کمالوندی
Mengapa AS Menentang Resolusi Anti-Rasisme PBB ?
Majelis Umum PBB pada hari Kamis (16/12/2021) mengadopsi resolusi yang mengutuk semua bentuk rasisme.
Resolusi tersebut, yang diusulkan oleh Rusia dan lebih dari 30 negara lainnya, disahkan dengan 130 suara mendukung, 2 menentang dan 49 abstain. Amerika Serikat dan Ukraina memberikan suara menentang resolusi tersebut, sementara kebanyakan sekutu AS abstain.
Resolusi usulan Rusia untuk memerangi penghormatan Nazisme, neo-Nazisme, dan praktik lain yang akan mengarah pada bentuk baru rasisme, diskriminasi rasial, xenofobia, dan intoleransi. Resolusi tersebut menyerukan kepada negara-negara anggota untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi rasial melalui semua cara yang tepat, termasuk legislasi.
Rusia telah lama berselisih dengan Ukraina dan tiga negara Baltik, Estonia, Lituania dan Latvia, atas dukungannya bagi individu dan organisasi yang terkait dengan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Alasan Washington untuk menentang resolusi tersebut adalah inkonsistensinya dengan Amandemen Pertama Konstitusi AS. Meskipun diskriminasi rasial selalu ada di dunia Barat, Amerika Serikat, sebagai pemimpin blok Barat, berada di urutan teratas dari semua negara di dunia dalam hal segala bentuk rasisme.
Baca juga: Kekerasan dan Diskriminasi Rasial Berlanjut di Amerika
Sejatinya, isu diskriminasi rasial dan rasisme di Amerika Serikat merupakan salah satu masalah sosial dan ekonomi terbesar di negara ini. Isu diskriminasi rasial di Amerika Serikat, sebuah negara yang menganggap dirinya sebagai pelopor hak asasi manusia dan kebebasan, lebih melembaga dan bermasalah daripada negara-negara Barat lainnya.
Menariknya, sejalan dengan slogan umum partai, Presiden Joe Biden dari Demokrat mengklaim menentang rasisme dan diskriminasi rasial. Sementara suara AS yang menentang resolusi Majelis Umum mengutuk rasisme mengungkapkan pendekatan nyata pemerintah AS dalam mendukung rasisme.
Isu diskriminasi rasial dan kekerasan polisi terhadap orang kulit hitam, yang secara resmi disebut sebagai Amerika keturunan Afrika, yang merupakan sekitar 14 persen dari populasi Amerika, telah menjadi masalah institusional dalam masyarakat Amerika.
Majelis Umum PBB pada hari Kamis (16/12/2021) mengadopsi resolusi yang mengutuk semua bentuk rasisme.
"Rasisme adalah masalah sejarah yang mengakar dan bahkan bagian dari identitas budaya Amerika," kata Alireza Rezakhah, seorang pakar politik.
Pada dasarnya, diskriminasi rasial, pendidikan, pekerjaan, dan sosial, serta kekerasan terhadap orang kulit hitam, sudah menjadi hal yang lumrah. Orang kulit hitam selalu menjadi sasaran perbudakan, pelecehan yang meluas, pembunuhan, dan kekerasan selama tiga abad sejarah Amerika.
Meskipun gerakan hak-hak sipil kulit hitam pada 1950-an memicu gelombang hak dan diskriminasi, realitas masyarakat Amerika saat ini adalah bahwa diskriminasi rasial terus berlanjut dalam berbagai dimensi dan aspek terhadap mereka. Salah satu manifestasi dari masalah ini, yang menjadi sangat menonjol dalam beberapa tahun terakhir, adalah kekerasan tak terkendali dari polisi Amerika terhadap orang kulit hitam.
Baca juga: Aksi Protes Kematian Floyd di Prancis Berubah jadi Protes Anti Zionis
Melihat statistik menunjukkan bahwa korban utama kekerasan polisi Amerika adalah orang kulit berwarna, terutama kulit hitam, dan ini adalah salah satu alasan utama protes dan kerusuhan yang terjadi dari waktu ke waktu di salah satu kota di Amerika.
Asal usul kekerasan ini kembali ke lapisan terdalam rasisme dalam masyarakat Amerika. Menurut mantan Presiden AS Barack Obama, "Rasisme ada dalam DNA orang Amerika."
Barack Obama, mantan Presiden AS
Pemikiran Amerika pada dasarnya adalah promotor rasisme terbuka dan terselubung serta penghinaan terhadap orang kulit berwarna dan kewarganegaraan kelas dua mereka.
Faktanya, saat ini dengan semakin menyebarnya gerakan dan kelompok supremasi kulit putih di negara-negara Barat, terutama di Amerika Serikat, orang kulit hitam dan Latin semakin rentan terhadap kekerasan dan diskriminasi rasial.
Dilema ini menyebar luas selama masa kepresidenan mantan Presiden AS Donald Trump dan mengarah pada pembentukan gerakan "Black Lives Matter".
Khatib Jumat Tehran: Pencabutan Sanksi, Fokus Negosiasi di Wina
Khatib Shalat Jumat Tehran Hujjatul Islam Mohammad Javad Haj Ali Akbari mengatakan, fokus negosiasi di Wina adalah pencabutan sanksi secara terpadu.
"Fokus perundingan adalah pencabutan sanksi secara terpadu dan komitmen pihak Eropa dan Amerika. Sekarang pihak-pihak yang terlibat dalam JCPOA harus menyambut kehadiran Iran dalam negosiasi meskipun mereka melanggar perjanjian dalam perundingan," kata Haj Ali Akbari dalam khutbah kedua di Mushalla Besar Imam Khomeini ra di Tehran, Jumat (17/12/2021).
Dia menambahkan, delegasi Iran telah memasuki medan perundingan dengan kekuatan dan inisiatif, meskipun pihak-pihak lawan berunding mengejar "garis distorsi" untuk menciptakan ketegangan di dalam Iran dan mengganggu fokus tim perunding Iran serta untuk mendapatkan poin dan konsesi, tetapi mereka tidak akan berhasil.
"Mereka telah melanggar perjanjian dan sekarang mereka harus menyambut negosiasi. Fokus negosiasi juga harus tentang pencabutan sanksi secara terintegrasi dan komitmen pihak Eropa dan Amerika, dan mereka tidak boleh sibuk berdalih," tegasnya.
