کمالوندی
Rasulullah Saw, Simbol Persatuan Dunia Islam
Umat Islam di seluruh penjuru dunia memperingati maulid Nabi Muhammad Saw, meskipun terdapat perbedaan penanggalan kelahirannya menurut riwayat Sunni dan Syiah. Sunni meyakini Rasulullah Saw dilahirkan tanggal 12 Rabiul Awal, sedangkan Syiah meyakini tanggal 17 Rabiul Awal. Meskipun demikian, hal ini justru dipahami sebagai momentum persatuan Dunia Islam.
Di Iran, Imam Khomeini mencanangkan “Pekan Persatuan Dunia Islam” dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Hingga kini, Iran terus menerus menyuarakan persatuan Muslim di tengah keragaman mazhab masing-masing.
Persatuan umat Islam dipahami bahwa kaum Muslim mengedepankan kesamaan pandangan sebagai pokok pijakan bersama, yaitu: Tauhid, al-Quran dan Nabi Muhammad Saw dalam menghadapi berbagai ancaman terhadap prinsip Islam dan masyarakat Muslim, sekaligus sebagai pengikat umat Islam untuk menjauhi friksi antarmazhab, politik, etnis, bahasa dan lainnya.
Dewasa ini, urgensi persatuan Islam lebih mendesak dari sebelumnya.Sebab Islam dan Muslim di seluruh penjuru dunia saat ini menjadi sasaran musuh dengan berbagai programnya, termasuk Islamofobia. Oleh karena itu, seluruh Muslim harus menaati perintah Allah swt dan menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai teladannya, dan perilaku mereka mengikuti contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw berhasil menyatukan bangsa jahiliyah yang tidak berbudaya dalam ikatan tauhid dan solidaritas umat Islam.
Nabi Muhammad Saw sangat menekankan urgensi persatuan dan solidaritas umat Islam demi mewujudkan tujuan mulia agama Islam, dan beliau sangat mengetahui dengan baik jalan untuk mewujudkannya.Oleh karena itu, Rasulullah Saw mengerahkan seluruh upayanya untuk mewujudkan persatuan umat Islam.
Setelah hijrah dari Mekah ke Madinah, langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw salah satunya adalah mengambil janji setia dan mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Ansar. Dalam perjanjian ini, Rasulullah Saw juga menyatukan suku Aus dan Khazraj yang sering berperang hingga bertahun-tahun. Sejarah mencatat, peperangan antara dua kabilah itu lebih dari seratus tahun.
Rasulullah Saw dengan baik memahami bahwa Islam tidak akan berakar kuat di kota Madinah dan di wilayah lainnya ketika antarsesama anggota masyarakat masih berperang mengenai masalah suku maupun etnis dan kelas sosial. Dengan metode yang sangat cerdas, Rasulullah Saw mempersaudarakan satu persatu dari kedua kelompok. Nabi Muhammad Saw dalam sebuah pertemuan besar bersabda, “Setiap pasang terdiri dari dua orang menjadi saudara seagama”.
Saking kuatnya ikatan persaudaraan ini, seorang Muslim akan mendahulukan saudara seagama dari dirinya sendiri. Sejarah mencatat suatu hari terjadi pembagian pampasan perang atau ghanimah. Rasulullah Saw berkata kepada orang-orang Ansar supaya mempersilahkan muhajirin ikut dalam pembagian ghanimah tersebut.
Pihak Ansar menjawab, “Kami tidak hanya akan memberikan ghanimah kepada saudara muhajirin, tapi mereka juga diperbolehkan untuk tinggal di rumah kami,”. Sejatinya, tindakan Rasulullah Saw mempersaudarakan kaum muhajir dan Ansar merupakan terobosan besar yang dicatat dalam sejarah. Persatuan tersebut menjadi model persatuan dunia Islam hingga kini.
Persatuan Islam merupakan salah satu faktor terpenting bagi kemuliaan dan kemenangan Muslim di berbagai bidang, dari aspek sosial hingga politik. Sebaliknya, perselisihan dan friksi hanya menghasilkan kelemahan dan ketidakberdayaan umat Islam. Potensi sumber daya Muslim yang besar terbuang percuma, dan umat Islam terkotak-kotak secara etnis, kelompok sosial dan kecenderungan politiknya masing-masing.
Nabi Muhammad Saw memandang sama setiap Muslim. Bagi Rasulullah Saw, tidak ada bedanya seorang budak seperti Bilal dan Zaid bin Haritsah, yang menjadi komandan pasukan Muslim. Parameter keutamaan dalam Islam yang dijadikan pijakan oleh Rasulullah Saw adalah ketakwaan. Oleh karena itu, orang yang paling takwa adalah orang yang paling mulia tanpa memandang status sosial maupun etnisnya.
Suatu hari Salman sedang duduk di Masjid, dan sebagian tokoh juga berada di sana. Lalu muncul pembicaraan mengenai silsilah keturunan mereka. Masing-masing berbangga dengan keturunannya sendiri. Kemudian tibalah giliran Salman untuk menjelaskan garis keturunannya.
Ketika itu, Salman berkata, “Namaku Salman, putra salah seorang hamba Allah. Dulu tersesat, tapi Tuhan memberikan hidayah melalui Nabi Muhammad Saw. Dahulu aku miskin, tapi Allah swt membuatku tidak membutuhkan melalui Muhammad. Dahulu aku budak, tapi kini Tuhan membebaskanku melalui Muhammad. Inilah silsilah garis keturunanku.”
Pada saat itu, Rasulullah Saw memasuki masjid, dan peristiwa tersebut dijelaskan kepada beliau oleh salah seorang dari mereka yang berada di masjid itu. Di hadapan para pemuka Quraisy, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Wahai kaum Quraisy! Apa artinya darah? Apa maknanya suku? Garis keturunan tidak pernah menjadi kebanggaan dalam agama seseorang. Ksatria adalah orang yang berakhlak mulia dan berbuat baik lebih banyak.Keutamaan setiap orang adalah akal dan pemahamannya.Lalu apa yang lebih utama dari akal?” Pernyataan Rasulullah saw tersebut menegaskan penolakan terhadap fanatisme kabilah, dan mengutamakan persatuan.
Nabi Muhammad Saw menentang keras fanatisme etnis, dan mendukung orang orang yang tertindas. Kebanyakan dari mereka adalah budak yang tidak berada dalam perlindungan satu kabilah pun. Tapi, Rasulullah saw mengakui hak sosial dan politik mereka yang sama dengan orang lain.
Rasulullah Saw dengan baik mengetahui bahwa manusia sama secara fitrahnya. Semua manusia dilahirkan sama dari sisi kemanusiaannya, dan perbedaan suku, bahasa dan tempat kelahiran tidak menghalangi hak kemanusiaan mereka. Selain itu, Nabi Muhammad Saw juga menghapuskan tradisi ribuan tahun dua kelompok; budak dan tuan, yang berkembang di tengah masyarakat ketika itu.
