mendirikan fasilitas yang bisa menampung bahan bacaan karya-karya ulama Islam waktu itu.
Perpustakaan Islam Istiqlal, walaupun belum bisa mewakili jumlah besarnya koleksi buku seperti perpustakaan-perpustakaan Islam yang besar lainnya, mewakili fungsinya sebagai pusat keilmuan Islam. Perpustakaan Islam sendiri sudah mulai berkembang di Indonesia. Hampir di setiap masjid-masjid besar di Ibukota, telah dilengkapi dengan sarana perpustakaan.
Poliklinik
Ketika gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Bapak Sumarno pada tahun 1968 dimana Masjid Istiqlal masih dalam proses pembangunan, maka untuk membantu karyawan dalam pemeriksaan kesehatan, Gubernur Sumarno ketika itu meminta bantuan pihak RS Gatot Soebroto untuk turut serta membantu dalam bidang pelayanan kesehatan bagi seluruh pekerja dan karyawan proyek pembangunan Masjid Istiqlal. Pihak RS mengirimkan bantuan empat orang tenaga mantri secara bergiliran yaitu:
H.Abd.Hamid Ipang H.M.Sukiran Suster Yuyun Rahayu Suster Rosda Setelah proyek pembangunan masjid diserahkan kepada Sekretaris Negara pada tahun 1984 tenaga medis yang menangani pelayanan kesehatan tinggal dua orang yaitu H.Abd. Hamid Ipang dan H.M. Sukiran.
Sampai sekarang Masjid Istiqlal tetap menyediakan fasilitas berupa Poliklinik Umum. Poliklinik ini berada di bawah tanggung jawab dr. Khulushinnisak, MARS yang juga PNS Departemen Agama. Di Klinik ini karyawan dan para jamaah Masjid Istiqla bisa mendapatkan layanan kesehatan dengan berbagai kemudahan. Klinik Istiqlal bertempat di lantai dasar Masjid Istiqlal Jl. Taman Wijaya Kusuma No.1, Jakarta Pusat.
Pelayanan Kesehatan yang diberikan berupa pemeriksaan dan konsultasi dokter umum serta obat-obatan generik. Bagi karyawan dan jamaah Masjid Istiqlal, dibebaskan biaya pemeriksanaan. Karyawan dan jamaah harus membawa kartu berobat (atau kartu identitas jika belum memiliki kartu berobat) agar dibebaskan dari biaya pemeriksaan dan konsultasi dokter.
Obat-obatan yang diberikan diutamakan dalam bentuk generik, dan bagi obat-obatan yang tidak ada dalam bentuk generik diutamakan penyediaan hasil produksi perusahaan farmasi nasional.
Jadwal pelayanan kesehatan bagi karyawan adalah setiap hari kerja :
Senin s/d Jum'at : 08.00 - 16.00, Hari sabtu dan Ahad tutup kecuali jika di Masjid Istiqlal diadakan acara hari-hari besar Islam atau acara-acara penting lainnya.
Sejak tahun 2003, pliklinik Masjid Istiqlal sudah dilengkapi oleh tiga orang tenaga dokter dan seorang paramedis, tiga orang tenaga dokter tersebut adalah dokter umum yang terdiri dari seorang dokter PNS Departemen Agama DPK, dua orang dokter Kememterian Agama dan seorang paramedis/mantri karyawan Masjid Istiqlal pensiunan dari RS Gatot Soebroto. Poliklinik Masjid Istiqlal juga dilengkapi alat untuk mengecek kadar gula darah dan kolestrol serta satu unit mobil ambulans.
Adapun obat-obatan yang tersedia di poliklinik ini adalah obat generik bagi penyakit ringan untuk membantu pada tahap pertolongan pertama, bila ada penyakit yang memerlukan pengobatan medis yang serius maka akan dirujuk ke RS. Gatot Soebroto atau RSCM.
Madrasah
Masjid ini menjadi pedoman dan teladan pengelolaan masjid di Indonesia, sehingga harus menjadi contoh dan model dalam pengelolaan masjid secara nasional. Dalam konsep pengelolaan masjid yang ideal, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga harus mejadi tempat pembinaan umat melalui berbagai macam kegiatan. Salah satu kegiatan yang sangat penting adalah pendidikan untuk pembinaan masyarakat atau umat baik pendidikan formal maupun non formal.
Telah diselenggarakan pendidikan formal di Masjid Istiqlal yang terdiri dari jenjang pendidikan: Kelompok bermain dan Raudhatul Athfal, Madarasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Bedug raksasa
Pada waktu dulu masjid-masjid di Indonesia dilengkapi dengan bedug yang berfungsi sebagai tanda masuk waktu shalat. Bedug dipukul ketika waktu untuk shalat tiba, diikuti adzan.
Di Masjid Istiqlal bedug masih ada dan dilestarikan keberadaannya sebagai warisan budaya bangsa, saat ini bunyi bedug direkam kemudian diperdengarkan melalui pengeras suara sebelum adzan dikumandangkan. Bedug tersebut memiliki ukuran yang sangat besar, diletakkan di atas penyangga setinggi 3,80 meter, panjangnya 3,45 meter, dan lebarnya 3,40 meter. Semua terbuat dari kayu jati dari hutan Randu Blatung di Jawa Tengah.
Bedug Masjid Istiqlal panjangnya 3 meter, dengan berat 2,30 ton, bagian depan berdiameter 2 meter, bagian belakang 1,71 meter, terbuat dari kayu meranti merah (shorea wood) dari sebuah pohon berumur 300 tahun, diambil dari hutan di Kalimantan Timur, diawetkan menggunakan bahan pengawet superwolman salt D (fluoride, clirome, dan arsenate)
Dulu bedug di Masjid Istiqlal tersebut dipukul setiap hari Jumat, mendahului adzan Jumat yang dikumandangkan melalui pengeras suara. Belakangan ini suara bedug direkam kemudian diperdengarkan melalui pengeras suara sebelum adzan dikumandangkan. Walaupun fungsi beduk sudah dapat digantikan oleh pengeras suara, dalam menentukan tanda masuk waktu shalat, tetapi di Masjid Istiqlal, beduk masih dimanfaatkan. Beduk dipukul sebelum adzan. Selain itu beduk raksasa masjid ini juga berfungsi sebagai hiasan dan sekaligus melestarikan salah satu budaya Islam Indonesia.
Bedug
Garis tengah bagian depan : 2 meter
Garis tengah bagian belakang : 1,71 meter
Panjang : 3 meter
Berat : + 2,30 ton
Jenis kayu : Meranti Merah (Shorea) dari Kalimantan Timur
Umur pohon : + 300 tahun.
Kaki bedug (Jagrag)
Tinggi : 3,80 meter
Panjang : 3,45 meter
Lebar : 3,40 meter
Volume kayu : + 3,10 meter kubik
Jenis kayu : jati (tectona grandis) dari Randublatung Jawa Tengah.
Ukiran : Jepara.
Ukiran pada Jagrag
Tulisan "Allah" di dalam segilima pada 4 tempat. Segi-lima melambangkan : 5 rukun Islam dan 5 waktu sholat.
Tulisan "Bismillahirrahmanirrahim" pada 2 tempat. Tulisan Kalimah Sahadat pada 4 tempat. Surya Sengkala (tahun Matahari) : 1978 dalam seni kaligrafi yang berbunyi :
Angesti = angka 8
Suwara = angka 7
Kusumaning = angka 9
Samadi = angka 1
Pada bagian-bagian jagrag seluruhnya terdapat 27 (dua puluh tujuh) ukiran Surya sengkala.
"Nanasan" dengan dua susun kelopak daun, masing-masing menunjukkan Angka 7 dan 8 (daun).
Ukiran pada Bedug
Ukiran surya Sengkala (tahun matahari) : 1978 dalam seni kaligrafi dengan pengertian sama dengan No.4. Pada kayu bedug terdapat 2 (dua) ukiran Surya Sengkala dilingkari segi lima. Dua buah kendit/sabuk dari logam kuningan terukir berfungsi sebagai hiasan. Pada kedua kendit terdapat 11 (sebelas) ukiran Surya Sengkala.
Bahan kayu
Kayu jagrag berbahan jati (tectona grandis) dari Randublatung Jawa Tengah. Bahan kayu bedug dari jenis Meranti Merah (Shorea) dari Kalimantan Timur, umur pohon diperkirakan 300 tahun, sumbangan dari Badan Pelaksana Pembangunan dan Pengelolaan Pengusahaan Proyek Taman Mini Indonesia Indah dan merupakan potongan batang pohon dari koleksi Taman Mini Indonesia Indah.
Bahan kulit
Bagian depan adalah kulit sapi jantan dari daerah Jawa Timur. Bagian belakang adalah kulit sapi betina jenis Santa Gertrudis, umur 2 tahun, sumbangan PT. Redjo Sari Bumi, Tapos, Bogor.
Bahan lainnya
Kendit/Sabuk : dari logam kuningan.
Gantungan : dari besi baja yang di verchroom.
Band penguat : (pada kedua ujung) dari baja anti karat (stainless steel).
Paku kulit : dari kayu sonokeling, 90 buah pada bagian depan dan 80Â buah pada bagian belakang.
Obat pengawet : Superwolmansalt D (fluoride, chrome, arsenate), konsentrasi larutan kl. 4%, masa rendam 6 (enam) hari.
Pemukul bedug : 4 (empat) buah dari kayu jati terukir.
Jagrag/kaki dikerjakan dalam waktu 25 hari, sedangkan bedug dalam 60 hari.
Koperasi Karyawan dan Jamaah Masjid Istiqlal (KOSTIQ)
Usaha Pengembangan KOSTIQ (Koperasi karyawan dan Jamaah Masjid Istiqlal), selain dapat memakmurkan masjid, juga sangat diharapkan mampu menciptakan dan meningkatkan kesejahtraan karyawan dan jamaah Masjid Istiqlal.
KOSTIQ telah diakui keberadaannya oleh badan hukum yang telah disahkan oleh Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada tanggal 19 Mei 1997 nomor 171/BHKWK.9/V/1997 serta anggaran rumah tangga yang disahkan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) tanggal 31 Maret 2004. Pendirian Kostiq dimotori oleh para pengurus BPPMI, dalam rangka pemberdayaan potensi yang dimiliki oleh Masjid Istiqlal.
Salah satu tujuan KOSTIQ adalah ikut serta meningkatkan citra baik Masjid Istiqlal melalui kegiatan-kegiatan sosial masyarakat. Saat ini KOSTIQ telah banyak dimanfaatkan oleh para karyawan dan jamaah Masjid Istiqlal.
Pada awal berdirinya KOSTIQ mensepakati usaha yang dijalankan adalah pengadaan barang-barang kebutuhan sehari-hari, usaha yang sudah berjalan hingga saat ini adalah penjualan sembako. Untuk kebutuhan lainnya seperti barang-barang elektronik KOSTIQ menerapkan sistem kredit jangka pendek maksimun 12 bulan.
Disamping itu usaha yang benar-benar menjadi konsentrasi KOSTIQ adalah:
Usaha simpan pinjam
Usaha perdagangan umum
Usaha toko sembako dan elektronik serta usaha cetak foto yang sangat dibutuhkan oleh para pengunjung di Masjid Istiqlal
Usaha kerjasama khusus
Usaha jasa boga
Kegiatan KOSTIQ dipusatkan di kamar 58 Masjid Istiqlal, sebagai pusat administrasi usaha. Untuk toko penjualan sembako selama ini dipusatkan di pintu air sebelah utara Masjid Istiqlal sementara usaha wartel dan foto copy di area parkir timur pintu utama Masjid Istiqlal.
Koperasi Istiqlal mempekerjakan 6 (enam) orang tenaga staf yang terdiri dari tenaga bantuan dan tenaga staf penuh, jumlah angota sampai dengan 31 Desember 2008 adalah 261 orang. Pengurus Kostiq selalu berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan pembinaan administrasi melalui pemanfaatan potensi pegawai dan saran perkantoran dengan segala keterbatasannya.
Imam dan Muadzin
Masjid Istiqlal mempunyai seorang imam besar, seorang wakil imam besar, dan tujuh orang imam. Sampai saat ini, Masjid Istiqlal memiliki empat imam besar. Imam Besar bertugas untuk mengawasi peribadatan di Masjid Istiqlal sesuai Syari'at Islam dan memberikan layanan konsultasi agama. Mereka adalah K. H. A. Zaini Miftah (1970-1980), K. H. Mukhtar Natsir (1980-2004), K. H. Nasrullah Djamaluddin (2004-2005)dan Imam Besar saat ini yang dijabat oleh Prof. Dr. K. H. Ali Musthafa Ya'qub, M. A. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah di Ciputat, Jakarta Selatan. Wakil Imam Besar dijabat Drs. H. Syarifuddin Muhammad, M. M. Beliau adalah mantan Ketua Ikatan Penghafal al-Qur'an. Tujuh imam lainnya adalah:
1. Drs. H. Ali Hanafiah
2. H. Ahmad Husni Isma'il S. Ag.
3. Drs. H. Muhasyim Abdul Majid
4. H. Martomo Malaing AS, S. Q. , S. Th. I
5. H. Ahmad Rofi'uddin Mahfudz, S. Q.
6. Drs. H. Hasanuddin Sinaga, M. A.
7. Drs. H. Dzulfatah Yasin, M. A.
Selain itu, Masjid Istiqlal juga memiliki tujuh orang muadzin yang bertugas mangumandangkan adzan dan memberikan pengajaran tentang Al-Qur'an dan agama Islam. Mereka adalah:
1. Drs. H. Abdul Wahid
2. H. Sayuti
3. H. Muhammad Mahdi, S. Ag.
4. H. Ahmad Achwani S. Ag.
5. H. Hasan Basri
6. H. Muhdori Abdur Razzaq, S. Ag.
7. H. Saiful Anwar al-Bintani
Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal adalah masjid negara Republik Indonesia yang terletak di pusat ibukota Jakarta. Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Soekarno di mana pemancangan batu pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan.
Lokasi kompleks masjid ini berada di bekas Taman Wilhelmina, di timur laut lapangan Medan Merdeka yang ditengahnya berdiri Monumen Nasional (Monas). Di seberang timur masjid ini berdiri Gereja Katedral Jakarta. Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima lantai dan satu lantai dasar. Masjid ini memiliki gaya arsitektur modern dengan dinding dan lantai berlapis marmer, dihiasi ornamen geometrik dari baja antikarat. Bangunan utama masjid dimahkotai satu kubah besar berdiameter 45 meter yang ditopang 12 tiang besar. Menara tunggal setinggi total 96,66 meter menjulang di sudut selatan selasar masjid. Masjid ini mampu menampung lebih dari dua ratus ribu jamaah.
Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia, aktivitas sosial, dan kegiatan umum. Masjid ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal di Jakarta. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung umumnya wisatawan domestik, dan sebagian wisatawan asing yang beragama Islam. Masyarakat non-Muslim juga dapat berkunjung ke masjid ini setelah sebelumnya mendapat pembekalan informasi mengenai Islam dan Masjid Istiqlal, meskipun demikian bagian yang boleh dikunjungi kaum non-Muslim terbatas dan harus didampingi pemandu.
Pada tiap hari besar Islam seperti Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru Hijriyah, Maulid Nabi Muhammad dan Isra dan Mi'raj, Presiden Republik Indonesia selalu mengadakan kegiatan keagamaan di masjid ini yang disiarkan secara langsung melalui televisi nasional (TVRI) dan sebagian televisi swasta.
Nama Masjid
Masjid Istiqlal merupakan masjid negara Indonesia, yaitu masjid yang mewakili umat muslim Indonesia. Karena menyandang status terhormat ini maka masjid ini harus dapat menjadi kebanggaan bangsa Indonesia sekaligus menggambarkan semangat perjuangan dalam meraih kemerdekaan. Masjid ini dibangun sebagai ungkapan dan wujud dari rasa syukur bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, atas berkat dan rahmat Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat kemerdekaan, terbebas dari cengkraman penjajah. Karena itulah masjid ini dinamakan "Istiqlal" yang dalam bahasa Arab berarti "Merdeka".
Sejarah
Setelah perang kemerdekaan Indonesia, mulai berkembang gagasan besar untuk mendirikan masjid nasional. Ide pembangunan masjid tercetus setelah empat tahun proklamasi kemerdekaan. Gagasan pembangunan masjid kenegaraan ini sejalan dengan tradisi bangsa Indonesia yang sejak zaman kerajaan purba pernah membangun bangunan monumental keagamaan yang melambangkan kejayaan negara. Misalnya pada zaman kerajaan Hindu-Buddha bangsa Indonesia telah berjaya membangun candi Borobudur dan Prambanan. Karena itulah di masa kemerdekaan Indonesia terbit gagasan membangun masjid agung yang megah dan pantas menyandang predikat sebagai masjid negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Perencanaan
Pada tahun 1950, KH. Wahid Hasyim yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia dan H. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Pertemuan dipimpin oleh KH. Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan masjid. Gedung pertemuan yang bersebelahan dengan Istana Merdeka itu, kini tinggal sejarah. Deca Park dan beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai.
Masjid tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan, yang secara istilah menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat berupa kemerdekaan bangsa.
Pada pertemuan di gedung Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati H. Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Beliau juga ditunjuk secara mufakat sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal meskipun beliau terlambat hadir karena baru kembali ke tanah air setelah bertugas sebagai delegasi Indonesia ke Jepang membicarakan masalah pampasan perang saat itu.
Pada tahun 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan rencana pembangunan masjid itu kepada kepala negara. Presiden Soekarno menyambut baik rencana tersebut, bahkan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal. Kemudian Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal 7 Desember 1954.
Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak beliau ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Februari 1955. Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan diundang untuk turut serta dalam sayembara itu.
Terjadi perbedaan pendapat mengenai rencana lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Ir. H. Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI) berpendapat bahwa lokasi yang paling tepat untuk pembangunan Masjid Istiqlal tersebut adalah di Jl. Moh. Husni Thamrin yang kini menjadi lokasi Hotel Indonesia. Dengan pertimbangan lokasi tersebut berada di lingkungan masyarakat Muslim dan waktu itu belum ada bangunan di atasnya.
Sementara itu, Ir. Soekarno (Presiden RI saat) mengusulkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina, yang di dalamnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat perdagangan serta dekat dengan Istana Merdeka. Hal ini sesuai dengan simbol kekuasaan kraton di Jawa dan daerah-daerah di Indonesia bahwa masjid harus selalu berdekatan dengan kraton atau dekat dengan alun-alun, dan Taman Medan Merdeka dianggap sebagai alun-alun Ibu Kota Jakarta. Selain itu Soekarno juga menghendaki masjid negara Indonesia ini berdampingan dengan Gereja Katedral Jakarta untuk melambangkan semangat persaudaraan, persatuan dan toleransi beragama sesuai Pancasila.
Pendapat H. Moh. Hatta tersebut akan lebih hemat karena tidak akan mengeluarkan biaya untuk penggusuran bangunan-bangunan yang ada di atas dan di sekitar lokasi. Namun, setelah dilakukan musyawarah, akhirnya ditetapkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina. Untuk memberi tempat bagi masjid ini, bekas benteng Belanda yaitu benteng Prins Frederick yang dibangun pada tahun 1837 dibongkar.
Sayembara rancang bangun masjid
Dewan Juri sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal, terdiri dari para Arsitek dan Ulama terkenal. Susunan Dewan Juri adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan anggotanya Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H. Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Sayembara berlangsung mulai tanggal 22 Februari 1955 sampai dengan 30 Mei 1955. Sambutan masyarakat sangat menggembirakan, tergambar dari banyaknya peminat hingga mencapai 30 peserta. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, dan hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.