Khatib Shalat Jumat Tehran menyinggung ancaman beberapa pejabat Barat tentang petualangan anti- Iran, dan mengatakan, sikap sejumlah negara Barat dalam hal ini lebih seperti humor dan mereka sendiri tahu bahwa mereka tidak dapat berbuat apapun (terkait ancamannya).
"Kita berharap untuk melihat kemenangan yang layak bagi para diplomat Iran di bidang diplomasi. Namun, tentu saja, pencabutan sanksi adalah satu sisi dari masalah dan masalah utamanya adalah menetralkan sanksi dan hal ini hanya mungkin dilakukan dengan mengandalkan kekuatan dalam negeri," pungkasnya.
Haj Ali Akbari di akhir khutbahnya, juga menyinggung peringatan kesyahidan Sayidah Fatimah Az-Zahra as, Putri Rasulullah Saw yang jatuh pada 13 Jumadil Ula 1443 HS, 18 Desember 2021.
Mengapa Berbagai Resolusi Majelis Umum PBB atas Israel Tidak Efektif ?
Jumat (10/12/2021) malam, Majelis Umum PBB meratifikasi enam resolusi lagi terhadap rezim Zionis.
Majelis Umum PBB telah mengeluarkan beberapa resolusi terhadap rezim Israel dalam beberapa tahun terakhir.
Pada November 2018, Majelis Umum PBB meratifikasi total 15 resolusi anti-Israel, 9 di antaranya diadopsi pada 16 November dan 6 resolusi lagi pada 30 November. Pada November 2019, pilar PBB ini mengadopsi 8 resolusi menentang rezim Zionis.
Pada tahun 2020, Majelis Umum PBB mengutuk total 23 negara di seluruh dunia, 17 di antaranya terkait dengan rezim Zionis. Kini, pada November 2021, Majelis Umum PBB kembali mengadopsi enam resolusi terhadap Israel.
Sikap Majelis Umum PBB terhadap Israel ini menimbulkan dua pertanyaan penting.
Pertanyaan pertama adalah tentang isi resolusi.
Sebagian besar resolusi mengutuk kejahatan rezim Zionis Israel terhadap Palestina, dan beberapa resolusi didedikasikan untuk kejahatan rezim terhadap Suriah. Enam resolusi yang disahkan tadi malam mengutuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Palestina, serta pembangunan permukiman di al-Quds Timur dan Golan Suriah.
Baca juga: Majelis Umum PBB Perpanjang Resolusi Anti-Israel
Resolusi tersebut juga mengutuk blokade darat, udara dan laut Gaza, tindakan provokatif para pemukim Zionis terhadap warga Palestina di Wilayah Pendudukan, serta penghancuran rumah dan penahanan sewenang-wenang dan pemenjaraan warga Palestina serta penekanan pada pemulangan pengungsi Palestina ke rumah mereka.
Resolusi tersebut menyerukan kepada rezim Zionis untuk mematuhi resolusi PBB tentang Golan Suriah dan mengakhiri pendudukannya di wilayah tersebut.
Mengingat semua ketentuan hukum ini, pertanyaan lain (kedua) adalah mengapa resolusi PBB tidak hanya tidak memperbaiki situasi Palestina, tetapi situasi mereka justru memburuk setiap tahun?
Ada tiga alasan penting dan mendasar untuk ini.
Alasan pertama adalah pola perilaku Israel yang pada dasarnya tidak mematuhi hukum internasional dan tidak memperhatikan resolusi PBB.
Ketidakpatuhan Israel ini terjadi ketika resolusi-resolusi ini telah disahkan di badan-badan PBB lainnya sebelum diadopsi. Sebagaimana enam resolusi terakhir telah disahkan dalam Komite Politik dan Dekolonisasi Khusus Majelis Umum PBB (Komite Keempat).
Alasan kedua adalah pola perilaku negara-negara besar, terutama Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang tergabung dalam Dewan Keamanan.
Kekuatan di Dewan Keamanan ini mendukung Zionis Israel dan, pada kenyataannya, merupakan faktor penting dalam membuat resolusi Majelis Umum PBB tidak efektif. Oleh karena itu, berdasarkan dukungan kekuatan Barat ini, Israel meningkatkan keparahan kejahatannya terhadap Palestina.
Alasan ketiga resolusi Majelis Umum PBB pada dasarnya tanpa jaminan implementasi.
Faktanya, hanya resolusi Dewan Keamanan yang memiliki jaminan implementasi, apalagi ketika pemegang hak veto bersikeras pada implementasi resolusi tersebut.
Misalnya, ketika Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi 2334 melawan Israel pada bulan Desember 2016, penentangan pemerintahan Donald Trump terhadap resolusi tersebut membuat Zionis Israel praktis mengabaikannya. Resolusi itu disahkan dengan suara abstain dari pemerintahan Barack Obama, tetapi sebulan kemudian Trump berkuasa di Amerika Serikat dan mengabaikannya.
Poin terakhir adalah bahwa pendekatan Majelis Umum PBB membuktikan dua hal.
Pertama, Majelis Umum memiliki pandangan yang lebih non-politik dari Dewan Keamanan, dan aspek hukum lebih dominan ketimbang poliltik di pilar badan PBB ini. Kedua, Sebagian besar negara di dunia mengakui kejahatan rezim Zionis Israel dan menentang kebijakan proteksionis kekuatan Barat terhadap rezim ini.
Kerja Sama Iran dan Pakistan Dukung Stabilitas Afghanistan
Anggota komisi keamanan nasional dan kebijakan luar negeri parlemen Iran menilai kerja sama antara Republik Islam Iran dan Pakistan efektif dalam membangun stabilitas di Afghanistan.
Fadah Hossein Maliki dalam pertemuan dengan Duta Besar Pakistan untuk Iran, Rahim Hayat Qureshi di Tehran hari Minggu (12/12/2021) menyerukan pembentukan pemerintahan inklusif yang melibatkan semua kelompok etnis.
Ia juga menyebut kehadiran 20 tahun Amerika di Afghanistan tidak menghasilkan apa-apa, selain kesengsaraan rakyat tertindas di negara ini.