Terkait hal ini, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Tuan dan budak sama saja, mereka saudara dan berasal dari satu keturunan. Semua asalnya dari tanah. Tidak ada keunggulan kulit putih dari kulit hitam. Para budak yang berada di bawah kalian adalah saudara kalian juga dan memiliki hak seperti kalian. Makanan yang kalian makan, berikan juga kepada mereka. Pakaian yang kalian kenakan, berikan juga kepada mereka. Jangan memaksa mereka melakukan pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakannya. Kalian juga harus membantu pekerjaan mereka,”.
Di bagian lain, Rasulullah Saw menegaskan hak-hak para budak yang harus diperhatikan para tuannya,“Perhatikan adab setiap kali kalian memanggil mereka. Jangan panggil mereka dengan budakku! Sebab mereka semua, baik laki-laki maupun perempuan adalah hamba Tuhan! Semua milik-Nya.” Sabda Rasulullah Saw tersebut memberikan pengaruh terhadap para sahabatnya. Contohnya, Zaid bin Haritsah membebaskan budak yang dihadiahkan istrinya. Lalu ia mengangkat budak itu sebagai anaknya. Kemudian dinikahkan dengan putri bibinya dari kabilah terkemuka Quraisy.
Perpecahan dan friksi di Madinah selalu muncul baik terbuka maupun tersembunyi. Tapi dengan sigap Rasulullah Saw meredamnya. Salah satu yang menjadi pemicunya adalah manuver Abdullah bin Ubay, seorang munafik yang dicatat dalam sejarah Islam. Meskipun Abdullah bin Ubay menampakkan diri beriman, tapi ia selalu memanfaatkan setiap kesempatan untuk memecah belah umat Islam. Bahkan ia juga menjalin hubungan dengan Musyrikin Mekah. Selain itu, ia juga memainkan peran penting dalam memprovokasi Yahudi Madinah supaya melanggar perjanjian dengan Muslim.
Meskipun Rasulullah Saw mengetahui sepak terjang Abdullah bin Ubay, tapi beliau tidak menindak langsung demi menjaga persatuan umat Islam dan hanya mengontrolnya dan meminimalisir dampak buruknya. Sejatinya, Rasullah Saw selalu mengutamakan persatuan dan solidaritas umat Islam, dan inilah yang dihadiahkan beliau kepada umat Islam di hari mulia kelahirannya.
Imam Musa Kadzim, Teladan Ketabahan
Penderitaan dan kesedihan yang ditanggung Imam Musa Kadzim as pasca tragedi Karbala, lebih besar dibandingkan dengan yang dialami Imam Maksum lain. Seluruh masa keimamahannya dihabiskan dalam pengasingan atau penjara, namun demikian, dengan semangat tak kenal lelah dan perjuangannya, beliau tetap memberikan cahaya hidayah dengan penuh cinta kepada masyarakat, meski dalam kondisi paling sulit.
Imam Musa Kadzim mengemban tanggung jawab besar keimamahan di salah satu masa yang paling sulit, dan di sepanjang kehidupan mulianya, beliau menanggung penderitaan yang luar biasa besar.
Imam Kadzim dikenal sebagai imam yang dengan kesabaran dan ketabahannya, mampu memberikan pelajaran kehidupan terbaik kepada masyarakat, di tengah situasi sosial yang mengalami krisis akut. Para pecinta Ahlul Bait as sepanjang sejarah, meneladani sirah dan perkataan penuh makna Imam Kadzim dalam setiap sendi kehidupan mereka untuk meraih puncak kebahagiaan.
Dalam kehidupannya, Imam Kadzim sempat mengalami pemerintahan dua penguasa Bani Abbas paling kuat, Mansur dan Harun, dan dua penguasa paling tiran, Mahdi dan Hadi. Wilayah Islam saat itu sudah sangat luas akibat perluasan wilayah baru, dan penguasa Abbasi menikmati hasil rampasan perang dan harta benda berlimpah, selain kekuatan yang semakin besar.
Di sisi lain, beberapa pemikiran dan keyakinan menyimpang tersebar luas di tengah masyarakat. Pada situasi seperti ini, pikiran masyarakat dijejali berbagai pemikiran kontradiktif, dan berkembangnya pemikiran semacam ini mengganggu kehidupan beragama dan sosial masyarakat Islam saat itu.
Para penguasa memanfaatkan dengan baik kebingungan masyarakat dan semakin memperkokoh kekuasaannya atas mereka. Kondisi semrawut masyarakat Islam di masa Imam Kadzim telah mempersempit ruang dakwah para penyebar ajaran murni Islam.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei menggambarkan masa kehidupan Imam Kadzim sebagai berikut, di masa itu, bahkan syair, kesenian, fikih, hadis dan pola hidup zuhud serta wara', menjadi alat untuk melayani para tuan dan menyempurnakan sarana kekerasan dan pemaksaan mereka. Tidak ada ancaman serius terhadap tubuh kekhalifahan, dan khalifah sedikitpun tidak pernah berhenti mengawasi pergerakan dakwah Ahlul Bait.
Di masa ini, satu-satunya faktor yang mampu mempertahankan dan memajukan gerakan pemikiran dan politik Ahlul Bait serta pengikut setianya, adalah kerja keras dan jihad para Imam Maksum dan ajaran Ilahi, Taqiyah. Di sinilah keagungan perjuangan dan jihad Imam Kadzim tampak jelas bagi semua.
Imam Musa Kadzim mulai mengemban kepemimpinan umat Islam di saat usia beliau masih muda dan pada saat Mansur Abbasi tengah berada di puncak kekuasaannya dan sangat memusuhi Ahlul Bait as.
Mansur begitu banyak menyiksa dan membunuh keluarga Nabi Muhammad Saw bahkan orang-orang dekat dan pembesar kaumnya sendiri. Biasanya, ia membuang jenazah korban di tempat rahasia, dan lokasi pembuangan jenazah itu baru terungkap setelah meninggalnya Mansur.
Imam Kadzim diangkat Imam di masa khalifah Mansur dan sejak awal terus diawasi secara ketat olehnya, sehingga pengikut Ahlul Bait begitu kesulitan bahkan untuk sekedar mengetahui kepada siapa harus merujuk setelah kesyahidan Imam Shadiq, namun dengan kerja keras, mereka berhasil menemui Imam Kadzim.
Kepada mereka Imam Kadzim berkata, seandainya penguasa tahu kalian mendengar perkataan dariku, mendapat pelajaran dan berhubungan denganku, maka kalian semua akan dibunuh, oleh karena itu berhati-hatilah dan lakukan taqiyah.
Meski berada di tengah pengawasan dan pembatasan ketat, Imam Kadzim meriwayatkan banyak hadis bagi masyarakat yang kehausan. Sayid ibn Thawus terkait hal ini mengatakan, sejumlah banyak pengikut khusus Imam Kadzim berkumpul di hadapan beliau dan mencatat perkataan bernilai serta jawaban yang diberikannya kepada para hadirin.
Imam Kadzim sebagaimana ayahnya, layaknya lautan ilmu pengetahuan dan keutamaan. Beliau berhasil mendidik banyak murid dan mengantarkan mereka hingga ke derajat guru, ahli fikih dan tafsir Al Quran serta bidang ilmu lainnya.