Setelah dewan juri menilai dan mengevaluasi, akhirnya ditetapkanlah 5 (lima) peserta sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah:
1. Pemenang Pertama: Fredrerich Silaban dengan disain bersandi Ketuhanan
2. Pemenang Kedua: R. Utoyo dengan disain bersandi Istighfar
3. Pemenang Ketiga: Hans Gronewegen dengan disain bersandi Salam
4. Pemenang Keempat: 5 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Ilham
5. Pemenang Kelima: adalah 3 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Khatulistiwa dan NV. Associatie dengan sandi Lima Arab
Pada tanggal 5 Juli 1955, Dewan Juri menetapkan F. Silaban sebagai pemenang pertama. Penetapan tersebut dilakukan di Istana Merdeka, sekaligus menganugerahkan sebuah medali emas 75 gram dan uang Rp. 25.000. Pemenang kedua, ketiga, dan keempat diberikan hadiah. Dan seluruh peserta mendapat sertifikat penghargaan.
Pembangunan
Pemancangan tiang pertama dilakukan oleh Presiden Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, disaksikan oleh ribuan umat Islam.
Selanjutnya pelaksanaan pembangunan masjid ini tidak berjalan lancar. Sejak direncanakan pada tahun 1950 sampai dengan 1965 tidak mengalami banyak kemajuan. Proyek ini tersendat, karena situasi politik yang kurang kondusif. Pada masa itu, berlaku demokrasi parlementer, partai-partai politik saling bertikai untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada tahun 1965 saat meletus peristiwa G30S/PKI, sehingga pembangunan masjid terhenti sama sekali. Setelah situasi politik mereda,pada tahun 1966, Menteri Agama KH. M. Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini. Kepengurusan dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.
Tujuh belas tahun kemudian, Masjid Istiqlal selesai dibangun. Dimulai pada tanggal 24 Agustus 1961, dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978, ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam. Biaya pembangunan diperoleh terutama dari APBN sebesar Rp. 7.000.000.000,- (tujuh miliar rupiah) dan US$. 12.000.000 (dua belas juta dollar AS).
Peristiwa kontemporer
Karena Masjid Istiqlal adalah masjid nasional Republik Indonesia, setiap upacara atau peringatan hari besar Islam senantiasa digelar di masjid ini. Misalnya Hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Isra Mi'raj, dan Maulid Nabi digelar di masjid ini dan diliput televisi nasional. Untuk turut memeriahkan perhelatan Visit Indonesia Year 1991 digelarlah Festival Istiqlal yang pertama pada tahun 1991. Festival ini digelar untuk memamerkan seni dan kebudayaan Islam Indonesia, turut hadir perwakilan negara sahabat berpenduduk muslim seperti Iran, Arab Saudi, dan perwakilan muslim China dari Uighur. Festival Istiqlal yang kedua digelar pada tahun 1995 untuk memperingati 50 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada pukul 15.20 WIB hari Senin, 19 April 1999 bom meledak di lantai dasar Masjid Istiqlal. Letusan ini meretakkan tembok dan memecahkan kaca beberapa kantor organisasi Islam yang berkantor di Masjid Istiqlal, termasuk kantor Majelis Ulama Indonesia. Dua orang terluka akibat ledakan ini. Pada bulan Juni 1999 Polisi mengumumkan tujuh orang pengamen tersangka pelaku pengeboman Masjid Istiqlal yang telah ditangkap. Ketujuh orang ini adalah pelaksana yang menempatkan bom di Masjid Istiqlal, meskipun demikian siapakah otak perencana di balik pengeboman ini masih belum terungkap jelas.
Karena letak Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta yang bedampingan, maka kedekatan ini menjadi simbol keharmonisan antarumat beragama di Indonesia. Kendaraan umat Katolik yang merayakan misa hari besar keagamaan Katolik diperkenankan menggunakan lahan parkir Masjid Istiqlal.
Pengunjung
Barack dan Michelle Obama mengunjungi Masjid Istiqlal dipandu oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Kyai al-Hajj Ali Musthafa Ya'qub pada tanggal 10 November 2010.
Sebagai masjid terbesar di Kawasan Timur Asia (Asia Tenggara dan Asia Timur), Masjid Istiqlal menarik perhatian wisatawan dalam dan luar negeri, terutama wisatawan muslim yang datang dari berbagai penjuru Indonesia ataupun wisatawan muslim dari luar negeri. Pengunjung muslim dapat langsung masuk dan berbaur dengan jemaah untuk menunaikan shalat berjamaah. Wisatawan non-Muslim diperbolehkan berkunjung dan memasuki masjid ini, setelah sebelumnya mendapat pembekalan informasi mengenai Islam dan Masjid Istiqlal. Pengunjung non-Muslim harus mengikuti tata cara mengunjungi masjid seperti melepaskan alas kaki serta mengenakan busana yang sopan dan pantas. Misalnya pengunjung tidak diperkenankan mengenakan celana pendek atau pakaian yang kurang pantas (busana lengan pendek, kaus kutang atau tank top). Pengunjung yang mengenakan celana pendek biasanya dipinjamkan sarung, sedangkan pengunjung wanita diminta mengenakan kerudung. Meskipun demikian bagian yang boleh dikunjungi kaum non-Muslim terbatas dan harus didampingi pemandu. Misalnya pengunjung non-Muslim (kecuali tamu negara atau VVIP) tidak diperkenankan memasuki lantai pertama ruang utama tempat mihrab dan mimbar, tetapi diperbolehkan melihat bagian dalam ruangan ini dari balkon lantai kedua. Selebihnya pengunjung non-Muslim boleh mengunjungi bagian lain seperti pelataran terbuka, selasar, kaki menara dan koridor masjid.
Setelah presiden Amerika Serikat Barack Obama didampingi istrinya mengunjungi Masjid Istiqal pada November 2010, makin banyak wisatawan asing yang berkunjung ke masjid ini, rata-rata sekitar 20 wisatawan asing mengunjungi masjid ini tiap harinya. Kebanyakan berasal dari Eropa. Para tokoh penting asing terkenal yang pernah mengunjungi Masjid Istiqlal antara lain; Bill Clinton Presiden Amerika Serikat pada tahun 1994, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Libya Muammar Gaddafi, Pangeran Charles dari Britania Raya, Li Yuanchao wakil ketua Partai Komunis China, Presiden Cile Sebastián Piñera, Heinz Fischer Presiden Austria, dan Jens Stoltenberg Perdana Menteri Norwegia, dan Kanselir Jerman Angela Merkel pada tahun 2012.
Arsitektur
Sebagai masjid negara Indonesia, Masjid Istiqlal diharapkan dapat menampung jamaah dalam jumlah yang besar. Karena itu arsitekturnya menerapkan prinsip minimalis, dengan mempertimbangkan keberadaannya di kawasan beriklim tropis. Masjid dirancang agar udara dapat bebas bersirkulasi sehingga ruangan tetap sejuk, sementara jemaah terbebas dari panas matahari dan hujan. Ruangan shalat yang berada di lantai utama dan terbuka sekelilingnya diapit oleh plaza atau pelataran terbuka di kiri-kanan bangunan utama dengan tiang-tiang dengan bukaan lowong yang lebar di antaranya, dimaksudkan untuk memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami.
Gaya arsitektur
Masjid Istiqlal dilihat dari pelataran
Masjid ini bergaya arsitektur Islam modern internasional, yaitu menerapkan bentuk-bentuk geometri sederhana seperti kubus, persegi, dan kubah bola, dalam ukuran raksasa untuk menimbulkan kesan agung dan monumental. Bahannya pun dipilih yang besifat kokoh, netral, sederhana, dan minimalis, yaitu marmer putih dan baja antikarat (stainless steel). Ragam hias ornamen masjid pun bersifat sederhana namun elegan, yaitu pola geometris berupa ornamen logam krawangan (kerangka logam berlubang) berpola lingkaran, kubus, atau persegi. Ornamen-ornamen ini selain berfungsi sabagai penyekat, jendela, atau lubang udara, juga berfungsi sebagai unsur estetik dari bangunan ini. Krawangan dari baja ini ditempatkan sebagai jendela, lubang angin, atau ornamen koridor masjid. Pagar langkan di tepi balkon setiap lantainya serta pagar tangga pun terbuat dari baja antikarat. Langit-langit masjid dan bagian dalam kubah pun dilapisi kerangka baja antikarat. Dua belas pilar utama penyangga kubah pun dilapisi lempengan baja antikarat.
Karena bangunan yang begitu besar dan luas, jika memanfaatkan seluruh permukaan lantai di semua bagian bangunan, masjid ini dapat menampung maksimal sekitar 200.000 jamaah, meskipun demikian kapasitas ideal masjid ini adalah sekitar 120.000 jamaah. Masjid ini mempunyai arsitektur yang bergaya modern. Jamaah dan wisatawan yang berkunjung ke masjid ini dapat melihat konstruksi kokoh bangunan masjid yang didominasi oleh batuan marmer pada tiang-tiang, lantai, dinding dan tangga serta baja antikarat pada tiang utama, kubah, puncak menara, plafon, dinding, pintu krawangan, tempat wudhu, dan pagar keliling halaman.
Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Istiqlal juga merupakan obyek wisata religi, pusat pendidikan, dan pusat aktivitas syiar Islam. Dengan berkunjung ke masjid ini, jamaah dan wisatawan dapat melihat keunikan arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara arsitektur Indonesia, Timur Tengah, dan Eropa. Arsitektur Indonesia nampak pada bangunan yang bersifat terbuka dengan memungkinkan sirkulasi udara alami sesuai dengan iklim tropis serta letak masjid yang berdekatan dengan bangunan pusat pemerintahan. Kemudian pada bagian dalam kubah masjid yang berhiaskan kaligrafi merupakan hasil adopsi arsitektur Timur Tengah. Masjid ini juga dipengaruhi gaya arsitektur Barat, sebagaimana terlihat dari bentuk tiang dan dinding yang kokoh.
Arsitektur Masjid Istiqlal juga menampilkan pendekatan yang unik terhadap berbagai serapan budaya dalam komposisi yang harmonis. Perpaduan itu menunjukkan kuatnya pemahaman yang menghargai berbagai budaya dari masyarakat yang berbeda, yang ditempatkan sebagai potensi untuk membangun harmoni dan toleransi antar umat beragama, dalam rangka membina kesatuan dan persatuan bangsa.
Beberapa kalangan menganggap arsitektur Islam modern Timur Tengah masjid Istiqlal berupa kubah besar dan menara terlalu bersifat Arab dan modern, sehingga terlepas dari kaitan harmoni dan warisan tradisi arsitektur Islam Nusantara tradisional Indonesia. Mungkin sebagai jawabannya mantan presiden Suharto melalui Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila menyeponsori pembangunan berbagai masjid beratap limas tingkat tiga bergaya tradisional masjid Jawa.
Simbolisme
Interior ruang utama masjid Istiqlal; kubah raksasa ditopang 12 tiang berlapis baja antikarat
Ribuan umat muslim Indonesia berkumpul untuk menunaikan shalat Ied pada Hari Raya Idul Fitri di Masjid Istiqlal.
Rancangan arsitektur Masjid Istiqlal mengandung angka dan ukuran yang memiliki makna dan perlambang tertentu. Terdapat tujuh gerbang untuk memasuki ruangan dalam Istiqlal yang masing-masing dinamai berdasarkan Al-Asmaul-Husna, nama-nama Allah yang mulia dan terpuji. Angka tujuh melambangkan tujuh lapis langit dalam kosmologi alam semesta Islam, serta tujuh hari dalam seminggu. Tempat wudhu terletak di lantai dasar, sementara ruangan utama dan pelataran utama terletak di lantai satu yang ditinggikan. Bangunan masjid terdiri atas dua bangunan; bangunan utama dan bangunan pendamping yang lebih kecil. Bangunan pendamping berfungsi sebagai tangga sekaligus tempat tambahan untuk beribadah. Bangunan utama ini dimahkotai kubah dengan bentang diameter sebesar 45 meter, angka "45" melambangkan tahun 1945, tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Kemuncak atau mastaka kubah utama dimahkotai ornamen baja antikarat berbentuk Bulan sabit dan bintang, simbol Islam.
Kubah utama ini ditopang oleh 12 tiang ruang ibadah utama disusun melingkar tepi dasar kubah, dikelilingi empat tingkat balkon. Angka "12" yang dilambangkan oleh 12 tiang melambangkan hari kelahiran nabi Muhammad yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal, juga melambangkan 12 bulan dalam penanggalan Islam (juga penanggalan Masehi) dalam satu tahun. Empat tingkat balkon dan satu lantai utama melambangkan angka "5" yang melambangkan lima Rukun Islam sekaligus melambangkan Pancasila, falsafah kebangsaan Indonesia. Tangga terletak di keempat sudut ruangan menjangkau semua lantai. Pada bangunan pendamping dimahkotai kubah yang lebih kecil berdiameter 8 meter.
Adanya dua bangunan masjid; yaitu bangunan utama dan bangunan pendamping (berfungsi sebagai tangga, ruang tambahan dan pintu masuk Al Fattah), serta dua kubah yaitu kubah utama dan kubah pendamping, melambangkan angka "2" atau dualisme yang saling berdampingan dan melengkapi; langit dan bumi, kepentingan akhirat dan kepentingan duniawi, bathin dan lahir, serta dua bentuk hubungan penting bagi muslim yaitu Hablum minallah (hubungan manusia dengan Tuhannya) dan Hablum minannaas (hubungan manusia dengan sesamanya). Hal ini sesuai dengan sifat agama Islam yang lengkap, mengatur baik urusan keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Islam tidak semata-mata bertitik berat pada masalah ibadah dan akhirat saja tetapi juga memperhatikan urusan duniawi; kesejahteraan, keadilan dan kepedulian sosial, ekonomi, hukum, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kehidupan sehari-hari umat muslim.
Rancangan interior masjid ini sederhana, minimalis, dengan hiasan minimal berupa ornamen geometrik dari bahan baja antikarat. Sifat gaya arsitektur dan ragam hias geometris yang sederhana, bersih dan minimalis ini mengandung makna bahwa dalam kesederhanaan terkandung keindahan. Pada dinding utama yang menghadap kiblat terdapat mihrab dan mimbar di tengahnya. Pada dinding utama terdapat ornamen logam bertuliskan aksara Arab Allah di sebelah kanan dan nama Muhammad di sebelah kiri, di tengahnya terdapat kaligrafi Arab Surah Thaha ayat ke-14. Semua ornamen logam baja antikarat didatangkan dari Jerman. Pada awalnya direncanakan menggunakan bahan marmer impor dari Italia seperti Monumen Nasional. Akan tetapi untuk menghemat biaya dan mendukung industri mamer lokal maka bahan marmer akhirnya diambil dari Tulungagung di Jawa Timur.
Struktur bangunan utama dihubungkan dengan emper dan koridor yang mengelilingi pelataran terbuka yang luas. Teras besar terbuka ini berukuran seluas 29.800 meter persegi, berupa pelataran berlapis tegel keramik berwarna merah bata yang disusun sesuai shaf shalat, terletak di sisi dan belakang gedung utama. Teras ini berfungsi menampung jemaah pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Koridor di sekeliling teras pelataran menghubungkan bangunan utama dengan menara masjid. Tidak seperti masjid dalam arsitektur Islam Arab, Persia, Turki, dan India yang memiliki banyak menara, Istiqlal hanya memiliki satu menara yang melambangkan Keesaan Allah. Struktur menara berlapis marmer berukuran tinggi 66,66 meter (6.666 cm),melambangkan 6.666 ayat dalam persepsi tradisional dalam Al Quran. Ditambah kemuncak yang memahkotai menara terbuat dari kerangka baja setinggi 30 meter melambangkan 30 juz' dalam Al Quran, maka tinggi total menara adalah 96,66 meter. Selain koridor emper keliling terdapat pula koridor di tengah yang menghubungkan Gerbang Al Fattah dengan Gerbang Ar Rozzaq. Jika masjid sudah tentu berkiblat ke arah Mekkah, penjuru koridor ini mengarah ke Monumen Nasional, hal ini untuk menunjukkan bahwa masjid ini adalah masjid nasional Republik Indonesia.
Di masjid ini juga terdapat bedug raksasa yang terbuat dari dari sebatang pohon kayu meranti merah asal pulau Kalimantan yang berusia sekitar 300 tahun.
Masjid Istiqlal dikenal dengan kemegahan bangunannya. Luas bangunannya hanya mencapai 26% dari kawasan seluas 9.32 hektare, yang selebihnya adalah halaman dan pertamanan. Pada taman masjid di sudut barat daya terdapat kolam besar dengan air mancur yang dapat menyemburkan air setinggi 45 meter. Air mancur ini hanya diaktifkan tiap hari Jumat menjelang shalat Jumat atau pada hari raya dan hari penting keagamaan Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, dan Isra Miraj.
Lingkungan sekitar
Kerumunan jemaah shalat Ied di depan gerbang Al Fattah, Masjid Istiqlal.
Pada tahun 1950, keadaan dan kondisi kawasan Taman Wilhelmina yang berada di depan Lapangan Banteng merupakan tempat yang sepi, gelap, kotor, dan tak terurus. Reruntuhan tembok bekas bangunan Benteng Prins Frederick di taman itu penuh dengan lumut, dan ditumbuhi ilalang dimana-mana.
Pada tanggal 21 Mei 1961, dalam rangka peringatan Hari Kebangkitan Nasional di tempat yang sama, sekitar 50.000 orang dari berbagai unsur lapisan masyarakat, termasuk pegawai negeri dan swasta, alim ulama, tentara, dan lain-lain bekerja bakti membersihkan taman Wilhelmina yang tak terurus itu, sebagai persiapan lokasi pembangunan Masjid yang diawali dengan pidato Menteri Jaksa Agung.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 24 Agustus 1961, telah menjadi tanggal yang paling bersejarah bagi kaum muslimin di Jakarta khususnya, dan Indonesia pada umumnya, untuk pertama kalinya di bekas taman itu, kota Jakarta akan memiliki sebuah masjid besar dan monumental. Maka dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim Presiden RI Ir. Soekarno meresmikan permulaan pembangunan Masjid Istiqlal diatas area seluas 9.32 Ha. Yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang disaksikan oleh ribuan ummat Islam. Sebuah masjid yang akan menjadi simbol kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Kompleks Masjid Istiqlal juga mempunyai daya tampung parkir untuk 800 kendaraan.
Pagar dan pintu gerbang
Komplek Masjid Istiqlal dikelilingi pagar setinggi empat meter, terdiri dari tembok setinggi satu meter dan diatasnya berdiri pagar setinggi tiga meter yang terbuat dari bahan stainless steel, baja anti karat sepanjang 1.165 meter.
Semula pagar ini meski dibuat dari bahan baja antikarat dan cukup kokoh, namun tingginya hanya sekitar 1,2 meter ditambah 1 meter tembok sehingga memudahkan keluar masuknya orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara melompati pagar tersebut, ditambah lagi dengan pintu gerbang yang sangat mudah dilewati meski pintu tersebut dalam keadaan terkunci.
Sebagai solusinya maka mulai tahun 2007 pagar diganti menjadi lebih tinggi dan indah seperti yang disaksikan sekarang. Pintu gerbangpun diubah dan dipercantik dengan menggunakan alumunium cor dan dirancang memiliki celah-celah yang rapat yang tidak mungkin dilewati oleh manusia.