Menyinggung kesamaan sejarah, budaya dan agama antara Iran dan Pakistan, Maliki mengatakan,"Akar kesamaan antara kedua negara di berbagai bidang telah menciptakan platform yang baik untuk perluasan hubungan antara kedua negara,".
"Pertemuan dan pembicaraan di tingkat parlemen kedua negara menjadi kesempatan penting untuk memperkuat kerja sama bilateral," paparnya.
Sementara itu, Dubes Pakistan, Rahim Hayat Qureshi dalam pertemuan ini menyinggung kerja sama tingkat tinggi antara Republik Islam Iran dan Pakistan, dan menyerukan penggunaan kemampuan yang ada di kedua negara untuk pengembangan hubungan bilateral.
Duta Besar Pakistan untuk Iran juga menganggap masalah Afghanistan sebagai peluang yang baik untuk membangun solidaritas dan persatuan negara-negara Muslim demi memecahkan masalah rakyat Afghanistan.
Ia juga menekankan bahwa masalah negara-negara di kawasan harus diselesaikan oleh mereka sendiri.
Mengungkap Dimensi Baru Kejahatan AS di Suriah
The New York Times melaporkan, mengutip mantan pejabat militer AS, bahwa unit operasi rahasia militer AS telah berulang kali membunuh warga sipil dalam operasi memerangi Daesh (ISIS) di Suriah.
Unit yang disebut Talon Anvil, aktif menyerang konvoi, bom mobil, dan pusat komando antara 2014 dan 2019. Melanggar undang-undang perlindungan sipil, unit Talon Anvil membunuh petani di tengah panen, anak-anak di jalanan, dan penduduk desa yang berlindung di gedung-gedung.
The New York Times
"Mereka sangat efisien dan bagus dalam kebengisan mereka, tetapi mereka juga melakukan banyak serangan buruk," tulis surat kabar itu mengutip seorang perwira angkatan udara yang bersama unit itu dari 2016 hingga 2018.
Pengungkapan The New York Times telah mengungkapkan dimensi baru dari kekejaman militer AS di Suriah.
Baca juga: AS Akui Serangan Drone di Idlib Menewaskan Warga Sipil
Sebelum laporan itu, serangan udara AS dalam kerangka koalisi internasional melawan Daesh di Suriah dikatakan telah menewaskan ratusan warga sipil Suriah. Namun sekarang jelas bahwa unit darat AS, terutama Pasukan Khusus Angkatan Darat AS, juga telah melakukan kejahatan perang terhadap warga sipil Suriah, termasuk anak-anak.
Intervensi militer AS di Suriah telah menimbulkan banyak tragedi. Hanya dalam satu kasus, Amnesty International mengatakan lebih dari 1.600 warga sipil tewas akibat ribuan serangan udara AS dan sekutunya di Raqqa dari Juni hingga Oktober 2017, tetapi Washington tidak mengaku bertanggung jawab.
Banyak serangan udara militer AS tidak akurat, dan ratusan warga sipil tewas dalam serangan udara dan darat tanpa pandang bulu. Masalah penting adalah bahwa militer AS pada dasarnya tidak peduli dengan nyawa warga sipil selama operasi tempur dan selalu menyebut ini sebagai efek samping dari perang.
The New York Times melaporkan, mengutip mantan pejabat militer AS, bahwa unit operasi rahasia militer AS telah berulang kali membunuh warga sipil dalam operasi memerangi Daesh (ISIS) di Suriah.
Dengan kata lain, Pentagon percaya bahwa korban sipil tidak dapat dihindari dalam perang, dan oleh karena itu tidak mempertimbangkan teguran atau hukuman serius apa pun bagi tentara yang melakukan kejahatan perang, terutama pembunuhan warga sipil. Bahkan dalam kasus yang jarang terjadi di mana pejabat AS diadili, pelaku kejahatan perang dibebaskan dari hukuman.
Isu ini tidak terbatas pada kejahatan perang di Suriah, tetapi juga mencakup kejahatan di Irak dan Afghanistan.
Leonid Slutsky, Ketua Komite Urusan Internasional Duma mengatakan, "Warga sipil dan tak berdaya terus-menerus menjadi korban serangan dianggap sebagai "uang receh" dan "kerugian lateral" selama operasi militer AS, tidak hanya di Suriah tetapi juga di Irak dan Afghanistan."
Baca juga: Ribuan Warga Sipil Tewas dalam Serangan Koalisi Pimpinan AS
Sekalipun demikian, aktivitas kriminal AS di Suriah selama dekade terakhir sebagian besar telah diperhitungkan dan ditargetkan. Selama masa kepresidenan Barack Obama sejak 2011, Amerika Serikat telah mendukung kelompok teroris di Suriah dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan sah Bashar al-Assad dan melemahkan poros Perlawanan.
Poros Muqawama
Pada fase berikutnya, pemerintahan Obama, dengan dalih memerangi kelompok teroris Daesh, yang merupakan pendiri dan pendukung utama, meluncurkan operasi udara dan darat di Suriah pada 2014 dan mengerahkan pasukan AS di negara itu.
Sekarang, pemerintah Biden juga terus melakukan serangan udara di negara yang dilanda perang tanpa memperhatikan prinsip dan standar internasional, seperti kedaulatan dan integritas teritorial, tanpa izin dari Dewan Keamanan PBB.
Senin Besok, Menlu AS Kunjungi Indonesia
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan berkunjung ke tiga negara di Asia Tenggara dan membangun kerja sama untuk melawan Cina.
Seperti dilansir Reuters, Minggu (12/12/2021), Blinken dijadwalkan tiba di ibu kota Indonesia, Jakarta pada hari Senin dan juga akan mengunjungi Malaysia dan Thailand dalam tur pertamanya ke Asia Tenggara sejak Biden berkuasa.
Asia Tenggara telah menjadi medan pertempuran strategis antara Amerika Serikat dan Cina, dua ekonomi terbesar dunia.
Blinken akan berusaha meningkatkan kerja sama dengan ASEAN ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan fokus pada penguatan infrastruktur keamanan regional untuk melawan Cina serta membahas kerangka ekonomi Indo-Pasifik.
Di antara agenda penting Blinken adalah membentuk front persatuan untuk melawan Cina di Indo-Pasifik.