Salah satu ilmuwan besar Ahlu Sunnah, Ibn Hajar Haithami menggambarkan keluhuran ilmu Imam Kadzim seperti ini, Musa Kadzim adalah pewaris ilmu ayahnya.
Ia mewarisi keutamaan dan kesempurnaan ayahnya. Ia sangat pemaaf dan begitu sabar menghadapi masyarakat yang bodoh. Ia dijuluki Kadzim dan di masa itu tidak ada seorangpun yang mampu menandinginya dalam pengetahuan Ilahi dan kesabaran.
Imam Kadzim memberikan sebuah formula komprehensif dan efektif dalam manajemen hidup, beliau berkata, upayakanlah untuk membagi waktu kalian ke dalam empat bagian. Satu bagian khusus untuk bermunajat dengan Allah Swt. Bagian lain untuk mencari nafkah dan rezeki yang halal.
Bagian berikutnya untuk berinteraksi dengan saudara dan orang-orang terpercaya yang mengingatkan kalian akan aib dan tulus bersahabat. Bagian terakhir untuk menikmati hal-hal menyenangkan yang halal, karena berkat bantuan bagian ini, kalian akan mampu melewati ketiga bagian sebelumnya.
Imam Kadzim berkata, penuhilah keinginanmu dengan sesuatu yang halal dari dunia, namun jangan sampai merusak derajatmu dan jangan berlebihan. Menikmati yang halal bisa membantumu menyelesaikan urusan dunia.
Muhammad bin Saai Shafii berkata, Imam Kadzim memiliki kedudukan yang tinggi dan derajat yang luhur. Beliau dikenal sangat tekun beribadah dan memiliki kemuliaan agung. Ia menghabiskan malam dengan bersujud dan shalat, sementara siang dengan sedekah dan puasa.
Karena kesabaran dan kebijaksanaannya, ia dijuluki Kadzim. Beliau selalu berbuat baik kepada orang-orang yang menghinanya dan memaafkan yang bersalah. Ia juga dijuluki Abdu Shaleh karena sangat tekun beribadah. Di Irak ia dikenal dengan Bab Al Hawaaij, karena setiap fakir miskin yang mendatangi rumah beliau, selalu pulang tanpa tangan hampa.
Selama 7-10 tahun Imam Kadzim hidup di sejumlah penjara Khalifah Harun. Kali terakhir Imam Kadzim berada dalam penjara dan mengalami penyiksaan paling kejam, di penjara Sindi bin Shahak, petugas pemerintahan Harun yang paling bengis.
Di penjara yang dijaga Sindi bin Shahak terdapat banyak ruangan bawah tanah yang gelap dan sangat berbahaya, di sana Imam Kadzim mengalami penyiksaan yang luar biasa.
Setelah 35 tahun perjuangan, jihad, dijebloskan ke penjara, beberapa kali diasingkan, hidup di tengah masyarakat yang penuh ketakutan, susah payah bertemu dengan pengikutnya, menjelaskan hukum Tuhan di bawah tekanan penguasa dan menyumbangkan seluruh usianya untuk Islam, akhirnya Imam Kadzim gugur syahid pada tahun 183 Hijriyah.
Beliau diracun oleh Sindi bin Shahak atas perintah Harun dan gugur di dalam penjara. Setelah gugurnya Imam Kadzim, untuk mengelabui masyarakat, Harun berkata, semoga Tuhan melaknat Sindi bin Shahak, karena ia membunuh Musa Kadzim tanpa seizin saya.
Mab'ats, Momentum Bangkitnya Kemanusiaan
Tanggal 27 Rajab adalah hari perwujudan kekuasaan Tuhan di muka bumi. Hari Mab'ats Rasulullah Saw. Hari mekarnya risalah kenabian Muhammad, manifestasi nama Tuhan dan Islam.
Al Quran menyebutnya sebagai nikmat yang diberikan kepada umat manusia dan dalam Surat Ali Imran ayat 164, Allah Swt berfirman, "Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata".
Kita mengucapkan syukur kepada Allah Swt atas nikmat besarnya ini dan menyambut pengangkatan Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya. Ketika Rasulullah Saw menginjak usia 40 tahun, Allah Swt menilai hati beliau sebagai hati terbaik, paling patuh dan paling khusyu. Oleh karena itu Allah memilihnya sebagai pemberi hidayah umat manusia.
Pada saat itu, rahmat Allah turun ke bumi. Nabi Muhammad menyaksikan malaikat Jibril turun dari langit membawa cahaya terang benderang ke arah beliau. Jibril tiba dan memegang pundak Nabi Muhammad lalu berkata, Wahai Muhammad, bacalah ! Nabi Muhammad menjawab, apa yang mesti kubaca ? Jibril berkata, Iqra bismirabbikaladzi khalaq.... bacalah dengan nama Tuhan yang menciptakanmu. Jibril menyampaikan wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad dan kembali ke langit.
Menggambarkan kejadian ini, Imam Hadi as berkata, Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul saat turun dari gua Hira dan menyaksikan keagungan dan kebesaran Ilahi. Menerima wahyu, begitu berat bagi Nabi Muhammad sehingga ia tampak menggigil seperti seorang yang sedang sakit demam.
Allah Swt berkehendak membersihkan "dada" Nabi Muhammad yaitu mewujudkan kesempurnaan dan meneguhkan hatinya. Saat Nabi Muhammad kembali ke rumahnya, bebatuan besar, kerikil dan segala sesuatu yang dilewatinya mengucapkan salam. Benda-benda itu berujar, Assalamualaika Ya Rasulullah. Selamat kepadamu karena Tuhan telah memberi keutamaan dan menghiasimu dengan keindahan, dan selamat untuk umat manusia dari awal hingga akhir.
Peristiwa terpenting dalam sejarah Islam yang menjadi momentum agung dan paling berpengaruh bagi nasib umat manusia adalah Mab'ats atau pengangkatan Nabi Muhammad menjadi rasul. Bi'tsah artinya dibangkitkan dan dalam istilah berarti pengutusan seorang manusia dari sisi Tuhan untuk menghidayahi manusia lain.
Bi'tsah dan risalah kenabian tidak bisa kita batasi hanya pada kaum atau etnis tertentu saja, karena Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia di sepanjang masa. Dengan bi'tsah, Allah Swt menyerukan perintah yang bersumber dari rahmat-Nya kepada manusia untuk bangkit. Wahyu Tuhan dibawa turun ke bumi oleh Jibril dan disebarluaskan oleh Nabi Muhammad ke seluruh penjuru alam.
Menjelang diangkatnya Nabi Muhammad menjadi rasul, dunia berada dalam krisis dan kemerosotan moral akut. Kebodohan, perampokan, penindasan, kerusakan sosial, kebebasan tak terkendali, diskriminasi dan ketidakadilan, dicampakkannya akhlak dan kemanusiaan, saat itu menguasai seluruh manusia di muka bumi.
Jazirah Arab khususnya Hijaz dari sisi kebudayaan, politik, ekonomi dan sosial adalah wilayah yang mengalami kondisi paling buruk kala itu. Perempuan Arab bukan hanya tidak terpenuhi hak-hak dasarnya, bahkan diperjualbelikan layaknya barang. Anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup.