Saat ini untuk masuk ke wilayah Masjid Istiqlal baik menggunakan kendaraan ataupun berjalan kaki harus melalui pintu gerbang yang terbuka yang masing-masing mempunyai gardu jaga. Pintu-pintu gerbang tersebut terletak di sebelah utara, timur, tenggara dan selatan. Salah satu dari pintu gerbang tersebut diperuntukkan khusus untuk VIP yaitu RI 1 dan RI 2.
Terdapat lima pintu gerbang masuk menuju kompleks Masjid Istiqlal, beberapa gerbang masuk ini dihubungkan ke masjid oleh jembatan yang dibawahnya mengalir sungai Ciliwung dan di kiri kanannya terdapat lapangan parkir yang luas, sedangkan dua buah lainnya di bagian utara tidak dihubungkan dengan jembatan. Gerbang masjid ini terdapat di ketiga sisi kompleks masjid, yaitu sisi utara menghadap pintu air dan jalan Veteran, sisi timur menghadap Gereja Katedral Jakarta dan jalan Katedral, dan sisi tenggara-selatan menghadap jalan Perwira dan kantor pusat Pertamina. Sementara di sepanjang sisi barat terdapat rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Gambir dan Stasiun Juanda, di sisi barat ini tidak terdapat pintu gerbang.
1. Sisi Utara dari arah Pintu Air terdapat satu pintu gerbang yang langsung diarahkan menuju pintu As-Salam. Pada acara kenegaraan biasanya hanya dibuka untuk dilalui para undangan VIP setingkat pejabat negara, para menteri, duta-duta besar perwakilan negara sahabat, pejabat legislatif, pejabat daerah dan undangan VIP lainnya.
2. Sisi Timur Laut dari arah Katedral terdapat satu buah pintu gerbang berhadapan dengan bangunan gereja Katedral. Pintu gerbang inilah yang dibuka setiap harinya untuk keluar masuk area Masjid Istiqlal dan mulai pada pertengahan tahun 2008 perparkiran menggunakan sistem Check Point.
3. Sisi Tenggara-Selatan dari arah Kantor Pusat Pertamina dan jalan Perwira terdapat tiga pintu gerbang, satu pintu gerbang ujung selatan tepat di pertigaan Jalan Merdeka Timur dan jalan Perwira searah dengan gedung kantor pusat Pertamina dan Stasiun Gambir, satu pintu di sisi tenggara dekat jembatan Ciliwung, dan satu lagi dekat pertigaan Lapangan Banteng searah dengan gedung Kementerian Agama Pusat. Gerbang tenggara dekat jembatan Ciliwung biasanya dibuka untuk umum hanya pada saat shalat Jumat, sedangkan pintu gerbang ujung selatan khusus diperuntukkan bagi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia beserta rombongan bila menghadiri acara keagamaan yang diselenggarakan secara kenegaraan di Masjid Istiqlal, seperti peringatan hari-hari besar Islam seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Seluruh pintu gerbang ini dibuka setiap acara resmi kenegaraan, sedangkan untuk hari-hari biasa pintu gerbang yang dibuka hanya pintu dari arah Katedral yang langsung menuju pintu Al-Fattah.
Sedangkan pada bangunan Masjid Istiqlal terdapat 7 buah pintu gerbang yand dinamakan berdasarkan Asmaul Husna.
Taman, parkir, jembatan, dan air mancur
Air mancur di tengah kolam sudut barat daya taman Masjid Istiqlal.
Halaman di sekitar Masjid Istiqlal sebelah utara, selatan dan timur seluas 6,85 Ha terdari dari:
Pertamanan seluas 4,15 Ha, dibagi menjadi 23 lokasi dan masing-masing diberi nama sesuai dengan nama pepohonan yang dominan berada di lokasi tersebut. Misalnya Taman Kamboja dan lain-lain. Rindangnnya pertamanan berfungsi juga sebagai hutan kota, dihidupi pula dengan beberapa jenis unggas untuk menambah keindahan komplek Masjid Istiqlal. Dengan demikian menjadikan suasana masjid terasa sejuk sehinnga akan menambah kekhusyuan beribadah bagi para jamaah.
Perparkiran seluas 2,15 Ha, yang dapat menampung kurang lebih 800 kendaraan sekaligus melalui 7 buah pintu gerbang yang ada. Kualitas pengaspalan untuk halaman, parkir dan jalan dibuat dengan methode pengaspalan kelas satu. Sungai Ciliwung mengalir membelah kompleks Masjid Istiqlal. Karena halaman Masjid Istiqlal dikelilingi oleh sungai, maka dibangun pula tiga buah jembatan besar yang lebarnya 18,6 meter dan panjang sekitar 21 sampai 25 meter. Ditambah satu buah jembatan kecil untuk pejalan kaki, kerangka dari jembatan-jembatan ini juga terbuat dari bahan stainless steel. Tepat di taman ini aliran sungai Ciliwung bercabang dua, cabang ke barat mengarah ke Harmoni, Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk, dan kawasan Kota Tua Jakarta, sedangkan cabang ke timur mengarah ke Pasar Baru, Gunung Sahari dan Ancol. Di sisi utara cabang barat terdapat pintu air yang dibangun pada zaman kolonial Hindia Belanda.
Untuk menambah indahnya panorama kompleks Masjid Istiqlal, di halaman bagian selatan dilengkapi dengan kolam air mancur yang ditempatkan di tengah-tengah, taman air mancur ini seluas 2.803 meter persegi, dan kolam air mancur seluas 8.490 meter persegi, jadi luas keseluruhannya 11,293 meter persegi. Pada bagian tengah kolam dibuat ring penampung air bersih bergaris tengah 45 meter, jumlah nozel pemancar air mancur sebanyak: 1 buah tegak lurus di tengah-tengah cawan air mancur, 17 buah di lingkar luar, dan 8 buah buah di lingkar dalam pada kolam penampungan air bersih. Air mancur ini dapat memancarkan air setinggi 45 meter.
Gedung utama dan gedung pendukung
Masjid Istiqlal berdaya tampung jamaah sebanyak 200.000 orang yang terdiri dari:
1. Ruang shalat utama dan balkon serta sayap memuat 61.000 orang.
2. Ruang pada bangunan pendahuluan memuat 8.000 orang.
3. Ruang teras terbuka di lantai 2 memuat 50.000 orang.
4. Semua koridor dan tempat lainnya memuat 81.000 orang.
Pintu masuk
Terdapat tujuh pintu gerbang masuk ke dalam Masjid Istiqlal. Masing-masing pintu itu diberi nama berdasarkan Asmaul Husna. Dari ketujuh pintu ini tiga pintu yaitu Al Fattah, As Salam dan Ar Rozzaq adalah pintu utama. Ketujuh pintu itu adalah:
1. Al Fattah (Gerbang Pembuka): pintu utama yang terletak sisi timur laut berhadapan dengan Gereja Katedral. Pintu ini adalah pintu untuk masyarakat umum yang senantiasa terbuka dan terletak di bangunan pendamping dengan kubah kecil diatasnya.
2. Al Quddus (Gerbang Kesucian): pintu yang terletak di sisi timur laut terdapat di sudut bangunan utama masjid.
3. As Salam (Gerbang Kedamaian): salah satu pintu utama ini terletak di ujung utara pada sudut bangunan utama. Pintu ini langsung menuju dekat shaf terdepan barisan shalat, sehingga pintu ini digunakan untuk tamu penting VIP, seperti ulama, tamu asing, duta besar dari negara muslim, dan tamu penting lainnya pada acara keagamaan penting.
4. Al Malik (Gerbang Raja): pintu VVIP di sisi barat pada sudut bangunan utama masjid. Seperti pintu As Salam pintu ini juga langsung menuju dekat shaf terdepan barisan shalat, sehingga pintu ini digunakan untuk tamu penting VVIP seperti presiden dan wakil presiden Indonesia serta tamu negara yang berkunjung.
5. Al Ghaffar (Gerbang Ampunan): pintu ini terletak di ujung selatan pada bangunan selasar pelataran, tepat di bawah menara masjid Istiqlal. Pintu ini adalah yang paling dekat gerbang tenggara sekaligus yang terjauh dari mihrab masjid.
6. Ar Rozzaq (Gerbang Rezeki): salah satu pintu utama ini terletak di tengah-tengah sisi selatan selasar pelataran Istiqlal. Dari pintu ini terdapat koridor yang lurus menghubungkannya dengan pintu Al Fatah di sisi timur laut.
7. Ar Rahman (Gerbang Pengasih): pintu ini terletak di sudut barat daya bangunan selasar masjid, dekat pintu Al Malik.
Gedung utama
Mihrab dan mimbar di ruang utama
Tinggi: 60 meter
Panjang: 100 meter
Lebar: 100 meter
Tiang pancang: 2.361 buah
Masjid Istiqlal yang megah ini adalah bangunan berlantai dua. Lantai pertama untuk perkantoran, ruang pertemuan, instalasi AC sentral dan listrik, kamar mandi, toilet dan ruang tempat wudhu. Lantai dua, untuk shalat yang terdiri dari ruang shalat utama dan teras terbuka yang luas guna untuk menampung jemaah yang melimpah terutama pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
Gedung utama dengan ruang shalat utama mengarah ke kiblat (Mekkah), sedangkan teras terbuka yang luas mengarah ke Monumen Nasional (Monas).
Lantai utama yang disediakan untuk ruang sholat baik Rawatib ataupun sholat sunnat lainnya terletak di gedung utama dengan daya tampung 61.00 orang jamaah. Di bagian depan terdapat Mihrab tempat dimana imam memimpin sholat jamaah, dan disebelah kanan mihrab terdapat mimbar yang ditinggikan. Lantainya ditutupi karpet merah sumbangan seorang dermawan dari Kerajaan Arab Saudi.
Kubah besar
Dengan diameter 45 m, terbuat dari kerangka baja antikarat dari Jerman Barat dengan berat 86 ton, sementara bagian luarnya dilapisi dengan keramik. Diameter 45 meter merupakan simbol penghormatan dan rasa syukur atas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945 sesuai dengan nama Istiqlal itu sendiri. Bagian bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi Surat Yassin yang ditulis oleh K.H Fa'iz seorang Khatthaath senior dari Jawa Timur.
Dari luar atap bagian atas kubah dipasang penangkal petir berbentuk lambang Bulan dan Bintang yang terbuat dari stainless steel dengan diameter 3 meter dan berat 2,5 ton. Dari dalam kubah di topang oleh 12 pilar berdiameter 2,6 meter dengan tinggi 60 meter, 12 buah pilar ini merupakan simbol angka kelahiran nabi Muhammad SAW yaitu 12 Rabiul Awal tahun Gajah atau 20 April 571 M.
Seluruh bagian di gedung utama ini dilapisi marmer yang didatangkan langsung dari Tulungagung seluas 36.980 meter persegi.
Gedung pendahuluan
Tinggi: 52 meter
Panjang: 33 meter
Lebar: 27 meter
Bagian ini memiliki lima lantai yang terletak di belakang gedung utama yang diapit dua sayap teras. Luas lantainya 36.980 meter persegi, dilapisi dengan 17.300 meter persegi marmer. Jumlah tiang pancangnya sebanyak 1800 buah. Di atas gedung ini ada sebuah kubah kecil, fungsi utama dari gedung ini yaitu setiap jamaah dapat menuju gedung utama secara langsung. Selain itu juga bisa dimanfaatkan sebagai perluasan tempat shalat bila gedung utama penuh.
Teras raksasa
Teras raksasa terbuka seluas 29.800 meter terletak di sebelah kiri dan dibelakang gedung induk. Teras ini berlapis tegel keramik berwarna merah kecoklatan yang disusun membentuk shaf shalat. Teras ini dibuat untuk menampung jamaah pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain itu teras ini juga berfungsi sebagai tempat acara-acara keagamaan seperti MTQ dan pada emper tengah biasa digunakan untuk peragaan latihan manasik haji, teras raksasa ini dapat menampung sekitar 50.000 jamaah.
Emper keliling dan koridor
Panjang: 165 meter
Lebar : 125 meter
Emper atau koridor ini mengelilingi teras raksasa dan koridor tengah yang sekelilingya terdapat 1800 pilar guna menopang bangunan emper. Di bagian tengah terdapat koridor tengah yang menghubungkan pintu Al Fattah di timur laut dengan pintu Ar Rozzaq di barat daya. Arah poros koridor ini mengarah ke Monumen Nasional menandakan masjid ini adalah masjid nasional.
Menara
Menara Istiqlal dengan Monas terlihat di kejauhan
Tinggi tubuh menara marmer: 6.666 cm = 66.66 meter
Tinggi kemuncak (pinnacle) menara baja antikarat: 30 meter
Tinggi total menara: sekitar 90 meter
Diameter menara 5 meter
Bangunan menara meruncing ke atas ini berfungsi sebagai tempat Muadzin mengumandangkan adzan. Di atasnya terdapat pengeras suara yang dapat menyuarakan adzan ke kawasan sekitar masjid.
Menara megah tersebut melambangkan keagungan Islam, dan kemuliaan kaum muslimin. Keistimewaan lainnya, menara yang terletak di sudut selatan masjid, dengan ketinggian 6.666 cm ini dinisbahkan dengan jumlah ayat-ayat Al-Quran. Pada bagian ujung atas menara, berdiri kemuncak (pinnacle) dari besi baja yang menjulang ke angkasa setinggi 30 meter sebagai simbol dari jumlah juz dalam Al-Quran. Menara dan kemuncak baja ini membentuk tinggi total menara sekitar 90 meter.
Puncak menara yang meruncing dirancang berlubang-lubang terbuat dari kerangka baja tipis. Angka 6.666 merupakan simbol dari jumlah ayat yang terdapat dalam AL- Quran, seperti yang diyakini oleh sebahagian besar ulama di Indonesia.
Lantai dasar dan tangga
Ruangan shalat terdapat di lantai pertama tepat di atas lantai dasar, sedangkan lantai dasar terdapat ruang wudhu, kantor Masjid Istiqlal, dan kantor berbagai organisasi Islam. Lantai dasar Masjid Istiqlal seluruhnya ditutupi oleh marmer seluas 25.000 meter persegi dipersiapkan untuk sarana perkantoran, sarana penunjang masjid, dan ruang serbaguna. Gagasan semula tempat ini akan dibiarkan terbuka yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan, misalnya pada saat penyelenggaraan Festival Istiqlal I tahun 1991 dan Festival Istiqlal II tahun 1995 ruangan-ruangan serbaguna di lantai dasar dan pelataran halaman Masjid dijadikan ruang pameran seni Islam Indonesia dan bazaar. Namun pasca terjadinya pengeboman di Masjid Istiqlal pada tanggal 19 April 1999 maka dilakukanlah pemagaran dan pembuatan pintu-pintu strategis pada tahun 1999.
Jumlah tangga menuju lantai shalat utama sebanyak 11 unit. Tiga diantaranya memiliki ukuran besar dan berfungsi sebagai tangga utama yaitu: satu unit berada disisi utara gedung induk, satu unit berada pada gedung pendahuluan yang dapat dipergunakan langsung menuju lantai lima, dan satu unit lainnya berlokasi di emper selatan menuju lantai utama, tangga-tangga ini memiliki lebar 15 meter.
Disamping itu terdapat 4 unit tangga dengan ukuran lebar 3 meter berlokasi pada tiap-tiap pojok gedung utama yang langsung menuju lantai lima dan di sudut-sudut teras raksasa.
Sarana dan fasilitas
Koridor keliling dipenuhi jemaah shalat Ied hari raya Idul Fitri
Umat muslim Indonesia tengah membaca Al Quran setelah menunaikan shalat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Indonesia. Indonesia memiliki jumlah umat muslim terbesar di dunia
Ruang shalat utama luasnya satu hektare dapat menampung jamaah lebih dari 16.000 orang. Ruang tersebut ditambah balkon 4 tingkat dan sayap disebelah timur, selatan, dan utara sehingga luas seluruhnya menjadi 36.980 meter persegi atau sama dengan hampir 4 hektare yang berarti dapat menampung jamaah sekitar 61.000 orang.
Di sebelah barat ruang shalat utama terletak mimbar yang diapit sebelah kiri dan kanannya oleh tembok berlapiskan marmer di mana terpajang kaligrafi Arab yang indah berbunyi: "Allah" (sebelah utara), "La Illaha Illa Allah, Muhammad ar Rasulu Allah" (tengah), dan "Muhammad" (sebelah selatan).
Sarana peribadatan
Karpet
Seluruh lantai utama masjid ditutupi oleh karpet merah sumbangan dari seorang dermawan Arab Saudi bernama Sheikh Esmail Abu Daud yang diserah terimahkan pada tanggal 3 Juni 2005. Karpet sebanyak 103 gulung ini berwarna merah terbuat dari bahan dasar wol.
Perawatan karpet tersebut dikerjakan secara manual, setiap hari dibersihkan dengan menggunakan alat vacum cleaner. Jumlah karpet penutup lantai utama 18 lembar, setiap lembarnya berukuran: panjang 25 meter dan lebar 4 meter, rata-rata beratnya 250 kg.
Rak Al Quran
Masjid Istiqlal juga menyediakan mushaf Al-Qur'an untuk dibaca oleh para jama'ah yang ditempatkan pada rak yang melingkar di 12 tiang yang terdapat pada lantai utama, setiap rak berbentuk setengah lingkaran yang terdiri dari dua tingkat terbuat dari bahan stainless steel.
Setiap rak dapat menampung 100 sampai 150 buah mushaf yang disediakan oleh BPPMI serta waqaf dari jamaah.
Sketsel
Untuk pembatas antara tempat shalat bagi jamaah pria dan wanita dan batas area sholat rawatib, di lantai utama Masjid Istiqlal juga disediakan sketsel yang terbuat dari 20 modul dengan bahan stainless steel dan dari bahan kayu 20 modul dengan ukuran masing-masing 2 meter x 80 cm. Sketsel tersebut bersifat knock down yang bisa dipasang sesuai kebutuhan.
Sarana olahraga
Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Menjaga kesehatan dengan berolahraga merupakan hal yang rutin dilakukan oleh siswa-siswi madrasah dan remaja Masjid Istiqlal.
Untuk mendukung berbagai macam program yang ada, BPPMI menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti sarana olah raga yang representatif berstandart nasional dan internasional yang dibangun di pojok kiri bagian timur Masjid.
Pusat kegiatan olahraga ini berupa lapangan terbuka terdiri dari lapangan Futsal, Badminton, Bola Volly dan Basket. Lapangan olah raga ini berukuran 420 meter persegi, diresmikan penggunaannya oleh ibu Menteri Agama RI pada Tanggal 17 Januari 2009 M/20 Muharram 1430 M.
Tenaga listrik
Tenaga listrik di Masjid Istiqlal difungsikan untuk:
1. Penerangan
2. Tenaga Hydrofour
3. AC
4. Sound system
5. Air Mancur
6. Alat eloktronik lainnya seperti TV, Komputer dll.
Penggunaan listrik untuk kebutuhan penerangan diseluruh areal Masjid Istiqlal baik di gedung ataupun di taman dan halaman serta pagar menggunakan layanan listrik dari PLN. Suplai listrik yang diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan satu gardu tersendiri yang menyiapkan central box berkapasitas 2.000 KVA.
Sebagai cadangan bila terjadi pemadaman dari pihak PLN, disiapkan juga dua buah mesin diesel atau generator berkekuatan 825 KVA dan 500 KVA. Selain untuk penerangan tenaga listrik ini juga dipergunakan untuk mesin-mesin Hydrofour dan AC di ruang perkantoran yang terdapat di lantai dasar masjid, rata-rata konsumsi listrik setiap bulannya adalah 1.750 KVA, dengan pembayaran rekening rata-rata sebesar Rp: 125.000.000/bulan.