Menurut Reuters, pemerintahan Biden melihat Asia Tenggara sebagai hal penting dalam upayanya untuk melawan kekuatan Cina yang sedang tumbuh, tetapi kurangnya struktur formal untuk kerja sama ekonomi, telah membatasi kemampuannya untuk menanamkan pengaruh di Asia Tenggara.
Seorang diplomat Asia mengatakan, pemerintahan Biden telah menunjukkan tekadnya untuk meningkatkan keterlibatan dengan Asia Tenggara lewat serangkaian kunjungan tingkat tinggi tahun ini, partisipasi Biden dalam KTT regional, dan kerja sama keamanan jangka panjang.
AS tidak Bisa Rusak Identitas Perlawanan dengan Uang
Seorang anggota Dewan Pusat Hizbullah Lebanon mengatakan, Amerika Serikat mencoba memengaruhi pemilu mendatang lewat penyebaran uang skala besar, tetapi identitas perlawanan tidak dapat dirusak.
"AS dan anteknya di dalam negeri dan kawasan adalah pihak yang menciptakan krisis politik dan pemilu serta memperburuk masalah rakyat Lebanon," kata Syeikh Nabil Qaouk dalam pidatonya di distrik Tayr Harfa, Lebanon Selatan.
"Kebijakan AS di Lebanon selalu bertujuan untuk menjamin kepentingan rezim Zionis dan merugikan kepentingan negara ini," tambahnya seperti dilaporkan laman Farsnews, Minggu (12/12/2021).
“Hizbullah dan sekutunya sedang mempersiapkan diri untuk pemilu parlemen. Tetapi, campur tangan AS dan Arab Saudi telah merusak suasana pemilu. Oleh karena itu, kami mendesak mereka untuk berhenti mencampuri urusan nasional Lebanon," tegas Syeikh Qaouk.
Petinggi Hizbullah ini menandaskan, para pejabat AS dapat menghasut dengan menyebarkan uang dan mendanai kampanye, tetapi mereka tidak akan mampu mengubah identitas perlawanan Lebanon.
"Para pecundang di Suriah, Irak, Yaman, dan Afghanistan tidak dalam posisi untuk memaksakan syaratnya pada Lebanon yang menang," sindirnya.
Lebanon akan menyelenggarakan pemilu dini parlemen pada 27 Maret 2022.
Basij; Taladan Perlawanan dan Kekuatan
Basij sebagai kekuatan sipil yang dibentuk atas instruksi langsung Imam Khomeini aktif hadir di saat krisis dan telah membuktikan peran efektifnya dalam membela negara.
Seiring dengan meletusnya perang yang dipaksakan Irak terhadap Iran, Basij sebagai kekuatan sipil juga memainkan perannya. Pada 22 September 1980, Irak mulai menyerang wilayah selatan dan barat Iran. Di kondisi sensitif saat itu, kehadiran Basij di samping para pejuang nasional lainnya semakin luas dan efektivitas Basij sebagai bagian dari pasukan muqawama militer dan pertahanan semakin menemukan maknanya di medan.
Peran membanggakan Basij di era perang pertahanan suci turut andil dalam mengalahkan musuh dan mengusir agresor dari wilayah Iran.
Percaya pada gerakan jihadis dan nilai dan dengan rasa tanggung jawab atas nasib negara, selain efektif dalam melindungi keamanan Iran, Basij telah mengambil langkah besar di bidang konstruksi, sains dan teknologi dan telah menunjukkan kesiapan untuk memainkan peran di berbagai bidang.
Peran dan pengaruh Basij menunjukkan bahwa organisasi sipil ini bisa menjadi salah satu fondasi kuat otoritas dan keamanan terhadap konspirasi dan konspirasi musuh, yang mengancam Iran dari semua sisi, terutama pada tahun-tahun pertama kemenangan revolusi.
Basij, dalam kerangka organisasi reguler dan dengan menerima tanggung jawab serius, menunjukkan kemampuan dan kapasitasnya, dan dengan melawan hasutan dan konspirasi, telah membuktikan ketangguhannya melawan musuh. Dengan mempertahankan fitur-fitur unik ini dengan semangat yang ulet dan tak kenal lelah, Basij telah memainkan perannya di level tertinggi di bidang apa pun yang membutuhkannya. Padahal, salah satu alasan bertahan dan berkembangnya ide-ide Basij di berbagai bidang adalah peran dan efektivitas Basij.
Dari perspektif ini, Basij dengan pemikiran baru dan tujuan revolusioner menjadi salah satu manifestasi dari soft power bangsa Iran. Untuk itu, musuh-musuh Iran selalu berpikir untuk melemahkan semangat Basij dan solidaritas rakyat Iran di daerah-daerah yang sulit dan stabilitas dalam menghadapi krisis dan masalah.
Setelah berakhirnya perang delapan tahun yang dipaksakan (Iran-Irak), Basij mengalami perombakan struktur yang besar dan dengan demikian peran lembaga sipil ini mengalami peningkatan dan menjadi simbol persatuan serta jihad di kondisi sensitif. Dengan dukungan besar dan rasa tanggung jawab terhadap nasib negara, Basij bikan saja aktif di sektor pertahanan dan menjaga keamanan negara, tapi juga mengambil langkah besar di bidang pembangunan, sains dan teknologi.
Gerakan Basij ke arah ini menunjukkan pemikiran baru dalam pendekatan lembaga sosial ini, dan pandangan tersebut terkadang memotivasi Basij untuk bertindak dengan cara yang diinginkan dan layak dalam hal keragaman, efisiensi dan produktivitas dalam kegiatan sosial. Kehadiran Basij dalam membantu para korban bencana seperti banjir dan gempa bumi serta partisipasi aktif mereka dalam memberikan pelayanan dalam pelaksanaan program sistem kesehatan di puncak wabah virus corona yang mematikan merupakan salah satu langkah yang mengungkapkan kemampuan Basij.
Dengan mempertahankan karakteristik unik ini dengan semangat yang tak kenal lelah, Basij telah memainkan perannya di level tertinggi di bidang apa pun yang membutuhkannya. Kehadiran dan kesiapan ini menjadi penghalang yang kuat terhadap persekongkolan dan konspirasi musuh dan mencegah pelaksanaan rencana jahat mereka. Dari perspektif ini, dapat dikatakan bahwa dimensi lain dari pengaruh pemikiran dan gerakan Basij adalah peran unik dari lembaga ini di gerakan revolusioner.