Sebagaimana dijelaskan dalam Surat An Nahl ayat 58-59, "Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu".
Al Quran di banyak ayat menjelaskan tujuan pengangkatan Nabi Muhammad. Tujuan paling mendasar Mab'ats adalah menyeru manusia kepada tauhid dan penyembahan Tuhan yang esa, dan menolak segala bentuk syirik dan thagut. Di ayat ke 36 Surat An Nahl, Allah Swt berfirman, "Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu".
Pada kenyataannya, tugas terpenting nabi-nabi Tuhan adalah memberantas kebodohan, kepalsuan dan standar-standar yang salah, lalu menggantinya dengan nilai-nilai Ilahi. Tujuan penting lain pengangkatan Nabi Muhammad adalah menegakkan keadilan di tengah masyarakat.
Para nabi diangkat untuk menerapkan hukum Tuhan dan menegakkan keadilan sehingga kehidupan manusia kental dengan nilai Ilahi. Dalam Surat Hadid ayat 25, Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan".
Rasulullah Saw menyebut tujuan terpenting Mab'ats adalah menyempurnakan akal dan pikiran manusia, karena tauhid dapat diterima jika umat manusia meningkatkan level berpikirnya. Manusia yang lalai atas kekayaan berharganya itu, bisa saja menyembah batu atau bunga, namun manusia-manusia agung dan ahli berpikir yang berhasil mengungkap sumber penciptaan, akan mensyukuri pencipta seluruh benda itu.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda, Allah Swt tidak mengangkat seorang nabi dan rasul kecuali untuk menyempurnakan akal dan kemampuan berpikir manusia, oleh karena itu para nabi dan rasul harus memiliki kemampuan berpikir yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, Mab'ats adalah dimulainya kebangkitan Islam dan sumber peradaban serta kebudayaan Islam, juga terbentuknya sebuah masyarakat Islam yang bersatu. Dari sini, tidak ada gerakan apapun yang bisa dibandingkan dengan gerakan Islam. Realitasnya, Mab'ats adalah perubahan di seluruh masyarakat manusia dan menunjukkan bahwa masyarakat paling terbelakang sekalipun yang takut akan perubahan dalam tradisi dan kebiasaannya, bisa meraih puncak keutamaan manusia.
Hasil perjuangan dan jihad Nabi Muhammad selama 23 tahun begitu kokoh dan berakar sehingga dalam waktu yang tidak lama, Muslimin di puncak kemuliaannya, berhasil membangun pondasi peradaban agung di dunia. Nabi Muhammad sebagai utusan terakhir Tuhan, adalah yang paling sempurna dan menunjukkan jalan kebahagiaan yang paling lengkap bagi generasi umat manusia. Maka setiap kali manusia menerima pengetahuan yang bersumber dari Nabi Muhammad, keburukan akhlak akan tercabut dari masyarakat dan ia akan menyaksikan dunia lebih indah.
Nabi Muhammad sebagai pembawa pesan Islam, dalam waktu tidak terlalu lama mampu mengubah kondisi masyarakat yang jumud dan liar, dan setelah 13 tahun beliau mendirikan sebuah pemerintahan yang berlandaskan ilmu pengetahuan, keadilan, tauhid, spiritualitas dan akhlak.
Ketika terbuka kesempatan untuk mendirikan sebuah pemerintahan Islam pasca hijrah beliau dari Mekah ke Madinah, Nabi Muhammad langsung membangun semangat persaudaraan di tengah Muslimin dan menyingkirkan seluruh perbedaan, perpecahan serta permusuhan dari mereka.
Kemudian Nabi Muhammad mempersenjatai mereka dengan ilmu pengetahuan. Ia mewariskan sebuah ajaran kepada umat manusia yang selalu menjamin kebahagiaan mereka. Dengan pengangkatannya, Rasulullah Saw melakukan revolusi mendasar dalam pemikiran dan nilai-nilai sosial, dan menyeru umat manusia kepada cinta, kemanusiaan, kasih sayang, iman dan keadilan.
Mab'ats
Will Durant, sejarawan dan filsuf terkenal Amerika menulis, jika kita mengukur tingkat pengaruh manusia besar ini di tengah masyarakat, harus kita katakan bahwa Muhammad adalah salah satu tokoh sejarah terbesar umat manusia. Dia berjuang meningkatkan level pengetahuan dan akhlak sebuah kaum yang liar karena pengaruh ekstremnya cuaca dan keringnya gurun pasir, sehingga menjadi umat yang satu.
Ia dikaruniai kemampuan yang lebih baik dari para reformis dunia. Sedikit orang, kecuali dia yang dapat memahami bahwa seluruh cita-citanya dapat dicapai melalui jalan agama, karena ia meyakininya. Dari kaum penyembah berhala dan bertebaran di gurun pasir, terbentuklah sebuah umat yang satu.
Ia membawa agama yang lebih baik dan lebih tinggi dari agama Yahudi, Kristen, dan agama-agama kuno Arab. Ajaran yang sederhana, jelas dan kokoh ditopang spiritualitas yang berlandaskan keberanian dan anti-rasis yang selama satu generasi berhasil memenangkan 100 peperangan. Dalam seabad berhasil membangun imperium besar dan luas, dan di masa kita merupakan kekuatan penting yang menancapkan pengaruhnya di setengah dunia.
Secara umum dapat dikatakan bahwa Rasulullah Saw dengan pengangkatannya berhasil memberikan kehidupan baru di semua bidang kemanusiaan. Manusia bahagia adalah yang menerima seruan kepada kehidupan ini.
Sebagaimana disebutkan Al Quran dalam Surat Al Anfal ayat 24, "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan".
Mayoritas Penduduk Palestina di al-Quds Timur Hidup Miskin
Data resmi menunjukkan bahwa 75 persen warga Palestina yang tinggal di al-Quds timur di bawah garis kemiskinan.
Seperti dlansir Mehr News mengutip Pusat Informasi Palestina, sejak Intifada Pertama pada tahun 1987, ekonomi di wilayah al-Quds timur sedikit tumbuh dan bahkan berkembang bersamaan dengan Intifada Kedua tahun 2000, namun pembangunan tembok rasis oleh rezim Zionis Israel antara tahun 2005 dan 2006 di Tepi Barat telah menjadi pukulan besar terhadap ekonomi kota tersebut.
320.000 warga Palestina tinggal di al-Quds timur, yaitu 36 persen dari semua penduduk kota al-Quds.
Berdasarkan data resmi Palestina, tingkat pengangguran warga Palestina penduduk al-Quds adalah 25 persen, di mana rata-rata pendapatan mereka sekitar 1000 dolar, yaitu kurang dari setengah biaya hidup di kota yang diduduki Israel itu.
Rezim Zionis mengklaim bahwa pembangunan tembok pembatas bertujuan untuk keamanan, namun warga Palestina membantah klaim tersebut, dan meyakini bahwa pembangunan tembok itu bertujuan untuk memutus hubungan ratusan desa dan menduduki ribuan hektar tanah milik rakyat Palestina.
Warga Inggris Menentang Serangan ke Suriah
Sebuah survei baru mencatat bahwa serangan militer ke Suriah hanya didukung oleh seperempat warga Inggris.