Sistem suara dan multimedia
Untuk keperluan ibadah dan sarana informasi Masjid Istiqlal menggunakan sound system yang dikendalikan secara terpusat yang terletak pada ruang kaca bagian belakang lantai dua, dengan jumlah speaker sebanyak 200 chanel yang tersebar pada lantai utama.
Jumlah speaker yang terdapat pada koridor, gedung penghubung dan gedung pendahuluan sebanyak 158 chanel. Sound system dikendalikan oleh 26 amplyfire dan 5 (lima) buah mixer dan diawasi oleh enam orang yang bertugas secara bergantian baik siang ataupun malam hari.
Untuk mendukung kelancaran komunikasi pada waktu pelaksanaan ibadah dan kegiatan, di lantai utama juga telah dipasang system TV plasma sehingga akses informasi dpat diikuti secara merata oleh para jamaah yang berada diseluruh area ruang utama Masjid.
Pendingin udara (AC)
AC difungsikan secara sentral yang meliputi seluruh perkantoran dan ruangan lain yang ada di lantai dasar. Untuk memenuhi kebutuhan AC ini didukung oleh empat buah mesin pendingin atau chiller.
Pendingin ruangan hanya digunakan bagi ruangan-ruangan kantor di lantai bawah dengan menggunakan sistem AC central dan AC split.
Untuk menambah kenyamanan beribadah bagi jamaah, sekarang ini ruang utama Masjid Istiqlal dilengkapi juga dengan 5 unit standing AC, masing-masing berkekuatan 5 PK dan sebelas unit AC celling berkekuatan masing-masing 5 PK, ditambah kipas angin berukuran besar.
Disamping itu pada ruangan perkantoran, ruang madrasah serta ruang VIP yang berada pada lantai dasar sistem pendinginnya juga menggunakan AC sentral yang digerakkan oleh empat unit mesin chiller dengan 300 buah fan coil unit yang tersebar pada setiap ruangan, karena termakan usia di beberapa ruangan ditemukan AC chiller sudah kurang berfungsi maka secara bertahap dilakukan penggantian dengan AC split.
Fasilitas air, ruang wudhu, kamar mandi, WC
Tempat wudhu pria
Tempat wudhu wanita
Keperluan air untuk bersuci di Masjid Istiqlal pada awalnya dari Perusahaan Air Minum (PAM). Sebagai cadangan untuk mengantisipasi kekurangan dan kerusakan maka dibuatlah 6 buah sumur artesis dengan kedalaman 100 M, menggunakan mesin berkekuatan 3 PK dan 3 fase berkapasitas 600 liter permenit dan didistribusikan ke tempat-tempat wudhu.
Untuk kebutuhan air di tempat pembuangan air kecil digunakan delapa buah mesin Hydrofour, ditambah empat tangki Hydrofour berkapasitas 1400 liter. Mesin-mesin air tersebut menggunakan tenaga listrik sebanyak 15 PK.
Tempat wudhu terdapat di beberapa lokasi di lantai dasar yaitu di sebelah utara, timur maupun selatan gedung utama. Di setiap lokasi tersedia 100 unit tempat wudhu dengan kran air terbuat dari bahan stainless steel, tiap unitnya terdiri atas 6 buah kran maka jumlah kran seluruhnya sebanyak 600 buah. Berarti pada saat yang bersamaan dapat melayani 600 orang berwudhu sekaligus.
Sedangkan toilet terdapat di lantai dasar sebelah barat, selatan dan timur di bawah teras raksasa. Toilet ini sengaja dibangun terpisah dari tempat wudhu, hal ini dimaksudkan agar tempat yang bersih dan suci tidak berdekatan dengan tempat yang kotor. Disisi sebelah timur, dibawah emper masjid terdapat dua lokasi urinior yang berkapasitas 80 ruang.
Selain itu juga terdapat 52 kamar mandi dan WC, dengan rincian: 12 buah dibawah emper barat, 12 buah dibawah emper selatan dekat menara dan 28 buah dibawah emper sebelah timur. Keperluan air untuk wudhu, kamar mandi dan toilet ini setiap hari dipasok air dari PAM yaang berkapasitas 600 liter per menit.
Lift bagi penyandang cacat
Mengingat Masjid Istiqlal sebagai sarana umum dan jamaah yang berkunjung juga terdapat diantaranya penyandang cacat dan jamaah lanjut usia. Karena itu bagi penyandang cacat yang akan menuju ke lantai dua dan lantai utama disediakan lift yang terletak di bagian selatan. Hal ini dalam rangka peningkatan pelayanan kepada para jamaah penyandang cacat dan lansia.
Keberadaan satu unit lift yang diperuntukkan khusus bagi jamaah penyandang cacat dan lansia ini adalah berkat bantuan pemerintah DKI Jakarta. Lift tersebut berkapasitas 6 orang dan dioperasikan pada waktu-waktu tertentu sesuai kebutuhan.
Lift ini terdapat di lokasi pintu Ar-Rahman dan dapat diakses melalui pintu gerbang depan kantor pusat pertamina.
Perpustakaan Islam
Firman yang pertama kali diturunkan-Nya dalam Al Quran adalah perintah membaca, melalui firman-Nya tersebut Allah memerintahkan manusia membaca sebagai jalan untuk menuntut ilmu. Jadi jika menutut ilmu memiliki kedudukan mulia, maka jalan kearahnya pun dengan membaca menjadi jalan yang mulia. Kesadaran akan pentingnya membaca sebagai jalan masuknya ilmu telah mendorong generasi terdahulu umat Islam untuk mendirikan fasilitas yang bisa menampung bahan bacaan karya-karya ulama Islam waktu itu.
Perpustakaan Islam Istiqlal, walaupun belum bisa mewakili jumlah besarnya koleksi buku seperti perpustakaan-perpustakaan Islam yang besar lainnya, mewakili fungsinya sebagai pusat keilmuan Islam. Perpustakaan Islam sendiri sudah mulai berkembang di Indonesia. Hampir di setiap masjid-masjid besar di Ibukota, telah dilengkapi dengan sarana perpustakaan.
Poliklinik
Ketika gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Bapak Sumarno pada tahun 1968 dimana Masjid Istiqlal masih dalam proses pembangunan, maka untuk membantu karyawan dalam pemeriksaan kesehatan, Gubernur Sumarno ketika itu meminta bantuan pihak RS Gatot Soebroto untuk turut serta membantu dalam bidang pelayanan kesehatan bagi seluruh pekerja dan karyawan proyek pembangunan Masjid Istiqlal. Pihak RS mengirimkan bantuan empat orang tenaga mantri secara bergiliran yaitu:
H.Abd.Hamid Ipang H.M.Sukiran Suster Yuyun Rahayu Suster Rosda Setelah proyek pembangunan masjid diserahkan kepada Sekretaris Negara pada tahun 1984 tenaga medis yang menangani pelayanan kesehatan tinggal dua orang yaitu H.Abd. Hamid Ipang dan H.M. Sukiran.
Sampai sekarang Masjid Istiqlal tetap menyediakan fasilitas berupa Poliklinik Umum. Poliklinik ini berada di bawah tanggung jawab dr. Khulushinnisak, MARS yang juga PNS Departemen Agama. Di Klinik ini karyawan dan para jamaah Masjid Istiqla bisa mendapatkan layanan kesehatan dengan berbagai kemudahan. Klinik Istiqlal bertempat di lantai dasar Masjid Istiqlal Jl. Taman Wijaya Kusuma No.1, Jakarta Pusat.
Pelayanan Kesehatan yang diberikan berupa pemeriksaan dan konsultasi dokter umum serta obat-obatan generik. Bagi karyawan dan jamaah Masjid Istiqlal, dibebaskan biaya pemeriksanaan. Karyawan dan jamaah harus membawa kartu berobat (atau kartu identitas jika belum memiliki kartu berobat) agar dibebaskan dari biaya pemeriksaan dan konsultasi dokter.
Obat-obatan yang diberikan diutamakan dalam bentuk generik, dan bagi obat-obatan yang tidak ada dalam bentuk generik diutamakan penyediaan hasil produksi perusahaan farmasi nasional.
Jadwal pelayanan kesehatan bagi karyawan adalah setiap hari kerja :
Senin s/d Jum'at : 08.00 - 16.00, Hari sabtu dan Ahad tutup kecuali jika di Masjid Istiqlal diadakan acara hari-hari besar Islam atau acara-acara penting lainnya.
Sejak tahun 2003, pliklinik Masjid Istiqlal sudah dilengkapi oleh tiga orang tenaga dokter dan seorang paramedis, tiga orang tenaga dokter tersebut adalah dokter umum yang terdiri dari seorang dokter PNS Departemen Agama DPK, dua orang dokter Kememterian Agama dan seorang paramedis/mantri karyawan Masjid Istiqlal pensiunan dari RS Gatot Soebroto. Poliklinik Masjid Istiqlal juga dilengkapi alat untuk mengecek kadar gula darah dan kolestrol serta satu unit mobil ambulans.
Adapun obat-obatan yang tersedia di poliklinik ini adalah obat generik bagi penyakit ringan untuk membantu pada tahap pertolongan pertama, bila ada penyakit yang memerlukan pengobatan medis yang serius maka akan dirujuk ke RS. Gatot Soebroto atau RSCM.
Madrasah
Masjid ini menjadi pedoman dan teladan pengelolaan masjid di Indonesia, sehingga harus menjadi contoh dan model dalam pengelolaan masjid secara nasional. Dalam konsep pengelolaan masjid yang ideal, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga harus mejadi tempat pembinaan umat melalui berbagai macam kegiatan. Salah satu kegiatan yang sangat penting adalah pendidikan untuk pembinaan masyarakat atau umat baik pendidikan formal maupun non formal.
Telah diselenggarakan pendidikan formal di Masjid Istiqlal yang terdiri dari jenjang pendidikan: Kelompok bermain dan Raudhatul Athfal, Madarasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Bedug raksasa
Pada waktu dulu masjid-masjid di Indonesia dilengkapi dengan bedug yang berfungsi sebagai tanda masuk waktu shalat. Bedug dipukul ketika waktu untuk shalat tiba, diikuti adzan.
Di Masjid Istiqlal bedug masih ada dan dilestarikan keberadaannya sebagai warisan budaya bangsa, saat ini bunyi bedug direkam kemudian diperdengarkan melalui pengeras suara sebelum adzan dikumandangkan. Bedug tersebut memiliki ukuran yang sangat besar, diletakkan di atas penyangga setinggi 3,80 meter, panjangnya 3,45 meter, dan lebarnya 3,40 meter. Semua terbuat dari kayu jati dari hutan Randu Blatung di Jawa Tengah.
Bedug Masjid Istiqlal panjangnya 3 meter, dengan berat 2,30 ton, bagian depan berdiameter 2 meter, bagian belakang 1,71 meter, terbuat dari kayu meranti merah (shorea wood) dari sebuah pohon berumur 300 tahun, diambil dari hutan di Kalimantan Timur, diawetkan menggunakan bahan pengawet superwolman salt D (fluoride, clirome, dan arsenate)
Dulu bedug di Masjid Istiqlal tersebut dipukul setiap hari Jumat, mendahului adzan Jumat yang dikumandangkan melalui pengeras suara. Belakangan ini suara bedug direkam kemudian diperdengarkan melalui pengeras suara sebelum adzan dikumandangkan. Walaupun fungsi beduk sudah dapat digantikan oleh pengeras suara, dalam menentukan tanda masuk waktu shalat, tetapi di Masjid Istiqlal, beduk masih dimanfaatkan. Beduk dipukul sebelum adzan. Selain itu beduk raksasa masjid ini juga berfungsi sebagai hiasan dan sekaligus melestarikan salah satu budaya Islam Indonesia.
Bedug
Garis tengah bagian depan : 2 meter
Garis tengah bagian belakang : 1,71 meter
Panjang : 3 meter
Berat : + 2,30 ton
Jenis kayu : Meranti Merah (Shorea) dari Kalimantan Timur
Umur pohon : + 300 tahun.
Kaki bedug (Jagrag)
Tinggi : 3,80 meter
Panjang : 3,45 meter
Lebar : 3,40 meter
Volume kayu : + 3,10 meter kubik
Jenis kayu : jati (tectona grandis) dari Randublatung Jawa Tengah.
Ukiran : Jepara.
Ukiran pada Jagrag
Tulisan "Allah" di dalam segilima pada 4 tempat. Segi-lima melambangkan : 5 rukun Islam dan 5 waktu sholat.
Tulisan "Bismillahirrahmanirrahim" pada 2 tempat. Tulisan Kalimah Sahadat pada 4 tempat. Surya Sengkala (tahun Matahari) : 1978 dalam seni kaligrafi yang berbunyi :
Angesti = angka 8
Suwara = angka 7
Kusumaning = angka 9
Samadi = angka 1
Pada bagian-bagian jagrag seluruhnya terdapat 27 (dua puluh tujuh) ukiran Surya sengkala.
"Nanasan" dengan dua susun kelopak daun, masing-masing menunjukkan Angka 7 dan 8 (daun).
Ukiran pada Bedug
Ukiran surya Sengkala (tahun matahari) : 1978 dalam seni kaligrafi dengan pengertian sama dengan No.4. Pada kayu bedug terdapat 2 (dua) ukiran Surya Sengkala dilingkari segi lima. Dua buah kendit/sabuk dari logam kuningan terukir berfungsi sebagai hiasan. Pada kedua kendit terdapat 11 (sebelas) ukiran Surya Sengkala.
Bahan kayu
Kayu jagrag berbahan jati (tectona grandis) dari Randublatung Jawa Tengah. Bahan kayu bedug dari jenis Meranti Merah (Shorea) dari Kalimantan Timur, umur pohon diperkirakan 300 tahun, sumbangan dari Badan Pelaksana Pembangunan dan Pengelolaan Pengusahaan Proyek Taman Mini Indonesia Indah dan merupakan potongan batang pohon dari koleksi Taman Mini Indonesia Indah.
Bahan kulit
Bagian depan adalah kulit sapi jantan dari daerah Jawa Timur. Bagian belakang adalah kulit sapi betina jenis Santa Gertrudis, umur 2 tahun, sumbangan PT. Redjo Sari Bumi, Tapos, Bogor.
Bahan lainnya
Kendit/Sabuk : dari logam kuningan.
Gantungan : dari besi baja yang di verchroom.
Band penguat : (pada kedua ujung) dari baja anti karat (stainless steel).
Paku kulit : dari kayu sonokeling, 90 buah pada bagian depan dan 80Â buah pada bagian belakang.
Obat pengawet : Superwolmansalt D (fluoride, chrome, arsenate), konsentrasi larutan kl. 4%, masa rendam 6 (enam) hari.
Pemukul bedug : 4 (empat) buah dari kayu jati terukir.
Jagrag/kaki dikerjakan dalam waktu 25 hari, sedangkan bedug dalam 60 hari.
Koperasi Karyawan dan Jamaah Masjid Istiqlal (KOSTIQ)
Usaha Pengembangan KOSTIQ (Koperasi karyawan dan Jamaah Masjid Istiqlal), selain dapat memakmurkan masjid, juga sangat diharapkan mampu menciptakan dan meningkatkan kesejahtraan karyawan dan jamaah Masjid Istiqlal.
KOSTIQ telah diakui keberadaannya oleh badan hukum yang telah disahkan oleh Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada tanggal 19 Mei 1997 nomor 171/BHKWK.9/V/1997 serta anggaran rumah tangga yang disahkan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) tanggal 31 Maret 2004. Pendirian Kostiq dimotori oleh para pengurus BPPMI, dalam rangka pemberdayaan potensi yang dimiliki oleh Masjid Istiqlal.
Salah satu tujuan KOSTIQ adalah ikut serta meningkatkan citra baik Masjid Istiqlal melalui kegiatan-kegiatan sosial masyarakat. Saat ini KOSTIQ telah banyak dimanfaatkan oleh para karyawan dan jamaah Masjid Istiqlal.
Pada awal berdirinya KOSTIQ mensepakati usaha yang dijalankan adalah pengadaan barang-barang kebutuhan sehari-hari, usaha yang sudah berjalan hingga saat ini adalah penjualan sembako. Untuk kebutuhan lainnya seperti barang-barang elektronik KOSTIQ menerapkan sistem kredit jangka pendek maksimun 12 bulan.
Disamping itu usaha yang benar-benar menjadi konsentrasi KOSTIQ adalah:
Usaha simpan pinjam
Usaha perdagangan umum
Usaha toko sembako dan elektronik serta usaha cetak foto yang sangat dibutuhkan oleh para pengunjung di Masjid Istiqlal
Usaha kerjasama khusus
Usaha jasa boga
Kegiatan KOSTIQ dipusatkan di kamar 58 Masjid Istiqlal, sebagai pusat administrasi usaha. Untuk toko penjualan sembako selama ini dipusatkan di pintu air sebelah utara Masjid Istiqlal sementara usaha wartel dan foto copy di area parkir timur pintu utama Masjid Istiqlal.
Koperasi Istiqlal mempekerjakan 6 (enam) orang tenaga staf yang terdiri dari tenaga bantuan dan tenaga staf penuh, jumlah angota sampai dengan 31 Desember 2008 adalah 261 orang. Pengurus Kostiq selalu berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan pembinaan administrasi melalui pemanfaatan potensi pegawai dan saran perkantoran dengan segala keterbatasannya.
Imam dan Muadzin
Masjid Istiqlal mempunyai seorang imam besar, seorang wakil imam besar, dan tujuh orang imam. Sampai saat ini, Masjid Istiqlal memiliki empat imam besar. Imam Besar bertugas untuk mengawasi peribadatan di Masjid Istiqlal sesuai Syari'at Islam dan memberikan layanan konsultasi agama. Mereka adalah K. H. A. Zaini Miftah (1970-1980), K. H. Mukhtar Natsir (1980-2004), K. H. Nasrullah Djamaluddin (2004-2005)dan Imam Besar saat ini yang dijabat oleh Prof. Dr. K. H. Ali Musthafa Ya'qub, M. A. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah di Ciputat, Jakarta Selatan. Wakil Imam Besar dijabat Drs. H. Syarifuddin Muhammad, M. M. Beliau adalah mantan Ketua Ikatan Penghafal al-Qur'an. Tujuh imam lainnya adalah:
1. Drs. H. Ali Hanafiah
2. H. Ahmad Husni Isma'il S. Ag.
3. Drs. H. Muhasyim Abdul Majid
4. H. Martomo Malaing AS, S. Q. , S. Th. I
5. H. Ahmad Rofi'uddin Mahfudz, S. Q.
6. Drs. H. Hasanuddin Sinaga, M. A.
7. Drs. H. Dzulfatah Yasin, M. A.
Selain itu, Masjid Istiqlal juga memiliki tujuh orang muadzin yang bertugas mangumandangkan adzan dan memberikan pengajaran tentang Al-Qur'an dan agama Islam. Mereka adalah:
1. Drs. H. Abdul Wahid
2. H. Sayuti
3. H. Muhammad Mahdi, S. Ag.
4. H. Ahmad Achwani S. Ag.
5. H. Hasan Basri
6. H. Muhdori Abdur Razzaq, S. Ag.
7. H. Saiful Anwar al-Bintani
Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal adalah masjid negara Republik Indonesia yang terletak di pusat ibukota Jakarta. Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Soekarno di mana pemancangan batu pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan.