Model yang berharga ini juga dianggap sebagai pemikiran baru oleh gerakan-gerakan revolusioner di negara-negara lain. Gerakan jihad Hizbullah di Lebanon, gerakan Jihad Islam Palestina, dan kelompok perlawanan populer lainnya di Suriah, Irak, dan Yaman yang menentang terorisme dan agresor adalah contoh kedalaman strategis ideologi Basij di seluruh dunia Islam.
Selain peran besar Basij selama perang delapan tahun Iran-Irak dan kemudian peran mereka setelah perang ini di bidang sosial, lembaga sipil ini juga aktif membela negara dari konspirasi musuh. Salah satunya adalah peristiwa pendudukan Kedubes Amerika di Tehran pada 4 November 1979 oleh para pemuda revolusioner. Dokumen yang berhasil disita dari Kedubes ini menunjukkan statemen jelas pemerintah Amerika untuk melancarkan serangan militer ke Iran.
Kemungkinan intervensi militer AS dan invasi ke Republik Islam bukan tidak mungkin. Bahkan menurut sejarah negara arogan ini, diperkirakan dekat dan mungkin. Imam Khomeini (RA), yang memiliki kepemimpinan tajam dan kecerdasan politik yang kuat dan tinggi, dengan persepsi perang yang dekat dan mungkin oleh Amerika Serikat, sebulan setelah penangkapan sarang mata-mata AS di Iran, memerintahkan pembentukan sebuah kekuatan perlawanan populer yang disebut "Basij".
Imam Khomeini saat itu mengatakan, "Sebuah negara setelah beberapa tahun yang memiliki 20 juta pemuda, harus memiliki 20 juta marinir dan 20 juta tentara. Negara seperti ini tidak akan menghadapi ancaman atau kerusakan."
Rakyat muslim Iran yang mencintai revolusi dan cita-cita tingginya, atas instruksi Imam untuk membentuk Basij, dengan cepat membentuk unit-unit perlawanan rakyat di pos-pos Basij. Unit perlawanan rakyat pertama tahun itu dibentuk di berbagai masjid dan pos Basij. Masjid-masjid di seluruh wilayah Iran saat itu sangat dekat dengan pos-pos Basij dan ini mengindikasikan bahwa Basij memiliki cita-cita dan tujuan yang didasari keyakinan agama, serta bersandar pada ibadah, pembersihan diri dan hubungan ikhlas dengan Tuhan.
Pengalaman pertama pertahanan dan keamanan Basij, yang dibentuk dari massa dan menerima pelatihan militer, muncul pada awal revolusi dan perang melawan para penjahat dan menggagalkan konspirasi orang-orang munafik. Keluarga Basij datang membantu IRGC dalam hal ini dan memainkan peran yang efektif dalam bidang ini. Dengan dimulainya invasi Saddam Hussein oleh tentara Ba'ath Irak pada tahun 1980, Basij lebih terorganisir saat hadir di medan tempur, dan dengan demikian kehadiran Basij membawa keberhasilan militer yang besar.
Dengan bergabungnya unit Basij, yang terdiri dari pemuda bersemangat tinggi, mukmin dan revolusioner dengan pasukan IRGC dan militer, tercapai kemenangan besar di berbagai operasi seperti Tareq al-Quds, penembusan blokade kota Abadan di selatan Iran, operasi Fath al-Mubin, Tsamin al-Aimah dan al-Fajr 8 serta operasi penyeberangan danau Arvand, Karbala 5 dan lain sebagainya. Imam Khomeini saat menyebut layanan besar Basij dalam mempertahankan revolusi dan setelahnya dalam membela wilayah negara mengatakan, "Semoga rahmat dan berkah Allah Swt dilimpahkan kepada Basij yang benar-benar menjadi pendukung revolusi."
Pemerintah Republik Islam telah memperoleh otoritas dan keamanannya lebih dari solidaritas massa rakyat dan dukungan mereka untuk sistem Islam dan penerimaan rakyat. Orang-orang yang hadir di lapangan dengan penuh keimanan, ideologi, kesadaran dan kepatuhan yang teguh pada kepemimpinan, dan Basij adalah contoh yang jelas dari hal ini. Penguatan pemikiran Basij di masyarakat adalah penguatan kekuatan dan keamanan sistem Islam. Dalam hal ini, Imam Khomeini menekankan permusuhan terus-menerus antara Amerika Serikat dengan Republik Islam dan menganggap mendengarkan kata-kata menipu para penguasa Amerika sebagai sifat yang polos dan sederhana.
Keberadaaan unit-unit sipil untuk membela negara di saat bahaya, merupakan perilaku logis dan cerdas. Dan kini negara-negara seperti Irak, Lebanon, Suriah, Yaman dan lainnya mulai meneladani unit ini dan mereka berhasil meraih prestasi besar.
Kesiapan rakyat, atau dengan kata lain pasukan Basij di bidang pertahanan negara sangat penting dari sisi bahwa pada dasarnya hanya mengandalkan militer dan tentara tanpa dukungan kuat rakyat tidak akan mampu menjaga Iran dari permusuhan besar kubu arogan dunia. Jika demikian, maka dari satu sisi negara akan mengeluarkan anggaran besar yang dengan sendirinya akan mencegah pembangunan di segala sektor dan dari sisi lain, di kondisi krisis seperti agresi militer, melawan para perusuh atau meletus perang di perkotaan atau daerah, maka akan sangat sulit bagi militer untuk menghadapinya.
Tidak ada militer yang tanpa dukungan kuat rakyat mampu berperang secara maksimal. Selama tidak ada bantuan rakyat, maka kemenangan akan sulit diraih. Di sinilah peran pertahanan Basij sangat kentara. Basij melalui perjuangannya selain menjaga nilai dan cita-cita revolusi tanpa harus mengeluarkan biaya besar, juga merupakan gerakan spontan yang siap hadir membela negara. Dengan sendirinya hal ini merupakan prestasi besar bagi negara dan revolusi.