Seperti dilansir surat kabar The Independent, survei BMG Research yang dirilis hari Ahad (15/4/2018) menunjukkan hanya seperempat warga Ingggris mendukung tindakan pemerintah dalam berkoalisi dengan AS untuk menyerang Suriah.
"Hanya 28 persen responden setuju dengan serangan rudal dan udara Inggris ke Suriah, sementara 36 persen menentangnya," kata BMG Research.
Sebanyak 26 responden tidak menentang atau mendukung dan 11 persen lainnya tidak memiliki pendapat.
Hasil survei ini menunjukkan bahwa Perdana Menteri Theresa May tidak mampu meyakinkan warganya terkait tindakan militer ke Suriah.
BMG Research melakukan jajak pendapat antara tanggal 10-13 April 2018. Sebanyak 1.562 responden berpartisipasi dalam survei ini.
Amerika bersama Inggris dan Perancis, menggempur kota Damaskus dan Homs, Suriah pada Sabtu dini hari.
Putin Kirim Pesan untuk KTT Liga Arab di Dammam
Presiden Rusia Vladimir Putin dalam sebuah pesan untuk KTT Liga Arab di kota Dammam, Saudi, menyerukan partisipasi negara-negara Arab regional dalam proses mencapai solusi politik di Suriah.
Seperti dilansir Farsnews, Ahad (15/4/2018), Putin dalam pesannya itu berharap agar Rusia dan negara-negara Liga Arab dapat bekerjasama dalam sebuah proses mencari solusi politik, program rekonstruksi, dan penyelesaian krisis di Irak dan Suriah.
Dia menyatakan kesiapan Rusia untuk bekerjasama dengan Liga Arab dalam upaya membantu Irak dan Suriah pilih dari perang yang berlarut-larut, dengan tetap menghormati kedaulatan negara-negara Arab.
"Sangat penting untuk terus memerangi terorisme di kawasan ini, tetapi juga penting menghormati kedaulatan dan integritas teritorial negara-negara Arab," tegas Putin.
Mengacu pada konflik antara Palestina dan rezim Zionis, Putin menuturkan bahwa mustahil menciptakan perdamaian abadi di Timur Tengah tanpa menemukan solusi mendasar untuk isu Palestina.
KTT Liga Arab ke-29 dimulai hari ini di Dammam di tengah perselisihan internal antara negara-negara Arab. Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir telah memutuskan hubungan mereka dengan Qatar.
Liga Arab juga masih menangguhkan keanggotaan Suriah di organisasi itu.
Assad: Serangan AS ke Suriah, Tindakan Permusuhan
Presiden Suriah mereaksi serangan militer Amerika Serikat, Inggris dan Perancis ke negaranya dan menegaskan bahwa Suriah tidak memiliki arsenal kimia.
Bashar al-Assad menekankan hal itu dalam pertemuan dengan beberapa anggota parlemen Rusia di Damaskus, ibukota Suriah seperti dilansir FNAmengutip jaringan televisi al-Mayadeen Lebanon, Minggu (15/4/2018).
Ia menilai serangan AS, Inggris dan Perancis ke Suriah sebagai langkah permusuhan.
"Serangan ini tidak menghasilkan apapun kecuali persatuan dan tekad rakyat Suriah dalam memerangi terorisme di Suriah dan menumpas mereka," ujarnya.
Berdasarkan laporan tersebut, seorang anggota parlemen Rusia mengutip Assad mengatakan, unit pertahanan udara Suriah menunjukkan efektifitasnya dalam menangkis serangan udara AS, Inggris dan Perancis, oleh karena itu, rakyat Suriah tidak lagi takut dengan serangan negara-negara Barat.
Militer AS, Inggris dan Perancis meluncurkan lebih dari 100 rudal ke posisi Suriah di sekitar kota Damakus pada Sabtu dini hari dan unit pertahanan udara Suriah berhasil menembak jatuh 71 rudal.
Serangan tersebut dilancarkan atas dasar klaim penggunaan senjata kimia oleh militer Suriah di kota Douma. Tuduhan tanpa bukti ini telah dibantah oleh pemerintah Damaskus.
Tudingan Barat dilontarkan ketika semua stok senjata kimia yang dimiliki Suriah telah dihancurkan setelah negara ini bergabung dengan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) pada tahun 2013, bahkan penghancuran senjata kimia Suriah juga dilakukan di bawah pengawasan negara-negara dan organisasi internasional termasuk AS dan PBB.
Klaim penggunaan senjata kimia juga dilontarkan ketika militer Suriah mencapai berbagai kemenangan dalam menumpas kelompok-kelompok teroris dukungan Barat.
Peran Iran-Indonesia Penting untuk Wujudkan Peradaban Baru Islam
Sekretaris Jenderal Forum Ahlul Bait Dunia, Ayatullah Mohammad Hassan Akhtari mengatakan, Iran dan Indonesia dapat menciptakan dasar-dasar bagi peradaban baru Islam.
Dia menyampaikan hal itu dalam sebuah Seminar The Standards of Modern Islamic Civilization, yang digelar oleh Universitas Mazhab Islam dan Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang di Tehran, Ahad 915/4/2018).
Mengacu pada kapasitas yang dimiliki oleh Iran dan Indonesia, Ayatullah Akhtari menambahkan, Pemimpin Besar Revolusi Islam telah mengibarkan bendera peradaban baru Islam dan menyerukan kaum Muslim untuk bergerak di jalan ini.
"Bangsa Indonesia dan Iran dapat memainkan peran mereka lebih dari yang lain di jalan ini," ujarnya.
Kisah Salman al Farisi Mencari Kebenaran
Salman al-Farisi pada awal hidupnya adalah seorang bangsawan dari Persia yang menganut agama Majusi. Namun dia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Pergolakan batin itulah yang mendorongnya untuk mencari agama yang dapat menentramkan hatinya.
Kisah Salman diceritakan langsung kepada seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad bernama Abdullah bin Abbas:
Salman dilahirkan dengan nama Persia, Rouzbeh, di kota Kazerun, Fars, Iran. Ayahnya adalah seorang Dihqan (kepala) desa. Dia adalah orang terkaya di sana dan memiliki rumah terbesar.
Ayahnya menyayangi dia, melebihi siapa pun. Seiring waktu berlalu, cintanya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut kehilangan Salman. Ayahnya pun menjaga dia di rumah, seperti penjara.
Ayah Salman memiliki sebuah kebun yang luas, yang menghasilkan pasokan hasil panen berlimpah. Suatu ketika ayahnya meminta dia mengerjakan sejumlah tugas di tanahnya. Tugas dari ayahnya itulah yang menjadi awal pencarian kebenaran.
"Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melewati orang-orang itu (di gereja) dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan."
"Ketika saya melihat mereka, saya menyukai salat mereka dan menjadi tertarik terhadapnya (yakni agama). Saya berkata (kepada diriku), 'Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami'".
Salman memiliki pemikiran yang terbuka, bebas dari taklid buta. "Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku."