Lokasi kompleks masjid ini berada di bekas Taman Wilhelmina, di timur laut lapangan Medan Merdeka yang ditengahnya berdiri Monumen Nasional (Monas). Di seberang timur masjid ini berdiri Gereja Katedral Jakarta. Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima lantai dan satu lantai dasar. Masjid ini memiliki gaya arsitektur modern dengan dinding dan lantai berlapis marmer, dihiasi ornamen geometrik dari baja antikarat. Bangunan utama masjid dimahkotai satu kubah besar berdiameter 45 meter yang ditopang 12 tiang besar. Menara tunggal setinggi total 96,66 meter menjulang di sudut selatan selasar masjid. Masjid ini mampu menampung lebih dari dua ratus ribu jamaah.
Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia, aktivitas sosial, dan kegiatan umum. Masjid ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal di Jakarta. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung umumnya wisatawan domestik, dan sebagian wisatawan asing yang beragama Islam. Masyarakat non-Muslim juga dapat berkunjung ke masjid ini setelah sebelumnya mendapat pembekalan informasi mengenai Islam dan Masjid Istiqlal, meskipun demikian bagian yang boleh dikunjungi kaum non-Muslim terbatas dan harus didampingi pemandu.
Pada tiap hari besar Islam seperti Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru Hijriyah, Maulid Nabi Muhammad dan Isra dan Mi'raj, Presiden Republik Indonesia selalu mengadakan kegiatan keagamaan di masjid ini yang disiarkan secara langsung melalui televisi nasional (TVRI) dan sebagian televisi swasta.
Nama Masjid
Masjid Istiqlal merupakan masjid negara Indonesia, yaitu masjid yang mewakili umat muslim Indonesia. Karena menyandang status terhormat ini maka masjid ini harus dapat menjadi kebanggaan bangsa Indonesia sekaligus menggambarkan semangat perjuangan dalam meraih kemerdekaan. Masjid ini dibangun sebagai ungkapan dan wujud dari rasa syukur bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, atas berkat dan rahmat Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat kemerdekaan, terbebas dari cengkraman penjajah. Karena itulah masjid ini dinamakan "Istiqlal" yang dalam bahasa Arab berarti "Merdeka".
Sejarah
Setelah perang kemerdekaan Indonesia, mulai berkembang gagasan besar untuk mendirikan masjid nasional. Ide pembangunan masjid tercetus setelah empat tahun proklamasi kemerdekaan. Gagasan pembangunan masjid kenegaraan ini sejalan dengan tradisi bangsa Indonesia yang sejak zaman kerajaan purba pernah membangun bangunan monumental keagamaan yang melambangkan kejayaan negara. Misalnya pada zaman kerajaan Hindu-Buddha bangsa Indonesia telah berjaya membangun candi Borobudur dan Prambanan. Karena itulah di masa kemerdekaan Indonesia terbit gagasan membangun masjid agung yang megah dan pantas menyandang predikat sebagai masjid negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Perencanaan
Pada tahun 1950, KH. Wahid Hasyim yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia dan H. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Pertemuan dipimpin oleh KH. Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan masjid. Gedung pertemuan yang bersebelahan dengan Istana Merdeka itu, kini tinggal sejarah. Deca Park dan beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai.
Masjid tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan, yang secara istilah menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat berupa kemerdekaan bangsa.
Pada pertemuan di gedung Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati H. Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Beliau juga ditunjuk secara mufakat sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal meskipun beliau terlambat hadir karena baru kembali ke tanah air setelah bertugas sebagai delegasi Indonesia ke Jepang membicarakan masalah pampasan perang saat itu.
Pada tahun 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan rencana pembangunan masjid itu kepada kepala negara. Presiden Soekarno menyambut baik rencana tersebut, bahkan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal. Kemudian Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal 7 Desember 1954.
Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak beliau ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Februari 1955. Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan diundang untuk turut serta dalam sayembara itu.
Terjadi perbedaan pendapat mengenai rencana lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Ir. H. Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI) berpendapat bahwa lokasi yang paling tepat untuk pembangunan Masjid Istiqlal tersebut adalah di Jl. Moh. Husni Thamrin yang kini menjadi lokasi Hotel Indonesia. Dengan pertimbangan lokasi tersebut berada di lingkungan masyarakat Muslim dan waktu itu belum ada bangunan di atasnya.
Sementara itu, Ir. Soekarno (Presiden RI saat) mengusulkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina, yang di dalamnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat perdagangan serta dekat dengan Istana Merdeka. Hal ini sesuai dengan simbol kekuasaan kraton di Jawa dan daerah-daerah di Indonesia bahwa masjid harus selalu berdekatan dengan kraton atau dekat dengan alun-alun, dan Taman Medan Merdeka dianggap sebagai alun-alun Ibu Kota Jakarta. Selain itu Soekarno juga menghendaki masjid negara Indonesia ini berdampingan dengan Gereja Katedral Jakarta untuk melambangkan semangat persaudaraan, persatuan dan toleransi beragama sesuai Pancasila.
Pendapat H. Moh. Hatta tersebut akan lebih hemat karena tidak akan mengeluarkan biaya untuk penggusuran bangunan-bangunan yang ada di atas dan di sekitar lokasi. Namun, setelah dilakukan musyawarah, akhirnya ditetapkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina. Untuk memberi tempat bagi masjid ini, bekas benteng Belanda yaitu benteng Prins Frederick yang dibangun pada tahun 1837 dibongkar.
Sayembara rancang bangun masjid
Dewan Juri sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal, terdiri dari para Arsitek dan Ulama terkenal. Susunan Dewan Juri adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan anggotanya Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H. Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Sayembara berlangsung mulai tanggal 22 Februari 1955 sampai dengan 30 Mei 1955. Sambutan masyarakat sangat menggembirakan, tergambar dari banyaknya peminat hingga mencapai 30 peserta. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, dan hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.
Setelah dewan juri menilai dan mengevaluasi, akhirnya ditetapkanlah 5 (lima) peserta sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah:
1. Pemenang Pertama: Fredrerich Silaban dengan disain bersandi Ketuhanan
2. Pemenang Kedua: R. Utoyo dengan disain bersandi Istighfar
3. Pemenang Ketiga: Hans Gronewegen dengan disain bersandi Salam
4. Pemenang Keempat: 5 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Ilham
5. Pemenang Kelima: adalah 3 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Khatulistiwa dan NV. Associatie dengan sandi Lima Arab
Pada tanggal 5 Juli 1955, Dewan Juri menetapkan F. Silaban sebagai pemenang pertama. Penetapan tersebut dilakukan di Istana Merdeka, sekaligus menganugerahkan sebuah medali emas 75 gram dan uang Rp. 25.000. Pemenang kedua, ketiga, dan keempat diberikan hadiah. Dan seluruh peserta mendapat sertifikat penghargaan.
Pembangunan
Pemancangan tiang pertama dilakukan oleh Presiden Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, disaksikan oleh ribuan umat Islam.
Selanjutnya pelaksanaan pembangunan masjid ini tidak berjalan lancar. Sejak direncanakan pada tahun 1950 sampai dengan 1965 tidak mengalami banyak kemajuan. Proyek ini tersendat, karena situasi politik yang kurang kondusif. Pada masa itu, berlaku demokrasi parlementer, partai-partai politik saling bertikai untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada tahun 1965 saat meletus peristiwa G30S/PKI, sehingga pembangunan masjid terhenti sama sekali. Setelah situasi politik mereda,pada tahun 1966, Menteri Agama KH. M. Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini. Kepengurusan dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.
Tujuh belas tahun kemudian, Masjid Istiqlal selesai dibangun. Dimulai pada tanggal 24 Agustus 1961, dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978, ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam. Biaya pembangunan diperoleh terutama dari APBN sebesar Rp. 7.000.000.000,- (tujuh miliar rupiah) dan US$. 12.000.000 (dua belas juta dollar AS).
Peristiwa kontemporer
Karena Masjid Istiqlal adalah masjid nasional Republik Indonesia, setiap upacara atau peringatan hari besar Islam senantiasa digelar di masjid ini. Misalnya Hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Isra Mi'raj, dan Maulid Nabi digelar di masjid ini dan diliput televisi nasional. Untuk turut memeriahkan perhelatan Visit Indonesia Year 1991 digelarlah Festival Istiqlal yang pertama pada tahun 1991. Festival ini digelar untuk memamerkan seni dan kebudayaan Islam Indonesia, turut hadir perwakilan negara sahabat berpenduduk muslim seperti Iran, Arab Saudi, dan perwakilan muslim China dari Uighur. Festival Istiqlal yang kedua digelar pada tahun 1995 untuk memperingati 50 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada pukul 15.20 WIB hari Senin, 19 April 1999 bom meledak di lantai dasar Masjid Istiqlal. Letusan ini meretakkan tembok dan memecahkan kaca beberapa kantor organisasi Islam yang berkantor di Masjid Istiqlal, termasuk kantor Majelis Ulama Indonesia. Dua orang terluka akibat ledakan ini. Pada bulan Juni 1999 Polisi mengumumkan tujuh orang pengamen tersangka pelaku pengeboman Masjid Istiqlal yang telah ditangkap. Ketujuh orang ini adalah pelaksana yang menempatkan bom di Masjid Istiqlal, meskipun demikian siapakah otak perencana di balik pengeboman ini masih belum terungkap jelas.
Karena letak Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta yang bedampingan, maka kedekatan ini menjadi simbol keharmonisan antarumat beragama di Indonesia. Kendaraan umat Katolik yang merayakan misa hari besar keagamaan Katolik diperkenankan menggunakan lahan parkir Masjid Istiqlal.
Pengunjung
Barack dan Michelle Obama mengunjungi Masjid Istiqlal dipandu oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Kyai al-Hajj Ali Musthafa Ya'qub pada tanggal 10 November 2010.
Sebagai masjid terbesar di Kawasan Timur Asia (Asia Tenggara dan Asia Timur), Masjid Istiqlal menarik perhatian wisatawan dalam dan luar negeri, terutama wisatawan muslim yang datang dari berbagai penjuru Indonesia ataupun wisatawan muslim dari luar negeri. Pengunjung muslim dapat langsung masuk dan berbaur dengan jemaah untuk menunaikan shalat berjamaah. Wisatawan non-Muslim diperbolehkan berkunjung dan memasuki masjid ini, setelah sebelumnya mendapat pembekalan informasi mengenai Islam dan Masjid Istiqlal. Pengunjung non-Muslim harus mengikuti tata cara mengunjungi masjid seperti melepaskan alas kaki serta mengenakan busana yang sopan dan pantas. Misalnya pengunjung tidak diperkenankan mengenakan celana pendek atau pakaian yang kurang pantas (busana lengan pendek, kaus kutang atau tank top). Pengunjung yang mengenakan celana pendek biasanya dipinjamkan sarung, sedangkan pengunjung wanita diminta mengenakan kerudung. Meskipun demikian bagian yang boleh dikunjungi kaum non-Muslim terbatas dan harus didampingi pemandu. Misalnya pengunjung non-Muslim (kecuali tamu negara atau VVIP) tidak diperkenankan memasuki lantai pertama ruang utama tempat mihrab dan mimbar, tetapi diperbolehkan melihat bagian dalam ruangan ini dari balkon lantai kedua. Selebihnya pengunjung non-Muslim boleh mengunjungi bagian lain seperti pelataran terbuka, selasar, kaki menara dan koridor masjid.
Setelah presiden Amerika Serikat Barack Obama didampingi istrinya mengunjungi Masjid Istiqal pada November 2010, makin banyak wisatawan asing yang berkunjung ke masjid ini, rata-rata sekitar 20 wisatawan asing mengunjungi masjid ini tiap harinya. Kebanyakan berasal dari Eropa. Para tokoh penting asing terkenal yang pernah mengunjungi Masjid Istiqlal antara lain; Bill Clinton Presiden Amerika Serikat pada tahun 1994, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Libya Muammar Gaddafi, Pangeran Charles dari Britania Raya, Li Yuanchao wakil ketua Partai Komunis China, Presiden Cile Sebastián Piñera, Heinz Fischer Presiden Austria, dan Jens Stoltenberg Perdana Menteri Norwegia, dan Kanselir Jerman Angela Merkel pada tahun 2012.
Arsitektur
Sebagai masjid negara Indonesia, Masjid Istiqlal diharapkan dapat menampung jamaah dalam jumlah yang besar. Karena itu arsitekturnya menerapkan prinsip minimalis, dengan mempertimbangkan keberadaannya di kawasan beriklim tropis. Masjid dirancang agar udara dapat bebas bersirkulasi sehingga ruangan tetap sejuk, sementara jemaah terbebas dari panas matahari dan hujan. Ruangan shalat yang berada di lantai utama dan terbuka sekelilingnya diapit oleh plaza atau pelataran terbuka di kiri-kanan bangunan utama dengan tiang-tiang dengan bukaan lowong yang lebar di antaranya, dimaksudkan untuk memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami.
Gaya arsitektur
Masjid Istiqlal dilihat dari pelataran
Masjid ini bergaya arsitektur Islam modern internasional, yaitu menerapkan bentuk-bentuk geometri sederhana seperti kubus, persegi, dan kubah bola, dalam ukuran raksasa untuk menimbulkan kesan agung dan monumental. Bahannya pun dipilih yang besifat kokoh, netral, sederhana, dan minimalis, yaitu marmer putih dan baja antikarat (stainless steel). Ragam hias ornamen masjid pun bersifat sederhana namun elegan, yaitu pola geometris berupa ornamen logam krawangan (kerangka logam berlubang) berpola lingkaran, kubus, atau persegi. Ornamen-ornamen ini selain berfungsi sabagai penyekat, jendela, atau lubang udara, juga berfungsi sebagai unsur estetik dari bangunan ini. Krawangan dari baja ini ditempatkan sebagai jendela, lubang angin, atau ornamen koridor masjid. Pagar langkan di tepi balkon setiap lantainya serta pagar tangga pun terbuat dari baja antikarat. Langit-langit masjid dan bagian dalam kubah pun dilapisi kerangka baja antikarat. Dua belas pilar utama penyangga kubah pun dilapisi lempengan baja antikarat.
Karena bangunan yang begitu besar dan luas, jika memanfaatkan seluruh permukaan lantai di semua bagian bangunan, masjid ini dapat menampung maksimal sekitar 200.000 jamaah, meskipun demikian kapasitas ideal masjid ini adalah sekitar 120.000 jamaah. Masjid ini mempunyai arsitektur yang bergaya modern. Jamaah dan wisatawan yang berkunjung ke masjid ini dapat melihat konstruksi kokoh bangunan masjid yang didominasi oleh batuan marmer pada tiang-tiang, lantai, dinding dan tangga serta baja antikarat pada tiang utama, kubah, puncak menara, plafon, dinding, pintu krawangan, tempat wudhu, dan pagar keliling halaman.
Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Istiqlal juga merupakan obyek wisata religi, pusat pendidikan, dan pusat aktivitas syiar Islam. Dengan berkunjung ke masjid ini, jamaah dan wisatawan dapat melihat keunikan arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara arsitektur Indonesia, Timur Tengah, dan Eropa. Arsitektur Indonesia nampak pada bangunan yang bersifat terbuka dengan memungkinkan sirkulasi udara alami sesuai dengan iklim tropis serta letak masjid yang berdekatan dengan bangunan pusat pemerintahan. Kemudian pada bagian dalam kubah masjid yang berhiaskan kaligrafi merupakan hasil adopsi arsitektur Timur Tengah. Masjid ini juga dipengaruhi gaya arsitektur Barat, sebagaimana terlihat dari bentuk tiang dan dinding yang kokoh.
Arsitektur Masjid Istiqlal juga menampilkan pendekatan yang unik terhadap berbagai serapan budaya dalam komposisi yang harmonis. Perpaduan itu menunjukkan kuatnya pemahaman yang menghargai berbagai budaya dari masyarakat yang berbeda, yang ditempatkan sebagai potensi untuk membangun harmoni dan toleransi antar umat beragama, dalam rangka membina kesatuan dan persatuan bangsa.
Beberapa kalangan menganggap arsitektur Islam modern Timur Tengah masjid Istiqlal berupa kubah besar dan menara terlalu bersifat Arab dan modern, sehingga terlepas dari kaitan harmoni dan warisan tradisi arsitektur Islam Nusantara tradisional Indonesia. Mungkin sebagai jawabannya mantan presiden Suharto melalui Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila menyeponsori pembangunan berbagai masjid beratap limas tingkat tiga bergaya tradisional masjid Jawa.
Simbolisme
Interior ruang utama masjid Istiqlal; kubah raksasa ditopang 12 tiang berlapis baja antikarat
Ribuan umat muslim Indonesia berkumpul untuk menunaikan shalat Ied pada Hari Raya Idul Fitri di Masjid Istiqlal.
Rancangan arsitektur Masjid Istiqlal mengandung angka dan ukuran yang memiliki makna dan perlambang tertentu. Terdapat tujuh gerbang untuk memasuki ruangan dalam Istiqlal yang masing-masing dinamai berdasarkan Al-Asmaul-Husna, nama-nama Allah yang mulia dan terpuji. Angka tujuh melambangkan tujuh lapis langit dalam kosmologi alam semesta Islam, serta tujuh hari dalam seminggu. Tempat wudhu terletak di lantai dasar, sementara ruangan utama dan pelataran utama terletak di lantai satu yang ditinggikan. Bangunan masjid terdiri atas dua bangunan; bangunan utama dan bangunan pendamping yang lebih kecil. Bangunan pendamping berfungsi sebagai tangga sekaligus tempat tambahan untuk beribadah. Bangunan utama ini dimahkotai kubah dengan bentang diameter sebesar 45 meter, angka "45" melambangkan tahun 1945, tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Kemuncak atau mastaka kubah utama dimahkotai ornamen baja antikarat berbentuk Bulan sabit dan bintang, simbol Islam.
Kubah utama ini ditopang oleh 12 tiang ruang ibadah utama disusun melingkar tepi dasar kubah, dikelilingi empat tingkat balkon. Angka "12" yang dilambangkan oleh 12 tiang melambangkan hari kelahiran nabi Muhammad yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal, juga melambangkan 12 bulan dalam penanggalan Islam (juga penanggalan Masehi) dalam satu tahun. Empat tingkat balkon dan satu lantai utama melambangkan angka "5" yang melambangkan lima Rukun Islam sekaligus melambangkan Pancasila, falsafah kebangsaan Indonesia. Tangga terletak di keempat sudut ruangan menjangkau semua lantai. Pada bangunan pendamping dimahkotai kubah yang lebih kecil berdiameter 8 meter.
Adanya dua bangunan masjid; yaitu bangunan utama dan bangunan pendamping (berfungsi sebagai tangga, ruang tambahan dan pintu masuk Al Fattah), serta dua kubah yaitu kubah utama dan kubah pendamping, melambangkan angka "2" atau dualisme yang saling berdampingan dan melengkapi; langit dan bumi, kepentingan akhirat dan kepentingan duniawi, bathin dan lahir, serta dua bentuk hubungan penting bagi muslim yaitu Hablum minallah (hubungan manusia dengan Tuhannya) dan Hablum minannaas (hubungan manusia dengan sesamanya). Hal ini sesuai dengan sifat agama Islam yang lengkap, mengatur baik urusan keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Islam tidak semata-mata bertitik berat pada masalah ibadah dan akhirat saja tetapi juga memperhatikan urusan duniawi; kesejahteraan, keadilan dan kepedulian sosial, ekonomi, hukum, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kehidupan sehari-hari umat muslim.