Sangat menarik untuk mengetahui bahwa musuh telah menyadari pentingnya peran Basij lebih dari teman-temannya, dan oleh karena itu, dari waktu ke waktu, ia menunjukkan permusuhan dan kebencian yang mendalam terhadap Basij dan IRGC, dengan mengancam para komandan Basij dan IRGC. Ancaman untuk membunuh komandan Basij dan IRGC dan memasukkan nama mereka ke daftar hitam, memboikot paspor mereka, dan sejenisnya adalah tanda-tanda ketidakmampuan mereka untuk melawan perlawanan Iran. Tampaknya musuh tidak mengetahui bahwa syahid disertai keikhlasan adalah ciri terpenting seorang Basij yang telah mengguncang musuh dan penentang Islam di mana pun di dunia dengan semangat yang sama di zaman sekarang.
Pemuda Basij telah menunjukkan bahwa mereka tidak hanya membela Iran Islam dari serangan musuh, tetapi mereka juga berdiri dengan berani di luar perbatasan melawan teroris dan kelompok teror seperti Daesh (ISIS) dan mendukung semua Muslim di planet ini. Selama perang melawan Daesh dan pembunuhan brutalnya, Basij sekali lagi datang ke tempat kejadian dengan cepat dan berpihak pada komandan besar dan terkemuka seperti Jenderal Soleimani. Mereka mengobarkan perang spektakuler dengan saudara-saudara Mujahidin Irak dan Suriah, dan tidak meninggalkan tempat sampai kehancuran ISIS, dan menggambarkan manifestasi brilian dari pengorbanan diri untuk membela yang tertindas.
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei meyakini bahwa negara dan bangsa ini membutuhkan keamanan, membutuhkan pasukan Basij dan ideologinya. Terkait permusuhan AS dan Zionis global terhadap Basij, Ayatullah Khamenei mengatakan, "Mengatapa di propaganda dunia dan radio, Basij dihina ? Basij yang dipuja dan dihormati dilecehkan dan dihina ? Karena mereka mengetahui peran Basij dalam menjaga independensi nasional, menjaga kebanggaan nasional, menjaga kepentingan nasional dan akhirnya mengibarkan bendera Islam dan pemerintah Republik Islam. Oleh karena itu, mereka memiliki permusuhan besar terhadap Basij, tapi permusuhan mereka tidak ada gunanya."
Ayatullah Mohsen Mojtahed Shabestari, Mujahid Mujtahid Iran
Pekan lalu, salah seorang ulama cum politisi terkemuka Iran, Ayatullah Mohsen Mojtahed Shabestari meninggal dunia.
Ayatullah Mohsen Mojtahed Shabestari, anggota Dewan Pertimbangan Kebijakan Republik Islam Iran merupakan salah satu pelopor Revolusi Islam dan pendiri komunitas ulama pejuang yang melahirkan banyak karya tulis ilmiah. Ulama dan pemikir agama ini juga memainkan peran penting dalam perkembangan politik dan kebangkitan Islam.
Perjalanan sejarah Iran menunjukkan kehadiran aktif ulama di tengah masyarakat. Selain kepemimpinan spiritual masyarakat, mereka juga bertanggung jawab atas kepemimpinan politik umat Islam dalam banyak periode sejarah Islam di Iran. Mereka selalu berusaha menjelaskan dan mempromosikan budaya religius, nilai-nilai dan keyakinan Islam. Di antara ulama berpengaruh dalam Revolusi Islam adalah Almarhum Ayatullah Mohsen Mojtahed Shabestari yang baru saja wafat. Beliau semasa hidupnya berperan besar dalam menghidupkan kembali pemikiran Islam dalam dinamika Iran kontemporer. Ayatullah Shabestari menjadi Imam shalat Jumat Tabriz dan Wakil Rahbar di provinsi Azarbaijan Timur.
Mohsen Mojtahed Shabestari lahir pada tahun 1316 H (1937) di Shabestar, salah satu kota di Azerbaijan Timur. Keluarganya adalah salah satu ahli hukum dan ulama Azerbaijan pada masa pemerintahan Reza Khan yang memainkan peran efektif dalam membimbing dan mencerahkan rakyat melawan penindasan rezim Pahlevi.
Ayahnya, Ayatullah Mirza Kazem Shabestari selalu berjuang melawan ide-ide komunis dan penjajahan asing, dan menekankan pelestarian integritas teritorial Iran. Berkat kerja kerasnya, berdiri sebuah Hauzah Ilmiah di Shabestar dan Tabriz.
Ayatullah Mohsen Shabestari menyelesaikan pendidikan dasar di kampung halamannya. Setelah itu, ia melanjutkan ke Hauzah Ilmiah Qom untuk melanjutkan studinya di bidang studi keislaman. Dia adalah salah satu murid terkemuka Imam Khomeini.
Mengenai kesannya tentang kelas yang diampu Imam Khomeini, Ayatullah Shabestari mengungkapkan, "Saya akan pergi. Imam Khomeini memiliki keunikan baik dalam hal spiritualitas dan penelitian, keberanian, dan cara berpikirnya yang revolusioner. Beliau memiliki daya tarik yang luar biasa, dan sebagian besar ulama dan cendekiawan menghadiri kelasnya."
Ayatullah Shabestari memiliki sejarah panjang dalam memerangi rezim Pahlavi. Seperti ulama dan pejuang lainnya, ia berdiri di garis depan perjuangan melawan kediktatoran yang menindas dan melakukan kegiatan ekstensif selama periode ini.
Almarhum Mojtahed Shabestari bersama Ayatullah Motahari, Syahid Mofateh dan Syahid Beheshti mendirikan Perhimpunan Ulama Pejuang di Tehran. Beliau bertanggung jawab untuk menulis teks deklarasi yang mencerahkan dari komunitas ulama pejuang, dan dalam prosesnya, dia berulang kali dianiaya dan ditangkap oleh SAVAK.
Pejuang Mujahid ini pada tahun-tahun menjelang Revolusi Islam Iran terus-menerus melanjutkan perjuangan di Tabriz dan Qom, serta menjadi salah satu poros gerakan perlawanan di Shabestar. Ayatullah Mohsen Mojtahed Shabestari selalu aktif hadir selama tahun-tahun Revolusi Islam, termasuk menghadiri pidato Imam Khomeini menentang RUU kapitulasi.