Dan ketika pulang, ayahnya bertanya. Salman pun menceritakan bertemu dengan orang-orang Nasrani dan mengaku tertarik. Ayahnya terkejut dan berkata: "Anakku, tidak ada kebaikan dalam agama itu. Agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik."
"Tidak, agama itu lebih baik dari milik kita," tegas Salman.
Ayah Salman pun bersedih dan takut Salman akan meninggalkan agamanya. Jadi dia mengunci Salman di rumah dan merantai kakinya.
Salman tak kehabisan akan dan mengirimkan sebuah pesan kepada penganut Nasrani, meminta mereka mengabarkan jika ada kafilah pedagang yang pergi ke Suriah. Setelah informasi didapat, Salman pun membuka rantai dan kabur untuk bergabung dengan rombongan kafilah.
Ketika tiba di Suriah, dia meminta dikenalkan dengan seorang pendeta di gereja. Dia berkata: "Saya ingin menjadi seorang Nasrani dan memberikan diri saya untuk melayani, belajar dari anda, dan salat dengan anda."
Sang pendeta menyetujui dan Salman pun masuk ke dalam gereja. Namun tak lama kemudian, Salman menemukan kenyataan bahwa sang pendeta adalah seorang yang korup. Dia memerintahkan para jemaah untuk bersedekah, namun ternyata hasil sedekah itu ditimbunnya untuk memperkaya diri sendiri.
Ketika pendeta itu meninggal dunia dan umat Nasrani berkumpul untuk menguburkannya, Salman mengatakan bahwa pendeta itu korup dan menunjukkan bukti-bukti timbunan emas dan perak pada tujuh guci yang dikumpulkan dari sedekah para jemaah.
Setelah pendeta itu wafat, Salman pun pergi untuk mencari orang saleh lainnya, di Mosul, Nisibis, dan tempat lainnya.
Pendeta yang terakhir berkata kepadanya bahwa telah datang seorang nabi di tanah Arab, yang memiliki kejujuran, yang tidak memakan sedekah untuk dirinya sendiri.
Salman pun pergi ke Arab mengikuti para pedagang dari Bani Kalb, dengan memberikan uang yang dimilikinya. Para pedagang itu setuju untuk membawa Salman. Namun ketika mereka tiba di Wadi al-Qura (tempat antara Suriah dan Madinah), para pedagang itu mengingkari janji dan menjadikan Salman seorang seorang budak, lalu menjual dia kepada seorang Yahudi.
Singkat cerita, akhirnya Salman dapat sampai ke Yatsrib (Madinah) dan bertemu dengan rombongan yang baru hijrah dari Makkah. Salman dibebaskan dengan uang tebusan yang dikumpulkan oleh Rasulullah SAW dan selanjutnya mendapat bimbingan langsung dari beliau.
Betapa gembira hatinya, kenyataan yang diterimanya jauh melebihi apa yang dicita-citakannya, dari sekadar ingin bertemu dan berguru menjadi anugerah pengakuan sebagai muslimin di tengah-tengah kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang disatukan sebagai saudara.
Kisah kepahlawanan Salman yang terkenal adalah karena idenya membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam Perang Khandaq. Ketika itu Madinah akan diserang pasukan Quraisy yang mendapat dukungan dari suku-suku Arab lainnya yang berjumlah 10.000 personel. Pemimpin pasukan itu adalah Abu Sufyan. Ancaman juga datang dari dalam Madinah, di mana penganut Yahudi dari Bani Quradhzah akan mengacau dari dalam kota.
Rasulullah SAW pun meminta masukan dari sahabat-sahabatnya bagaimana strategi menghadapi mereka. Setelah bermusyawarah akhirnya saran Salman Al Farisi atau yang biasa dipanggil Abu Abdillah diterima. Strategi Salman memang belum pernah dikenal oleh bangsa Arab pada waktu itu. Namun atas ketajaman pertimbangan Rasulullah SAW, saran tersebut diterima.
Atas saran Salman itulah perang dengan jumlah pasukan yang tak seimbang dimenangkan kaum Muslimin.
Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, Salman dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga dia wafat.
Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini
Najasyi, seorang ulama ahli rijal Syiah mengatakan, “Di masanya ia adalah Syaikh dan pembesar Syiah di kota Rei, dan dikenal sebagai ulama yang paling diandalkan dalam bidang hadis dengan kuatnya hafalannya dan paling teliti dalam mencatat. Karyanya yang paling utama adalah al-Kāfi yang disusunnya dalam jangka waktu 20 tahun.”
Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq al-Kulaini al-Razi (Bahasa Arab: ابوجعفر محمّد بن یعقوب بن اسحاق الکلینی الرازی) lebih dikenal dengan al-Kulaini al-Razi (w. 328 H) adalah penulis kitab hadis paling masyhur al-Kāfi dan termasuk sebagai ahli hadis paling kesohor di kalangan Syiah. Menurut pendapat sebagian ahli sejarah, ia hidup di antara kepemimpinan Imam Kesebelas Syiah Imam Hasan Askari As dan Imam Zaman Imam Mahdi Afs. Ia adalah salah seorang ahli hadis yang bertemu dengan para perawi hadis yang mendengar langsung tanpa perantara hadis dari Imam Hasan Askari As atau Imam Hadi As.
Al-Kulaini tumbuh di tengah-tengah keluarga yang sangat besar kecintaannya kepada ilmu dan Ahlulbait. Ayahnya, Ya’qub bin Ishaq menaruh perhatian besar terhadap pendidikan al-Kulaini termasuk mengajarkan langsung etika Islam kepadanya. Al-Kulaini mendapatkan bimbingan pendidikan agama dari sejumlah ulama besar diantaranya, Muhammad bin Yahya Asy’ari, Abdullah Ja’far al-Himyari, Ali bin Husain ibn Babawaih al-Qumi dan Muhammad bin Yahya ‘Aththar.
Kitab terpenting dari sejumlahnya karyanya adalah Al-Kāfi yang kemudian menjadi sumber rujukan paling muktabar di kalangan Syiah dan menjadi salah satu kitab termasyhur dari Kutub Arba’ah Syiah. Al-Kulaini dalam penukilan hadisnya memiliki ketelitian dan kehatian-hatian dalam menyeleksi ketsiqahan para perawi dan sebisa mungkin menuliskan sanad periwayatannya. Ibn Qulawaih, Muhammad bin Ali Jiluyeh al-Qumi, Ahmad bin Muhammad Zurari adalah di antara muridnya yang terkenal.