Rancangan interior masjid ini sederhana, minimalis, dengan hiasan minimal berupa ornamen geometrik dari bahan baja antikarat. Sifat gaya arsitektur dan ragam hias geometris yang sederhana, bersih dan minimalis ini mengandung makna bahwa dalam kesederhanaan terkandung keindahan. Pada dinding utama yang menghadap kiblat terdapat mihrab dan mimbar di tengahnya. Pada dinding utama terdapat ornamen logam bertuliskan aksara Arab Allah di sebelah kanan dan nama Muhammad di sebelah kiri, di tengahnya terdapat kaligrafi Arab Surah Thaha ayat ke-14. Semua ornamen logam baja antikarat didatangkan dari Jerman. Pada awalnya direncanakan menggunakan bahan marmer impor dari Italia seperti Monumen Nasional. Akan tetapi untuk menghemat biaya dan mendukung industri mamer lokal maka bahan marmer akhirnya diambil dari Tulungagung di Jawa Timur.
Struktur bangunan utama dihubungkan dengan emper dan koridor yang mengelilingi pelataran terbuka yang luas. Teras besar terbuka ini berukuran seluas 29.800 meter persegi, berupa pelataran berlapis tegel keramik berwarna merah bata yang disusun sesuai shaf shalat, terletak di sisi dan belakang gedung utama. Teras ini berfungsi menampung jemaah pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Koridor di sekeliling teras pelataran menghubungkan bangunan utama dengan menara masjid. Tidak seperti masjid dalam arsitektur Islam Arab, Persia, Turki, dan India yang memiliki banyak menara, Istiqlal hanya memiliki satu menara yang melambangkan Keesaan Allah. Struktur menara berlapis marmer berukuran tinggi 66,66 meter (6.666 cm),melambangkan 6.666 ayat dalam persepsi tradisional dalam Al Quran. Ditambah kemuncak yang memahkotai menara terbuat dari kerangka baja setinggi 30 meter melambangkan 30 juz' dalam Al Quran, maka tinggi total menara adalah 96,66 meter. Selain koridor emper keliling terdapat pula koridor di tengah yang menghubungkan Gerbang Al Fattah dengan Gerbang Ar Rozzaq. Jika masjid sudah tentu berkiblat ke arah Mekkah, penjuru koridor ini mengarah ke Monumen Nasional, hal ini untuk menunjukkan bahwa masjid ini adalah masjid nasional Republik Indonesia.
Di masjid ini juga terdapat bedug raksasa yang terbuat dari dari sebatang pohon kayu meranti merah asal pulau Kalimantan yang berusia sekitar 300 tahun.
Masjid Istiqlal dikenal dengan kemegahan bangunannya. Luas bangunannya hanya mencapai 26% dari kawasan seluas 9.32 hektare, yang selebihnya adalah halaman dan pertamanan. Pada taman masjid di sudut barat daya terdapat kolam besar dengan air mancur yang dapat menyemburkan air setinggi 45 meter. Air mancur ini hanya diaktifkan tiap hari Jumat menjelang shalat Jumat atau pada hari raya dan hari penting keagamaan Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, dan Isra Miraj.
Lingkungan sekitar
Kerumunan jemaah shalat Ied di depan gerbang Al Fattah, Masjid Istiqlal.
Pada tahun 1950, keadaan dan kondisi kawasan Taman Wilhelmina yang berada di depan Lapangan Banteng merupakan tempat yang sepi, gelap, kotor, dan tak terurus. Reruntuhan tembok bekas bangunan Benteng Prins Frederick di taman itu penuh dengan lumut, dan ditumbuhi ilalang dimana-mana.
Pada tanggal 21 Mei 1961, dalam rangka peringatan Hari Kebangkitan Nasional di tempat yang sama, sekitar 50.000 orang dari berbagai unsur lapisan masyarakat, termasuk pegawai negeri dan swasta, alim ulama, tentara, dan lain-lain bekerja bakti membersihkan taman Wilhelmina yang tak terurus itu, sebagai persiapan lokasi pembangunan Masjid yang diawali dengan pidato Menteri Jaksa Agung.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 24 Agustus 1961, telah menjadi tanggal yang paling bersejarah bagi kaum muslimin di Jakarta khususnya, dan Indonesia pada umumnya, untuk pertama kalinya di bekas taman itu, kota Jakarta akan memiliki sebuah masjid besar dan monumental. Maka dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim Presiden RI Ir. Soekarno meresmikan permulaan pembangunan Masjid Istiqlal diatas area seluas 9.32 Ha. Yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang disaksikan oleh ribuan ummat Islam. Sebuah masjid yang akan menjadi simbol kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Kompleks Masjid Istiqlal juga mempunyai daya tampung parkir untuk 800 kendaraan.
Pagar dan pintu gerbang
Komplek Masjid Istiqlal dikelilingi pagar setinggi empat meter, terdiri dari tembok setinggi satu meter dan diatasnya berdiri pagar setinggi tiga meter yang terbuat dari bahan stainless steel, baja anti karat sepanjang 1.165 meter.
Semula pagar ini meski dibuat dari bahan baja antikarat dan cukup kokoh, namun tingginya hanya sekitar 1,2 meter ditambah 1 meter tembok sehingga memudahkan keluar masuknya orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara melompati pagar tersebut, ditambah lagi dengan pintu gerbang yang sangat mudah dilewati meski pintu tersebut dalam keadaan terkunci.
Sebagai solusinya maka mulai tahun 2007 pagar diganti menjadi lebih tinggi dan indah seperti yang disaksikan sekarang. Pintu gerbangpun diubah dan dipercantik dengan menggunakan alumunium cor dan dirancang memiliki celah-celah yang rapat yang tidak mungkin dilewati oleh manusia.
Saat ini untuk masuk ke wilayah Masjid Istiqlal baik menggunakan kendaraan ataupun berjalan kaki harus melalui pintu gerbang yang terbuka yang masing-masing mempunyai gardu jaga. Pintu-pintu gerbang tersebut terletak di sebelah utara, timur, tenggara dan selatan. Salah satu dari pintu gerbang tersebut diperuntukkan khusus untuk VIP yaitu RI 1 dan RI 2.
Terdapat lima pintu gerbang masuk menuju kompleks Masjid Istiqlal, beberapa gerbang masuk ini dihubungkan ke masjid oleh jembatan yang dibawahnya mengalir sungai Ciliwung dan di kiri kanannya terdapat lapangan parkir yang luas, sedangkan dua buah lainnya di bagian utara tidak dihubungkan dengan jembatan. Gerbang masjid ini terdapat di ketiga sisi kompleks masjid, yaitu sisi utara menghadap pintu air dan jalan Veteran, sisi timur menghadap Gereja Katedral Jakarta dan jalan Katedral, dan sisi tenggara-selatan menghadap jalan Perwira dan kantor pusat Pertamina. Sementara di sepanjang sisi barat terdapat rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Gambir dan Stasiun Juanda, di sisi barat ini tidak terdapat pintu gerbang.
1. Sisi Utara dari arah Pintu Air terdapat satu pintu gerbang yang langsung diarahkan menuju pintu As-Salam. Pada acara kenegaraan biasanya hanya dibuka untuk dilalui para undangan VIP setingkat pejabat negara, para menteri, duta-duta besar perwakilan negara sahabat, pejabat legislatif, pejabat daerah dan undangan VIP lainnya.
2. Sisi Timur Laut dari arah Katedral terdapat satu buah pintu gerbang berhadapan dengan bangunan gereja Katedral. Pintu gerbang inilah yang dibuka setiap harinya untuk keluar masuk area Masjid Istiqlal dan mulai pada pertengahan tahun 2008 perparkiran menggunakan sistem Check Point.
3. Sisi Tenggara-Selatan dari arah Kantor Pusat Pertamina dan jalan Perwira terdapat tiga pintu gerbang, satu pintu gerbang ujung selatan tepat di pertigaan Jalan Merdeka Timur dan jalan Perwira searah dengan gedung kantor pusat Pertamina dan Stasiun Gambir, satu pintu di sisi tenggara dekat jembatan Ciliwung, dan satu lagi dekat pertigaan Lapangan Banteng searah dengan gedung Kementerian Agama Pusat. Gerbang tenggara dekat jembatan Ciliwung biasanya dibuka untuk umum hanya pada saat shalat Jumat, sedangkan pintu gerbang ujung selatan khusus diperuntukkan bagi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia beserta rombongan bila menghadiri acara keagamaan yang diselenggarakan secara kenegaraan di Masjid Istiqlal, seperti peringatan hari-hari besar Islam seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Seluruh pintu gerbang ini dibuka setiap acara resmi kenegaraan, sedangkan untuk hari-hari biasa pintu gerbang yang dibuka hanya pintu dari arah Katedral yang langsung menuju pintu Al-Fattah.
Sedangkan pada bangunan Masjid Istiqlal terdapat 7 buah pintu gerbang yand dinamakan berdasarkan Asmaul Husna.
Taman, parkir, jembatan, dan air mancur
Air mancur di tengah kolam sudut barat daya taman Masjid Istiqlal.
Halaman di sekitar Masjid Istiqlal sebelah utara, selatan dan timur seluas 6,85 Ha terdari dari:
Pertamanan seluas 4,15 Ha, dibagi menjadi 23 lokasi dan masing-masing diberi nama sesuai dengan nama pepohonan yang dominan berada di lokasi tersebut. Misalnya Taman Kamboja dan lain-lain. Rindangnnya pertamanan berfungsi juga sebagai hutan kota, dihidupi pula dengan beberapa jenis unggas untuk menambah keindahan komplek Masjid Istiqlal. Dengan demikian menjadikan suasana masjid terasa sejuk sehinnga akan menambah kekhusyuan beribadah bagi para jamaah.
Perparkiran seluas 2,15 Ha, yang dapat menampung kurang lebih 800 kendaraan sekaligus melalui 7 buah pintu gerbang yang ada. Kualitas pengaspalan untuk halaman, parkir dan jalan dibuat dengan methode pengaspalan kelas satu. Sungai Ciliwung mengalir membelah kompleks Masjid Istiqlal. Karena halaman Masjid Istiqlal dikelilingi oleh sungai, maka dibangun pula tiga buah jembatan besar yang lebarnya 18,6 meter dan panjang sekitar 21 sampai 25 meter. Ditambah satu buah jembatan kecil untuk pejalan kaki, kerangka dari jembatan-jembatan ini juga terbuat dari bahan stainless steel. Tepat di taman ini aliran sungai Ciliwung bercabang dua, cabang ke barat mengarah ke Harmoni, Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk, dan kawasan Kota Tua Jakarta, sedangkan cabang ke timur mengarah ke Pasar Baru, Gunung Sahari dan Ancol. Di sisi utara cabang barat terdapat pintu air yang dibangun pada zaman kolonial Hindia Belanda.
Untuk menambah indahnya panorama kompleks Masjid Istiqlal, di halaman bagian selatan dilengkapi dengan kolam air mancur yang ditempatkan di tengah-tengah, taman air mancur ini seluas 2.803 meter persegi, dan kolam air mancur seluas 8.490 meter persegi, jadi luas keseluruhannya 11,293 meter persegi. Pada bagian tengah kolam dibuat ring penampung air bersih bergaris tengah 45 meter, jumlah nozel pemancar air mancur sebanyak: 1 buah tegak lurus di tengah-tengah cawan air mancur, 17 buah di lingkar luar, dan 8 buah buah di lingkar dalam pada kolam penampungan air bersih. Air mancur ini dapat memancarkan air setinggi 45 meter.
Gedung utama dan gedung pendukung
Masjid Istiqlal berdaya tampung jamaah sebanyak 200.000 orang yang terdiri dari:
1. Ruang shalat utama dan balkon serta sayap memuat 61.000 orang.
2. Ruang pada bangunan pendahuluan memuat 8.000 orang.
3. Ruang teras terbuka di lantai 2 memuat 50.000 orang.
4. Semua koridor dan tempat lainnya memuat 81.000 orang.
Pintu masuk
Terdapat tujuh pintu gerbang masuk ke dalam Masjid Istiqlal. Masing-masing pintu itu diberi nama berdasarkan Asmaul Husna. Dari ketujuh pintu ini tiga pintu yaitu Al Fattah, As Salam dan Ar Rozzaq adalah pintu utama. Ketujuh pintu itu adalah:
1. Al Fattah (Gerbang Pembuka): pintu utama yang terletak sisi timur laut berhadapan dengan Gereja Katedral. Pintu ini adalah pintu untuk masyarakat umum yang senantiasa terbuka dan terletak di bangunan pendamping dengan kubah kecil diatasnya.
2. Al Quddus (Gerbang Kesucian): pintu yang terletak di sisi timur laut terdapat di sudut bangunan utama masjid.
3. As Salam (Gerbang Kedamaian): salah satu pintu utama ini terletak di ujung utara pada sudut bangunan utama. Pintu ini langsung menuju dekat shaf terdepan barisan shalat, sehingga pintu ini digunakan untuk tamu penting VIP, seperti ulama, tamu asing, duta besar dari negara muslim, dan tamu penting lainnya pada acara keagamaan penting.
4. Al Malik (Gerbang Raja): pintu VVIP di sisi barat pada sudut bangunan utama masjid. Seperti pintu As Salam pintu ini juga langsung menuju dekat shaf terdepan barisan shalat, sehingga pintu ini digunakan untuk tamu penting VVIP seperti presiden dan wakil presiden Indonesia serta tamu negara yang berkunjung.
5. Al Ghaffar (Gerbang Ampunan): pintu ini terletak di ujung selatan pada bangunan selasar pelataran, tepat di bawah menara masjid Istiqlal. Pintu ini adalah yang paling dekat gerbang tenggara sekaligus yang terjauh dari mihrab masjid.
6. Ar Rozzaq (Gerbang Rezeki): salah satu pintu utama ini terletak di tengah-tengah sisi selatan selasar pelataran Istiqlal. Dari pintu ini terdapat koridor yang lurus menghubungkannya dengan pintu Al Fatah di sisi timur laut.
7. Ar Rahman (Gerbang Pengasih): pintu ini terletak di sudut barat daya bangunan selasar masjid, dekat pintu Al Malik.
Gedung utama
Mihrab dan mimbar di ruang utama
Tinggi: 60 meter
Panjang: 100 meter
Lebar: 100 meter
Tiang pancang: 2.361 buah
Masjid Istiqlal yang megah ini adalah bangunan berlantai dua. Lantai pertama untuk perkantoran, ruang pertemuan, instalasi AC sentral dan listrik, kamar mandi, toilet dan ruang tempat wudhu. Lantai dua, untuk shalat yang terdiri dari ruang shalat utama dan teras terbuka yang luas guna untuk menampung jemaah yang melimpah terutama pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
Gedung utama dengan ruang shalat utama mengarah ke kiblat (Mekkah), sedangkan teras terbuka yang luas mengarah ke Monumen Nasional (Monas).
Lantai utama yang disediakan untuk ruang sholat baik Rawatib ataupun sholat sunnat lainnya terletak di gedung utama dengan daya tampung 61.00 orang jamaah. Di bagian depan terdapat Mihrab tempat dimana imam memimpin sholat jamaah, dan disebelah kanan mihrab terdapat mimbar yang ditinggikan. Lantainya ditutupi karpet merah sumbangan seorang dermawan dari Kerajaan Arab Saudi.
Kubah besar
Dengan diameter 45 m, terbuat dari kerangka baja antikarat dari Jerman Barat dengan berat 86 ton, sementara bagian luarnya dilapisi dengan keramik. Diameter 45 meter merupakan simbol penghormatan dan rasa syukur atas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945 sesuai dengan nama Istiqlal itu sendiri. Bagian bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi Surat Yassin yang ditulis oleh K.H Fa'iz seorang Khatthaath senior dari Jawa Timur.
Dari luar atap bagian atas kubah dipasang penangkal petir berbentuk lambang Bulan dan Bintang yang terbuat dari stainless steel dengan diameter 3 meter dan berat 2,5 ton. Dari dalam kubah di topang oleh 12 pilar berdiameter 2,6 meter dengan tinggi 60 meter, 12 buah pilar ini merupakan simbol angka kelahiran nabi Muhammad SAW yaitu 12 Rabiul Awal tahun Gajah atau 20 April 571 M.
Seluruh bagian di gedung utama ini dilapisi marmer yang didatangkan langsung dari Tulungagung seluas 36.980 meter persegi.
Gedung pendahuluan
Tinggi: 52 meter
Panjang: 33 meter
Lebar: 27 meter
Bagian ini memiliki lima lantai yang terletak di belakang gedung utama yang diapit dua sayap teras. Luas lantainya 36.980 meter persegi, dilapisi dengan 17.300 meter persegi marmer. Jumlah tiang pancangnya sebanyak 1800 buah. Di atas gedung ini ada sebuah kubah kecil, fungsi utama dari gedung ini yaitu setiap jamaah dapat menuju gedung utama secara langsung. Selain itu juga bisa dimanfaatkan sebagai perluasan tempat shalat bila gedung utama penuh.
Teras raksasa
Teras raksasa terbuka seluas 29.800 meter terletak di sebelah kiri dan dibelakang gedung induk. Teras ini berlapis tegel keramik berwarna merah kecoklatan yang disusun membentuk shaf shalat. Teras ini dibuat untuk menampung jamaah pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain itu teras ini juga berfungsi sebagai tempat acara-acara keagamaan seperti MTQ dan pada emper tengah biasa digunakan untuk peragaan latihan manasik haji, teras raksasa ini dapat menampung sekitar 50.000 jamaah.
Emper keliling dan koridor
Panjang: 165 meter
Lebar : 125 meter
Emper atau koridor ini mengelilingi teras raksasa dan koridor tengah yang sekelilingya terdapat 1800 pilar guna menopang bangunan emper. Di bagian tengah terdapat koridor tengah yang menghubungkan pintu Al Fattah di timur laut dengan pintu Ar Rozzaq di barat daya. Arah poros koridor ini mengarah ke Monumen Nasional menandakan masjid ini adalah masjid nasional.
Menara
Menara Istiqlal dengan Monas terlihat di kejauhan
Tinggi tubuh menara marmer: 6.666 cm = 66.66 meter
Tinggi kemuncak (pinnacle) menara baja antikarat: 30 meter
Tinggi total menara: sekitar 90 meter
Diameter menara 5 meter
Bangunan menara meruncing ke atas ini berfungsi sebagai tempat Muadzin mengumandangkan adzan. Di atasnya terdapat pengeras suara yang dapat menyuarakan adzan ke kawasan sekitar masjid.
Menara megah tersebut melambangkan keagungan Islam, dan kemuliaan kaum muslimin. Keistimewaan lainnya, menara yang terletak di sudut selatan masjid, dengan ketinggian 6.666 cm ini dinisbahkan dengan jumlah ayat-ayat Al-Quran. Pada bagian ujung atas menara, berdiri kemuncak (pinnacle) dari besi baja yang menjulang ke angkasa setinggi 30 meter sebagai simbol dari jumlah juz dalam Al-Quran. Menara dan kemuncak baja ini membentuk tinggi total menara sekitar 90 meter.
Puncak menara yang meruncing dirancang berlubang-lubang terbuat dari kerangka baja tipis. Angka 6.666 merupakan simbol dari jumlah ayat yang terdapat dalam AL- Quran, seperti yang diyakini oleh sebahagian besar ulama di Indonesia.