Di puncak Revolusi Islam, ruang lingkup kegiatan perjuangan Ayatullah Mojtahed Shabestari menjadi lebih luas, terutama di masjid. Seperti halnya pada awal Islam, masjid memiliki tempat penting dalam semua dimensi budaya, sosial, politik dan agama, sehingga dianggap sebagai pusat gerakan sosial, budaya dan politik.
Selama aksi protes ulama di Universitas Tehran pada Februari 1978, Ayatullah Shabestari juga hadir di antara aksi protes tersebut.
Pada tanggal 12 Februari 1979, Imam Khomeini mengeluarkan instruksi melanggar aturan militer rezim Shah, dan Ayatullah Mojtahed Shabestari aktif mendukungnya di tengah masyarakat Iran.
Ayatullah Mohsen Mojtahed Shabestari menjadi Imam Jumat Tabriz dari tahun 1373 hingga 1396 Hs. Ia menjadi anggota Dewan Pakar Kepemimpinan Iran selama empat periode dan pada periode pertama, kedua, keempat dan kelima, dan anggota parlemen Iran.
Dalam beberapa tahun terakhir, Ayatullah Shabestari mengambil sikap tegas dan revolusioner melawan para penghasut dan agitasi musuh. Beliau mengatakan, "Kekuatan arogansi global mengobarkan perang militer terhadap bangsa Iran yang tidak berhasil selama empat dekade. Kemudian menjatuhkan sanksi yang menindas dan perang ekonomi menjadi agenda utama musuh. Tetapi bangsa ini berhasil mematahkannya dengan perlawanan di medan perang ekonomi. Musuh kemudian beralih ke perang psikologis dengan mendistorsi realitas negara dalam kemajuan ilmu pengetahuan, industri dan teknologi. Musuh tidak dapat menerima fakta bahwa pemuda negara ini mengkompensasi sanksi mereka di berbagai sektor di perusahaan berbasis pengetahuan, dengan membangun proyek-proyek seperti kilang besar Teluk Persia, rudal balistik, meluncurkan satelit ke luar angkasa dan menghidupkan kembali lahan pertanian di mana-mana di negara ini, termasuk Khuzestan,".
Ayatullah Mojtahed Shabestari mengajar di Hauzah Qom dan Tehran. Beliau juga mengajar di bidang pendidikan dan yurisprudensi Islam selama tiga tahun di Fakultas Teologi Universitas Tehran, dan Tabriz.
Karya tulis Ayatullah Mujtahed Shabestari di bidang tafsir al-Quran, teologi, dan fikih dan ushul fikih. Sejumlah buku yang dihasilkannya di antaranya: Tafsir Surah Jumah dan Munafikun, kitab Ibad al-Rahman, manifestasi cahaya, wilayah Imam Maksum dan lainnya.
Selain mengajar, beliau menjalankan urusan budaya dan mendirikan beberapa perpustakaan, masjid, hauzah di Tabriz, dan mendirikan pusat pelayanan masjid. Pada tahun 1392 Hs, ia mendirikan majalah "Adineh Tabriz".
Ayatullah Shabestari juga diangkat oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam pada 23 Mordad 1396 Hs sebagai anggota Dewan Pertimbangan Kebijakan Iran selama lima tahun.
Ayatullah Shabestari adalah salah satu murid sekaligus sahabat setia Imam Khomeini dan Ayatullah Khamenei yang senantiasa berada di garis depan dalam membela Revolusi Islam. Dalam sebuah pesannya, Ayatullah Khamenei menyebut cendekiawan mulia ini sebagai salah satu ulama paling sukses yang aktif dalam pelayanan sosial dan bimbingan publik serta mengajar di Hauzah Ilmiah di Tehran dan Tabriz.
Jenazah Ayatullah Mohsen Mojtahed Shabestari dikebumikan di kompleks makam Sayidah Maksumah Qom.
Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 29 November 1977, dengan suara mayoritas, menetapkan tanggal 29 November setiap tahun sebagai Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina.
PBB meminta negara-negara anggota untuk memasukkan hari itu dalam kalender nasional mereka dan memperingatinya. Langkah PBB ini tampaknya bertujuan untuk menyita perhatian global terhadap masalah rakyat Palestina.
Namun, fakta menunjukkan bahwa PBB bukan hanya tidak bertindak untuk membela rakyat Palestina, tetapi juga dengan dukungan dari beberapa negara Eropa, Amerika Serikat, dan rezim Zionis, selalu mengabaikan hak-hak rakyat tertindas Palestina.
Pada 29 November 1947, Majelis Umum PBB mengeluarkan sebuah resolusi yang membagi wilayah Palestina menjadi negara Yahudi dan Palestina, di mana 55 tanah Palestina diberikan kepada rezim Zionis. Melalui resolusi ini, yang dikenal sebagai resolusi 181, sebenarnya benih pertama masalah rakyat Palestina telah ditaburkan.
Resolusi PBB itu secara kejam memecah-belah masyarakat Palestina, mengabaikan bagian dari sejarah mereka di tanah Palestina, dan menyerahkan milik mereka kepada Zionis.
30 tahun kemudian yaitu pada 1977, Majelis Umum PBB mengadopsi sebuah resolusi yang dikenal sebagai Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina. Meskipun tujuan awal PBB adalah untuk menyita perhatian dunia terhadap penderitaan rakyat Palestina, namun sekarang, 44 tahun setelah resolusi itu disahkan, selalu muncul pertanyaan di antara masyarakat dunia yaitu "Apa yang sudah dilakukan PBB dalam menyikapi kejahatan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina?
Jawaban atas pertanyaan ini dapat ditemukan dari kondisi memilukan rakyat Palestina serta penindasan dan pendudukan Israel yang terus berlanjut terhadap bangsa tertindas itu.
Peristiwa lebih dari tujuh dekade agresi dan penjajahan menunjukkan bahwa hanya dengan menetapkan hari yang disebut "Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina," penindasan yang menimpa bangsa ini tidak dapat dihilangkan. Israel melanggar banyak ketentuan Piagam PBB selama bertahun-tahun dan bertanggung jawab atas penggusuran lebih dari lima juta warga Palestina.