Waktu dan Tempat Kelahiran[sunting]
Meskipun tidak ada data yang valid mengenai waktu dan tempat kelahiran al-Kulaini, namun ahli sejarah menyepakati al-Kulaini lahir disebuah perkampungan bernama Kulain di kawasan Rei. Sementara mengenai waktu kelahirannya sebagian berpendapat ia lahir tidak lama sebelum atau setelah kelahiran Imam Mahdi Afs yaitu sekitar tahun 255 H dimasa terjadinya kegaiban sughra. Namun Syaikh Bahrul ‘Ulum berpendapat kemungkinan al-Kulaini lahir di masa-masa akhir kehidupan Imam Hasan Askari As. [1]
Ayatullah Khui meyakini, al-Kulaini lahir setelah kesyahidan Imam Askari As dan hidup dimasa Imam Mahdi Afs. [2]
Nama dan Lakab-lakabnya
Kitab-kitab Rijal dan setiap kitab Syarah dari karya-karyanya menyertakan catatan mengenai riwayat hidup al-Kulaini. Mereka menyebut al-Kulaini dengan sebutan bermacam-macam diantaranya Abu Ja’far, Muhammad bin Ya’qub, Ibnu Ishaq, Tsiqah al-Islam, al-Razi, Silsilah ataupun Baghdadi. [3] Ia adalah ulama Islam yang pertama mendapat gelar Tsiqah al-Islam dan menjadi gelar yang khusus diperuntukkan untuknya karena ketakwaannya, ilmu dan perannya yang besar dalam menyelesaikan banyak persoalan keagamaan termasuk fatwa-fatwa dan pendapatnya yang sampai sekarang sering dijadikan rujukan. [4]Ia juga mendapat lakab Silsilah karena ketika bermukim di Baghdad, ia tinggal di Darb al-Silsilah. [5]
Keluarga al-Kulaini
Banyak dari anggota keluarga al-Kulaini yang termasuk sebagai ulama besar. Ayahnya Ya’qub bin Ishaq adalah ulama kharismatik di masanya dan hidup di masa kegaiban sughra. [6]Abu al-Hasan Ali bin Muhammad yang lebih dikenal dengan ‘Alan Razi adalah ipar a-Kulaini. Muhammad bin Aqil Kulaini, Ahmad bin Muhammad dan Muhammad bin Ahmad adalah ulama besar lainnya dari anggota keluarga besar al-Kulaini. [7]
Masa Pendidikan dan Hijrah ke Qom
Al-Kulaini memulai pendidikannya di kota Rei, yang saat itu menjadi pusat pengkajian beberapa aliran Islam, diantaranya Ismaili, Hanifah, Syafi’i dan Syiah Imamiyah. Dengan adanya interaksi dan dialektika keilmuan dengan sejumlah mazhab yang berbeda menjadikan al-Kulaini kaya dengan ilmu dan khazanah keislaman. Iapun menekadkan diri untuk fokus pada aktivitas menulis dan mempelajari hadis. Di bawah bimbingan gurunya, Abu al-Hasan Muhammad bin Asadi al-Kufi, al-Kulaini mendalami ilmu hadis di kota Rei. [8] Untuk melengkapi pembedaharaan hadisnya, al-Kulaini mengunjungi dan bertemu langsung dengan ahli hadis yang mendapat hadis langsung dari lisan Imam Askari As dan Imam Hadi As. Sehingga sanad dari hadis yang ditulisnya tidak melalui rantai periwayatan yang panjang.
Kepribadian dan Keilmuan
Sebagaimana yang tertulis dari sejumlah kitab terjemahan maupun tarikh, baik yang mendukung maupun berseberangan pendapat dengannya menyebutkan al-Kulaini adalah seorang alim yang memiliki banyak fadhilah dan posisinya yang disegani dalam bidang hadis.[9]
Al-Kulaini dalam Ucapan Ulama-ulama Besar Syiah
Syaikh Thusi dalam kitab Rijal yang ditulisnya menulis, “Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini al-Makanni menurut Abu Ja’far A’war, seorang ulama besar dan alim, menyebutkan bahwa ia adalah seorang alim yang memiliki kredibilitas dibidangnya sebagaimana dibuktikan dengan kitab al-Kāfi yang ditulisnya [10] Ia juga oleh ulama-ulama yang lain diakui sebagai seorang yang tsiqah dan alim.” [11]
Najasyi, seorang ulama ahli rijal Syiah mengatakan, “Di masanya ia adalah Syaikh dan pembesar Syiah di kota Rei, dan dikenal sebagai ulama yang paling diandalkan dalam bidang hadis dengan kuatnya hafalannya dan paling teliti dalam mencatat. Karyanya yang paling utama adalah al-Kāfi yang disusunnya dalam jangka waktu 20 tahun.” [12]
Ulama Syiah lainnya seperti Ibnu Syahr Asyub, [13] Allamah Hilli, [14]Ibnu Dawud Hilli, [15]Tafrasyi, [16]Ardibili, [17]dan Sayyid Abu al-Qasim Khui, [18]menegaskan dan memberikan akan kesaksian akan kebenaran apa yang telah dinyatakan Syaikh Thusi dan Najasyi mengenai al-Kulaini.
Sayyid Ibnu Thawus turut memberi pengakuan akan ketsiqahan dan keamanahan al-Kulaini dalam menukilkan hadis. Ia berkata, “Ketsiqahan dan amanah Syeikh al-Kulaini disepakati seluruh ulama.” [19]
Al-Kulaini dalam Penjelasan Ulama Ahlusunnah
Ibnu Atsir salah seorang sejarahwan Ahlusunnah mengkategorikan al-Kulaini sebagai salah seorang pembesar dan ulama Imamiah. [20]Dzahabi menyebut al-Kulaini sebagai Syeikh Syiah yang alim dan penulis buku yang terkenal, [21] Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Ibnu Makula memberikan pengakuan bahwa ia adalah salah seorang fakih dan penulis bermazhab Syiah [22]dan Ibnu Asakir dalam kitabnya menulis al-Kulaini adalah tokoh besar Syiah. [23]
Diantara karya-karyanya sebagai berikut:
Kitab ar-Radd ‘alā al-Qarāmithah.
Kitab Rasā’il al-Aimmah As.
Kitab Ta‘bir al-Ru’yā.
Kitab al-Rijâl.