Lantai dasar dan tangga
Ruangan shalat terdapat di lantai pertama tepat di atas lantai dasar, sedangkan lantai dasar terdapat ruang wudhu, kantor Masjid Istiqlal, dan kantor berbagai organisasi Islam. Lantai dasar Masjid Istiqlal seluruhnya ditutupi oleh marmer seluas 25.000 meter persegi dipersiapkan untuk sarana perkantoran, sarana penunjang masjid, dan ruang serbaguna. Gagasan semula tempat ini akan dibiarkan terbuka yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan, misalnya pada saat penyelenggaraan Festival Istiqlal I tahun 1991 dan Festival Istiqlal II tahun 1995 ruangan-ruangan serbaguna di lantai dasar dan pelataran halaman Masjid dijadikan ruang pameran seni Islam Indonesia dan bazaar. Namun pasca terjadinya pengeboman di Masjid Istiqlal pada tanggal 19 April 1999 maka dilakukanlah pemagaran dan pembuatan pintu-pintu strategis pada tahun 1999.
Jumlah tangga menuju lantai shalat utama sebanyak 11 unit. Tiga diantaranya memiliki ukuran besar dan berfungsi sebagai tangga utama yaitu: satu unit berada disisi utara gedung induk, satu unit berada pada gedung pendahuluan yang dapat dipergunakan langsung menuju lantai lima, dan satu unit lainnya berlokasi di emper selatan menuju lantai utama, tangga-tangga ini memiliki lebar 15 meter.
Disamping itu terdapat 4 unit tangga dengan ukuran lebar 3 meter berlokasi pada tiap-tiap pojok gedung utama yang langsung menuju lantai lima dan di sudut-sudut teras raksasa.
Sarana dan fasilitas
Koridor keliling dipenuhi jemaah shalat Ied hari raya Idul Fitri
Umat muslim Indonesia tengah membaca Al Quran setelah menunaikan shalat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Indonesia. Indonesia memiliki jumlah umat muslim terbesar di dunia
Ruang shalat utama luasnya satu hektare dapat menampung jamaah lebih dari 16.000 orang. Ruang tersebut ditambah balkon 4 tingkat dan sayap disebelah timur, selatan, dan utara sehingga luas seluruhnya menjadi 36.980 meter persegi atau sama dengan hampir 4 hektare yang berarti dapat menampung jamaah sekitar 61.000 orang.
Di sebelah barat ruang shalat utama terletak mimbar yang diapit sebelah kiri dan kanannya oleh tembok berlapiskan marmer di mana terpajang kaligrafi Arab yang indah berbunyi: "Allah" (sebelah utara), "La Illaha Illa Allah, Muhammad ar Rasulu Allah" (tengah), dan "Muhammad" (sebelah selatan).
Sarana peribadatan
Karpet
Seluruh lantai utama masjid ditutupi oleh karpet merah sumbangan dari seorang dermawan Arab Saudi bernama Sheikh Esmail Abu Daud yang diserah terimahkan pada tanggal 3 Juni 2005. Karpet sebanyak 103 gulung ini berwarna merah terbuat dari bahan dasar wol.
Perawatan karpet tersebut dikerjakan secara manual, setiap hari dibersihkan dengan menggunakan alat vacum cleaner. Jumlah karpet penutup lantai utama 18 lembar, setiap lembarnya berukuran: panjang 25 meter dan lebar 4 meter, rata-rata beratnya 250 kg.
Rak Al Quran
Masjid Istiqlal juga menyediakan mushaf Al-Qur'an untuk dibaca oleh para jama'ah yang ditempatkan pada rak yang melingkar di 12 tiang yang terdapat pada lantai utama, setiap rak berbentuk setengah lingkaran yang terdiri dari dua tingkat terbuat dari bahan stainless steel.
Setiap rak dapat menampung 100 sampai 150 buah mushaf yang disediakan oleh BPPMI serta waqaf dari jamaah.
Sketsel
Untuk pembatas antara tempat shalat bagi jamaah pria dan wanita dan batas area sholat rawatib, di lantai utama Masjid Istiqlal juga disediakan sketsel yang terbuat dari 20 modul dengan bahan stainless steel dan dari bahan kayu 20 modul dengan ukuran masing-masing 2 meter x 80 cm. Sketsel tersebut bersifat knock down yang bisa dipasang sesuai kebutuhan.
Sarana olahraga
Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Menjaga kesehatan dengan berolahraga merupakan hal yang rutin dilakukan oleh siswa-siswi madrasah dan remaja Masjid Istiqlal.
Untuk mendukung berbagai macam program yang ada, BPPMI menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti sarana olah raga yang representatif berstandart nasional dan internasional yang dibangun di pojok kiri bagian timur Masjid.
Pusat kegiatan olahraga ini berupa lapangan terbuka terdiri dari lapangan Futsal, Badminton, Bola Volly dan Basket. Lapangan olah raga ini berukuran 420 meter persegi, diresmikan penggunaannya oleh ibu Menteri Agama RI pada Tanggal 17 Januari 2009 M/20 Muharram 1430 M.
Tenaga listrik
Tenaga listrik di Masjid Istiqlal difungsikan untuk:
1. Penerangan
2. Tenaga Hydrofour
3. AC
4. Sound system
5. Air Mancur
6. Alat eloktronik lainnya seperti TV, Komputer dll.
Penggunaan listrik untuk kebutuhan penerangan diseluruh areal Masjid Istiqlal baik di gedung ataupun di taman dan halaman serta pagar menggunakan layanan listrik dari PLN. Suplai listrik yang diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan satu gardu tersendiri yang menyiapkan central box berkapasitas 2.000 KVA.
Sebagai cadangan bila terjadi pemadaman dari pihak PLN, disiapkan juga dua buah mesin diesel atau generator berkekuatan 825 KVA dan 500 KVA. Selain untuk penerangan tenaga listrik ini juga dipergunakan untuk mesin-mesin Hydrofour dan AC di ruang perkantoran yang terdapat di lantai dasar masjid, rata-rata konsumsi listrik setiap bulannya adalah 1.750 KVA, dengan pembayaran rekening rata-rata sebesar Rp: 125.000.000/bulan.
Sistem suara dan multimedia
Untuk keperluan ibadah dan sarana informasi Masjid Istiqlal menggunakan sound system yang dikendalikan secara terpusat yang terletak pada ruang kaca bagian belakang lantai dua, dengan jumlah speaker sebanyak 200 chanel yang tersebar pada lantai utama.
Jumlah speaker yang terdapat pada koridor, gedung penghubung dan gedung pendahuluan sebanyak 158 chanel. Sound system dikendalikan oleh 26 amplyfire dan 5 (lima) buah mixer dan diawasi oleh enam orang yang bertugas secara bergantian baik siang ataupun malam hari.
Untuk mendukung kelancaran komunikasi pada waktu pelaksanaan ibadah dan kegiatan, di lantai utama juga telah dipasang system TV plasma sehingga akses informasi dpat diikuti secara merata oleh para jamaah yang berada diseluruh area ruang utama Masjid.
Pendingin udara (AC)
AC difungsikan secara sentral yang meliputi seluruh perkantoran dan ruangan lain yang ada di lantai dasar. Untuk memenuhi kebutuhan AC ini didukung oleh empat buah mesin pendingin atau chiller.
Pendingin ruangan hanya digunakan bagi ruangan-ruangan kantor di lantai bawah dengan menggunakan sistem AC central dan AC split.
Untuk menambah kenyamanan beribadah bagi jamaah, sekarang ini ruang utama Masjid Istiqlal dilengkapi juga dengan 5 unit standing AC, masing-masing berkekuatan 5 PK dan sebelas unit AC celling berkekuatan masing-masing 5 PK, ditambah kipas angin berukuran besar.
Disamping itu pada ruangan perkantoran, ruang madrasah serta ruang VIP yang berada pada lantai dasar sistem pendinginnya juga menggunakan AC sentral yang digerakkan oleh empat unit mesin chiller dengan 300 buah fan coil unit yang tersebar pada setiap ruangan, karena termakan usia di beberapa ruangan ditemukan AC chiller sudah kurang berfungsi maka secara bertahap dilakukan penggantian dengan AC split.
Fasilitas air, ruang wudhu, kamar mandi, WC
Tempat wudhu pria
Tempat wudhu wanita
Keperluan air untuk bersuci di Masjid Istiqlal pada awalnya dari Perusahaan Air Minum (PAM). Sebagai cadangan untuk mengantisipasi kekurangan dan kerusakan maka dibuatlah 6 buah sumur artesis dengan kedalaman 100 M, menggunakan mesin berkekuatan 3 PK dan 3 fase berkapasitas 600 liter permenit dan didistribusikan ke tempat-tempat wudhu.
Untuk kebutuhan air di tempat pembuangan air kecil digunakan delapa buah mesin Hydrofour, ditambah empat tangki Hydrofour berkapasitas 1400 liter. Mesin-mesin air tersebut menggunakan tenaga listrik sebanyak 15 PK.
Tempat wudhu terdapat di beberapa lokasi di lantai dasar yaitu di sebelah utara, timur maupun selatan gedung utama. Di setiap lokasi tersedia 100 unit tempat wudhu dengan kran air terbuat dari bahan stainless steel, tiap unitnya terdiri atas 6 buah kran maka jumlah kran seluruhnya sebanyak 600 buah. Berarti pada saat yang bersamaan dapat melayani 600 orang berwudhu sekaligus.
Sedangkan toilet terdapat di lantai dasar sebelah barat, selatan dan timur di bawah teras raksasa. Toilet ini sengaja dibangun terpisah dari tempat wudhu, hal ini dimaksudkan agar tempat yang bersih dan suci tidak berdekatan dengan tempat yang kotor. Disisi sebelah timur, dibawah emper masjid terdapat dua lokasi urinior yang berkapasitas 80 ruang.
Selain itu juga terdapat 52 kamar mandi dan WC, dengan rincian: 12 buah dibawah emper barat, 12 buah dibawah emper selatan dekat menara dan 28 buah dibawah emper sebelah timur. Keperluan air untuk wudhu, kamar mandi dan toilet ini setiap hari dipasok air dari PAM yaang berkapasitas 600 liter per menit.
Lift bagi penyandang cacat
Mengingat Masjid Istiqlal sebagai sarana umum dan jamaah yang berkunjung juga terdapat diantaranya penyandang cacat dan jamaah lanjut usia. Karena itu bagi penyandang cacat yang akan menuju ke lantai dua dan lantai utama disediakan lift yang terletak di bagian selatan. Hal ini dalam rangka peningkatan pelayanan kepada para jamaah penyandang cacat dan lansia.
Keberadaan satu unit lift yang diperuntukkan khusus bagi jamaah penyandang cacat dan lansia ini adalah berkat bantuan pemerintah DKI Jakarta. Lift tersebut berkapasitas 6 orang dan dioperasikan pada waktu-waktu tertentu sesuai kebutuhan.
Lift ini terdapat di lokasi pintu Ar-Rahman dan dapat diakses melalui pintu gerbang depan kantor pusat pertamina.
Perpustakaan Islam
Firman yang pertama kali diturunkan-Nya dalam Al Quran adalah perintah membaca, melalui firman-Nya tersebut Allah memerintahkan manusia membaca sebagai jalan untuk menuntut ilmu. Jadi jika menutut ilmu memiliki kedudukan mulia, maka jalan kearahnya pun dengan membaca menjadi jalan yang mulia. Kesadaran akan pentingnya membaca sebagai jalan masuknya ilmu telah mendorong generasi terdahulu umat Islam untuk mendirikan fasilitas yang bisa menampung bahan bacaan karya-karya ulama Islam waktu itu.
Perpustakaan Islam Istiqlal, walaupun belum bisa mewakili jumlah besarnya koleksi buku seperti perpustakaan-perpustakaan Islam yang besar lainnya, mewakili fungsinya sebagai pusat keilmuan Islam. Perpustakaan Islam sendiri sudah mulai berkembang di Indonesia. Hampir di setiap masjid-masjid besar di Ibukota, telah dilengkapi dengan sarana perpustakaan.
Poliklinik
Ketika gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Bapak Sumarno pada tahun 1968 dimana Masjid Istiqlal masih dalam proses pembangunan, maka untuk membantu karyawan dalam pemeriksaan kesehatan, Gubernur Sumarno ketika itu meminta bantuan pihak RS Gatot Soebroto untuk turut serta membantu dalam bidang pelayanan kesehatan bagi seluruh pekerja dan karyawan proyek pembangunan Masjid Istiqlal. Pihak RS mengirimkan bantuan empat orang tenaga mantri secara bergiliran yaitu:
H.Abd.Hamid Ipang H.M.Sukiran Suster Yuyun Rahayu Suster Rosda Setelah proyek pembangunan masjid diserahkan kepada Sekretaris Negara pada tahun 1984 tenaga medis yang menangani pelayanan kesehatan tinggal dua orang yaitu H.Abd. Hamid Ipang dan H.M. Sukiran.
Sampai sekarang Masjid Istiqlal tetap menyediakan fasilitas berupa Poliklinik Umum. Poliklinik ini berada di bawah tanggung jawab dr. Khulushinnisak, MARS yang juga PNS Departemen Agama. Di Klinik ini karyawan dan para jamaah Masjid Istiqla bisa mendapatkan layanan kesehatan dengan berbagai kemudahan. Klinik Istiqlal bertempat di lantai dasar Masjid Istiqlal Jl. Taman Wijaya Kusuma No.1, Jakarta Pusat.
Pelayanan Kesehatan yang diberikan berupa pemeriksaan dan konsultasi dokter umum serta obat-obatan generik. Bagi karyawan dan jamaah Masjid Istiqlal, dibebaskan biaya pemeriksanaan. Karyawan dan jamaah harus membawa kartu berobat (atau kartu identitas jika belum memiliki kartu berobat) agar dibebaskan dari biaya pemeriksaan dan konsultasi dokter.
Obat-obatan yang diberikan diutamakan dalam bentuk generik, dan bagi obat-obatan yang tidak ada dalam bentuk generik diutamakan penyediaan hasil produksi perusahaan farmasi nasional.
Jadwal pelayanan kesehatan bagi karyawan adalah setiap hari kerja :
Senin s/d Jum'at : 08.00 - 16.00, Hari sabtu dan Ahad tutup kecuali jika di Masjid Istiqlal diadakan acara hari-hari besar Islam atau acara-acara penting lainnya.
Sejak tahun 2003, pliklinik Masjid Istiqlal sudah dilengkapi oleh tiga orang tenaga dokter dan seorang paramedis, tiga orang tenaga dokter tersebut adalah dokter umum yang terdiri dari seorang dokter PNS Departemen Agama DPK, dua orang dokter Kememterian Agama dan seorang paramedis/mantri karyawan Masjid Istiqlal pensiunan dari RS Gatot Soebroto. Poliklinik Masjid Istiqlal juga dilengkapi alat untuk mengecek kadar gula darah dan kolestrol serta satu unit mobil ambulans.
Adapun obat-obatan yang tersedia di poliklinik ini adalah obat generik bagi penyakit ringan untuk membantu pada tahap pertolongan pertama, bila ada penyakit yang memerlukan pengobatan medis yang serius maka akan dirujuk ke RS. Gatot Soebroto atau RSCM.
Madrasah
Masjid ini menjadi pedoman dan teladan pengelolaan masjid di Indonesia, sehingga harus menjadi contoh dan model dalam pengelolaan masjid secara nasional. Dalam konsep pengelolaan masjid yang ideal, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga harus mejadi tempat pembinaan umat melalui berbagai macam kegiatan. Salah satu kegiatan yang sangat penting adalah pendidikan untuk pembinaan masyarakat atau umat baik pendidikan formal maupun non formal.
Telah diselenggarakan pendidikan formal di Masjid Istiqlal yang terdiri dari jenjang pendidikan: Kelompok bermain dan Raudhatul Athfal, Madarasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Bedug raksasa
Pada waktu dulu masjid-masjid di Indonesia dilengkapi dengan bedug yang berfungsi sebagai tanda masuk waktu shalat. Bedug dipukul ketika waktu untuk shalat tiba, diikuti adzan.
Di Masjid Istiqlal bedug masih ada dan dilestarikan keberadaannya sebagai warisan budaya bangsa, saat ini bunyi bedug direkam kemudian diperdengarkan melalui pengeras suara sebelum adzan dikumandangkan. Bedug tersebut memiliki ukuran yang sangat besar, diletakkan di atas penyangga setinggi 3,80 meter, panjangnya 3,45 meter, dan lebarnya 3,40 meter. Semua terbuat dari kayu jati dari hutan Randu Blatung di Jawa Tengah.
Bedug Masjid Istiqlal panjangnya 3 meter, dengan berat 2,30 ton, bagian depan berdiameter 2 meter, bagian belakang 1,71 meter, terbuat dari kayu meranti merah (shorea wood) dari sebuah pohon berumur 300 tahun, diambil dari hutan di Kalimantan Timur, diawetkan menggunakan bahan pengawet superwolman salt D (fluoride, clirome, dan arsenate)
Dulu bedug di Masjid Istiqlal tersebut dipukul setiap hari Jumat, mendahului adzan Jumat yang dikumandangkan melalui pengeras suara. Belakangan ini suara bedug direkam kemudian diperdengarkan melalui pengeras suara sebelum adzan dikumandangkan. Walaupun fungsi beduk sudah dapat digantikan oleh pengeras suara, dalam menentukan tanda masuk waktu shalat, tetapi di Masjid Istiqlal, beduk masih dimanfaatkan. Beduk dipukul sebelum adzan. Selain itu beduk raksasa masjid ini juga berfungsi sebagai hiasan dan sekaligus melestarikan salah satu budaya Islam Indonesia.
Pada bagian-bagian jagrag seluruhnya terdapat 27 (dua puluh tujuh) ukiran Surya sengkala.
"Nanasan" dengan dua susun kelopak daun, masing-masing menunjukkan Angka 7 dan 8 (daun).
Ukiran pada Bedug
Ukiran surya Sengkala (tahun matahari) : 1978 dalam seni kaligrafi dengan pengertian sama dengan No.4. Pada kayu bedug terdapat 2 (dua) ukiran Surya Sengkala dilingkari segi lima. Dua buah kendit/sabuk dari logam kuningan terukir berfungsi sebagai hiasan. Pada kedua kendit terdapat 11 (sebelas) ukiran Surya Sengkala.
Bahan kayu
Kayu jagrag berbahan jati (tectona grandis) dari Randublatung Jawa Tengah. Bahan kayu bedug dari jenis Meranti Merah (Shorea) dari Kalimantan Timur, umur pohon diperkirakan 300 tahun, sumbangan dari Badan Pelaksana Pembangunan dan Pengelolaan Pengusahaan Proyek Taman Mini Indonesia Indah dan merupakan potongan batang pohon dari koleksi Taman Mini Indonesia Indah.
Bahan kulit
Bagian depan adalah kulit sapi jantan dari daerah Jawa Timur. Bagian belakang adalah kulit sapi betina jenis Santa Gertrudis, umur 2 tahun, sumbangan PT. Redjo Sari Bumi, Tapos, Bogor.
Bahan lainnya
Kendit/Sabuk : dari logam kuningan.
Gantungan : dari besi baja yang di verchroom.
Band penguat : (pada kedua ujung) dari baja anti karat (stainless steel).
Paku kulit : dari kayu sonokeling, 90 buah pada bagian depan dan 80Â buah pada bagian belakang.
Obat pengawet : Superwolmansalt D (fluoride, chrome, arsenate), konsentrasi larutan kl. 4%, masa rendam 6 (enam) hari.
Pemukul bedug : 4 (empat) buah dari kayu jati terukir.
Jagrag/kaki dikerjakan dalam waktu 25 hari, sedangkan bedug dalam 60 hari.
Koperasi Karyawan dan Jamaah Masjid Istiqlal (KOSTIQ)
Usaha Pengembangan KOSTIQ (Koperasi karyawan dan Jamaah Masjid Istiqlal), selain dapat memakmurkan masjid, juga sangat diharapkan mampu menciptakan dan meningkatkan kesejahtraan karyawan dan jamaah Masjid Istiqlal.