Sebelum keluarnya resolusi 181 PBB, rakyat Palestina tinggal dan menjadi pemilik asli atas seluruh tanah Palestina seluas 27.000 kilometer persegi. Namun, setelah resolusi itu keluar, Zionis dengan menggunakan kekerasan, pembantaian terorganisir, dan intimidasi serta beberapa perang, telah menduduki wilayah tersebut dan menggusur rakyat Palestina.
Pada dasarnya, penindasan terbesar dalam beberapa abad terakhir terjadi di tanah Palestina. Dalam peristiwa yang tragis ini, semua yang dimiliki oleh sebuah bangsa, tanah airnya, rumah, ladang pertanian, propertin, kesucian, dan identitasnya telah dirampas.
Blokade kejam Gaza dan penerapan hukuman massal adalah contoh nyata dari penindasan rakyat Palestina, yang melanggar semua hukum dan norma internasional. Tidak adanya langkah untuk menindak pelanggaran hukum internasional di tanah pendudukan Palestina telah mendorong rezim Israel untuk melanjutkan kejahatan kejinya terhadap rakyat Palestina, terutama anak-anak.
Sejalan dengan kebijakan genosida, Israel telah membantai anak-anak tak berdosa setelah menduduki tanah Palestina pada 1948 dan bahkan pengesahan Konvensi 1989 tentang Hak Anak-Anak, tidak menghentikan mereka. Situasi ini membawa anak-anak Palestina keluar dari dunia mereka (dunia anak-anak).
Pembantaian rakyat Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan yang tidak berdaya, selama bertahun-tahun sejak pendudukan ilegal Israel, merupakan salah satu kasus yang tidak pernah ada tindakan serius dari PBB untuk menghukum rezim penjajah Zionis.
Lebih dari 50.000 anak-anak dan remaja Palestina di bawah usia 18 tahun ditahan sejak 1967, dan bahkan ratusan anak-anak dan remaja masih ditahan di pusat-pusat penahanan horor milik Israel. Temuan lembaga-lembaga hak asasi manusia Barat dan internasional, tidak pernah menjamin hak-hak anak Palestina yang tertindas, karena prinsip non-diskriminasi telah lama dikalahkan oleh kebijakan standar ganda.
Dalam salah satu pidatonya pada peringatan Hari Quds Sedunia, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Hari ini, dunia menghitung satu per satu jumlah korban Corona di seluruh dunia, tetapi tidak ada yang bertanya siapa pembunuh dan pihak yang harus bertanggung jawab atas kematian ratusan ribu syuhada, tawanan, dan juga orang hilang di negara-negara tempat Amerika Serikat dan Eropa mengobarkan perang?
Siapa yang bertanggung jawab atas semua pertumpahan darah di Afghanistan, Yaman, Libya, Irak, Suriah, dan negara-negara lain? Siapa yang bertanggung jawab atas semua kejahatan, perampasan, penghancuran, dan penindasan di Palestina?
Mengapa tidak ada yang menghitung jutaan anak-anak yang tertindas, wanita, dan pria di Dunia Islam? Mengapa tidak ada yang menyampaikan belasungkawa atas pembantaian terhadap umat Islam? Mengapa jutaan orang Palestina harus hidup dalam pengasingan selama 70 tahun jauh dari rumah mereka sendiri? Mengapa Quds Sharif, kiblat pertama umat Islam dilecehkan dan dinistakan? Lalu apa fungsi PBB yang tidak menunaikan tugasnya?
Lembaga yang disebut PBB, tidak menunaikan tugasnya dan organisasi yang dikenal sebagai lembaga hak asasi manusia, sudah mati. Slogan "Membela hak anak-anak dan perempuan" tidak termasuk anak-anak dan perempuan tertindas di Yaman dan Palestina. Beginilah kondisi kekuatan-kekuatan Barat dan lembaga-lembaga internasional yang dependen."
Sekarang setelah Hari Internasional Solidaritas dengan Rakyat Palestina berusia 44 tahun, PBB seringkali memilih diam dalam menghadapi kejahatan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina, dan terkadang dengan kelambanannya, ikut memperburuk penindasan terhadap rakyat Palestina.
Keanggotaan perwakilan Israel di beberapa komisi dan komite PBB atau persetujuan penggunaan nama Ibrani untuk kota-kota dan situs bersejarah di Palestina, dapat menjadi bukti yang jelas atas sikap pasif dan kerja sama PBB dengan rezim Zionis dalam menindas rakyat Palestina.
Pendudukan dan kejahatan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina terus berlanjut selama bertahun-tahun, sementara PBB tetap bungkam dalam menghadapi pelanggaran hak-hak rakyat Palestina dan pengusiran jutaan orang. Hal ini menjadi bukti atas perpecahan politik dan sinyal dari kelemahan serta dukungan PBB kepada rezim Zionis.
Dari sudut pandang ini, dapat dikatakan bahwa deklarasi Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina oleh PBB sebenarnya merupakan slogan yang tidak dibarengi dengan tekad untuk bertindak. Namun, pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk membela rakyat Palestina harus tetap menjadi sebuah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan.
Perlu dicatat bahwa solidaritas semu yang tidak diikuti dengan aksi nyata, hanya akan membuat penindasan dan pendudukan tetap berlanjut di tanah Palestina. Masyarakat internasional harus memberikan solidaritas nyata kepada rakyat Palestina dan mendukung bangsa yang telah menjadi korban penindasan terbesar dalam sejarah.
Dalam hal ini, Republik Islam Iran percaya bahwa perdamaian yang adil dan menyeluruh di dunia tidak akan tercapai kecuali dengan menghentikan penindasan dan arogansi, menghormati hak-hak bangsa dan nilai-nilai agama dan budaya, dan mematuhi prinsip penentuan nasib sendiri oleh bangsa-bangsa.
Masyarakat internasional juga mengharapkan PBB untuk menghormati hak semua bangsa secara adil. Hak untuk kembali dan hak untuk menentukan nasib sendiri serta hak untuk mendirikan negara merdeka Palestina adalah bagian penting dari hak-hak bangsa tertindas Palestina berdasarkan hukum internasional.



