Kitab al-Wasāil
Kitab al-Dawājin wa al-Rawājin
Kitab Fadhl al-Qur’an
Kumpulan syair yang memuat kasidah-kasidah yang pernah dilantunkan para penyair tentang manaqib Ahlulbait as. [24]
Guru-guru al-Kulaini
Masyaikh dan Asatid Kulaini ada sekitar 50-an orang. Yang paling berpengaruh dari kesemua gurunya adalah Ali bin Ibrahim al-Qumi, penulis kitab Tafsir al-Qumi. Lebih dari 7068 kali namanya tertulis dalam sanad hadis pada kitab al-Kāfi. [25] Berikut nama-nama guru al-Kulaini lainnya yang terkenal:
Muhammad bin Yahya Asy’ari
Ahmad bin Idris al-Qumi
Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Khalid Burqi
Ahmad bin Muhammad bin Isa Asy’ar
Abdullah Ja’fari Himyari
Hasan bin Fadhl bin Yazid Yamani
Ahmad bin Mahran
Muhammad bin Hasan Thai
Ali bin Husain Ibnu Babwaih al-Qumi, ayah Syaikh Shaduq
Shafar al-Qumi penulis kitab Bashair al-Darajāt
Muhammad bin Yahya Aththar
Qasim bin ‘Ala
Ahmad bin Muhammad bin Sa’id Hamadani lebih dikenal dengan Ibnu ‘Aqdeh [26]
Para Murid dan Perawi
Di antara para murid dan mereka yang meriwayatkan hadis dari al-Kulaini dapat disebutkan diantaranya sebagai berikut:
Abu Abdullah Ahmad bin Ibrahim dikenal dengan Ibn Abi Rafi’ Shamiri
Abu al-Qasim Ja’far Ibn Qaulawih penulis kitab Kāmil al-Ziyārāt
Abu Muhammad Harun bin Musa Tal’abkari
Abu Ghalib Ahmad bin Muhammad Zurari
Muhammad bin Ali Majaulawih Qumi
Abu Abdullah Muhammad bin Ibrahim bin Ja’far
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Qadha’i Shafwani [27]
Perjalanan ke Baghdad
Menurut kesaksian catatan sejarah, al-Kulaini setelah menuntaskan penulisan kitab al-Kāfi, sekitar tahun 327 H, dua tahun sebelum kematiannya ia melakukan perjalanan ke Baghdad yang saat itu merupakan salah satu pusat keilmuan Islam. Salah seorang saksi menyebutkan bahwa meskipun al-Kulaini hidup dimasa keberadaan empat wakil Imam Zaman Afs namun tidak ada riwayat yang dinukilkannya dari keempat wakil tersebut tanpa perantara. Namun berkat reputasi dan popularitasnya, baik dari ulama Syiah maupun Sunni memberikan pengakuan akan kelayakannya menyandang gelar Tsiqah al-Islam. [28]
Wafat dan Pemakaman
Al-Kulaini meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun 328 H bertepatan dengan awal dimulainya masa ghaibat kubra Imam Zaman Afs di kota Baghdad dalam usia 70 tahun. [29]
Najasyi dan Syaikh Thusi menukilkan, Muhammad bin Ja’far Hasani yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Qirath salah seorang ulama besar menyalati jenazah al-Kulaini dan kemudian dimakamkan di gerbang Kufah. Seorang yang bernama Ibn ‘Abdun disebutkan membuatkan nisan untuknya yang diletakkan secara datar di atas makam dengan menuliskan nama al-Kulaini dan ayahnya. [30]
Muhammad Baqir al-Khawansari menulis, “Popularitas dan ketenaran al-Kulaini semasa hidupnya membuat makamnya sering diziarahi banyak orang.” [31]
Catatan Kaki
Al-Qawāid al-Rijāli, jld. 3, hlm. 336.
Mu’jam Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 57.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 124 dan 125.
Raihanah al-Adab, jld. 5, hlm. 79.
Tāj al-‘Arus, jld. 18, hlm. 482.
Safinah al-Bahār, jld. 2, hlm. 495.
Raudah al-Jannāt, jld. 6, hlm. 108.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 179.
Al-Qawāid al-Rijāli, jld. 3, hlm. 325.
Rijāl Thusi, hlm. 329.
Al-Fihrist, hlm. 210.
Rijāl Najāsyi, hlm. 377.
Mu’āllim al-‘Ulama, hlm. 134.
Khulāshah al-Aqwāl, hlm. 245.
Rijāl Ibn Dawud, hlm. 187.
Naqd al-Rijāl, jld. 4, hlm. 352.
Jāmi’ al-Rawāh, jld. 2, hlm. 218.
Mu’jam al-Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 54.
Kasyf al-Mu’jam, hlm. 159.
Al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 8, hlm. 364.
Siyar A’lām al-Nubalā, jld. 15, hlm. 280.
Lisān al-Mizān, jld. 5, hlm. 433; Ikmāl al-Kāmil, jld. 7, hlm. 186.
Tārikh Madinah Dimasyq, jld. 56, hlm. 297.
Rijāl Najāsyi, hlm, 377; Rijāl Thusi, hlm. 429; Mu’āllim al-‘Ulamā, hlm. 134.
Mu’jam Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 59.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 166 dst.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 172 dst.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 264-267.
Raihanah al-Adab, jld. 8, hlm. 80.
Rijāl Najasyi, hlm. 378; al-Fihrist, hlm. 210 dan 211.
Raudah al-Jannāt, jld. 6, hlm. 108.
Daftar Pustaka
Bahr al-‘Ulum, Sayyid Muhammad Mahdi, al-Qawāid al-Rijāliyah, Riset Muhammad Shadiq Bahr al-‘Ulum, Tehran, Maktabah al-Shadiq, 1363 S.
Khui, Abu al-Qasim, Mu’jam Rijāl al-Hadits, tanpa tempat, tanpa penerbit, 1413 H.
Thusi, Muhammad bin Hasan, al-Fihrist, Riset Jawad Qaimi, tanpa tahun, Penerbit al-Fuqahah, 1417 H.
Najasyi, Ahmad bin Ali, Rijāl al-Najāsyi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H.
Ghaffar, Abdullah al-Rasul, al-Kulaini wa al-Kāfi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H.
Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, Siyar A’lām al-Nubalā, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1413 H.
Zubaidi, Muhib al-Din, Tāj al-‘Arus min Jawāhir al-Qāmus, Beirut, Dar al-Fikr, 1414 H.
Thusi, Muhammad bin al-Hasan, Rijāl al-Thusi, Riset Jawad Qaimi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1415 H.
Ibnu Syahr Asyub, Muhammad Ali, Ma'alim al-‘Ulama, Qum, tanpa penerbit, tanpa tahun.
Hilli, Hasan bin Yusuf, Khulāshah al-Aqwāl fi Ma’rifah al-Rijāl, Riset Jawad Qaimi, tanpa tahun, penerbit al-Fuqāhah, 1417 H.
Ibnu Dawud Hilli, Hasan bin Ali, Rijāl ibn Dawud, Najaf, al-Mathba’ah al-Haidariyah, 1392 H.
Tafarsyi, Muhammad bin Husain, Naqd al-Rijāl, Qum, Ali al-Bait, 1418 H.
Ardibili, Muhammad Ali, Jami’ al-Rawāh, tanpa tempat, Maktabah al-Muhammadi, tanpa tahun.
Sayyid Ibn Thawus, Ali bin Musa, Kasyf al-Mahjah li Tsamarah al-Mahjah, Najaf, al-Mathba’ah al-Haidariyah, 1370 H.
Ibnu Atsir, Ali bin Abi al-Karm, al-Kāmil fi al-Tārikh, Beirut, Dar Sadr, 1386 H.
Atsqalani, Ibnu Hajar, Lisan al-Mizān, Beirut, Muassasah al-A’lami, 1390 H.
Ibnu Makula, Ikmāl al-Kamāl, tanpa tempat, Dar Ahya al-Turats al-‘Arabi, tanpa tahun.
Ibnu Asakir, Ali bin Hasan, Tārikh Madinah Dimasyq, Beirut, Dar al-Fikr, 1415 H.
Madrasm Muhammad Ali, Raihanah al-Adab fi Tarājim al-Ma’rufin bi al-Kaniyah wa al-Laqab, Tehran, Khayyam, 1369 S.
Khawansari, Muhammad Baqir, Raudāh al-Jannāt fi Ahwāl al-‘Ulama wa al-Sādāt, Qum, Ismailiyan, tanpa tahun.
Qumi, Syaikh Abbas, Safinah al-Bihār, Qum, Uswah, tanpa tahun.



