KOSTIQ telah diakui keberadaannya oleh badan hukum yang telah disahkan oleh Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada tanggal 19 Mei 1997 nomor 171/BHKWK.9/V/1997 serta anggaran rumah tangga yang disahkan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) tanggal 31 Maret 2004. Pendirian Kostiq dimotori oleh para pengurus BPPMI, dalam rangka pemberdayaan potensi yang dimiliki oleh Masjid Istiqlal.
Salah satu tujuan KOSTIQ adalah ikut serta meningkatkan citra baik Masjid Istiqlal melalui kegiatan-kegiatan sosial masyarakat. Saat ini KOSTIQ telah banyak dimanfaatkan oleh para karyawan dan jamaah Masjid Istiqlal.
Pada awal berdirinya KOSTIQ mensepakati usaha yang dijalankan adalah pengadaan barang-barang kebutuhan sehari-hari, usaha yang sudah berjalan hingga saat ini adalah penjualan sembako. Untuk kebutuhan lainnya seperti barang-barang elektronik KOSTIQ menerapkan sistem kredit jangka pendek maksimun 12 bulan.
Disamping itu usaha yang benar-benar menjadi konsentrasi KOSTIQ adalah:
Usaha simpan pinjam
Usaha perdagangan umum
Usaha toko sembako dan elektronik serta usaha cetak foto yang sangat dibutuhkan oleh para pengunjung di Masjid Istiqlal
Usaha kerjasama khusus
Usaha jasa boga
Kegiatan KOSTIQ dipusatkan di kamar 58 Masjid Istiqlal, sebagai pusat administrasi usaha. Untuk toko penjualan sembako selama ini dipusatkan di pintu air sebelah utara Masjid Istiqlal sementara usaha wartel dan foto copy di area parkir timur pintu utama Masjid Istiqlal.
Koperasi Istiqlal mempekerjakan 6 (enam) orang tenaga staf yang terdiri dari tenaga bantuan dan tenaga staf penuh, jumlah angota sampai dengan 31 Desember 2008 adalah 261 orang. Pengurus Kostiq selalu berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan pembinaan administrasi melalui pemanfaatan potensi pegawai dan saran perkantoran dengan segala keterbatasannya.
Imam dan Muadzin
Masjid Istiqlal mempunyai seorang imam besar, seorang wakil imam besar, dan tujuh orang imam. Sampai saat ini, Masjid Istiqlal memiliki empat imam besar. Imam Besar bertugas untuk mengawasi peribadatan di Masjid Istiqlal sesuai Syari'at Islam dan memberikan layanan konsultasi agama. Mereka adalah K. H. A. Zaini Miftah (1970-1980), K. H. Mukhtar Natsir (1980-2004), K. H. Nasrullah Djamaluddin (2004-2005)dan Imam Besar saat ini yang dijabat oleh Prof. Dr. K. H. Ali Musthafa Ya'qub, M. A. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah di Ciputat, Jakarta Selatan. Wakil Imam Besar dijabat Drs. H. Syarifuddin Muhammad, M. M. Beliau adalah mantan Ketua Ikatan Penghafal al-Qur'an. Tujuh imam lainnya adalah:
1. Drs. H. Ali Hanafiah
2. H. Ahmad Husni Isma'il S. Ag.
3. Drs. H. Muhasyim Abdul Majid
4. H. Martomo Malaing AS, S. Q. , S. Th. I
5. H. Ahmad Rofi'uddin Mahfudz, S. Q.
6. Drs. H. Hasanuddin Sinaga, M. A.
7. Drs. H. Dzulfatah Yasin, M. A.
Selain itu, Masjid Istiqlal juga memiliki tujuh orang muadzin yang bertugas mangumandangkan adzan dan memberikan pengajaran tentang Al-Qur'an dan agama Islam. Mereka adalah:
1. Drs. H. Abdul Wahid
2. H. Sayuti
3. H. Muhammad Mahdi, S. Ag.
4. H. Ahmad Achwani S. Ag.
5. H. Hasan Basri
6. H. Muhdori Abdur Razzaq, S. Ag.
7. H. Saiful Anwar al-Bintani
Sistem Ekonomi Islam dan Keadilan
Dekade keempat revolusi Islam oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei ditetapkan sebagai dekade kemajuan dan keadilan. Penekanan pada dua hal, yakni kemajuan dan keadilan, oleh Rahbar mengisyaratkan bahwa keadilan tanpa kemajuan tak bisa dirasakan oleh masyarakat dan kemajuan tanpa keadilan juga bukan hal yang diharapkan.
Pandangan yang saat ini mengemuka di dunia dan getol dikampanyekan oleh Barat tak pernah menyentuh soal keadilan kala membicarkan kemajuan. Bahkan sejumlah ekonom kapitalis menyatakan bahwa kemajuan ekonomi dan keadilan tak mungkin bisa didapatkan secara bersamaan. Kesenjangan ekonomi dalam skala luas, menurut mereka, adalah sebuah keniscayaan paling penting dalam mewujudkan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Karena itu, mereka tidak menganjurkan kebijakan pembagian yang adil sebelum kemajuan dicapai dalam bentuknya yang sangat pesat. Sementara, dalam sistem ekonomi Islam kemajuan minus keadilan tidak bernilai sama sekali.
Atas dasar itu, Ayatollah al-Udzma Khamenei menekankan kemajuan yang berjalan seiring dengan keadilan. Penekanan itu didasarkan pada pandangan dan ajaran Islam. Dari sisi lain, keadilan akan terwujud ketika seluruh anggota masyarakat memperoleh kesempatan yang memadai untuk memiliki pekerjaan yang layak, keamanan berinvestasi, pendidikan yang sesuai, serta kesehatan dan kesejahteraan yang memadai. Dalam sistem ekonomi Islam, ada serangkaian mekanisme yang memungkinkan untuk menegakkan keadilan ekonomi yang sejalan dengan kemajuan dan pembangunan.
Sejak awal diciptakan, manusia sudah mengenal keadilan. Tak heran jika manusia sepanjang sejarah mendambakan tegaknya keadilan di tengah masyarakat. Semua pemikir dan para tokoh agama ilahi khususnya Islam menekankan soal keadilan yang mesti ditegakkan. Plato dan Aristoteles adalah contoh pemikir besar dalam sejarah yang banyak menyinggung soal keadilan dalam karya-karya pemikiran mereka. Dalam ajaran agama Ilahi, keadilan merupakan tujuan utama yang tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Kata keadilan sangat erat hubungannya dengan hak manusia dan seluruh makhluk di alam semesta. Keadilan dalam maknanya yang benar adalah memberikan kepada setiap sesuatu apa yang sesuai dengannya.
Imam Ali (as) dalam menafsirkan makna keadilan mengatakan, “Keadilan adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya.” (Nahjul Balaghah hikmah nomer 437). Dari penjelasan itu dapat difahami bahwa keadilan akan terwujud ketika setiap yang memiliki hak memperoleh haknya. Sejatinya, alam semesta diciptakan di atas landasan keadilan, dan kelestraiannya juga bergantung pada tegaknya keadilan. Karenanya, penistaan terhadap keadilan dengan segala bentuknya berarti penistaan terhadap aturan alam semesta yang tentunya akan menimbulkan dampak yang sangat buruk.
Sebagai makhluk yang diberi ikhtiyar dan hak memilih, manusia berpotensi dan bisa untuk keluar dari garis keadilan yang dampaknya akan terjelma dalam bentuk kezaliman. Karena itu, agama Ilahi menyeru manusia untuk tetap berada di jalan keadilan dan menghindari kezaliman. Akal dan naluri manusia juga menolak ketidak adilan. Namun sayangnya, terkadang manusia mencampakkan seruan akal dan wahyu dan lebih tertarik untuk menuruti bisikan hawa nasfu untuk berbuat zalim dan keluar dari jalur keadilan. Hal inilah yang membuat manusia selalu memerlukan bimbingan dan arahan supaya tetap menjaga keadilan dan memperbaiki setiap penyimpangan yang mungkin terjadi. Allah Swt tidak membiarkan manusia dengan kondisinya seperti itu, sehingga Dia mengutus para Nabi dan Rasul dengan membawa syariat Ilahi untuk menunjukkan kepada umat manusia jalan keadilan.
Ibnu Sina mengenai pengutusan para Nabi berkata, “Manusia adalah makhluk yang hidup bermasyarakat. Namun ia tak mampu membuat undang-undang yang bisa mengatur kehidupan sosial dan bahkan individunya berdasarkan keadilan yang bisa membawanya kepada kesejahteraan yang sesungguhnya. Karena itu, Allah dengan kebijaksanaanNya membimbing manusia ke arah itu.” (Al-Syifa’: 557)
Masalah keadilan dan membelanya adalah satu prinsip dasar yang sangat penting dan merupakan salah satu tujuan diutusnya para nabi dan turunnya kitab-kitab Ilahi. Keadalan adalah salah satu asas yang terpenting dalam agama Islam. Perspektif Islam dan al-Qur’an berkenaan dengan masalah ini menunjukkan kepedulian agama dan kitab suci ini yang sangat besar pada masalah keadilan. Ayat 25 surat al-Hadidi menegaskan;
“Sesungguhnya Kami telah mengutus para nabi dengan dalil yang jelas dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan Mizan supaya mereka menegakkan keadilan.”
Berdasarkan ayat suci ini, tujuan dari diutusnya para nabi dan diturunkannya kitab-kitab suci adalah untuk mengajak manusia kepada keadilan. Di ayat ini, Allah Swt menyinggung tentang mizan atau neraca. Sebab bergerak di jalur keadilan memerlukan neraca yang menjadi tolok ukur kebenaran dalam masalah politik, budaya, sosial dan ekonomi. Poin penting yang disinggung ayat suci tadi adalah gerakan umat manusia dalam menegakkan keadilan. Untuk mewujudkannya umat memerlukan ajaran dan bimbingan para nabi yang mendidik mereka dengan benar untuk menjadi eksekutor penegakan keadilan di muka bumi.
Tidak ada seorang muslimpun yang menolak dan tak peduli dengan keadilan sebagai prinsip utama dan cita-cita agung Qur’ani. Salah satu ranah penegakan keadilan adalah bidang ekonomi dan hubungan ekonomi. Ada banyak definisi yang dipaparkan oleh para pemikir Muslim dalam menjelaskan keadilan menurut pandangan Islam. Namun secara garis besar, keadilan ekonomi dalam Islam bermakna terciptanya kesejahteraan umum, terbukanya kesempatan yang sama dan keseimbangan dalam pembagian kekayaan dan pendapatan. Dengan makna ini, dari satu sisi Islam menekankan prinsip memerangi penimbunan harta dan memberantas kemiskinan, dan di sisi lain menegaskan soal pembagian kekayaan secara adil di tengah masyarakat. Islam menentang penimbunan dan menafikan ketidakmerataan dalam kesempatan berkiprah di bidang ekonomi. Semua itu digariskan Islam dalam bentuk kewajiban yang dipikulkan di pundak setiap Muslim. Jelas bahwa program memerangi kerakusan dan memberantas kemiksinan akan mendatangkan kebaikan bagi masyarakat dan menjaga kelestarian agama.
Menilik kondisi berbagai masyarakat di dunia saat ini menyadarkan kita akan adanya ketidakadilan yang luas di sejumlah masyarakat yang cukup maju dan berkembang secara ekonomi. Menurut para pakar dan pemerhati ekonomi, kesenjangan di tengah umat manusia, kemiskinan dan ketidakadilan yang nampak nyata ini disebabkan oleh sistem yang kejam dan zalim dalam hubungan antara komponen-komponen pelaku ekonomi, khususnya antara pekerjaan dan modal. Misalnya banyak ekonom yang meyakini bahwa pembagian kekayaan secara tidak adil, seperti distribusi tanah, modal, dan sarana produksi serta adanya kebebasan ekonomi yang tidak seimbang adalah faktor ketidakadilan dalam pendapatan. Padahal dalam sistem ekonomi Islam, seiring dengan pemanfaatan seluruh potensi pada diri manusia dan alam untuk mencapai kemajuan secara materi, ajaran Ilahi dan norma insani juga mesti ditegakkan dengan menyertakan penyusunan undang-undang dan aturan ekonomi yang bisa mengikis kesenjangan sosial dan memperluas kesejahteraan umum.
Dalam sistem ekonomi Islam, keadilan ekonomi bisa diwujudkan melalui dua cara. Pertama dengan memberi hak kepada seluruh anggota masyarakat untuk memiliki kehidupan insani yang layak dan terhormat, dan kedua menerapkan aturan yang menyeimbangkan kekayaan dan pendapatan.
Pertanyaan : Mengapa orang-orang Syiah bersujud di atas turbah ?
Pertanyaan : Mengapa orang-orang Syiah bersujud di atas turbah ?
Jawab:
Diriwayatkan berkaitan dengan sujud, bahwa pada jaman Nabi saw semua orang bersujud diatas permukaan lantai mesjid. Mereka menaburkan pasir halus supaya tidak terganggu oleh kerikil-kerikil kasar, yang juga untuk meratakan permukaannya. Mereka juga meletakan tikar di tempat sujud supaya terlindung dari sengatan panas pada saat musim panas. Hal ini seutuhnya sesuai dengan dasar-dasar fikih Syiah, karena dalam pandangan fikih, turbah tidak memiliki kekhususan maudu’, justru sebagai perantara yang memudahkan bersujud di atas tanah. Dalam sebuah riwayat sahih dari Hisyam Bin Hakam – yang mana semua faqih berdasarkan riwayat ini mengeluarkan fatwa - , dia berkata kepada Aba Abdillah as : “Beritahukan kepadaku tentang hal-hal yang boleh sujud di atasnya dan hal-hal yang tidak diperbolehkan sujud di atasnya!”. Beliau berkata : “Sujud tidak diperbolehkan kecuali di atas bumi atau di atas sesuatu yang tumbuh dari bumi yang tidak dimakan atau dipakai.”. Dia kembali berkata : “Jiwaku sebagai tebusanmu, apakah sebab dibalik itu ?“. Beliau menjawab : “Sesungguhnya sujud adalah kepasrahan diri kepada Allah swt. Maka tidak seharusnya bersujud di atas sesuatu yang dimakan atau dipakai. Karena budak-budak dunia adalah budak dari apa yang mereka makan dan pakai. Sementara orang yang sujud, ketika sujud dia sedang menyembah Allah swt, maka tidak seharusnya dia meletakan dahinya ketika itu di atas sesuatu yang disembah oleh budak-budak dunia yang mana mereka telah tertipu oleh keangkuhannya.”. (wasa’il as-syiah jilid 3, bab 1, dari bab apa-apa yang dipakai sujud, hadis 1)
(Sisi pemakaian)
Alasan menggunakan turbah adalah :
Pertama: Bersandar kepada riwayat-riwayat yang telah dinukil oleh Syiah maupun Ahlu sunnah, bahwa Nabi saw selalu sujud di atas tanah, dan ketika musim panas tiba, disebabkan kondisi wilayah Arab yang panas, lantai masjid an-Nabi yang terbuat dari tanah dan pasir halus menjadi sangat panas dan menyengat. Sehingga saat itu beliau selalu sujud diatas tikar.
Kedua: Ibadah adalah ketetapan dan pada bagian-bagian dan syarat-syarat ibadah itu harus sesuai dengan perkataan dan perbuatan sang pembawa syariat. Sebagai mana Nabi sendiri bersabda : “ Shalatlah kalian ! sebagaimana kalian melihatku shalat.”. Oleh karena itu dalam pandangan fiqih, sujud tidak diperbolehkan di atas sesuatu selain apa-apa yang nabi gunakan untuk sujud di atasnya.
Ketiga: Falsafah sujud adalah memutuskan hubungan dengan dunia dan hal-hal yang berkaitan dengannya, berserah diri dan tunduk seutuhnya di hadapan Tuhan, dalam riwayat dikatakan bahwa manusia sangat bergantung kepada apa-apa yang dia makan dan pakai. Maka sujud di atas hal-hal seperti ini tidak diperbolehkan. Dan meletakan dahi di atas tanah memiliki nilai terbaik untuk menunjukan pengagungan, tawadhu’, dan keikhlasan atau pelepasan diri dari rasa angkuh dan ketergantungan.
Keempat: Turbah dalam pandangan Syiah tidak memiliki kekhususan maudhu’, bahkan yang menjadi tolok ukur adalah sujud di atas tanah. Adapun turbah adalah alat untuk memudahkan sujud di atas tanah di manapun itu.
Kelima: ulama-ulama terkemuka dan para a’rif dari kalangan Ahlu sunnah juga menegaskan berkaitan dengan sujud di atas tanah, seperti halnya Imam Muhammad Ghazali menjelaskan masalah ini dalam kitab Ihya’ al-ulum. Oleh sebab itu penentangan yang dilakukan oleh sebagian dari mereka mengenai masalah ini hanyalah berasaskan ketidaktahuan dan fanatisme buta. Dalam pandangan sumber-sumber fiqih dan ulama-ulama besar Ahlu sunnah juga meyakini bahwa sujud di atas tanah lebih utama, dan kalaupun ada persoalan, maka yang perlu ditanyakan adalah mengapa Ahlu sunnah bertolak belakang dengan sunnah Nabi, melakukan sujud di atas segala hal bahkan karpet atau permadani misalnya.
Keenam: Syirik adalah bersujud kepada selain Tuhan, adapun orang-orang Syiah bersujud kepada sang pencipta, bukan kepada tanah. Dengan kata lain Syirik adalah menjadikan selain Tuhan sebagai masjud (objek yang kita sujud kepadanya) bukan masjid (tempat sujud). Dan turbah maupun tanah adalah tempat sujud, bukan masjud. Berbeda halnya dengan perbuatan para penyembah berhala yang menjadikan patung-patung sebagai masjud, mengagungkannya dan tunduk dihadapannya. Selain itu, jika sujud di atas turbah adalah syirik maka sujudnya Ahlu sunnah di atas permadani juga adalah syirik.
Penjelasan: Dari beberapa perbuatan yang menunjukan kerendahan dan tawadhu’, Sujud merupakan puncak dari perbuatan itu yang dilakukan oleh manusia ketika berhadapan dengan seseorang atau sesuatu. Dalil yang diutarakan oleh para penyembah berhala untuk membenarkan sujud mereka terhadap patung-patung adalah karena Tuhan sang pencipta alam tidak terlihat, mereka tidak bisa menyembahnya, maka patung-patung yang terlihatlah yang mereka sembah. Oleh sebab itu mereka mengagungkan, bersujud dan menghormati patung-patung itu, yang bahkan adalah hasil buatan tangan-tangan mereka sendiri. Akan tetapi dalam pandangan Syiah, satu-satunya wujud yang layak disembah adalah Tuhan yang satu, walaupun tidak terlihat dan hakikat zat-Nya tidak tertampung oleh pemahaman manusia yang terbatas, namun menyembahnya adalah hal yang mungkin, dan Dia sendiri yang mengajarkan tata cara untuk menyembahnya, maka sesuai dengan apa yang Dia perintahkanlah kita harus menyembahnya. Sujud di atas tanah dan meletakan dahi di atas sesuatu yang merupakan simbol dari bentuk paling bawah dalam menunjukan kerendahan dan kehinaan manusia dan menerima keagungan sang pencipta (maha suci tuhan dengan segala pujian-Nya), dan perbedaan antara perbuatan ini dengan pemikiran para penyembah berhala seperti langit dan bumi.



























